• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BOTTOM ASH PADA SUBBASE LAPISAN PERKERASAN JALAN DENGAN TAMBAHAN SEMEN (STUDI KASUS : PLTU LABUHAN ANGIN SIBOLGA) TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH BOTTOM ASH PADA SUBBASE LAPISAN PERKERASAN JALAN DENGAN TAMBAHAN SEMEN (STUDI KASUS : PLTU LABUHAN ANGIN SIBOLGA) TUGAS AKHIR"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BOTTOM ASH PADA SUBBASE LAPISAN PERKERASAN JALAN DENGAN TAMBAHAN SEMEN

(STUDI KASUS : PLTU LABUHAN ANGIN SIBOLGA)

TUGAS AKHIR

Disetujui untuk melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh:

WENDI DAMANIK 12 0404 106

BIDANG STUDI TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(2)

ABSTRAK

Industri pertambangan di Indonesia termasuk batu bara telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dari pembakaran batu bara dihasilkan sekitar 5% polutan padat yang berupa abu (fly ash dan bottom ash ) berupa ±10 – 20%

bottom ash dan ± 80 – 90% fly ash. Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh penggunaan bottom ash sebagai filler pada subbase, pengaruh penambahan semen sebagai pengikat pada lapisan perkerasan jalan, dan untuk memperoleh nilai γdmaks, Wopt, UCST dan CBR dari campuran tanah, bottom ash, dan semen. Penelitian dilakukan di Laboratorim Mekanika Tanah dan Laboratorium Jalan Raya Departemen Teknik Sipil USU dengan Metode Goswani. Penelitian dilakukan dengan penambahan 88% tanah, 2% bottom ash, dan 10% semen pada subbase. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi penurunan indeks plastisitas (IP) sebesar 22,04% menjadi 20,26%, nilai Berat Isi Kering Maksimum dari 1,496 gr/cm3 menjadi 1,341 gr/cm3, Batas Plastis (PL) dari 20,62% menjadi 20,08%, serta terjadi peningkatan pada Batas Cair (LL) dari 37,19% menjadi 40,34%, persen butiran halus dari 42,86% menjadi 52,37%, dan Kadar Air Optimum dari 21,17% menjadi 24,99%. Persen CBR meningkat maksimum dari 6,84% menjadi 8,31% dipengujian bottom ash + cement + soil 16% dan UCST meningkat maksimum dari 1,365 kg/cm2 menjadi 1,749 kg/cm2 dipengujian bottom ash + cement + soil 14%. Persen CBR meningkat maksimum dari 6,84% menjadi 8,31% dipengujian bottom ash 16% dan UCST meningkat maksimum dari 1,365 kg/cm2 menjadi 1,749 kg/cm2 dipengujian bottom ash 14%.

Kata kunci : subbase, index properties, engineering properties, kompaksi, berat isi kering maksimum, kadar air optimum, batas cair, persen butiran halus, stabilisasi tanah.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulisan Tugas Akhir yang berjudul “PENGARUH BOTTOM ASH PADA SUBBASE LAPISAN PERKERASAN JALAN DENGAN TAMBAHAN SEMEN” ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat penyelesaian Pendidikan Sarjana di Bidang Studi Transportasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan dan penulisan Tugas Akhir ini hingga dapat terselesaikan tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang berperan yaitu:

1. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, M.T., selaku Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

2. Bapak Medis S. Surbakti, S.T, M.T., sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Zulkarnain A.Muis, M.Eng, Sc., sebagai Koordinator Transportasi Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. M.Ridwan anas S.T, M.T., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Irwan Suranta Sembiring S.T, M.T., dan Bapak Medis S. Surbakti, S.T, MT.,sebagai Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, M.T., sebagai Kepala Laboratorium Jalan Raya, atas bimbingan kepada penulis selama menjadi asisten Laboratorium Jalan Raya.

7. Ibu Ika Puji Hastuty, S.T. M.T., sebagai Kepala Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang telah membimbing dan

(4)

memberikan pengajaran kepada penulis selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

10. Teristimewa kepada kedua orangtua saya Ayahanda D. Damanik dan Ibunda B. Br Simanjuntak, yang tak pernah berhenti memberikan doa, dukungan, motivasi, kasih sayang dan segalanya selama ini. Abang saya Fonco Damanik, Joan Rado Damanik, Adik saya Khristy Ayu Damanik dan Pacar saya Claudia Risnayanti Munthe yang selalu memberi dukungan dan materil serta seluruh keluarga besar saya yang selalu mendukung dan membantu dalam menyelesaikanTugas Akhir ini.

11. Seluruh teman-teman mahasiswa Teknik Sipil 2012 dan 2015 yang telah banyak membantu penulis mulai dari awal proses pengerjaan Tugas Akhir hingga selesai, khususnya: (Ira Simanungkalit, Farid, Togap Nainggolan, Jonathan Hutabarat, Pardi, Catrin, Kevin Indra, Ignatia, Okta, dan masih banyak lagi 2015 yang tidak disebutkan namanya. Dan teman seperjuangan saya (Billjones L.Gaol, M.Garry Satria Tanjung, Kevin Maulana, Nakkok L.Raja, Deson Kogoya) terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

12. Seluruh Asisten Laboratorium Jalan Raya Departemen Teknik Sipil FT USU ( Akmal, Zaky, Billjones, Kevin dan Adik-adik 2015 dan 2016)

13. Seluruh Staf Laboratorium Mekanika Tanah Departemen Teknik Sipil FT USU dan Staf PLTU Labuhan Angin Sibolga.

14. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu di sini, terimakasih atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu Penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis menerima kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini.

(5)

Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan,2019, Penulis

(Wendi Damanik)

(6)

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Bottom ash ... 5

2.2 Perkerasan Jalan ... 6

2.3 Unconfined Compression Strenght Test (UCST) ... 9

2.4 California Bearing Ratio (CBR)... 9

2.5 Parameter Pemadatan Tanah/Kompaksi ... 10

2.6 Stabilisasi Tanah ... 12

2.7 Proctor Standard (Pemadatan) ... 13

2.8 Hubungan Parameter Kompaksi dengan Index properties ... 13

2.9 Grup Index Tanah ... 15

2.10 Penelitian Terdahulu ... 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1 Metodologi dan Lokasi Penelitian ... 20

I. Metode dan Lokasi ... 20

II. Persiapan sampel ... 21

III. Pembuatan Benda Uji... 22

3.2 Tahap Pengolahan Data ... 24

(7)

3.3 Tahap Estimasi Hubungan Parameter Kompaksi dengan Index

properties ... 25

3.4 Tahap Analisa Hasil Estimasi... 25

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA ... 26

4.1 Hasil Penelitian ... 26

4.1.1 Hasil Pengujian Tanah Asli di Laboratorium ... 26

4.1.2 Hasil Pengujian Bottom ash + Cement + Soil di Laboratorium .... 27

4.1.3 Hasil Estimasi Hubungan Parameter Kompaksi dengan Nilai Index properties... 30

4.2 Analisa ... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

DAFTAR TABEL

(8)

Tabel 2.1 Penentuan Nilai F ... 14

Tabel 2.2 Klasifikasi Tanah menurut AASHTO ... 15

Tabel 3.1 Campuran sampel ... 20

Tabel 4.1 Hasil pengujian indeks tanah asli di laboratorium ... 26

Tabel 4.2 Hasil pengujian atterberg limit ... 27

Tabel 4.3 Hasil pengujian persen butiran halus ... 28

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Kompaksi ... 28

Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Pengujian di Laboratorium ... 29

Tabel 4.6 Berat isi kering estimasi ... 31

Tabel 4.7 Kadar air optimum estimasi ... 32

Tabel 4.8 Hasil estimasi parameter kompaksi ... 33

Tabel 4.9 Hasil dari pengujian index properties dan engineering properties ... 35

DAFTAR GAMBAR

(9)

Gambar 2.1 Skema terjadinya bottom ash ... 6 Gambar 2.2 Bottom ash... 6 Gambar 2.3 Lapisan tanah ... 8 Gambar 2.4 Hubungan kadar air optimum dengan berat isi kering maksimum ... 11 Gambar 3.1 Bagan alir penelitian ... 19 Gambar 3.2 Sampel Tanah yang akan diuji ... 21 Gambar 4.1 Hubungan Berat Isi Kering Maksimum (γdmaks) dengan Log G .…...30 Gambar 4.2 Hubungan Kadar Air Optimum (wopt) dengan Log G ... 30 Gambar 4.3 Pengaruh penambahan bottom ash terhadap nilai Indeks Plastisitas (IP) tanah...36

DAFTAR NOTASI

(10)

