15 2.1.1. Definisi Kepuasan
Kepuasan adalah bentuk perasaan seseorang setelah mendapatkan pengalaman terhadap kinerja pelayanan yang telah memenuhi harapan (Gerson, 2004).
Kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktifitas dari satu produk dan harapannya (Nursalam, 2003).
Kepuasan menurut Kotler (2007), merupakan perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah membandingkan antara kinerja atau hasil suatu produk atau jasa dan harapan-harapan. Sedangkan Kepuasan pasien adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibanding dengan harapan.
Pengertian diatas dapat didefinisikan bahwa, kepuasan adalah sebuah perasaan, pandangan seseorang (pasien atau pengguna jasa) terhadap pelayanan yang diberikan sehingga dapat memenuhi harapan.
Kepuasan adalah tanggapan seseorang terhadap kesesuaian tingkat kepentingan dan harapan (ekspetasi) sebelum mereka menerima jasa pelayanan dengan sesudah mereka menerima pelayanan yang mereka harapkan.
Di bidang kesehatan, kepentingan utama pasien dan keluarganya adalah kesembuhan atau kembalinya tubuh pasien berfungsi secara normal atau pasien mampu melakukan kegiatan sehari-haridirumah, ditempat kerja,
dan sebagainya. Pada saat terjadi interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien, akan selalu diawali dengan situasi informasi yang tidak seimbang. Faktor komunikasi verbal dan non verbal dalam pelayanan memegang faktor kunci utama yang menentukan keberhasilan pelayanan dan memenuhi keberhasilan pelayanan dan memenuhi kepuasan pelanggan.
Interaksi positif (reciprocal – timbal balik) antara pasien dan keluarganya disatu pihak dan petugas kesehatan perlu tetap dijaga dan dikembangkan.
Sikap positif petugas kesehatan terhadap pasien atau kelompok masyarakat akan sangat menentukan interaksi positif ini. Petugas kesehatan mempunyai tanggung jawab moral memberikan tanggapan yang cepat dan akurat dan dilandasi empati. Sikap seperti ini memberikan nilai tambah (added value) untuk kepuasan pengguna dan juga akan menjamin partisipasi aktif mereka (Muninjaya, 2011).
2.1.2. Indeks Kepuasan
Menurut Supriyanto dan Ratna ( dalam Nursalam 2016 : 129 )Secara garis besar besar kepuasan memiliki 5 kategori yaitu Product Quality, Services Quality, Prise Emotiona Factor, dan Cost of Acquiring.
2.1.2.1. Product Quality
Bagaimana konsumen akan merasa puas atas produk barang yang digunakan. Beberapa dimensi yang membentuk kualitas produk barang adalah performance, reliability, conformance, durability, feature dan lain-lain.
2.1.2.2.Service Quality
Aspek pelayanan jasa yang dapat mengukur kepuasan pelayan pasien menurut Parasuramanet al. (Muninjaya, 2011) menganalisis kualitas jasa berdasarkan lima aspek komponen mutu. Kelima komponen mutu pelayanan tersebut dikenal dengan nama ServQua (Service Quality).
Kelima dimensi mutu tersebut menurut Parasuraman, dkk meliputi :
2.1.2.2.1. Responsivennes (Cepat Tanggap)
Dimensi ini dimasukkan kedalam kemampuan petugas kesehatan menolong pelanggan dan kesiapannya dalam melayani sesuai dengan prosedur dan bisa memenuhi harapan pelanggan.
Pelayanan kesehatan yang responsif terhadap kebutuhan pelanggannya kebanyakan ditentukan oleh sikap para front-line staff. Mereka secara langsung berhubungan dengan pengguna jasa dan keluarganya baik melalui tatap, komunikasi non- verbal, langsung atau melalui telepon.
2.1.2.2.2. Reliablity
Reliablity merupakan dimensi paling penting karena jasa yang diberikan sangat tergantung dari aktivitas manusia sehingga akan sulit mengharapkan output yang konsisten.Dalam memberikan pelayanan hendaknya individu melaksanakan tanggung jawab sesuai kebutuhan.
2.1.2.2.3. Assurance
Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat petugas yang dapat dipercaya pelanggan. Pemenuhan kebutuhan ini akan mengakibatkan pengguna jasa mersa terbebas dari resiko. Dimensi ini meliputi faktor keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan.
2.1.2.2.4. Emphaty
Empati meliputi kemampuan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memenuhi kebutuhan pelanggan. Peranan SDM kesehatan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan karena mereka dapat langsung memenuhi kepuasan para pengguna jasa pelayanan kesehatan.
2.1.2.2.5. Tangible
Bukti langsung merupakan apa yang dilihat oleh pasien/pengunjung terhadap pelayanan yang telah diterima (Kozier, 2004). Mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara langsung oleh para penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang memadai.
