• Tidak ada hasil yang ditemukan

ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR Pengantar Ilmu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR Pengantar Ilmu"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

-

ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

(Pengantar Ilmu Sosial Budaya Dasar)

KATA PENGANTAR

Bissmillahirahmanirahim Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu

Rasa syukur patut kami panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T yang telah mengijinkan dan memberi nikmat kemudahan kepada kami dalam menyusun dan menulis makalah Ilmu Sosial Budaya Dasar yang berjudul Pengantar Ilmu Sosial Budaya Dasar.

Hal yang paling mendasar yang mendorong kami menyusun makalah ini adalah tugas dari mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD), untuk mencapai nilai yang memenuhi syarat perkuliahan.

Pada kesempatan ini kami semua mengucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan dosen dan semua pihak sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik

Andai ada kekurangan dalam makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I... 1

PENDAHULUAN... 1

a. Latar Belakang Masalah... 1

b. Rumusan Masalah... 2

c. Tujuan Penulisan... 3

d. Manfaat Penulisan... 3

BAB II ... 4

PEMBAHASAN... 4

a. Hakikat , Tujuan dan Ruang Lingkup ISBD... 4

b. ISBD di Dalam Kehidupan Bermasyarakat... 7

c. Komponen Ilmu Sosial Budaya Dasar... 7

d. Masalah Sosial dan Pendekatan ISBD... 8

BAB III... 11

PENUTUP... 11

a. Kesimpulan ... 11

b. Saran – saran ...11

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1) Latar Belakang Masalah

Ilmu sosial budaya dasar adalah suatu rangkaian pengetahuan mengenai aspek – aspek yang paling mendasar dan menonjol yang ada di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki budaya dan permasalahan – permasalahan yang bersifat ada .

Aspek lain dari pengantar ilmu sosial budaya dasar merupakan pengenalan teori – teori ilmu sosial dan kebudayaan sehngga diekspektasikan seseorang dapat memiliki wawasan keilmuan yang bersifat multidipsliner yang bersangkutan dengan keagamaan, kesetaraan , dan manusia di dalam kehidupan bersosialisasi.

Secara umum, ilmu sosial budaya dasar bertujuan untuk mengembangkan kepribadian manusia sebaga makhluk sosial ( zoon politicon ) dan sebagai makhluk budaya ( homo humanus ), sehingga mampu menghadapi secara kritis dan berwawasan luas masalah yang mengenai sosial budaya dan permasalahan lingkungan sosial budaya, serta dapat menyelesaikannya dengan baik, tujuan umum ilmu sosial budaya dasar ada beberapa yaitu yang pertama pengembangan kepribadian manusia sebagai makhluk sosial dan makhlik berbudaya, yang kedua kemampuan seseorang menanggapi secara kritis dan berwawasan luas terhadap permasalahan sosial budaya dan permasalahan lingkungan sosial budaya, dan yang terakhir ketiga adalah kemampuan di dalam menyelesaikan secara baik, bijaksana dan obyektif permasalahan – permasalahan di dalam kehidupan bermasyarakat.

Sehingga secara umum kita harus memahami konsep – konsep dasar mengenai manusia sebagai makhluk sosial, dan manusia sebagai makhluk berbudaya memlki daya kritis, wawasan yang luas terhadap permasalahan lingkungan sosial budaya.

Manusia sebagai makhluk berbudaya ( homo humanus ) artinya , manusia itu makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna, karena sejak lahir sudah di bekali dengan unsure akal (ratio), rasa (sense) yang membedakannya dengan makhluk lainnya.

(4)

bersama dengan individu manusia lainnya. Manusia harus hidup bermasyarakat saling berhubungan dan berinteraksi satu sama lain dalam kelompoknya dan juga dengan individu di luar kelompoknya guna memperjuangkan dan memenuhi kepentingannya. 2) Rumusan Masalah

Dari penjelasan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana hakikat, tujuan dan ruang lingkup ilmu sosial budaya dasar ? b. Bagaimana ilmu sosial budaya dasar di dalam kehidupan bermasyarakat ? c. Apa sajakah komponen-komponen ilmu sosial budaya dasar ?

d. Apakah masalah sosial dan pendekatan ilmu sosial budaya dasar ?

3) Tujuan Penulisan

Dari perumusan masalah di atas. Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui hakikat, tujuan dan ruang lingkup ilmu sosial budaya dasar b. Untuk mengetahui ilmu sosial budaya dasar di dalam kehidupan bermasyarakat c. Memahami komponen-komponen ilmu sosial budaya dasar

d. Mengetahui masalah sosial dan pendekatan ilmu sosial budaya dasar

4) Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini mencakup beberapa diantaranya sebagai berikut :

a. Mengerti hakikat, tujuan dan ruang lingkup ilmu sosial budaya dasar b. Mengetahui ilmu sosial budaya dasar di dalam kehidupan bermasyarakat c. Memahami komponen-komponen ilmu sosial budaya dasar

d. Mengerti akan masalah sosial dan pendekatan ilmu sosial budaya dasar

(5)

1) Hakikat , Tujuan dan Ruang Lingkup Ilmu Sosial Budaya Dasar

Ilmu sosial budaya dasar adalah bertujuan untuk mengembangkan kepribadian manusia sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk budaya yang berwawasan luas dan kritis serta dapat menyelesaikan sebuah masalah dengan baik , memahami konsep – konsep dasar tentang manusia sebagai makhluk sosial .

Manusia sebagai makhluk sosial ( zoon politicon ) artinya , manusia sebagai individu tidak akan mampu hidup sendiri dan berkrmbang sempurna tanpa hidup bersama dengan individu manusia lainnya. Manusia harus hidup bermasyarakat saling berhubungan dan berinteraksi satu sama lain dalam kelompoknya dan juga dengan individu di luar kelompoknya guna memperjuangkan dan memenuhi kepentingannya.

Manusia sebagai makhluk berbudaya ( homo humanus ) artinya , manusia itu makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna, karena sejak lahir sudah di bekali dengan unsure akal (ratio), rasa (sense) yang membedakannya dengan makhluk lainnya. Sebagai makhluk berbudaya, manusia hanya mampu mengembangkan diri dan budayanya apabila berhubungan dengan manusia lain.

Berdasarkan hakikat keilmuan, maka tujaun ilmu sosial budaya dasar sebagai bagian dari berkehidupan bermasyarakat adalah :

a. Mengembangkan kesadaran mahasiswa menguasai pengetahuan tentang keanekaragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia sebagai individu dan makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Menumbuhkan sikap kritis, peka, dan arif dalam memahami keragaman, kesederajatan, dan kemartabatan manusia dengan landasan nilai estetika, etika, dan moral dalam kehidupan bermasyarakat.

c. Memberikan landasan pengetahuan dan wawasan yang luas serta keyakinan kepada mahasiswa sebagai bekal bagi hidup bermasyarakat, selaku individu dan makhluk sosial yang beradab dalam memperaktekkan pengetahuan akademik, dan keahliannya serta mampu memberikan problem solving sosial budaya secara bijaksana.

(6)

pembelajaran matakuliah ilmu sosial budaya dasr sebagaimana diungkapkan di atas, maka ada 2 (dua) permasalahan yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup pembahasan, yaitu :

a. Adanya berbaga aspek panda kenyataan-kenyataan yang bersama-sama merupakan suatu masalah sosial, bias ditanggapi dengan pendekatan yang berbeda – beda oleh bidang – bidang pengetahuan keahlian yang berbeda – beda sebagai pendekatan tersendiri maupun gabungan.

b. Adanya keanekaragaman golongan dan satuan sosial dalam masyarakat yang masing – masing mempunyai kepentingan kebutuhan serta pola – pola pemkiran dan pola pola tingkah laku sendiri, tetapi ada juga persamaan kepentingan kebutuhan serta persamaan dalam pola pemikiran dan pola tingkah laku yang menyebabkan adanya pertentangan – pertentangan maupun hubungan – hubungan kesetiakawanan dan kerjasama dalam masyarakat.

