• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 NGAGLIK YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 NGAGLIK YOGYAKARTA."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk berakal, yang diciptakan Tuhan untuk memanfaatkan, memelihara, dan menjaga bumi dengan potensi yang dimilikinya. Potensi tersebut bisa dibangun dan dikembangkan dengan usaha dan kerja keras. Usaha dan kerja keras yang dilakukan dalam proses pembelajaran itulah yang dinamakan pendidikan. Proses pembelajaran yang dilakukan terus menerus akan semakin mengembangkan dan menambah kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh manusia itu sendiri maupun masyarakat pada umumnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan merupakan aset penting bagi suatu bangsa termasuk bangsa Indonesia agar bisa lebih mengembangkan potensi masyarakat di dalamnya.

(2)

2

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Berdasarkan Undang-undang di atas, anak-anak didik Indonesia harus mampu mengasah potensi-potensi yang dimilikinya, menjadi warga negara yang cerdas dan bermartabat, dengan cara mendapatkan informasi yang melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber yang ada dari seluruh penjuru dunia. Akan tetapi pada era informasi global ini manusia dituntut untuk memiliki kemampuan dalam memilih, memperoleh serta mengelola dan menindaklanjuti informasi yang ada agar bisa dimanfaatkan dalam kehidupan dan memberikan solusi dengan benar terhadap masalah yang dihadapi.

(3)

3

model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dengan demikian, melalui kegiatan pembelajaran matematika sebagai bagian dari kurikulum pendidikan menengah, kegiatan pembelajaran matematika turut memainkan peranan yang sangat strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Berdasarkan Undang-undang di atas, Indonesia yang sudah merdeka selama 70 tahun ini seharusnya sudah bisa mewujudkan apa yang menjadi cita-citanya, yaitu anak-anak didik Indonesia mampu terasah potensi-potensi yang dimilikinya, menjadi warga negara yang cerdas dan bermartabat. Akan tetapi, badan survei internasional yaitu Programme for International Study Assessment (PISA) yang dilaksanakan pada tahun 2012 mengatakan sebaliknya dengan data hasil survei yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan peringkat rendah dalam pencapaian mutu pendidikan. Yakni ada di peringkat ke 64 dari 65 negara yang mengikuti program PISA. Kenyataan ini menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih sangat rendah apabila di bandingkan dengan negara lain.

PISA merupakan studi internasional yang diselenggarakan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

(4)

4

tahun dalam hal kemampuan matematika. Soal-soal yang diberikan PISA merupakan soal-soal yang kontekstual. Selain itu, PISA mengukur kemampuan literasi matematika, bukan sekedar kemampuan berhitung. Menurut OECD (2012), Literasi matematika adalah kemampuan seseorang untuk memformulasi, mengerjakan, dan menginterpretasi hal-hal matematis pada berbagai konteks yang berbeda. Termasuk di dalamnya penalaran secara matematis dan penggunaan konsep, prosedur, fakta, dan perangkat matematis untuk menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi suatu fenomena. Kemampuan ini akan membantu seseorang untuk memahami peran matematika di dunia nyata dan untuk membuat penilaian dan keputusan yang berdasar pada penalaran mumpuni, yang akan dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat yang konstruktif, bersatu, dan reflektif.

(5)

5

Banyak alasan yang menjadi faktor-faktor penyebab buruknya hasil PISA di Indonesia, diantaranya:

1. Siswa tidak terbiasa menyelesaikan permasalahan tak rutin. Siswa cenderung lebih mahir memecahkan permasalahan-permasalahan yang sudah dibahas di kelas dari pada menghadapi masalah yang baru.

2. Siswa lemah dalam memodelkan situasi nyata ke masalah matematika dan menafsirkan solusi matematika ke situasi nyata. Padahal kecakapan bermatematika yang dituntut dunia adalah kecakapan bermatematika yang utuh, mulai dari memodelkan, mencari solusi matematika, sampai pada menafsirkan solusi tersebut ke masalah awal.

3. Jenjang bernalar dan menganalisis sangat kurang. Ini berarti bahwa kemampuan bernalar yang dituntut dunia global lebih tinggi dari yang berjalan dalam praktik pembelajaran matematika di Indonesia yang cenderung masih kurang aplikatif ( Iwan Pranoto, 2011).

(6)

6

Kemampuan penalaran matematis siswa juga merupakan suatu keterampilan menarik kesimpulan dari suatu permasalahan matematika berdasarkan fakta-fakta yang ada atau diketahui dalam permasalahan tersebut. Seorang siswa akan mudah menalar suatu permasalahan matematika apabila permasalahan itu berada dalam kehidupan sehari-harinya atau merupakan pengalaman siswa tersebut, atau bisa dikatakan pula bahwa permasalahan itu bersifat realistik.

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan pembelajaran yang mengacu pada Realistic Mathematics Education (RME) yang dikembangkan oleh Freudenthal Institute di Belanda. Menurut Freudenthal, “Mathematics is a human activity”. Matematika merupakan kegiatan manusia. matematika adalah suatu proses yang dibangun dalam benak siswa, atau memiliki arti, matematika tersebut merupakan pengalaman siswa yang kemudian siswa konstruk menjadi sebuah proses matematisasi. Dengan begitu pendekatan matematika realistik Indonesia ini merupakan suatu pendekatan yang mengacu pada permasalahan realistik, sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dengan siswa harus berdasarkan suatu konteks yang melingkupi pengalaman atau yang berada dalam kehidupan sehari-hari siswa, sehingga pembelajaran seperti ini diharapkan akan lebih bermakna bagi mereka. (Gravemeijer, 1994)

(7)

7

memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Selain itu, kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

Selain pembelajaran yang menjadikan lingkungan sebagai sumber belajar, Permendiknas no. 41 tahun 2007 (Depdiknas, 2007: 6) menyebutkan prinsip penyusunan RPP yaitu memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Guru sebagai fasilitator, sangat berperan dalam memfasilitasi keaktifan ini, salah satu fasilitas yang berperan dalam menunjang keaktifan siswa adalah dengan menggunakan Lembar Kegiatan Siswa. Menurut Andi Prastowo (2014: 269) LKS merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk menyajikan materi pembelajaran dimana aktivitas pembelajarannya berpusat pada siswa.

(8)

8

LKS tersebut perlu untuk disempurnakan agar kepahaman dan kebermaknaan pada siswa bertambah. Dengan demikian, standar proses pembelajaran pun bisa tercapai dengan baik dan hasilnya memuaskan. Karena sejauh ini, LKS yang diberikan merupakan LKS yang berisi latihan soal-soal, yang cenderung melatih siswa pintar berhitung, serta belum memenuhi standar LKS yang baik. Menurut Andi Prastowo (2014:269), suatu LKS yang baik adalah LKS yang berisi materi, ringkasan serta petunjuk pelaksanaan tugas, baik bersifat teoritis/ praktis yang masih merujuk pada kompetensi dasar yang ada.

