• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dukungan Keluarga Dalam Upaya Rehabilitasi Pada Pasien Stroke Di RSUP H. Adam Malik Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dukungan Keluarga Dalam Upaya Rehabilitasi Pada Pasien Stroke Di RSUP H. Adam Malik Chapter III VI"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini berdasarkan tujuan penelitian, yaitu

mengenai dukungan keluarga dalam upaya rehabilitasi pada pasien stoke. Hal ini

mencakup identifikasi dukungan keluarga, bentuk dukungan keluarga yang paling

berperan, seberapa besar persentase setiap dukungan, dan gambaran karateristik

sosiodemografi.

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Dukungan Keluarga Dalam Upaya Rehabilitasi Pada Pasien Stroke di RSUP H. Adam Malik

3.2. Definisi Operasional 3.2.1 Sosiodemografi

Sosiodemografi adalah karakteristik atau ciri individu yang menunjukkan

kondisi keluarga dari pasien stroke yang menjalani rehabilitasi di RSUP H.Adam

Malik. Sosiodemografi dinilai melalui pengukuran indikator (Notoatmodjo,

2007):

a. Usia

Karakteristik usia responden yaitu lamanya hidup yang dihitung

berdasarkan tahun, mulai dari lahir.

b. Jenis Kelamin

Terdiri dari perempuan dan laki-laki.

(2)

Merupakan tingkat pendidikan terakhir dari responden yang terdiri dari

tidak sekolah, sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP),

sekolah menengah atas (SMA), dan perguruan tinggi (PT).

d. Pekerjaan

Merupakan pekerjaan yang dapat terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS),

pegawai swasta, wiraswasta, petani, pekerjaan lainnya ataupun tidak

bekerja.

e. Hubungan dengan pasien

Merupakan hubungan koresponden dengan pasien, dapat berupa anggota

keluarga inti (istri/suami/anak), anggota keluarga besar (cucu/keponakan),

ataupun kerabat.

• Cara Ukur :Wawancara

• Alat Ukur :Kuesioner sosiodemografi

3.2.2 Stroke

Stroke adalah karakteristik klasik defisit neurologis yang dikaitkan dengan

cedera fokal akut pada susunan saraf pusat (SSP) oleh karena pembuluh darah,

termasuk infark serebral, pendarahan intraserebral (ICH), dan pendarahan

subarahnoid (SAH), dan merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian di

seluruh dunia (American Heart Association, 2013).

• Cara Ukur :Observasi (melihat diagnosis stroke yang ditetapkan oleh dokter melalui rekam medis)

• Skala Ukur :Nominal

3.2.2 Keluarga

Keluarga dari pasien stroke adalah anggota keluarga dari pasien dengan

diagnosa stroke (iskemik maupun hemoragik) oleh dokter, yang melakukan terapi

wicara, fisioterapi maupun terapi okupasi di Rehabilitasi Medik RSUP H. Adam

(3)

3.2.2 Dukungan keluarga

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga

terhadap anggotanya, yang bersifat mendukung selalu siap memberikan

pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

a. Informasi yang disampaikan keluarga, respon pasien stroke mengenai

informasi yang disampaikan, dan sumber informasi.

(Pertanyaan kuesioner no.2,3,4,5,7,8)

b. Emosional, peran keluarga dalam menghadapi emosi pasien, penyebab,

dampak emosi serta perhatian yang diberikan.

(Pertanyaan kuesioner no.6,9,13,16)

c. Instrumental, berupa dana kesehatan, waktu dan tenaga yang diupayakan

keluarga bagi pemulihan pasien stroke.

(Pertanyaan kuesioner no.10,11,12,14)

d. Penilaian, peran keluarga dalam memberikan perhatian, empati, maupun

penghargaan secara moril atas keberhasilan dan dukungan dalam

menjalani rehabilitasi.

(Pertanyaan kuesioner no.1,15,17,18,19)

• Cara ukur :Wawancara

• Alat ukur :Kuesioner skala dukungan keluarga berdasarkan teori Friedman (Questionnaire of Medical Outcomes Study: Social

Support Survey), diajukan sebanyak 19 pertanyaan dengan 5 pilihan

jawaban menggunakan skala likert, yaitu tingkatan pendapat responden

seperti sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju

terhadap sesuatu hal. Pendapat ini dinyatakan dalam berbagai tingkat

persetujuan (1-5) terhadap pernyataan yang disusun peneliti.