Berdasrkan ruang lingkup kajian sebagaimana tersebut di atas kiranya masih memerlukan penjabaran lebih lanjut untuk bias di oprasionalkan ke dalam pokok pembahasan dan sub pokok bahasan :

a. Mempelajari dan menyadari adanya berbagai masalah kependudukan dalam hubungannya dengan perkembangan masyarakat dan kebudayaan.

b. Mempelajari dan menyadari adanya masalah – maslah individu, keluarga, dan masyarakat.

c. Mengkaji masalah – masalah kependudukan dan sosialsasi serta menyadari identitasnya sebagai pemuda dan mahasiswa penerus bangsa dan bernegara.

d. Mempelajari hubungan antara warga Negara dan Negara.

e. Mempelajari hubugan antara pelapisan sosial dan persamaan derajat.

f. Mempelajari masalah – masalah yang dihadapi oleh masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan.

g. Mempelajari dan menyadari adanya pertentangan – pertentangan sosial bersamaan dengan adanya integrasi masyarakat.

h. Mempelajari usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi oleh manusia untuk memenfaatkan kemakmuran dan pengurangan kemiskinan.

2) Ilmu Sosial Budaya Dasar di Dalam Kehidupan Bermasyarakat

(7)

tersebut agar dapat menghasilkan tiga jens kemampuan secara simultan diantaranya adalah :

a. Kemampuan personal artinya, yaitu para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga mampu menunjukkan sikap, tingkah laku, dan tindakan yang mencerminkan kepribadian Indonesia, memahami dan mengenal nilai – nilai keagamaan, kemasyarakatan dan keanekaragaman, serta memiliki pandangan yang luas dan kepekaan terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.

b. Kemampuan akademik artinya, yaitu kemampuan untuk berkomunikasi secara ilmiah baik lisan maupun tulisan, menguasai peralatan analisis maupun berfikir logis, kritis, sistematis, analitis, memiliki kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang di hadapi serta mampu menawarkan alternative pemecahannya.

c. Kemampuan professional artinya, yaitu kemampuan dalam bidang profesi sesuia keahlian bersangkutan, para ahli diharapkan memiliki pengetahun dan keterampilan yang tinggi dalam bidang profesinya.

3) Komponen Ilmu Sosial Budaya Dasar

Ilmu sosial budaya dasar sebagai komponen yaitu sebagai proses pembelajaran dilaksanakan dengan mempertimbangkan guna menjadi penunjang atau penopang bidang keahlian, sehingga out putnya mampu membentuk mahasiswa yang memiliki kemampuan professional ( natural science ).

Wawasan, sikap, dan perilaku melalui ilmu sosial budaya dasar diharapkan mahasiswa yang mempelajarinya dapat menjadi manusia yang memiliki kemampuan personal, kemampuan akademik, dan kemampuan professional. Oleh karena itu, para lulusan akan mampu menjabarkan permasalahan dan mengatasi permasalahan tersebut dengan kearifan. Dengan demikian maka problematika kemanusiaan dan peradaban manusia merupakan fakta obyektif yang penting dikenali secara akademik, rasional, bukan common sense dan sekaligus tetap menjunjung tinggi pemikiran serta nilai – nilai luhur tradisi yang member kebijaksanaan.

4) Masalah Sosial dan Pendekatan Ilmu Sosial Budaya Dasar

(8)

Masalah sosial ini tidaklah sama antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya karena adanya perbedaan dalam tingkat perkrmbangan kebudayaannya, sifat kependudukannya, dan keadaan lingkungan alamnya.

Disiplin – disiplin ilmu pengetahuan yang tergolong ke dalam ilmu sosial telah mempelajari hakikat masyarakat dengan perspektif yang berbeda – beda, maka terhadap keanekaragaman dalam melihat dan mempelajarinya. Masalah – masalah sosial merupakan hambatan dalam usaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Pemecahannya menggunakan cara yang diketahuinya dan yang berlaku, tetapi aplikasinya menghadapi kenyataan, hal yang biasanya berlaku telah berubah, atau terhambat pelaksanaanya. Masalah – masalah tersebut dapat terwujud sebagai masalah sosial, masalah moral, masalah politik, masalah ekonomi, masalah agama, atau masalah – masalah lainnya.

Yang membedakan masalah sosial dengan masalah lainnya adalah bahwa masalah sosial selalu ada kaitannya yang dekat dengan nilai – nilai moral dan pranata – pranata sosial, serta ada kaitannya dengan hubungan – hubungan manusia itu terwujud ( nisbet, 1961 ). Pengertian masalah sosial memiliki dua pendenefisian, yang pertama itu adalah menurut umum atau warga masyarakat, segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum adalah masalah soial, dan yang kedua yaitu menurut para ahli masalah sosial adalah suatu kondisi atau perkembangan yang terwujud dalam masyarakat yang berdasarkan atas studi, mempunyai sifat yang dapat menimbulakan kekacauan terhadap kehidupan warga masyarakat secara keseluruhan.

Salah satu contoh yang kami ambil d buku masalah seorang pedagang kaki lima. Menurut defenisi umum pedagang kaki lima bukan masalah sosial karena merupakan upaya mencari nafkah untuk kelangsungan hidupnya, dan pelayanan bag warga masyarakat pada taraf ekonomi tertentu sebaliknya para ahli perencanaan kota masyarakat pedagang kaki lima sebagai sumber kekacauan lalu lintas dan peluang kejahatan.

Sehingga ada beberapa pakar ilmu yang mengemukakan pendapatnya diantaranya oleh Leslie ( 1949 ) dan Cohen ( 1964 ),

(9)

sesuatu yang tidak di inginkan atau tidak di sukai, oleh karena itu dirasakan perlunya untuk diatasi atau diperbaiki. Batasan masalah sosial sebenarnya agak rumit, mengingat maslah sosial berkaitan dengan system nilai yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan.

b. Menurut Cohen ( 1964 ), bahwa masalah sosial adalah terbatas pada masalah keluarga, kelompok, atau tingkah laku individual yang menuntut adanya campur tangan dari masyarakat yang teratur agar masyarakat dapat meneruskan fungsinya.jadi masalah sosial adalah suatau cara bertingkah laku yang dapat dipandang sebagai tingkah laku yang menentang norma – norma yang telah disepakati bersama oleh warga masyarakat. Batasan ini, masih mengandung aspek obyektif dan subyektif. Tetapi yang jelas, tidak ad satupun tingkah laku manusia yang dapat dianggap sebaga suatu masalah sosial, apabila tdak dianggap suatu penyimpangan secara moral dari norma – norma yang telah diterima secara umum.

Masalah dan kenyataan sosial yang beraneka ragam itu, maka untuk memahami dan mendalami masalahnya perlu ditelusuri dengan berbagai pendekatan yaitu : pendekatan antar bidang ( interdicipline approach ) dan pendekatan beragam ( multidicipline approach ) hal seperti in disebabkan oleh keanekaragaman golongan dan kesatuan sosial yang ada di dalam masyarakat yang masing – masing mempunayai kepentingan, kebutuhan, pola pemikiran dan tingkah laku yang berbeda – beda. Tetapi di balik itu tetap ada persamaan, tetapi tidak kurang menimbulkan pertentangan dan hubungan kesetiakawanan.

BAB III PENUTUP

1) Kesimpulan

(10)

ruang lingkup masyarakat, manusai juga sebagai makhluk yang berbudaya atau homo humanis yaitu manusia diciptakan memiliki ratio dan sense, manusia juga dapat mengembangkan budaya yang iya miliki dengan cara berbaur atau bergaul dengan suatu kelompok atau di dalam kehidupan berkeluarga.

Di dalam kehidupan juga kita tidak luput dari sebuah permasalahan yang ada di mulai dari masalah sosial, masalah keluarga, masalah budaya,masalah tingkah laku itu semua disebabkan akibat tingkah laku seseorang sendiri,sementara masalah sosial disebabkan karena adanya perbedaan dalam tingkat perkembangan kebudayaan, sifat kependudukannya dan keadaan lingkungan sekitarnya sehngga kita harus menempatkan diri dengan sebaik – baiknya berbaur dengan yang bak agar dapat berfikir dan mengarjakan sesuatu denga cara positif.

