• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. telah berkembang diberbagai bidang dan sektor, salah satunya dalam sektor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. telah berkembang diberbagai bidang dan sektor, salah satunya dalam sektor"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perkembangannya hubungan kerjasama Korea Selatan dan Indonesia telah berkembang diberbagai bidang dan sektor, salah satunya dalam sektor industri dan ekonomi kreatif. Pekembangan kerjasama Korea Selatan-Indonesia dalam sektor industri dan ekonomi kreatif sejalan dengan perhatian utama Indonesia yang ingin mengembangkan sektor tersebut. Disisi lain Korea Selatan melihat sektor industri dan ekonomi kreatif menjadi sebuah peluang kerjasama yang lebih dari sebelumnya. Sektor industri dan ekonomi kreatif menjadi unggulan yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia untuk menarik investasi dari Korea Selatan. Korea Selatan dinilai memiliki keunggulan teknologi dan permodalan yang bisa dikombinasikan dengan kekayaan budaya dan bakat di Indonesia. Atas dasar tersebut Korea Selatan dan Indonesia kemudian melakukan pertemuan lanjutan dengan menetapkan suatu perjanjian.

Lebih lanjut, hubungan Korea Selatan dan Indonesia mulai semakin terjalin erat sejak di sepakatinya Join Declaration on Strategic Partnership to Promoto Friendship and Coorporation between Republic of Indonesia and the Republic of Korea di Jakarta pada 04 Desember 2006.1 Kesepakatan tersebut kemudian menjadi dasar dari terjalinnya kesepakatan lainnya salah satunya yaitu pada tahun

1 Siti Hidriyah, 2017, Penguatan Kerja Sama Ekonomi Indonesia-Korea Selatan, Majalah Info Singkat Hubungan Internasional

(2)

2

2013, kerjasama Korea Selatan-Indonesia meluas dalam bidang pengembangan industri kreatif dengan ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia dan Kementrian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korea Selatan.2 Adapun beberapa bentuk kerjasama yang disepakati berupa pertukaran pendidikan, pelatihan, dan peningkatan kapasitas di bidang teknologi produksi film, produksi konten penyiaran dan konten berbasis digital. Pertukaran informasi mengenai riset pasar dan pembuatan kebijakan. Pemberian bantuan teknik dalam pengembangan seni pertunjukan, musik, drama, dan teknologi terkait bioskop.

Kehadiran Korean Wave/Hallyu menjadi titik awal dalam perkembangan berbagai bidang kerjasama antara Korea Selatan dan Indonesia. Dengan banyaknya kerjasama yang dilakukan Korea Selatan dan Indonesia, Korea Selatan menjadi salah satu negara yang paling sering melakukan pendekatan melalui jalur diplomasi dengan Indonesia. Diplomasi Korea Selatan banyak berkaitan bidang sosial maupun budaya. Korean Wave/Hallyu menjadi salah instrument kebangkitkan budaya Korea Selatan diberbagai negara termaksud di Indonesia.

Kepopuleran Korean Wave tersebut banyak dipromosikan melalui budaya popular seperti film, drama, musik, maupun bentuk produk kecantik yang ikut menambah ketertarikan untuk mengenal Korea Selatan. Semakin berkembangnya budaya Korea Selatan di Indonesia menjadi bukti nyata berjalannya dengan baik hubungan dari kedua negara ini. Kerjasama bilateral diberbagai bidang antara Korea Selatan-Indonesia menjadi semakin intens dijalankan seiring budaya Korea

2 Rini Arfriantari dan Cindy Yosita Putri,2017, Kerjasama Indonesia dan Korea Selatan dalam Pengembangan Sektor Industri Kreatif di Indonesia, Jurnal Transborders, hal. 79

(3)

3

Selatan yang semakin digemari masyarakat Indonesia. Pada tahun 2018 Korean Wave/Hallyu berkontribusi besar dalam perekonomian Korea Selatan dengan menyumbang USD 9,5 miliar. Berdasarkan survei konsumsi konten Korea Wave yang dilakukan oleh Korea Foundation for International Culture Exchange (KOFICE) pada 8.000 konsumer di 17 negara, dari sepuluh sektor pengembangan Hallyu yaitu drama, entertainment programs, film, animasi, buku, games, fashion, produk kecantikan dan makanan. Film Korea Selatan menjadi konten teratas yang banyak diminati oleh masyarakat di dunia yaitu sebanyak 46.3%.3 Sepanjang tahun 2016 – 2019 ketertarikan publik akan konten film setiap tahunnya meningkat. Indonesia dan Vietnam menjadi dua negara yang paling tinggi dalam index konsumsi dari konten Hallyu Korea Selatan.

Oleh karena melihat potensi pengembangan kerjasama diplomasi publik dari industri perfilman. Industri perfilman dewasa ini kemudian menjadi bagian penting dalam diplomasi publik Korea Selatan di Indonesia. Pada perkembangannya industri perfilman Korea Selatan memiliki peningkatan daya saing yang tidak kalah dengan perfilman Hollywood. Asia menjadi pasar tertinggi bagi Korea Selatan untuk mengekspor film. Di tahun 2019 Asia menempati angka ekspor film Korea Selatan sebasar USD 27,40 Juta.4 Angka tersebut sejalan dengan kenaikan nilai ekspor film Korea Selatan di Indonesia yang mana pada tahun 2018 nilai eskpor berada di angka USD 188,51 Juta dan pada tahun 2019

3 Korean Foundation for International Cultural Exchange (KOFICE), 2020, Global Hallyu Trends, Seoul : KOFICE, Hal. 14

4 Korean Foundation for International Cultural Exchange (KOFICE), 2020, ’19 Hallyi White Paper, Hal. 55-57

(4)

4

menunjukan peningkatan sebanyak 273,9% yaitu USD 704,80 Juta.5 Peningkatan ini dibantu oleh adanya bioskop CGV di Indonesia yang pada jangka waktu tahun yang sama yaitu 2018-2019 mengelami kenaikan penonton dari 19 Juta penonton menjadi 22,69 Juta.6 Salah satu alasan dari peningkatan penonton tersebut dikarenakan bioskop CGV memperluas wilayahnya dengan membuka bioskop baru dibeberapa daerah di Indoneia.

Lebih lanjut melalui diplomasi publik, instrument dalam industri perfilman dapat digunakan sebagai bagian dari alat komunikasi kepada publik disuatu negara. Diplomasi publik sendiri dipahami sebagai proses komunikasi yang dilakukan oleh suatu negara dalam mempengaruhi opini publik di negara lainnya.

Aktor negara dan aktor non negara menjadi dua aktor utama yang sering kali menggunakan instrumen diplomasi publik. Non Govermental Organizations (NGO), Multi National Corporation (MNC) maupun kelompok-kelompok kepentingan, media atau bahkan individu menjadi contoh dari aktor-aktor non negara yang berperan dalam diplomasi publik suatu negara. Multi National Corporation (MNC) sendiri memiliki peran penting dalam perkembangan Korean Wave diberbagai negara termaksud Indonesia. Peran MNC bagi Korea Selatan tidak hanya menguntungkan pada perekonomiannya. Produksi, distribusi, dan investasi yang dilakukan MNC menjadi penghubung bagi berkembangnya Korea

5 Ibid

6 CGV, Laporan Tahunan 2018 & 2019, https://www.cgv.id/en/content/investor_relation diakses pada 06 April 2022

(5)

5

Wave diberbagai negara.7 Di Korea Selatan MNC lebih dikenal dengan istilah chaebol. Dalam bahasa korea chaebol adalah kombinasi dari dua kata chae (kekayaan) dan bol (klan). Chaebol merupakan grup bisnis terpusat yang memiliki berbagai jaringan afiliasi perusahaan.8 Chaebol menjadi bagian penting perkembangan politik, ekonomi dan budaya Korea Selatan.