2.1.2.3. Emotional Factor
Keyakinan dan rasa bangga terhadap produk jasa yang digunakan.Emotional Factor diukur dari precivied best score, artinya memberikan yang terbaik dibandingkan pesaingnya.
2.1.2.4. Price
Harga dari produk, jasa yang diukur dari value (nilai) manfaat berbanding dengan biaya yang dikeluarkan konsumen. Harga adalah harga pelayanan ( Medical care ) yang harus dibayar konsumen.
2.1.2.5. Cost of aquaring
Biaya yang dikeluarkan untuk mendapat produk atau jasa.
Menurut Pohan (2007), pengukuran kepuasan pasien akan digunakan sebagai dasar untuk mendukung perubahan sistem layanan kesehatan, perangkat yang digunakan untuk mengukur kepuasan pasien harus handal dan dapat dipercaya.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
Menurut Klinis ( dalam Nursalam, 2016 : 128 ) ada beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan pasien, yaitu sebagai berikut : 2.1.3.1. Kualitas Produk atau Jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas.
2.1.3.2. Harga
Harga, yang termasuk di dalamnya adalah harga produk atau jasa.Harga merupakan aspek penting namun terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien.Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.
2.1.3.3. Emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih pelayanan kesehatan yang sudah mempunyai pandangan, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
2.1.3.4. Kinerja
Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan,kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan. Pada waktu penyembuhan yang relative cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan.
2.1.3.5. Estetika
Estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh pancaindera.Misalnya : keramahan perawat, peralatan yang lengkap dan sebagainya.
2.1.3.6. Karakteristik Produk
Produk ini merupakan kepemilikan yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk meliputi penampilan bangunan, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya
2.1.3.7. Pelayanan
Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan.Institusi pelayanan kesehatan dianggap baikapabila dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien.Kepuasan muncul dari
kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.
2.1.3.8. Lokasi
Lokasi meliputi letak kamar dan lingkunganya.Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih institusi pelayanan kesehatan. Semakin dekat dan mudah dijangkau serta mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan pasien.
2.1.3.9. Fasilitas
Kelengkapan fasilitas turut menentukan penilaian kepuasan misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasaran, tempat parker, ruang tunggu yang nyaman dan ruang rawat inap.Walaupan hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan, namun institusi pelayanan kesehatan perlu meberikan perhatian fasilitas dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen.
2.1.3.10. Komunikasi
Komunikasi yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedian jasa dan keluhan-keluhan dari pasien.
Bagaiman keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh perawat dalam meberikan bantuan terhadap keluhan pasien.
2.1.3.11. Suasana
Suasana meliputi keamanan dan keakraban. Suasana yang tenang, nyaman, sejuk dan indah sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhan. Selain itu tidak hanya bagia pasien namun juga untuk orang yang
berkunjung, sehingga akan terkesan bagi pengunjung institusi pelayan kesehatan tersebut.
2.1.3.12. Desain Visual
Desain visual meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak rumit.Tata ruang dan dekorasi ikut menentukan kenyamanan.
2.1.4. Klasifikasi Kepuasan
Menurut Gerson (2004) untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut:
2.1.4.1. Sangat memuaskan
Di artikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat), atau sangat cepat (untuk proses administrasi), yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi.
2.1.4.2. Memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai kebutuhan atau seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang ramah, yang seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang.
2.1.4.3. Tidak Memuaskan.
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak lambat (untuk proses administrasi), atau tidak ramah.
2.1.4.4. Sangat tidak memuaskan.
Sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak bersih (untuk sarana), lambat (untuk proses administrasi), dan tidak ramah. Seluruh hal ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori paling rendah.
2.2. Metode Pengukuran Kepuasan
Menurut Kotler (2004), ada berbagai metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan yaitu :
2.2.1. Sistem keluhan dan saran
Pemberi pelayanan memberikan kepuasan pada pelanggan dengan cara menerima saran, keluhan masukan mengenai produk atau jasa layanan.
Jika penanganan keluhan, masukan dan saran ini baik dan cepat, maka pelanggan akan merasa puas, sebaliknya jika tidak maka pelanggan akan merasa kecewa. Contohnya dengan menggunakan formulir, kotak saran, kartu komentar.
2.2.2. Riset kepuasan pelanggan
Model ini berusaha menggali tingkat kepuasan dengan survei kepada pelanggan mengenai jasa yang selama ini mereka gunakan. Survei akan mencerminkan kondisi lapangan sebenarnya mengenai sikap pelanggan terhadap produk atau jasa yang digunakan.
2.2.3. Ghost shopping
Yaitu model yang mirip dengan marketing intelligence yaitu pihak pemberi jasa dari pesaingnya dengan cara berpura-pura sebagai pembeli atau pengguna jasa dan melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan cara memahami kelemahan dan kekuatan produk jasa atau cara pesaing dalam menangani keluhan.
