• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PO (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PO (1)"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST OPERASI

HERNIOTOMY

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Untuk mencapai pembangunan nasional diperlukan upaya penyelengaraan kesehatan

yang bermutu yang dilakukan individu, kelompok, masyarakat, lembaga pemerintah atau swadaya masyarakat yang lebih mengutamakan promosi kesehatan serta pencagahan penyakit.

Upaya pemeliharaan yang mencangkup dua aspek kuratif dan rehabilitatif, sedangkan upaya peningkatan kesehatan juga mencangkup dua aspek yaitu Prepentif dan promotif (Notoadmojo, 2003 : 02).

Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2002 Kesehatan yang baik atau kesejahteraan adalah suatu kondisi dimana tidak hanya bebas dari penyakit, namun juga harus

sehat dan sejahtera antara mental dan sosial.

Empat faktor yang mempengaruhi kesehatan yakni keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan. Faktor pelayanan kesehatan meliputi ketersediaan klinik kesehatan dan

fasilitas kesehatan lainya, faktor perilaku meliputi antara lain perilaku mencari pengobatan dan perilaku hidup bersih dan sehat, sedangkan faktor lingkungan antara lain kondisi lingkungan

yang sehat dan memenuhi persyaratan (HL.Blum dalam Notoatmodjo, 2003 : 146).

Negara Indonesia sebagai Negara berkembang memiliki beragam permasalahan yang kompleks dari segala unsur, perkembangan jaman memaksa seseorang untuk ikut berperan aktif

(2)

demi kelangsungan hidupnya hingga tak jarang seseorang yang terpaksa bekerja sebagai kuli panggul, mengangkat beban berat hingga resiko mudah terkena penyakit yang bersifat progesif

termasuk salah satunya adalah hernia. Selain itu banyaknya kasus tentang penyakit yang berkembang mengenai prevalensi penderita hernia baik anak-anak maupun dewasa ini (Notoadmojo, 2003 : 02).

Hernia, atau yang lebih dikenal dengan turun berok, adalah penyakit akibat turunnya usus atau colon seiring melemahnya lapisan otot dinding perut. Penderita hernia, memang

kebanyakan laki-laki, terutama anak-anak. Kebanyakan penderitanya akan merasakan nyeri, jika terjadi infeksi di dalamnya, misalnya, jika anak-anak penderitanya terlalu aktif (http://askep-kesehatan. Jurnal keperawatan indoesia.com/2009/01/Herrniascrotalis.html).

Hernia berasal dari bahasa Latin, herniae, yaitu menonjolnya isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu membentuk

suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus (http://askep-kesehatan. Jurnal keperawatan indoesia.com/2009/01/Herrniascrotalis.html).

Hernia yang terjadi pada anak-anak, lebih disebabkan karena kurang sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis atau buah zakar. Sementara

pada orang dewasa, karena adanya tekanan yang tinggi dalam rongga perut dan karena faktor usia yang menyebabkan lemahnya otot dinding perut (http://askep-kesehatan. Jurnal keperawatan indoesia.com/2009/01/Herrniascrotalis.html).

(3)

membutuhkan stamina yang tinggi. Jika stamina kurang bagus dan terus dipaksakan maka, penyakit hernia akan segera menghinggapinya (Sjamsuhidayat, 2004: 523 ).

Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada fasia muskuloaponeurotik dinding perut, baik secara kongenital atau didapat, yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut. Hernia merupakan

protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari

lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut (Sjamsuhidayat, 2004: 523 ).

Sedangkan menurut Sue Hinclift, Hernia adalah protusio (penonjolan) abnormal suatu organ atau bagian suatu organ melalui lubang (apertura) pada stuktur disekitarnya, umumnya

protusio organ abdominal melalui celah dari dinding abdomen (Sue Hinchliff, 2000 : 206). Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana

organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal tertutup (Suster nada, 21 juli 2007).

Menurut World Health Organization (WHO), penderita hernia tiap tahunnya

meningkat. Didapatkan data pada decade tahun 2005 sampai tahun 2010 penderita hernia segala jenis mencapai 19.173.279 penderita (12.7%) dengan penyebaran yang paling banyak adalah

daerah Negara-negara berkembang seperti Negara-negara Afrika, Asia tenggara termasuk Indonesia, selain itu Negara Uni emirat arab adalah Negara dengan jumlah penderita hernia terbesar di dunia sekitar 3.950 penderita pada tahun 2011(http://askep-kesehatan.jurnal kesehatan

provinsi.com/2009/01/. Jambi independent.html).

Berdasarkan data dari Departermen Kesehatan Republik Indonesia di Indonesia

(4)

hernia, termasuk berjumlah 230 orang (5,59%) terjadi pada anak-anak (http://askep-kesehatan.jurnal kesehatan provinsi.com/2009/01/. Jambi independent.html).

Sedangkan di Rumah Sakit Raden Mataher Jambi sepanjang periode Januari 2010 sampai dengan Januari 2011 dari keseluruhan pasien rawat inap dengan penyakit bedah didapatkan data 430 pasien adalah pasien dengan herniotomy (http://askep-kesehatan.jurnal

kesehatan provinsi.com/2009/01/. Jambi independent.html).

Berdasarkan data penyakit hernia dari medical record Rumah sakit umum Mayjen. H.

A. Thalib Kabupaten Kerinci didapatkan data pasien hernia pada tahun 2008 sebanyak 49 (55,22%), tahun 2009 sebanyak 17 (15%), sedangkan pada tahun 2010 jumlah pasien yang mengalami hernia adalah sebanyak 56 (56,56%).

Sedangkan berdasarkan hasil observasi dan pengambilan data khususnya diruangan bedah, hernia menduduki urutan keenam dari sepuluh penyakit terbesar diruangan bedah. Pada

bulan Januari sebanyak 6 orang (10,18%), pasien yang meenjalani operasi di bulan februari sebanyak 7 orang (12,44%), Maret 13 orang (13,8%, April 7 orang (14%) dan pada bulan Mei tercatat 6 (13,3%) orang menderita hernia.

Peran perawat pada kasus hernia meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien yang mengalami hernia dan post operasi herniotomy, sebagai pendidik

memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi adanya infeksi setelah operasi dan kejadian berulang dan perawatan herniotomy, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien herniotomy melalui metode ilmiah.

(5)

asuhan keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy.

1.2.Ruang Lingkup

Dalam penulisan ini, penulis membatasi bagaimana cara menerapkan asuhan

keperawatan pada pasien dengan hernia scrotalis pasca operasi di instalasi rawat inap ruang bedah Rumah Sakit Umum Daerah May.H.A Thalib Kabupaten Kerinci.

1.3.Tujuan Penulisan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan pengalaman yang nyata tentang asuhan ke-perawatan “Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II” dan sebagai

pemahaman tentang penangan pasien Hernia Post Herniotomy serta mengetahui komplikasi yang mungkin muncul pada pasien post herniotomy dan pencegahan terhadap komplikasi.

1.3.2. Tujuan Khusus

Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien “An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah

Sakit Umum Daerah May. H.A. Thalib Sungai Penuh”, Penulis mampu:

a. Untuk mengetahui dan memahami tanda gejala dan penatalaksanaan pada pasien Hernia

Scrotalis dan pemulihan agar dapat beraktifitas sesuai fungsinya semula.

b. Untuk memahami perawatan pasien post operasi herniotomy untuk mencegah terjadinya

(6)

c. Mengidentifikasi data yang menunjang masalah keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan

Diagnosa Medis Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat inap bedah

Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.

d. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia

Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II (dua) di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit

Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.

e. Menyusun rencana keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia

Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II (dua) di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.

f. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia

Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.

g. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia

Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.

h. Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat serta penyelesaian masalah (solusi)

dalam melaksanakan asuhan kepe-rawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis

Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.