Pemerintah Korea Selatan sejak lama bekerjasama dan sangat mendukung keterlibatan Chaebol dalam mengembangkan perekonomian serta memperluas pengaruh Korean Wave diruang lingkup global utamanya dalam pengembangan industri perfilman. Sebagai contoh pada masa pemerintahan Kim Youngsam (1993-1998), pemerintah Korea Selatan menetapkan suatu kebijakan budaya baru (New Cultural Policy) dalam mengembangkan potensi ekonominya untuk mendukung industri perfilman dengan melibatkan Chabeol.9 Hasilnya Chaebol seperti Daewoon, SKG, LG dan Cheil Jedang (CJ) mulai berinvestasi dalam pembangunan bioskop dan produksi film Korea Selatan.10 Chaebol berperan penting dalam pemulihan ekonomi akibat krisis keuangan Asia akhir tahun 1990an.11 Selanjutnya pada masa pemerintahan Kim Daejung (1998-2002), melalui rancangan “Cultural Industry Act” tepatnya pada tahun 1999 pemerintah Korea Selatan menetapkan dasar hukum pemerintah untuk dukungan dan

7 Sarah Amirah D & Shannaz Mutiara D, 2021, The Chaebol’s Contribution on South Korea national branding through Korean Wave, Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial, Hal. 318

8 Ibid

9 Mi Sook Park, 2015 South Korea Cultural History Between 1960s and 2012, International Journal of Korea Humanities and Social Sience Vol.1

10 Ibid

11 Ibid

(6)

6

keterlibatan Chaebol dalam industri budaya meliputi perencanaan, distribusi, konsumsi komoditas budaya serta layanan budaya lainnya.12

Kemudian pada masa pemerintahan Park Geun Hye (2013-2017) melalui projek kreatif yang dikenal dengan istilah Culture and Creativity Fusion Belt, pemerintah Korea Selatan banyak melibatkan aktor-aktor non negara seperti Chaebol dalam menjalankan diplomasi publiknya.13 Beberapa Chaebol yang dipercayai oleh pemerintah Korea Selatan untuk menjalankan peran diplomasinya diantaranya LG, Samsung, Hyundai, Lotte, SK maupun CJ Group.14 Sampai dengan tahun 2021 pada pemerintahan Moon Jae In, Korea Selatan terus giat melaksanakan diplomasi publik dengan melibatkan berbagai aktor melalui Korea’s First Basic Plan on Public Diplomacy dengan tujuan untuk meningkatakan status dan citra Korea Selatan menggunakan budaya, menyebarkan informasi yang akurat tentang Korea Selatan, membangun lingkungan yang ramah dan strategis bagi kebijakan Korea Selatan, serta memberdayakan dan mendorong kolaborasi di antar agen diplomasi publik.15

Lebih lanjut dalam melihat keterlibatan Chaebol bagi perkembangan industri perfilman Korea Selatan, Samsung menjadi perusahaan Chaebol Korea Selatan pertama yang terlibat dalam perkembangan industri perfilman Korea Selatan sejak 1990an. Kemudian dalam perkembagannya perusahaan-perusahaan Chaebol Korea Selatan lainnya yang juga berfokus pembuatan film, investasi, distribusi

12 Ibid

13 Felicia Istad, 2016, Korea’s Public Diplomacy: A Strategic Aprroch to Public Diplomacy in South Korea, Depertmen of Public Administration : Korea University, Hangang Network : Seoul

14 Ibid. Hal. 17

15 Tasha Regina Adriana, 2018, Diplomasi Publik Korea Selatan sebagai Kekuatan Menengah di Bawah Kepresidenan Moon Jae In, Jurnal Sentris: The Rise of Middle Power

(7)

7

dan pameran mulai bermunculan. CJ Group (CJ Entertainment), Orin Group (Showbox) dan Lotte Group (Lotte Entertainment) menjadi perusahaan dari Chaebol industri perfilman yang terus berkontribusi melalui jaringan bioskopnya.16 Adapun jaringan bioskop dari Chaebol-Chaebol ini antara lain CJ CGV, Megabox dan Lotte Cinema. Jaringan-jaringan bioskop tersebut memainkan peran penting dalam menarik perhatian publik diberbagai negara. Diketahui bahwa ditahun 2006 dan 2007 CJ Group telah berinvestasi kelebih dari 20 judul film dengan jumlah investasi sebasar $80 juta dollar.17 CJ Group atau Cheil Jedang Group sendiri merupakan perusahaan besar asal Korea Selatan yang memiliki bisnis di beberapa bidang yakni makanan, bahan makanan, farmasi, bioteknologi, media, hiburan, belanja, dan logistik. CJ Group menjadi salah satu perusahaan terdepan Korea Selatan yang menyebarkan K-Culture diberbagai negara di dunia.18 Dalam perjalananya CJ Group berusaha menciptakan dunia yang menyenangkan dimana masyarakat dunia dapat menikmati film, makanan, acara TV maupun musik Korea Selatan dalam kehidupan sehari-hari.19 Sebagai representasi aktor non negara, CJ Group berperan aktif dalam menjalankan diplomasi publik Korea Selatan melalui berbagai bidang utamanya dalam industri kreatif dalam bidang industri perfilman yang disalurkan melalui CJ CGV.

CJ CGV atau lebih dikenal dengan Bioskop CGV menjadi salah satu dari anak perusahaan CJ Group yang ada di Indonesia, CGV sendiri merupakan singkatan

16 Asia-Europe Foundation, 2008, Funding the Korea film business, https://culture360.asef.org/magazine/funding-korean-film-business/ diakses pada 06 Januari 2022

17 Ibid

18 CJ, About CJ, https://english.cj.net/cj_introduction/index.asp diaskes pada 28 Maret 2021

19 Ibid

(8)

8

dari Culture Great Vital. Sebagai ciri khasnya CGV memiliki 3 maskot yang secara keseluruhan dikenal dengan na ma Pacconie yang merupakan ejaan tulisan popcorn dari bahasa Korea. Masuknya bioskop CGV ke Indonesia merupakan salah satu bentuk diplomasi publik Korea Selatan yang juga menjadi pilihan baru bagi masyarakat Indonesia yang tertarik akan perkembangan industri perfilman.

Seperti yang dijelaskan melalui website resmi CGV bahwa di tahun 2006 merupakan awal mula adanya bioskop CGV di indonesia tepatnya di Paris Van Java Bandung namun pada saat itu CGV dikenal dengan Blitz Megaplex kemudian menjadi CGV Blitz dan terakhir pada tahun 2016 menjadi CGV. Proses pergantian nama menjadi CGV tersebut didasarkan oleh ikut bergabungnya salah satu perusahaan asal Korea Selatan yakni CJ CGV secara resmi di tahun 2014.20 Bergabungnya CJ CGV tersebut merupakan realisasi dari ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) oleh Korea Selatan dan Indonesia pada bidang teknologi produksi film. Sejak kehadiran CGV di Indonesia tahun 2014, CGV terus berupaya menjadi lebih dari sekedar jaringan bioskop yang memberi platform atau wadah bagi penyebaran Hallyu di Indonesia.21

Sebagai bagian dari perusahaan bioskop terbesar di Korea Selatan, CGV telah memiliki lebih dari 1000 layar dan memiliki cabang di beberapa negara diantaranya China, Vietnam, Myanmar, Amerika Serikat dan Indonesia.22 Pada

20 CGV, Sekilas Tentang CGV, diakses dalam https://www.cgv.id/en/content/investor_relation diakses pada 21 Maret 2020

21 CJ, 2019, CJ CGV Holds The 10th Korea Indonesia Film Festival.

https://english.cj.net/cj_now/view.asp?bs_seq=14309&schBsTp=2&schTxt=indonesia diakses pada 28 Maret 2021

22 CGV, Frequently Asked Question (FAQ), diakses dalam https://www.cgv.id/en/content/faq diakses pada 21 Maret 2020

(9)

9

data tahun 2019 dibanding negara-negara cabang yang lain China memiliki 1.056 layar bioskop di China sedangkan negara cabang seperti Viatnam hanyak memiliki 453 layar bioskop dan Indonesia sendiri memiliki 366 layar bioskop.23 Berdasarkan data terakhir tahun 2020, CGV beroperasi di 140 lokasi di 70 kota di China.24 Hal ini menjadikan China sebagai negara cabang dengan bioskop CGV terbanyak dibanding negara-negara cabang lainnya.