(Nursalam, 2008)

o Selalu (5-6 kali/minggu) : skor 5

o Sering (3-4 kali/minggu) : skor 4

o Kadang-kadang (2-3 kali/minggu) : skor 3

o Jarang (1-2 kali/minggu) : skor 2

(4)

• Skala pengukuran :Skala ordinal, yaitu terdapat informasi peringkat, dimana jarak antara dua peringkatnya tidak dapat dilakukan penjumlahan

satuan dalam angka (Sastroasmoro, 2011).

• Kategori hasil :

o Baik (total skor 69-95)

(5)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu

peneliti ingin mengetahui gambaran dukungan keluarga dalam upaya rehabilitasi

pada pasien stroke di RSUP H. Adam Malik. Dalam penelitian ini menggunakan

rancangan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

korelasi antara faktor- faktor beresiko dengan efek, dengan cara pendekatan,

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat yang sama

(Sastroasmoro, 2011).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di bagian Rehabilitasi Medik RSUP H. Adam Malik

di Medan, Sumatera Utara, dan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah

ditetapkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(6)

Alasan peneliti memilih RSUP H. Adam Malik, Medan, Sumatera Utara

adalah karena RSUP H. Adam Malik merupakan pusat rujukan penyakit stroke di

Sumatera Utara dengan objek penelitian yang memadai.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga dari seluruh penderita stroke yang

menjalani rehabilitasi medik, dengan populasi target merupakan keluarga dari

penderita stroke yang menjalani rehabilitasi medik di RSUP H. Adam Malik.

Jumlah pasien stroke bulan Januari sampai Desember 2013 adalah 615 orang,

dengan 278 pasien tidak menjalani rehabilitasi medik dan 337 pasien yang

menjalani rehabilitasi medik.

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara systematic random sampling yaitu

penelitian dimana seluruh pasien akan diberi nomor, lalu pengambilan subjek

pertama dilakukan secara random dan untuk subjek berikutnya ditentukan

berdasarkan kelipatan dari 1/n dari populasi dengan subjek ke-n dipilih sebagai

sampel (Sastroasmoro, 2011).

Sampel yang diambil adalah keluarga dari pasien stroke yang menjalani

rehabilitasi pada saat penelitian di RSUP H. Adam Malik. Keluarga yang dapat

merupakan pasangan, anak, ataupun anggota keluarga yang terlibat dalam proses

rehabilitasi pada pasien stroke selama di rehabilitasi medik rumah sakit. Sampel

yang diikutsertakan dalam penelitian ialah yang memenuhi kriteria sebagi berikut:

a. Kriteria Inklusi, antara lain:

• Keluarga dari pasien stroke yang menjalani rehabilitasi medik di RSUP H. Adam Malik.

(7)

b. Kriteria Eksklusi, antara lain:

• Keluarga dari pasien stroke yang tidak dapat berkomunikasi dengan normal (tunarungu ataupun tunawicara).

Menentukan besar sampel untuk data nominal dengan menggunakan rumus

sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi, yaitu:

n =��∝2��

�2 �

n= jumlah sampel

�∝= deviat baku normal untuk ∝ (ditetapkan �∝= 1,96)

P = proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari, berdasarkan pustaka P=0,50

Q= 1-P

d= tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki, d (ditetapkan peneliti d= 0,10)

Sehingga dapat dihitung sebagai berikut:

n =�1,96

2 0.50 (10,50)

0,102 �

n =96

4.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan menggunakan data primer yaitu

dengan memberikan kuesioner kepada responden. Dengan prosedur pengumpulan

data dilakukan sebagai berikut:

1. Mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian pada bagian

pendidikan (Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara).

2. Mengajukan surat izin penelitian “ethical clearance” dari Fakultas ke

tempat penelitian di RSUP H. Adam Malik.

3. Melakukan pengumpulan data penelitian di Rehabilitasi Medik RSUP H.

(8)

4. Peneliti menjelaskan bentuk, tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian serta

meminta kesediaan salah satu anggota keluarga (atau kerabat yang

menemani pasien saat dilakukan terapi) untuk menjadi responden dalam

penelitian (Lampiran I).

5. Setelah mendapat persetujuan (Lampiran II), peneliti membagikan

instrumen penelitian berupa kuesioner dukungan keluarga kepada

responden (Lampiran III).

6. Setelah diisi, kuesioner dikumpulkan kembali ke peneliti, diperiksa kembali

dan diberi kode.

