• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Konsep Talak Perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "A. Konsep Talak Perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

A.

Konsep Talak Perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI) 1. Pengertian Talak Perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Didalam kompilasi hukum Islam (KHI) tidak diatur mengenai pengertian perceraian tetapi hal-hal mengenai perceraian telah diatur dalam pasal 113 sampai dengan pasal 148 kompilasi hukum Islam (KHI).

Dengan melihat isi pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa prosedur bercerai tidak mudah, karena harus memiliki alasan-alasan yang kuat dan alasan-alasan tersebut harus benar-benar menurut hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 115 kompilasi hukum Islam (KHI) yang isinya sebagai berikut : "Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak."1 Berdasarkan kompilasi hukum Islam (KHI) Pasal 115 seperti yang termaktub diatas maka yang dimaksud dengan perceraian perspektif kompilasi hukum islam (KHI) adalah proses pengucapan ikrar talak yang harus dilakukan didepan persidangan dan disaksikan oleh para hakim Pengadilan Agama. Apabila pengucapan ikrar talak itu dilakukan diluar persidangan maka talak tersebut merupakan talak liar yang dianggap tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

1 Tim fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, hal. 38.

(2)

2. Alasan Talak Perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Untuk dapat mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama harus disertai dengan alasan-alasan yang cukup, sesuai dengan alasan-alasan yang telah ditetapkan dalam undang-undang perkawinan.

Adapun hal-hal yang dapat dipakai sebagai alasan untuk mengajukan gugatan perceraian ini diatur dalam pasal 116 ayat a s/d h dan dipertegas lagi dalam pasal 19 PP No.9 tahun 1975, yang pada dasarnya sebagai berikut:

a. Alasan Zina, Pemabuk dan Penjudi.2

Permohonan cerai atau gugatan cerai yang diajukan para pihak kepada Pengadilan Agama, memiliki berbagai masalah sesuai dengan besar dan kecilnya atau ada tidaknya alasan perceraian, salah satunya alasan yang dikemukakan adalah perceraian karena alasan zina.

Perzinaan disini adalah zina dalam pengertian hukum Islam yang spesifik dan mempunyai ciri khusus. Membuktikan sebuah perzinaan bukanlah persoalan yang mudah, terlebih dahulu pihak yang dituduh berzina itu membantah atau menyangkal dengan cara yang sama dan meneguhkannya. Zina merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan rusaknya rumah tangga, menghilangkan harkat dan martabat keluarga serta memutuskan tali pernikahan. Maka dalam hal ini dapat dijadikan sebagai alasan suatu perceraian, dengan cukup saksi untuk membuktikan perzinaan yang dilakukan oleh salah satu pihak.

2 Tim fokusmedia, UU RI No. 1 Th. 1974,(Bandung : Fokusmedia, 2005), hal.

268.

(3)

Begitu halnya pemabuk atau pengkonsumsi minuman keras (khamar) dan penjudi dapat juga dijadikan sebagai salah satu alasan perceraian, karena kedua perbuatan tersebut dapat membuat orang lepas control sehingga dapat mempengaruhi dirinya untuk berbuat yang pada akhirnya menimbulkan sebuah pertengkaran, permusuhan dan kebencian bahkan lupa akan Allah SWT dan kewajibannya. dalam al- Qur’an surat al-Ma’idah (05) ayat 90-91 dinyatakan:











































































Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, danmenghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (QS. Al-Ma’idah : 05 : 90-91).3

b. Alasan Cerai Karena Meninggalkan Salah Satu Pihak Selama 2 (dua) Tahun.4

Salah satu pihak meniggalkan pihak yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin dari pihak yang lain dan tanpa alasan

3 Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahan, hal. 124.

4 Tim Fokusmedia, UU RI No. 1 Th. 1974,(Bandung : Fokusmedia, 2007), hal.

269.

(4)

yang sah atau hal lain diluar kemampuannya, maka untuk pengajuan gugatannya diajukan setelah lampau tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah, agar gugatannya diterima, maka perlu dibuktikan bahwa tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali kerumah kediaman bersama.5

c. Alasan Cerai Karena Pidana Penjara 5 (lima) Tahun.

Alasan perceraian karena salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama lima tahun atau mendapat hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung, maka untuk membuk tikan alasan tersebut, penggugat menyampaikan salinan atau turunan putusan pengadilan yang memutuskan perkara pidana penjara lima tahun disertai adanya keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap atau pasti.6

d. Melakukan Kekejaman atau Penganiayaan Berat.7

Undang-undang perkawinan tidak menjelaskan lebih lanjut tentang kekejaman atau penganiayaan berat yang dapat dijadikan alasan untuk melakukan perceraian. Dalam ketentuannya yang terpenting harus terdapat kata-kata yang dapat membahayakan pihak lain. Tentang perbuatan bagaimana yang bersifat membahayakan pihak lain itu juga tidak dijelaskan secara lengkap. Tampaknya dalam permasalahan ini pembuat Undangundang hendak menyerahkan penafsirannya pada para hakim.

5 Lihat PP. No.9/1975 pasal 19 huruf (h).

6 Lihat UU No. 7/1989 pasal 74.

7 Tim Fokusmedia, UU RI No. 1 Th. 1974, hal. 269.

(5)

e. Alasan Perceraian Karena Cacat Badan atau Penyakit.

Alasan perceraian karena tergugat mendapat cacat badan atau penyakit yang berakibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri. Maka untuk membuktikan alasan penggugat dapat mengajukan bukti hasil pemeriksaan dari dokter (lihat UU No 7/1989 pasal 75).

f. Alasan Perceraian Karena Berselisih dan Bertengkar

Alasan karena suami dan istri dalam rumah tangganya terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam membina rumah tangga maka untuk membuktikan alas an yang diajukan itu dan menjadi jelas sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran suami istri akan didengar pihak keluarga dan orang yang dekat dengan suami dan istri tersebut, selain itu bisa saja terjadi perselisihan yang semakin memuncak yang mengakibatkan terjadinya perceraian karena alasan syiqaq, sehingga dengan adanya alasan tersebut Pengadilan Agama akan mendengar keterangan saksi- saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang terdekat dengan suami istri dan dapat mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masing-masing atau bisa juga orang lain untuk menjadi hakam. Tentang suami yang melanggar taklik talak.

Pelanggaran atas perjanjian perkawinan memberikan hak kepada istri untuk mengajukan gugatan dan sebagai alasan gugatan perceraian ke pengadilan agama. Pelanggaran perjanjian perkawinan

(6)

yang dapat dijadikan alasan gugatan perceraian, yaitu pelanggaran yang mengakibatkan retaknya hati dan munculnya pertengkaran terus menerus pelanggaran yang berkaitan dengan taklik talak dan perjanjian pelanggaran lain (yang dilaksankan sesuai dengan hukum Islam) akan tetapi dilanggar suami atau istri (lihat kompilasi hukum Islam pasal 45 dan 41).

g. Salah Satu Pihak Murtad

Murtad dapat dijadikan alasan perceraian karena apabila dalam suatu rumah tangga tidak ada kesamaan iman maka tidak menutup kemungkinan sering terjadi perselisihan dalam hidup berumah tangga. Oleh karena itu apabila salah satu pihak (suami/istri) murtad maka menurut Mazhab Syafi’iyyah secara otomatis perkawinan itu sudah putus atau perkawinan itu batal (fasakh).