MDD = Berat isi kering OCD = Kadar air optimum γd = Berat isi kering

γdmaks =Berat isi kering maksimum

γdmaks# = Berat isi kering maksimum estimasi model Goswami w = Kadar air

wopt = Kadar air optimum

wopt# = Kadar air optimum estimasi model Goswami SG = Specific gravity(berat jenis)

LL = Liquid limit (batas cair) PL = Plastic Limit(batas plastis)

PI = Properties index (indeks properties) FINES = Shirve analisys (analisa saringan)

Y = Berat isi kering maksimum atau kadar air optimum m = Kemiringan kurva

G = Konstanta gradasi k = Konstanta perpotongan

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

Lampiran I Data Pengujian Sampel Tanah Lampiran II Dokumentasi Penelitian

(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Industri pertambangan di Indonesia, termasuk batu bara, telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Batu bara diharapkan dapat berperan sebagai salh satu sumber energi pengganti minyak bumi. Batu bara adalah bahan bakar fosil yang tersedia dalam jumlah besar di Indonesia, diperkirakan mencapai 38.9 miliar ton. Produksi batu bara pada tahun 2010 mencapai 153 juta ton dengan pemakaian di dalam negeri sebanyak 108 juta ton. Sisanya, sebanyak 45 juta ton batu bara tersebut di ekspor. Dari pembakaran batu bara dihasilkan ±5% polutan padat yang berupa abu (fly ash dan bottom ash), ±10 – 20% adalah bottom ash dan

±80 – 90% adalah fly ash dari total abu yang dihasilkan [Pratiwi, 2016].

Bottom ash adalah limbah abu yang ukurannya lebih besar jika dari fly ash, yang dihasilkan dari pembakaran batu bara. Untuk menampung limbah abu tesebut, pada umumnya digunakan ash handling plant. Ash Handling Plant adalah peralatan bantu dari sebuah PLTU berbahan bakar batubara untuk menampung abu sisa hasil pembakaran, yang kemudian disalurkan ke tempat pembuangan akhir (Ash Valley). Pada sitem Ash Handling, abu dibagi menjadi dua yaitu Fly ash (abu kering) dan Bottom ash (abu basah). Ash Handling Plant mempunyai alat yang berfungsi sebagai penangkap abu sisa pembakaran yang disebut Electrostatic Precipitator (EP).

Fly ash dan bottom ash yang dihasilkan dari pembakaran batu bara merupakan limbah yang termasuk dalam kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) karena mengandung oksida logam berat, karbon monoksida (CO), dan asam sulfat ataupun nitrat (SOx dan NOx), yang dapat mencemari lingkungan.

Berdasarkan peraturan pemerintah dalam PP No 101 Tahun 2014 tentang Pengolangan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun, limbah B3 harus ditangani.

Jika limbah batu bara tersebut dibiarkan saja tanpa pengelolaan atau pemanfaatan, limbah tersebut dapat merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Salah satu penanganan lingkungan yang dapat diterapkan adalah

(13)

dengan memanfaatkan limbah fly ash dan bottom ash untuk keperluan di bidang teknik sipil. Pada penelitian ini, fly ash dan bottom ash akan digunakan sebagai salah satu bahan pada proses perkerasan jalan.

Kondisi perkerasan jalan flexible pavement secara umum terdiri dari 4 bagian yaitu: tanah dasar (subgrade), perkerasan bawah (subbase coarse), perkerasan atas (base course), dan lapis permukaan (surface coarse). Perkerasan bawah (subbase coarse) adalah bagian perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan perkerasan atas. Dengan demikian, subbase coarse merupakan pondasi yang mendukung perkerasan atas dan lapisan permukaan. Fungsi subbase adalah sebagai berikut.

a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan yang menyebarkan beban beban roda.

b. Efisiensi penggunaan material dengan mengurangi lapisan-lapisan di atasnya (yang relatif lebih mahal).

c. Sebagai drainase blanket sheet agar air tanah tidak mengumpul pada pondasi maupun tanah dasar. Untuk maksud ini, pada umumnya digunakan material non plastis (pasir kelempungan).

d. Untuk memudahkan pekerjaan awal (dengan maksud membuat jalan sementara).

Material yang digunakan untuk lapisan pondasi bawah umumnya harus bernilai CBR minimum 20% dengan indeks plastisitas ( PI ) ≤ 10%. Pada umumnya di Indonesia lapisan pondasi bawah menggunakan lapisan pasir dan batu (sirtu) kelas A, kelas B, atau kelas C, atau tanah lempung kepasiran. Selain itu dapat pula digunakan stabilitas agregat atau tanah dengan semen, kapur, atau sejenisnya.

Dalam perancangan perkerasan jalan, kualitas setiap lapisan pembentuk perkerasan harus mampu menahan geseran, lendutan berlebihan yang menyebabkan retaknya lapisan di atasnya, dan mencegah deformasi permanen yang berlebihan akibat memadatnya material penyusun. Jika material tanah distabilisasi, maka kualitasnya menjadi bertambah dan kemampuan lapisan tersebut dalam mendistribusikan beban ke area yang lebih luas juga bertambah, sehingga mereduksi tebal lapisan perkerasan yang dibutuhkan. Selain itu, pondasi

(14)

bawah berfungsi mencegah partikel halus yang masuk ke dalam lapisan perkerasan jalan dan melindungi air agar tidak masuk ke dalam pondasi bawahnya.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah:

1. Karakteristik material bottom ash

2. Optimasi kadar penggunaan bottom ash terhadap lapisan pondasi bawah (Subbase).

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Memperoleh nilai berat isi kering maksimun (γdmaks), kadar air optimum (Wopt), kuat tekan bebas ( UCST ), dan California Bearing Ratio (CBR), dari campuran tanah, bottom ash, dan semen.

2. Mencari pengaruh penggunaan bottom ash sebagai filler untuk Subbase.

3. Mencari pengaruh penambahan semen sebagai pengikat pada lapisan perkerasan jalan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan manfaat sebagai berikut.

1. Mengurangi limbah hasil pembakaran batu bara (bottom ash) di PLTU Labuhan Angin Sibolga.

2. Dapat dimanfaatkan sebagai tambahan semen sebagai pengikat pada subbase jalan/perkerasan.

1.5 Batasan Masalah

Lingkup pembahasan dan pengerjaan penelitian ini dibatasi dengan cakupan sebagai berikut.

1. Tanah yang digunakan diambil dari daerah sekitaran Sibolga.

2. Bottom ash yang digunakan diperoleh dari PLTU Labuhan Angin Sibolga.

(15)

3. Pengujian dilakukan di Laboratorium Jalan Raya dan Mekanika Tanah Universitas Sumatera Utara.

4. Jumlah sampel yang diuji pada penelitian ini sebanyak 390 sampel.

5. Pemadatan dengan menggunakan Procton Standart.

6. Pengujian kuat tekan bebas menggunakan Unconfined Compression Strength Test (UCST) pada laboratorium.

7. Pengujian engineering properties dilakukan dengan menggunakan California Bearing Ratio (CBR) pada laboratorium.

8. Pengujian pada laboratorium terdiri dari pengujian indeks properties yang meliputi :

a. Water content test atau pemeriksaan kadar air (ASTM D 2216-92) b. Sieve analysis test atau pemeriksaan analisa saringan (ASTM C

136-95a, AASTHO T-27)

c. Atterberg limit test atau pemeriksaan konsistensi atterberg (ASTM D 4318-95, AASTHO T-89 & -90)

d. Specific grafity test atau pemeriksaan berat jenis (ASTM D 854-92, AASTHO T-100).

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bottom ash

Bottom ash merupakan material yang tidak terbakar dengan sempurna pada pembakaran batu bara. Bottom ash mempunyai ukuran partikel yang lebih besar dan lebih berat dari fly ash dengan karakteristik berwarna abu-abu gelap yang berbentuk butiran berporos, sehingga dianggap mampu mengurangi penggunaan pasir. Dari proses pembakaran batu bara pada unit pembangkit uap (boiler), akan terbentuk dua jenis abu, yaitu abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Komposisi abu batu bara yang dihasilkan terdiri dari 10 - 20 % abu dasar, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 80 - 90 % berupa abu terbang. Abu terbang ditangkap dengan electric precipitator sebelum dibuang ke udara melalui cerobong. Bottom ash merupakan abu yang dihasilkan dari pembakaran batu bara yang berbentuk halus dan bersifat pozzolan.