2.2.4. Analisa pelanggan yang hilang
Analisa pelanggan tertentu yang berhenti menggunakan produk jasa dan melakukan studi terhadap bekas pelanggan mereka.Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif.Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien.
Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik.Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran.
2.3. Konsep Pelayanan Keperawatan 2.3.1. Pelayanan
Produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan barang atau jasa.Jasa diartikan juga sebagai pelayanan karena jasa itu menghasilkan pelayanan (Supranto, 2006). Definisi mengenai pelayanan telah banyak dijelaskan, ( Kotler 2000, dalam Supranto, 2006) menjelaskan mengenai definisi pelayanan adalah suatu perbuatan di mana seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud dan
produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk, sedangkan Tjiptono (2004) menjelaskan bahwa pelayanan merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual, sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan itu merupakan suatu aktivitas yang ditawarkan dan menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud namun dapat dinikmati atau dirasakan.
Kotler (1997) dan Tjiptono (2004), menjelaskan karakteristik dari pelayanan sebagai berikut :
2.3.1.1. Intangibility (tidak berwujud)
suatu pelayanan mempunyaisifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan atau dinikmati, tidak dapat dilihat, didengar dan dicium sebelum dibeli oleh konsumen.
Misalnya : pasien dalam suatu rumah sakit akan merasakan bagaimana pelayanan keperawatan yang diterimanya setelah menjadi pasien rumah sakit tersebut.
2.3.1.2. Inseparibility (tidak dapat dipisahkan)
pelayanan yangdihasilkan dan dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan kepada pihak lainnya, dia akan tetap merupakan bagian dari pelayanan tersebut. Dengan kata lain, pelayanan dapat diproduksi dan dikonsumsi/dirasakan secara bersamaan. Misalnya : pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien dapat langsung dirasakan kualitas pelayanannya.
2.3.1.3. Variability (bervariasi)
pelayanan bersifat sangat bervariasikarena merupakan non standardized dan senantiasa mengalami perubahan
tergantung dari siapa pemberi pelayanan, penerimapelayanan dan kondisi di mana serta kapan pelayanan tersebut diberikan. Misalnya : pelayanan yang diberikan kepada pasien di ruang rawat inap kelas VIP berbeda dengan kelas tiga.
2.3.1.4. Perishability (tidak tahan lama)
pelayanan itu merupakankomoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Misalnya : jam tertentu tanpa ada pasien di ruang perawatan, maka pelayanan yang biasanya terjadi akan hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan untuk dipergunakan lain waktu.
Selain itu, (Kotler, 1997 dalam Supranto, 2006) juga menjelaskan mengenai karakteristik dari pelayanan dengan membuat batasan- batasan untuk jenis-jenis pelayanan pelayanan sebagai berikut : 1) pelayanan itu diberikan dengan berdasarkan basis peralatan (equipment based) atau basis orang (people based) dimana pelayanan berbasis orang berbeda dari segi penyediaannya, yaitu pekerja tidak terlatih, terlatih atau professional 2) beberapa jenis pelayanan memerlukan kehadiran dari klien (client’sprecense); 3) pelayanan juga dibedakan dalam memenuhi kebutuhanperorangan (personal need) atau kebutuhan bisnis (business need); dan 4) pelayanan yang dibedakan atas tujuannya, yaitu laba atau nirlaba (profit ornon profit) dan kepemilikannya swasta atau publik (private or public).
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pelayanan merupakan salah satu bentuk hasil dari produk yang memberikan pelayanan yang mempunyai sifat tidak berwujud sehingga
pelayanan hanya dapat dirasakan setelah orang tersebut menerima pelayanan tersebut.
Selain itu, pelayanan memerlukan kehadiran atau partisipasi pelanggan dan pemberi pelayanan baik yang profesional maupun tidak profesional secara bersamaan sehingga dampak dari transaksi jual beli pelayanan dapat langsung dirasakan dan jika pelanggan itu tidak ada maka pemberi pelayanan tidak dapat memberikan pelayanan.
Namun hasil dari pelayanan tersebut mungkin akan berbeda-beda pada setiap orangnya tergantung dari siapa pemberi pelayanan, penerima pelayanan dan kondisi di mana serta kapan pelayanan tersebut diberikan. Hal ini didasarkan pada perbedaan standar kebutuhan atau kepentingan seseorang terhadap mutu pelayanan. Proses pemberian pelayanan pun dapat terjadi pada area keperawatan, sehingga seyogyanya dibahas mengenai konsep keperawatan sehingga dapat ditemukan definisi mutu dalam pelayanan keperawatan.
2.3.2. Keperawatan
Keperawatan sudah banyak didefinisikan oleh para ahli, dan menurut Herderson (1966, dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan keperawatan sebagai kegiatan membantu individu sehat atau sakit dalam melakukan upaya aktivitas untuk membuat individu tersebut sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika tidak dapat disembuhkan), atau membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila ia mempunyai cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan.