2) Saran – saran

Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan gambaran dan menambah wawasan kita tentang Ilmu Sosial Budaya Dasar serta perkembangannya dari waktu ke waktu, lebih jauhnya penyusun berharap dengan memahami kebudayaan kita semua dapat menyikapi segala kemajuan dan perkembangannya sehingga dapat berdampak positif bagi kehidupan kita semua .

DAFTAR PUSTAKA

Leslie, White. 1949. The Science of Culture. Strauss: Penerbit Farrar. Cohen, 1964. Social Work and Social Problem. New York: Penerbit NSW. Ahmadi, Abu. 1991. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.

Al-Attas, S.M, Al-Naquib. 1981. Islam dan Sukalarisme. Bandung: Pustaka.

(11)

Makalah Pengaruh Sosial Budaya Masyarakat Terhadap

Kesehatan

KATA PENGANTAR

(12)

baik. Judul makalah ilmiah ini yang penulis ambil adalah “Pengaruh Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Kesehatan”.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu metode pembelajaran bagi Mahasiswa/i (Universitas Negeri Riau) dalam memenuhi tugas (Mata Kuliah Ilmu Alamiah Dasar Semester II). Ucapan terimakasih tidak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas karya tulis ilmiah ini, diantaranya : 1. Muh. Amiruddien Saliem. selaku dosen pengampu.

2. Teman – teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga tersusun makalah ini.

Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini yang namanya penulis tidak dapat sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi penulis apabila mendapatkan kritikan dan saran yang membangun agar karya tulis ilmiah ini sehingga selanjutnya akan lebih baik dan sempurna serta komprehensif.

Demikian akhir kata dari penulis, semoga makalah ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak dan sebagai media pembelajaran budaya khususnya dalam segi teoritis sehingga dapat membuka wawasan ilmu budaya serta akan menghasilkan yang lebih baik di masa yang akan datang. Riau, 10 April 2013

Penulis SITI ROHMI BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang.

(13)

Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif.

Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kesehatan?

2. Bagaimana hubungan kebudayaan dan pengobatan tradisional? 3. Bagaimana konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat? 4. Apa faktor pendorong dan penghambat?

5. Bagaimana solusi peranan pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan? C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian kesehatan.

2. Untuk mengetahui Bagaimana hubungan kebudayaan dan pengobatan tradisional. 3. Untuk mengetahui Bagaimana konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat. 4. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat.

(14)

BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Kesehatan

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.

(15)

UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.

B. Kebudayaan dan Pengobatan Tradisional

Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit. Berbeda dengan ilmu kedokteran yang menganggap bahwa penyebab penyakit adalah kuman, kemudian diberi obat antibiotika dan obat tersebut dapat mematikan kuman penyebab penyakit. Pada masyarakat tradisional, tidak semua penyakit itu disebabkan oleh penyebab biologis. Kadangkala mereka menghubung-hubungkan dengan sesuatu yang gaib, sihir, roh jahat atau iblis yang mengganggu manusia dan menyebabkan sakit.

Banyak suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul akibat guna-guna. Orang yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun untuk meminta pertolongan. Masing-masing suku di Indonesia memiliki dukun atau tetua adat sebagai penyembuh orang yang terkena guna-guna tersebut. Cara yang digunakan juga berbeda-beda masing-masing suku. Begitu pula suku-suku di dunia, mereka menggunakan pengobatan tradisional masing-masing untuk menyembuhkan anggota sukunya yang sakit.

Suku Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa jika anggota sukunya jari kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan melalui jalan biasa dan dia terkena penyakit tuberkulosis maka dia dianggap terkena serangan sihir. Penyakit itu disebabkan oleh serangan tukang sihirdan korban tidak akan sembuh sampai serangan itu berhenti.

Orang Kwakuit di bagian barat Kanada percaya bahwa penyakit dapat disebabkan oleh dimasukkannya benda asing ke dalam tubuh dan yang terkena dapat mencari pertolongan ke dukun. Dukun itu biasa disebut Shaman. Dengan suatu upacara penyembuhan maka Shaman

akan mengeluarkan benda asing itu dari tubuh pasien.1[1] C. Konsep Sehat dan Sakit Menurut Budaya Masyarakat

Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor–faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua

(16)

pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain.

Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.

Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.2[2]

Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:

1. Environment atau lingkungan.

2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan ecological balance.

3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya. 4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan

rehabilitatif.

Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.

(17)

aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek. WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya?

Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar.

Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran modern, mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja.3[3]

Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.

Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya.

Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita akan sembuh.

(18)

Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan sebagainya. Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria.

D. Faktor Pendorong Dan Penghambat

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pengobatan dalam Masyarakat

Perilaku yang dinyatakan di atas adalah berkaitan dengan upaya atau tindakan individu ketika sedang sakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini bisa melalui dengan cara mengobati sendiri sehingga mencari pengobatan ke luar negeri.

Menurut Blum(1974) yang dipetik dari Notoadmodjo(2007), faktor lingkungan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat manakala faktor perilaku pula merupakan faktor yang kedua terbesar. Disebabkan oleh teori ini, maka kebanyakan intervensi yang dilakukan untuk membina dan meningkatkan lagi kesehatan masyarakat melibatkan kedua faktor ini. Menurut Notoadmodjo juga mengatakan mengikut teori Green(1980), perilaku ini dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:

1. Faktor predisposisi yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianuti masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. 2. Faktor pemungkin yang mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan

bagi masyarakat contohnya fasilitas pelayanan kesehatan.

3. Faktor penguat pula mencakup pengaruh sikap dan perilaku tokoh yang dipandang tinggi oleh masyarakat contohnya tokoh masyarakat dan tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas yang sering berinteraksi dengan masyarakat termasuk petugas kesehatan. Selain itu, faktor undang-undang dan peraturan-peraturan yang terkait dengan kesehatan juga termasuk dalam faktor ini.4 [4]

Aspek sosial (mitos) yang berkembang di masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan anak : 1. Dukun sebagai penyembuh

(19)

Masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami kejang-kejang disebabkan karena kemasukan roh halus, dan dipercaya hanya dukun yang dapat menyembuhkannya.

2. Timbulnya penyakit sebagai pertanda

Contoh Demam atau diare yang terjadi pada bayi dianggap pertanda bahwa bayi tersebut akan bertambah kepandaiannya, seperti sudah bisa untuk berjalan.

3. Kesehatan anak juga dipengaruhi oleh faktor budaya dan sosial.

Dimana hingga kini masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan masih menjalankan kepercayaan tersebut. Hal tersebut disebabkan karena kebiasaan yang telah turun temurun terjadi .

Tetapi ada baiknya jika masyarakat juga mempertimbangkan dengan pemahaman menurut para medis karena para medis lebih memahami tentang mana yang baik dalam tumbuh kembang kesehatan anak.

b. Faktor Penghambat Pengobatan Dalam Masyarakat

Belum...

E. Solusi Peranan pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan.

Kebijakan peningkatan peran pengobatan tradisional dalam system pelayanan kesehatan, yaitu : 1. Pengobatan tradisional perlu dikembangkan dalam rangka peningkatan peran serta masyarakat

(20)

2. Pengobatan tradisional perlu dipelihara dan dikembangkan sebagai warisan budaya bangsa, namun perlu membatasi praktek-praktek yang membahayakan kesehatan.

3. Dalam rangka peningkatan peran pengobatan tradisional, perlu dilakukan penelitian, pengujian dan pengembangan obat-obatan dan car-cara pengobatan tradisional.

4. Pengobatan tradisional sebagai upaya kesehatan nonformal tidak memerlukan izin, namun perlu pendataan untuk kemungkinan pembinaan dan pengawasannya. Masalah pendaftaran masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

5. Pengobatan tradisional yang berlandaskan pada cara-cara organobiologik, setelah diteliti, diuji dan diseleksi dapat diusahakan untuk menjadi bagian program pelayanan kesehatan primer. Contoh : dukun bayi, tukang gigi, dukun patah tulang. Sedangkan cara-cara psikologik dan supranatural perlu diteliti lebih lanjut, sebelum dapat dimanfaatkan dalam program.