7. Kuesioner siap untuk diproses.

4.5. Metode Analisis Data

Metode analisis data menggunakan program komputer SPSS (Statistical

Program for Social Science) dengan analisis univariat, yaitu dilakukan dengan

cara menganalisis data yang menghasilkan distribusi dan presentase dari setiap

variabel, dengan tujuan untuk mendeskripsikan karakteristik gambaran dari setiap

(9)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik (Rumah Sakit Umum Pusat

Haji Adam Malik) di Medan, Sumatera Utara. RSUP H. Adam Malik berlokasi di

Jalan Bunga Lau No. 17 Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara.

Rumah sakit ini merupakan pusat rujukan regional untuk wilayah Sumatera

Bagian Utara, Bagian Tengah yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Propinsi

Nanggroe Aceh Darussalam, Propinsi Sumatera Barat dan Propinsi Riau.

Menyandang gelar sebagai Rumah Sakit Pendidikan yang tercantum dalam

SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991, RSUP H. Adam Malik mulai

memberikan pelayanan rawat jalan pada tanggal 17 Juni 1991 dan telah ditetapkan

sebagai Rumah Sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No.

335/Menkes/SK/VII/1990.

RSUP H. Adam Malik yang dipercaya rujukan sarana kesehatan, telah

menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan lengkap bagi pasien- pasien

dengan gangguan fungsional melalui Pelayanan Rehabilitasi Medik yang

komprehensif dengan upaya- upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Hal ini sejalan dengan visi RSUP H. Adam Malik yaitu menjadi pusat

rujukan pelayanan kesehatan pendidikan dan penelitian yang mandiri dan unggul

di Sumatera tahun 2015, dan misi yaitu melaksanakan pelayanan kesehatan yang

paripurna, bermutu dan terjangkau, melaksanakan pendidikan, pelatihan serta

penelitian kesehatan yang profesional, serta melaksanakan kegiatan pelayanan

dengan prinsip efektif, efisien, akutabel dan mandiri.

Memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh lapisan masyarakat

secara profesional, efisien dan efektif sesuai standar pelayanan yang bermutu

(10)

dengan memberikan pelayanan bermutu yang dijalankan oleh RSUP H. Adam

Malik, melalui moto yang mengutamakan keselamatan pasien dengan pelayanan

cepat, akurat, terjangkau, efisien dan nyaman.

RSUP H. Adam Malik dengan 16 pelayanan yang telah mendapatkan

sertifikat akreditasi sesuai dengan SK Menkes RI No. HK. 00. 06. 3. 5. 5317 dan

telah berubah status menjadi Rumah Sakit Badan Layanan Umum yang sejajar

dengan rumah sakit tipe A lainnya di Indonesia sesuai dengan SK Menkes RI,

memiliki fasilitas pelayanan medis yaitu instalasi rawat jalan, perawatan intensif,

rawat inap, hemodialisa, gawat darurat dan bedah pusat dengan fasilitas pelayanan

penunjang non medis berupa instalasi tata usaha pasien, pemulasaraan jenazah

dan teknik sipil.

Selain itu, terdapat juga fasilitas pelayanan penunjang medis yaitu patologi

klinik, mikrobiologi klinik, patologi anatomi, diagnostik terpadu, radiologi,

kedokteran nuklir, kardiovaskular dengan fasilitas penunjang non medis berupa

laboratorium, radiologi, transfuse darah, kamar operasi, rehabilitasi medik,

farmasi, radioterapi, CT Scan, instalasi PKMRS (penyuluhan kesehatan

masyarakat rumah sakit), gizi, breast klinik, PTRM (Pelayanan Terapi Runutan

Metadone) dan pusat pelayanan khusus.

Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP H. Adam Malik yang merupakan

Instalasi Kewadiran II, mempunyai visi yaitu menjadi pusat rujukan rehabilitasi

medik terbaik di Sumatera Bagian Utara dan Tengah tahun 2015, dan misi yaitu

menjalankan pelayanan rehabilitasi medik secara paripurna, terjangkau, efisien

dan professional serta melakukan inovasi berkelanjutan peningkatan sumber daya

manusia dalam pelayanan rehabilitasi medik.