1.4.Manfaat Penulisan

(7)

Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta meningkatkan dalam melaksanakan penerapan proses asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi,

implementasi, dan evaluasi secara sistematis khususnya pada pasien dengan Hernia Scrotalis Post Operasi.

1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan agar penulisan ini dapat dilakukan dengan melihat permasalahan lain yang berkaitan dengan kasus yang telah penulis selesaikan.

1.4.3. Bagi Rumah Sakit

Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi semua lapisan tim kesehatan atau pelaksanaan asuhan keperawatan khususnya dibidang keperawatan maupun tim kesehatan lain

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar

2.1.1. Definisi

Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada

fasia muskuloaponeurotik dinding perut, baik secara kongenital atau didapat, yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut (Mansjoer dkk,

2002:313).

Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek

atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut (Sjamsuhidayat, 2004: 523). Sedangkan menurut Sue Hinclift (2000), Hernia adalah protusio (penonjolan)

abnormal suatu organ atau bagian suatu organ melalui lubang (apertura) pada stuktur disekitarnya, umumnya protusio organ abdominal melalui celah dari dinding abdomen (Sue Hinchliff, 2000:206).

Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal tertutup (Suster nada, 21 juli

2007).

Sedangkan Hernia Scrotalis adalah penonjolan hernia yang terjadi pada kantong scrotum sering terjadi pada anak-anak karena kelainan kongenital (bawaan). Operasi hernia

(9)

Menurut Oswari (2000) mengungkapkan hernia Scrotalis adalah hernia isi perut yang tampak/masuk di daerah kantung scrotum (region genitalis). Hernia Scrotalis merupakan

penonjolan yang keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus ( Sjamsuhidayat, 2004 :

527 )

Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hhernia

menurut Sjamsuhidayat (2004), Hernia Scrotalis adalah hernia yang melalui atau menekan area Scrotum yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dan menekan testis.

Sedangkan Herniotomi adalah pembedahan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi kantong

hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. (Sjamsuhidayat, 2004:531 )

2.12. Anatomi Fisiologi

Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan dengan enzim

(10)

Gambar.1.1. Anatomi pencernaan.

Berikut ini adalah bagian-bagian dari anatomi struktur sistem pencernaan. Struktur pencernaan adalah:

1. Mulut

Mulut merupakan permulaan saluran pencernaan, selaput lendir mulut ditutup epithelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini

kaya akan pembuluh darah dan memuat ujung akhir saraf sensoris didalam rongga mulut. 2. Faring

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dan kerongkongan (esofagus). Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak persimpangan

antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan hidung. 3. Esofagus/Kerongkongan

Esofagus merupakan saluran pencernaan yang menghubungkan tekak dengan lambung, 25cm,

mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah  panjangnya lambung.

(11)

Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah spingter. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan osofagus

melalui orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.

Gambar.1.2. Usus (colon)

5. Usus halus

Merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal dari pilorus dan berakhir

pada sekum, panjangnya ± 6 meter, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan. Usus halus dibagi tiga bagian, yaitu:

a) Duodenum/Usus 12 jari, panjang ± 25cm berbentuk seperti tapal kuda melengkung kekiri,

bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang disebut papilla vateri, disini terdapat muara saluran empedu dan saluran pankreas. Empedu dibuat dihati untuk dikeluarkan di duodenum

melalui duktus koleduktus yang fungsinya mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase. Pankreas menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida dan

(12)

c) Ileum, terletak di regio abdominalis bawah dengan panjang ± 4-5 meter, lekukan yeyenum dan

ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantara lipatan peritonium yang

berbentuk kipas atau yang dikenal sebagai mesenterium. 6. Usus besar/Intestinum mayor

Usus besar/Intestinum mayor 1,5m, lebarnya ± 5-6cm. Bagian-bagian usus besar yaitu kolon

asenden panjangnya 13cm, apendik (usus buntu), kolon tranversum panjangnya ± 38cm, kolon desenden panjangnya ± 25cm, kolon sigmoid, anus.

7. Peritonium (selaput perut)

Peritonium terdiri dari dua bagian yaitu: peritonium parietal yang melapisi dinding rongga abdomen dan peritonium viseral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga

abdomen. Fungsi peritonium:

a) Menutupi sebagian dari rongga abdomen dan pelvis.

b) Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada dalam rongga peritonium tidak

saling bergesekan.

c) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen.

d) Kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi.

Bagian – bagian hernia:

1) Kantong hernia

Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia intertitialis.

2) Isi hernia

Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya usus, ovarium, dan

(13)

3) Pintu hernia

Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.

4) Leher hernia

Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.

2.1.3. Etiologi

Hernia dapat terjadi karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, atau

akibat tekanan rongga perut yang meninggi. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hernia antara lain sebagai berikut:

1. Kongenital

Terjadi akibat prosesus vaginalis peritonium disertai dengan annulus inguinalis yang cukup lebar, terutama ditemukan pada bayi. Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau

didapat kemudian dalam hidup. Adapun penyebab kongenital atau bawaan dapat dibagi menjadi dua berdasarkan kelainannya:

a) Hernia congenital sempurna. Bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek pada tempat –

tempat tertentu.

b) Hernia congenital tidak sempurna. Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia

mempunyai defek pada tempat-tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0 – 1 tahun) setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intraabdominal (mengejan, batuk, menangis).

2. Prosesus vaginalis yang terbuka, yang disebabkan oleh:

a) Pekerjaan mengangkat barang-barang berat.

(14)

c) Hipertropi prostat dan konstipasi.

d) Pekerja keras

3. Kelemahan otot dinding perut, yang disebabkan oleh:

a) Usia tua, sering melahirkan.

b) Perubahan defek setelah appendiktomy

4. Aquisial, aquisial adalah hernia yang terbuka disebabkan karena adanya defek bawaan tetapi

disebabkan oleh fakor lain yang dialami manusia selama hidupnya, antara lain :

a) Tekanan intraabdominal yang tinggi. Banyak dialami oleh pasien yang sering mengejan yang

baik saat BAB maupun BAK.

b) Konstitusi tubuh. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan ikatnya yang sedikit.

Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena hernia karena banyaknya jaaringan lemak pada tubuhnya yang menambah beban kerja jaringan ikat penyokong pada LMR.

c) Banyaknya preperitoneal fat banyak terjadi pada orang gemuk.

d) Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan intraabdominal.

2.1. 4. Klasifikasi Hernia

Menurut Sjamsuhidayat, tahun2004 terdapat pembagian hernia atau klasifikasi hernia.

Berikut ini adalah pembagian atau klasifikasi dari hernia:

1. Hernia Menurut Lokasinya.

a) Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi dilipatan paha. Batang usus melewati cincin

abdomen dan mengikuti saluran sperma masuk ke dalam kanalis inguinalis. Jenis ini merupakan yang tersering ditemukan atau terjadi pada pasien dan dikenal dengan istilah turun berok atau

(15)

Gambar 1.3. Hernia Inguinalis

b) Hernia Scrotalis adalah hernia yang terjadi apabila usus masuk kedalam kantung scrotum ini

terjadi bila batang usus melewati cincin abdomen dan mengikuti saluran sperma masuk ke dalam

kanalis inguinalis kemudian masuk kedalam kantong scrotum dan menekan pada isi kantung scrotum sehingga scrotum membesar.