6. Pengobatan tradisional tertentu yang mempunyai keahlian khusus dan menjadi tokoh masyarakat dapat dilibatkan dalam upaya kesehatan masyarakat, khususnya sebagai komunikator antara pemerintah dan masyarakat.5[5]

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

(21)

telah berhasil dengan baik. Mereka telah muncul sejak ribuan tahun yang lalu, telah memberikan harapan dan penyembuhan kepada yang sakit, mereka menangani juga penyakit-penyakit sosial, dan mereka telah memberikan sumbangan terhadap penambahan populasi dunia secara lambat. Saya juga percaya bahwa beda dengan pengobatan ilmiah ,baik dari aspek-aspek preventif dan , klinisnya, serta semua kekurangan dalm perawatan kesehatannya maka pengobatan tradisional adalah cara kurang memuaskan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan dari penduduk masa kini. Hal ini bukanlah merupakan penilaian kami saja melainkan keputusan para penilai utama, konsumen-konsumen tradisional yang semakin meningkat dalam memilih antara pengobatanya sendiri dengan pengobatanya ilmiah lain.

B. Saran

Saya para penulis dapat berharap kepada para pembaca, setelah membaca makalah ini. Para pembaca apalagi para mahasiswa keperawatan dapat mengaplikasikanya nanti. dapat mengetahui bagaiman system medis tradisional ,apalagi sisi positif dan negatif dari pengobatan system tradisional.

DAFTAR PUSTAKA

Uciha Itachi , 2013 Pengaruh Nilai Sosial Budaya Terhadap Keshatan, 2012

http://macrofag.blogspot.com/

Robertha Natalia Gracia, 2010 Hubungan Aspek Sosial Terhadap Pembangunan Kesehatan,

http://roberthanatalia.blogspot.com/

Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003. Penggunaan Obat Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia.Jurnal bahan alam Indonesia, Volume 2 Nomor4.

(22)

Tradisional Dalam Pengobatan Sendiri di Pedesaan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi Badan Litbangkes.

Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003. Penggunaan Obat Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia.Jurnal bahan alam Indonesia, Volume 2. Sugeng, Dwi. (2007). Pengobatan Alternatif. Yogyakarta: PT. Media Abadi

Antropologi dan Konsep Kebudayaan

BAB I

PERKEMBANGAN SOSIAL BUDAYA DI

INDONESIA

Abstrak

Kebudayaan mempunyai banyak pengertian, tidak terkecuali para ahli sosial juga berusaha merumuskan berbagai definisi tentang kebudayaan. Namun dari pengertian itu masih kurang memuaskan,dan ada dua aliran yang mengartikan kebudayaan itusendiri yaitu aliran idiasional dan aliran behaviorisme atau materialisme. Kebudayaan itu sendiri tersusun dari beberapa komponen yaitu komponen yang bersifat kognitif, normatif, dan material. Dalam perubahan kebudayaan meninjau dari nilai-nilai sosial dan budaya, yang disebut dengan proses modernisasi. Dalam perubahan kebudayaan terdapat beberapa faktor pendorong. Antara manusia dan

kebudayaan juga terdapat hubungan yangsangat erat, bahkan semua yang dilakukan oleh manusia adalah kebudayaan. Namun yang bersifat nalurial bukan termasuk kebudayaan, dan manusia mempunyai kebudayaan tetap yaitu: penganut kebudayaan,pembawa

kebudayaan,manipulator kebudayaan, dan pencipta kebudayaan. Semuanya lazim menyadarkan atau menampilkan nilai-nilai keteladanan, baik dalam aspek gagasan, aspek pengorganisasian dan kegiatan sosial, maupun dalam aspek-aspek kebendaan. Aspek-aspek ini senantiasa dimuati oleh nilai-nilai kearifan dan kebijakan yang memberikan acuan bagaimana orang mesti berfikir, berasa, berkarsa dan berkarya dalam upaya bertanggung jawab pada dirinya, pada sesamanya, dan pada lingkungannya, serta pada Sang Khalik Yang Maha Murbeng Alam ini.

Perubahan sosial adalah menunjukkan suatu proses dari serangkaian upaya untuk menuju atau menciptakan nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi universal, rasional, dan fungsional yang disebut proses modernisasi kebudayaan. Modernisasi suatu

(23)

indonesia. Konflik-konflik yang terjadi di indonesia antara lain adalah: pembrontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Pemberontakan Darul Islam (DI/TII) di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh, dan Pemberontakan PRRI/Permesta.

Kata Kunci : kebudayaan, sosial, budaya, modrnisasi. A. PENDAHULUAN

Kebudayaan sering kali dipahami dengan pengertian yang tidak tepat. Beberapa ahli ilmu sosial telah berusaha merumuskan berbagai definisi tentang kebudayaan dalam rangka memberikan pengertian yang benar tentang apa yang dimaksud dengan kebudayaan tersebut.

Kebudayaan sebagai sebuah tradisi lama, peninggalan nenekmoyang berupa kesenian, yang diwariskan secara turun menuru sampai anak cucu, bahkan sampai sekarang. Dapat diartikan pula sebuah kesenian pada suatu wilayah atau pada suatu perkumpulan masyarakat, yang

berbeda dengan kesenian yang lain. Dapa pula diartikan kebiasaan yang turun temurun dilakukan seperti kegiatan ada.

Akan tetapi ternyata definisi-definisi tersebut tetap saja kurang memuaskan. Terdapat dua aliran pemikiran yang berusaha memberikan kerangka bagi pemahaman tentang pengertian kebudayaan ini, yaitu aliran ideasional dan aliran behaviorisme atau materialisme. Dari berbagai definisi yang telah dibuat tersebut, Koentjaraningrat berusaha merangkum pengertian kebudayaan dalam tiga wujudnya, yaitu kebudayaan sebagai wujud cultural system, social system, dan artifact. ( By windynovita)

Kebudayaan sendiri disusun atas beberapa komponen yaitu komponen yang bersifat kognitif, normatif, dan material. Dalam memandang kebudayaan, orang sering kali terjebak dalam sifat chauvinisme yaitu membanggakan kebudayaannya sendiri dan menganggap rendah kebudayaan lain. Seharusnya dalam memahami kebudayaan kita berpegangan pada sifat-sifat kebudayaan yang variatif, relatif, universal, dan counterculture.( By windynovita)

Sifat chauvinisme pada saat ini suda terasa berkureang dengan banyaknya kebudayaan yang dikenal, dan banyaknya kebudayaan yang bercampur, bahkan ada pula kebudayaan yang terhimpit oleh kebudayaan lain yanag menyebabkan kebudayaan tersebut kurang menonjol dikalangan masyarakat bahkah mendekati kepunahan. Namun semua itu dapat di atasi, sesua dengan perkembangan zaman dan makin banyak budaya luar yang masuk kedalam masyarakat, yaitu dapat diatasi dengan modernisasi kebudayaan.