Berbeda dengan bioskop yang telah ada sebelumnya di Indonesia, CGV kerap kali banyak menyangkan film-film Korea Selatan secara berkala yang mana hal tersebut masih jarang di temukan dalam bioskop Indonesia lainya, selain itu juga CGV memberi ruang bagi film-film independen ataupun film-film dari negara lainnya seperti film dari Jepang maupun Thailand untuk dapat tayang dalam bioskop layar lebar Indonesia. Sampai dengan saat ini, CGV telah memiliki 50 bioskop yang tersebar di 23 kota dan 11 provinsi di seluruh Indonesia, disamping itu CGV terus berusaha membuka lokasi-lokasi bioskop baru di Indonesia diantaranya dengan rencana dibukanya 7 bioskop CGV.25

Melalui bioskop CGV, Korea Selatan memberikan bantuan teknis dalam pengembangan seni pertunjukan, musik, drama, dan teknologi terkait bioskop serta didalamnya juga secara tidak langsung terjadi pertukuran pengetahuan mengenai perkembangan industri perfilman dan begitu pula minat pasar yang

23 Dwi Ayuningtyas, 2019, CJ CGV Bakal Tambah Kepemilikan di Bioskop Blitz, CNBC Indonesia, https://www.cnbcindonesia.com/market/20191121151200-17-116925/cj-cgv-bakal- tambah-kepemilikan-di-bioskop-blitz diakses pada 06 April 2022

24 KoBiz KOFIC, 2020, Korea Film New : CGV Cinema Resume Operation In China, http://www.koreanfilm.or.kr/eng/news/news.jsp?blbdComCd=601006&seq=5385&mode=VIEW diakses pada 06 April 2022

25 CGV, Tentang CJ CGV* Cinemas Indonesia, https://www.cgv.id/en/content/about_us diakses pada 21 Maret 2020

(10)

10

mempergaruhi padangan masyarakat Indonesia mengenai Korea Selatan utamanya pandangan masyarakat akan sosial-budaya maupun pekembangan teknologi Korea Selatan. CGV menjadi salah satu bentuk kerjasama Korea Selatan dan Indonesia dalam sektor industri dan ekonomi kreatif, dengan memberikan daya tarik yang berbeda dengan bioskop lainnya. Di Indonesia, selain bioskop CGV telah ada beberapa bioskop yang mendominasi dan cukup banyak diminati masyarakat Indonesia seperti Cinema XXI atau 21, Platinum Cineplex, Cinepolis maupun bioskop-bioskop independen lainnya yang dikelola oleh pemerintah daerah atau perusahaan swasta tertentu. Namun yang menjadi menarik dari kehadiran bioskop CGV di Indonesia yaitu dikarenakan bioskop CGV berupaya untuk mempromosikan budaya Korea Selatan-Indonesia dengan menggunakan konsep yang berbeda dengan bioskop pada umumnya sehingga memberi warna baru dalam industri perfilman di Indonesia.26 Mengadaptasi industri bioskop Korea Selatan, bioskop CGV menawarkan fasilitas-fasilitas ataupun teknologi yang lebih maju seperti adanya berbagai pilihan auditorium yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan maupun penerapan teknologi seperti self ticketing mechine.

Berbagai alasan tersebut yang kemudian membuat CGV menarik dan berbeda dengan bioskop pada umum yang telah ada di Indonesia.

Lebih lanjut, CGV juga menjadi ruang bagi pelaksanaan Korea Indonesia Film Festival (KIFF) yang merupakan agenda tahunan kedutaan besar Republik Korea di Indonesia. Tujuan utama dari dilaksanakannya KIFF sendiri yaitu untuk

26 CJ, 2016, CJ CGV Open Its 20th Theater In Indonesia.

https://english.cj.net/cj_now/view.asp?bs_seq=13500&schBsTp=1&schTxt= diakses pada 28 Maret 2021

(11)

11

memperkuat kegiatan pertukuran budaya Indonesia dan Korea Selatan. Bagi Korea Selatan, film menjadi media untuk memperkenalkan beragam sisi kehidupan baik secara sosial, budaya maupun tradisi yang memberi pengetahuan dan pengalaman tanpa perlu harus mengalaminya. CEO CJ CGV Indonesia “Kim Kyoung Tae” dalam sebuah artikel menegaskan bahwa selain melalui KIFF, CGV berupaya melakukan berbagai kegiatan dalam mempromosikan pertukuran budaya maupun hubungan persahabatan Korea Selatan dan Indonesia.27 Selain CGV, Cinemaxx atau yang sekarang berganti nama menjadi Cinepolis juga ikut menjadi salah satu bioskop di Indonesia yang menyangkan film-film asal Korea Selatan.

Namun penayangan film Korea Selatan yang ditayangkan oleh Cinepolis tidak sebanyak penayangan film Korea Selatan yang ditayangkan oleh CGV. Selama tahun 2014 sampai dengan awal tahun 2021 terdapat 47 judul film Korea Selatan hanya yang ditayangkan oleh bioskop CGV Indonesia.28 Film-film tersebut diantaranya yaitu The Admiral: Roaring Current, Unforgettable, Sunny, The Spy Gone North, Magic Flute, Dallea Story, Forgetten, A Bird Story, Dongju: The Portrait of A Poet, Anarchist From Colony, A Day, Assassination, The Road Called Life, Treasure Island, Sim Chung, Seondal : The Man Who Sell The River, The Wailing, Worst Woman, Crazy Romance, The Age Of Shadow, The Himalayas, The Confession, Mr Go, No Tear for Dead, Snowpiercer, The Spy, The Target, Miss Granny, Pororo: The Racing Adnenture, Collective Invention, Twenty, Set Me Free, Mourning Grave, Ode To My Father, Love Forecast,

27 CJ, 2019, CJ CGV Holds The 10th Korea Indonesia Film Festival.

https://english.cj.net/cj_now/view.asp?bs_seq=14309&schBsTp=2&schTxt=indonesia diakses pada 28 Maret 2021

28 CGV, Laporan Tahuan 2013-2019 , https://www.cgv.id/en/content/investor_relation diakses pada 01 Mei 2021

(12)

12

Veteran, Secretly Greatlys, Haundae, Samjin Company English Class, Beast Clawing at Straws, Deliver Us From Evil, Hostage, Sinkhole, Altarz Boys, Happy New Year, Jack The Ripper, Beasts Clawing At Straw, Midnight Sun.29 Setiap film yang ditayangkan memiliki nilai tersendiri dalam merepresentasikan Korea Selatan, salah satunya seperti film The Admiral: Roaring Current yang ceritanya berdasarkan pada sejarah perang myeongnyang pada dinasti joseon.

Kehadiran bioskop CGV sebagai salah satu aktor non negara yaitu Chaebol dari perwakilan perusahaan Korea Selatan dalam lingkup diplomasi publik yang ikut bekerjasama dengan Indonesia dalam pengembangan sektor industri kreatif serta turut mengambil peran aktif dalam menyebarkan budaya Korea Selatan di Indonesia menjadi ketertarikan bagi penulis untuk menjelaskan lebih lanjut bagaimana strategi diplomasi Korea Selatan melalui bidang industri perfilman yaitu bioskop CGV. MNC atau Chaebol sepeti CGV juga secara tidak langsung berperan aktif dalam mempengaruhi opini publik menganai berbagai hal tentang Korea Selatan. Opini-opini dibentuk ke berbagai instrumen seperti pertukaran budaya, radio, tv, film maupun media massa lainnya. Seperti yang secara umum diketahui bahwa CGV menjadi tempat pertukaran budaya Korea Selatan baik melalui festival film, kegiatan-kegiatan pengatahuan perfilman maupun menayangkan film konser-konser boyband asal Korea Selatan. Selain itu adanya potensi film yang mana berdasarkan survei konsumsi instrument Hallyu oleh KOFICE, 40% responden dari seluruh wilayah regional diantaranya Asia, Amerika, Timur Tengah dan Afrika menunjukan ketertarikan publik kedepannya

29 Ibid

(13)

13

lebih kepada perfilman Korea Selatan dibanding instument Hallyu lainnya seperti drama, fashion, makanan, produk kecantikan dan lain sebagainya.30 Meskipun dalam penyebarannya instument-instrument Hallyu saling berkaitan dan mempengaruhi namun potensi dari ketertarikan publik terhadap film Korea Selatan harus dimanfaatkan dengan bagi oleh Korea Selatan. Sehingga tidak heran dalam perkembangannya, Korea Selatan menjadikan industri perfilman sebagai bagian dari pendekatan terhadap suatu negara utamanya dalam penerapan diplomasi publiknya.