Terdapat tiga tipe metode pembakaran pada proses penghasilan energi, yaitu dry bottom boilers, wet bottom boilers, dan cyclone furnace. Apabila batu bara dibakar dengan tipe dry bottom boilers, maka sebanyak 80% fly ash akan meninggalkan sisa pembakaran dan masuk dalam corong gas. Jika dibakar dengan wet bottom boilers, sebanyak 50% dari abu tertinggal di dalam pembakaran dan 50% lainnya masuk kedalam corong gas. Pada cyclon furnace, potongan batu bara digunakan sebagai bahan bakar, 70 – 80% dari abu tertahan sebagai bahan boiler slag dan hanya 20 – 30% meninggalkan pembakaran sebagai fly ash pada corong gas.

Setelah dikaji lebih jauh, limbah batu bara dapat dimanfaatkan karena bentuk partikelnya yang halus, bersifat pozzolan, dan dapat bereaksi dengan kapur dengan membentuk senyawa yang mengikat. Salah satu solusi yang dapat diterapkan dalam menangani limbah tersebut adalah untuk keperluan bangunan sipil/konstruksi. Pemanfaatan fly ash dan bottom ash sebagai material konstruksi sudah banyak dilakukan.

Abu (ash) merupakan bagian batu bara yang tidak bisa terbakar.

Kandungan abu dalam batu bara sangat bervariasi dari berkisar antara 3 – 9 %.

(17)

Karakteristik bottom ash biasanya berwarna hitam abu-abu, mempunyai struktur permukaan berporos dengan bentuk tidak beraturan, sehingga dianggap mampu mengurangi penggunaan pasir.

Gambar 2.1 Skema terjadinya bottom ash

Gambar 2.2 Bottom ash

2.2 Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan jalan pada umumnya ada dua jenis, yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Selain kedua jenis

(18)

perkerasan tersebut, saat ini telah banyak digunakan jenis gabungan (composite pavement), yaitu perpaduan antara lentur dan kaku. Perencanaan konstruksi perkerasan juga dapat dibedakan antara perencanaan untuk jalan baru dan untuk peningkatan (jalan lama yang sudah pernah diperkeras). Perencanaan konstruksi atau tebal perkerasan jalan dapat dilakukan dengan banyak metode, antara lain:

AASHTO dan The Asphalt Institute (Amerika), Road Note (Inggris), NAASRA (Australia), dan Bina Marga (Indonesia). Mengingat perkerasan jalan diletakkan di atas tanah dasar, maka secara keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi perkerasan tidak terlepas dari sifat tanah dasar. Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi setempat atau dengan tambahan timbunan dari lokasi lain yang telah dipadatkan dengan tingkat kepadatan tertentu, sehingga mempunyai daya dukung yang mampu mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan, walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat.

Banyak metode yang dapat dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar. Di Indonesia, daya dukung tanah dasar (DDT) pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio), yaitu nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas. Menurut Basuki, I. (1998), nilai daya dukung tanah dasar (DDT) pada proses perhitungan perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metode analisa komponen sesuai dengan SKBI-2.3.26.1987 dapat diperoleh dengan menggunakan rumus konversi nilai CBR tanah dasar.

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1987), yang dimaksud dengan perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapisan permukaan, serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya. Perkerasan lentur jalan dibangun dengan susunan sebagai berikut.

1. Lapisan permukaan (surface course), yang berfungsi untuk:

a. Memberikan permukaaan yang rata bagi kendaraan yang melintas di atasnya.

(19)

b. Menahan gaya vertikal, horisontal, dan getaran dari beban roda, sehingga harus mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.

c. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi lapisan di bawahnya.

d. Sebagai lapisan aus.

2. Lapisan pondasi atas (base course), yang berfungsi untuk:

a. Mendukung fungsi lapisan permukaan sebagai penahan gaya geser dari beban roda, dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya.

b. Memperkuat konstruksi perkerasan, sebagai bantalan terhadap lapisan permukaan.

c. Sebagai lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

3. Lapisan pondasi bawah (subbase course), yang berfungsi untuk:

a. Menyebarkan tekanan yang diperoleh ke tanah

b. Mengurangi tebal lapisan pondasi atas yang menggunakan material berkualitas lebih tinggi, sehingga dapat menekan biaya yang digunakan agar lebih efisien

c. Sebagai lapisan peresapan air

d. Mencegah masuknya tanah dasar yang berkualitas rendah ke lapisan pondasi atas

e. Sebagai lapisan awal untuk melaksanakan pekejaan perkerasan jalan

Gambar 2.3 Lapisan tanah

(20)

2.3 Unconfined Compresion Strenght Test (UCST)

Unconfined Compresion Strenght Test (UCST) dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan tekan bebas suatu jenis tanah yang bersifat kohesif dalam keadaan asli (undisturbed) atau dalam keadaan buatan/dibentuk kembali (remoulded). Pengujian kuat tekan batuan utuh tersebut untuk menentukan kekuatan batuan intact dilakukan dengan sampel berbentuk silinder hasil dari pengeboran full coring. Pengujian ini menggunakan mesin tekan untuk menekan sampel batuan yang berbentuk silinder dari satu arah (uniaksial). Perbandingan antara tinggi dan diameter percontoh (l/D) mempengaruhi nilai kuat tekan batuan.

Pengujian kuat tekan secara umum menggunakan perbandingan L=2D, dengan keterangan, L merupakan Length atau panjang dari sampel, sedangkan D adalah diameter dari sampel batuan yang akan diuji.

Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Bila tanah mengalami pembebanan, maka tanah tersebut akan ditahan oleh kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, serta gesekan antar butir – butir tanah.

2.4 California Bearing Ratio (CBR)

CBR merupakan suatu perbandingan antara beban percobaan (test load) dengan beban standar (standard load) yang dinyatakan dalam persentase. Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban. Tanah dasar (subgrade) pada konstuksi jalan baru dapat berupa tanah asli, tanah timbunan, atau tanah galian, yang telah dipadatkan sampai mencapai kepadatan 95% kepadatan maksimum. Untuk menentukan tebal perkerasan secara umum, kekuatan tanah dasar dinyatakan dalam nilai CBR. CBR diperoleh dari percobaan, baik untuk sampel tanah asli (undisturb sample), maupun contoh tanah yang dipadatkan (compacted sample). Percobaan dapat dilakukan secara langsung di lapangan. Pada perencanaan jalan baru, tebal perkerasan biasanya ditentukan dari nilai CBR tanah dasar yang dipadatkan. Nilai CBR yang digunakan untuk perencanaan disebut CBR desain. Desain CBR dari

(21)

hasil percobaan di laboratorium dilakukan dengan memperhitungkan dua faktor, yaitu :

a. Kadar air tanah serta berat isi kering pada waktu dipadatkan.

b. Percobaan pada kadar air yang mungkin terjadi setelah perkerasan selesai dibuat. Sample tanah yang diuji mempunyai kadar air mendekati air optimum (toleransi ± 5%).

2.5 Parameter Pemadatan Tanah/Kompaksi a. Berat Isi Kering Maksimum (γdmaks)

Kamarudin F.B (2005) mengatakan bahwa untuk suatu jenis tanah yang dipadatkan dengan daya pemadatan tertentu, kepadatan yang dicapai tergantung pada banyaknya air (kadar air) tanah tersebut. Besarnya kepadatan tanah dinyatakan dalam nilai berat isi kering (ᵞd) nya. Apabila tanah dipadatkan dengan adanya pemadatan yang tetap pada kadar air yang bervariasi, maka pada nilai kadar air tertentu akan tercapai kepadatan maksimum (γdmaks). Kadar air yang menghasilkan kepadatan maksimum disebut kadar air optimum (wopt).

Derajat kepadatan tanah dinyatakan dalam istilah berat isi kering (γd), yaitu perbandingan berat butiran tanah dengan volume total tanah. Berat volume tanah dapat dinyatakan dalam persamaan:

𝛾𝑑 = 𝛾

1 + 𝑤 Keterangan:

𝛾𝑑 = Berat isi kering tanah (gr/cm3) 𝛾 = Berat isi basah tanah (gr/cm3) 1 + 𝑤 = kadar air tanah (%)

Pertambahan dan pengurangan nilai kepadatan kering tergantung kepada kadar air dalam sampel tanah, berat pemadatan, dan tenaga pemadatan. Craig (1993) mengatakan bahwa pada umumnya penambahan air akan memenuhi ruang antar partikel yang sebelumnya dipenuhi udara. Di samping itu, air juga akan merespon partikel tanah dan menambah kemampuan tanah. Peningkatan kemampuan tanah akan mengurangi sifat kaku tanah untuk dipadatkan dan menghasilkan berat isi kering (γd) yang lebih tinggi, sedangkan penambahan

(22)

volume air yang terlalu besar akan menyebabkan sebagian volume tanah akan dipenuhi air dan akan mengurangi berat isi kering tanah (γd).

b. Kadar Air Optimum (wopt)

Bambang Surendro (2014) menyatakan bahwa suatu tanah yang kohesif (lempung) dalam keadaan kering keras dan berbongkah-bongkah, sangat sukar dipadatkan. Untuk memudahkan pemadatan, tanah lempung perlu dibasahi, karena semakin basah tanah, maka akan semakin mudah dihancurkan. Namun, bila terlalu basah akan menghasilkan tanah yang kurang padat. Dengan peningkatan kadar air, partikel tanah memiliki lapisan air di sekelilingnya, sehingga lapisan air tersebut menjadi pelicin/pelumas yang menyebabkan partikel lebih mudah untuk digerakkan. Kepadatan maksimum akan diperoleh pada saat tanah memiliki kondisi kadar air optimum (wopt), yakni pada saat berat isi kering maksimum (ᵞdmax). Hubungan antara kadar air optimum dengan berat isi kering tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Hubungan kadar air optimum dengan berat isi kering maksimum.