Pelayanan Keperawatan yang diberikan kepada pasien menimbulkan adanya interaksi antara perawat dan pasien, sehingga perlu diperhatikan kualitas hubungan antara perawat dan pasien.
Hubungan ini dimulai sejak pasien masuk rumah sakit.Kozier et al (1997) menyatakan bahwa hubungan perawat-pasien menjadi inti dalam pemberian asuhan keperawatan, karena keberhasilan penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien sangat dipengaruhi oleh hubungan perawat-pasien.Oleh karena itu metode pemberian asuhan keperawatan harus memfasilitasi efektifnya hubungan tersebut.Konsep yang mendasari hubungan perawat- pasien adalah hubungan saling percaya, empati, caring, otonomi, dan mutualitas.
Pengertian keperawatan di atas dikaitkan dengan karakteristik dan batasan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka keperawatan dapat dikatakan sebagai jenis produk yang menghasilkan pelayanan yang berbasis orang (people based) yaitu berbasis pada pasien baik sakit maupun sehat akibat ketidaktahuan, ketidakmampuan, atau ketidakmauan dengan menyediakan layanan keperawatan oleh tenaga perawat profesional berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif. Sebagai suatu praktek keperawatan yang profesional, dalam pelayanannya menggunakan pendekatan proses keperawatan yang merupakan metode yang sistematis dalam memberikan asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Namun dalam pelaksanaannya harus memperhatikan kualitas hubungan antara perawat dan pasien yaitu rasa percaya, empati dan caring.
Berdasarkan penjelasan mengenai mutu dan pelayanan keperawatan di atas, maka mutu pelayanan keperawatan dapat merupakan suatu pelayanan keperawatan yang komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat profesional kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit maupun sehat, dimana perawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan. Namun pada dasarnya, definisi mutu pelayanan keperawatan itu dapat berbeda- beda tergantung dari sudut pandang mana mutu tersebut dilihat.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi mempunyai tanggung jawab dalam meningkatkan profesi keperawatan. Sehingga untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, organisasi profesi tersebut membuat dan memfasilitasi kebijakan regulasi keperawatan yang mencakup sertifikasi, lisensi dan akreditasi.
Dimana regulasi tersebut diperlukan untuk meyakinkan masyarakat bahwa pelayanan keperawatan yang diberikan telah berdasarkan kaidah suatu profesi dan pemberi pelayanan keperawatan telah memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan.Melihat banyaknya sudut pandang yang mendefinisikan mutu pelayanan keperawatan, maka perlu diperhatikan bahwa subjek dari pemberian pelayanan keperawatan adalah pasien sehingga outcome pelayanan keperawatan lebih difokuskan pada pasien.
Dan oleh karena mutu merupakan fenomena yang komprehensif, maka perlu dibahas mengenai dimensi mutu sebagai karakteristik yang patut diperhitungkan, untuk membantu pola fikir dalam menetapkan masalah dan menganalisa masalah apakah mutu pelayanan keperawatan telah sesuai standar atau belum.
2.4. Konsep Kinerja 2.4.1. Definisi Kinerja
Menurut Supriyanto dan Ratna ( dalam Nursalam, 2016 : 123 ) kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam satu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai moral dan etika.
2.4.2. Komponen Penting Dalam Kinerja
Menurut Simanjuntak ( dalam Kewuan, 2016 : 12 ) tolak ukur penilaian kinerja dapat dirumuskan melalui dua pendektan, yaitu sebagai beriku
2.4.2.1. Aanalisis Jabatan
Berupa hasil kerja dan uraian jabatan 2.4.2.2. Pendekatan Sasaran Kinerja
Yaitu dengan menyusun sasaran utama jabatan dan Indikator Kunci ( IK )
Menurut Depkes RI ( dalam Kewuan, 2016 : 12 ) kinerja mengandung dan komponen penting, yaitu sebagai berikut.
2.4.2.1. Kompetensi
Individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi tingkat kinerjanya
2.4.2.2. Produktivitas
Kompetensi dapat di terjemahkan ke dalam tindakan atau kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (out come ).
2.4.3. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Mahmudi ( dalamKewuan, 2016 : 13 ) ada lima faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu sebagai berikut.
2.4.3.1. Faktor Personal/ individu
Faktor tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki setiap individu.
2.4.3.2. Faktor Kepemimpinan
Faktor kepemimpinan menjadi faktor yang mempengaruhi kinerja seorang perawat, hal ini dikarenakan kualitas yang dimiliki manajer atau team leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan akan membuat atau dapat meningkatkan kinerja seseorang.
2.4.3.3. Faktor Tim
Kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesame anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim 2.4.3.4. Faktor Sistem
Faktor sistem kerja, fasilitas kerja/infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi.
2.4.3.5. Faktor Kontekstual/situasional
Yaitu faktor tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.
