• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Oleh: SIRILUS BRAM VALENTINUS PURBA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Oleh: SIRILUS BRAM VALENTINUS PURBA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB PT. PERTAMINA DALAM PENGADAAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN

STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (Studi Pada PT. Pertamina (Persero) Region I Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

SIRILUS BRAM VALENTINUS PURBA 120200095

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN

2016

(2)

TANGGUNG JAWAB PT. PERTAMINA DALAM PENGADAAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN

STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (Studi Pada PT. Pertamina (Persero) Region I Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

SIRILUS BRAM VALENTINUS PURBA 120200095

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAANPROGRAM KEKHUSUSANHUKUM PERDATA DAGANG

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof. Dr.Hasim Purba, S.H., M. Hum NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr.Hasim Purba, S.H., M. Hum Sinta Uli, S.H., M. Hum NIP. 196603031985081001 NIP. 195506261986012001

(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA : SIRILUS BRAM VALENTINUS PURBA NIM : 120200095

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

JUDULSKRIPSI : TANGGUNG JAWAB PT. PERTAMINA DALAM PENGADAAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (StudiPada PT. Pertamina (Persero) Region I Medan)

Dengan ini menyatakan :

1. Skripsi yang saya tulis bukan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun .

Medan, 20 Juni 2016

Sirilus Bram Valentinus Purba

120200095

(4)

Kontrak pengadaan barang / jasa yang selanjutnya disebut kontrak adalah perjanjian tertulis antara Pejabat Pembuat Kontrak (PPK) dengan penyedia barang atau jasa. Pengadaan barang / jasa tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 pada Pasal 1 ayat 1 yang menerangkan pengadaan barang / jasa pemerintah yang selanjutnya disebut dengan pengadaan barang / jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang / jasa oleh pemerintah yang diproses dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang / jasa. PT. Pertamina (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola minyak dan gas bumi serta ditugaskan menghasilkan minyak dan gas bumi dari ladang - ladang minyak di seluruh wilayah Indonesia, mengolahnya menjadi berbagai produk dan menyediakan serta melayani kebutuhan bahan bakar minyak dan gas di seluruh Indonesia. Berkaitan dalam judul skripsi ini penulis mengangkat tentang “Tanggung Jawab PT.

Pertamina dalam Pengadaan Bahan Bakar Minyak dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (Studi Pada PT. Pertamina (Persero) Region I Medan”. Di dalam skripsi ini, permasalahan yang dibahas adalah pelaksanaan pengadaan bahan bakar minyak, tanggung jawab para pihak dalam pengadaan bahan bakar minyak serta berakhirnya perjanjian pengadaan bahan bakar minyak diantara kedua belah pihak.

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah penelitian Yuridis Normatif. Penelitian ini didasarkan pada data sekunder yang merupakan bahan - bahan hukum berupa kepustakaan, peraturan perundang- undangan dan dokumen hukum lainnya. Bahan - bahan hukum tersebut didapatkan melalui penelitian kepustakaan (library research) guna mendapatkan teori-teori hukum atau doktrin hukum, asas - asas hukum dan konsep - konsep hukum yang berkaitan dengan objek penelitian ini serta dengan penelitian lapangan (field research) untuk mendapatkan data primer guna akurasi terhadap hasil yang dipaparkan, yaitu berupa wawancara.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan pengadaan yang dilakukan pihak PT. Pertamina dengan pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum telah dilaksanakan dengan mematuhi standar regulasi yang dibuat oleh PT. Pertamina dengan memenuhi ketentuan pasal 1320 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata serta ketentuan oleh pemerintah sendiri yaitu Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang / Jasa oleh Pemerintah. Setelah disepakati pengadaan bahan bakar minyak oleh kedua belah pihak, maka akan muncul tanggung jawab yang mengikat para pihak. Dimana tanggung jawab ini harus dilaksanakan agar pelaksanaan pengadaan bahan bakar minyak ini berjalan dengan baik antara para pihak tersebut. Berakhirnya perjanjian pengadaan bahan bakar minyak antara para pihak akan didasarkan dengan bagaimana ketentuan yang diperjanjikan dan telah disetujui antara para pihak sebelumnya.

Kata kunci: Pengadaan Barang / Jasa, PT. Pertamina (Persero).