Untuk itu dalam penelitian ini akan dijelaskan lebih lanjut terkait berbagai langkah dari strategi diplomasi publik Korea Selatan melalui bioskop CGV yang diharapkan dapat lebih menarik perhatian masyarakat Indonesia yang sebelumnya sudah sangat tertarik dengan Korea Selatan, terbukti dengan terus berkembangnya fenomena Korean Wave di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana strategi diplomasi Korea Selatan melalui bioskop CGV di Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengatahui sejauh mana diplomasi dan kerjasama yang telah dilakukan oleh Korea Selatan di Indonesia yang mana

30 Korean Foundation for International Cultural Exchange (KOFICE), 2020, Global Hallyu Trends, Op.Cit, Hal. 106

(14)

14

hal tersebut menjadi bentuk perkembangan pengaruh Korean Wave serta merupakan bagian dari kontribusi Korea Selatan dalam pembangunan sektor industri dan ekonomi kreatif bidang perfilman di Indonesia.

1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat Akademis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran, wawasan dan pengetahuan bagi perkembangan ilmu hubungan internasional serta dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahanam seputar bentuk dari diplomasi yang diterapkan oleh Korea Selatan di Indonesia serta menambah pengetahuan tentang strategi kerjasama Korea Selatan-Indonesia dalam sektor pengembangan industri dan ekonomi kreatif.

1.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian pertama berupa jurnal berjudul Diplomasi Publik Korea Selatan di Indonesia Melalui King Sejong Institute Center Indonesia ditulis oleh Naomi Karina Hutagalung, Junita Budi Rachman dan Akim.31 Penelitian ini mengidentifikasi diplomasi publik yang dilakukan oleh Korea Selatan melalui King Sejong Institute Center (KSIC) sebagai institusi yang bergerak dibidang bahasa dan budaya. Kehadirannya merupakan bagian dari respon akan adanya

31 Naomi Karina Hutagalung, Junita Budi Rachman dan Akim, Diplomasi Publik Korea Selatan di Indonesia Melalui King Sejong Institute Center Indonesia, Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, Vol, 15, No, 2

(15)

15

potensi besar dari keingintahuan masyarakat Indonesia untuk mengenal lebih tentang Korea Selatan. Menggunakan kerangka konseptual soft power melalui diplomasi publik dengan metode kualitatif deskriptif, Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa KSIC mampu menarik perhatian masyarakat Indonesia terutama masyarkat wilayah Jakarta dalam waktu singkat dengan melakukan pendekatan melalui elemen-elemen diplomasi publik dalam setiap kegiatannya seperti dibukannya kelas bahasa korea, pemberian beasiswa dan masih banyak lagi.

Penelitian kedua berupa skripsi berjudul Diplomasi Kebudayaan Republic Korea Melalui Film dan Drama: Pencapaian Kepentingan Citra dan Ekonomi Republic Of Korea ditulis oleh Noor Rahma Yulia.32 Skripsi ini berisi tentang bagaimana Republic Of Korea melakukan diplomasi kebudayaan melalui film dan drama dengan memaparkan serta menganalisa perkembangan kebijakan Republic Of Korea di Indonesia. Penelitian ini menggunakan konsep diplomasi kebudayaan dan kepentingan nasional, hasil dari penelitian ini dijelaskan bahwa tidak sulit bagi Republic Of Korea memperkenalkan kebudayaannya di Indonesia kerena kedekatan hubungan yang sudah terjalin cukup lama dengan menggunakan strategi pendekatan “culture” melalui film dan drama yang menjadi peran penting dalam meningkatkan pemahaman masyarakat Indonesia terhadap korea selatan serta demi pencapaian kepentingan ekonomi Republic Of Korea di Indonesia.

32 Noor Rahma Yulia, 2013, Diplomasi Kebudayaan Republic Korea Melalui Film dan Drama:

Pencapaian Kepentingan Citra dan Ekonomi Republic Of Korea, Skripsi, Jakarta: Progaram Studi Hubungan Internasional, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

(16)

16

Penelitian ketiga berupa jurnal berjudul Kerjasama Indonesia dan Korea Selatan dalam Pengembangan Sektor Industri Kreatif di Indonesia ditulis oleh Rini Afrianti dan Cindy Yosita Putri.33 Peneletian ini menganalisis pengaruh kerjasama Indonesia dan Korea dalam ekonomi dan industri kreatif yang mana Korea dianggap memiliki keunggulan kualiatas industri kreatif dengan mengajarkan pelaku industri kreatif Indonesia untuk terus berupaya mengembangkan masing-masing subsektor industri kreatifnya. Metode penelitian yang digunakan penulis menggunakan metode deskriptif analitis, Hasil dari penelitian ini dijelaskan bahwa dengan adanya kerjasama kedua negara ini selain membantu pengembangan pelaku industri kreatif juga membantu bertambahnya investasi Korea Selatan di Indonesia ke sektor lainnya, yaitu sektor perfilman.

Penelitian keempat berapa jurnal berjudul Pengaruh MNCs Terhadap Brand Image Home Country Di Indonesia (Studi Kasus : Lotte Mart Di Makassar) ditulis oleh Weny.34 Penelitian ini menjelaskan tujuan Lottemart sebagai salah satu perusahaan MNCs yang berasal dari Korea Selatan serta melihat tanggapan masyarakat Indonesia, khususnya Makassar terhadap pengaruh budaya Korea Selatan tersebut. Kehadirannya Lottemart dianggap membentuk brand image Korea Selatan di Indonesia. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan konsep ekonomi politik internasional dengan metode penelitian deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kehadiran Lottemart di Indonesia tidak terlepas

33 Rini Arfriantari dan Cindy Yosita Putri, Kerjasama Indonesia dan Korea Selatan dalam Pengembangan Sektor Industri Kreatif di Indonesia, Jurnal Transborders

34 Weny, 2013, Pengaruh MNCs Terhadap Brand Image Home Country Di Indonesia (Studi Kasus : Lotte Mart Di Makassar), Skripsi, Makassar: Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Hasanuddin

(17)

17

dari intervensi Korea Selatan, Lottemart beperan menjadi alat diplomasi Korea Selatan dalam mencapai kepentingan nasionalnya.

Penelitian kelima berupa skripsi berjudul Diplomasi Publik Korea Selatan Melalui Program Korean Wave Di Uni Eropa ditulis oleh Fitra Junastya Yovianka.35 Penelitian ini menjelaskan mengenai upaya diplomasi publik Korea Selatan melalui program Korean Wave di Uni Eropa. Dalam penelitian ini, penulis memakai teori diplomasi publik, penelitian ini mengenai bagaimana model diplomasi publik yang digunakan oleh Korea Selatan melalui program Korean Wave di Uni Eropa. Hasil penelitian ini yaitu diplomasi publik yang diterapkan Korea Selatan di Uni Eropa adalah engagement. Hal tersebut didasarkan atas adanya salah satu perjanjian kerjasama Korea Selatan dalam Free Trade Agreement tahun 2011. Program Korean Wave berhasil menarik perhatian masyarakat Uni Eropa untuk belajar bahasa Korea dan mengenal seni serta budaya Korea Selatan.

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

No.