Dalam hal ini dua poin terakhir yakni “suami telah melanggar taklik talak dan salah satu pihak murtad” merupakan tambahan atas alas an perceraian. Penambahan ini didasarkan atas pengalaman selama ini.

Sering sekali terjadi Pengadilan Agama menolak suatu gugatan perceraian atas dalil suami atau istri berpindah agama (murtad). Alasan penolakan yang dilakukan hakim didasarkan pada pertimbangan bahwa UU No. 1 tahun 1974 dan PP No. 9 tahun 1975 tidak mengatur murtad sebagai salah satu alasan cerai. Pada hal jika ditinjau dari segi hukum Islam hal itu sangat beralasan untuk memutuskan sebuah tali perkawinan.

(7)

3. Bentuk Talak Perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI)

a. Perkara Fasakh8

Perkara fasakh adalah suatu perkara perceraian yang diputus oleh hakim atas gugatan istri. Alasan utamanya bukan karena percekcokan suami-istri tersebut, tetapi karena suatu hambatan, kendala tertentu yang mengakibatkan tujuan perkawinan tidak terwujud, misalnya karena: walaupun perkawinan sudah cukup lama, tetapi belum juga mendapat keturunan, mungkin karena “kesalahan” salah satu pihak mandul. Alasan perceraian itu mungkin juga karena salah satu pihak menjadi gila, impoten dan semacamnya atau karena salah satu pihak dihukum untuk waktu yang lama. Karena salah satu alasan tersebut diatas, hakim akan mengabulkan gugatan perceraian yang demikian.

Perkara fasakh termasuk dalam jenis talak ba’in sughro.

b. Perkara Taqlik Talak9

Perceraian berupa taqlik talak lazim juga disebut sebagai talak yang digantungkan. Permohonan perkara ini atas kehendak pihak istri dengan memohon agar Pengadilan Agama menetapkan bahwa syarat talak yang digantungkan sudah ada, yaitu suami telah melanggar janji-janji yang diucapkan sesaat setelah ijab kabul. Sebagaimana biasanya dalam pernikahan orang-orang Islam, selesai upacara ijab- kabul atau akad, pengantin laki-laki mengucapkan janji-janji yang

8 R. Abdul Djamali, Hukum Islam Berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2002), hal. 105.

9 R. Abdul Djamali, Hukum Islam Berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium Ilmu Hukum, hal. 108.

(8)

sehubungan dengan jaminan terhadap perkawinan. Misalnya suami berjanji tidak akan menganiaya atau berjanji tidak akan meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut. Apabila salah satu dari janji tersebut dilanggar maka syarat taqliktalak/ talak yang digantungkan telah terpenuhi dan istri dapat memohon putusan perceraian pada pengadilan yang lazim dikenal sebagai “Taqlik Talak”.

c. Perkara Syiqaq10

Arti katanya: Perpecahan, sedangkan menurut ajaran Islam sebagaimana yang disebut dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 35, yang isinya apabila terjadi perselisihan antara suami-istri, hendaknya keluarga kedua belah pihak menunjuk dan mengangkat hakam-hakam pendamai bagi suami-istri tersebut. Di Negara Indonesia ini kelanjutan maksud hakam-hakam tersebut telah terbentuk lembaga resmi yaitu Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan, dan Perceraian (BP 4), yang bertugas untuk mendamaikan sesuai dengan pasal pasal 31 PP No. 9 tahun 1975. Dalam praktek, jasa atau nasihat BP-4 ini sering diminta oleh Hakim Peradilan Agama dalam menangani perkara perceraian.

apabila BP-4 tidak berhasil mendamaikan, setelah setelah masaalah itu kembali dihadapan Hakim Pengadilan Agama ini, disini hakim masih berkewajiban lagi untuk berupaya mendamaikan sesuai dengan ketentuan pasal 31 PP No.9 tahun 1975. Apabila upaya perdamaian itu berhasil, baik yang dilakukan oleh BP-4 maupun oleh Hakim

10 R. Abdul Djamali, Hukum Islam Berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium Ilmu Hukum, hal. 107.

(9)

Pengadilan akan dibuat akta perdamaian, denagn konsekuensi apabila di antara kedua suami-istri itu timbul lagi percekcokan dengan alasan percekcokan dengan alasan percekcokan yeng telah berhasil didamaikan, akan ditolak atau tidak boleh lagi sebagai alasan untuk melakukn perceraian.Perceraian karena percekcokan yang terus menerus terjadi, tergolong sebagai “cerai gugatan” Syiqaq

d. Perkara Li’an11

Asal kata la’na : kutuk, sedang dalam Al-Qur’an surat 24 ayat 6 sampai dengan 9. Perceraian berdasarkan gugatan dari suami dengan alasan atau tuduhan istri melakukan perzinaan tanpa saksi maupun bukti yang cukup disebut perkara perceraian karena li’an.

Proses pemeriksaan perkata itu dari suami istri, dilakukan dengan kewajiban masing-masing mengucapkan sumpah sebanyak lima kali.

Pelaksanaan sumpah itu dengan mendahukan pihak yang menuduh.

Pihak yang menuduh mengucapkan sumpah “demi nama Allah menyatakan istrinya telah melakukan zina”, diucapkan sebanyak empat kali dan pada sumpah yang ke lima suami mengucapkan sumpah :

“apabila tidak benar apa yang saya tuduhkan maka saya akan menerima segala kutuk dan laknat Allah”. Sebaliknya pihak istri wajib mengucapkan sumpahnya atas nama Allah sebanyak empat kali sebagai bantahan terhadap tuduhan suaminya. Pada sumpah ke lima ia

11 Tim Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, hal. 42

(10)

mengatakan akan menerima segala kutuk dan laknat Allah, bila ia telah benar-benar melakukan perbuatan zina yang dituduhkan oleh suaminya.