Pengujian di lapangan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa pemadatan sudah sesuai dengan spesifikasi. Sampel tanah diuji di laboratorium untuk diukur nilai kepadatannya. Menurut spesifikasi umum, kepadatan tanah di lapangan harus mencapai 100% dari pemadatan di laboratorium, dan 95% untuk material granural. Jika kondisi tersebut tidak tercapai maka pemadatan dinyatakan gagal

(23)

atau tidak memenuhi syarat. Persamaan tersebut dinyatakan sebagai berikut.

𝐷𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 = 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑖 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑖 𝑙𝑎𝑏𝑜𝑟𝑎𝑡𝑜𝑖𝑢𝑚× 100%

Terdapat empat faktor yang mempengaruhi kontrol pemadatan dalam hal pemadatan tanah, yaitu : tipe tanah dan gradasi, kadar air optimum (wopt), berat isi kering (γd), dan energi pemadatan (compaction effort). Pemadatan tanah merupakan fungsi dari kadar air, karena pada kondisi tersebut, air berperan sebagai pelembut (softening agent) atau lubrikasi pada partikel tanah yang akan membantu menyusun partikel tanah mengisi rongga udara menjadi lebih padat.

Namun, kelebihan air tidak akan membantu tanah mencapai densitas yang padat, karena rongga udara telah terisi oleh air yang bersifat inkompresibel. Hal ini menyebabkan partikel tanah akan mengalir atau kehilangan friksi, dan energi pamadatan langsung diterima oleh air.

Tipe tanah serta gradasi juga akan mempengaruhi kurva pemadatan.

Umumnya tanah yang dominan berbutir halus atau fine grain akan membutuhkan kadar air lebih untuk mencapai pemadatan optimum. Sebaliknya, tanah dominan berbutir kasar atau coarse grain membutuhkan sedikit kadar air untuk mencapai kadar air pemadatan optimum. Hal ini juga terkait dengan sifat plastis tanah.

Tanah berbutir halus atau fine grain seperti lempung kelanauan memiliki sifat yang lebih plastis jika dibandingkan dengan tanah berbutir kasar, seperti pasir kelanauan yang memiliki indeks plastis rendah. Secara umum, semakin tinggi derajat pemadatannya maka kemampuan tanah menahan gaya geser (shearing force) akan semakin rendah.

2.6 Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan tertentu, dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat teknis tanah. Dengan kata lain, stabilisasi tanah merupakan usaha untuk merubah atau memperbaiki sifat-sifat teknis tanah agar memenuhi syarat teknis tertentu. Dalam pembangunan perkerasan jalan, stabilisasi tanah didefinisikan sebagai perbaikan material jalan lokal yang ada, dengan cara stabilisasi mekanis atau dengan cara menambahkan suatu bahan

(24)

tambah (additive) ke dalam tanah. Stabilisasi tanah dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

1. Stabilisasi Mekanis

Stabilisasi mekanis dilakukan dengan cara mencampur atau mengaduk dua macam tanah atau lebih yang bergradasi berbeda untuk memperoleh material yang memenuhi syarat kekuatan tertentu. Pencampuran tanah ini dapat dilakukan di lokasi proyek, di pabrik, atau di tempat pengambilan bahan timbunan (borrow area). Material yang telah dicampur kemudian dihamparkan dan dipadatkan di lokasi proyek. Stabilisasi mekanis dapat juga dilakukan dengan cara menggali tanah uruk di tempat dan menggantinya dengan material granuler dari tempat lain.

2. Stabilisasi dengan Bahan Tambahan

Bahan tambahan (additives) adalah bahan hasil olahan pabrik yang apabila ditambahkan ke dalam tanah dengan perbandingan yang tepat akan memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, seperti kekuatan, tekstur, kemudahan dikerjakan (workability), dan plastisitas tanah. Contoh-contoh bahan tambah adalah kapur, semen portland, abu terbang (fly ash), abu dasar (bottom ash), aspal (bitumen), dan lain-lain.

2.7 Proctor Standard (Pemadatan)

Percobaan proctor dilakukan untuk mendapatkan nilai ω maksimum atau optimum dan ℽ dry maksimum dari tanah, dan berguna untuk standar pemadatan di lapangan dengan jenis tanah tersebut. Untuk mendapatkan ω maksimum atau optimum dan ℽ dry maksimum, maka dilakukan penambahan air dengan kadar air yang berbeda – beda. Namun, sebelum percobaan dilakukan, nilai PL (plastic limit) harus diketahui terlebih dahulu.

2.8 Hubungan Parameter Kompaksi dengan Index properties

Penelitian dalam memprediksi nilai kompaksi tanah (berat isi kering maksimum dan kadar air optimum) telah banyak dikembangkan. Penelitian- penelitian tersebut menggunakan beberapa parameter geoteknik, seperti batas plastis (plastic limit), batas cair (liquid limit), specific gravity, energi kompaksi

(25)

(compaction energy), analisa distribusi butiran (grain size distribution), dan klasifikasi tanah. Penelitian untuk mengetahui hubungan antar parameter kompaksi. Nilai-nilai tersebut dihubungkan dengan cara regresi linear berdasarkan nilai indeks properties (Siagian, D.W dan Muis, Z.A., 2013). Besaran prediksi berat isi kering maksimum (γdmaks) dan kadar air optimum (wopt) juga dapat dihitung dari model yang disarankan oleh Goswami (Muis, Z.A., 1998) dengan persamaan sebagai berikut:

Y = m Log G + k Keterangan:

Y = berat isi kering maksimum (ᵞdmax) dan kadar air optimum (wopt) m = kemiringan kurva

k = konstanta

G = konstanta gradasi = (1 + F) (AX1 + BX2 + CX3) X1 = % berat tertahan saringan 4,75 mm

X2 = % berat saringan 4,75 mm dan tertahan saringan 0,075 mm X3 = % berat saringan lewat 0,075 mm

A, B, C = Konstanta nomor saringan F = % butiran halus

Konstanta m dan k diperoleh dari grafik hubungan antara Log G dengan nilai berat isi kering maksimum serta nilai kadar air optimum dari hasil percobaan di laboratorium, sedangkan F merupakan % butiran halus yang ditentukan.

Tabel 2.1 Penentuan Nilai F

Keterangan : berdasarkan persen lewat saringan 0,075 mm dan nilai Indeks Plastisitas (IP).

% Lewat Saringan 0,075 mm Nilai F

IP < 10% IP > 10%

0 – 25 26 – 40 41 – 60 61 – 85 86 – 100

0,0 0,2 1,0 1,0 1,0

0,0 0,2 1,0 0,0 1,0

(26)

2.9 Grup Index Tanah

Dalam sistim klasifikasi AASHTO, tanah kelompok A-1 sampai A-7 diilustrasikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Klasifikasi tanah menurut AASHTO

Pengelompokan tanah A-7 terbagi menjadi dua kategori, yaitu: A-7-5 apabila IP < ( LL-30 ), dan A-7-6 apabila IP > ( LL-30 ). Sedangkan untuk kelompok tanah berbutir kasar, A-1, A-2 dan A-3, definisikan masing-masing ketiga jenis tersebut dijabarkan sebagai berikut.

 A-1 adalah kelompok tanah yang terdiri dari kerikil dan pasir kasar dengan sedikit atau tanpa butir halus, dengan atau tanpa sifat-sifat plastis.

 A-2 adalah kelompok batas antara kelompok tanah berbutir kasar dengan tanah berbutir halus. Kelompok A-2 terdiri dari campuran kerikil/pasir kasar dengan tanah berbutir halus yang cukup banyak (< 35%).

 A-3 adalah kelompok tanah yang terdiri dari pasir halus dengan sangat sedikit mengandung butir-butir halus yang lolos saringan No. 200 dan bersifat tidak plastis.