Berdasarkan permasalahan ini, peneliti tergerak untuk membuat LKS berbasis PMRI sesuai dengan standar proses pembelajaran di sekolah yang diharapkan mampu memfasilitasi pencapaian kemampuan penalaran siswa. Terlatihnya kemampuan penalaran yang merupakan keterampilan siswa dalam menarik kesimpulan masalah inilah yang akan mendukung terwujudnya tujuan pendidikan di Indonesia untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta mencerdaskan kehidupan bangsa pun bisa tercapai.

B. Identifikasi Permasalahan

Dari latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah-masalah yang ada, yaitu sebagai berikut.

1. Siswa kesulitan menyelesaikan permasalahan matematika yang sifatnya kontekstual.

2. Kemampuan pemecahan masalah masih rendah. 3. Kemampuan penalaran matematis siswa masih rendah.

(9)

9

5. Kemampuan mengaplikasikan dan memodelkan bentuk matematis dalam kehidupan sehari-hari masih rendah.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan masalah yang teridentifikasi, pembatasan masalah yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini, yaitu:

1. Pengembangan bahan ajar berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang berbasis pendidikan matematika realistik sebagai salah satu inovasi dalam memfasilitasi pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngeglik.

2. Mengembangkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dengan menggunakan model analysis, design, development, implementation dan evaluation (ADDIE).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana mengembangkan lembar kegiatan siswa (LKS) dengan menggunakan pendekatan berbasis matematika realistik untuk pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngaglik? 2. Bagaimana kualitas LKS berbasis matematika realistik dalam memfasilitasi

(10)

10

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Mengembangkan LKS dengan menggunakan pendekatan berbasis matematika realistik dalam memfasilitasi pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngaglik.

2. Menghasilkan LKS dengan menggunakan pendekatan berbasis matematika realistik dalam memfasilitasi pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngaglik yang memenuhi kualitas valid, praktis dan efektif.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat atau kegunaan dalam pendidikan baik secara langsung atau tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi siswa

a. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dapat digunakan sebagai pendamping belajar secara mandiri.

b. LKS yang dihasilkan dapat digunakan siswa untuk bahan diskusi dengan siswa lainnya.

(11)

11

a. Dapat dijadikan alternatif bahan ajar yang berbasis matematika realistik untuk memfasilitasi kemampuan matematis siswa.

b.Diharapkan menjadi motivasi untuk membuat bahan ajar yang lebih kreatif agar lebih bermakna bagi siswa.

3. Bagi Peneliti

Menambah wawasan peneliti mengenai pengembangan bahan ajar berupa LKS yang berbasis matematika realistik.

4. Bagi mahasiswa

a. Menjadi referensi dalam mengembangkan bahan ajar berupa LKS berbasis matematika realistik.

(12)

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Matematika a. Belajar

Menurut James O. Whittaker dalam Abu Ahmadi dan Widodo (1991) belajar didefinisikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman “Learning may be defined as the process by which behavior originates or is altered through

training or experience”.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar, yaitu:

1) Perubahan yang terjadi secara sadar

Individu yang sedang belajar menyadari adanya perubahan dalam dirinya. Misal, ia menyadari pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah dan kebiasaannya bertambah.

2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional

(13)

2

perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.

3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Perubahan-perubahan dalam belajar senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari pada sebelumnya. Perubahan bersifat aktif artinya perubahan itu terjadi akibat dari usaha individu sendiri bukan terjadi dengan sendirinya.

4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang bersifat sementara atau temporer yang terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, menangis, dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat permanen. Misalnya kecakapan seorang anak dalam memainkan seruling setelah mengalami proses belajar, tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan berkembang bila terus dipergunakan atau dilatih.

5) Perubahan dalam belajar, bertujuan atau terarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah merupakan perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

(14)

3

Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar, meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.

b.Pembelajaran

Menurut Winkel dalam Eveline Siregar dan Hartini (2010:12), pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrem yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian-kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa. Winkel juga mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan dan penciptaan kondisi-kondisi ekstern sedemikian rupa, sehingga menunjang proses belajar siswa dan tidak menghambatnya. Pembelajaran merupakan salah satu upaya untuk belajar dan mengembangkan potensi siswa.

Gagne dalam Eveline Siregar dan Hartini (2010:12) memperjelas makna pembelajaran: instruction as a set of eksternal events design to support the several processes of learning, which are internal.

(15)

4

yang terdapat dalam setiap peristiwa belajar. Istilah pengajaran (teaching) berbeda dengan pembelajaran (instruction). Istilah pembelajaran lebih luas dari pengajaran, pembelajaran harus menghasilkan belajar pada siswa dan harus dilakukan suatu perencanaan yang sistematis, sedangkan mengajar hanya salah satu penerapan strategi pembelajaran diantara strategi-strategi pembelajaran yang lain dengan tujuan utamanya menyampaikan informasi kepada siswa. Pengajaran cenderung kepada teacher-centered, sedangkan pembelajaran cenderung kepada student-centered.

c. Matematika

Matematika merupakan cermin peradaban manusia. Sejarah matematika membuka mata kita bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang berlangsung secara terus-menerus, berkembang dengan adanya berbagai penelitian dan intuisi untuk membentuk sebuah peradaban manusia.

Menurut Sumardyono dalam Abdul Halim Fathani (2012) secara umum matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya:

1) Matematika sebagai struktur yang terorganisasi

Sebagai sebuah struktur, matematika terdiri atas beberapa komponen yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema.

2) Matematika sebagai alat (tool)

(16)

5

3) Matematika sebagai pola pikir deduktif

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif. Maksudnya, suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum)

4) Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking)

Matematika dipandang sebagai cara bernalar, karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yagn sistematis.

5) Matematika sebagai bahan artifisial

Matematika tidak lepas dari adanya simbol-simbol. Bahasa matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.

6) Matematika sebagai seni yang kreatif

Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola kreatif dan menakjubkan, maka matematika sering pula disebut seni, khususnya seni berpikir yang kreatif.

d. Pembelajaran Matematika Sekolah

Menurut Soedjadi, Matematika sebagai suatu ilmu, memiliki ciri-ciri khusus, yaitu:

(17)

6

2) Bertumpu pada kesepakatan (lebih bertumpu pada aksioma aksioma formal)

3) Berpola pikir deduktif 4) Konsisten dalam sistemnya

5) Memiliki atau menggunakan simbol yang “kosong” dari arti 6) Memperhatikan semesta pembicaraan

Adapun untuk matematika sekolah merupakan matematika yang yang berkaitan dengan anak didik yang menjalani proses perkembangan kognitif dan emosional masing-masing. Anak didik memerlukan tahapan belajar sesuai dengan perkembangan jiwa dan kognitifnya. Oleh karena itu, matematika sebagai ilmu tidak begitu saja diterapkan di lingkungan matematika sekolah, tetapi disesuaikan dengan tahap perkembangan anak didik yang bersangkutan. Matematika sekolah ini dipilih untuk kepentingan pendidikan anak.