Proses perkara ini disebut sebagai perkara li’an. Sebagian ahli hukum berpendapat bahwa Pengadilan Agama tidak dapat memeriksa perkara diperiksa oleh pengadilan negeri, akan tetapi sebagian lagi berpendapat bahwa pengadilan agama tersebut berwenang memeriksa perkara li’an, karena dalam pemeriksaan di Pengadilan Agama tersebut tidak sampai pada penilaian benar tidaknya apa yang dituduhkan, dengan kata lain tidak memeriksa unsur pidana materiilnya.

e. Perkara khulu’12

Khulu’ adalah perceraian yang didasarkan pada gugatan pihak istri. Apabila Hakim mengabulkannya, penggugat (istri) berkewajiban membayar iwadl, dan talaknya tergolong talak ba’in. Hal tersebut hanya boleh dilakukan pada dua keadaan yakni jika dikhawatirkan salah satu dari keduanya tidak melaksanakan ajaran- ajaran Allah yakni sesuatu yang difardhukan oleh Allah dalam pernikahan. Yang kedua, yakni sumpah untuk talak tiga kali atas satu permasalahan yang wajib baginya maka boleh mengabulkan khuluk wanita tersebut. Kemudian melaksanakan sumpah tersebut karena hanya bisa melakukan tindakan yang pertama maka diperbolehkan.13

12 Tim Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, hal.43

13 Wahbah Az-zuhaili, Al-fikhu Al-Islami waadillatuhu, (Mesir: Darul Fikr, 1983) hal. 7012.

(11)

4. Tata Cara Talak Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)14

Tata cara perceraian/prosedur permohonan perceraian dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) diatur dalam Bab XVI tentang putusnya perkawinan bagian kedua. Tata cara perceraian/prosedur permohonan perceraian yang diatur dalam KHI terdapat dalam Pasal 129, 130, 131 ayat (1-5), 132 ayat (1-2), 133 ayat (1- 2), 134, 135, 136 ayat (1-2), 137, 138 ayat (1-5), 139 ayat (1-4), 140, 141 ayat (1-3), 142 ayat (1-2), 143 ayat (1- 2), 144, 145, 146 ayat (1-2), 147 ayat (1-6), 148 ayat (1-6) sebagai berikut:

a. Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertaidengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

b. Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut , dan terhadap keputusan tersebut dapat diminta upaya hukum banding dan kasasi.

c. setelah pengadilan agama mengabulkan permohonan pemohon pengadilan agama melakukan:

1) Pengadilan Agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dimaksud pasal 129 dan dalam waktu selambat-lambatnya tiga puluh hari memanggil permohonan dan istrinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak.

14 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991

(12)

2) Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menasehati kedua belah pihak dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam rumah tangga, Pengadilan Agama menjatuhkan keputusan tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talak.

3) Setelah keputusan mempunyai kekuatan hukum tetap, suami mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama, dihadiri oleh isteri atau kuasanya.

4) Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 (enam) bulan terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan tetap utuh.

5) Setelah sidang penyaksian ikrar talak, Pengadilan Agama membuat penetapan tentang terjadinya talakrangkap empat yang merupakan bukti perceraian bagi bekas suami san isteri. Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada pegawai pencatat nikah yang mewilayai tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami isteri, dan helai disimpan oleh Pengadilan Agama.

d. Wilayah pengadilan agama menerima permohonan gugatan sebagai berikut:

(13)

1) Gugatan perceraian di ajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan gama, yang daerah hukumnya mewilayai tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.

2) Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, Ketua Pengadilan Agama memberitahukan gugatan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

e. Wilayah pengadilan agama menerima gugatan:

1) Gugatan percaraian karena alasan tersebut dalam pasal 116 huruf b, dapat diajukan setelah lampau 2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.

2) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkaan sikap tidak mau lagi kembali kerumah kediaman bersama.

f. Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 116 huruf f, dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan Agama mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami istri tersebut.

g. Gugatan perceraian karena alasan suami mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat sebagai dimaksud dalam pasal 116 huruf c, maka untuk mendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang

(14)

memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

h. Selama berlangsungnya gugatan perceraian:

1) Pengadilan Agama dapat mengizinkan suami istri tersebut untuk tinggal dalam satu rumah.

2) Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, Pengadilan Agama dapat:

a) menentuka nafkah yang harus ditanggung oleh suami.

b) menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barangbarang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.

i. Gugatan perceraian gugur apabila suami atau istri meninggal sebelum adanya putusan Pengadilan Agama mengenai gugatan perceraian itu.

j. Pengadilan Agama Setiap kali mengadakan persidangan untuk melakukan melakukan pemeriksaan yaitu :

1) bagi penggugat maupun tergugat, atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut.

2) Panggilan untuk menghadiri sidang sebagai mana tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh petugas yang ditunjukkan oleh Ketua Pengadilan Agama.

(15)

3) Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan tidak dapat dijumpai, panggilan disampaikan melalui Lurah atau yang sederajat.

4) Panggilan sebagai tersebut dalam ayat (1) dilakukan dan disampaikan secara patut dan sudah diterima oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang dibuka.(5) Panggilan kepada tergugat dilampiri dengan salinan surat gugatan.

k. Pengadilan agama dalam hal pemanggilan pengugat ataupun tergugat apabila tempat kediaman seorang tergugat tidak jelas atau tergugat tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, panggilan dilakukan dengan cara :

1) menempelkan gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan Agama dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar masa media lain yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama.

2) Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau mass media tersebut ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua.

3) Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.

4) Dalam hal sudah dilakukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan tergugat dan kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima tanpa

(16)

hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak beralasan.

l. Apabila tergugat dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 132 ayat (2), panggilan disampaikan melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

m. Pelaksanaan pemeriksaan gugatan perceraian :

1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh hakim selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya berkas atau surat gugatan perceraian.

2) Dalam menetapkan waktu sidang gugatan perceraian perlu diperhatikan tentang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka.

3) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal 116 huruf b, sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurangkurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian pada kepaniteraan Pengadilan Agama.

n. Kehadiran dalam persidangan :

1) Pada saat pemeriksaan gugatan perceraian, suami isteri datang sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.

2) Dalam hal suami atau isteri mewakilkan untuk kepentingan pemeriksaan hakim dapat memerintahkan yang bersangkutan untuk hadir sendiri.

o. Usaha hakim dalam mengambil keputusan dalam memeriksa gugatan :

(17)

1) Dalam pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.

p. Apabila terjadi perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan atai alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu terjadinya perdamaian.

q. Apabila tidak dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.

r. Keputusan pengadilan agama dalam memutuskan perkara :

1) Putusan mengenai gugatan perceraian dilakukan dalam sidang terbuka.

2) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta akibat-akibatnya terhitung sejak jatuhya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

s. Setelah perkara perceraian itu diputuskan :

1) panitera Pengadilan Agama meyampaikan salinan surat putusan tersebut kepada suami isteri atau kuasanya dengan menarik Kutipan Akta Nikah dari masing-masing yang bersangkutan.

2) Panitera Pengadilan Agama berkewajiban mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan

(18)

hukum yang tetap tanpa bermaterai kepada pegawai pencatat nikah yang mewilayahi tempat tinggal isteri untuk diadakan pencatatan.

3) Panitera Pengadilan Agama mengirimkan surat keterangan kepada masing-masing suami isteri atau kuasanya bahwa putusan tersebut ayat (1) telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan merupakan bukti perceraian bagi suami dan bekas isteri.

4) Panitera Pengadilan Agama membuat catatan dalam ruang yang tersedia pada kutipan akta nikah yang bersangkutan bahwa mereka telah bercerai. Catatan tersebut berisi tempat terjadinya perceraian, taggal perceraian, nomor dan tanggal surat putusan serta tanda tangan Panitera.