(27)

Kelompok tanah berbutir halus yaitu jenis A-4, A-5, A-6, dan A-7, didefinisikan sebagai berikut.

 A-4 adalah kelompok tanah lanau berplastisitas rendah.

 A-5 adalah kelompok tanah lanau yang mengandung lebih banyak parikel-partikel halus yang bersifat plastis. Sifat plastis tanah ini lebih besar dari kelompok A-4.

 A-6 adalah kelompok tanah lempung yang masih mengandung butir-butir pasir dan kerikil, tetapi sifat perubahan volumenya cukup besar.

 A-7 adalah kelompok tanah lempung yang lebih bersifat plastis. Tanah ini mempunyai sifat perubahan volume besar.

AASHTO memperkenalkan Indeks Kelompok atau Grup Indeks (GI) untuk membedakan kemampuan tanah dasar dalam memikul beban roda, yang merupakan fungsi dari persentase tanah yang lolos saringan No.200 dan batas Atterberg. Grup Indeks dibuat dengan assumsi sebagai berikut.

- Semua kelompok yang masuk dalam kelompok A-1, A-3 dan A-2, kecuali A-2-6 dan A-2-7 adalah kelompok tanah yang baik untuk dijadikan tanah dasar.

- Tanah berbutir halus adalah 35% tanah yang lolos saringan No. 200.

- Batas cair tanah adalah 40% dan batas indeks plastis adalah 10%.

Dengan berdasarkan assumsi tersebut, AASHTO merumuskan GI sebagai berikut.

GI = (F – 35) {0,2 + 0,005 (LL – 40)} + 0,01 (F – 15) (IP – 10) Keterangan :

GI = Grup indeks

F = Jumlah persentase yang lolos saringan No. 200 dari material yang lolos saringan 3 inch.

LL = Batas cair IP = Indeks plastis

Nilai GI dinyatakan dalam bilangan bulat dan dituliskan dalam tanda kurung di belakang kelompok jenis tanahnya. Jika GI yang diperoleh bernilai negatif, maka dituliskan sebagai bilangan nol, dan jika nilai GI >

(28)

20, maka dituliskan sebagai bilangan 20. Contoh A-1-a (0) dan A-2-4 (20). Pada umumnya, semakin besar nilai GI tanah dalam satu kelompok, maka tanah tersebut semakin kurang baik untuk dipakai sebagai tanah dasar. Sebagai contoh, tanah dalam kelompok A-2-4(2) lebih baik digunakan sebagai tanah dasar dari pada tanah dalam kelompok A-2-4(10).

2.10 Penelitian Terdahulu

1. Ole Hjelmar, Jesper Holm, Kim Crillesen (2007) melakukan penelitian tentang “Pemanfaatan Abu Dasar Limbah Padat Kota sebagai Sub-base dalam Pembangunan Jalan: Hasil Pertama dari Uji Skala Besar”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari penambahan abu dasar pada pada subbase perkerasan jalan dalam jangkauan yang besar. Hasilnya ialah sebagai berikut.

a. Terdapat perbedaan hasil pH antara hasil uji laboratorium dengan pengaplikasian di jalan dikarenakan karbonasi yang terjadi akibat keadaan lahan.

b. Dari percobaan, bottom ash dapat digunakan sebagai bahan pengisi pada subbase dengnan kondisi yang telah ditentukan.

2. Hui-Lan Chang, Wen-Chen Jau, Kung-Cheh Li, dan Cheng-Fang Lin (2004) melakukan penelitian tentang “Evaluasi Kelayakan Pemanfaatan Insinerasi Abu Dasar sebagai Bahan Subbase”. Penelitian ini membahas tentang kegunaan abu dasar sebagai campuran tanah subbase. Hasil yang didapat ialah sebagai berikut.

a. Karakteristik dasar dan hasil uji teknik menunjukkan bahwa abu dasar, setelah modifikasi, cocok untuk digunakan kembali sebagai agregat subbase. Namun, hasil analisis saringan yang tidak konsisten dengan gradasi subbase memiliki kemungkinan mempengaruhi kualitas teknik dari abu dasar sebagai subbase.

b. Sebelum perawatan, penurunan jumlah isi organik dan garam yang larut dalam air sangat dianjurkan dan dianggap sebagai proses kebutuhan untuk pembangunan jalan.

(29)

3. Penelitian Al-Khafaji (1993)

Peneliti melakukan pengujian untuk memprediksi nilai kompaksi dengan nilai pemadatan. Metode yang dihasilkan yaitu:

MDD = 2.44 – 0.22PL – 0.008LL OMC = 0.24LL + 0.63PL – 3.13

4. Penelitian B Metacalf et.al (2008)

Peneliti melakukan pengujian untuk memprediksi nilai kompaksi dengan nilai batas plastis dan modulus plastis. Metode yang dihasilkan yaitu:

MDD (t/m3) = 2,0513 – 0,0513*PL – 0,000016*PM + 0,2901*GR2 R2 = 0,81; Standard Error = 0.074 (t/m3)

OMC (%) = 9,4169 + 0,0041*PM – 0,3095*GC + 0,3107*PL R2 = 0,78; Standard Error = 2,46 (%)

5. Penelitian Blotz, et.al (1998)

Peneliti melakukan pengujian untuk memprediksi nilai kompaksi dengan nilai pemadatan. Metode yang dihasilkan yaitu:

MDD= (2.27 log LL – 0.94) Log E – 0.16 LL+ 17.02 OMC = (12.39 – 12.21 log LL) log E + 0.67 LL + 9.21

6. Penelitian Ugbe (2012)

Peneliti melakukan pengujian untuk memprediksi nilai kompaksi dengan nilai persentase butiran halus, batas cair, dan berat jenis. Metode yang dihasilkan yaitu:

MDD = 15.665SG + 1.526LL-4.313F + 2011.960 R2 = 0.895

OMC = 0.129F-0.0196LL-1.4233SG + 11.399 R2 = 0.795

(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan, pemeriksaan mutu bahan (bottom ash, cement, dan soil), perencanaan campuran, dan pengujian sampel di laboratorium. Berikut ini adalah bagan alir yang diterapkan pada penelitian ini.

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian MULAI

Tahap Persiapan Tahap Pembuatan Benda Uji

Pencampuran tanah dengan kadarbottom ash 2%

Tahap Pengujian di Laboratorium

Tahap Pengolahan Data

Tahap Estimasi Hubungan Parameter Kompaksi dengan Index Properties

Kesimpulan dan Saran

Selesai Tahap Analisa

Engineering properties :

1. Uji Proctor Standar 2. Uji CBR laboratorium 3. Uji UCST

Index properties :

1. Uji Kadar Air 2. Uji Berat jenis 3. Uji Atterberg 4. Analisa Saringan

(31)

Campuran sampel yang akan diuji dibuat dengan beberapa jenis, dengan perbandingan yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1 Campuran sampel

Keterangan :

BA = Bottom ash; C = Cement; S = Soil

3.1 Metodologi dan Lokasi Penelitian I. Metode dan Lokasi

Penelitian ini merupakan pengujian yang dilakukan pada tanah sampel subbase yang dicampur dengan bottom ash di Laboratorium Mekanika Tanah Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilakukan dengan index properties yang terdiri dari uji kadar air, uji berat jenis, uji atterberg, dan analisa saringan. Selain itu, penelitian juga dilakukan dengan engineering properties yang terdiri dari uji proktor standar, uji CBR di laboratorium, dan uji UCST.

No Variasi persentase campuran Jumlah sampel 1 BA : C : S = 2% : 10% : 88% 30 2 BA : C : S = 4% : 10% : 86% 30 3 BA : C : S = 6% : 10% : 84% 30 4 BA : C : S = 8% : 10% : 82% 30 5 BA : C : S = 10% : 10% : 80% 30 6 BA : C : S = 12% : 10% : 78% 30 7 BA : C : S = 14% : 10% : 76% 30 8 BA : C : S = 16% : 10% : 74% 30 9 BA : C : S = 18% : 10% : 72% 30 10 BA : C : S = 20% : 10% : 70% 30 11 BA : C : S = 22% : 10% : 68% 30 12 BA : C : S = 24% : 10% : 66% 30 13 BA : C : S = 26% : 10% : 64% 30

JUMLAH TOTAL SAMPEL 390

Tack coat

Lapisan penutup/surface/aspal

(32)

II. Persiapan sampel

Tahap persiapan sampel yang akan diuji dijabarkan sebagai berikut.

1. Tanah diambil secara acak dari sekitaran Sibolga, Sumatera Utara. Tanah tersebut diharuskan tidak mengandung akar-akar tanaman dan humus.

