• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMALISASI AGAMA DAN NEGARA docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FORMALISASI AGAMA DAN NEGARA docx"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II PEMBAHASAN A. RELASI AGAMA DAN NEGARA

Tidak asing lagi pada telinga kita bahwa perdebatan dikalangan para pakar tentang apakah Islam mencakup aspek politik, ataukah Islam hanya mengurusi soal Akhirat saja, dalam artian hanya memparhatikan hubungan antara makhluk dan Tuhannya. Hal tersebut sampai sekarang masih merupakan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Walaupun para pakar mencoba untuk memberikan jawaban tentang pertanyaan tersebut, namun mereka belum bersepakat tentang hal itu.

Dalam bahasan ini penulis mencoba mengkomparasikan antara beberapa pendapat para pakar yang mengatakan bahwa Islam adalah agama dan negara dengan yang mengatakan Islam merupakan agama yang hanya mengurusi masalah Ibadah seperti Shalat, Zakat, Haji dan lain-lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah politik. Dan penulis akan menguraikan pendapat yang mengatakan Islam hanyalah agama yang tidak ada hubungnnya dengan politik, lalu baru memaparkan pendaapat yang menjadi penengah pendapat tersebut; yaitu yang mengatakan bahwa Islam adalah negara dan agama yang tidak terpisahkan. Maka hal itu kami akan menguraikan beberapa pandapat yaitu:

a. Pendapat yang mengatakan Islam hanyalah agama, bukan negara.

Menurut Abid Al-Jabiri, untuk mengetahui pemahaman istilah-istilah pemisahan agama dan negara adalah: Pertama, dalam sejarah Islam tidak terdapat perbedaan atau pemisahan antara agama dan negara, dan tidak ada penguasa dalam sejarah Islam yang mengatasnamakan agama. Karena tidak seorang pemimpin yang mampu menjalankan hukumnya dengan tanpa mengatasnamakan khidmah (pengabdian) pada agama. Kedua, dalam sejarah Islam, tidak ada instansi khusus yang menangani urusan agama yang terpisah dari negara. Para fuqaha tidak mengorganisir dirinya, tetapi mereka berijtihad dan berfatwa secara individu.

(2)

ahkam (pemerintah) pada kata din (agama), dan kata sultah (penguasa) pada kata

dawlah (negara). Yang akhirnya menjadi ahkam wa sultah.1

Lebih lanjut menurut Muhammad Abid Al-Jabiri, Islam muncul dikalangan penduduk yang tidak mempunyai negara. Daulah Arabiyyah Islamiyah muncul secara bertahap tetapi dengan proses yang cepat, disela-sela menyebarnya dakwah Islam dan kemenangan Nabi pada perang-perangnya. Kemudian disebabkan menyebarnya futuhat serta keberhasilan Arab sebagai kekuatan Internasional yang akhirnya menjalin hubungan dengan negara-negara lain.

Kita tidak bisa mengklaim bahwa Nabi diawal dakwahnya bertujuan untuk mendirikan negara. Tidak ada satupun Hadis yang mengauatkan hal ini. Bahkan sebaliknya terdapat Hadis Mutawatir yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW. menolak mentah-mentah tawaran yang diberikan penduduk Mekkah pada wal dakwahnya, yaitu disuruh memilih untuk pemimpin mereka sebagai kompensasi dari meniggalkan dakwah pada agama baru.

Hal ini membuktikan bahwa tujuan Nabi Muhammad SAW pada awal dakwahnya adalah menyebarkan agama baru bukan mendirikan negara dan menjadi penguasa. Begitu juga Al-Qur’an tidak menegaskan dengan surat yang jelas bahwa dakwah Islamiah adalah dakwah untuk mendirikan negara, kerajaan, atau bahkan imperatur dan seterusnya. Tidak ada teks yang jelas yang mengharuskan atau melarang orang Islam untuk mendirikan pemerintahan tertentu. Hal ini yang menyebabkan para tokoh aliran Islam mengatakan diperbolehkan meninggalkan khalifah secara mutlak, negara, jika mereka telah melakukan hak-hak dan kewajiban keagamaan.2

Islam tidak mewasiatkan dan tidak mensyaratkan pemerintahan dengan model tertentu dan tidak merumuskan dengan model pemerintahan3 sedangkan menurut Ali Abd Raziq, terjadang Rasul dalam mengatur umat sama dengan aturan seorang raja. Tetapi, Rasul punya tugas yang tidak dimiliki oleh penguasa lain. Kekuasaan Nabi adalah kekuasaan yang umum. Semua perintahnya ditaati oleh orang Islam, hukumnya bersifat universal. Tidak ada satu hukum pun kecuali dicakup oleh kekuasaan Nabi SAW. dan tidak ada kepemimpinan dan kekuasaan kecuali dibawah kekuasaan Nabi SAW.