Dalam suatu proses modernisasi, suatu proses perubahan yang direncanakan, melibatkan semua kondisi atau nilai-nilai sosial dan kebudayaan secar pengklasifikasian yaitu suatu nilai yang akan diambil terlebih dahulu di sejajarkan dengan kondisi dan nilai-nilai sosial dan kebudayaan yang ada, bila ada yang sesuai dan dapat meningkatkan nilai sosial dan kebudayaan, bahkan dapat memperbaharuinya, namun jika ada yang kuran sesuaiu, diabaikan atau tidak terpakai, dapan pula disimpulkan kebudayaan lain diambil dan dipilah-pilah dan diambil yang positif dan yang negatif dibuang, dan tanpa merubah dasar dari kebudayan kita sendiri. Atas dasar ini, semua pihak, tokoh masyaraka, dan anggota masyarakat seharusnya memahami dan menyadari, apabila salah satu aspek atau unsur sosial atau kebudayaan mengalami perubahan, maka unsur-unsur lainnya pasti akan mengondisi dengan unsur-unsur lain yang telah berubah terlebih dulu.( Senin, 10-12-2007 15:28:51 oleh: sekar ramadhania wahyu & hanna merliandra)

Oleh karena itu perlu memahami dan menyadari bahwa sistem nilai yang berlaku dalam

(24)

yang maju atau modern, maka nilai-nilai sosial dan budaya yang bersifat universal dan mengisi semua aspek kehidupan masyarakat yang bersangkutan.( Senin, 10-12-2007 15:28:51 oleh: sekar ramadhania wahyu & hanna merliandra)

Setiap kehidupan di dunia ini tergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap lingkungannya dalam arti luas. Akan tetapi berbeda dengan kehidupan lainnya, manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif. Manusia tidak sekedar mengandalkan hidup mereka pada kemurahan lingkungan hidupnya seperti ketika Adam dan Hawa hidup di Taman Firdaus. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengelola lingkungan dan mengolah sumberdaya secara aktif sesuai dengan seleranya. Karena itulah manusia mengembangkan kebiasaan yang

melembaga dalam struktur sosial dan kebudayaan mereka. Karena kemampuannya beradaptasi secara aktif itu pula, manusia berhasil menempatkan diri sebagai makhluk yang tertinggi derajatnya di muka bumi dan paling luas persebarannya memenuhi dunia.

Di lain pihak, kemampuan manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif itu telah membuka peluang bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju peradaban. Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap lingkungan setempat maupun karena kecepatan perkembangannya.

Antara manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi. Selanjutnya hubungan antara manusia dengan kebudayaan juga dapat dilihat dari kedudukan manusia tersebut terhadap kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan yaitu sebagai:

1. penganut kebudayaan, 2. pembawa kebudayaan, 3. manipulator kebudayaan, dan 4. pencipta kebudayaan.

Pembentukan kebudayaan dikarenakan manusia dihadapkan pada persoalan yang meminta pemecahan dan penyelesaian. Dalam rangka survive maka manusia harus mampu memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya sehingga manusia melakukan berbagai cara.

Hal yang dilakukan oleh manusia inilah kebudayaan. Kebudayaan yang digunakan manusia dalam menyelesaikan masalah-masalahnya bisa kita sebut sebagai way of life, yang digunakan individu sebagai pedoman dalam bertingkah laku.( By windynovita)

B. PEMBAHASAN

Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.

(25)

peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

Ada pula beberapa faktor yang menghambat terjadinya perubahan, misalnya kurang intensifnya hubungan komunikasi dengan masyarakat lain; perkembangan IPTEK yang lambat; sifat masyarakat yang sangat tradisional; ada kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat dalam masyarakat; prasangka negatif terhadap hal-hal yang baru; rasa takut jika terjadi

kegoyahan pada masyarakat bila terjadi perubahan; hambatan ideologis; dan pengaruh adat atau kebiasaan. (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial budaya

Terjadinya sebuah perubahan tidak selalu berjalan dengan lancar, meskipun perubahan tersebut diharapkan dan direncanakan. Terdapat faktor yang mendorong sehingga mendukung perubahan, tetapi juga ada faktor penghambat sehingga perubahan tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Faktor pendorong perubahan

Faktor pendorong merupakan alasan yang mendukung terjadinya perubahan. Menurut Soerjono Soekanto ada sembilan faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial, yaitu:

a. Terjadinya kontak atau sentuhan dengan kebudayaan lain.

Bertemunya budaya yang berbeda menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli maupun budaya asing, dan bahkan hasil perpaduannya. Hal ini dapat mendorong terjadinya perubahan dan tentu akan memperkaya kebudayaan yang ada.

b. Sistem pendidikan formal yang maju.

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang bisa mengukur tingkat kemajuan sebuah

masyarakat. Pendidikan telah membuka pikiran dan membiasakan berpola pikir ilmiah, rasional, dan objektif. Hal ini akan memberikan kemampuan manusia untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya memenuhi perkembangan zaman, dan perlu sebuah perubahan atau tidak. c. Sikap menghargai hasil karya orang dan keinginan untuk maju.

Sebuah hasil karya bisa memotivasi seseorang untuk mengikuti jejak karya. Orang yang berpikiran dan berkeinginan maju senantiasa termotivasi untuk mengembangkan diri. d. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.

Penyimpangan sosial sejauh tidak melanggar hukum atau merupakan tindak pidana, dapat merupakan cikal bakal terjadinya perubahan sosial budaya. Untuk itu, toleransi dapat diberikan agar semakin tercipta hal-hal baru yang kreatif.

e. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.

Open stratification atau sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal atau horizontal yang lebih luas kepada anggota masyarakat. Masyarakat tidak lagi

mempermasalahkan status sosial dalam menjalin hubungan dengan sesamanya. Hal ini membuka kesempatan kepada para individu untuk dapat mengembangkan kemampuan dirinya.

f. Penduduk yang heterogen.

Masyarakat heterogen dengan latar belakang budaya, ras, dan ideologi yang berbeda akan mudah terjadi pertentangan yang dapat menimbulkan kegoncangan sosial. Keadaan demikian

merupakan pendorong terjadinya perubahan-perubahan baru dalam masyarakat untuk mencapai keselarasan sosial.

g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu

(26)

berupa perlawanan, pertentangan, dan berbagai gerakan revolusi untuk mengubahnya. h. Orientasi ke masa depan

Kondisi yang senantiasa berubah merangsang orang mengikuti dan menyesusikan dengan perubahan. Pemikiran yang selalu berorientasi ke masa depan akan membuat masyarakat selalu berpikir maju dan mendorong terciptanya penemuan-penemuan baru yang disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.

i. Nilai bahwa manusia harus selalu berusaha untuk perbaikan hidup.

Usaha merupakan keharusan bagi manusia dalam upaya memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Usaha-usaha ini merupakan faktor terjadinya perubahan.( MF Modifier di 19.20 | Jumat, 10 Desember 2010)

2. Modernisasi Sebagai Kasus Perubahan Sosial dan Kebudayaan

Modernisasi, menunjukkan suatu proses dari serangkaian upaya untuk menuju atau menciptakan nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi universal, rasional, dan fungsional. Lazimnya suka dipertentangkan dengan nilai-nilai tradisi. Modernisasi berasal dari kata modern (maju), modernity (modernitas), yang diartikan sebagai nilai-nilai yang keberlakuan dalam aspek ruang, waktu, dan kelompok sosialnya lebih luas atau universal, itulah spesifikasi nilai atau values. Sedangkan yang lazim dipertentangkan dengan konsep modern adalah tradisi, yang berarti barang sesuatu yang diperoleh seseorang atau kelompok melalui proses pewarisan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Umumnya tradisi meliputi sejumlah norma (norms) yang keberlakuannya tergantung pada (depend on) ruang (tempat), waktu, dan kelompok (masyarakat) tertentu. Artinya keberlakuannya terbatas, tidak bersifat universal seperti yang berlaku bagi nilai-nilai atau values. Sebagai contoh atau kasus, seyogianya manusia

mengenakkan pakaian, ini merupakan atau termasuk kualifikasi nilai (value). Semua fihak cenderung mengakui dan menganut nilai atau value ini. Namun, pakaian model apa yang harus dikenakan itu? Perkara model pakaian yang disukai, yang disenangi, yang biasa dikenakan, itulah yang menjadi urusan norma-norma yang dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, dan dari kelompok ke kelompok akan lebih cenderung beraneka ragam.