Karakteristik matematika sekolah di bawah ini tidak terlepas dari karekteristik matematika sebagai sutau ilmu, yaitu sebagai berikut:

1) Penyajian

Dalam pembelajaran matematika sekolah, penyajian matematika tidak harus diawali dengan teorema maupun definisi, tetapi disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa.

(18)

7

Pembelajaran matematika sekolah dapat menggunakan pola pikir deduktif maupun induktif, sesuai dengan topik bahasan dan tingkat intelektual siswa.

3) Keterbatasan Semesta

Sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual siswa, matematika sekolah juga menyesuaikan dengan kompleksitas semestanya. Semakin meningkat tahap perkembangan intelektual siswa, semakin diperluas semestanya.

4) Tingkat keabstrakan

Tingkat keabstrakan matematika disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual siswa.

2. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) yang mengacu pada Realistic Mathematics Education (RME) merupakan suatu pendekatan

pembelajaran yang dikembangkan oleh Freudenthal Institute di Belanda. Pendekatan PMRI ini lebih terfokus kepada benda konkret, masalah konteks dan penanaman minat terhadap matematika.

(19)

8

sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dengan siswa harus berdasarkan suatu konteks yang melingkupi pengalaman atau yang berada dalam kehidupan sehari-hari siswa, sehingga pembelajaran seperti ini diharapkan akan lebih bermakna bagi mereka. (Gravemeijer, 1994)

a. Prinsip-prinsip Pendidikan Matematika Realistik

Menurut Gravemeijer (1994:90-91) dalam pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik terdapat tiga prinsip utama yaitu:

1) Penemuan Kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi progresif (progressive mathematization)

Menurut prinsip reinvention bahwa dalam pembelajaran matematika perlu diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsipatau prosedur, dengan bimbingan guru. Menurut Hans Freudenthal bahwa matematika adalah aktivitas manusia maka ketika siswa melakukan kegiatan belajar maka dalam dirinya terjadi matematisasi.

Terdapat 2 macam proses matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan vertikal. Matematisasi vertikal merupakan proses penalaran yang terjadi dalam sistem matematika itu sendiri misalnya adalah mengaitkan antar konsep-konsep matematis, dsb. Sedangkan matematisasi horizontal merupakan proses penalaran dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika.

(20)

9

Maksud dari Fenomenologi didaktis adalah siswa dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan matematika bersumber dari masalah kontekstual yang dapat dibayangkan siswa atau pengalaman siswa sebagai masalah nyata. 3) Mengembangkan model-model sendiri (self-developed model)

Maksud dari mengembangkan model adalah dalam mempelajari konsep-konsep atau prinsip-prinsip terkait matematika yang disajikan dalam bentuk kontekstual, siswa perlu mengembangkan sendiri model-model penyelesaian masalah tersebut ke arah berpikir yang lebih formal. Disini, siswa sendiri yang menemukan penyelesaian tersebut dengan cara mereka sendiri (Atmini, 2010).

Seiring dengan prinsip diatas, Frans Moerlands mendeskripsikan tipe realistik tersebut dalam ide gunung es (iceberg) yang mengapung di laut. Ada 4 tingkatan aktivitas pada iceberg, yakni :

1) Orientasi lingkungan secara matematis, 2) Model alat peraga

3) Pembuatan pondasi (building stone) 4) Matematika formal.

(21)

10

Gambar 1. Ide Gunung Es (Iceberg)

Kemampuan mengambang gunung es ditopang oleh adanya kumpulan es yang berada dalam air laut. Pada tahap pertama, yaitu orientasi lingkungan, anak dibiasakan menyelesaikan masalah situasi sehari-hari tanpa harus mengaitkan secara tergesa-gesa pada matematika formal. Tahap kedua, adanya penggunaan alat peraga untuk mengeksplorasi kemampuan siswa dalam bekerja matematis. Tahap ini menekankan kemampuan siswa dalam memanipulasi alat peraga tersebut guna memahami prinsip-prinsip matematika. Tahap ketiga pembuatan pondasi (building stone) yang mana aktivitas siswa mulai mengarah pada pemahaman matematis, penggunaan lambang bilangan dan garis bilangan kosong merupakan contoh jembatan menuju konsep perkalian. Tahap ini berada di bawah tahap matematika formal (Sugiman, 2011).

Mathematical world orientation

Building stones; number relations

(22)

11

b. Karakteristik pembelajaran matematika realistik

Treffers (dalam Ariyadi Wijaya, 2012) merumuskan lima karakteristik pendidikan matematika realistik yang merupakan penjabaran dari prinsip-prinsip Pendidikan matematika realistik, yaitu:

1) Penggunaan konteks (the use of context)

Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata, tetapi bisa juga dalam bentuk permainan, alat peraga atau hal lain, selama bisa dibayangkan oleh siswa. Melalui penggunaan konsep ini siswa diajak secara aktif melakukan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi ini selain digunakan untuk menemukan jawaban akhir, juga digunakan untuk mengembangkan strategi penyelesaian masalah yang bisa digunakan. (Kaiser dalam De Lange, dikutip dari Ariyadi Wijaya, 2012).

Penggunaan konteks dalam pembelajaran matematika dapat membuat konsep matematika menjadi lebih bermakna bagi siswa karena konteks dapat menyajikan konsep matematika abstrak dalam bentuk representasi yang mudah dipahami siswa.

(23)

12

a) Pembentukan konsep (concept forming)

Suatu konteks dalam pendidikan matematika realistik berfungsi menjadi akses yang alami dan motivatif menuju konsep matematika. Konteks harus memuat konsep matematika yang disajikan dalam suatu kemasan yang bermakna bagi siswa.

b) Pengembangan model (model forming)

Konteks berperan dalam mengembangkan kemampuan siswa untuk menemukan berbagai strategi untuk menemukan atau membangun konsep matematika. Strategi tersebut berupa model sebagai alat untuk menerjemahkan konteks maupun mendukung proses berpikir.

c)Penerapan (applicability)

Konteks berperan untuk menunjukkan bagaimana suatu konsep matematika ada di realita dan digunakan dalam kehidupan manusia.

d) Melatih kemampuan khusus (specific abilities) dalam suatu situasi terapan.

Kemampuan khusus itu seperti kemampuan mengidentifikasi, memodelkan dan lainnya.

2) Penggunaan model untuk matematisasi progresif (bridging by vertical instruments)

(24)

13

a)Level situasional, merupakan level paling dasar dari pemodelan. Pada level ini, pengetahuan dan model berkembang dalam konteks situasi masalah yang digunakan.

b)Level referensial, level di mana model dan strategi yang dikembangkan tidak berada di dalam konteks situasi, tetapi sudah merujuk pada konteks. Pada level ini, siswa membuat model untuk menggambarkan situasi konteks sehingga hasil pemodelan pada level ini disebut model dari (model of) situasi.

c)Level General, model yang dikembangkan siswa sudah mengarah pada pencarian solusi secara matematis. Model pada level ini disebut model untuk (model for) penyelesaian masalah.

d)Level Formal, siswa sudah bekerja dengan menggunakan simbol dan representasi matematis. Level ini merupakan perumusan dan penegasan konsep matematika yang dibangun oleh siswa.