Gambar1.4. Hernia Scrotalis

c) Hernia umbilikus adalah hernia yang tejadi apabila usus masuk melalui prosecus discus pada

pusat atau sering disebut hernia di pusat, hernia jenis ini terjadi pada bayi yang baru lahir yang

disebabkan karena kelainaan kongenital.

d) Hernia femoralis adalah hernia yang tejadi apabila usus masuk melalui prosecus discus di paha.

(16)

a) Hernia usus halus adalah hernia yang terjadi bila yang melewati cincin abdomen adalah usus

halus.

b) Henia Omentum

Hernia omentum adalah hernia yang terjadi bila yang melewati cincin abdomen adalah penyangga usus. Omentum adalah berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong

hernia, misalnya usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).

c) Hernia Nukleus Pulposus

Adalah jenis hernia yang terjadi apabila, system syaraf pusat atau sumsum tulang belakang pada vertebra terjepi pada discus vertebrae terjadi karena trauma yang melibatkan tulang belakang misalmya jatuh dalam posisi terduduk.

3. Hernia Menurut Sifatnya

a) Hernia Reponibel

Isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika mengejan dan masuk jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri/gejala.

b) Hernia Ireponibel

Kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga, ini disebabkan oleh perlengketan isi kantong pada peritonial. Penatalaksanaan harus dengan operasi.

c) Hernia Inkaserata/Hernia Stragulata

Isi hernia terjepit oleh cincin hernia/terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Bagian – bagian hernia :

a) Kantong hernia

Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia memiliki kantong,

(17)

b) Isi hernia

Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya usus, ovarium, dan

jaringan penyangga usus (omentum). c) Pintu hernia

Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.

d) Leher hernia

Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.

2.1.5. Patofisiologi

Pada hernia karena kelainan kongenital yang terjadi bawaan lahir, kanalis inguinalis

dalam kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke – 8 dari kehamilan, terjadinya desensus vestikulorum melalui kanal tersebut. Penurunan testis itu akan menarik peritoneum ke daerah

scrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup, karena testis

yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan

(Soeparman, dkk. 2001).

Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila kanal terbuka terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital.

(18)

mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup (Soeparman, dkk. 2001).

Namun karena daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti batuk – batuk kronik, bersin yang kuat dan mengangkat barang – barang berat, mengejan. Kanal yang sudah tertutup dapat terbuka

kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya menekan dinding rongga yang telah tertekan akibat

trauma, hipertropi prostat, asites, kehamilan, obesitas dan kelainan kongenital dan dapat terjadi pada semua. Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses perkembangan alat reproduksi pria dan wanita semasa janin.

Potensial komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi penekanan terhadap cincin

hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila terjadi obtruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian terjadi nekrosis. Bila terjadi penyumbatan

dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi

nekrosis. Juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan ususnya terputar. Bila isi perut terjepit dapat terjadi shock, demam, asidosis metabolik, abses (Soeparman, dkk. 2001).

Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain

obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan

abses lokal, fistel atau peritonitis.

(19)

dinding abdominal. Hernia yang sering terjadi adalah inguinal, femoral, umbilical, dan paraumbilikal (Soeparman, dkk. 2001).

Hernia indirek bersifat congenital dan disebabkan oleh kegagalan penutupan prosesus vaginalis (kantong hernia) sewaktu turun ke dalam skrotum. Kantong yang dihasilkan bisa meluas sepanjang kanalis inguinalis; jika meluas kedalam skrotum maka disebut hernia lengkap.

Karena processus vaginalis terletak didalam funikulus spermatikus, maka prosessus ini dikelilingi oleh muskulus kremater dan dibentuk oleh pleksus venosus pampiniformis, duktus

spermatikus dan arteria spermatika. Lubang interna ke dalam kavitas peritonealis selalu lateral terhadap arteria epigastrica profunda dngan adanya hernia inguinalis indirek, sedangkan lubang interna medial terhadap pembuluh darah ini bila hernianya direk (R. Sjamsuhidajat, 1997).

Hernia inguinalis dan scrotalis sering timbul pada pria dan lebih sering pada sisi kanan dibandingkan sisi kiri. Peningkatan tekanan intra abdomen akibat berbagai sebab, yang

mencakup pengejanan yang mendadak, gerak badan yang terlalu aktif, obesitas, batuk menahun, asites, mengejan pada waktu buang air besar, kehamilan dan adanya massa abdomen yang besar, mempredisposisi pasien ke perkembangan hernia (R. Sjamsuhidajat, 1997).

Peningkatan tekanan intra abdomen ini akan mendorong bagian dari usus dan lambung ke dalam kanalis ini, atau bahkan kedalam scrotum. Faktor yang dipandang berperan kausal

adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus kurang lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka sedangkan pada bayi umur satu tahun sekiar 30% prosesus vaginalis

belum tertutup. Tetapi kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10% anak dengan prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada anak dengan hernia unilateral dapat

(20)

melebihi 20%. Umumnya disimpulkan bahwa adanya prosesus vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia tetapi diperlukan faktor lain seperti anulus

ingunalis yang cukup besar.

Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi, dan asites sering disertai hernia ingunalis.

Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya(Kozier

& Erb. 2004) .

Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih

transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus kedalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan

N.Ilioinguinalis dan N.Iliofemoralis setelah apendektomi (Kozier & Erb. 2004).

Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum disebut hernia skrotalis. Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut lateral pembuluh epigastrika inferior.

Disebut indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu anulus dan kanalis inguinalis; berbeda dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui segitiga Hesselbach dan

disebut sebagai hernia direk.

Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong sedangkan hernia medial berbentuk tonjolan bulat. Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh

kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritonium sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum. Hernia geser dapat terjadi disebelah kanan atau kiri. Sebelah kanan

(21)

terdiri dari sebagian kolon desendens. Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha yang timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat,

dan menghilang waktu istirahat baring. Pada bayi dan anak-anak adanya benjolan yang hilang timbul di lipat paha biasanya diketahui oleh orang tua. Jika hernia mengganggu dan anak atau bayi sering gelisah, banyak menangis dan kadang-kadang perut kembung, harus dipikirkan

kemungkinan hernia strangulata (R. Sjamsuhidajat, 1997).

Defek pada dinding abdomen dapat kongenital (misalnya: hernia umbilikalis, kanalis

femoralis) atau didapat (misalnya akibat suatu insisi) dan dibatasi oleh peritoneum (kantung). Peningkatan tekanan intraabdomen lebih lanjut membuat defek semakin lemah dan menyebabkan beberapa isi intraabdomen (misalnya: omentum, lengkung usus halus), keluar

melalui celah tersebut. Isi usus yang terjebak di dalam kantung menyebabkan inkarserasi (ketidakmampuan untuk mengurangi isi) dan kemungkinan strangulasi (terhambatnya aliran

darah ke daerah yang mengalami inkarserasi) (Kozier & Erb. 2004).