Spesifikasi norma-norma dan tradisi bila dilihat atas dasar proses modernisasi adalah sebagai berikut:

a. ada norma-norma yang bersumber dari tradisi itu, boleh dikatakan sebagai penghambat kemajuan atau proses modernisasi,

b. ada pula sejumlah norma atau tradisi yang memiliki potensi untuk dikembangkan,

disempurnakan, dilakukan pencerahan, atau dimodifikasi sehingga kondusif dalam menghadapi proses modernisasi,

c. ada pula yang betul-betul memiliki konsistensi dan relevansi dengan nilai-nilai baru. Dalam kaitannya dengan modernisasi masyarakat dengan nilai-nilai tradisi ini, maka ditampilkan spesifikasi atau kualifikasi masyarakat modern, yaitu bahwa masyarakat atau orang yang

tergolong modern (maju) adalah mereka yang terbebas dari kepercayaan terhadap tahyul. Konsep modernisasi digunakan untuk menamakan serangkaian perubahan yang terjadi pada seluruh aspek kehidupan masyarakat tradisional sebagai suatu upaya mewujudkan masyarakat yang bersangkutan menjadi suatu masyarakat industrial. Modernisasi menunjukkan suatu

perkembangan dari struktur sistem sosial, suatu bentuk perubahan yang berkelanjutan pada aspek-aspek kehidupan ekonomi, politik, pendidikan, tradisi dan kepercayaan dari suatu masyarakat, atau satuan sosial tertentu.

(27)

berkenaan dengan bentuk upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sadar dan kondusif terhadap tuntutan dari tatanan kehidupan yang semakin meng-global pada saat kini dan mendatang. Diharapkan dari proses menduniakan seseorang atau masyarakat yang bersangkutan, manakala dihadapkan pada arus globalisasi tatanan kehidupan manusia, suatu masyarakat

tertentu (misalnya masyarakat Indonesia) tidaklah sekedar memperlihatkan suatu fenomena kebengongan semata, tetapi diharapkan mampu merespons, melibatkan diri dan

memanfaatkannya secara signifikan bagi eksistensi bagi dirinya, sesamanya, dan lingkungan sekitarnya. Adapun spesifikasi sikap mental seseorang atau kelompok yang kondusif untuk mengadopsi dan mengadaptasi proses modernisasi adalah:

a. nilai budaya atau sikap mental yang senantiasa berorientasi ke masa depan dan dengan cermat mencoba merencanakan masa depannya,

b. nilai budaya atau sikap mental yang senantiasa berhasrat mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi-potensi sumber daya alam, dan terbuka bagi pengembangan inovasi bidang iptek. Dalam hal ini, memang iptek bisa dibeli, dipinjam dan diambil alih dari iptek produk asing, namun dalam penerapannya memerlukan proses adaptasi yang sering lebih rumit daripada

mengembangkan iptek baru,

c. nilai budaya atau sikap mental yang siap menilai tinggi suatu prestasi dan tidak menilai tinggi status sosial, karena status ini seringkali dijadikan suatu predikat yang bernuansa gengsi pribadi yang sifat normatif, sedangkan penilai obyektif hanya bisa didasarkan pada konsep seperti apa yang dikemukakan oleh D.C. Mc Clelland (Koentjaraningrat, 1985), yaitu achievement-oriented, d. nilai budaya atau sikap mental yang bersedia menilai tinggi usaha fihak lain yang mampu meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.

Tanpa harus suatu masyarakat berubah seperti orang Barat, dan tanpa harus bergaya hidup seperti orang Barat, namun unsur-unsur iptek Barat tidak ada salahnya untuk ditiru, diambil alih,

diadopsi, diadaptasi, dipinjam, bahkan dibeli. Manakala persyaratan ini telah dipenuhi dan keempat nilai budaya atau sikap mental yang telah ditampilkan telah dimiliki oleh suatu

masyarakat tersebut. Khusus untuk masyarakat di Indonesia, sejarah masa lampau mengajarkan bahwa sistem ekonomi, politik, dan kebudayaan dari kerajaan-kerajaan besar di Asia seperti India dan Cina, yang diadopsi dan diadaptasi oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara ini, seperti Sriwijaya dan Majapahit, namun fakta sejarah tidak membuktikan bahwa orang-orang Sriwijaya dan Majapahit, dalam pengadopsian dan pengadaptasian nilai-nilai kebudayaan tadi sekaligus menjadi orang India atau Cina.

Proses modernisasi sampai saat ini masih tampak dimonopoli oleh masyarakat perkotaan (urban community), terutama di kota-kota Negara Sedang Berkembang, seperti halnya di Indonesia. Kota-kota di negara-negara sedang berkembang menjadi pusat-pusat modernisasi yang

diaktualisasikan oleh berbagai bentuk kegiatan pembangunan, baik aspek fisik-material, sosio-kultural, maupun aspek mental-spiritual. Kecenderungan-kecenderungan seperti ini, menjadikan daerah perkotaan sebagai daerah yang banyak menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi penduduk pedesaan, terutama bagi generasi mudanya. Obsesi semacam ini menjadi pendorong kuat bagi penduduk pedesaan untuk beramai-ramai membanjiri dan memadati setiap sudut daerah perkotaan, dalam suatu proses sosial yang disebut urbanisasi. Fenomena demografis seperti ini, selanjutnya menjadi salah satu sumber permasalahan bagi kebijakan-kebijakan dalam upaya penataan ruang dan kehidupan masyarakat perkotaan. Sampai dengan saat sekarang ini masalah perkotaan ini masih menunjukkan gelagat yang semakin ruwet dan kompleks.( Prof. Dr. Awan Mutakin, M.Pd)

(28)

Yang dimaksudkan orientasi atau arah perubahan di sini meliputi beberapa orientasi, antara lain: a. perubahan dengan orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur

kehidupan sosial yang mesti ditinggalkan atau diubah,

b. perubahan dengan orientasi pada suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru,

c. suatu perubahan yang berorientasi pada bentuk, unsur, atau nilai yang telah eksis atau ada pada masa lampau. Tidaklah jarang suatu masyarakat atau bangsa yang selain berupaya mengadakan proses modernisasi pada berbagai bidang kehidupan, apakah aspek ekonomis, birokrasi,

pertahanan keamanan, dan bidang iptek; namun demikian, tidaklah luput perhatian masyarakat atau bangsa yang bersangkutan untuk berupaya menyelusuri, mengeksplorasi, dan menggali serta menemukan unsur-unsur atau nilai-nilai kepribadian atau jatidiri sebagai bangsa yang

bermartabat.

Tidaklah jarang, bahwa tokoh-tokoh dan ungkapan-ungkapan yang bernuansa seni sastra pada masa lampau, baik suatu fenomena yang bernuansa imajinasi, yang ditampilkan oleh berbagai bentuk ceritera rakyat atau folklore. Semuanya lazim menyadarkan atau menampilkan nilai-nilai keteladanan, baik dalam aspek gagasan, aspek pengorganisasian dan kegiatan sosial, maupun dalam aspek-aspek kebendaan. Aspek-aspek ini senantiasa dimuati oleh nilai-nilai kearifan dan kebijakan yang memberikan acuan bagaimana orang mesti berfikir, berasa, berkarsa dan berkarya dalam upaya bertanggung jawab pada dirinya, pada sesamanya, dan pada

lingkungannya, serta pada Sang Khalik Yang Maha Murbeng Alam ini. Nilai-nilai seperti inilah yang menjadi nuansa-nuansa dalam membagun kepribadian atau jatidiri sebagian besar

masyarakat atau suatu kelompok bangsa dimanapun mereka berada.

Dalam memantapkan orientasi suatu proses perubahan, ada beberapa faktor yang memberikan kekuatan pada gerak perubahan tersebut, yang antara lain adalah sebagai berikut.:

a. suatu sikap, baik skala individu maupun skala kelompok, yang mampu menghargai karya pihak lain, tanpa dilihat dari skala besar atau kecilnya produktivitas kerja itu sendiri.

b. adanya kemampuan untuk mentolerir adanya sejumlah penyimpangan dari bentuk-bentuk atau unsur-unsur rutinitas, sebab pada hakekatnya salah satu pendorong perubahan adanya individu-individu yang menyimpang dari hal-hal yang rutin. Memang salah satu ciri yang hakiki dari makhluk yang disebut manusia itu adalah sebagai makhluk yang disebut homo deviant, makhluk yang suka menyimpang dari unsur-unsur rutinitas,

c. mengokohkan suatu kebiasaan atau sikap mental yang mampu memberikan penghargaan (reward) kepada pihak lain (individual, kelompok) yang berprestasi dalam berinovasi, baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan iptek,

d. adanya atau tersedianya fasilitas dan pelayanan pendidikan dan pelatihan yang memiliki spesifikasi dan kualifikasi progresif, demokratis, dan terbuka bagi semua fihak yang membutuhkannya.