2.4.4. Manajemen Kinerja Keperawatan
Manajemen adalah hubungan wewenang yang ada antara manajer dan bawahanya untuk memproduksi dan menjual barang dan jasa.(
Rost dalam Kewuan, 2016 : 14 )
Menurut Kewuan ( 2016 : 14 ) manajemen adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas jalnnya suatu organisasi dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada.
Kinerja adalah catatan tentang hasil yang diperoleh dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu ( Depke RI dalam Kewuan, 2016 : 15 ).
Manajemen kinerja adalah cara untuk mendapatkan hasil yang lebih baik bagi organisasi, kelompok, dan individu dengan memahami dan mengelola kinerja sesuai target yang telah direncanakan, standar, dan persyaratan kompetensi yang telah ditentukan ( Dharma, 2009, cit Kewuan, 2016 : 13 ). Jadi dapat disimpulkan bahwa, manajemen kinerja keperawatan adalah suatu proses yang dirancang untuk meningkatkan kinerja organisasi, kelompok, dan individu seorang perawat dalam pelayanan, asuhan, dan praktik keperawatan. Manajemen Kinerja Keperawatan memiliki komponen-komponen yang menjadi penunjang dalam meningkatkan kinerja perawat. Komponen manajemen kinerja keperawatan, antara lain sebagai berikut :
2.4.4.1. Standard profesi keperawatan : asuhan keperawatan, administrasi, jaminan mutu, promosi, monitoring kinerja klinik, dan kepemimpinan keperawatan.
2.4.4.2. Uraian tugas keperawatan : asuhan keperawatan, administrasi, jaminan mutu, promosi, monitoring kinerja klinik, dan kepemimpinan keperawatan.
2.4.4.3. Indikator kinerja keperawatan : asuhan keperawatan, administrasi, jaminan mutu, promosi, monitoring kinerja klinik, dan kepemimpinan keperawatan.
2.4.4.4. Diskusi refleksi kasus keperawatan : asuhan keperawatan, administrasi, jaminan mutu, promosi, monitoring kinerja klinik, dan kepemimpinan keperawatan.
2.4.4.5. Monitoring dan evaluasi keperawatan : asuhan keperawatan, administrasi, jaminan mutu, promosi, monitoring kinerja klinik, dan kepemimpinan keperawatan.
2.4.5. Indikator Kinerja Keperawatan
Menurut Lohman ( dalam Kewuan, 2016 : 56 ) indikator kinerja adalah variable yang digunakan untuk mengekspresikan secara kuantitatif/kualitatif efektivitas dan efisiensi proses atau operasi dengan berpedoman pada target dan tujuan organisasi. Jadi indikator keperawatan adalah variable kuantitatif dan kualitatif, ataupun salah satu diantaranya yang menunjukan suatu peningkatan terhadap suatu capaian atau tujuan yang telah ditetapkan oleh seorang perawat dalam pelayanan, asuhan, dan praktik keperawatan.
Menurut Widjinarko ( dalam Kewuan, 2016: 56 ) kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian kegiatan yang telah diterapkan.
Depkes RI( 2006 ) telah menentukan karakteristik indikator yaitu sebagai berikut:
2.4.5.1. Sahih (Valid) : indikator benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspek yang dinilai.
2.4.5.2. Dapat dipercaya (reliable) : mampu menunjukkan hasil yang sama saat digunakan berulang kali, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.
2.4.5.3. Peka ( sensitive ) : cukup peka untuk mengukur sehingga jumlahnya tidak perlu banyak.
2.4.5.4. Spesifik (specific): memberikan gambaran perubahan ukuran yang jelas dan tidak tumpang tindih.
2.4.5.5. Berhubungan (relevant) : sesuai dengan aspek kegiatan yang di ukur dan kritis.
Adapun tujuan indikator kinerja keperawatan ialah untuk mengidentifikasi indikator untuk tindakan klinis yang memerlukan tindakan selektif dan membangun konsensus antara manajer lini pertama ( first-line manager ) dan staf sehingga apa yang dimonitor dan dievaluasi menjadi jelas bagi kedua belah pihak. ( Depkes RI, dalam Kewuan, 2016 )
Indikator kinerja keperawatan juga memiliki manfaat sebagai dasar untuk melakukan monitoring dan evaluasi pelayanan klinis yang dilakukan oleh perawat. ( Depkes RI, dalam Kewuan, 2016 )
Dalam menentukan indikator kinerja keperawatan perlu adanya klasifikasi. Menurut Kewuan (2016 : 60 ) kalsifikasi indikator kinerja antara lain sebagai berikut :
2.4.5.1. Indikator Input : segala sesuatu yang dibutuhkan perawat dalam pelayanan, asuhan, dan praktik keperawatan, antara lain personel, alat atau fasilitas, informasi, dana, peraturan/kebijakan.