Hal ini dapat tercapai dengan adanya kelompok kerja dalam satu tim

pelayanan yang terintergrasi, berupa pelayanan medis, pelayanan fisioterapi,

pelayanan okupasi terapi, pelayanan terapi wicara, pelayanan psikologi dan

pelayanan orthotik prostetik. Melalui strategi rehabilitasi pencegahan, diharapkan

paradigma pelayanan rehabilitasi medik yaitu pencegahan ketidakmampuan yang

dilakukan sejak dini terpenuhi untuk menunjang tingkat kemandirian seoptimal

(11)

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Responden yang diikutsertakan adalah keluarga dari pasien stroke

(iskemik maupun hemoragik) yang didiagnosis oleh dokter dan mendapatkan

terapi wicara, fisioterapi maupun terapi okupasi di Instalasi Rehabilitasi Medik

RSUP H. Adam Malik pada tahun 2014. Keluarga dapat merupakan pasangan,

anak, ataupun anggota keluarga yang terlibat dalam proses rehabilitasi pada pasien

stroke selama di rehabilitasi medik rumah sakit. Total responden yang

diikutsertakan sebanyak 100 orang.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%) Usia

30 19 19,0

31-40 17 17,0

41-50 18 18,0

51-60 25 25,0

>60 21 21,0

Jenis Kelamin

Perempuan 68 68,0

Laki-Laki 32 32,0

Tingkat Pendidikan

SD 5 5,0

SMP 8 8,0

(12)

Perguruan Tinggi 42 42,0

Tidak Sekolah 1 1,0

Pekerjaan

PNS 14 14,0

Wiraswasta 14 14,0

Pegawai Swasta 8 8,0

Tidak Bekerja 52 52,0

Petani 4 4,0

Lain-Lain 8 8,0

Hubungan dengan Pasien

Suami/Istri 42 42,0

Keponakan 2 2,0

Anak 38 38,0

Cucu 2 2,0

Orang tua 8 8,0

Lain-Lain 8 8,0

Usia responden yang ikut dalam penelitian ini tersebar mulai dari usia

kurang dari 30 tahun sampai dengan usia lebih dari 60 tahun (lansia). Satu dari

empat responden sebagai proporsi terbesar responden, berada pada kelompok usia

51-60 tahun sebanyak 25 orang (25%). Sementara proposi terkecil berada pada

(13)

kelamin, didapatkan responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 68

orang (68%) dan jenis kelamin laki- laki sebanyak 32 orang (32%).

Tingkat pendidikan responden cukup baik. Proporsi tingkat pendidikan

responden terbesar adalah SMA sebanyak 44 orang (44%), dan diikuti dengan

pendidikan perguruan tinggi sebanyak 42 orang (42%). Hanya 14 orang (14%)

responden yang berpendidikan sampai dengan SMP.

Lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 52 orang (52%) tidak

memiliki pekerjaan, dengan selebihnya mempunyai pekerjaan antara lain: PNS

(Pegawai Negeri Sipil) sebanyak 14 orang (14%), wiraswasta sebanyak 14 orang

(14%), pegawai swasta sebanyak 8 orang (8%), pekerjaan lain-lain sebanyak 8

orang (8%) dan petani sebanyak 4 orang (4%).

Hampir dari separuh responden memiliki hubungan sebagai suami/istri

dengan pasien yaitu sebanyak 42 orang (42%), diikuti dengan hubungan sebagai

anak sebanyak 38 orang (38%), hubungan sebagai orang tua dari pasien sebanyak

8 orang (8%), lain-lain sebanyak 8 orang (8%), hubungan sebagai keponakan

sebanyak 2 orang (2%), dan hubungan sebagai cucu sebanyak 2 orang (2%).

5.1.3. Dukungan Keluarga

Setelah dilakukan penelitian dengan pengambilan sampel melalui

systematic random sampling dan dengan rancangan cross sectional menggunakan

instrumen kuesioner skala dukungan keluarga berdasarkan teori Friedman

(Questionnaire of Medical Outcomes Study: Social Support Survey), ditemukan

distribusi frekuensi dukungan keluarga (tabel 5.2.) dalam bentuk dukungan

informasi (tabel 5.3.), dukungan emosional (tabel 5.4.), dukungan instrumental

(tabel 5.5.) dan dukungan penilaian (tabel 5.6.) dalam upaya rehabilitasi pada

(14)

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga

Lebih dari separuh responden memberikan dukungan keluarga yang

kurang kepada pasien yaitu sebanyak 51 orang (51%), dengan selebihnya

memberikan dukungan keluarga yang baik yaitu sebanyak 49 orang (49%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga dalam Bentuk Dukungan

Informasi

Dukungan Informasi Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik 24 24,0