Pasien datang dengan benjolan di tempat lokasi hernia. Hernia femoralis berada di bawah dan lateral dari tuberkulum pubikum. Biasanya hernia ini mendatarkan garis-garis kulit di

lipatan paha dan 10 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. 50% kasus merupakan kasus kegawatdaruratan bedah akibat terobstruksinya isi hernia dan 50% dari kasus

ini membutuhkan reseksi usus halts. Hernia femoralis tidak dapat dikembalikan ke tempat semula (irreducible). Hernia inguinalis dimulai pada bagian atas dan medial terhadap tuberkulum pubikum namun dapat turun lebih luas jika membesar, biasanya mempertegas garis-garis lipatan

paha. Sebagian besar ringan dan jarang mengalami komplikasi (Kozier & Erb. 2004).

(22)

Pada kebanyakan kasus hernia, tanda dan gejala yang sering muncul pada pasien yang dapat ditemui antara lain:

1. Berupa benjolan keluar masuk/keras

2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan

3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi.

4. Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang berisi kandung kencing.

Hernia yang tak memperlihatkan gejala-gejala diketemukan pada waktu pemeriksaan

rutin. Suatu penonjolan atau gumpalan pada skrotum, dan pada waktu batuk dan defekasi penonjolan semakin menonjol. Juga pada waktu meningkat sesuatu atau kegiatan fisik lainnya. Pada beberapa kasus tertentu massa menjulur sampai ke dalam skrotum, daerah pangkal paha

terasa tidak enak, terutama kalau hernia membesar

a) Suatu massa di daerah pangkal paha, reponibel atau inkarserata, kadang-kadang sampai ke

daerah skrotum. Pada bayi dan wanita adanya masa itu satu-satunya tanda yang ada. Hernia kecil yang tak memperlihatkan gejala tak akan terlihat dari luar.

b) Pada anak laki yang lebih besar dan pria, maka harus dilakukan penanganan sebagai berikut.

Skrotum dimasuki jari telunjuk dan jari ditempatkan pada atau melalui annulus inguinalis eksterna. Instrusikan pada pasien untuk menekan (mengedan) seakan-akan hendak buang air

besar. Ini akan meningkatkan tekanan intraabdominal. Kantung hernia merupakan suatu struktur bagaikan balon yang menekan jari secara langsung atau dari sisi lateral. Annulus eksterna yang membesar bukan hernia, meskipun kemungkinan hernia yang menyebabkan pembesaran itu dan

hernia harus dicari dengan cermat kalau annulus cukup besar sehingga jari telunjuk dapat masuk. Hernia inguinalis paling mudah diperagakan kalau pasien berdiri tetapi periksalah pasien baik

(23)

c) Indirek versus direk. Hernia indirek merupakan suatu massa elips yang berjalan turun dan miring

ke dalam kanal inguinalis. Mungkin akan masuk ke dalam skrotum. Massa ini menekan sisi

lateral jari yang dipakai untuk memeriksa. Dengan menekan bagian atas annulus interna dengan satu tangan maka dapat dicegah jangan sampai hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis.

d) Hernia direk adalah suatu massa sferis, yang jarang turun sampai ke skrotum. Massa itu menekan

jari yang memeriksa langsung dari sebelah depan. Dengan menekan annulus interna dengan tangan kita tak dapat mengurangi hernia tersebut (Soeparman, dkk. 2001).

Sebagian besar hernia adalah asimtomatik, dan kebanyakan ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis superfisialis atau suatu kantong setinggi annulus inguinalis profundus. Yang terakhir dibuat terasa lebih menonjol bila

pasien batuk. Salah satu tanda pertama adalah adanya massa dalam daerah inguinalis manapun atau bagian atas skrotum. Dengan berlalunya waktu, sejumlah hernia turun ke dalam skrotum

sehingga skrotum membesar. Pasien hernia sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada daerah ini, yang dapat dihilangkan dengan reposisi manual hernia ke dalam kavitas peritonealis. Tetapi dengan berdiri atau terutama dengan gerak badan, maka biasanya hernia muncul lagi (Price.

Silvya. A.2005).

Umumnya pasien pengatakan turun berok, burut atau kelingsir, mengatakan adanya

benjolan di selangkangan/kemaluan. Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur, dan bila menangis, mengejan, atau mengangkat benda berat atau bila posisi pasien berdiri dapat timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri (Price. Silvya.

A.2005).

Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak nampak, pasien dapat disuruh

(24)

benjolan. Bila memang sudah tampak benjolan, harus diperiksakan apakah benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta berbaring, bernapas dengan mulut untuk mengurangi

tekanan intraabdominal, lalu skrotum diangkat perlahan-lahan. Diagnosis pasti hernia pada umumnya sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti (Price. Silvya. A.2005).

Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui skrotum jari telunjuk dimasukkan

ke atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti fasikulus spermatikus sampai ke annulus inguinalis internus. Pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien diminta

mengejan dan merasakan apakah ada massa yang menyentuh jari tangan. Bila massa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka diagnosisnya adalah hernia inguinalis medialis (Price. Silvya. A.2005).

Pada pasien terlihat adanya massa bundar pada annulus inguinalis eksterna yang mudah mengecil bila pasien tidur. Karena besarnya defek pada dinding posterior maka hernia ini jarang

sekali menjadi irreponibilis. Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju annulus inguinalis eksterna sehingga meskipun annulus inguinalis interna ditekan bila pasien berdiri atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Bila hernia ini sampai ke skrotum, maka hanya akan

sampai ke bagian atas skrotum, sedangkan testis dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari massa hernia.

Bila jari dimasukkan dalam annulus inguinalis eksterna, tidak akan ditemukan dinding belakang. Bila pasien disuruh mengejan tidak akan terasa tekanan dan ujung jari dengan mudah dapat meraba ligamentum Cowperi pada ramus superior tulang pubis. Pada pasien

(25)

Umumnya penderita hernia menyatakan adanya benjolan di kemaluan. Benjolan itu bisa mengecil atau menghilang, dan bila menangis mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat

benda berat akan timbul kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala muntah dan mual bila telah ada komplikasi (Smeltzer S. C. B. G. 2002).

Umumnya klien mengatakan adanya benjolan pada lipatan paha. Pada bayi dan anak

adanya benjolan yang hilang timbul dilipatan paha, dan hal ini biasanya diketahui oleh orang tuanya. Pada inspeksi, diperhatikan pada keadaan osimetris pada kedua sisi, lipatan paha, posisi

berdiri dan berbaring. Pada saat batuk dan mengedan biasanya akan timbul benjolan. Pada palpasi, teraba bising usus, suara omentum (seperti karet) (Smeltzer S. C. B. G. 2002).

2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik

Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau sebagian

daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan di daerah inguinal. Biasanya impuls hernia lebih jelas dilihat daripada diraba.

Pasien disuruh memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukan

inspeksi daerah inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk

lagi dan bandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksalah kembali daerah itu.

Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari pemeriksa di dalam skrotum di

atas testis kiri dan menekan kulit skrotum ke dalam. Harus ada kulit skrotum yang cukup banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku menghadap ke luar

(26)

untuk sokongan yang lebih baik. Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di lateral masuk ke dalam kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum inguinalis dan digerakkan

ke atas ke arah cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum pubikum. Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.

Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanalis inguinalis,

mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantal jari penderita. Jika ada

hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus-menerus pada massa itu. Jika pemeriksaan hernia dilakukan dengan perlahan-lahan, tindakan ini tidak akan menimbulkan nyeri.

Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk

memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda rasakan lebih nyaman.

Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia

inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk menentukan apakah ada bunyi usus di dalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk

menegakkan diagnosis hernia inguinal indirek. Jika anda menemukan massa skrotum, lakukanlah transluminasi. Di dalam suatu ruang yang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembus sinar.

Transmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel atau spermatokel. Dalam menegakkan diagnostik pada penderita hernia

(27)

1. Pemeriksaan fisik, pasien diminta untuk mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri

bila ada hernia maka akan tampak benjolan.

2. Bila sudah ada benjolan dapat diperiksa dengan cara meminta pasien untuk berbaring bernafas

dengan mulut untuk mengurangi tekanan intra abdominan, lalu scrotum diangkat perlahan-lahan.

3. Limfadenopati inguinal. Perhatikan apakah ada infeksi pada kaki sesisi.

Tindakan diagnostik yaitu :

a)Foto thoraks: Menunjukan adanya massa tanpa udara jika omentum yang masuk dan massa yang

berisi udara jika lambung adalah usus yang masuk.

b) Laboratorium : Menunjukan adanya peningkatn pada hasil pemeriksaan SGOT.

c)EKG : Biasanya dilakukan untuk persiapan operasi.

2.1.8. Penatalaksanaan

Pada hernia inguinalis lateralis responbilitas maka dilakukan tindakan bedah efektif karena ditakutkan terjadi komplikasi. Pada yang iresponbilitas, maka diusahakan agar isi hernia dapat dimasukkan kembali. Pasien istirahat baring dan dipuasakan atau mendapat diit halus.

Dilakukan tekanan yang kontinyu pada benjolan misalnya dengan bantal pasir. Baik juga dilakukan kompres es untuk mengurangi pembengkakan. Lakukan usaha ini berulang-ulang

sehingga isi hernia masuk untuk kemudian dilakukan bedah efektif di kemudian hari atau menjadi inkarserasi.

Pada inkerserasi dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah darurat. Tindakan bedah

pada hernia ini disebut herniotomi (memotong hernia dan herniorafi (menjahit kantong hernia). Pada bedah efektif manalis dibuka, isi hernia dimasukkan kantong diikat dan dilakukan “bassin

(28)

prinsipnya seperti bedah efektif. Cincin hernia langsung dicari dan dipotong. Usus dilihat apakah vital/tidak. Bila tidak dikembalikan ke rongga perut dan bila tidak dilakukan reseksi usus dan

anastomois end to end.

1. Konservatif

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga

atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.

2. Operatif

Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia adalah hernioraphy, yang terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.

3. Herniotomi

Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya. Kantong dibuka dan

isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.

4. Hernioplasti

Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah

terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplasti seperti memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan muskulus tranversus internus abdominis dan muskulus

oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale poupart menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa musculus transversus

(29)

Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti mersilene, prolene mesh atau marleks untuk menutup defek.

Dalam melaksanakan tindakan penatalaksanaan pada pasien dengan hernia maka yang hal-hal yang harus diperhatikan antara lain adalah prinsip pembedahan:

a) Herniotomi: eksisi kantung hernianya saja untuk pasien anak.

b) Herniorafi: memperbaiki defek, perbaikan dengan pemasangan jaring (mesh) yang biasa

dilakukan untuk hernia inguinalis, yang dimasukkan melalui bedah terbuka atau laparoskopik.

Setelah dilakukan tindakan pembedahan herniotomy yang harus diperhatikan adalah perawatan untuk post operasi:

1) Hindari penyakit yang mungkin terjadi yaitu: Perdarahan, Syok, Muntah, Distensi, Kedinginan,

Infeksi, Dekubitus, Sulit buang air kecil.

2) Observasi keadaan klien.

3) Cek Tanda-tanda vital pasien.

4) Lakukan perawatan luka dan ganti balutan operasi sesuai dengan jadwal.

5) Perhatikan drainase.

6) Penuhi kebutuhan nutrisi klien.

7) Mobilisasi diri secara dini terutama pada hari pertama dan hari kedua.

a) Perawatan tidur dengan sikap Fowler (sudut 45o - 60o).

b) Hari kedua boleh duduk (untuk herniotomi hari ke-5).

c) Hari ketiga boleh jalan (untuk herniotomi hari ke-7).

8) Diet dan pemenuhan kebutuhan nutrisi:

(30)

b) Hari 1: Diet Vloiher atau bubur sumsum dan susu cair (herniotomi diet sama dengan post

laparatomi)

c) Hari 2: Diet bubur saring

d) Hari 3: Berturut-turut diet ditingkatkan

2.1.8. Komplikasi dan Dampak Pembedahan Herniotomy

1. Hemtoma (luka atau pada skrotum).

2. Retensi urin akut.

3. Infeksi pada luka.

4. Gangguan aktivitas

5. Nyeri kronis.

6. Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis

7. Rekurensi hernia (sekitar 2%).

Dampak post herniotomi terhadap sistem tubuh dan system kelangsungan aktivitas pasien setelah dilakukan post operasi herniotomy antara lain adalah sebagai berikut:

a) Sistem Gastrointestinal

Pembedahan traktus gastrointestinal sering kali mengganggu proses fisiologi normal pencernaan

dan penyerapan. Mual, muntah dan nyeri dapat terjadi selama pembedahan ketika digunakan anestesia spinal. Dan penurunan peristaltik usus ini mengakibatkan distensi abdomen dan gagal untuk mengeluarkan feses dan flatus. motalitas gastrointestinal dapat mengakibatkan distensi

abdomen dan gagal untuk mengeluarkan feses dan flatus ( Brunner & Suddarth 2002 : 484 & 455 ).

(31)

Luka pembedahan mengakibatkan spasme otot dan pembuluh darah sehingga merangsang pelepasan mediator kimia ( seratonin, bradikinin, histamin ). Proses ini merangsang reseptor

nyeri kemudian rangsangan ditransmisikan ke thalamus, kortek cerebri sehingga terasa nyeri. Nyeri akan merangsang RAS ( Retikular Activating Sistem ) stimulus ini menyebabkan sikap terjaga dan berkurangnya stimulus untuk mengantuk.

c) Sistem Pernapasan

Peningkatan frekuensi nafas dapat terjadi akibat nyeri pada luka operasi, hal ini merangsang

sinyal dari sum-sum tulang belakang yang dihantarkan melalui dua jalur yaitu Spinal Thalamus Traktus ( STT ) ke Spinal Respiratory Traktus ( SRT ). Dari spinal thalamus traktus akan dihantarkan ke korteks cerebri sehingga nyeri dipersepsikan, sedangkan dari spinal respirator,

traktus akan dihantarkan ke medula oblongata sehingga mengakibatkan neural inspiratory yang akan meningkatkan frekuensi pernapasan. Nyeri pada luka operasi dapat menekan

pengembanahan rongga dada dan pasien dapat memerlukan sangat banyak dorongan untuk beergerak, ambulasi dan bernafas dalam (C.Long, Barbara, 1996 : 251).

d) Sistem Kardiovaskuler

Pada klien post herniotomi biasanya dapat terjadi peningkatan denyut nadi, hal ini disebabkan dari rasa nyeri akibat luka operasi sehingga mengakibatkan medula oblongata untuk meningkatkan frekuensi pernapasan dan merangsang epineprin sehingga menstimulasi jantung

untuk memompa lebih cepat selain itu juga dapat terjadi akibat faktor metabolik, endokrin dan keadaan yang menghasilkan adrenergik sehingga dimanifestasikan peningkatan denyut nadi.