Tanah yang akan digunakan sebagai sampel harus memiliki persyaratan IP > 10. Oleh karena itu, terlebih dahulu dilakukan permeriksaan Atterberg limits yang dilakukan langsung di lapangan pada tahap ini. Satu sampel bahan uji membutuhkan berat kurang lebih 15 kg.

2. Bottom ash sebagai materi uji, merupakan limbah dari pembakaran batu bara, sebanyak 250 kg. Kriteria bottom ash pada pengujian adalah bottom ash yang lolos ayakan No.200.

3. Penelitian dilakukan dengan pengujian terhadap 390 sampel.

Dokumentasi pengujian di laboratorium dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.2 Sampel Tanah yang akan diuji,bottom ash dan tanah yang diayak menggunakan ayakan No.200

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

(33)

III. Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan pengujian masing-masing dengan bottom ash dan semen yang tetap untuk semua pengujian.

IV. Pengujian Benda Uji

Pengujian laboratorium terdiri dari pengujian index properties dan engineering properties. Pengujian index properties meliputi dijabarkan sebagai berikut.

a. Water Content Test (ASTM D 2216-92)

Pengujian dilakukan dengan mengacu pada ASTM D 2216-92,

“Test Method for Laboratory Determination of Water (Moisture) Content of Soil and Rock” untuk mendapatkan besaran kadar air (w).

Kadar air tanah (w) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran (Ws) dalam tanah tersebut, yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Kadar air tanah (w) dapat dinyatakan dalam persamaan:

𝑤 (%) = 𝑊𝑤

𝑊𝑠 𝑥 100 Langkah untuk mendapatkan nilai kadar air adalah dengan pengujian sampel tanah basah yang mula-mula ditimbang, kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 230° F (110° C) hingga mencapai berat konstan. Berat contoh setelah dikeringkan adalah berat partikel solid. Perubahan berat yang terjadi selama proses pengeringan setara dengan berat air. Untuk tanah organik, penurunan suhu pengeringan hingga mencapai 140°F (60°C) sangat disarankan. Kadar air (w) diperlukan untuk menentukan properties tanah dan dapat dikorelasikan dengan parameter-parameter lainnya.

(34)

b. Sieve Analysis Test (ASTM C 136-95a,AASTHO T-27)

Pengujian index properties ini dilakukan berdasarkan ASTM D 854-92, “Standard Test Method for Specific Gravity of Soils”. Metode ini digunakan pada contoh tanah dengan komposisi ukuran partikel lebih kecil dari saringan No. 4 (4.75 mm). Untuk partikel dengan ukuran lebih besar dari saringan tersebut, prosedur pelaksanaan mengacu pada Test Method Specific Gravity and Absorptionof Coarse Aggregate (ASTM C 127-88).

Berat jenis tanah (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan massa volume partikel tanah di udara dengan massa volume air pada suhu kamar (umumnya 68°F atau 20°C). Berat jenis tanah dapat dinyatakan dalam persamaan:

Gs = w2 − w1

(w4 − w1) − (w3 − w2)

Keterangan:

Gs = Berat jenis tanah

w1 = Berat piknometer kosong

w2 = Berat piknometer + sampel tanah kering w3 = Berat piknometer + sampel tanah + air suling w4 = Berat piknometer + air suling

w4’= w4 x faktor koreksi suhu [k]

Berat jenis tanah (Gs) ditentukan berdasarkan jumlah dari pycnometer yang sudah di kalibrasi dengan massa dan suhu dari contoh tanah deaerasi/air distilasi yang telah diukur. Specific gravity dari tanah diperlukan untuk menentukan hubungan antara berat dan volume tanah, dan digunakan untuk perhitungan test Laboratorium lainnya.

c. Atterberg limit Test (ASTM D 4318-95,AASTHO T-89 & -90)

Pengujian ini dilakukan sesuai dengan ASTM D 4318-95, ”Test Method for Liquid Limit, PlasticLimit and Plasticity Index of Soils”.

Kadar air pada saat Batas Cair (Liquid Limit=LL) diperoleh dengan cara meletakkan pasta tanah dalam mangkuk kuningan, kemudian

(35)

digores tepat ditengahnya dengan alat penggores standar. Kemudian engkol pemutar digerakkan, sehingga mangkuk naik turun dari ketinggian 0.4 inci (10 mm) dengan kecepatan 2 drop/detik. Liquid limit dinyatakan sebagai kadar air dari tanah yang dibutuhkan untuk menutup goresan yang berjarak 0.5 inci (13 mm) sepanjang dasar contoh tanah dalam mangkuk sesudah 25 pukulan.

Kadar air pada saat batas plastis (plastic limit = PL) ditentukan dengan mengetahui secara pasti kadar air terkecil sampai pasta tanah dapat digulung hingga diameter 0.125 inci (3.2 mm) tanpa mengalami keretakan. Indeks Plastisitas (plasticity index = PI) diperoleh dari selisih nilai kadar air pada saat batas cair (LL) dengan nilai kadar air pada saat batas plastis (PL).

d. Specific Grafity Test (ASTM D 854-92, AASTHO T-100)

Prosedur pelaksanaan pengujian ini mengacu pada ASTM C 136- 95a,”Method for sieve Analysis of Fine and Coarse Aggregates”.

Pengujian dilakukan dengan cara menyaring sejumlah sampel tanah dengan satu unit saringan berukuran 4,75mm (no.4) hingga 0,0075mm (No.200). Saringan tersebut lalu digetarkan dengan menggunakan sieve shaker machine. Setelah itu, berat sampel yang tertahan pada tiap-tiap saringan diukur, sehingga akan didapatkan nilai persentase butiran yang lolos dari tiap-tiap saringan.

3.2 Tahap Pengolahan Data

Pengujian-pengujian yang dilakukan di Laboratorium akan menghasilkan nilai-nilai index properties tanah yang dicampur dengan bottom ash 2% - 26%.

Selain itu, nilai-nilai parameter kompaksi untuk ke-390 sampel juga diperoleh dari pengujian-pengujian tersebut. Keseluruhan data hasil pengujian kemudian ditabulasi untuk memudahkan perhitungan pada tahap estimasi.

(36)

3.3 Tahap Estimasi Hubungan Parameter Kompaksi dengan Index properties

Estimasi hubungan parameter kompaksi dengan index properties dan pencampuran bottom ash dilakukan dengan menggunakan model Goswami. Pada tahap estimasi dengan menggunakan model Goswami, data yang diperlukan adalah nilai persentase butiran halus saja. Kemudian, masing-masing hasil estimasi tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan nilai klasifikasi tanahnya.

3.4 Tahap Analisa Hasil Estimasi

Analisa hasil estimasi dengan model Goswami dilakukan sehingga persamaan yang diperoleh menunjukkan hubungan parameter kompaksi dengan nilai fines (persen butiran halus) saja. Validasi data dilakukan untuk melihat tingkat kepercayaan, yakni untuk mendapatkan korelasi positif tingkat kepercayaannya. Nilai parameter kompaksi estimasi yang diperoleh dengan model Goswami tersebut kemudian diperbandingkan dengan nilai parameter kompaksi yang diperoleh dari laboratorium. Nilai parameter kompaksi estimasi juga dianalisa berdasarkan klasifikasi tanah yang diperoleh.

(37)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA DATA 4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian merupakan hasil yang diperoleh dari pengujian di laboratorium dan hasil estimasi parameter kompaksi.

4.1.1 Hasil Pengujian Tanah Asli di Laboratorium

Pengujian tanah yang dilakukan di laboratorium bertujuan untuk menentukan index properties dan parameter kompaksi tanah pada kondisi awal.

Sampel tanah yang diuji sebanyak 390 sampel untuk setiap pengujian agar data yang diperoleh lebih akurat. Dari pengujian di laboratorium, diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Indeks Tanah Asli di Laboratorium

Sampel Tanah Asli 1 2 3 Rata-rata

Water content (%) 34,43 33,81 35,10 34,44

Specific Gravity (SG) 2,654 2,652 2,655 2,654

Liquid Limit (LL) (%) 44,26 44,87 42,65 43,93

Plastic Limit (PL) (%) 21,65 21,68 21,35 20,62

Plasticity Index (PI) (%) 22,61 22,19 21,33 22,04 Fines (Passing No.200) (%) 42,57 43,68 42,35 42,86

AASHTO A – 6 (4) A – 6 (3) A – 6 (3) A – 6 (3)

Maximum Dry Density (γdmax)(gr/cm3) 1,496 1,496 1,496 1,496 Optimum Moisture Content (Wopt) (%) 21,17 21,17 21.17 21,17

(38)

4.1.2 Hasil Pengujian Bottom ash + Cement + Soil di Laboratorium

Hasil pengujian Indeks Propertis di laboratorium terhadap tanah yang dicampur dengan 2% bottom ash dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3.