Otoritas Nabi terhadap kaumnya adalah otoritas ruhiyah, sumbernya adalah iman dihati. Sementara otoritas pemerintah adalah otoritas materi, yang tidak ada

1 Muhammad Abid Al-Jabiri, Ad-Din wa Ad-Daulah wa tadbiq Asy-Syar’iah. Beirut: Markaz Dirasat Al-Wahdat Al-Arabiyyah. 1996. hal. 61-63.

2Ibid., hal. 64-71

(3)

hubungannya dengan hati. Al-Qur’an menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW. tidak punya hak pada umatnya kecuali hak keNabian. Jika Nabi adalah seorang raja maka dia punya seorang raja pada umatnya. Allah SWT berfirman:

Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". Q. S. Al-A’raf: 188 Menurut Asymawi, ia tidak mengakui adanya hubungan antara agama dengan negara. Hal ini dapat kita simpulkan dari hipotesis yang mengatakan baik dari Al-Qur’an maupun Hadis yang menegaskan aturan hukum Islam tidak membatasi dengan suatu model pemerintahan maupun aturan hukum. Jadi kita sepakat dengan Asymawi dapat dipahami bahwa agama tidak menetukan model pemerintahan Islam dengan aturan secara khusus. Semua aturan adalah karya atau hasil ijtihad manusia, karena itu maka akan selalu berkembang dan berubah selamanya.4

b. Pendapat yang mengatakan Islam adalah negara dan agama.

Abdul Qadim Zallum mengatakan negara Islam berdiri diatas landasan akidah Islam, dan akidah Islam inilahyang menjadi asasnya. Secara syar’i, akidah Islam dalam keadaan apapun, tidak boleh terlepas dari negara. Sehingga sejak pertama kali Rasulullah membangun sebuah pemerintahan di Madinah, serta memimpin disana, beliau seger amembangun kekuasaan dan pemerintahannya dengan landasan akidah Islam.

Agama tidak memisahkan urusan dunia dan akhirat, tidak memisahkan anatara

maslahah pribadi dan maslahah kelompok. Bahkan merealisasikan kebahagiaan pribadi dan kelompok didunia dan akhirat. Islam tidak akan terealisasi seperti yang dikehendaki oleh Allah SWT. kecuali jika ada pemerintahan yang menerapkan hukum Islam pada segala aspek, politik, ekonomi, peradilan dan hubungan Internasional. Menurut Muhammad Imarah, dalam Islam hubungan antara agama dan negara berbeda dengan yang ada pada orang Kristen; yaitu tidak bercampur baur dan tidak terpisahkan antara bersifat keTuhanan dengan yang bersifat kemanusiaan, antara yang pasti dan yang berubah.5

B. INTERNALISASI AGAMA DAN NEGARA

4 Moh. Toriquddin. Relasi Agama & Negara. Malang: UIN Malang Press. 2009. hal 67-73.

(4)

Kehidupan umat Islam adalah menyatu dan tidak memisahkan antara yang profan dan yang sakral, antara dunia dan akhirat,antara masalah keagamaan dan sekuler, dan sebagainya. Seluruh dimensi kehidupan umat Islam didasarkan pada tauhid yang merupakan esensi Islam. Al-Qur’an dan Sunnah tidak memerintahkan untuk mendirikan negara Islam, keduanya harus memberikan tuntunan yang rinci tentang struktur lembaga negara, sistem perwakilan rakyat, hubungan antara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, pemilihan umum (sistem distrik maupun proporsional), dan lain-lain.

Penjelasan yang rinci semacam itu, menurut Rais mengakibatkan “Negara Islam” hanya cocok pada abad ke-7, sebuah model yang dengan cepat akan menjadi ketinggalan dan tidak akan mampu memecahkan problem-problem modern sesuai dengan dinamika kemasyarakatan. Namun demikian tidak berarti bahwa umat Islam dapat mendirikan negara menurut kehendaknya sendiri dan mengabaikan prinsip-prinsip Islam, karena hal semacam itu akan mengakibatkan berdirinya negara sekuler, tanpa dimensi spritual dan cenderung pada kehidupan matrealistik. Prinsip-prinsip Islam adalahkeadlian musyawarah dan persaudaraan, atau persamaan. Rais menambahkan “kebebasan” sebagai salah satu dari nilai-nilai politik Islam. dia juga menegaskan pentingnya syari’ah sebagai sumber hukum atau pola hidup dalam masyarakat Islam.6

Harus diakui bahwa kaum muslimin tidak memilki model “Negara Islam” yang jelas dan konkret dalm sejarah. Hal inilah yang menyebabkan munculnya kebingungan dan tidak adanya konsensus mengenai apa yang disebut sebagai negara Islam. Kebingungan ini disebabkan beberapa faktor:Pertama, negara ideal Madinah (dibawah pimpinan Nabi Muhammad SAW dan para khulafaur rasyidin) tidak menwarkan rincian yang bisa mengilhami penerapannya di alam modern dan kontemporer. Kedua, praktik kekhalifahan yang belakangan, yakni pada periode Umayyah dan Abbasiyah hanya menyediakan kerangka sistem lembaga-lembaga politik, pajak, dan sebagainya. Ketiga, kegagalan secara penuh mendirikan negara Islam mengarah pada perumusan cita-cita ideal (hukum Islam dan teori politik) yang paling banter menggambarkan masyarakat Utopia yang melulu bersidat teoritis dan teridealisasi. Keempat, hubungan antara negara dan agama seperti kebanyakan kepercayaan, praktik, dan bahkan wahyu itu sendiri selama berabad-abad menjadi subjek beragam interpretasi.