2.4.5.2. Indikator Proses : kecepatan, ketepatan, dan tingkat akurasi dalam pelayanan, asuhan, dan praktik keperawatan yang diberikan kepada klien.
2.4.5.3. Indikator Output : hasil pelayanan, asuhan, dan praktik keperawatan.
2.4.5.4. Indikator Outcome : menilai dampak pelayanan, asuhan, dan praktik keperawatan yang telah dilakukan.
2.4.5.5. Indikator manfaat ( benefit) : peningkatan mutu pelayanan kesehatan, umumnya dan khususnya pelayanan, asuhan, dan praktik keperawatan.
2.4.6. Indikator Kinerja Keperawatan Di Puskesmas Pekapuran Raya Indikator penerapan pengembangan kinerja keperawatan disarana pelayanan kesehatan meliputi indikator struktur, indikator proses dan indikator hasil. Di Puskesmas indikator struktur yaitu dengan adanya dukunga dari kepala Puskesmas Pekapuran Raya.Kepala puskesmas bertanggung jawab untuk mengumpulkan data, evaluasi, dan pelaporan ke Dinas Kesehatan. Selain itu, tersedianya dana untuk penerapan, pelatihan, dan monitoring. Melakukan penanganan penyimpangan, perawat mengetahui standard profesi dan SOP yang digunakan dalam pelayanan klinis dan memiliki uraian tugas. Kemudian indikator proses, yaitu sebuah puskesmas menyusun sebuah SOP, melakukan uraian tugas dan indikator kinerja, menyusun jadwal kegiatan danada pendokumentasian serta pelatihan.
Selanjutnya indikator output, yaitu perawat yang berada di puskesmas harus memiliki uraian tugas secara tertulis yang disahkan oleh pemimpin, setiap pelayanan keperawatan harus berdasarkan SOP yang disahkan, adanya peningkatan keterampilan klinis perawat, peningkatan kepatuhan perawat dalam melakukan pelayanan sesuai SOP. ( Kewuan, 2016 : 107 )
Puskesmas Pekapuran Raya merupakan salah satu puskesmas yang ada di Banjarmasin.Sebagai salah satu pelayanan kesehatan di pemerintahan Puskesmas Pekapuran Raya memiliki SOP dalam setiap pelaksanaan kegiatan maupun tindakan. Hal ini dijelaskan dalam dokumen nomor 74/PKM.PR/2017 tentang SOP asuhan keperawatan berdasarkan surat keputusan kepala Puskesmas Pekapuran Raya No. 006 tahun 2017 tentang kebijakan pelayanan klinis puskesmas pekapuran raya. SOP yang ditetapkan oleh kepala puskesmas berdasarkan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang pusat kesehatan masyarakat, Permenkes Nomor 279 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan buku saku NANDA NIC NOC serta buku rencana Asuhan Keperawatan Marilyn E. Doenges. SOP inilah yang menjadi indikator kinerja terhadap perawat di Puskesmas Pekapuran Raya Banjarmasin.
2.5. Hubungan Kinerja dengan kepuasan pasien
Kinerja perawat dinilai melalui asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat. Menurut Asmuji ( 2012 ) Asuhan keperawatan bermutu dapat memuaskan pasien.
Menurut Wijaya ( 2011 ) pelanggan akan puas apabila mendapatkan perhatian dan menerima jasa sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat dan konsisten.
Menurut Pohan ( dalam Tina, dkk, 2017 ) bahwa kepuasan pasien timbul sebagai hasil dari kinerja layanan kesehatan setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkan.
Sehingga kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dapat disimpulkan sebagai selisih atau perbandingan antara kinerja institusi pelayanan dengan apa yang diharapkan pelanggan (pasien atau kelompok masyarakat) (Muninjaya, 2011). Dari penjelasan tersebut dapat ditentukan rumus sebagai berikut :
Satisfaction = f (performance – expectation) Dari rumus diatas menghasilkan 3 kemungkinan : 2.5.1. Performance <Expectation
Jika kinerja institusi pelayanan kesehatan lebih jelek (kurang) dari apa yang diharapkan para penggunanya (pasien atau kelompok masyarakat), sehingga kinerja pelayanan kesehatan akan dipandang jelek oleh pengguna, karena tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan.
2.5.2. Performance = Expectation
Jika kinerja institusi penyedia layanan kesehatan sama dengan apa yang menjadi harapan para penggunanya layanan kesehatan (pasien atau kelompok masyarakat), kinerja pelayanan jasa akan dipandang baik oleh pengguna, karena sesuai dengan apa yang mereka harapkan.
2.5.3. Performance > Expectation
Bila kinerja pelayanan kesehatan lebih tinggi dari harapan para penggunanya maka pengguna pelayanan kesehatan akan menerima pelayanan melebihi harapannya (Muninjaya, 2011).
Menurut Klinis ( dalam Nursalam, 2016 : 128 ) Kinerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan khususnya keperawatan. Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan,kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan. Pada waktu penyembuhan yang relative cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan.