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Atterberg limit

No. LL (%) PL (%) IP (%)

1 46,66 17,85 28,81

2 45,63 18,05 27,58

3 44,57 18,56 26,01

4 43,49 18,97 24,52

5 42,38 19,24 23,14

6 41,22 19,79 21,43

7 40,18 20,25 19,93

8 39,06 20,65 18,41

9 37,82 21,03 16,79

10 36,39 21,57 14,82

11 35,04 21,96 13,08

12 30,76 19,87 10,89

13 43,97 18,97 25

14 43,67 19,23 24,44

15 41,67 17,78 23,89

16 38,58 18,1 20,48

17 40,67 22,98 17,69

18 39,01 23,23 15,78

19 39,77 18,45 21,32

20 42,89 16,87 26,02

21 44,34 16,87 27,47

22 43,42 19,97 23,45

23 43,82 20,45 23,37

24 36,39 21,22 15,17

25 35,04 23,97 11,07

26 30,76 19,24 11,52

27 35,97 18,69 17,28

28 43,67 21,08 22,59

29 43,67 25,86 17,81

30 39,59 21,6 17,99

(39)

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Persen Butiran Halus

Hasil pengujian kompaksi di laboratorium terhadap tanah yang dicampur dengan 2% bottom ash dapat dilihat pada Tabel 4.4, dan rangkuman hasil keseluruhan pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Kompaksi

No. γdmax(gr/cm3) wopt (%) No. γdmax(gr/cm3) wopt (%)

1 1,422 25,87 16 1,109 24,56

2 1,210 26,13 17 1,398 23,76

3 1,239 24,96 18 1,354 24,65

4 1,281 23,75 19 1,256 25,66

5 1,364 24,98 20 1,386 23,97

6 1,426 25,65 21 1,209 25,86

7 1,325 23,75 22 1,099 26,75

8 1,250 23,08 23 1,753 25,09

9 1,321 25,76 24 1,456 24,68

10 1,423 26,98 25 1,309 23,82

11 1,089 25,97 26 1,199 24,76

12 1,198 24,54 27 1,465 24,99

13 1,276 23,98 28 1,388 25,98

14 1,435 25,96 29 1,568 23,76

15 1,467 25,09 30 1,546 24,87

No. FINES(%) No. FINES(%) No. FINES(%)

1 48,87 11 55,65 21 53,98

2 51,87 12 51,87 22 56,76

3 49.89 13 52,65 23 49,76

4 52,76 14 48,76 24 48,65

5 52,65 15 49,87 25 55,76

6 51,80 16 49,55 26 54,87

7 48,67 17 51,67 27 52,22

8 48,76 18 51,98 28 54,32

9 49,99 19 55,76 29 52,65

10 52,65 20 57,87 30 56,21

(40)

Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Pengujian di Laboratorium

Sampel LL (%) PL (%) PI (%) FINES (%) γdmax

(gr/cm3) wopt (%)

1 46,66 17,85 28,81 48,87 1,422 25,87

2 45,63 18,05 27,58 51,87 1,210 26,13

3 44,57 18,56 26,01 49.89 1,239 24,96

4 43,49 18,97 24,52 52,76 1,281 23,75

5 42,38 19,24 23,14 52,65 1,364 24,98

6 41,22 19,79 21,43 51,8 1,426 25,65

7 40,18 20,25 19,93 48,67 1,325 23,75

8 39,06 20,65 18,41 48,76 1,250 23,08

9 37,82 21,03 16,79 49,99 1,321 25,76

10 36,39 21,57 14,82 52,65 1,423 26,98

11 35,04 21,96 13,08 55,65 1,089 25,97

12 30,76 19,87 10,89 51,87 1,198 24,54

13 43,97 18,97 25,00 52,65 1,276 23,98

14 43,67 19,23 24,44 48,76 1,435 25,96

15 41,67 17,78 23,89 49,87 1,467 25,09

16 38,58 18,1 20,48 49,55 1,109 24,56

17 40,67 22,98 17,69 51,67 1,398 23,76

18 39,01 23,23 15,78 51,98 1,354 24,65

19 39,77 18,45 21,32 55,76 1,256 25,66

20 42,89 16,87 26,02 57,87 1,386 23,97

21 44,34 16,87 27,47 53,98 1,209 25,86

22 43,42 19,97 23,45 56,76 1,099 26,75

23 43,82 20,45 23,37 49,76 1,753 25,09

24 36,39 21,22 15,17 48,65 1,456 24,68

25 35,04 23,97 11,07 55,76 1,309 23,82

26 30,76 19,24 11,52 54,87 1,199 24,76

27 35,97 18,69 17,28 52,22 1,465 24,99

28 43,67 21,08 22,59 54,32 1,388 25,98

29 43,67 25,86 17,81 52,65 1,568 23,76

30 39,59 21,6 17,99 56,21 1,546 24,87

(41)

y = 1.5105x - 2.703

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2

2.62 2.63 2.64 2.65 2.66 2.67 2.68 2.69 2.70 2.71 2.72

Berat Isi Kering (gr/cm3)

Log G

Konstanta m dan k

y = -5.7488x + 40.377

22.5 23 23.5 24 24.5 25 25.5 26 26.5 27 27.5

2.62 2.63 2.64 2.65 2.66 2.67 2.68 2.69 2.70 2.71 2.72

Kadar Air Optimum (%)

Log G

Konstanta m dan k

4.1.3 Hasil Estimasi Hubungan Parameter Kompaksi dengan Nilai Index properties

Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum laboratorium dengan Log G menghasilkan nilai konstanta m dan k untuk persamaan Goswami. Dari Gambar 4.1 diperoleh nilai m = 1,5105 dan nilai k = - 2,703.

Gambar 4.1 Hubungan Berat Isi Kering Maksimum (γdmaks) dengan Log G Begitu pula untuk hubungan kadar air optimum laboratorium dengan Log G diperoleh konstanta m = -5,7488 dan k = 40,377 sebagaimana terlihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Hubungan Kadar Air Optimum (wopt) dengan Log G

(42)

Sebagaimana diketahui pada campuran BA : C : S = 2% : 10% : 88%, besaran nilai G merupakan konstanta gradasi yang dipengaruhi oleh besaran nilai fines (F) dan % berat tertahan pada saringan tertentu. Besaran nilai F diambil = 1 karena semua sampel memiliki nilai indeks plastisitas (IP) > 10% dan % lewat saringan 0,075 mm di antara 41-60. Kemudian, nilai m dan k serta nilai parameter kompaksi laboratorium digunakan pada persamaan model Goswami untuk memperoleh berat isi kering maksimum estimasi (γdmax#) dan kadar air optimum estimasi (wopt#) dan dapat dilihat pada tabel 4.6 dan tabel 4.7.

Tabel 4.6 Berat Isi Kering Estimasi (γdmax#) Model Goswami

NO X1 X2 X3 G Log G γdmaks(gr/cm3) γdmax#(gr/cm3)

1 0,00 102,26 97,74 508,07 2,71 1,422 1,384

2 0,00 96,26 103,74 480,02 2,68 1,21 1,347

3 0,00 100,22 99,78 498,53 2,70 1,239 1,372

4 0,00 94,48 105,52 471,69 2,67 1,281 1,336

5 0,00 94,70 105,30 472,72 2,67 1,364 1,337

6 0,00 96,40 103,60 480,67 2,68 1,426 1,348

7 0,00 102,66 97,34 509,94 2,71 1,325 1,387

8 0,00 102,48 97,52 509,09 2,71 1,25 1,386

9 0,00 100,02 99,98 497,59 2,70 1,321 1,371

10 0,00 94,70 105,30 472,72 2,67 1,423 1,337 11 0,00 88,70 111,30 444,67 2,65 1,089 1,297 12 0,00 96,26 103,74 480,02 2,68 1,198 1,347 13 0,00 94,70 105,30 472,72 2,67 1,276 1,337 14 0,00 102,48 97,52 509,09 2,71 1,435 1,386 15 0,00 100,26 99,74 498,72 2,70 1,467 1,372 16 0,00 100,90 99,10 501,71 2,70 1,109 1,376 17 0,00 96,66 103,34 481,89 2,68 1,398 1,350 18 0,00 96,04 103,96 478,99 2,68 1,354 1,346 19 0,00 88,48 111,52 443,64 2,65 1,256 1,295 20 0,00 84,26 115,74 423,92 2,63 1,386 1,265 21 0,00 92,04 107,96 460,29 2,66 1,209 1,319 22 0,00 86,48 113,52 434,29 2,64 1,099 1,281 23 0,00 100,48 99,52 499,74 2,70 1,753 1,373 24 0,00 102,70 97,30 510,12 2,71 1,456 1,387 25 0,00 88,48 111,52 443,64 2,65 1,309 1,295