5) Apabila pegawai pencatat nikah yang mewilayahi tempat tinggal isteri berbeda dengan pegawai pencatat nikah tempat pernikahan mereka dilangsungkan, maka satu helai salinan putusan pengadilan agama sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikirimkan pula kepada pegawai pencatat nikah yang mewilayahi tempat perkawinan dilangsungkan dan bagi perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri salinan itu disampaikan kepada Pegawai Pencatat Nikah di Jakarta.

6) Kelalaian pengiriman salinan putusan tersebut dalam ayat (1) menjadi tanggung jawab Panitera yang bersangkutan, apabila yang demikian itu mengakibatkan kerugian bagi bekas suami atau isteri atau keduanya

(19)

t. Gugatan seorang isteri yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khulu’ yaitu :

1) menyampaikan permohonannya kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya disertai alasan atau alasan-alasannya.

2) Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu bulan memanggil isteri dan suaminya untuk didengar keterangnnya masing-masing.

3) Dalam persidangan tersebut Pengadilan Agama memberikan penjelasan tentang akibat khuluk, dan memberikan nasehat- nasehatnya.

4) Setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya iwadl atau tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talaknya di depan sidang pengadilan agama. Terhadap penetapan itu tdak dapat dilakukan upaya banding atau kasasi.

5) Penyelesaian selanjutnya ditempuh sebagaimana yang diatur dalam pasal 131 ayat (5).

6) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya tebusan atau iwadl, Pengadilan Agama memeriksa dan memutus sebagai perkara bias.

(20)

B. Konsep Talak Perspektif Mazhab Syafi’i 1. Pengertian Talak Perspektif Mazhab Syafi’i

Pengertian talak di sini kita rujukan pada pengertian talak yang ada dalam kitab-kitab Mazhab Syafi’i, di antaranya adalah:

a. Menurut Imam Nawawi dalam kitabnya Raudhatut Thâlibîn, talak menurut bahasa adalah putusnya ikatan. Adapun menurut istilah, talak adalah putusnya akad nikah karena lafadh cerai dan semisalnya.15

b. Adapun pengertian talak seperti yang dituturkan oleh Syekh Syarbini al- Khatib dalam kitab al-Iqnâ', talak menurut bahasa adalah "melepaskan ikatan". Yang dimaksud melepaskan ikatan di sini adalah melepaskan ikatan pernikahan. Sedangkan menurut istilah adalah melepaskan tali ikatan pernikahan (dengan lafadh talak atau yang sepertinya).16

c. Sayyid Abi Bakar asy-Syata' dalam kitab I'ânatut Thâlibîn menyebutkan bahwa talak menurut bahasa adalah lepasnya ikatan, sedangkan menurut syara' adalah hilangnya hubungan yang terjadi antara suami istri.17

d. Dalam kitab Fathul Mu’in dijelaskan bahwa pengertian talak menurut bahasa adalah melepaskan tali. Sedangkan menurut syara’ adalah melepaskan ikatan akad nikah dengan lafadz (ucapan).18

Adapun dalam Mazhab Syafi’i tidak disebutkan pengertian cerai gugat secara khusus sesuai dengan permasalahan. Dalam Mazhab Syafi’i

15 Abi Zakariyyah Yahya bin Syar’if an-Nawawi, Raudhatut Thalibin Juz 6 (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah, 1999), hal. 3.

16 Syarbini al-Khatib, al-Iqna' fi hilli al-fadhi Abi Syuja Juz II, (Semarang:

Toha Putra, 2001), hal. 148.

17 Abi Bakar asy-Syata, I'anatut Thalibin, (Semarang: Toha Putra, 2003), hal. 2.

18 Aliy As’ad, Terjemahan Fathul Mu’in, (Yogyakarta: Menara Kudus, 2002), hal. 135.

(21)

pengertian cerai mengarah kepada pengertian talak, yang mana dalam hal ini pengertian talak yang dimaksud adalah pengertian cerai pada umumnya yaitu atas permohonan suami. Tetapi dapat diambil kesimpulan bahwa cerai gugat adalah cerai yang terjadi atas gugatan istri kepada pengadilan agar suami menjatuhkan talak. Talak dilihat dari cara menjatuhkannya terbagi menjadi tiga macam, yaitu:

1) Sharîh, yaitu pernyataan suami dalam menjatuhkan talak secara lahiriah telah mengandung makna talak tanpa membutuhkan adanya niat dengan cara menggunakan lafadh-lafadh sebagai berikut:

،حارسلاو قارفلاو

،قلاطلا

Contoh pernyataan suami kepada istrinya :

ة قرافم تنا ،كتحرس

،قلاط تنا ،قلاط

2) Kinayah, yaitu suami dalam menjatuhkan talaknya dengan menggunakan sindiran yang mengandung makna selain talak dan harus disertai dengan niat dalam menjatuhkannya atau dengan menggunakan lafadh-lafadh yang mengarah pada talak.

3) Talak selain sunni dan bid'i, yaitu bentuk atau cara seseorang dalam menjatuhkan talaknya dalam kondisi masih kecil, menopause dan hamil atau pun wanita yang menuntut khulu’ yang belum dicampuri oleh suaminya.19

Adapun perihal talak raj'i dan ba'in sebagaimana yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 129 ayat 2 huruf (c), di dalam kitab I'anatut Thalibin disebutkan dengan pernyataan:

19 Ibrahim al-Bajuri, Al-Bajuri (Surabaya: Al-Hidayah 2005), hal. 143-145.

(22)

هلوقو ىلاعت الله باتك نم تايأ سمخ يف ةجوز ةيعجرلا هلوقب هنع الله ىضر يعفاشلا ماملإا هيعجر يأ ةيعجرلا ةفص ةلمجلا ادع ضقنت مل ادع تضقناف ادع ضقنت مل وكب ةفوصوم

انئاب تراص

20

Sedangkan di dalam kitab al-Iqnâ’ dinyatakan dengan kalimat:

يف دقعلا ديدجتو ةيعجرلا يف ةعجرلا وهو ةقلطملا لح هيلع فقاوتي ام نايب يف لصف نئابلا

21

Dari pernyataan-pernyataan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan:

1) Talak raj'i, yaitu pernyataan

ادع ضقنت مل وكب ةفوصوم هيعجر

yang artinya

"talak raj'i disifatkan pada talak yang belum habis masa iddahnya" dalam kitab I'ânatut Thalibîn dan pernyataan

ةيعجرلا يف ةعجرلا

yang artinya

"ruju' di dalam talak raj'i" di dalam kitab al-Iqnâ'. Maksud pernyataan tersebut adalah bahwa talak raj'i termasuk talak yang belum habis masa idddahnya dan diperbolehkan untuk ruju' kembali.