Kurang 76 76,0

Jumlah 100 100,0

Dukungan informasi terlihat dari informasi yang disampaikan responden

kepada pasien yaitu sebanyak 76 orang (76%) memberikan informasi yang

kurang, dengan 24 orang (24%) memberikan informasi yang baik.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga dalam Bentuk Dukungan

Emosional

Dukungan Emosional Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik 20 20,0

Kurang 80 80,0

Dukungan Keluarga Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik 49 49,0

Kurang 51 51,0

(15)

Jumlah 100 100,0

Dukungan emosional dapat dilihat dari 80 orang (80%) responden yang

memiliki peranan kurang dalam menghadapi emosional pasien, dengan 20 orang

(20%) responden lainnya yang memiliki peranan baik.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga dalam Bentuk Dukungan

Instrumental

Dukungan

Instrumental Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik 33 33,0

Kurang 67 67,0

Jumlah 100 100,0

Dukungan instrumental yang diberikan kepada pasien dengan indikator

kurang berasal dari 67 orang (67%) responden. Sementara dukungan instrumental

(16)

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga dalam Bentuk Dukungan

Penilaian

Dukungan Penilaian Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik 45 45,0

Kurang 55 55,0

Jumlah 100 100,0

Dukungan penilaian yang diberikan oleh 55 orang (55%) responden ialah

dukungan yang kurang dengan 45 orang (45%) responden lainnya merupakan

dukungan yang baik.

5.1.4. Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Karakteristik Sosiodemografi

Pada analisis hubungan antara dukungan keluarga dengan karakteristik

sosiodeomografi responden, beberapa variabel seperti usia, tingkat pendidikan dan

hubungan keluarga dengan pasien, dilakukan pengkategorian baru. Variabel usia

dikategorikan menjadi tiga yaitu kelompok kurang dari 30 tahun, 31-60 tahun dan

lebih dari 60 tahun (lansia). Variabel tingkat pendidikan juga dikategorikan

menjadi tiga kelompok yaitu tingkat pendidikan sampai dengan SMP, SMA dan

Perguruan Tinggi.

Kategori variabel hubungan keluarga dengan pasien juga disederhanakan

menjadi suami/istri, anak, orang tua dan lain-lain (keponakan, cucu dan lainnya).

Pengkategorian baru ini dilakukan dengan asumsi bahwa kelompok baru tersebut

(17)

Tabel 5.7. Distribusi Dukungan Keluarga Berdasarkan Usia Responden

*tidak significant (p=0,005)

Proporsi terbesar dari dukungan keluarga yang baik berada pada kelompok

usia ≤30 tahun (63,2%), sementara proporsi terkecil dari dukungan keluarga yang

baik berada pada kelompok usia 31-60 tahun (43,3%), dan tidak terdapat

perbedaan yang significant antara perbedaan kelompok umur dengan dukungan

keluarga yang diberikan.

Tabel 5.8. Distribusi Dukungan Keluarga Berdasarkan Jenis Kelamin

Usia (tahun)

Dukungan Keluarga

Jumlah

Baik Kurang

n % N % N % P

30 12 63,2 7 36,8 19 100,0 0,475*

31-60 26 43,3 34 56,7 60 100,0

>60 11 52,3 10 47,7 21 100,0

Jenis Kelamin

Dukungan Keluarga

Jumlah

Baik Kurang

n % N % N % P

Perempua n

31 45,6 37 54,4 68 100,0 0,320*

(18)

*tidak significant (p=0,005)

Proporsi dukungan keluarga lebih besar pada responden dengan jenis

kelamin laki-laki (56,3%) dibanding dengan jenis kelamin perempuan (45,6%),

namun perbedaan tersebut tidak berbeda bermakna.

Tabel 5.9. Hubungan Distribusi Dukungan Keluarga dengan Tingkat Pendidikan

*tidak significant (p=0,005)

Semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin besar

proporsi dukungan keluarga, namun tidak ditemukan kecenderungan yang

signifikan. Hampir 55% responden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi

memberikan dukungan keluarga yang baik, sementara pada responden dengan

tingkat pendidikan kurang, sampai dengan SMP, dukungan keluarga hanya

mencapai kurang dari 36%.

Tabel 5.10. Hubungan Distribusi Dukungan Keluarga dengan Hubungan

dengan Pasien

Tingkat Pendidika

n

Dukungan Keluarga

Jumlah

Baik Kurang

n % n % N % P

s.d. SMP 5 35,7 9 64,3 14 100,0 0,711*

SMA 21 47,7 23 52,3 44 100,0

Perguruan Tinggi

(19)

*tidak significant (p=0,005)

Berdasarkan hubungan responden dengan pasien, kelompok anak

memberikan proporsi dukungan terbesar (60.5%), sementara pasangan

(suami/istri) dan orang tua memberikan dukungan terendah (kurang dari 40%) .