* Peneliti, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara.

** Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara.

*** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara.

ABSTRAK

Sirilus Bram Valentinus Purba*

Hasim Purba**

Sinta Uli***

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Tanggung Jawab PT. Pertamina dalam Pengadaan Bahan Bakar Minyak dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (Studi Pada PT.

Pertamina (Persero) Region I Medan” yang didalamnya membahas tentang tanggung jawab para pihak dalam perjanjian pengadaan barang khususnya bahan bakar minyak.

Penulisan skripsi ini juga merupakan salah satu syarat bagi setiap mahasiswa untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat - syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, baik itu disebabkan literatur maupun pengetahuan penulis sehinga pembuatan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Penulis selalu menerima kritik, saran maupun masukan yang bersifat membangun dari berbagai pihak.

Selama proses penulisan skripsi ini, banyak dukungan, saran, motivasi dan doa dari orang tua saya tercinta yaitu Bapak Djon Haidi Purba dan Ibu Erlina Saragih yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada Penulis.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara;

(6)

2. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara;

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara;

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara;

5. Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan sekaligus merupakan Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu kepada penulis untuk membimbing, memberi nasehat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

6. Ibu Sinta Uli, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Dagang sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam membimbing, memberi nasehat, dan motivasi kepada penulis dalam penyelesain skripsi ini;

7. Ibu Rabiatul Syariah, S.H., M.Hum., sebagai Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara;

8. Bapak / Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara seluruhnya yang telah mendidik dan membimbing penulis selama tujuh semester dalam menempuh pendidkan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Smatra Utara;

9. Kepada abang saya Sanggar Wijaya Purba dan Yerico Fairi Purba yang telah memberikan dukungan Moril dan Materil kepada penulis;

(7)

10. Kepada seluruh teman - teman saya stambuk 2012 yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih atas doa dan juga dukungan semangat dalam perkulihan selama ini;

11. Segenap pihak yang membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas doa dan dukungan kalian selama ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Bila ada kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini penulis mohon maaf dan kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis mohon ampun, semoga skripsi ini ini bermanfaat bagi semua. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 20 Juni 2016

Sirilus Bram Valentinus Purba 120200095

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penulisan ... 11

D. Manfaat Penulisan ... 12

E. Metode Penelitian ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 16

G. Keaslian Penulisan ... 18

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGADAAN BARANG A. Pengertian Perjanjian Pengadaan Barang Menurut Hukum di Indonesia ... 19

B. Syarat Sah Terjadinya Perjanjian Pengadaan Barang ... 23

C. Dasar Hukum Pembentukan Perjanjian Pengadaan Barang... 34

BAB III ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENGADAAN BARANG (BAHAN BAKAR MINYAK) A. Prinsip – Prinsip dalam Perjanjian Pengadaan Barang ... 41

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pengadaan Barang / Jasa .. 45

(9)

C. Prosedur Pembentukan Perjanjian Pengadaan Barang Berdasarkan Hukum oleh PT. Pertamina ( Persero ) Region I Medandan Pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum

TerhadapPengadaan Bahan Bakar Minyak ... 58 BAB IV TANGGUNG JAWAB PIHAK PT. PERTAMINA

DALAM PENGADAAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM

A. Pelaksanaan Pengadaan Bahan Bakar Minyak dari Pihak PT. Pertamina kepada Pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar

Umum (SPBU) ... 71 B. Tanggung Jawab Pihak PT. Pertamina dalam Pengadaan

Bahan Bakar Minyak kepada Pihak Stasiun Pengisian

Bahan Bakar Umum ... 83 C. Berakhirnya Perjanjian Pengadaan Bahan Bakar Minyak oleh

Pihak PT. Pertamina kepada Pihak Stasiun Pengisian Bahan

Bakar Umum ... 90 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 94 B. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA ... 96 LAMPIRAN

A. Surat Keterangan Riset Perusahaan

(10)

B. Wawancara

C. Akta Notaris dalam Perjanjian Kerjasama PT. Pertamina dengan Pihak Swasta / Mitra Kerja

D. Surat Lampiran, Persyaratan Pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dengan Skema DODO (Dealer Owned Dealer Operated) oleh PT. Pertamina (Persero) Region I Medan.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di Benua Asia yang memiliki jumlah penduduk terbanyak serta mempunyai perairan dan daratan yang luas.Dengan tingkat kehidupan ekonomi masyarakat yang tergolong dalam negara berkembang, Indonesia memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) baik yang termasuk dalam kategori hayati (perikanan,pertanian,perkebunan) maupun non- hayati (hasil tambang). Melihat kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia, masyarakat menggunakan Sumber Daya Alam (SDA) tersebut untuk meningkatkan taraf hidup serta memperbaiki perekonomian mereka, salah satu contohnya dengan menggali potensi alam di bidang bahan bakar, khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM).