2) Sedangkan talak ba'in yaitu pernyataan

انئاب تراص ادع تضقناف

dalam kitab I'anatut Thalibin yang artinya "jika habis masa iddahnya maka menjadi talak ba'in" dan pernyataan

نئابلا يف دقعلا ديدجتو

dalam kitab al-Iqnâ' yang artinya "memperbarui akad di dalam talak ba'in". Keduanya mengandung maksud bahwa talak ba'in termasuk talak yang telah habis masa iddahnya artinya sudah tidak mempunyai iddah lagi dan harus memperbarui akad nikah lagi.

20 Abi Bakar asy-Syata, I'anatut Thalibin. Hal.. 4.

21 Syarbini al-Khatib, al-Iqna' fi hilli al-fadhi Abi Syuja Juz II, hal. 157.

(23)

Selain bentuk atau tata cara talak yang telah tersebut di atas, talak dilihat dari jumlahnya artinya sudah berapa kali suami menjatuhkan talaknya terbagi menjadi dua, yaitu talaknya orang merdeka dan talaknya budak. Mengenai hal ini suami bebas dalam menjatuhkan talaknya pada istri yang merdeka.22 Suami yang merdeka mempunyai tiga kali hak talak kepada istri yang merdeka dan budak. Sedangkan budak mempunyai hak dua kali talak kepada istri yang merdeka atau budak.23 Dari sisi keabsahan talak itu sendiri, maka suami dalam menceraikan istri terbagi menjadi beberapa hal:

1) Cara suami dalam menjatuhkan talak yaitu dengan cara menggunakan istitsna', akan tetapi sumpah masih diberlakukan dan juga tidak cukup hanya dengan sumpah tanpa adanya niat istitsna' dan disyaratkan pula menghabiskan hitungan talak jika si suami menghabiskan hitungan talaknya seperti pernyataan

ثلاث لاإ ثلاث ة قلاط تنا

maka batallah istitsna' nya.

2) Cara suami dalam menjatuhkan talaknya dengan menggunakan syarat atau sifat sebagaimana pernyataan suami seperti:

تلخد اذإ ت قلطناف ة قلاط رادلا تلخد نإ

"Jika kamu masuk rumah maka kamu tertalak, maka tertalak lah jika benar-benar masuk rumah".24

Pada dasarnya melakukan perkawinan itu adalah bertujuan untuk selamalamanya, akan tetapi adakalanya sebab-sebab tertentu yang

22 Ibrahim al-Bajuri, Al-bajuri, hal. 145.

23 Abi Zakariyyah Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Raudhatut Thalibin Juz 6, hal.

66.

24 Syekh Ibrahim al-Bajuri, Al-bajuri, hal 146-147

(24)

mengakibatkan perkawinan tidak dapat dilanjutkan jadi harus diputuskan ditengah jalan atau terpaksa putus dengan sendirinya atau dengan kata lain terjadi perceraian antara suami-istri. Sedangkan talak dalam perspektif imam Madzhab Syafi’i, Madzhab Hanafi dan Madzhab Hambali mendefinisikan bahwa talak adalah melepaskan ikatan perkawinan secara langsung atau untuk masa yang akan datang dengan lafadz khusus. Yang dimaksud dengan langsung adalah talak yang hukumnya langsung berlaku ketika lafadz talak diucapkan, tanpa terkait dengan syarat atau masa yang akan datang. Seperti halnya talak ba’in kubro. Sedangkan yang dimaksud dengan “untuk masa yang akan datang" adalah hukum talak itu belum berlaku seluruhnya, tetapi tertunda oleh suatu hal seperti yang terjadi dalam talak raj’i. Madzhab Syafi’i mendefinisikan bahwa talak adalah pelepasan akad nikah dengan lafadz talak atau yang semakna dengan itu.

Dalam hal ini mengandung pengertian bahwa hukum talak itu berlaku secara langsung, baik dalam talak raj’i maupun talak ba’in. Madzhab Maliki mendefinisikan bahwa talak adalah suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.

Ulama’ Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa suami tidak boleh menggauli istrinya yang sedang dalam masa iddah dan perbuatan itu bukan lah berarti rujuk, menurut mereka rujuk harus dilakukan dengan perkataan atau pernyataan dari suami secara jelas bukan dengan perbuatan.25 Perkataan talak dalam istilah fiqih mempunyai dua arti yaitu arti yang

25 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid II, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,1999), hal. 1776-1777.

(25)

umum dan arti yang khusus. Talak menurut arti yang umum adalah segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau istri.

Talak dalam arti yang khusus adalah perceraian yang dijatuhkan oleh suami. Agama Islam membolehkan perceraian, tetapi perceraian harus digunakan sebagai jalan terakhir dari kesulitan yang dihadapi dan permasalahan yang tidak dapat dipecahkan lagi serta merupakan usaha yang dicapai untuk menciptakan keadaan yang lebih baik dari sebelumnya.

Meskipun demikian perceraian merupakan suatu perbuatan halal tetapi sangat dibenci oleh Allah SWT.:

(دواد وبأ هاور) ِقَلاطلا ِالله ِىلإ ِللاحْلا ُضغبا

Artinya : “Sesuatu yang halal yang paling dibenci oleh Allah SWT adalah talak” (H.R Abu Daud).26

2. Hukum Perceraian Perspektif Mazhab Syafi’i

Hukum percerayan menurut perspektif Mazhab Syafi’i di bagi beberapa hukum di antaranya yaitu :

a) Wajib

Apabila terjadi perselisihan antara suami istri lalu tidak ada jalan yang dapat ditempuh kecuali perceraian, maka harus mendatangkan dua hakam yang akan mengurus perkara keduanya. Jika kedua hakam tersebut memandang bahwa perceraian lebih baik bagi mereka, maka saat itulah

26 Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Syarah Bulughul Maram Jilid 5, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), hal. 557.

(26)

talak itu menjadi wajib. Jadi, jika sebuah rumah tangga yang tidak mendatangkan apa-apa kecuali keburukan, perselisihan, pertengkaran, dan bahkan menjerumuskan keduanya kedalam kemaksiatan, maka pada saat itu talak wajib baginya.

b) Sunnah

Sunnah yaitu talak yang dilakukan pada istri mengabaikan hak-hak Allah SWT yang telah diwajibkan kepadanya seperti shalat, puasa, dan kewajiban lainnya, sedangkan suami juga sudah tidak sanggup lagi memaksanya. Atau istrinya sudah tidak lagi menjaga kehormatan dan kesucian dirinya. Hal itu mungkin saja terjadi, karena memang wanita itu mempunyai kelemahan didalam menjaga kehormatan dirinya dengan kata lain wanita lebih mudah tergoda daripada laki-laki. Sehingga mungkin saja ia berbuat selingkuh dan melahirkan anak hasil dari perselingkuhan dengan laki-laki lain. Dalam kondisi seperti itu dibolehkan bagi suaminya itu untuk mempersempit ruang dan geraknya. Sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:







































































Artinya : Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,

(27)

terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.

dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS.An-Nisa’:

19).27

c) Mubah

Mubah yaitu talak yang dilakukan karena ada kebutuhan misalnya karena buruknya akhlak istri dan kurang baiknya pergaulannya yang hanya mendatangkan mudharat dan menjauhkan mereka dari tujuan pernikahan.

d) Haram

Yaitu talak yang dilakukan ketika istri sedang haid, para Ulama’

mesir telah sepakat untuk mengharamkannya. Talak ini disebut dengan talak bid’i. Disebut talak bid’i karrena tidak sesuai dengan dengan sunnah Rasul dan mengabaikan perintah Allah. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al- qur’an sebagai berikut:



















































 

































Artinya : Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)[ dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah

27 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan, hal. 81.