Terlihat adanya proporsi dukungan yang berbeda berdasarkan hubungan

responden dengan pasien, namun tidak ditemukan hubungan yang bermakna

antara jenis hubungan dengan dukungan keluarga.

Tabel 5.11. Hubungan Distribusi Dukungan Keluarga dengan Pekerjaan

(20)

*significant (p=0,005)

Hubungan yang bermakna antara status pekerjaan responden dengan

dukungan keluarga yang baik terlihat dari proporsi terbesar dukungan keluarga

yang baik diberikan oleh responden yang mempunyai pekerjaan sebagai PNS

(Pegawai Negeri Sipil)/pegawai swasta (68,2%), dengan proporsi terkecil

dukungan baik diberikan oleh responden yang tidak bekerja (38,5%).

5.2. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas dukungan keluarga yang

diberikan kepada pasien stroke dalam upaya rehabilitasi ialah kurang yaitu

sebanyak 51%. Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian yang

dilakukan di RSUD Bendan Pekalongan (Haryanto, 2013) dan RSUP Dr Kariadi

Semarang (Wurtiningsih, 2005).

Berbagai penyebab rendahnya dukungan keluarga antara lain karena

kurangnya informasi mengenai penyakit dan rehabilitasi yang disampaikan

keluarga kepada pasien, kurangnya perhatian keluarga dalam mengendalikan

emosi pasien, dan kurangnya kesediaan keluarga untuk menemani pasien dalam

melakukan terapi rehabilitasi di rumah sakit, maupun terapi yang telah diajarkan

di rumah.

Berdasarkan hubungan antara dukungan keluarga dengan karakteristik

sosiodemografi terdapat satu dari lima kelompok yang memiliki hubungan

bermakna yaitu antara status pekerjaan dengan dukungan keluarga.

(21)

Pada penelitian ini didapatkan bahwa dukungan keluarga yang tinggi

diperoleh dari responden yang bekerja. Temuan yang serupa juga didapatkan

pada penelitian yang dilakukan di RS Al Irsyad Surabaya (Festy, 2009). Berbagai

kemungkinan tingginya dukungan keluarga pada kelompok responden yang

bekerja antara lain karena mereka mempunyai tingkat pendidikan yang lebih

tinggi dengan sosio-ekonomi yang lebih baik, sehingga mempunyai kesadaran

lebih baik dalam memberikan dukungan kepada pasien stroke.

Sebanyak 56,3% dukungan keluarga yang baik diberikan oleh laki-laki.

Perbedaan yang tidak signifikan tidak hanya tampak pada penelitian ini, tetapi

juga pada penelitian sebelumnya oleh Tsouna-Hadjis (2000) juga tampak bahwa

jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap dukungan keluarga.

Respoden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi, memberikan 54,8%

dukungan keluarga yang baik (lebih besar dari kelompok responden dengan

tingkat pendidikan yang lebih rendah). Hasil ini dapat dikarenakan responden

dengan pendidikan yang tinggi mempunyai kesadaran dan tingkat ekonomi yang

lebih baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Duncan et al (2005),

bahwa keluarga dengan latar belakang berpendidikan memiliki kesadaran akan

medis dan dapat mengambil keputusan serta perencanaan pengobatan sedini

mungkin.

Namun pada penelitian ini tidak tampak adanya perbedaan yang bermakna

antara tingkat pendidikan dengan dukungan keluarga, hal ini mungkin disebabkan

oleh karena jumlah sampel yang kurang memadai.

Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Vincent C

et al (2007), bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan

(akademik) dengan dukungan yang diberikan.

Lebih dari setengah dukungan keluarga yang baik (60,5%) diberikan oleh

anak. Meskipun tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan dukungan

keluarga, namun hal ini sesuai dengan penelitian Vincent C et al (2007) dan

Eames S et al (2013), bahwa anak sebagai anggota keluarga biasanya memberikan

(22)

selama dua sampai dengan dua puluh jam per minggu dalam mengurus pasien dan

memberikan informasi terkait dengan penyakit pasien.