Bahan bakar adalah suatu materi apapun yang bias diubah menjadi energi.

Biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang dapat dilepaskan dan dimanipulasi. Kebanyakan bahan bakar digunakan manusia melalui proses pembakaran (reaksi redoks) dimana bahan bakar tersebut akan melepaskan panas setelah direaksikan dengan oksigen di udara.1

Bahan bakar cair adalah bahan bakar yang strukturnya tidak rapat, jika dibandingkan dengan bahan bakar padat molekulnya dapat bergerak bebas.Bensin, gasolin, premium adalah contoh bahan bakar cair.Bahan bakar cair yang biasa dipakai dalam industri, transportasi maupun rumah tangga adalah fraksi minyak

1Bahan Bakar, http://id.m.wikipedia.org/wiki/BahanBakar, diakses pada tanggal 4 Maret 2016.

(12)

bumi. Minyak mentah, jika disuling akan menghasilkan beberapa macam fraksi, seperti: bensin, premium, kerosene atau minyak tanah, minyak solar, minyak bakar, dan lain – lain.2

Proses pembuatan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sering dijumpai dalam kehidupan masyarakat pada umumnya diawali dengan pencairan minyak bumi, kemudian apabila sudah bertemu dengan minyak dengan jumlah yang cukup banyak maka akan dilanjutkan kepada proses pemompaan.

Bahan Bakar Minyak (BBM) termasuk juga dalam kategori bahan bakar tidak berkelanjutan karena bersumber pada materi yang diambil dari alam dan bersifat konsumtif. Sehingga hanya bias sekali dipergunakan dan habis keberadaanya di alam. Seperti bahan bakar berbasis karbon seperti produk – produk olahan minyak bumi

3

Kemudian minyak bumi diangkut ke pabrik pengolahan minyak bumi (kilang), disana minyak akan dipisahkan dengan proses destilasi. Destilasi adalah proses pemisahan fraksi – fraksi dalam minyak bumi berdasarkan perbedaan titik didih.

Pemanasan minyak mentah ini kemudian membuat fraksi - fraksi dalam minyak bumi terpisah. Fraksi – fraksi yang dihasilkan dari proses destilasi kemudian dimurnikan melalui proses cracking. Cracking adalah tahapan pengolahan minyak bumi yang dilakukan untuk menguraikan molekul - molekul besar senyawa Pemompaan ini betujuan untuk memberikan daya tarik untuk mengeluarkan sumber minyak yang berada dibawah permukaan tanah untuk dikeluarkan dan dilanjutkan keproses berikutnya di atas permukaan tanah. Setelah melewati proses pemompaan, minyak tanah masih perlu dipisahkan dengan air dan kotoran lainnya.

2Bahan Bakar, Loc.Cit.

3Proses Pembuatan BBM, http://id.m.prosespembuatan.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 4 Maret 2016.

(13)

hidrokarbon menjadi molekul - molekul hidrokarbon yang lebih kecil, misalnya pengolahan fraksi minyak solar atau minyak tanah menjadi bensin.

Setelah dilakukan pemurnian melalui cracking, tahap pengolahan minyak bumi dilanjutkan dengan proses reforming. Proses reforming adalah proses merubah struktur molekul fraksi yang mutunya buruk menjadi fraksi yang mutunya lebih baik yang dilakukan dengan penggunaan katalis atau proses pemanasan. Jika struktur molekulnya telah di perbaiki dengan proses reforming, maka dapat dilanjutkan kepada proses alkilasi dan polimerisasi. Proses alkilasi adalah tahap penambahan jumlah atom pada fraksi sehingga molekul fraksi menjadi yang lebih panjang dan bercabang. Sedangkan proses polimerisasi adalah tahap penggabungan molekul - molekul yang lebih besar dalam fraksi sehingga mutu dari produk akhir akan lebih meningkat.