Judul Penelitian/Nama Peneliti

Jenis Penelitian/

Perspektif/

Metode Analisis

Hasil

1. Judul : Diplomasi Publik Korea Selatan di Indonesia Melalui King

Diplomasi Publik dan Soft Power

KSIC (King Sejong Institute Center) mampu menarik perhatian masyarakat Indonesia terutama

35Fitra Junastya Yovianka, 2016, Diplomasi Publik Korea Selatan Melalui Program Korean Wave Di Uni Eropa, Skripsi, Padang: Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Andalas

(18)

18 Sejong Institute Center

Indonesia

Oleh Naomi Karina Hutagalung, Junita Budi Rachman dan Akim

masyarkat wilayah Jakarta dalam waktu singkat dengan melakukan pendekatan melalui elemen-elemen diplomasi publik dalam setiap kegiatannya seperti dibukannya kelas bahasa korea, pemberian beasiswa dan masih banyak lagi.

2. Judul : Diplomasi Kebudayaan Republic Korea Melalui Film dan Drama: Pencapaian Kepentingan Citra dan Ekonomi Republic Of Korea

Oleh Noor Rahma Yulia

Konsep Diplomasi

Kebudayaan dan Kepentingan Nasional

Republic Of Korea

memperkenalkan kebudayaannya di Indonesia kerena kedekatan hubungan yang sudah terjalin cukup lama dengan menggunakan strategi pendekatan “culture”

melalui film dan drama yang menjadi peran penting dalam meningkatkan pemahaman masyarakat Indonesia terhadap korea selatan serta demi pencapaian kepentingan ekonomi Republic Of Korea di Indonesia

3. Judul : Kerjasama Metode Deskriptif Adanya kerjasama Indonesia dan

(19)

19 Indonesia dan Korea

Selatan dalam

Pengembangan Sektor Industri Kreatif di Indonesia

Oleh Cindy Yosita Putri

Analitis Korea Selatan tersebut selain dapat membantu pengembangan pelaku industri kreatif juga membantu bertambahnya investasi Korea Selatan di Indonesia ke sektor lainnya, yaitu sektor perfilman.

4. Judul : Pengaruh MNCs Terhadap Brand Image Home Country Di Indonesia (Studi Kasus : Lotte Mart Di Makassar)

Oleh Weny

Konsep Ekonomi Politik

Internasional

Kehadiran Lottemart sebagai salah satu perusahaan MNCs yang berasal dari Korea Selatan di Indonesia tidak terlepas dari intervensi Korea Selatan, Lottemart menjadi alat diplomasi Korea Selatan dalam menyebarkan kebudayaan khususnya Makassar demi mencapai kepentingan nasional negaranya.

5. Judul : Diplomasi Publik Korea Selatan Melalui Program Korea Wave Di Uni Eropa

Diplomasi Publik Program Korean Wave berhasil menarik perhatian masyarakat Uni Eropa untuk belajar bahasa Korea dan mengenal seni serta budaya Korea Selatan. Diplomasi publik

(20)

20 Oleh Fitria Junastya

Yovinka

yang diterapkan Korea Selatan di Uni Eropa adalah engagement. Hal tersebut didasarkan atas adanya salah satu perjanjian kerjasama Korea Selatan dalam Free Trade Agreement tahun 2011.

1.5 Landasan Teori / Konsep 1.5.1 Diplomasi Publik

Istilah diplomasi publik pertama kali diperkenalkan oleh oleh Edmund Gullion pada tahun 1965, menurutnya diplomasi publik secara tradisional dipahami sebagai sarana yang digunakan pemerintah, organisasi non-pemerintah maupun individu untuk mempengaruhi sikap dan pendapat masyarakat dan pemerintah lain sedemikian rupa sehingga dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri mereka.36 Diplomasi publik dilihat sebagai kegiatan di luar diplomasi tradisional, namun dengan tujuan yang jelas mempengaruhi kebijakan luar negeri negara lain. Dalam pemahaman tradisional tersebut aktor-aktor negara diakui cukup berpotensial dalam mempengarahi kebijakan pemerintah, namun dalam perkembangannya aktor-aktor dalam diplomasi publik tidak hanya melibatkan aktor-aktor negara tetapi menjadi lebih luas dengan melibatkan aktor-aktor non negara yang ikut memperluas padangan publik megenai negara tersebut.

36 Katarzyna Pisarska, 2016, The Domestic Dimension of Public Diplomacy: Evaluating Seccuss Through Civil Engagement, London : Plagrave Macmillan, Hal. 13

(21)

21

Pemahaman mengenai diplomasi publik memunculkan perbedaan antar diplomasi tradisional dan diplomasi publik modern. Perbedaan tersebut terlihat pada diplomasi publik modern yang melibatkan banyak kelompok-kelompok lebih luas dari pada dua pihak.

Konsep diplomasi publik yang sering kali digunakan oleh negara untuk mempengaruhi opini masyarakat negara lain dalam mencapai kepentingannya tersebut menjadikan opini-opini masyarakat dibentuk ke berbagai instrumen seperti pertukaran budaya, radio, tv, film maupun media massa lainnya.

Penjelasan Diplomasi publik tidak hanya identik dengan states and non-state actors, tetapi juga government to people atau bahkan people to people. Menurut Yiwei Wang, diplomasi people to people mengacu pada situasi di mana individu berkumpul bersama dalam proyek yang disponsori negara dan/atau yang diprakarsai negara, oleh karena itu diplomasi publik berlangsung adanya kepemimpinan negara dan keterlibatan aktor-aktor non negara.37 People to people ini yang kemudian menjadikan opini publik secara efektif mempengaruhi pola perilaku negara dalam pengambilan suatu kebijakan luar negerinya. Implementasi dari diplomasi publik yang dilakukan oleh sebuah negara tentunya berbeda-beda.

Berkembangnya dunia khusunya pada abad ke-21 menjadikan pemahaman tentang diplomasi publik juga ikut berkembang dari waktu ke waktu yang mana hal ini diikut dengan perubahan-perubahan dalam konteks globalisasi,

37 Efe Sevin, 2017, Public Diplomacy And The Implementation Of Foreign Policy In The US, Sweden And Turkey, Plagrave Mecmillan Series in Global Public Diplomacy, Switzerland:

Plagrave Macmillan, hal. 21

(22)

22

demokratisasi maupun internet.38 Oleh karena hal tersebut diperlukannya informasi yang lebih kontekstual dalam memahami diplomasi publik. Hans N.

Tuch menekankan bahwa tujuan komunikasi ini tidak hanya untuk mempengaruhi tetapi juga untuk menumbuhkan pemahaman terhadap ide dan cita-cita bangsa, lembaga dan budaya, serta tujuan dan kebijakan nasionalnya.39 Dalam perkembangan diplomasi publik, diperlukan pengembangan hubungan dengan membangun hubungan tidak hanya untuk memperkuat saling pengertian tetapi juga dengan tujuan menemukan kebaikan bersama. Seperti yang dijelaskan dalam penelitian oleh Mark Leonard, diplomasi publik adalah tentang memahami kebutuhan negara lain, budaya dan masyarakat; mengomunikasikan suatu sudut pandang; memperbaiki kesalahan persepsi; mencari solusi yang dapat kita temukan penyebab bersama.40

Mark Leonard menjelaskan empat tujuan yang dapat dicapai dalam penerapan diplomasi publik diantaranya yaitu familirity, appreciation, engaging people dan influencing.41 Pertama yaitu familirity yaitu meningkatkan rasa kekeluargaan terhadap suatu negara dengan cara membuat mereka memikirkan tentang negara tersebut, menunjukan citra yang baik dan membalikkan opini tentang apa yang mereka tidak sukai.42 Dalam tulisan ini cara tersebut dilakukan oleh Korea Selatan dengan menghadirkan GCV di Indonesia agar masyarakat Indonesia tetap dapat menikmati film-film layar lebar Korea Selatan maupun