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa dimana kinerja keperawatan yang dalam hal ini dinilai dari Asuhan Keperawatan yang sesuai Standard Operasional Prosedur ( SOP ) yang mana berhubungan langsung dengan pasien dalam pelaksanaannya dan dapat menghasilkan suatu kepuasan bagi pasien dalam merasakan pelayanan kesehatan oleh seorang perawat.
2.6. Konsep Komunikasi 2.6.1. Definsi Komunikasi
Menurut Tappen ( dalam Nursalam, 2014 : 143 ) komunikasi adalah suatu pertukaran pikiran, perasaan, pendapat, dan pemberian nasihat yang terjadi antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama.
Komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang mudah sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima maksud dan tujuan pemberian pesan.
Menurut Notoatmodjo ( dalam Eva Yolana, 2013 : 34 ) komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambing atau symbol bahasa atau gerak ( non-verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain.Stimulus atau rangsangan dapat berupa bunyi atau bahasa lisan maupun berupa gerakan, tindakan atau simbol-simbol yang diharapkan dapar dimengerti oleh pihak lain dan pihak lain tersebut merespon atau bereaksi sesuai dengan maksud yang memberika stimulus.
Menurut Sumijatun (2011) komunikasi merupakan prose pengekpresian paduan pikiran dan perasaan, dimana komunikasi akan efektif apabila pikiran itu timbul dari pikiran yang jernih dan perasaan muncul dari lubuk hati yang bersih.
2.6.2. Tujuan Komunikasi
Menurut Notoatmodjo ( dalam Eva Yolana, 2013 : 36 ) tujuan adanya komunikasi adalah untuk memgadakan pertemuan, mengadakan penyuluhan, mengadakan diskusi, meberikan interaksi, meberikan saran, menyampaikan pelajaran, memberi nasehat dan mengadakan perundingan.
.
2.6.3. Bentuk-bentuk Komunikasi
Menurut Notoatmodjo ( dalam Eva Yolana, 2013 : 36 ) bentuk-bentuk komunikasi yang dapat dilakukan agar proses komunikasi efektif dan terarah, dapat dilakukan melalui bentuk-bentuk komunikasi sebagai berikut :
2.6.3.1. Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal merupakan komunikasi di dalam diri sendiri terjadi apabila seseorang memikirkan masalah yang dihadapi.Komunikasi intrapersonal juga terjadi apabila
seseorang melakukan pertimbangan-pertimbangan sebelum mengambil keputusan.
2.6.3.2.Komunikasi Interpersonal
Komunikasi ini adalah salah satu komunikasi yang paling efektif,karena antara komunikator dengan komunikan dapat langsung bertatap muka, sehingga stimulus yakni pesan yang disampaikan komunikator, langsung dapat direspon atau ditanggapi saat itu juga.
2.6.3.3.Komunikasi Massa
Komunikasi ini menggunakan saluran media massa atau berkomunikasi melalui media massa. Komunikasi media massa sekarang kurang efektif bila dibandingkan dengan komunikasi interpersonal.
2.6.3.4. Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi adalah komunikasi yang terjadi diantara organisasi, instansi atau lembaga.Komunikasi organisasi juga dapat terjadi diantara unit.
2.6.4. Komunikasi Kesehatan
Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat dengan menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik menggunakan komunikasi interpersonal maupun komunikasi massa.
Komunikasi Kesehatan bertujuan untuk merubah perilaku kesehatan masyarakat, dan selanjutnya perilaku yang sehat tersebut akan berpengaruh pada meningkatnya derajat kesehatan masyarakat.
( Notoatmodjo dalam Eva Yolana, 2013 : 38 ) 2.6.5. Komunikasi Keperawatan
Komunikasi dalam perawatan adalah suatu proses untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien, keluarga pasien maupun tim
kesehatanlainnya untuk mengetahui dan menentukan kebutuhan pasien,
serta kerjasama yang dapat memenuhi kebutuhan masing-masing ( Suliswati dalam Eva Yolana, 2013 : 38 ).
Komunikasi dalam praktik keperawatan professional merupakan unsur utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Kegiatan keperawatan seperti serah terima tugas atau timbang terima diperlukan suatu komunikasi yang jelas tentang kebutuhan pasien, intervensi yang sudah dan yang belum dilaksanakan, serta respon yang terjad pada pasien.
Selain itu kegiatan keperawatan yang langsung berkaitan dengan pasien ialah anamnesis, dimana anamnesis merupakan kegiatan yang selalu dilakukan oleh perawat kepada pasien saat pelaksanaan asuhan keperawatan. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan perawat dengan pasien dan hubungan professional antar perawat dan tim kesehatan lainnya ( Nursalam, 2014 : 151 )
2.6.6. Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan, kegiatannya difokuskan pada kesembuhan pasien dan merupakan komunikasi professional yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya ( Mundakir dalam Andriani dan Setiawati, 2014 ).