Dalam pendidikan matematika realistik, model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal.

(25)

14

hubungan, sedangkan formalisasi melibatkan pemodelan, simbolisasi, skematisasi, dan pendefinisian. Proses matematisasi mencakup kegiatan sebagai berikut :

a)Mengidentifikasi konsep matematika yang relevan dengan masalah dunia nyata;

b)Merepresentasikan masalah dengan berbagai cara yang berbeda, termasuk mengorganisasi masalah sesuai dengan konsep matematika yang relevan, serta merumuskan asumsi yang tepat; c)Mencari hubungan antara “bahasa” masalah dengan simbol dan

“bahasa” formal matematika supaya masalah nyata bisa dipahami

secara matematis;

d)Mencari keteraturan, hubungan, dan pola yang berkaitan dengan masalah;

e)Menerjemahkan masalah ke dalam bentuk matematika yaitu dalam bentuk model matematika (De Lange dalam Ariyadi Wijaya, 2012).

3) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa (student contribution)

Menurut Freudenthal Matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa maka dalam pendidikan matematika realistik siswa ditempatkan sebagai subjek belajar.

(26)

15

bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika.

Hal ini dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa. Kreativitas siswa bisa di dapatkan dengan proses learning by doing. Kreativitas siswa dapat dikembangkan jika mereka diarahkan untuk melakukan aktivitas matematika yang melibatkan kegiatan pemecahan masalah (problem solving), menyelesaikan masalah terbuka (open-ended problem), atau pun kegiatan psikomotorik melalui hands on

activities.

4) Interaktivitas (interactivity)

Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan merupakan suatu proses sosial. Proses belajar siswa akan menjadi lebih bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka.

Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa.

Gardner menyebutkan bahwa salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal adalah melalui suatu bentuk pengalaman sosial (social experience). Kecerdasan interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk bekerja sama (to cooperate) dalam suatu tim.

(27)

16

Konsep-konsep dalam matematika memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Konsep-konsep itu tidak bersifat parsial, sehingga tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah satu sama lain. Pendidikan matematika realistik menempatkan keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran.

3.Kemampuan Penalaran Matematis

a.Kemampuan Penalaran

Kemampuan menurut KBBI merupakan suatu kesanggupan, kecakapan dalam melakukan sesuatu. Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa, salah satunya disebabkan oleh pembelajaran matematika yang kurang melibatkan siswa. Apabila dilihat dari kenyataan di lapangan, metode mengajar yang digunakan oleh guru secara umum cenderung guru yang lebih aktif dan siswa pasif menerima informasi yang disampaikan oleh guru. (Sulistiawati dalam seminar pendidikan di STKIP Surya 2014).

(28)

17

dibedakan dengan menggunakan prinsip-prinsip dan teknik berpikir dengan menggunakan logika.

Surajiyo, dkk (2006) menyebutkan bahwa penalaran merupakan konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui. Pernyataan itu terdiri atas pengertian-pengertian sebagai unsurnya yang antara pengertian satu dengan yang lain ada batas-batas tertentu untuk menghindarkan kekaburan arti.

Dalam proses pemikiran ini perlu dipelajari terlebih dahulu unsur-unsur dari penalaran pada umumnya yang bertitik tolak pada materi yang dibicarakan. Unsur-unsur di sini bukan bagian-bagian yang menyusun suatu penalaran, tetapi segala sesuatu sebagai prinsip yang harus diketahui terlebih dahulu karena penalaran adalah suatu proses yang sifatnya dinamis tergantung pada pangkal pikirnya.

Dasar pernyataan yang kedudukannya sebagai bagian langsung dari bentuk penalaran adalah pernyataan, karena pernyataan inilah yang digunakan dalam pengolahan dan perbandingan. Pernyataan yang dijadikan dasar-dasar penalaran dan prinsip-prinsip penalaran dibahas di bawah,

1) Logika dan bahasa

(29)

18

diuangkapkan dengan suatu kalimat. Kalimat ada yang bermakna dan ada juga yang tidak bermakna. Selanjutnya bahwa kalimat yang bermakna dibedakan antara lima jenis, yakni kalimat berita, kalimat pertanyaan, kalimat perintah, kalimat seru, dan kalimat harapan. Di antara jenis kalimat ini yang digunakan dalam logika adalah kalimat berita karena kalimat berita dapat dinilai benar atau salah, sedangkan jenis kalimat yang lain tidak dapat dinilai benar atau salahnya.

2) Prinsip-prinsip penalaran

Prinsip-prinsip penalaran ada empat macam yang terdiri atas tiga prinsip dari Aristoteles dan satu prinsip dari George Leibniz. Prinsip penalaran dari Aristoteles adalah sebagai berikut.

a) Prinsip identitas. Prinsip ini dalam istilah latin adalah principium identitatis. Prinsip identitas berbunyi: “Sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri”.

b) Prinsip kontradiksi. Prinsip kontradiksi berbunyi: “Sesuatu tidak dapat sekaligus merupakan hal itu dan bukan hal itu pada waktu yang bersamaan”, atau “Sesuatu pernyataan tidak mungkin

mempunyai nilai benar atau tidak benar pada saat yang sama”.

c) Prinsip eksklusi tertii, yakni prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak adanya kemungkinan ketiga. Prinsip ini berbunyi: “Sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan hal

(30)

19

tengah”. Satu prinsip tambahan dari Leibniz yang merupakan

pelengkap bagi prinsip identitas.

d) Prinsip cukup alasan, yang berbunyi: “Suatu perubahan yang terjadi pada suatu hal tertentu mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi”. Dengan kata lain, “adanya sesuatu itu seharusnya

mempunyai alasan yang cukup, demikian pula jika ada perubahan pada keadaan sesuatu” (Noor Ms Bakry dalam surajiyo, dkk,

2006).

b. Kemampuan Penalaran Matematis

Kemampuan penalaran ini erat kaitannya dengan matematika karena seperti yang kita ketahui bahwasanya matematika merupakan ilmu yang diperoleh dari bernalar. Pendapat ini diperkuat dengan pandangan depdiknas (Fajar Shadiq, 2004:3) yang dikutip dari Rosalia (2013:36) bahwa materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak terpisahkan., yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika.

(31)

20

matematis dan kemampuan menjelaskan atau memberikan alasan terhadap penyelesaian yang dilakukan.