(29)

modern (maju), mungkin menimbulkan kegoncangan-kegoncangan pada unsur-unsur atau nilai-nilai yang tengah berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, yang sering disebut sebagai culture-shock atau kejutan-kejutan budaya yang terjadi pada tatanan kehidupan suatu masyarakat yang tengah menghadapi berbagai perubahan.( Prof. Dr. Awan Mutakin, M.Pd)

4. MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN INDONESIA

Dinamika sosial dan kebudayaan itu, tidak terkecuali melanda masyarakat Indonesia, walaupun luas spektrum dan kecepatannya berbeda-beda. Demikian pula masyarakat dan kebudayaan Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di negeri maju lainnya. Betapapun, masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi. Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang mmicu perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat

(external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka .

Betapapun cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan factor apapun penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial terutama dalam masyarakat majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia.( Senin, 10-12-2007 15:28:51 oleh: sekar ramadhania wahyu & hanna merliandra)

5. PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN DEWASA INI

Masyarakat Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini. a. Penerapan teknologi maju

Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional selama 32 tahun yang lalu telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan keahlian tenagakerja dengn sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive capital investment); Modal yang besar itu harus dikelola secara professional (management) agar dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin; Karena itu juga memerlukan tenagakerja yang

berketrampilan dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan (achievement orientation).

(30)

mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial yang pada

gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konflik sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.

b. Keterbatasan lingkungan (environment scarcity)

Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin berat yang mahal harganya dan beaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk

menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan dhutan secara besar-besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar.

Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang pada gilirannya mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan

mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di explotasi secara besar-besaran.

Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.

Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus nmampu

memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olahkehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial seperti kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak.

Kelumpuhan sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk. (Senin, 10-12-2007 15:28:51 oleh: sekar ramadhania wahyu & hanna merliandra)

6. DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

Fenomena perubahan sosial budaya yang terjadi sangat tergantung dari kemampuan masyarakat dalam mengarungi perubahan itu termasuk kesiapan dalam melakukan perubahan. Perubahan secara cepat dapat terjadi apabila ada keinginan umum untuk mendorong terjadinya perubahan itu, ada pemimpin, tujuan yang pasti, dan waktu yang tepat untuk melaksanakan perubahan yang cepat tersebut.

Berdasarkan tingkat perubahan yang terjadi, adakalanya perubahan tersebut memiliki pengaruh yang besar dan mendasar, tetapi ada juga yang pengaruhnya tidak begitu besar dan tidak

mendasar. Sebagai contoh, perkembangan mode pada fashion bersifat siklis dan pengaruhnya tidak begitu mendasar karena hanya bersifat sementara, jangka waktu perubahan relatif cepat. Contoh perubahan yang amat mendasar dan memerlukan waktu yang panjang adalah perubahan dari masyarakat agraris be masyarakat industri.

(31)

sehingga perubahan itu pada suatu saat tertentu akan memperoleh hasil yang diharapkan.

Apa dan bagaimana perubahan sosial budaya dapat terjadi? Kalau kita pikirkan sebenarnya yang selalu abadi dalam perjalanan kehidupan manusia adalah “perubahan” itu sendiri. Namun, secara garis besar, kita dapat membedakan sebab terjadinya perubahan tersebut berasal dari faktor internal dan faktor eksternal.

Perilaku masyarakat akibat perubahan sosial dapat berupa pemberontakan, aksi pastes, demonstrasi, data tindakan kriminal. Berikut beberapa contoh perubahan sosial budaya di indonesia:

1.Pemberontakan

a.Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) terjadi ketika sebagian kecil kelompok masyarakat Ambon yang dipimpin oleh Christian Robert Steven Soumokil, bekas Jaksa Agung Negara Indonesia Titnur (NIT) tidak puas dengan terjadinya proses kembali ke negara kesatuan setelah Konfe-rensi Meja Bandar (KMB). Pemberontakan ini menggunakan unsur KNIL yang merasa tidak pasti tentang status mereka setelah KMB. Pemberontakan ini berlangsung sekitar 4 balms dan berakhir setelah pemimpin mereka, dr. Soumokil, ditangkap. Sebagian dari yang berhasil lolos dari kejaran tentara RI melarikan diri ke Belanda data bergabung dengan mereka yang telah bermigrasi lebih awal serta membentuk RMS di pengasingan. Di sini jelas bahwa pemberontakan yang mereka lakukan karena adanya perubahan sosial-budaya khususnya status mereka anggota KNIL setelah KMB.

b.Pemberontakan Darul Islam (DI/TII) di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.

Pemberontakan ini merupakan gerakan keagamaan yang bertujuan membentuk negara Indonesia berazaskan hukum Islam. Pemberontakan di daerah-daerah tersebut pada umumnya terjadi karena ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat yang tidak memberikan penghargaan yang pastas untuk mereka yang telah berjuang membela dan mempertahankan RI. Bentuk

ketidakpuasan itu tentu mempunyai latar belakang yang berbeda. Yang pasti pars pemimpin gerakan merasa tidak puas karena adanya perubahan sosial budaya. Di Aceh misalnya Daud Beureh tidak puas akan kedudukannya yang semula sebagai gubemur Daerah istimewa Aceh menjadi salah satu karesidenan Sumatra utara bukan lagi provinsi. Pemerintah RI setelah

kembali menjadi negara kesatuan melakukan penyederhanaan administrasi, sehingga status Daud Beureh tidak lagi menjadi gubernur Aceh melainkan hanya seorang residen.

c. Pemberontakan PRRI/Permesta.

Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) terjadi di Sumatra Barat dan Permesta di Sulawesi Utara. Kedua pemberontakan ini terjadi karena ketidakpuasan terhadap kebijakan ekonomi tersentralisir yang dikeluarkan pemerintah pusat yang semula otonomi. Sebab dalam kenyataannya hasil yang diperoleh dari daerah ke pusat tidak dimanfaatkan untuk

mensejahterakan penduduk daerah mereka sendiri. Mereka menuntut kembali adanya

desentralisasi ekonomi khususnya di bidang ekspor.( GEOGRAFI dan SOSIOLOGI - Yudhistira Ghalia Indonesia)

7. DAMPAK PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN TERHADAP BUDAYA GLOBAL

Tak dapat dipungkiri bahwa faktor kemajuan peradaban dunia sebagai indikasi kemajuan berfikir umat manusia, tak salah apabila disebut bahwa umat manusia dewasa ini telah diperhadapkan pada situasi yang serba maju, instant dan pola pemikiran yang kritis. Kemajuan peradaban itu banyak mengakibatkan perubahan di segala aspek kehidupan individu, keluarga, masyarakat, bernegara maupun berbangsa.

(32)

sebagai sebuah proses yang harus dijalani, dimaklumi dan kehadirannya senantiasa menimbulkan berbagai perubahan dalam praktiknya. Sehingga memaksa masyarakat budaya, mau tak mau atau sadar atau tidak sadar diperhadapkan pada situasi yang sulit antara menerima perubahan

perdaban itu (karena tidak ingin dianggap kolot) atau menolak perubahan itu kendatipun dianggap primitif, konvensional dan ortodoks.

Perselisihan atau tepatnya perbedaan pemikiran seperti itu dapat muncul sebagai reaksi terhadap berbagai tindakan yang bagi sebagian orang bergerak seolah-olah meninggalkan kebudayaannya sedang sebagian orang ingin mempertahankannya sebagai sebuah warisan leluhur bersama (common heritage) yang wajib dijaga dan dilestarikan. Fenomena berikutnya adalah diakibatkan oleh mobilitas tanpa limit, dimana manusia tidak lagi dapat begitu saja dihempang dalam

mobilitasnya.