(32)

Luka operasi akan mengakibatkan kerusakan kontinuitas jaringan dan keterbatasan gerak dapat mengakibatkan kerusakan kulit pada daerah yang tertekan karena sirkulasi perifer terhambat.

Akibat dari keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi pembekakan skrotum setelah perbaikan hernia inguinal lateral ( C.Long, Barbara, 1996 : 247 ).

f) Sistem Muskuloskeletal

Nyeri pada luka operasi timbul akibat terputusnya kontinuitas jaringan serta adanya spasme otot, terjadi penekanan pada pembuluh darah yang mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga

menghasilkan asam laktat, hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan pergerakan ( otot persendian ) sehingga aktivitas sehari-hari dapat terganggu. Selain itu nyeri akibat luka operasi dapat mengakibatkan klien mengalami keterbatasan gerak.

g) Sistem Perkemihan

Terjadinya retensi urine dapat terjadi setelah prosedur pembedahan. Retensi terjadi paling sering setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina setelah pembedahan pada abdomen bagian bawah, penyebabnya diduga adalah spasme spinkter kandung kemih (Brunner & Suddarth 2002 :

484).

2.2. Konsep Keperawatan Secara Teoritis

2.2.1. Pengkajian

Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan menentukan hasil dari

(33)

Pengkajian data fisik berdasarkan pada pengkajian abdomen dapat menunjukan benjolan pada lipat paha atau area umbilikal. Keluhan tentang aktivitas yang mempengaruhi

ukuran benjolan. Benjolan mungkin ada secara spontan atau hanya tampak pada aktivitas yang meningkatkan tekanan intra abdomen, seperti batuk, bersin, mengangkat berat atau defekasi. Keluhan tentang ketidaknyamanan. Beberapa ketidaknyamanan dialami karena tegangan yang

meningkatkan tekanan intra abdomen, seperti batuk, bersin, mengangkat berat atau defekasi. Keluhan tentang ketidaknyamanan. Beberapa ketidaknyamanan dialami karena

tegangan. Nyeri menandakan strangulasi dan kebutuhan terhadap pembedahan segera. Selain itu manifestasi obstruksi usus dapat dideteksi (bising usus, nada tinggi sampai tidak ada mual/muntah).Data yang diperoleh atau dikaji tergantung pada tempat terjadinya, beratnya,

apakah akut atau kronik apakah berpengaruh terhadap struktur disekelilingnya dan banyaknya akar saraf yang terkompresi atau tertekan. Pengkajian secara teoritis menurut Doengoes (2000)

yang dapat muncul diantaranya:

a) Aktivitas/Istirahat

Gejala : Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama.

Membutuhkan matras/papan yanag keras saat tidur. Penurunan rentang gerak dari ekstremitas pada salah satu bagian tubuh. Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasa dilakukan.

Tanda : Atropi otot pada bagian yang terkena. Gangguan dalam berjalan.

b) Eliminasi

Gejala : Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi, adanya inkontinensia atau retensi urine.

c) Integritas Ego

Gejala : Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.

(34)

d) Neuro Sensori

Gejala : Kesemutan, kekauan, kelemahan dari tangan atau kaki.

Tanda : Penurunan refleks tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia. Nyeri tekan atau spasme otot pada vertebralis. Penurunan persepsi nyeri (sensorik).

e) Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, membengkokan badan, mengangkat, defekasi, mengangkat kaki atau fleksi pada leher, nyeri

yang tiada hentinya atau adanya episode nyeri yanag lebih berat secara intermiten. Nyeri yang menjalar pada kaki, bokong (lumbal) atau bahu/lengan, kaku pada leher atau servikal. Terdengar adanya suara ‘krek’ saat nyeri bahu timbul/saat trauma atau merasa ‘punggung patah’.

Keterbatasan untuk mobilisasi atau membungkuk kedepan.

Tanda : Sikap dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang tekena. Perubahan cara berjalan, berjalan

dengan terpincang-pincang, pinggang terangkat pada bagian tubuh yang terkena. Nyeri pada palpasi.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan Post Operasi

(35)

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya konti-nuitas jaringan dan proses

inflamasi luka operasi

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya keterbatasan rentang gerak dan ketakutan

bergerak akibat dari respon nyeri dan prosedur infasive.

3. Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi sekunder akibat post operasi dan efek anastesi

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur invasive/ tindakan

operatif dan adanya proses inflamasi luka post operasi

5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan nyeri akibat terputusnya

kontinuitas jaringan akibat prosedur invasive dan immobilisasi post operasi

6. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan efek tekanan akibat trauma dan bedah

perbaikan/insisi post operasi

7. Resiko tinggi retensi urine yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan anestetik

selama pembedahan abdomen

8. Kurang pengetahuan klien dan keluarga: potensial komplikasi Gastrointestinal yang berkenaan

dengan adanya hernia post operasi dan kurangnya informasi.

2.2.3. Intervensi Keperawatan

Dari beberapa diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan Hernia

pasca operasi, intervensi pada masing-masing diagnosa antara lain sebagai berikut ( Doengoes : 2000: 137) :

1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya konti-nuitas jaringan, dan proses

inflamasi luka operasi

Tujuan :

(36)

Kriteria hasil :

1) Ekspresi wajah pasien rileks dan tidak menahan nyeri

2) Klien menyatakan nyeri berkurang sampai hilang, skala nyeri berkurang

3) Tanda–tanda vital dalam batas normal

Intevensi

a) Monitor tanda–tanda vital pasien sesuai kondisi pasien dan jadwal

Rasional: Tanda-tanda vital merupakan pedoman terhadap perubahan pada kondisi klien dan abnormalitas pada kondisi klien

b) Kaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi, kwalitas dan skala nyeri pasien.

Rasional: Mengetahui status nyeri pada klien

c) Posisikan yang nyaman dengan sokong/tinggikan dengan ganjal pada posisi anatomi

ekstremitas yang sakit dan kurangi pergerakan dini pada area luka operasi

Rasional: Latihan aktivitas bertahan mengurangi respon nyeri tapi tetap pertahan kenyamanan klien dan mengurangi rasa nyeri klien

d) Ajarkan tekhnik relaksasi dan dextrasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri saat nyeri muncul

Rasional: Nafas dalam dan tekhnik relaksasi mengurangi nyeri secara bertahap dan dapat

dilakukan mandiri.

e) Anjurkan pada keluarga untuk memberikan massase pada area abdomen yang nyeri tapi bukan

area luka operasi.

Rasional: Relaksasi dan pengalihan merupakan rasa mengalihkan rasa nyeri dan menciptakan kenyamanan klien

f) Kolaborasi dengan tim medis dalam program therapy analgetik

Rasional: Program terapi sebagai system kolaboratif dalam menyelesaikan masalah nyeri.

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya keterbatasan rentang gerak dan ketakutan

bergerak akibat dari respon nyeri dan prosedur infasive.

Tujuan :

Intoleransi aktifitas dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil :

(37)

2) Klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri

3) Klien tidak takut bergerak lagi dan mau beraktivitas mandiri.

Intervensi

a) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas.

Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.

b) Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah aktifitas.

Rasional: Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah

oksigen adekuat ke jaringan

c) Bantu klien dalam memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan tidur.