Menurut Subanindro (2012) dalam tesisnya, Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan untuk menghubungkan antara ide-ide atau objek-objek matematika, membuat, menyelidiki dan mengevaluasi dugaan matematik, mengembngakan argumen-argumen dan bukti-bukti matematika untuk meyakinkan diri sendiri dan orang lain bahwa dugaan yang dikemukakan adalah benar. Dengan demikian, untuk mengukur kemampuan penalaran matematis ada 3 aspek yaitu (1) kemampuan menghubungkan antara ide-ide atau objek-objek matematika (2) kemampuan membuat, menyelidiki dan mengevaluasi dugaan matematik dan (3) kemampuan mengembangkan argumen-argumen dan bukti-bukti matematika.

Selain itu, kemampuan penalaran matematis dapat dinyatakan sebagai kemampuan berpikir menurut alur kerangka berpikir tertentu berdasarkan konsep atau pemahaman yang diperoleh siswa sebelumnya. Konsep atau pemahaman-pemahaman tersebut saling berhubungan dan kemudian diterapkan dalam permasalahan baru sehingga didapatkan keputusan baru yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sri Wardhani (2007:13-15) merumuskan indikator yang menunjukkan adanya penalaran sebagai berikut.

1) Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram

(32)

21

3) Melakukan manipulasi matematika

4) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi

5) Menarik kesimpulan dari pernyataan 6) Memeriksa kesahihan suatu argumen

7) Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

4. Bahan Ajar LKS

a. LKS Sebagai Bahan Ajar

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksudkan bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis (Depdiknas, 2008:6).

Depdiknas (2008:11) menyatakan bahwa bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu :

1) Bahan ajar cetak (printed) 2) Bahan ajar dengar (audio)

3) Bahan ajar pandang dengar (audio visual)

(33)

22

Kegunaan bahan ajar cetak dapat diklasifikasikan menjadi tujuan kognitif, psikomotor, dan afektif.

1) Tujuan kognitif

Bahan ajar cetak bisa digunakan untuk menyampaikan infomasi yang bersifat fakta, mengajarkan pengenalan kembali (recognition) dan/atau pembedaan stimulasi yang relevan, menyajikan perbendaharaan kata yang digunakan pada fungsi-fungsi pekerjaan tertentu, menyajikan kosakata yang digunakan dalam fungsi-fungsi kerja, menerapkan jalannya pekerjaan, serta memberikan gambaran tentang lokasi, posisi, dan situasi pekerjaan yang akan dihadapi siswa nantinya.

2) Tujuan psikomotor

Meskipun gambar yang disajikan merupakan gambar yang diam, tetapi gambar tersebut mungkin digunakan untuk mengajarkan langkah atau prinsip dalam keterampilan psikomotor dan untuk menunjukkan posisi sesuatu yang sedang bergerak, atau cara memegang suatu objek, penggambaran gerak sukar disajikan dalam media ini.

3) Tujuan afektif

(34)

23

Aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam penyusunan bahan ajar menurut Depdiknas (2008:28) meliputi:

1) Aspek kelayakan isi.

a)Kesesuaian dengan SK dan KD

b)Kesesuaian dengan perkembangan anak c)Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar d)Kebenaran substansi materi pembelajaran e)Manfaat untuk penambahan wawasan

f) Kesesuaian dengan nilai moral dan nilai-nilai sosial 2) Aspek kebahasaan

a)Keterbacaan

b)Kejelasan informasi

c)Kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar d)Pemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien (jelas dan singkat) 3) Aspek Penyajian

a)Kejelasan tujuan (indikator) yang ingin dicapai b)Urutan sajian

c)Pemberian motivasi, daya tarik

d)Interaksi (pemberian stimulus dan respon) e)Kelengkapan informasi

4) Aspek kegrafikan

(35)

24

c)Ilustrasi, gambar, dan foto d)Desain tampilan

Menurut Andi Prastowo (2014: 269) LKS merupakan suatu bahan ajar cetak yang berupa lembaran-lembaran kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan siswa, baik bersifat teoretis dan/atau praktis, yang mengacu kepada kompetensi dasar yang harus dicapai siswa. LKS merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk menyajikan materi pembelajaran dimana aktivitas pembelajarannya berpusat pada siswa. Terdapat lima jenis LKS yang digunakan siswa, yaitu

1) LKS Penemuan

LKS yang membantu siswa menemukan suatu konsep. LKS jenis ini memuat apa yang harus dilakukan siswa, meliputi: melakukan, mengamati, dan menganalisis.

2) LKS Aplikatif-integratif

LKS ini membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan.

3) LKS Penuntun

(36)

25

4) LKS Penguatan

Materi dalam LKS ini lebih menekankan dan mengarahkan kepada pendalaman dan penerapan materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku ajar. LKS ini cocok untuk pengayaan

5) LKS Praktikum

Konten dari LKS ini adalah petunjuk-petunjuk untuk melakukan sebuah praktikum.

Menurut Depdiknas (2008:23-24), terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan ketika menyiapkan LKS sebagai bahan ajar, yaitu:

1) Analisis kurikulum

2) Menyusun peta kebutuhan LKS 3) Menentukan judul LKS

4) Penulisan LKS, meliputi langkah-langkah di bawah ini: a)Merumuskan KD dari standar isi

b)Menentukan bentuk penilaian c)Penyusunan materi

5) Struktur LKS, secara umum sebagai berikut: a)Judul

b)Petunjuk belajar (petunjuk awal) c)Kompetensi yang akan dicapai d)Informasi pendukung

(37)

26

b. Kategori LKS yang Baik

Lembar kegiatan siswa (LKS) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Hendro Darmodjo &Jenny R. E Kaligis, 1992:41-46)

1) Syarat-syarat didaktik

Maksud dari persyaratan didaktik, artinya ia harus mengikuti asas-asas belajar-mengajar yang efektif, yaitu:

a)Memperhatikan adanya perbedaan individual

b)Tekanan pada proses untuk menemukan konsep-konsep sehingga LKS berfungsi sebagai petunjuk jalan bagi siswa untuk mencari tahu.

c)Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa. Jadi, dalam sebuah LKS hendaknya terdapat kesempatan siswa untuk menulis, menggambar, dsb.

d)Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosinal, moral, dan estetika pada diri anak.

e)Pengalaman belajarnya ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa (intelektual, emosional, dsb), bukan ditentukan oleh materi bahan pelajaran.