(28)

kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.

kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru ”(Q.S At-Talak: 1).28

Perlu diketahui bahwa dalam agama Islam tidak ada larangan apabila pemerintah mengatur urusan perceraian ini, sepanjang tidak bertentangan dengan syar’i’at Islam, oleh karenanya demi kemaslahatan umat Islam, pemerintah boleh membatasi kesewenang-wenangan suami dalam menjatuhkan talak tanpa alas an yang tepat berarti menyengsarakan istri dan anak-anaknya, berarti suami menggunakan haknya secara tidak hak dengan kata lain ia menyalah gunakan haknya.29

e) Makruh

Yaitu talak yang dilakukan tanpa adanya tuntutan dan kebutuhan.

Sebagian Ulama ada yang mengatakan mengenai talak yang makruh ini terdapat dua pendapat yaitu:

Pertama : bahwa talak yang dilakukan dengan alasan yang sekiranya masih bisa untuk berdamai, dengan kata lain bahwa keluarga masih dalam keadaan damai tenteram seperti biasa. Dan talak ini juga dapat menimbulkan mudharat bagi dirinya juga bagi istrinya, serta tidak mendatangkan manfaat apapun. Talak ini haram sama seperti tindakan merusak atau menghamburkan

28 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan, hal. 360.

29 Syadzili Musthofa, Hukum Islam Indonesia, Ramadhani, (Surabaya: Bina Ilmu, 1991), hal. 82.

(29)

kekayaan tanpa guna. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW, sebagai berikut:

(هجام نبإ هاور) رار ِضلاوررض لا

Artinya: “Tidak boleh memberikan mudharat kepada orang lain dan tidak boleh membalas kemudharatan dengan kemudharatan”(H.R Ibnu Majah).30

Kedua : menyatakan bahwa talak seperti itu dibolehkan. Hal itu didasarkan pada sabda Rasul SAW, sebagai berikut:

(دواد وبأ هاور) ِقَلاطلا ِالله ِىلإ ِللاحْلا ُضغبا

Artinya: “Sesuatu yang halal yang paling dibenci oleh Allah SWT adalah talak”(H.R Abu Daud).31

Talak itu dibenci karena dilakukan tanpa adanya tuntutan dan alasan yang membolehkan, karena talak yang seperti itu dapat membatalkan pernikahan, yang nantinya menghasilkan kemudharatan bagi kedua belah pihak dan keturunan mereka, sehingga talak menjadi makruh hukumnya.

3. Rukun dan Syarat Talak (Perceraian) Perspektif Mazhab Syafi’i32

Rukun talak ialah unsur pokok yang harus ada dalam talak dan terwujudnya talak tergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur dimaksud. Rukun talak ada empat, sebagai berikut:

a) Suami.

Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkannya, selain suami tidak berhak menjatuhkannya. Oleh karena

30 Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Sarah Bulugul Marom, hal. 98.

31 Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Sarah Bulugul Marom, hal. 557.

32 ABD. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana 2003), hal. 201- 205.

(30)

talak itu bersifat menghilangkan ikatan perkawinan maka talak tidak mungkin terwujud kecuali setelah nyata adanya akad perkawinan yang sah.

Untuk sahnya talak suami yang menjatuhkan talak disyaratkan:

1) Berakal, suami yang gila tidak sah menjatuhkan talak, yang dimaksud dengan gila dalam hal ini ialah hilang akal atau rusak akal karena sakit, termasuk kedalamnya sakit pitam, hilang akal karena sakit panas atau sakit ingatan karena rusak syaraf otaknya.

2) Baligh, tidak dipandang jatuh talak yang dinyatakan oleh yang belum dewasa.

3) Atas kemauan sendiri, yang dimaksud atas kemauan sendiri disini ialah adanya kehendak pada diri suami untuk menjatuhkan talak itu dan dijatuhkan atas pilihan sendiri bukan dipaksa orang lain.

b) Istri.

Masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak terhadap istri sendiri . tidak dipandang jatuh talak yang dijatuhkan terhadap istri orang lain. Untuk sahnya talak, bagi istri yang ditalak disyaratkansebagai berikut:

1) istri itu masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami. Istri yang menjalani masa iddah talak raj’i dari suaminya oleh hukum Islam dipandang masih berada dalam perlindungan kekuasaan suami.

Karenanya bila masa iddah itu suami menjatuhkan talak lagi dipandang jatuh talaknya sehingga menambah jumlah talak yang dijatuhkan dan mengurangi hak talak yang dimiliki suami.

(31)

2) kedudukan istri yang ditalak itu harus berdasarkan atas akad perkawinan yang sah .

c) Sighat Talak.

Sighat talak ialah kata-kata yang di ucapkan oleh suami terhadap istrinya yang menunjukkan talak, baik itu sharih (jelas) maupun kinayah (sindiran), baik berupa ucapan/lisan, tulisan, isyarat bagi suami tuna wicara ataupun dengan suruhan orang lain.

d) Qashdu (sengaja).

Qashdu (sengaja) artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan oleh yang mengucapkannya untuk tala, bukan untuk maksud lain.

4. Alasan Perceraian Perspektif Mazhab Syafi’i

Adapun alasan-alasan perceraian menurut perspektif Mazhab Syafi’i yaitu sebagai berikut :

a) Nusyûz

Dapat dikategorikan nusyuz ini apabila salah satu pihak misalnya suami tidak mampu menunaikan kewajiban-kewajibannya yang menjadi hak-haknya istri karena memang dia sudah tidak mencintainya lagi. Atau mungkin sebaliknya si istri sudah tidak menjaga kehormatannya apabila dikhawatirkan akan ikut terbawa dengan kedurhakaan istri maka perceraian itu bahkan wajib untuk dilakukan. Atau si istri berakhlak buruk dengan kata lain suami sudah tidak tahan untuk hidup berdampingan lagi

(32)

dengan wanita seperti itu.33 Oleh karena itu nusyûznya salah satu pihak (suami-istri) ini dijadikan salah satu alasan dalam melakukan perceraian karena hak-hak dan kewajiban-kawajiban dalam rumah tangga sudah tidak terpenuhi secara normal yang mengakibatkan berkurangnya kemaslahatan dan kesejahteraan keluarga

2) Murtad

Bila salah satu pihak (suami istri) murtad maka perceraian itu harus dilakukan melalui fasakh. Seandainya seorang istri Islam, sedangkan bersikeras dalam kekafiran dan si suami telah menyetubuhinya, tetapi si suami masuk Islam selagi masa iddahnya belum habis maka nikahnya tetap utuh. Tetapi jika suami tetap dalam kekafiran. Maka perceraian telah terjadi sejak istrinya masuk Islam.34 Jadi bila salah satu pihak (suami-istri) murtad maka perceraian itu harus dilakukan melalui fasakh, disebabkan tidak terpenuhinya unsur kafa'ah dalam sebuah pernikahan tersebut. Di pandang tidak sekufu dikarenakan masing masing pihak berbeda agama.35 3) Meninggalkan Istri selama empat tahun

Ketika sang suami berniat atau berjanji untuk meninggalkan istri karena untuk suatu hajat, misalnya untuk bekerja diluar negeri dan sebagainya. Kemudian sang suami tidak memberi kabar sama sekali, maka si istri memiliki waktu empat tahun untuk menunggu suaminya yang

33 Zainuddin bin Abdul Azis Al-Malibari Al Fannani, Terjemahan Fathul Mu'in, (Bandung:Sinar Baru Algesindo, 2005), hal. 1349.