Rasional: Membantu klien seperlunya dalam latihan beraktivitas

d) Dorong partisipasi klien dalam semua aktifitas sesuai kemampuan individual.

Rasional: Melatih klien untuk beraktivitas secara mandiri dan meningkatkan kemampuan klien.

e) Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat dalam latihan gerak.

Rasional: Melatih klien beraktivitas dan kemandirian klien dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari

f) Berikan lingkungan tenang dan mempertahankan tirah baring.

Rasional: Meningkatkan kenyaman dan kecemasan klien.

g) Bantu aktifitas atau ambulasi pasien sesuai dengan kebutuhan

Rasional: Meningkatkan kemandirian klien dalam beraktivitas

Memperbaiki kondisi klien

3) Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi sekunder akibat post operasi dan efek anastesi

Tujuan :

(38)

Kriteria hasil :

1) Pasien bisa BAB minimal 1x dalam sehari

2) Konsistensi feses lunak

3) Nyeri berkurang saat BAB.

4) Tidak ada penumpukan masa feses pada abdomen

Intervensi

a) Kaji dan observasi adanya kesulitan BAB dan masalah dalam BAB pasien

Rasional: Mengetahui masalah dan hambatan dalam pola eliminasi klien

b) Anjurkan pasien untuk alih posisi tiap 2 jam sekali

Rasional: Meningkatkan peristaltik usus dan meningkatkan kemampuan BAB

c) Anjurkan pada pasien untuk minum banyak 1500–3000cc tiap hari dan makanan yang

mengandung serat.

Rasional: Asupan cairan memungkinkan feses lunak dan klien dapat melakukan BAB

d) Anjurkan pada pasien makan makanan yang lunak porsi sedikit-sedikit tapi sering

Rasional: Makanan yang lunak dan berserat sangat mudah dicerna sehingga system pencernaan

membaik dan klien mampu BAB

e) Kaji peristaltik usus setiap pagi dan sesuai kondisi klien

Rasional: Peningkatan peristaltic usus mengidentifikasikan adanya kelancaran dalam metabolisme pencernaan

f) Anjurkan pasien menghindari mengejan saat BAB

Rasional: Mengejan saat BAB meningkatkan rasa nyeri pada klien.

4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur invasive/ tindakan

(39)

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil :

1) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi seprti pada luka operasi terdapat pus dan kemerahan, oedem.

2) Tanda–tanda vital dalam batas normalLaboratorium leukosit, dan hemoglobin normal.

3) Luka kering dan menunjukan penyembuhan

Intervensi

a) Observasi tanda–tanda vital pasien sesuai kondisi pasien.

Rasional: Tanda-tanda vital merupakan pedoman terhadap perubahan pada kondisi klien dan abnormalitas pada kondisi klien

b) Kaji adanya tanda–tanda infeksi dan peradangan meliputi adanya kemerahan sekitar luka dan

pus pada luka operasi.

Rasional: Adanya kemerahan, oedem, pus, dan rasa panas pada luka merupakan adanya infeksi pada luka operasi

c) Lakukan medikasi luka steril/bersih tiap hari.

Rasional: Mensterilkan luka dan menjaga luka agar tetap steril/tidak infeksi dan cepat sembuh.

d) Pertahankan tekhnik aseptic antiseptik/kesterilan dalam perawatan luka dan tindakan

keperawatan lainnya.

Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan menghindari infeksi pada luka operasi.

e) Jaga personal hygiene pasien.

Rasional: Meningkatkan sterilan pada luka dan personal hygiene klien

f) Manajemen kebersihan lingkungan pasien.

(40)

g) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy antibiotik

Rasional: Mempercepat penyembuhan luka agar tidak terjadi infeksi.

5) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan nyeri akibat terputusnya

kontinuitas jaringan akibat prosedur invasive dan immobilisasi post operasi (Doengoes, 2000).

Tujuan :

Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan. Kriteria hasil :

1) Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin

2) Mempertahankan posisi fungsional

3) Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit

4) Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas

Intervensi :

a) Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan

Rasional: tirah baring mengistirahatkan muskuloskelektal sehingga aktivitas bertahap tidak kelelahan

b) Tinggikan ekstrimitas yang sakit

Rasional: sebagai relaksasi mmengurangi rasa nyeri dan kenyamanan mobilitas fisik

c) Instruksi klien/bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit.

Rasional: latihan secara bertahap dapat meningkatkan kemandirian klien dalam beraktivitas.

d) Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas

(41)

e) Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan aktifitas dalam lingkup keterbatasan dan beri

bantuan sesuai kebutuhan. Awasi tekanan darah, nadi dengan melakukan aktivitas

Rasional: untuk meningkatkan kemandirian klien dalam beraktivitas dan mobilisasi, latihan secara bertahap menghindari kelelahan dan injury

f) Ubah posisi secara periodic tiap 2 jam

Rasional: meningkatkan kenyamanan dan keamanan klien dan mencegah dekubitus.

6) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan efek tekanan akibat trauma dan bedah

perbaikan/insisi post operasi (Doengoes, 2000)

Tujuan :

Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan.

Kriteria hasil :

1) Penyembuhan luka sesuai waktu

2) Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

Intervensi :

a) Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainage.

Rasional: untuk mengetahui tingkat kerusakan integritas kulit dan derajat keparahan.

b) Monitor tanda-tanda vital dan suhu tubuh pasien

Rasional: tanda-tanda vital untuk memonitor keadaan dan perubahan status kesehatan klien

c) Lakukan perawatan pada luka operasi sesuai dengan jadwal

Rasional: mencegah keparahan dan memperbaiki jaringan kulit yang rusak

d) Lakukan alih posisi dengan sering pertahankan kesejajaran tubuh

Rasional: menghindari dekubitus

(42)

Rsional: menghindari adanya decubitus pada klien

f) Gunakan tempat tidur busa atau kasut udara sesuai indikasi

Rsional: menghindari adanya decubitus pada klien

g) Kolaborasi pemberian antibiotic

Rasional : mempercepat proses penyembuhan luka operasi dan decubitus.

7) Resiko tinggi retensi urine yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan anestetik

selama pembedahan abdomen.

Tujuan :

Tidak terjadi retensi urine dan klien mampu memenuhi keutuhan eliminasi urine dan tidak nyeri saat BAK.

Kriteria hasil :

1) Dalam 8-10 jam pembedahan, pasien berkemih tanpa kesulitan.

2) 100 ml setiap berkemih dan adekuatHaluaran urine (kira-kira 1000-1500 ml) selama periode

24 jam. Intervensi

a) Kaji dan catat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat berkemih.

Rasional: untuk mengetahui masalah dan kelainan dalam pola eliminasi urine klien

b) Pantau haluaran urine dan endapan darah pada urine

Rasional: mengetahui jumlah urine yang keluar mencegah adanya dehidrasi dan overhidrasi dan masalah dalam pola eliminasi klien

c) Anjurkan klien BAB agar tigak mengejan

Rasional: mengejan saat BAK akan meningkatkan rasa nyeri

(43)

Rasional: untuk meningkatkan kemandirian dalam eliminasi urine

8) Kurang pengetahuan klien dan keluarga: potensial komplikasi Gastrointestinal yang berkenaan

dengan adanya hernia post operasi dan kurangnya informasi Tujuan:

Keluarga mampu merawat mengenal masalah hernia dan pencegahan komplikasi dan perawatan

pasien post operasi. Kriteria hasil:

1) Keluarga mampu menyebutkan mengenai masalah hernia.