Katakan saja, andai seseorang ingin bepergian ke tempat lain (negara Lain) maka tak seorangpun yang dapat menghempangnya apabila ia telah menetapkan bahwa ia harus berangkat. Keadaan ini juga mengakibatkan adanya perpaduan (assimilation) di tempat baru dimana ia berpijak, sehingga melahirkan penilaian apa yang diperoleh, diidolakan sebelumnya dengan dimana ia tinggal dan lihat.

Penilaian itu dapat saja memicu lahirnya interpretasi bahwa apa yang melekat pada dirinya ketika memutuskan untuk bepergian itu dinilai sebagai sesuatu yang kolot, tradisional dan tertinggal. Ia kemudian mengenakan berbagai atribut yang dianggap sebagai simbolisasi budaya maju seperti kritis, egoisme, dan materialistis. Kondisi lain adalah meningkatnya mobilitas sekolah antara negara dimana juga telah mempengaruhi pengakuan terhadap budaya lokalnya. Keadaan dimana sipelaku diperhadapkan pada situasi dan alternatif yang kritis seperti itu telah menciptakan adanya anggapan bahwa budaya (lokal) tidak mampu menyaingi budaya (global) yang sedang mendunia. Namun demikian, bagi sebahagian orang tidak demikilan, bahwa budaya lokal senantiasa akan bertahan (lestari) apabila sipelaku tidak membiarkan budaya (lokal)-nya itu tidak tertindas, tidak tradisional dan tidak terbelakang apabila terdapat upaya sipelaku

memajukan atau melakukan perubahan (innovation) dan penerapan (invention) terhadap apa yang disebut dengan budaya lokalnya itu. Lantas dalam situasi yang demikian ini dimana kemajuan zaman dan pola berfikir manusia tidak lagi dapat dibatasi, serta tingginya faktor komunikasi dan media penyampai, seberapa jauhkah budaya lokal itu dapat bertahan? ( Erond Litno Damanik MSi)

8. DAMPAK MODERNISASI TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL

Tak dapat disangsikan bahwa kemajuan pemikiran manusia yang senantiasa berupaya untuk menghasilkan hal-hal baru dalam hidupnya adalah hal wajar yang dilakukan sebagai makhluk yang berakal. Berangkat dari asumsi bahwa pemikiran manusia akan senantiasa merubah kondisi sosial, maka hal yang demikian itu dapat diterima secara mutlak.

Pada dasarnya perubahan itu dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup, peradaban (civilzation) dan kesempurnaan hidupnya yang meskipun pada dasarnya akan senantiasa juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi peradaban itu sendiri. Katakanlah, kebiasaan manusia mengkonsumsi (membeli) makanan yang serba instant, tanpa ada upaya untuk membuatnya, akan melemahkan dan memandulkan kreativitas. Belum lagi hal yang serupa itu diterima dan meresap pada diri anak-anak, maka seumur hidupnya akan menjadi pengkonsumsi utama tanpa adanya niat untuk mencoba membuatnya dengan keinginan sendiri. Alhasil, generasi yang muncul berikutnya adalah generasi yang nirkreativitas.

(33)

mereduksi dampak negatif dari social change itu. Siklusnya dapat dicerna melalui adanya

rekayasa sosial (social engineering), rekontruksi sosial (social recontruction). Pada tahap ini akan muncul sikap menerima (receive) ataupun berupaya menolaknya (defence). Kemudian, dalam upaya menghindari bentrok budaya (paling tidak dalam paradigma) pemikiran) maka pada saat itu dibutuhkan agen-agen perubahan (social agent) sebagai media penyampai agenda perubahan itu. Apabila, perubahan itu muncul sebagai yang tidak direncanakan, maka peran itu akan digantikan oleh sosok atau figur yang dapat menjembatani perubahan yang sedang terjadi. Dengan begitu, perubahan yang sedang terjadi dan akan terjadi, maupun yang direncanakan ataupun tidak (kurang) direncanakan tidak akan mengalami benturan kebudayaan (peradaban) pada masyarakat kekinian. Justru dengan demikian, yang tengah terjadi adalah pemerkayaan khasanah kebudayaan dan bukan pergeseran. Dengan begitu, hipotesa kebudayaan selanjutnya adalah bahwa tidak akan pernah terjadi pergeseran kebudayaan apalagi upaya meninggalkan budaya lokal itu yang meskipun pada tataran performa seolah-olah kebudayaan itu telah bergeser atau ditinggalkan. Perubahan yang demikian itu justru harus dimaknai sebagai upaya

pemberdayaan dan pemerkayaan kebudayaan itu sendiri sebagai system makna (system of meaning) ( Erond Litno Damanik MSi).

C. PENUTUP 1. Kesimpulan

Sebuah peradaban mempunyai kebiasaan tingkah laku dan kesenian yang dapat disebut

kebudayaan. Seiring waktu berjalan sebuah kesenian itu akan tersisih oleh waktu dan minat dari masyarakat untuk melestarikanya, begitu juga dengan masuknya atau datangnya sosial budaya luar yang lebih diminati masyaraka, yang seiring waktu akan menyisihkan kebudayaan lokal itusendiri. Untuk mempertahan kan kebudayaan itu sendiri harus melakukan perubahan atau penambahan dari kebudayaan yang telah ada ditambah dengan kebudayaan yang baru. Semua itu membutuhkan sebuah proses untuk memilah-milah kebudayaan luar yang dapat diterima

dimasyarakat. Dalam menambah kebudayan atau mencampur kebudayan kita sebaiknya

melakukan pengklasifikasdian, karena penambahan kebudayaan akan mempengaruni berubahnya nilai-nilai sosial dan budaya. Semua proses tersebut dapat dinamakan sebagai proses modernisasi kebudayan.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

http://mgmpips.wordpress.com/2007/03/05/proses-perubahan-sosial-budaya/ (Sabtu, 08-01-2011, 09:37 WIB)

http://id.wikipedia.org/wiki/Perubahan_sosial_budaya (Sabtu, 08-01-2011, 09:53 WIB)

http://windynovita.wordpress.com/2010/01/03/artikel-ilmu-budaya-dasar/ (Sabtu, 08-01-2011, 10:21 WIB)

http://www.wikimu.com/News/DisplayNewsRemaja.aspx?id=5142 (Sabtu, 08-01-2011, 10:44 WIB)

http://www.silaban.net/2006/11/26/budaya-lokal-vs-budaya-global-sanggupkah/ (Sabtu, 08-01-2011, 11:00 WIB)

Referensi

Dokumen terkait

Mata kuliah Dasar-dasar Ilmu Sosial merupakan mata kuliah fakulter pengganti mata kuliah Dasar-dasar Ilmu Sejarah, Dasar-dasar Ilmu Sosiologi, Dasar-dasar Ilmu Politik,

Karena menurut saya mempelajari ISBD (Ilmu Sosial dan Budaya Dasar) itu sangat penting dengan alasan yaitu sebagai mahasiswa dalam dunia perkuliahan saja tentunya kita akan

Ilmu Sosial Dasar ( ILMU SOSIAL DASAR ) adalah ilmu pengetahuan yang menelaah masalah-masalah sosial yang timbul dan berkembang, khususnya yang diwujudkan oleh warga

Ilmu Budaya adalah suatu ilmu pengetahuan mengenai aspek-aspek yang paling mendasar dalam kehidupan manusia sebagai mahluk berbudaya (homohumanus) dan masalah-masalah yang

7. Sebagai modal dasar pembangunan. Dengan demikian, manusia merupakan makhluk yang berbudaya, melalui akalnya manusia dapat mengembangkan kebudayaan. Begitu pula manusia hidup

9 Effendi Wahyono, Modul 1: Ilmu Pengetahuan dan Manfaatnya dalam Modul Ilmu Sosial Dasar, Penerbit Universitas Terbuka Jakarta, …….. dan makhluk sosial dalam kehidupan

Ilmu budaya dasar adalah suatu pengetahuan yang menelaah berbagai masalah kemanusiaan dan budaya, dengan menggunakan pengertian-pengertian yang berasal dari dan telah dikembangkan

Secara umum, ilmu sosial budaya dasar bertujuan untuk mengembangkan kepribadian manusia sebaga makhluk sosial ( zoon politicon ) dan sebagai makhluk budaya ( homo