34 Zainuddin bin Abdul Azis Al-Malibari Al Fannani, Terjemahan Fathul Mu'in (Bandung:Sinar Baru Algesindo, 2005), hal. 1209.

35 Abi Bakri Al-Masyhur Bisayyid Bakri, Ianatut thalibin, (Semarang: Toha Putra 2003), hal. 98.

(33)

sedang bepergian. Akan tetapi bila dalam kurun waktu empat tahun itu suami tidak kirim kabar maka istri berhak melaporkan kepada hakim yang berwenang dalam memutuskan perkara ini. Bila suami oleh hakim dipanggil dan diperintahkan untuk kembali kepada istrinya sedangkan suami tidak mau mematuhi perintah hakim maka secara otomatis jatuh talaknya.36

4) Bila salah satu pihak menderita penyakit

Bila salah satu pihak manderita penyakit yang sulit diharapkan kesembuhannya, misalnya penyakit "judzâm" yaitu penyakit yang menyebabkan seluruh tubuhnya panas kemudian kulitnya menghitam lalu dapat memotong bagian-bagian tubuhnya. Kemudian "baros" yaitu belang- belang pada kulit dan berwarna putih. Selanjutnya "ritqu" yaitu tumbuhnya daging dalam vagina yang dapat menghalangi untuk berhubungan suami istri, lalu "qoron" yaitu terhalangnya lubang vagina oleh tulang yang juga dapat menghalangi untuk berhubungan suami istri. Kemudian aib yang ada pada laki-laki misalnya "al-jub" (terputusnya dzakar) dan "anah" yakni tidak adanya kemampuan untuk bersenggama.37 Anah ini dalam bahasa kita disebut juga impoten. Kalaupun penyakit-penyakit tersebut sudah diusahakan kesembuhannya akan tetapi tetap tidak berhasil juga, maka boleh melakukan perceraian baik melalui cerai talak maupun cerai gugat (khulu’).

36 Abdurrahman bin Muhammad Al-Jaziri, Kitabul Fiqihi Ala Madzhabil Arba'ah, (semarang: toha Putra, 2001), hal. 361.

37 Dr. Mustofa Dib al-Bugho, At-tahdzib Fi Adillah Matanul Ghoyah Wattaqrib (Jiddah: Al- Haromain 1998), hal. 164.

(34)

5. Bentuk-Bentuk Perceraian Perspektif Mazhab Syafi’i

Adapun bentuk-bentuk perceraian menurut perspektif Mazhab Syafi’i yaitu sebagai berikut :

a. Talak

Hukum Islam menentukan bahwa hak talak adalah pada suami dengan alasan bahwa seorang laki-laki itu pada umumnya lebih mengutamakan pemikiran dalam mempertimbangkan sesuatu daripada wanita yang biasanya bertindak atas dasar emosi. Dengan pertimbangan yang demikian, diharapkan kejadian perceraian akan lebih kecil kemungkinannya apabila hak talak diberikan kepada istri.

Disamping alasan diatas ada babarapa alasan lain yang memberikan wewenang atau hak talak kepada suami:

1) Akad nikah dipegang oleh suami. Suamilah yang menerima ijab dari pihak istri waktu dilaksanakannya akad nikah.

2) Suami membayar mahar kepada istrinya diwaktu akad dan dilanjutkan membayar “mut’ah” (pembarian sukarela dari suami kepada istrinya) setelah suami mentalak istrinya.

3) Suami wajib membayar nafkah istri dalam masa perkawinannya dan pada masa iddah apabila ia mentalaknya.

4) Perintah-perintah mentalak dalam al-Qur’an dan Hadits banyak yang ditujukan kepada suami.

Talak akan jatuh apabila talak terpenuhi syarat-syaratnya. adapun syarat-syarat tersebut ada yang berhubungan dengan suami, ada yang

(35)

berhubungan dengan istri dan ada pula yang berhubungan dengan shighat talak. Syarat-syarat seorang suami yang sah menjatuhkan talak ialah Berakal sehat, telah baligh, serta tidak karena paksaan Sepakat para ahli fiqih bahwa sahnya seorang suami menjatuhkan talak ialah telah dewasa atau baligh dan atas kehendak sendiri, bukan karena terpaksa atau paksaan dari pihak ketiga. Sedangkan syarat-syarat seorang istri yang sah ditalak suaminya adalah :

a) Istri telah terikat dengan perkawinan yang sah dengan suaminya.

Apabila akad nikahnya diragukan keabsahannya maka istri itu tidak dapat ditalak oleh suaminya.

b) Istri harus dalam keadaan suci yang belum dikumpuli oleh suami yang dalam waktu suci itu.

Adapun macam-macam talak sebagai berikut:

a. Talâk Sunni dan Talâk Bid’i

Ditinjau dari segi apakah talak itu sesuai dengan yang disunnahkan Rasulullah SAW, atau tidak sesuai dengan yang disunnahkan beliau, maka talak itu terbagi kepada talak sunni dan talak bid’i. Talak sunni ialah talak yang sesuai dengan talak yang diajarkan Rasulullah SAW. Dan talak bid’i adalah talak yang tidak sesuai dengan ajaran atau sunnah Rasulullah SAW.