2) Syarat-syarat kontruksi

(38)

27

a)Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak.

b)Menggunakan struktur kalimat yang jelas.

c)Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan anak.

d)Hindarkan pertanyaan yang terlalu terbuka.

e)Tidak mengacu pada buku sumber yang diluar kemampuan keterbacaan siswa.

f) Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada siswa untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS. g)Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek.

h)Gunakan lebih banyak ilustrasi dari pada kata-kata.

i) Dapat digunakan untuk anak-anak baik yang lamban maupun yang cepat

j) Memiliki tujuan belajar yang jelas serta manfaat dari itu sebagai sumber motivasi.

k)Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya. 3) Syarat-syarat teknis

a)Tulisan

(39)

28

gunakan tidak lebih dari 10 kata dalam satu baris, gunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban siswa, usahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya gambar serasi. b)Gambar

Gambar yang baik untuk LKS adalah yang dapat menyampaikan pesan/isi dari gambar tersebut secara efektif kepada pengguna LKS.

c)Penampilan

Penampilan adalah sangat penting dalam LKS. Anak pertama-tama akan tertarik pada penampilan LKS, bukan isinya. Apabila suatu LKS ditampilkan dengan penuh kata-kata, kemudian ada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh anak, hal ini menimbulkan kesan jenuh atau tidak menarik. Apabila ditampilkan dengan gambar saja, itu juga tidak mungkin karena pesan tidak akan sampai. Jadi, LKS yang baik adalah LKS yang memiliki kombinasi antara gambar dan tulisan.

c. Standar bahan ajar berbasis PMRI

Menurut Sutarto Hadi dalam skripsinya Tri Handayanistandar bahan ajar PMRI adalah

1) Bahan ajar yang disusun sesuai dengan kurikulum yang berlaku 2) Bahan ajar menggunakan permasalahan realistik untuk memotivasi

(40)

29

3) Bahan ajar memuat berbagai konsep matematika yang saling terkait sehingga siswa memperoleh pengetahuan matematika yang bermakna dan utuh

4) Bahan ajar memuat materi pengayaan yang mengakomodasi perbedaan cara dan kemampuan berpikir siswa

5) Bahan ajar dirumuskan atau disajikan sedemikian sehingga mendorong dan memotivasi siswa berpikir kritis, kreatif dan inovatif, serta berinteraksi dalam proses belajar.

d. Rambu-rambu yang Harus Dipatuhi Ketika Membuat Bahan Ajar Dalam penyusunan bahan ajar perlu diperhatikan bagaimana konsep penyusunan bahan ajar tersebut agar dapat digunakan. Menurut Chomsin S. Widodo dan Jasmadi (2008:42) dalam skripsinya Tri Handayani, bahan ajar harus dikembangkan sesuai dengan kaidah-kaidah pengembangan bahan ajar. Rambu-rambu yang harus dipatuhi dalam pembuatan bahan ajar adalah:

1) Bahan ajar harus disesuaikan dengan siswa yang sedang mengikuti proses belajar-mengajar

2) Bahan ajar diharapkan mampu mengubah tingkah laku siswa

3) Bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik diri siswa serta program belajar-mengajar yang akan dilangsungkan

(41)

30

5) Untuk mendukung ketercapaian tujuan, bahan ajar harus memuat materi pembelajaran secara rinci, baik untuk kegiatan dan latihan 6) Terdapat evaluasi sebagai umpan balik dan alat untuk mengubah

tingkat keberhasilan siswa.

Selain itu, dalam menyusun bahan ajar juga memperhatikan mekanisme penyusunan (desain pengembangan) bahan ajar. Psalah satu desain pengembangan dalam menyusun bahan ajar yaitu model pengembangan ADDIE.

B. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Handayani dengan Judul Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Matematika Realistik untuk

Memfasilitasi Pencapaian Kemampuan Literasi Matematis Siswa Kelas

VIII SMP Negeri 2 Moyudan. Hasil penelitian menunjuk bahwa

Pengembangan bahan ajar ini memiliki kualitas yang baik.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ika Mahanani dengan judul Pengembangan Bahan Ajar dengan Pendekatan PMRI Pada Materi Kesebangunan Dan

Kekongruenan untuk Memfasilitasi Pencapaian Kemampuan Penalaran

dalam Literasi Matematis Siswa Kelas IX. Hasil penelitian ini memberikan

referensi tentang PMRI dan kemampuan penalaran matematis pada siswa SMP.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Yunus Arifin dengan judul Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dengan Menggunakan Pendekatan Penemuan

(42)

31

Perbandingan Kelas VIII SMP. Penelitian ini memiliki tujuan penelitian

yang sama yakni membuat LKS yang memenuhi kualitas valid, praktis dan efektif. Oleh itu, teknis analisis data yang digunakan bisa dijadikan referensi.

C. Kerangka Berpikir

Hasil survey yang dilakukan oleh PISA tahun 2012, salah satunya mengindikasikan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa masih rendah. Rendahnya kemampuan penalaran siswa disebabkan karena masih banyaknya guru yang menggunakan pendekatan pembelajaran yang masih terpaku pada rumus formal, belum aplikatif.

PMRI merupakan salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang mampu meningkatkan kemampuan penalaran pada siswa, dikarenakan karakteristik PMRI adalah penggunaan konteks, penggunaan model untuk matematisasi progresif, pemanfaatan hasil konstruksi siswa, interaktivitas, dan keterkaitan.

Selain itu, adanya tuntutan kurikulum KTSP untuk menjadikan pembelajaran yang memberdayakan siswa atau bisa dikatakan student center dibutuhkan suatu bahan ajar yang selain mampu mengembangkan kemampuan penalaran juga mampu membuat pembelajaran berpusat pada siswa, diantaranya dengan menyediakan bahan ajar berupa LKS yang berbasis pendekatan pembelajaran PMRI.

(43)

1

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (Research and development). Penelitian dan pengembangan bertujuan untuk menghasilkan produk baru melalui proses pengembangan (Sugiyono, 2010: 407).

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah bahan ajar dalam bentuk lembar kegiatan siswa (LKS) berbasis pendidikan matematika realistik Indonesia untuk memfasilitasi pencapaian kemampuan penalaran siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngaglik Yogyakarta.

B. Desain Penelitian 1. Tahap Analysis

Analisis yang dilakukan meliputi :

a. Analisis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tentang materi Bentuk Aljabar mencakup standar kompetensi dan kompetensi dasar yang termuat dalam standar isi. Analisis kurikulum dilakukan untuk mengetahui kompetensi apa saja yang harus disiapkan dalam bahan ajar. b.Analisis karakteristik siswa dilakukan melalui wawancara dengan guru

dan observasi kelas. Analisis karakteristik dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik siswa yang akan menggunakan LKS. c. Analisis kebutuhan bahan ajar dilakukan dengan mengkaji bahan ajar

(44)

2 2. Tahap Design

Tahap perancangan dilakukan berdasarkan hal-hal yang diperoleh pada tahap analisis. Kegiatan yang dilakukan pada tahap design meliputi:

a. Menentukan judul LKS

Judul LKS berdasarkan pada SK-KD yang berkaitan dengan materi Operasi Bentuk Aljabar.

b. Penulisan LKS

Penulisan LKS dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1) Perumusan KD yang harus dikuasai.

2)Menentukan alat evaluasi atau penilaian, alat evaluasi yang digunakan yaitu berupa soal-soal dalam LKS yang sudah dikaitkan dengan PMRI.

3)Penyusunan LKS, lembar kegiatan disusun menggunakan referensi-referensi yang memiliki relevansi dari berbagai sumber.

4)Urutan pembelajaran, urutan pembelajaran dapat diberikan dalam petunjuk penggunaan LKS.