38 Katarzyna Pisarska, Op.Cit

39 Ibid

40 Ibid, Hal. 14

41 Mark Leonard, 2002, Public Diplomacy, London: The Foreign Policy Centre, hal. 9

42 Kristen Bound; Rachel Briggs ; John Holden; Samuel Jones, 2007, Culture Diplomacy, London : Demos, Hal. 24

(23)

23

penayangan konser musik idol Korea Selatan seperti Twice, Blackpink, BTS dan konser musik Korea Selatan lainnya.43 Penayangan film-film tersebut juga didukung dengan penawaran fasilitas-fasilitas menarik dari bioskop CGV seperti halnya fasilitas bioskop yang ada di Korea Selatan. Selain menayangkan film maupun konser musik Korea Selatan, bioskop CGV juga menjadi lokasi pelaksanaan berbagai kegiatan pertukaran informasi maupun budaya, kegiatan- kegiatan tersebut diantaranya Korea-ASEAN Cinema Weekend (KACW) merupakan kerjasama yang dilaksanakan bioskop CGV bersama Kedutaan Besar Korea Selatan di Indonesia.44 Korea Film Festival (KIFF) yang menjadi acara tahuan bagian dari kerjasama CGV dan Korean Culture Center Indonesia (KCCI).45 Kehadiran CGV dengan berbagai kelebihannya kemudian membantuk citra dan opini baik dari masyarakat Indonesia.

Kedua appreciation yaitu meningkatkan apresiasi atau perhargaan dengan menciptakan persepsi positif tentang suatu negara dan membuat orang lain melihat masalah dari sudut pandang yang sama.46 Hal ini dilakukan oleh Korea Selatan melalui CGV selain dengan menayangkan film-film Korea Selatan yang di dalamnya baik itu diselipkan secara tersirat atau langsung dari film tersebut mengenai berbagai hal tentang Korea Selatan. Muatan pesan yang disampaikanpun juga memiliki keterikatan terhadap situasi yang saat itu sedang

43 Laporan Tahuan, 2013, CGV, diakses dalam

https://cdn.cgv.id/uploads/profile/Annual%20Report%202013.pdf (13/6/2020)

44 Resty Armenia, 11 Film Ramaikan Pekan Film Korea-ASEAN, CNN Indonesia, diakss dalam https://m.cnnindonesia.com/hiburan/20161015130859-220-165693/11-film-ramaikan-pekan-film- korea-asean diakses pada 12 Juni 2020

45 Korea Cultural Center, 2018, Korea Indonesia Film Festival 2018, Ministry of Culture, Sports and Tourism, https://id.korean-culture.org/id/486/board/232/read/92718 diakses pada 28 Maret 2021

46 Kristen Bound; Rachel Briggs ; John Holden; Samuel Jones, Op.Cit

(24)

24

terjadi dan memiliki pengaruh baik dari segi pemikiran, tindakan, maupun pengambilan keputusan dari sepenikmat film tersebut yang kemudian hal ini dapat membentuk cara pandang yang sama dalam melihat Korea Selatan, dalam hal ini masyarakat Indonesia kemudian lebih mengapresiasi hasil-hasil karya industri perfilman Korea Selatan. Bioskop CGV menciptakan presepsi atau pandangan positif mengenai Korea Selatan di Indonesia dengan melakukan pendekatan- pendekatan pada isu tertentu. Salah satunya dengan pelaksanaan kegiatan

“Bioskop Tanpa Batas” yang merupakan kerjasama bioskop CGV dengan Mitra Netra sebagai organisasi khusus menangani penyandang tunanetra.47

Ketiga engaging people yaitu melibatkan masyarakat dalam suatu negara dengan menguatkan hubungan dari pendidikan, meyakinkan masyarakat disuatu negara untuk mendatangi tempat-tempat wisata, membuat masyarakat membeli produk dari negara tersebut, dan membuat masyarakat memahami nilai-nilai negara tersebut.48 Dalam tujuan ketiga ini keterlibatan masyarakat Indonesia dapat dilihat dari pemenuhan kebutuhan melalui kontribusi pengembangan dalam bidang pendidikan yang dilakukan oleh bioskop CGV dengan mengadakan pelatihan pembuatan film yang dikenal dengan Toto’s Film Making Class dengan melibatkan pelajar SMP maupun SMA.49 Selain itu bioskop CGV juga melakasanakan kegiatan pembelajaran melalui CGV Movie Project yang diikuti oleh sineas-sineas muda Indonesia. Pada dasarnya kegiatan-kegiatan ini

47 Laporan Tahuan, 2016 CGV, diakses dalam

https://cdn.cgv.id/uploads/profile/2016%20Annual%20Report.pdf diakses pada 13 Juni 2020

48 Kristen Bound; Rachel Briggs ; John Holden; Samuel Jones, Op.Cit

49 Zulfikri Syatria, 2013, Bikin Film Terasa Menyenangkan di Toto's Filmmaking Class, BeritaSatu, https://www.beritasatu.com/hiburan/137854/bikin-film-terasa-menyenangkan-di-totos- filmmaking-class diakses pada 28 Maret 2021

(25)

25

dilaksanakan agar masyarakat dapat lebih mengenal bioskop CGV yang merupakan representas dari Korea Selatan yang kemudian secara tidak langsung kegiatan-kegiatan tersebut menimbulkan keterkarikan pada masyarakat Indonesia terhadap Korea Selatan sehingga timbul keinginan untuk lebih mengenal negara tersebut.

Terakhir influencing yaitu mempengaruhi perilaku suatu masyarakat atau individu untuk membuat perusahaan berinvestasi, mendorong dukungan publik untuk posisi suatu negara, dan meyakinkan politisi untuk menjadi sekutu.50 Kehadiran bioskop CGV di Indonesia kemudian menjadikan hubungan kerjasama Korea Selatan dan Indonesia semakin meningkat dan menjadi perhatian khususnya peningkatan kerjasama kedua negara ini di bidang industri perfilman layar lebar yang beberapa dalam perkembangannya menjadi fokus perhatian pemerintah Indonesia. Peningkatan kerjasama ini, salah satunya dapat dilihat dengan terlaksananya berbagai kerjasama yang telah dilakukan oleh bioskop CGV dengan berbagai pihak baik instansi pemerintah maupun non pemerintah. Seperti halnya CGV juga memberikan ruang khusus bagi kemajuan industri perfilman Indonesia dengan membentuk Art House-Rumah Film Indonesia serta bioskop CGV juga ikut memberi dukungan kerjasama dengan berbagai bidang hiburan selain perfilman.

Lebih lanjut, dalam diplomasi publik CGV merupakan aktor non negara yang menjadi bagian dari Multi National Coorporation Korea Selatan di Indonesia.

50 Kristen Bound; Rachel Briggs ; John Holden; Samuel Jones, 2007, Culture Diplomacy, London : Demos, Hal. 24

(26)

26

Selain Multi National Corporation (MNC) dalam lingkup hubungan internasional terdapat berbagai jenis aktor non negara yang terlibat dalam diplomasi publik diantaranya Internasional Govermental Organizations (IGO), Non Govermental Organizations (NGO) maupun kelompok-kelompok kepentingan, ,media atau bahkan individu.51 Dalam praktik diplomasi publik aktor non negara memiliki keluasan untuk berinteraksi dengan berbagai pihak sehingga dapat membuka peluang bagi suatu negara untuk mempererat ataupun menjalin hubungan baru dengan negara lainnya. Aktor non negara juga dapat mempengaruhi suatu negara dalam proses pengambilan kebijakan laur negerinya.

1.5.2 Soft Power

Dalam studi hubungan internasional, power dikenal sebagai kekuatan atau kemampuan yang dimiliki suatu individu atau negara untuk dapat mempegaruhi individu atau negara lainnya. Terdapat dua kategori power yang sering kali digunakan dalam menjelaskan kepetingan suatu pihak yaitu hard power dan soft power. Seiring dengan berkembangan dunia, penggunaan hard power mulai jarang digunakan. Berbagai negara mulai banyak menggunakan instrumen soft power dalam melakukan pendekatan dengan negara lain, termaksud dalam melaksanakan diplomasi publik. Dalam pelaksanaan diplomasi publik, Soft Power menjadi salah satu bagian penting dalam penerapan diplomasi publik. Hal itu dikarena adanya asumsi bahwa diplomasi publik merupakan salah satu bentuk pendekatan soft power. Diplomasi publik menggunakan soft power dalam usaha pendekatan untuk

51 Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani, 2014, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Bandung : PT Remaja Rosdakarya

(27)

27

mempengaruhi opini publik melalui berbagai instrumen soft power seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi maupun kapabilitas militer dengan memberikan bantuan teknis ataupun pendidikan militer.