2) Keluarga mampu menyebutkan perawatan hernia.

Intervensi:

a) Kaji pengetahuan keluarga tentang pengertian, tanda gejala, penyebab dan perawatan hernia.

Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit yang diderita

klien

b) Diskusikan dengan keluarga tentang komplikasi hernia.

Rasional: agar keluarga memahami bagaimana pencegahan komplikasi dan perawatan setelah

operasi

c) Evaluasi semua hal yang telah dilakukan bersama keluarga.

Rasional: agar keluarga memahami bagaimana pencegahan komplikasi dan perawatan setelah oparasi

d) Beri penyuluhan pada klien dan keluarga tentang penyakit hernia

BAB III

(44)

Dalam bab ini akan dibahas tentang asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis post operasi Herniotomy hari ke II di ruang rawat inap

bedah Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen H.A Thalib Sungai Penuh tahun 2011 yang meliputi pokok bahasan: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi.

3.1 Pengkajian

Pengkajian Asuhan Keperawatan pada An. A dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari ke II di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen H.A Thalib Sungai Penuh, dilakukan pada tanggal 11 Juni 2011 jam 12.00 WIB di ruang

Bedah RSUD Mayjen H. A Thalib Sungai Penuh dan data yang didapatkan adalah: 3.1.1 Biodata

Identitas Pasien

Nama : An. A

Jenis Kelamin : Laki-laki.

Umur : 7 Tahun.

Pendidikan : SD.

Alamat : Pulau Sangkar. Tanggal Masuk RS : 11 Juni 2011.

Ruang/Kamar : Bedah

Golongan Darah : AB.

Tanggal Pengkajian : 14 Juni 2011.

(45)

Penanggung Jawab

Nama : Tn. H.

Hub dengan pasien : Ayah.

Pekerjaan : Swasta.

Alamat : Pulau Sangkar.

3.1.2 Keluhan Utama

Klien mengatakan nyeri pada luka operasi, luka terasa panas dan menusuk selain itu juga

keluarga klien mengatakan klien mengeluhkan mual tapi tidak muntah dan tidak ada nafsu makan dan nyeri diseluruh bagian perut dan sudah 6 hari klien mngeluhkan belum BAB.

3.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluarga klien mengatakan sejak 1 bulan yang lalu klien sering mengeluhkan nyeri pada bagian perut dan sering mual muntah selain itu sering diare atau BAB mencret, dan beberapa hari

sebelum masuk rumah sakit klien mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah kanan dan bagian kemaluan/scrotum klien membengkak dan terdapat tonjolan. Kemudian oleh keluarga diperiksakan ke dokter dan oleh dokter dianjurkan untuk operasi, kemudian oleh keluarga dibawa

kerumah sakit Mayjen H.A. Thalib Kerinci pada tanggal 11 Juni 2011, kemudian klien menjalani operasi pada tanggal 12 Juni 2011. Dan pada saat melakukan pengkajian pada klien post operasi

pada hari ke 2 yaitu pada tanggal 14 Juni 2011, didapatkan keluhan/data.

Paliatif : Keluarga klien mengatakan, klien mengeluhkan nyeri pada luka operasi yaitu pada perut bagian bawah dibawah pusat (umbilicus), nyeri terasa menusuk, pedih dan panas luka terasa kaku dan

(46)

Quality : Klien mengatakan nyeri terasa menusuk, pedih dan panas, nyeri terasa semakin sakit saat klien bergerak dan batuk terutama saat klien duduk selain itu klien mengatakan perut terasa penuh

seperti mau muntah tapi tidak bisa muntah.

Region : Klien mnegeluhkan nyeri terasa di luka operasi yaitu di perut bagian bawah, dibawah pusat dan nyeri menyebar keseluruh bagian perut hingga area kemaluan klien.

Severity : Kelurga klien mengatakan saat ini tidak dapat beraktivitas karena nyeri terutama saat nyeri kambuh klien tidak mampu untuk bergerak dan hanya menangis dan untuk memenuhi kebutuhan

aktivitas sehari-hari seperti makan, membersihkan diri klien dibantu oleh orang tuanya.

Time : Klien mengatakan nyeri muncul setiap saat terutama saat klien bergerak dan batuk dan sering muncul pada malam hari.

3.1.4 Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Keluarga klien mengatakan klien sudah pernah dirawat di rumah sakit yang sama dengan penyakit diare/mencret sekitar 1 tahun yang lalu dan sebelumnya klien sering mengalami

penyakit diare (Gastroenteritis) karena pola makan klien yang sering tidak teratur. Dan menurut keluarga klien tidak ada anggota keluarga yang lain yang menderita penyakit yang sama dengan

yang diderita klien yaitu Hernia. Keluarga klien mengatakan, sebelumnya klien belum pernah dioperasi dan menderita penyakit yang memerlukan proses operasi dan klien tidak memiliki riwayat alergi baik terhadap obat maupun makanan apapun.

3.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga

(47)

Keluarga klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mengalami riwayat penyakit yang diderita klien saat ini yaitu Hernia dan keluarga klien juga tidak ada yang mengalami penyakit

menular seperti hepatitis dan alergi terhadap makanan apapun. Dan tidak ada juga yang mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, stroke dan hipertensi.

b. Genogram :

Keterangan :

: Laki-laki

(48)

: Perempuan : Klien

: Meninggal : Cerai

: Menikah : Tinggal dalam 1

rumah

3.1.6 Riwayat/Keadaan Psikososial

Bahasa Yang Digunakan

Dalam kehidupan sehari-hari klien dan keluarga dalam berkomunikasi dan bergaul terbiasa

menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa daerah kerinci. Persepsi Klien Tentang Penyakitnya

Klien dan keluarga menganggap bahwa sakit yang diderita klien adalah cobaan dari Tuhan dan berharap cepat sembuh. Keluarga klien mengatakan bahwa dilingkungan keluarga selalu menjaga kesehatan anggota keluarga dengan baik dan bila ada anggota keluarga yang sakit selalu

memeriksakan kesehatannya ke dokter dan petugas kesehatan terdekat. Konsep Diri

Pada konsep diri yang meliputi: body image atau gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan identitas diri tidak dikaji karena klien anak berusia 7 tahun dan tidak memungkinkan untuk dapat dikaji karena klien belum memahami konsep dirinya.

4. Keadaan Emosi

Gambar

Tabel. 3.1. Pola aktivitas/kebiasaan sehari-hari
Tabel 3.2. Pemeriksaan penunjang laboratorium
Tabel. 3.3. Program Terapi
Tabel. 3.6. Implementasi Keperawatan/Catatan Keperawatan

Referensi

Dokumen terkait

6. pantau intake sesuai dengan diet yang telah disediakan. Nutrisi yang baik dapat mempercepat proses penyembuhan... Peningkatan tekanan intra abdominal akibat asites menekan saluran

Apabila akson ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf

Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang

Timbul hipoksia dan sesak napas, lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia.Akibat cepatnya saluran pernapasan

Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium

Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan

R DENGAN HERNIA REPAIR PADA HERNIA INGUINAL LATERAL DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA”. Penyusun Laporan Komprehensif ini merupakan

Hal ini disebabkan oleh kerusakan autoregulasi pembuluh darah di pericontusional zone sehingga perfusi jaringan akan berkurang akibat dari penurunan Mean Arterial Pressure