(43)

Tabel 4.6 Berat Isi Kering Estimasi (γdmax#) Model Goswami (lanjutan) NO X1 X2 X3 G Log G γdmaks(gr/cm3) γdmax#(gr/cm3)

26 0,00 90,26 109,74 451,97 2,66 1,199 1,308 27 0,00 95,56 104,44 476,74 2,68 1,465 1,343 28 0,00 91,36 108,64 457,11 2,66 1,388 1,315 29 0,00 94,70 105,30 472,72 2,67 1,568 1,337 30 0,00 87,58 112,42 439,44 2,64 1,546 1,289

Tabel 4.7 Kadar Air Optimum estimasi (wopt#) Model Goswami

NO X1 X2 X3 G Log G wopt (%) wopt#(%)

1 0,00 102,26 97,74 508,07 2,71 25,87 24,821

2 0,00 96,26 103,74 480,02 2,68 26,13 24,963

3 0,00 100,22 99,78 498,53 2,70 24,96 24,869

4 0,00 94,48 105,52 471,69 2,67 23,75 25,007

5 0,00 94,70 105,30 472,72 2,67 24,98 25,001

6 0,00 96,40 103,60 480,67 2,68 25,65 24,960

7 0,00 102,66 97,34 509,94 2,71 23,75 24,812

8 0,00 102,48 97,52 509,09 2,71 23,08 24,816

9 0,00 100,02 99,98 497,59 2,70 25,76 24,873

10 0,00 94,70 105,30 472,72 2,67 26,98 25,001

11 0,00 88,70 111,30 444,67 2,65 25,97 25,154

12 0,00 96,26 103,74 480,02 2,68 24,54 24,963

13 0,00 94,70 105,30 472,72 2,67 23,98 25,001

14 0,00 102,48 97,52 509,09 2,71 25,96 24,816

15 0,00 100,26 99,74 498,72 2,70 25,09 24,868

16 0,00 100,90 99,10 501,71 2,70 24,56 24,853

17 0,00 96,66 103,34 481,89 2,68 23,76 24,953

18 0,00 96,04 103,96 478,99 2,68 24,65 24,968

19 0,00 88,48 111,52 443,64 2,65 25,66 25,160

20 0,00 84,26 115,74 423,92 2,63 23,97 25,273

21 0,00 92,04 107,96 460,29 2,66 25,86 25,068

22 0,00 86,48 113,52 434,29 2,64 26,75 25,213

23 0,00 100,48 99,52 499,74 2,70 25,09 24,862

24 0,00 102,70 97,30 510,12 2,71 24,68 24,811

25 0,00 88,48 111,52 443,64 2,65 23,82 25,160

26 0,00 90,26 109,74 451,97 2,66 24,76 25,113

27 0,00 95,56 104,44 476,74 2,68 24,99 24,980

28 0,00 91,36 108,64 457,11 2,66 25,98 25,085

29 0,00 94,70 105,30 472,72 2,67 23,76 25,001

30 0,00 87,58 112,42 439,44 2,64 24,87 25,184

(44)

Tabel 4.8 Hasil Estimasi Parameter Kompaksi Model Goswami

No Sampel AASHTO LL(%) PL(%) PI(%) FINES(%) γdmax(gr/cm3) γdmax#(gr/cm3) wopt(%) wopt#(%)

1 1 A-6 (3) 37,19 25,33 11,86 49,52 1,415 1,388 24,02 25,84

2 2 A-6 (4) 35,52 24,69 10,83 52,29 1,423 1,392 24,21 25,78

3 3 A-6 (5) 37,17 24,12 13,05 54,23 1,332 1,395 25,16 25,73

4 4 A-6 (4) 35,55 24,71 10,84 53,44 1,349 1,394 25,51 25,75

5 5 A-4 (3) 34,27 24,37 9,90 53,10 1,356 1,393 25,53 25,76

6 6 A-6 (4) 35,86 24,77 11,09 52,25 1,373 1,392 25,32 25,78

7 7 A-6 (2) 34,30 24,23 10,07 47,99 1,402 1,386 24,92 25,88

8 8 A-4 (1) 30,44 24,39 6,05 46,65 1,412 1,384 23,97 25,91

9 9 A-6 (3) 34,23 23,25 10,98 48,38 1,404 1,387 24,71 25,87

10 10 A-6 (4) 36,06 24,05 12,01 53,13 1,387 1,393 25,94 25,76

11 11 A-6 (4) 34,72 24,41 10,31 56,06 1,428 1,398 23,43 25,68

12 12 A-6 (5) 36,72 23,50 13,22 55,07 1,421 1,396 24,53 25,71

13 13 A-6 (4) 34,27 24,04 10,23 54,92 1,422 1,396 24,38 25,71

14 14 A-6 (3) 32,83 22,28 10,55 53,27 1,383 1,393 25,16 25,75

15 15 A-4 (3) 32,24 22,41 9,83 55,06 1,370 1,396 25,15 25,71

(45)

Tabel 4.8 Hasil Estimasi Parameter Kompaksi Model Goswami (lanjutan)

No Sampel AASHTO LL(%) PL(%) PI(%) FINES(%) γdmax(gr/cm3) γdmax#(gr/cm3) wopt(%) wopt#(%)

16 16 A-6 (3) 33,10 22,86 10,24 52,24 1,396 1,392 25,69 16

17 17 A-7-6 (5) 40,90 26,52 14,38 50,61 1,416 1,390 24,66 17

18 18 A-6 (4) 34,02 22,56 11,46 56,45 1,410 1,398 24,66 18

19 19 A-6 (5) 34,50 21,68 12,82 56,65 1,437 1,399 24,61 19

20 20 A-6 (7) 39,25 23,27 15,98 56,09 1,412 1,398 24,67 20

21 21 A-4 (3) 33,40 24,30 9,10 52,65 1,306 1,393 25,69 21

22 22 A-6 (5) 33,95 22,43 11,52 55,67 1,436 1,397 24,63 22

23 23 A-6 (3) 33,21 23,18 10,03 51,37 1,393 1,391 25,09 23

24 24 A-6 (4) 35,16 22,59 12,57 50,88 1,394 1,390 25,04 24

25 25 A-6 (4) 32,89 22,40 10,49 56,36 1,428 1,398 24,53 25

26 26 A-6 (4) 33,16 22,27 10,89 55,61 1,334 1,397 15,46 26

27 27 A-6 (3) 34,05 23,74 10,31 53,51 1,392 1,394 25,20 27

28 28 A-6 (4) 33,33 22,42 10,91 58,82 1,435 1,402 23,69 28

29 29 A-6 (6) 38,78 22,42 16,36 52,52 1,367 1,392 25,34 29

30 30 A-6 (4) 34,32 24,18 10,14 56,12 1,377 1,398 25,19 30

Gambar

Gambar 2.1 Skema terjadinya bottom ash
Tabel 2.1 Penentuan Nilai F
Tabel 2.2 Klasifikasi tanah menurut AASHTO
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian MULAI
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan pembagi bersama terbesar matriks polinomial, diperlukan matriks struktur kiri/kanan yang diperoleh dari bentuk Smith matriks polinomial1. Definisi

Kandungan mineral liat tanah memiliki permeabilitas yang rendah sehingga menghambat proses perkolasi air tanah pada daerah berlereng, semakin meningkat kadar liat

contingent asset (aset kontijensi) adalah aset yang mungkin timbul dari waktu lampau dan akan terjadi atau tidak akan terjadi tergantung pada kejadian yang akan terjadi pada masa

Vaikas puolė svetainėn gar­ siai šaukdamas: „Tėveli oi tėveli žinok mes nenupirkom kri- zantem ų ir dar atsitiko baisus dalykas atrodė kad viskas jau kažkada buvo

Mengkoordinasikan program dan kegiatan-kegiatan SKPD dan lembaga lain dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan kegiatan-kegiatan lainnya yang relevan dengan upaya

a Pelaksanaan Perawatan Mekanikal Elaktrikal Dinas Sosial 1 paket Dki Jakarta 711,300,000 APBD Jan - Des PU 5.2.2.20.26.001 Belanja Pemeliharaan Gedung Kantor.. 3

Kedalaman gerusan lokal maksimum rata-rata di sekitar pilar sangat tergantung pada nilai relatif kecepatan alur sungai (perbandingan antara kecepatan rerata aliran