Lebih lanjut, Konsep soft power merupakan suatu konsep yang diperkenalkan oleh Joseph S. Nye di tahun 1990. Joseph Nye pertama kali memperkenalkan konsep soft power dalam menjelaskan pekembangan tindakan Amerika Serikat yang tidak hanya menggunakan instumen hard power tetapi juga instrumen soft power.52 soft power kerap kali diartikan sebagai kemampuan suatu pihak atau negara dalam menarik perhatian pihak atau negara lain dengan cara-cara persuasif seperti merubah pengaruh atas ide, cara pandang, hingga budaya yang tujuannya agar pihak atau negara tersebut dapat mencapai kepentingannya. Menurut Joseph Nye, soft power lebih dari sekadar persuasi atau kemampuan untuk menggerakkan orang dengan argumen, Nye menekankan pada memunculkan ketertarikan (attraction) yang menjadi hal yang harus sangat diperhatikan dibandingkan dengan melakukan peksaan, ancaman ataupun bayaran.53 Dalam penerapan soft power suatu negara, aktor non negara seperti CGV berpotensi kuat dalam membantu membangun dan mempertahankan soft power Korea Selatan di Indonesia. ketergantungan ekonomi, aktor transnasional, nasionalisme di negara- negara lemah, penyebaran teknologi, dan perubahan isu-isu politik, serta modernisasi, urbanisasi, dan peningkatan komunikasi di negara-negara

52 Joseph S. Nye, Public Diplomacy and Soft Power, The Annals Of The American Academy

53 Joseph S. Nye,2004, The benefits of Soft Power, Compass, Harvard Business School, https://hbswk.hbs.edu/archive/the-benefits-of-soft-power diakses pada 05 April 2020

(28)

28

berkembang menjadi beberapa faktor yang berkontribusi dalam penyebaran soft power suatu negara.

Terdapat tiga sumber utama dari soft power yang dijelaskan oleh Joseph Nye yaitu budaya (culture), nilai-nilai politik (political values) dan kebijakan luar negari (foreign policies).54 Ketiga sumber ini saling berkaitan dalam memperkuat kapabilitas soft power suatu negara dalam mempengaruhi negara atau pihak lainnya. Sumber pertama yaitu budaya (culture), sumber budaya diartikan sebagai satu kesatuan yang mencerminkan banyak makna bagi suatu masrayakat.55 soft power dalam sumber budaya yang dijelaskan oleh Joseph Nye tidak hanya budaya yang besifat high culture yang menarik bagi kalangan elit seperti sastra, seni dan pendidikan tetapi juga banyak mengacu pada budaya populer seperti musik ataupun film dan lainya sebagainya.56 Sumber budaya dari soft power dapat dicapai ketika masyarakat mampu menerima, menyukai ataupun berminat pada nilai-nilai budaya yang ditawarkan dari negara tersebut.

Sumber kedua yaitu nilai-nilai politik. Nilai-nilai politik yang dianut dapat berpengaruh bagi pihak lainnya, baik dalam dalam perilaku tiap hari, dalam organisasi internasional, maupun dalam pengambilan kebijakan internasional.

Melalui nilai-nilai yang dianutnya suatu negara harus mampu memanfaatkan nilainya yang ada dalam menjalankan dinamika politik internasional. Ketika suatu negara mampu memaikan perannya dalam mendominasi politik internasional maka secara tidak langsung negara tersebut memiliki kemudahan dalam

54 Joseph S. Nye, Public Diplomacy and Soft Power, The Annals Of The American Academy

55 Ibid

56 Ibid

(29)

29

mempengaruhi pandangan dari negara lainya untuk mencapai kepentingan politiknya. Terakhir, sumber soft power utama ketiga yaitu kebijakan luar negeri.

Kebijakan luar negari erat kaitanya dengan keberlangsungan hubungan suatu negara dengan negara lain ataupun dengan dunia internasional. Kebijakan luar negeri pemerintah suatu negara akan sangat mempengaruhi pilihan dari negara lain yang juga berdampak pada kekuatan dari soft power. Ketika kebijakan luar negari suatu negara mampu memberi kesan yang baik maka akan sangat mudah untuk mendapat perhatian dari negara lain.

Soft power dalam praktiknya mengabungkan budaya suatu negara termaksud pengetahuan, seni, moral dan kapabilitas lainnya serta kebiasaan yang dibentuk oleh masyarakat yang tujuannya agar negara tersebut dapat mencapai kepentingannya.57 Adanya kebiasaan masyarakat yang kemudian secara tidak langsung mempengaruhi arah kebijakan politik luar negari suatu negara terhadap negara lain. Dalam hal ini Korea Selatan melalui bioskop CGV selain kerap kali menayangkan film-film Korea yang didalamnya memperlihatkan kehidupan sosial maupun budaya negara tersebut, Korea Selatan juga melakukan pendekatan- pendekatan dengan berbagai kegiatan yang diadakan oleh CGV baik melalui kegiatan Festival Film maupun kegiatan-kegiatan pengembangan wawasan terkait industri perfilman lainnya.

57 Joseph S. Nye, 2004, Soft Power and American Foreign Policy, Political Science Quarterly

(30)

30 1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggukan jenis penelitian deskriptif yaitu dengan berusaha mengumpulkan, menyusun, menginterpretasikan data yang kemudian di jelaskan dengan menganalisis data tersebut atau menganalisa fenomena tertentu.

Kelengkapan data serta gambaran fenomena tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya dari studi literatur.58 Adapaun tujuan penelitian ini berdasarkan jenis penelitian desktritif adalah untuk menganilisis studi kasus atau fenomena mengenai penerapan diplomasi publik dalam industri pefilman Korea Selatan utamanya terkait strategi diplomasi dari Korea Selatan melalui bioskop CGV.

1.6.2 Metode Analisis

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kualiatif. Teknik analisis kualitatif merupakan teknik penelitian yang menjelaskan suatu penelitian melalui fenomena-fenomena tertentu berdasarkan data-data yang ada. Sehingga didapatkan hubungan,perubahan, kesamaan maupun perbedaan yang kemudian disusun menjadi sebuah penelitian.59 Melalui teknik analisa data tersebut diharapkan dapat menjelaskan relevansi strategi diplomasi Korea Selatan melalui bioskop CGV berdasarkan data-data yang menjadi rujukan penelitian ini.

58 Ulber Silalahi, 2009, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT Refika Aditama, hal. 29

59 Yanuar Ikbar, 2014, Metodelogi & Teori Hubungan Internasional, Refika Aditama : Bandung, hal.18

(31)

31 1.6.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini tidak jauh dari judul penelitian ini yaitu Strategi Diplomasi Korea Selatan Melalui Bioskop CGV Di Indonesia. Agar pembahasan penelitian tidak melebar diperlukan batasan batasan waktu dan materi sehingga nantinya mendapatkan hasil penelitian yang tepat dan akurat.