Dukungan keluarga yang kurang, tampak dari kurangnya dukungan yang

diberikan keluarga dalam bentuk dukungan informasi, dukungan emosional,

dukungan instrumental dan dukungan peniaian. Hal ini sesuai dengan penelitian

Range et al (2013), bahwa keberadaan anggota keluarga yang memberikan

perhatian sepenuhnya kepada pasien dapat memberikan dampak positif dalam

proses pemulihan dan rehabilitasi pasien.

Dukungan informasi yang kurang, berupa pemberian informasi terlihat dari

kurangnya keluarga mencari informasi mengenai stroke. Hal ini juga tampak pada

penelitian Haryanto (2013) bahwa keluarga kurang meminta penjelasan terkait

terapi yang pasien jalani. Pengetahuan keluarga akan pentingnya terapi

rehabilitasi medik yang dilakukan, dapat diperoleh apabila keluarga ikut berperan

aktif dalam setiap diskusi. Hal ini sejalan dengan penelitian Maeshima (2013)

bahwa keluarga sebaiknya mengerti mengenai penyakit stroke yang dialami

pasien dan mempelajari terapi latihan di rumah dengan mengikuti diskusi pasien.

Kurangnya keluarga dalam mengingatkan pasien dapat mempengaruhi hasil

terapi pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian Tsouna-Hadjis (2000), yang

mengatakan bahwa kepatuhan pasien dalam melakukan pengobatan sangat

dipengaruhi dari informasi yang disampaikan oleh keluarga. Hal ini terkait dengan

pernyataan Cameron et al (2014) dalam penelitiannya, bahwa informasi yang

diberikan dapat berupa informasi mengenai penyakit stroke yang diderita pasien

dan terapi pengobatan yang dilakukan.

Dukungan emosional yang kurang, dalam bentuk perhatian melalui motivasi

kepada pasien sebaiknya diberikan keluarga agar pasien semangat dalam

melakukan rehabilitasi medik. Hasil ini berbeda dengan penelitian Festy (2009)

yang menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga pasien stroke memberikan

motivasi tinggi kepada pasien. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh karena adanya

ragam karakteristik sosiodemografi dari keluarga.

Seperti yang disampaikan dalam penelitian Hallams S Baker (2009), pasien

(23)

dalam diri sendiri tetapi juga dari keluarga. Pernyataan yang sama juga

disampaikan oleh Maclean et al (2002) dalam penelitiannya, bahwa motivasi

terbentuk dengan adanya dorongan dari keluarga, lingkungan dan tim rehabilitasi.

Dukungan instrumental yang kurang, seperti meluangkan waktu untuk

menemani pasien dalam melakukan terapi dan membimbing pasien untuk

melakukan latihan yang telah diajarkan di rumah sangat dibutuhkan pasien dalam

meningkatkan kondisi fungsional. Hal serupa juga ditemukan dalam penelitian

Wurtingsih (2005) bahwa keluarga kurang memberikan fasilitas untuk membantu

pasien selama masa pengobatan. Hal ini sesuai dengan penelitian Tsouna-Hadjis

(2000) bahwa adanya keterbatasan fisik membuat pasien bergantung dan

membutuhkan bimbingan terapi dari anggota keluarga.

Hal ini juga sejalan dengan penelitian Björkdahl (2007) yang menyatakan

bahwa pasien membutuhkan segala sesuatu seperti alat ataupun sarana untuk

mendukung latihan terapi. Selain itu, Langhorne P (2003) dalam penelitiannya

juga menyebutkan bahwa pengaruh dari latihan yang telah diajarkan di rumah

dapat menurunkan keterbatasan fisik pasien dengan meningkatkan kemampuan

pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

Pola hidup sehat dan seimbang dipengaruhi oleh tindakan yang dilakukan

keluarga dalam menjaga kesehatan pasien berupa nutrisi, olahraga ataupun latihan

pergerakan tubuh, sesuai dengan anjuran dokter. Hal ini sesuai dengan penelitian

Range et al (2013) bahwa aktifitas sehari-hari pasien dengan pola hidup yang

sehat dan seimbang dapat mengurangi kejadian stroke berulang.

Hal tersebut juga disampaikan oleh Gordon et al (2004) dalam

penelitiannya, bahwa terapi pengobatan yang dikombinasikan dengan pola hidup

yang sehat dan seimbang merupakan tujuan dasar awal dalam pencegahan

terjadinya stroke berulang dan serangan jantung pada penderita stroke.