Karena kurangnya model negara Islam yang spesifik dan disepakati kalangan aktivis, organisasi-organisasi, maka pemerintahan Islam kontemporer harus mengarahkan sendiri sejumlah isu penting dalam internalisasi antara agama dan negara yang beragam, yakni ciri

(5)

pemerintahan, lembaga-lembaga politik, dan hubungan internasional yang aplikatif dalam situasi politik global.

C. Formalisasi Agama dan Negara

Adanya negara merupakan suatu kebutuhan nagi kebutuhan manusia, namun haruskan adanya negara berlabelkan Islam? Menurut penulis tidak sependapat dengan Al-Qardhawi yang mengatakan bahwa mendirikan negara Islam hukumnya wajib. Karena Islam tidak pernah mempunyai konsep tentang negara secara detail dan pasti, bahkan menurut Amin Rais, Al-Qur’an dan Sunnah tidak memerintahkan pendirian negara Islam, tetapi keduanya memberikan etika yang jelas untuk mengatur seluruh kehidupan manusia, termasuk kehidupan politik.

Menurut Ahmad Syafi’i Maarif bahwa Al-Qur’an tidak menemukan model spesifik mengenai struktur organisasi politik yang harus diimplementasikan oleh umat Islam. Perhatian utama Al-Qur’an adalah untuk menciptakan masyarakat negara berdasarkan keadilan dan moralitas. Para intelektual muslim, termasuk mereka yang mendukung konsep “Negara Islam” hanya menyatakan bahwa Al-Qur’an dan Sunnah memerintahkan implementasi syariah, namun sebagian besar tidak secara eksplisit menyatakan apakah Islam mempunyai sistem politik atau tidak.7

Bahkan sebagian kalangan muslim melangkah lebih jauh dari itu; mereka mnekankan bahwa Islam adalah sebuah totalitas yang padu yang menawarakn pemecahan terhadap semua masalah kehidupan. Islam harus diterima secara keseluruhannya dan harus diterpakan dalam keluarga, ekonomi, dan politik. Bagi kalangan muslim, ini sebuah realisasi sebuah masyarakat Islam dibayangkan dalam penciptaan sebuah negara Islam, yakni sebuah “Negara Ideologis” yang didasarkan pada ajaran-ajaran Islam yang lengkap8

BAB III KESIMPULAN

Dalam konteks kekinian tidaklah terlalu mengejutkan, meskipun kadang-kadang mengkhawatirkan, bahwa dunia Islam kontemporer menyaksikan sebagian kaum muslimin

7 Masykuri Abdullah, Demokrasi di Persimpangan Makna. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. hal. 65

(6)

yang ingin mendasarkan seluruh kerangka kahidupan negara, sosial, ekonomi, dan poltik pada ajaran Islam secara eksklusif, tanpa menyadari batasan-batasan dan kendala-kendala yang bakal muncul dalam praktiknya. Ekspresi-ekspresinya dapat ditemukan dalam istilah-istilah simbolik yang dewasa ini populer, seperti revivalisme Islam, kebangkitan Islam, revolusi Islam atau fundamentalisme Islam.

Dari beberapa uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebuah negara tidak harus berlabel Islam, yang penting secara subtansi mengandung nilai-nilai syara’ dan sesuai dengan hukum syara’.9

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah membuat suatu software basis data mengenai data pegawai pada Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia dengan menggunakan Visual

Penyelidikan epidemiologi terhadap kasus KLB serta penyebaran penyakit difteri pada tanggal 14 – 19 Mei 2015 di Kampung Kumpay Desa Maraya Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak

Pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan material Wajib Pajak PPh Badan setelah dilakukan analisis menggunakan software SPSS version 17.0 diperoleh hasil

Fotomikro sampel magnet sebagaimana diperoleh dalam studi ini sangat mirip dengan fotomikro magnet sinter Nd-Fe-B yang dapat dilihat dari publikasi para peneliti sebelumnya

Berdasarkan hasil temuan dan analisis didapatkan kesimpulan bahwa metode Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi materi Kenampakan

Dari hasil univarian terdapat 4 parameter (SVL. lebar mulut) yang merupakan sifat dimorfisme seksual; untuk uji korelasi terdapat 14 nilai korelasi yang berbeda nyata antara betina

Second , in the group, we will play the roles of the speakers.. Third , we will correct each

[r]