1.6.3.1 Batasan Waktu

Batasan waktu pada penelitian ini berfokus pada tahun 2014 hingga sampai saat ini. Hal ini karena di tahun 2014 merupakan awal bergabungnya perusahaan CJ CGV secara resmi di indonesia. Bergabungnya CJ CGV tesebut merupakan realisasi dari Memorandum of Understanding (MoU) Korea Selatan dan Indonesia yang tepatnya ditandatangani pada tahun 2013. Kemudian kesepakatan Korea Selatan dan Indonesia berkembang pada tahun 2017 dengan peningkatan kemitraan Korea Selatan dan Indonesia melalui “Special Strategi Partnership” yang berlaku sampai dengan saat ini. Baik MoU maupun Special Strategi Partnership keduanya memfokuskan pada pengembangan kerjasama pada area yang sama salah satunya yaitu pengembangan pada bidang industri dan ekonomi kreatif. Melaui pengembangan kerjasama tersebut, CJ CGV menjadi bagian dari representasi Korea Selatan yang berkontribusi pada pengembagan ekonomi dan industri kreatif serta serta secara tidak langsung ikut berperan aktif dalam menyebarkan diplomasi publik Korea Selatan di Indonesia melalui berbagai film dan kegiatan-kegiatannya.

(32)

32 1.6.3.2 Batasan Materi

Batasan materi dalam penelitian ini yaitu strategi diplomasi Korea Selatan melalui bioskop CGV di Indonesia. Penelitian yang dilakukan akan berfokus pada bantuk-bentuk strategi yang dilakukan oleh Korea Selatan melalui bioskop CGV.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui studi kepustakaan dengan mengumpulkan sejumlah dokumen tertulis baik dalam bentuk buku, jurnal, berita, artikel, maupun sumber-sumber pendukung resmi lainnya yang berkaitan dengan tema dalam penelitian ini seperti sumber dari internet yang diterbitkan oleh lembaga atau instanti penelitian maupun dari website resmi seperti CGV Indonesia, CJ Group serta lembaga-lembaga dibawah Ministry of Foreign Affairs (MOFA) dan The Ministry of Culture, Sport &

Tourism (MCST) Korea Selatan diantaranya Korea Creative Content Agency (KOCCA), Korea Film Council (KOFIC), Korea Culture and Information Service (KOCIS), Korea Foundation for International Culture Exchange (KOFICE), dan Korea Tourism Organization (KTO). Dengan menjadikan data-data tersebut sebagai sumber rujukan, penulis kemudian dapat memahami terkait industri perfilman Korea Selatan utamannya dalam pemanfaatan bioskop CGV sebagai bagian dari diplomasi publik Korea Selatan. lebih lanjut, sumber rujukan tersebut kemudian diolah dan dikelompokan oleh penulis berdasarkan sistematika penulisan dalam penelitian ini.

(33)

33

1.7 Argumen Pokok

Semakin eratnya hubungan diplomasi Korea Selatan-Indonesia beberapa tahun belakangan ini menghasilkan berbagai kesepakatan-kesepakatan yang semakin meluas, salah satunya kesepakatan dalam bidang pengembangan industri dan ekonomi kreatif yang di realisasikan melalui pertukaran, pendidikan, pelatihan, dan peningkatan kapasitas di bidang teknologi produksi film serta pemberian bantuan teknik dalam pengembangan seni pertunjukan, musik, drama, dan teknologi terkait bioskop. Terkait hal tersebut bioskop CGV menjadi representasi dari Korea Selatan yang mana dalam hal ini CGV memberikan investasi serta daya tarik khusus dalam hal industri perfilman dengan berupaya menjadi wadah bagi pertukuran budaya Korea Selatan-Indonesia melalui berbagai kegiatan dan penayangan film-film Korea Selatan maupun Indonesia. Sebelum adanya CGV film-film korea yang tayang di bioskop sangat jarang. Selain itu CGV menjadi lokasi penayangan Korea Indonesia Film Festival yang merupakan acara tahunan kedutaan besar Korea Selatan di Indonesia. Bagi kedua negara dengan adanya kegiatan tahunan seperti Korea Indonesia Film Festival dapat memperkuat pertukaran budaya Korea Selatan maupun Indonesia. Secara umum peran CGV sebagai representasi Korea Selatan terlihat jelas dengan menggunakan indikator dari penjelasan diplomasi publik dimana terbagi menjadi beberapa empat point utama antara lain; Pertama familirity yaitu meningkatkan pengetahuan publik mengenai Korea Selatan melalui bioskop CGV dengan melaksanakan Korea- ASEAN Cinema Week (KACW), Korea Indonesia Film Festival (KIFF),

(34)

34

penayangan konser musik dan program House of Korea; Kedua appreciation yaitu membentuk apresiasi publik melalui bioskop CGV dengan pelaksanaan program Bioskop Tanpa Batas, Family Movie Night, nonton bersama dan CGV K-Pop Festival; Ketiga engaging people yaitu meningkatkan hubungan dan pemenuhan kebutuhan publik terhadap Korea Selatan melalui bioskop CGV dengan melaksanakan Toto’s Film Making Class, CGV Movie Project dan promosi pariwisata; Terakhir influencing yaitu pengaruh dan informasi yang ditanamkan Korea Selatan melalui bioskop CGV di Indonesia dengan membentuk CGV Art House serta pelaksanaan kerjasama dengan berbagai industri hiburan selain industri perfilman.

1.8 Sistematika

Tabel 1.8.1 Sistematika Penulisan

BAB ISI

BAB I PENDAHULUAN Terdiri dari : 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4 Penelitian Terdahulu

1.5 Teori/Konsep

1.6 Metodologi Penelitian 1.7 Argumen Pokok/Hipotesa

(35)

35 1.8 Sistematika Penulisan

BAB II DIPLOMASI PUBLIK KOREA SELATAN Terdiri dari :

2.1 Diplomasi Publik Korea Selatan di Indonesia

2.2 Industri Perfilman Sebagai Instrumen Pendukung Diplomasi Publik Korea Selatan

2.3 Masuknya Bioskop CGV Ke Indonesia

BAB III LANGKA PENCAPAIAN TUJUAN DIPLOMASI PUBLIK KOREA SELATAN MELALUI BIOSKOP CGV DI INDONESIA

Terdiri dari :

3.1 Meningkatkan Pengetahuan Publik Mengenai Korea Selatan Melalui Bioskop CGV di Indonesia

3.2 Membentuk Apresiasi Publik Melalui Bioskop CGV

3.3 Meningkatkan Hubungan dan Pemenuhan Kebutuhan Publik Terhadap Korea Selatan Melalui Bioskop CGV di Indonesia

3.4 Pengaruh dan Informasi yang Ditanamkan Korea Selatan Melalui Bioskop CGV di Indonesia

3.5 Analisis Soft Power Korea Selatan Melalui Bioskop CGV Sebagai Bagian Dari Diplomasi Publik di Indonesia

BAB IV PENUTUP Terdiri dari : 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran

Gambar

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
Tabel 1.8.1 Sistematika Penulisan

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah tersebut perlu dilakukan perubahan terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman tahun 2016-2021 sebagai

sudut kecil. Pengukuran dengan SANS berhasil menampilkan presipitat yang te~adi, bahkan pada tahap sangat awal sekalipun. Dalam makalah ini disajikan teon separasi

sebagai tumbuhan berkhasiat obat yang dapat menjadi salah satu alternatif jenis yang dapat ditanam di Taman Obat Keluarga.. Tumbuhan yang di daerah Sunda dikenal dengan nama

Dari hasil analisis direncanakan, arah pengembangan Pelabuhan Tanjung Emas meliputi pemanjangan dermaga peti kemas sepanjang 300 m x 25 m, perluasan container

Salah satu komponen aktiva lancar yang dapat dijual atau dijadikan uang kas adalah surat-surat berharga (investasi jangka pendek) dengan penjualan surat berharga ini berarti

Untuk penelaahan data sifat fisis mekanis (kerapatan dan keteguhan tarik sejajar serat) dari 23 jenis rotan berdiameter kecil (<1,2 cm), digunakan analisa keragaman

Dana tersebut saat ini sedang diterapkan untuk memenuhi kebutuhan pemulihan dari masyarakat yang berhubungan dengan dua peristiwa bencana pada bulan Oktober 2010 (letusan

Proyek sodetan Bekasi-KBT sudah mulai dikerjakan di wilayah Pondok Kopi dan dihentikan Pemko Jakarta Jakarta Timur... BraniBeli SmuaMerk Mtr Tua / Muda KondTdk