Dukungan penilaian yang baik, diberikan oleh hampir separuh responden,

seperti mendengarkan keluhan pasien, membantu pasien menggunakan bagian

tubuh yang lemah untuk melakukan aktifitas, serta perlakuan dan tanggapan

(24)

bahwa dukungan keluarga berupa bantuan dan kepedulian dibutuhkan pasien

untuk memonitor pasien.

Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan McAdam J J et al (2013),

bahwa suasana hati pasien (mood) dapat dipengaruhi oleh dukungan yang

diberikan keluarga, hal ini dapat berdampak dalam aktifitas yang dilakukan pasien

dan kualitas hidup pasien.

Pujian yang diberikan responden kepada pasien setiap menjalani terapi dan

mengajak pasien untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, dapat meningkatkan

kepercayaan pasien terhadap terapi yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan

penelitian Vincent C et al (2007), bahwa keluarga dapat mempengaruhi sosial

pasien, hal ini terlihat dari banyaknya pasien stroke yang dapat bertahan dengan

(25)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

dapat disimpukan sebagai berikut:

1. Dukungan keluarga yang baik hanya diberikan oleh kurang dari separuh

responden (lebih dari separuh responden memberikan dukungan keluarga

yang kurang (51%)).

2. Terdapatnya hubungan yang bermakna antara pekerjaan (PNS/pegawai

swasta) dengan dukungan keluarga.

3. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia responden, jenis kelamin,

tingkat pendidikan terakhir, hubungan dengan pasien, terhadap dukungan

keluarga.

4. Dukungan penilaian merupakan dukungan yang paling berperan (45%)

dalam memberikan dukungan yang baik, diikuti dengan dukungan

instrumental sebanyak 33%, dukungan informasi sebanyak 24%, dukungan

emosional sebanyak 20%.

6.2. Saran

1. Pihak rumah sakit dan pihak instalasi yang terkait diharapkan sebaiknya

memberikan edukasi dan konseling kepada keluarga dari pasien yang

menderita stroke mengenai penyakit yang dialami pasien, rehabilitasi medik

yang dijalani pasien, dan dukungan keluarga yang sangat dibutuhkan pasien

dalam menentukan hasil.

2. Dukungan keluarga terhadap pasien sebaiknya diberikan semaksimal

mungkin agar tercapainya upaya rehabilitasi pada pasien. Oleh karena itu,

diperlukan upaya penyuluhan kepada pendamping pasien stroke agar

(26)

dilakukan oleh departemen kesehatan secara umum kepada masyarakat luas

atau oleh petugas rumah sakit pada waktu awal menerima pasien.

3. Keluarga sebaiknya mengetahui komponen-komponen bentuk dukungan

keluarga dan mendukung penuh pasien dalam menjalani program medis.

4. Pencapaian fungsional pasien bukan semata-mata ada karena keharusan

pasien dalam mengingat terapi dan peduli pada dirinya sendiri tetapi

dukungan moral yang diberikan keluarga, terutama dari pasangan, sangat

berpengaruh bagi pasien.

5. Kemauan maupun upaya yang sudah dipercaya pasien dalam menjalankan

terapi sebaiknya didukung dengan ketersediaannya waktu salah satu dari

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Dukungan Keluarga Dalam Upaya Rehabilitasi Pada Pasien Stroke di RSUP H
Tabel 4.2 Waktu Penelitian  Juni Juli AguSepte
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Barton dalam Hawari (2007) menunjukkan bahwa 50% dari pasien pengguna NAPZA yang menjalani program terapi dapat kembali produktif dan

Penelitian status gizi pasien di ruang CVCU berdasarkan berat badan ideal yaitu kurang sebanyak 30 orang (100%) dan status gizi pasien di ruangan CVCU berdasarkan asupan makanan

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Dukungan keluarga pada pasien paska stroke dalam menjalani terapi rehabilitasi Dukungan yang diberikan oleh suami atau istri atau anak

gizi pada pasien stroke tidak terpenuhi secara optimal. Pada saat dilakukan penelitian ini, peneliti menemukan bahwa makanan yang disajikan kepada pasien dari rumah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Dukungan keluarga pada pasien paska stroke dalam menjalani Terapi Rehabilitasi di

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dukungan keluarga pada pasien paska stroke dalam menjalani terapi rehabilitasi.. Saya bersedia ditanya jika ada prosedur penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini ialah untuk mengidentifikasi dukungan keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang stent di RSUP Haji

Dari data yang diperoleh dari 89 sampel yang dianalisa, penderita stroke lebih tinggi ditemukan profil usia 60-74 tahun sebanyak 37 orang (41,6%), stroke iskemik lebih