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan dengan kapasitas memberi dan menerima.
Seorang perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik harus memiliki kemampuan. Kemampuan komunikasi terapeutik yang baik dari perawat merupaka salah satu faktor keberhasilan dalam melaksanakan proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian,
perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. ( Keliat dalam Andriani dan Setiawati, 2014 ).
2.7. Komunikasi dalam Tindakan Keperawatan
Menurut Ali Z (dalam Eva Eva Yolana, 2013: 46 ) pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan langkah keempat dari proses keperawatan, dalam pelaksanaan tindakan keperawatan perawat harus bekerjasama dengan anggota keperawatan lain dan dengan pasien/keluarga dan petugas kesehatan lain.
Perawat harus selalu mengingat prinsip komunikasi yang baik dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
2.7.1. Senyum 2.7.2. Salam 2.7.3. Sopan santun 2.7.4. Sabar
2.7.5. Syukur
Tindakan keperawatan di puskesmas sangat berkaitan dengan komunikasi, mulai dari melakukan anamnesa, melakukan penyuluhan tentang penyakit dan sebagainya. Dalam tindakan keperawatan pasien memiliki hak untuk menolak tindakan yang akan diberikan maka dari itu seorang perawat harus melakukannya dengan cara yang baik dan komunikatif.
Menurut Kusumo ( dalam Eva Eva Yolana, 2013 : 48 ) komunikasi yang dapat dilakukan perawat dalam memberikan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
2.7.1. Ucapkan salam waktu berdekatan dengan pasien
2.7.2. Jelaskan kepada pasien dan keluarganya tujuan tindakan
2.7.3. Jelaskan dengan ramah serta bahasa yang mudah dimengerti keuntungan dan kerugian tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan.
2.7.4. Janjikan kepada pasien bahwa tindakan keperawatan akan dikerjakan dengan cermat dan hati-hati
2.7.5. Berikan kesempatan pasien untuk memutuskan untuk menerima atau menolak tindakan.
2.7.6. Apabila menolak, itu adalah hak pasien
2.7.7. Penolakan dicatat dalam status rekam medis atau asuhan keperawatan dan ditandatangani oleh pasien atau keluarga.
2.8. Hubungan Komunikasi dengan kepuasan
Komunikasi Menurut Nurhasanah ( 2010; 3) adalah perpindahan dan pemahaman pada makna. Perpindahan yang dimaksud adalah informasi atau pesan dari komunikator kepada komunikan. Perawat pada saat yang bersamaan bias berperan sebagai penerima, karena terjadi saling bergantian atau bersamaan menyampaikan dan menerima pesan atau informasi. Contohnya saja penyampaian tindakan keperawatan kepada pasien.
Menurut Nur Hasanah ( dalam Evy, 2013 ) perawat harus mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam berkomunikasi untuk melaksanakan tindakan keperawatan yang berkualitas, sehingga akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan pasien, mencegah terjadinya masalah legal serta meberikan kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan sehingga akan meningkatkan citra profesi keperawatan.
Menurtu Klinis ( dalam Nursalam, 2016 ) Komunikasi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien. Komunikasi yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedian jasa dan keluhan-keluhan dari
pasien. Bagaiman keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh perawat dalam meberikan bantuan terhadap keluhan pasien.
Menurut Andriani dan Setiawati ( 2014 ) penjelasan suatu informasi yang kurang dari perawat tentang kondisi pasien dapat menimbulkan ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.
2.9. Kerangka Teori
Kerangka teori terdiri atas sekumpulan definisi konsep dan pernyataan hubungan diantara beberapa konsep yang digambarkan dalam bentuk bagan atau gambar.Kerangka kerja teoritis membutuhkan penjelasan lebih lanjut tentang hubungan spesifik diantara semua konsep utama guna memberikan pandangan sistematis terhadap fenomena (Nursalam, 2013). Berikut kerangka teori yang penelitigunakan
Keterangan : = diteliti
= tidak diteliti
Gambar 2.1
Kerangka Teori Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kepuasan pasien Faktor yang
mempengaruhi Kualitas produk atau jasa
Harga Emosional Estetika
Karakteristik Produk Pelayanan
Lokasi Fasilitas Suasana Desain Visual
K e p u a s a n t
Kepuasan Pasien Faktor yang
mempengaruhi Kinerja
Komunikasi
2.10. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoadmodjo, 2007).Berdasarkan tinjauan pustaka di atas maka penulis membuat kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Skema 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Keterangan :
: Diteliti
2.11. Hipotesis
2.10.1. Ada hubungan antara kinerja perawat dengan kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan
2.10.2. Ada hubungan antara komunikasi perawat dengan kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan
Variabel dependen
Kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan Variabel Independen
1. Kinerja 2. Komunikasi