(45)

3 3. Tahap Development

Tahap pengembangan meliputi kegiatan pembuatan LKS, setelah ditentukan kerangka penyusunan LKS, langkah selanjutnya adalah menentukan produk LKS. Spesifikasi produk LKS adalah sebagai berikut:

a. LKS berbentuk media cetak

b. Disusun dengan menggunakan bahasa Indonesia

c. Disusun dengan menggunakan bantuan program Microsoft Word dan Corel Draw.

d. Disusun berdasarkan kurikulum KTSP dengan berbasis PMRI e. Disusun berdasarkan syarat kualitas yang meliputi:

1) Aspek kesesuaian LKS dengan syarat didaktis 2) Aspek kesesuaian LKS dengan syarat konstruksi 3) Aspek kesesuaian LKS dengan syarat teknis 4) Aspek kesesuaian kompetensi

5) Aspek kesesuaian materi

6) Aspek kesesuaian LKS dengan kemampuan penalaran matematis 7) Aspek kesesuaian LKS dengan karakteristik PMRI

f. Komponen yang terdapat dalam LKS yaitu : 1) Bagian Pembuka

a)Judul

b)Halaman identitas LKS c)Kata pengantar

(46)

4 e)Fitur LKS

f) SK dan KD 2)Bagian Inti

a)Lembar Kegiatan Siswa b)latihan

3)Bagian Penutup a)Daftar Pustaka

LKS yang sudah dikembangkan kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Apabila sudah disetujui dosen pembimbing, LKS selanjutnya divalidasi oleh dosen ahli media dan ahli materi. Selanjutnya, guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 2 Ngaglik yang berperan sebagai ahli materi dan ahli media, diminta agar memberikan masukan untuk pengembangan dan perbaikan LKS yang akan diujikan di SMP Negeri 2 Ngaglik Yogyakarta.

1. Tahap Implementation

Bahan ajar dan instrumen yang telah direvisi lalu diujicobakan di SMP Negeri 2 Ngaglik untuk mengetahui tanggapan terhadap bahan ajar tersebut. Tanggapan atau respon tertuang dalam pengisian lembar angket respon siswa dan guru.

(47)

5 2. Tahap Evaluation

LKS dievaluasi berdasarkan :

a. Lembar penilaian dosen ahli media dan ahli materi, serta masukan dari guru mata pelajaran matematika

b. Lembar observasi c. Angket respon

d. Hasil tes kemampuan penalaran matematis

C. Subjek Penelitian

Subjek Penelitian merupakan subjek yang diperoleh baik berupa orang, respon gerak atau respon sesuatu. Adapun subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngaglik yang berjumlah 31 siswa dan LKS berbasis PMRI. D. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Ngaglik yang beralamat di Jl. Kaliurang KM 10.5 Sinduharjo, Ngaglik, Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.

E. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data Kualitatif

Data ini berupa deskripsi pengembangan produk sesuai dengan model pengembangan ADDIE.

2. Data Kuantitatif

(48)

6

siswa kelas VII B sebagai subjek uji coba pada penelitian ini, dan hasil tes kemampuan penalaran siswa.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengambil data dalam penelitian ini adalah :

1. Lembar penilaian LKS

a. Lembar penilaian LKS untuk ahli media

Lembar penilaian LKS ini diberikan kepada satu dosen sebagai ahli media. Manfaat dari instrumen ini adalah untuk mengetahui nilai kevalidan LKS yang dikembangkan berdasarkan aspek kompetensi, isi materi, karakteristik PMRI dan penalaran matematis. Angket penilaian LKS ini disusun dengan 5 alternatif jawaban yaitu sangat kurang baik, kurang baik, cukup, baik, sangat baik yang dikonverrsikan menjadi skor 1, 2, 3, 4, dan 5. b. Lembar penilaian LKS untuk ahli materi

Lembar penilaian LKS ini diberikan kepada satu dosen sebagai ahli materi. Manfaat dari instrumen ini adalah untuk mengetahui nilai kevalidan LKS yang dikembangkan berdasarkan aspek didaktik, konstruksi, dan teknis. Angket penilaian LKS ini disusun dengan 5 alternatif jawaban yaitu sangat kurang baik, kurang baik, cukup, baik, sangat baik yang

dikonversikan menjadi skor 1, 2, 3, 4, dan 5. 2. Lembar Observasi

(49)

7

perbaikan LKS yang dikembangkan setelah dilakukan pembelajaran. Peneliti melakukan pencatatan untuk setiap kali dilaksanakannya pembelajaran. Pencatatan tersebut dapat berasal dari masukan siswa, kegiatan yang berlangsung, dan masukan dari guru setelah proses pembelajaran.

3. Angket Respon

a. Angket respon siswa

Angket respon siswa diberikan kepada siswa pada akhir penelitian. Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui respon dan tanggapan siswa terhadap LKS yang telah dikembangkan. Angket respon siswa disusun dengan lima alternatif jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).

b. Angket respon guru

Angket respon guru diberikan kepada guru pada akhir penelitian. Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan guru terhadap kemudahan, keterbantuan, dan kesesuaian pembelajaran dengan menggunakan LKS yang telah dikembangkan. Angket respon guru disusun dengan lima alternatif jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).

4. Tes Kemampuan Penalaran Matematis

(50)

8

indikator pencapaian materi. Dari hasil tes akan didapatkan persentase ketuntasan klaskal siswa untuk menentukan klasifikasi keefektifan LKS. G. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini akan didapatkan dua macam data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari masukan atau tanggapan dari validator dan guru. Tanggapan atau masukan dari validator dan guru yang bersifat membangun dan dianggap tepat untuk pengembangan produk digunakan sebagai bahan perbaikan pada tahap revisi LKS. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang digunakan untuk mendapatkan nilai kevalidan, kepraktisan, serta keefektifan LKS berdasarkan penilaian dari dosen ahli, guru, dan siswa. Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai analisis data yang dilakukan.

1. Data deskriptif berisi data proses pengembangan LKS. Proses yang berisi tentang revisi dan kendala yang dihadapi selama pengembangan.

2. Data kualitas LKS yang ditinjau dari nilai kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan LKS. Data tersebut didapat dari berbagai instrumen. Berikut merupakan penjelasan analisis data tiap instrumen.

a. Lembar penilaian LKS

(51)

9

1) Mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif dengan pedoman sebagai berikut.

Tabel 1. Aturan Pemberian Skor Penilaian LKS

Kriteria Skor

2) Menghitung rerata skor dengan rumus sebagai berikut

n

3) Mengkonversi skor rerata menjadi nilai kualitatif dengan klasifikasi penilaian skala lima menurut Eko Putro Widyoko (2009:238).