Yang termasuk talak sunni ialah talak yang dijatuhkan kepada istri yang suci dan belum dicampuri dalam masa suci itu dan talak yang dijatuhkan kepada istri yang sedang hamil. Yang termasuk talak bid’i ialah talak yang dijatuhkan kepada istri yang sedang haid, talak yang dijatuhkan

(36)

kepada istri waktu suci tetapi telah dicampuri dan talak yang berbilang sekaligus, seperti dua kali sekaligus, tiga kali sekaligus, atau talak yang dijatuhkan kepada istri untuk selama-lamanya. Menurut kesepakatan ahli fiqih bahwa talak sunni adalah talak yang halal, sedangkan talak bid’i adalah talak yang haram. Berbeda pendapat para ahli fiqih tentang talak bid’i talak yang sah atau talak yang batal. Imam Syafi’i berpendapat bahwa talak bid’i itu sekalipun talak haram, tetapi hukumnya adalah sah dan talaknya jatuh. Sunnah bagi suami yang menjatuhkan talak bid’i merujuk istrinya.

b. Khulu’

Kata khulu’ berasal dari kata khal’un artinya menanggalkan atau melepaskan. Ungkapan khala’ats tsauba berarti seseorang telah melepas dan mananggalkan pakaiannya.38 Khulu ini adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh istri berupa mengembalikan maskawin kepada suami agar dengan demikian perkawinan dihentikan. Didaerah-daerah seperti ditanah Batak dengan corak kebapaan, dimana maskawin sering merupakan jumlah uang yang sangat besar atau barang-barang yang amat tinggi harganya, bagi istri sukar sekali untuk melakukan khulu’. Tetapi dilain- lain daerah seperti jawa tengah dengan kebiasaan membayar maskawin hanya dua ringgit saja, yang bahkan sering kali masih dipinjam, sebelumnya adalah mudah bagi si istri untuk menghentikan perkawinan dengan cara demikian.

38 Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-husaini, Terjemahan Kifayatul Akhyar (Surabaya: Bina Ilmu, 1997), hal. 455.

(37)

Khulu’ ini dalam praktek sekiranya tidak pernah dilakukan, seringkali oleh karena dianggap sebagai syarat, bahwa penyerahan kembali maskawin harus diterima oleh suami, jadi artinya suami harus menyetujui penghentian perkawinan secara ini. kalau demikian ini maka khuluk sama saja dengan permintaan istri supaya ia diberi talak oleh suami. dan tergantung pada suami lagi apakah perkawinan akan dihentikan atau tidak.

Dasar diperbolehkan khuluk adalah ijma’ para Ulama dan memang telah disebutkan dalam al-Qur’an dan Hadits.































































































Artinya : Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim."(QS. Al-Baqoroh:

229)39

Hadits dari Ibnu Abbas r.a:

39 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah. hal. 37.

(38)

نا نباتباث ةارما يق

ملسو هيلع الله يلص يبنلا تتا س :

ام سيق نبا تباث الله لولسراي

ملاسلاا يف رفكلا هركا ينكلو نيد لاو قلخ يف هيلع بتعأ ,

هيلع الله يلص يبنلا لقف

ملسو : معن تلق ؟ ةقيدح هيلع نيدلارتأ ,

ملسو هيلع الله يلص الله لوسر لقف :

لبقا

ةقيلطت اهقلطو ةقيدحلا (

يرخب هاور )

Artinya : “Bahwasannya istri Tsabit bin Qois datang kepada Nabi SAW lalu berkata: “ Saya tidak mencela akhlak dan agama Tsabit bin Qois, tetapi saya membenci kekufuran setelah berada dalam agama Islam.” kemudian Nabi SAW bertanya kepada perempuan itu: “ Sanggupkah engkau mengembalikan kepada Qois kebunnya?” Perempuan itu menjawab: “Ya.” Maka Rasulullah berkata kepada Tsabit bin Qois: “Terimalah kebun itu dan talaklah dia (istrimu) sekali talak”(HR. Bukhari)40. Tidak ada pendapat dikalangan para Ulama’ mengenai bolehnya khulu baik yang dikembalikan itu berupa harta maskawin, maupun berasal dari harta lain, baik lebih sedikit dari maskawin ataupun lebih banyak.

Mengenai hal ini Imam Syafi’i berpendapat bahwa seorang istri boleh melakukan khulu dengan memberikan harta yang lebih banyak dari mahar yang diterima dari suaminya, jika kedurhakaan (nusyuz) datang dari pihaknya.41 Karena khulu itu adalah suatu akad yang menyangkut kepemilikan kemaluan atas seseorang atas kemaluan maka serupa dengan nikah. Imbalan didalam khulu itu disyaratkan diketahui keduanya dan harus ada nilai hartanya serta memenuhi syarat lain dalam pemberian imbalan seperti bisa diserahkan, sudah dimiliki, dan sebagainya. Sebab

40 Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Syarah Bulughul Maram. hal. 523.

41 Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid Wahid, Juz II, (Semarang, Asy- syifa, 1990), hal 491

(39)

khulu itu adalah akad tukar menukar.Ia serupa dengan jual beli dan maskawin, dan demikian dibenarkan dalam khulu yang sah.

Imam Syafi’i berpendapat bahwa khul’u adalah kata-kata sindiran (kinayah). Jadi jika dengan kata-kata kinayah tersebut suami manghendaki talak, maka talakpun terjadi, dan jika tidak maka menjadi fasakh. Tetapi dalam qaul jadîdnya diaktakan bahwa khulu adalah talak.42

c. Ilâ’ (bersumpah tidak akan menyetubuhi istri)

Menurut bahasa, ila’ adalah sumpah. Sedangkan menurut syara’, ila’ adalah bersumpah tidak akan menggauli istri secara mutlak atau selama lebih dari empat bulan. Dasar hukum ila’ adalah firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 226:





























Artinya: Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya85 diberi tangguh empat bulan (lamanya). kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 226)43

d. Dzihar44

Dzhihar adalah perkataan seorang suami kepada istrinya yang menyerupakan istrinya dengan ibunya, sehingga istrinya itu haram atasnya, seperti ungkapan “engkau tampak seperti punggug ibuku".

Apabila seorang lakilaki mengatakan demikian dan tidak diteruskan pada talak maka ia wajib membaya kafarat dan haram bercampur dengan

42 Ibnu Rusyd, IBidayatul mujjtAbdul Wahid, hal. 495.

43 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal.37.

44 Sulaiman Rasjid, Op.Cit, hal.411 _- 412.

Referensi

Dokumen terkait

Dan talak yang dilakukan di luar pengadilan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah tidak dibenarkan, hal ini sesuai dengan isi Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam yang

Perbedaan unsur-unsur anorganik tersebut kemungkinan disebabkan oleh spesies, genotip, tanah, ekologi, dan iklim (Kozlowski & Pallardy 1997) Dari hasil ANOVA kadar

-Guru memberitahukan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan anak dari rumah untuk hari ini yaitu anak- anak belajar tentang kacang

Peneliti mengamati secara langsung, siapakah siswa yang mampu memahami dengan baik pelajaran membaca ataupun materi dalam membaca yang telah di berikan oleh guru

Adapun yang dimaksud talak menurut Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam, adalah ikrar suami dihadapan pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Sedangkan

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Faktor- Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Penyelesaian Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah Rencana Anggaran Biaya Di Prodi PTB JPTS FPTK UPI

Trigeminal neuralgia adalah sindrom nyeri pada wajah pada area persarafan Nervus Trigeminus pada satu cabang atau lebih, secara paroksismal berupa nyeri tajam yang tidak

Selain itu, tujuan pendidikan rohani yang diharapkan adalah untuk mencari, membina dan mengembangkan hubungan individual-vertikal yang harmonis; sampai (wushūl) kepada