Tabel 2. Pedoman Klasifikasi Penilaian

Jumlah Skor Penilaian Klasifikasi Penilaian i

(52)

10

i

sb (Simpangan baku ideal) : 6 1

(skor maks ideal –skor min ideal)

X : skor empiris

Maka didapat pedoman klasifikasi penilaian LKS sebagai berikut Tabel 3. Pedoman Klasifikasi Penilaian LKS

Jumlah Skor Penilaian Klasifikasi Penilaian 2 klasifikasi penilaian LKS minimal baik.

b. Angket Respon

Angket respon digunakan untuk mendapatkan data kepraktisan penggunaan LKS. Data kepraktisan diperoleh dari angket respon. Langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data tersebut adalah sebagai berikut.

1) Mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif dengan pedoman sebagai berikut.

Tabel 4. Aturan Pemberian Skor Angket Respon

Kriteria Skor

Pernyataan Negatif Pernyataan Positif Sangat Tidak Setuju

(53)

3) Mengkonversi skor rerata menjadi nilai kualitatif berdasarkan klasifikasi penilaian skala lima menurut Eko Putro Widyoko (2009:238) pada tabel 3.

Dalam penelitian ini, LKS dikatakan praktis jika memenuhi klasifikasi penilaian LKS minimal baik.

c. Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Tes kemampuan penalaran matematis digunakan untuk mendapatkan nilai keefektifan LKS. Data tersebut didapatkan dengan menganalisis hasil tes kemampuan penalaran matematis yang dilakukan oleh siswa pada akhir penelitian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.

(54)

: jumlah skor tes kemampuan penalaran matematis

. : jumlah skor maksimal tes kemampuan penalaran matematis k : jumlah soal tes kemampuan penalaran matematis

3) Menghitung jumlah siswa yang lulus KKM yaitu yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 75.

4) Mempresentase ketuntasan secara klasikal dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

p : persentase kelulusan siswa secara klasikal L : jumlah siswa yang lulus KKM

n : jumlah seluruh siswa

5) Mengkonversi perhitungan pada langkah sebelumnya ke dalam skala lima untuk menunjukkan kategori kecakapan akademik siswa secara klasikal menurut Eko Putro Widoyoko (2009:242).

Tabel 5. Kriteria Penilaian Kecakapan Akademik Persentase Ketuntasan Klasifikasi

80

(55)

55

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim Fathani. (2012). Matematika: Hakikat dan Logika. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media

Abu Ahmadi & Widodo Supriyono. (1991). Psikologi Belajar. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

Andi Prastowo. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Jakarta: Kencana. Ariyadi Wijaya. (2012). PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK: Suatu

Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Asteri Agusti Rani. (2011). Aktivitas dan Minat Belajar Siswa Kelas V dalam Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) di SD Gambiranom Yogyakarta. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.

Atmini Dhoruri. (2010). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR). Makalah. Universitas Negeri Yogyakarta Depdiknas. (2007). Pedoman Memilih Menyusun Bahan Ajar dan Teks Mata

Pelajaran. Jakarta: BP. Mitra Usaha Indonesia.

Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran dan Standar Sarana dan Prasarana. Jakarta: BP. Mitra Usaha Indonesia.

Depdiknas. (2008). Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Materi Pembelajaran dan Pengembangan Pembelajaran Kontekstual (CTL) Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta: BP Cipta Jaya.

Depdiknas. (2014). Matematika untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan.

Eko Putro Widoyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Gravemeijer. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: CDβ Press.

(56)

56

Iwan Pranoto. (2011). UN Matematika Menyiapkan Anak Indonesia Menjadi Kuli Nirnalar; Republik Telah Menyerobot Kesempatan Anak Bangsa Bernalar. Diakses dari laman http://bit.ly/1SwbR4B pada bulan April 2015.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses dari http://kbbi.web.id pada bulan Juni 2014.

M. Cholik Adinawan, Sugijono. (2007). Matematika untuk SMP Kelas VII Semester 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Miftah Syarifuddin. (2015). Soal-soal Olimpiade PISA. Diakses dari laman http://bit.ly/1INFkVH pada tanggal 5 Januari 2016.

OECD. (2012). Diakses dari http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results.htm pada bulan Agustus 2015

Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi

Rizki Puspita Sari. (2013). Politik. Diakses dari http://bit.ly/1icw8sV. pada bulan Juni 2015

Robert Sembiring, dkk. (2010). A decade of PMRI in indonesia. Ten Brink:Meppel.

Rosalia Hera. (2013). Efektivitas Metode Guided Discovery And Problem Posing Ditinjau dari Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Yogyakarta. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.

Siregar, Eveline & Hartini Nara. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Soedjadi. (2007). Masalah Kontekstual sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. Surabaya : Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA.

Subanindro. (2012). Pengembangan perangkat pembelajaran trigonometri berorientasikan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa SMA. Tesis. Universitas Negeri Yogyakarta.

Sugiman. (2010). Dampak Pendidikan Matematika Realistik terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP. Makalah. Universitas Negeri Yogyakarta.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

(57)

57

Sulistiawati. (2014). Analisis Kesulitan Belajar Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP pada Materi Luas Permukaan dan Volume Limas. Prosiding, Seminar Nasional. Tangerang. STKIP Surya.

Surajiyo, Sugeng Astanto & Sri Andiani. (2006). Dasar-dasar Logika. Jakarta: Bumi Aksara.

Sutarto Hadi. (2002). Effective Teacher Professional Development for Implementation of Realistic Mathematics Education in Indonesia. Enschede: PrintPartners Ipskamp.

Tatag Yuli Eko Siswono, Letti Lastiningsih. Matematika untuk SMP kelas VII. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Tri Handayani. (2012). Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Matematika Realistik untuk Memfasilitasi Pencapaian Kemampuan Literasi Matematis Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Moyudan. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.

Gambar

Gambar 1. Ide Gunung Es (Iceberg)
Tabel 2. Pedoman Klasifikasi Penilaian Klasifikasi Penilaian Sangat baik
Tabel 3. Pedoman Klasifikasi Penilaian LKS Klasifikasi Penilaian Sangat Baik
Tabel 5. Kriteria Penilaian Kecakapan Akademik Klasifikasi Sangat Baik

Referensi

Dokumen terkait

Atas berlangsungnya aksi demo yang aman dan damai."Omzet penjualan selama sehari merugi tidak menyurutkan rasa pelaku usaha, bahagia, bangga, dan terharu, atas jalannya

Nama Paket Peker jaa : Pengadaan Jasa Konsultansi Pengaw as Pembangunan Gedung Kantor Pengadilan Agama Kota. Padangsidimpuan

Dalam paragraf tersebut kata depan yang paling tepat adalah kata depan pada, di, dan dari..

Saya yang bertanggungjawab di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa penelitian ini saya buat tanpa ada tindak plagiarisme sesuai yang berlaku pada jurusan

 Pohon berakar yang setiap simpul cabangnya mempunyai paling banyak n buah anak disebut pohon n-ary..  Pohon yang paling penting

DESAIN DIDAKTIS MATERI ELASTISITAS BERDASARKAN HAMBATAN BELAJAR PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Maka alternatif yang disarankan adalah menggunakan tiang pancang walaupun dari harga material lebih mahal dibandingkan pondasi rakit tetapi pada pondasi tiang