Proses treating adalah proses selanjutnya dalam pengolahan minyak bumi yang memurnikan fraksi minyak bumi melalui eliminasi bahan - bahan pengotor yang terikut dalam proses pengolahan atau yang berasal dari bahan baku minyak mentah.4

4Proses Pembutan BBM, Loc.Cit.

Bahan – bahan pengotor yang dihilangkan dalam proses treating tersebut salah satu contohnya seperti bau tidak sedap dalam proses sebelumnya. Tahap terakhir yang dilalui proses pengolahan minyak bumi sehingga menghasilkan bahan siap guna adalah proses blending. Blending adalah tahapan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas produk melalui penambahan bahan - bahan aditif ke dalam fraksi minyak bumi.Bahan - bahan aditif yang digunakan tersebut salah satunya adalah Tetra Ethyl Lead (TEL).TEL adalah bahan aditif yang digunakan

(14)

menaikkan bilangan oktan bensin.

Stasiun pengisian bahan bakar adalah tempat dimana kendaraan bermotor bisa memperoleh bahan bakar. Di Indonesia, stasiun pengisian bahan bakar dikenal dengan namaStasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Namun, masyaralat juga memiliki sebutan lagi bagi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).Misalnya dikebanyakan daerah, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) disebut pom bensin yang adalah singkatan dari pompa bensin.Di beberapa daerah di Maluku, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) disebut stasiun bensin.5

1. Bensin dan beragam varian produk Bensin

Stasiun pengisian bahan bakar, pada umunya menyediakan beberapa jenis bahan bakar, misalnya :

2. Solar 3. E85

4. LPG dalam berbagai ukuran tabung 5. Minyak tanah

Banyak stasiun pengisian bahan bakar yang juga menyediakan layanan tambahan.Misalnya, musholla, pompa angin, toilet dan lain sebagainya.Stasiun pengisian bahan bakar modern, bisanya dilengkapi pula dengan minimarket dan Automatic Teller Machine (ATM).Tak heran apabila stasiun pengisian bahan

bakar juga menjadi meeting point atau tempat istirahat.Bahkan, ada beberapa stasiun pengisian bahan bakar, terutama di jalan tol atau tempat istirahat. Bahkan,

5Stasiun Pengisian Bahan Bakar, http://id.m.wikipedia.org/wiki/StasiunPengisianBahan Bakar, diakses pada tanggal 4 Maret 2016.

(15)

ada beberapa stasiun pengisian bahan bakar, terutama di jalantol atau jalan antar kota, memiliki kedai kopi, atau restoran cepat saji dalam berbagai merek.

Di beberapa negara, termasuk Indonesia, stasiun pengisian bahan bakar dijaga oleh petugas - petugas yang mengisikan bahan bakar kepada pelanggan.Pelanggan kemudian membayarkan biaya pengisian kepada petugas.Di negara - negaralainnya, misalnya di Amerika Serikat atau dibenua Eropa, pompa - pompa bensin tidak dijaga oleh petugas; pelanggan mengisi bahan bakar sendiri dan kemudian membayarnya kepada petugas di sebuah loket.

Perusahaan penyedia bahan bakar minyak milik negara maupun milik swasta masing - masing memiliki perjanjian pengadaan bahan bakar minyak dengan pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), apabila Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) tidak memiliki perjanjian pengadaan bahan bakar minyak dengan perusahaan penyedia bahan bakar minyak maka wajib melaksanakan kerjasama dengan pihak perusahaan penyedia bahan bakar minyak tersebut. Dalam hal ini, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang tidak mengadakan perjanjian pengadaan bahan bakar minyak haruslah megadakan perjanjian dalam bentuk perjanjian pengadaan bahan bakar minyak agar dapat mendatangkan bahan bakar minyak untuk dinikmati oleh masyarakat serta diakui oleh negara dan memiliki dasar hukum yang jelas atas pengadaan bahan bakar minyak tersebut.

Untuk mendatangkan suatu barang / jasa yang dapat digunakan oleh seseorang atau badan hukum, diperlukan adanya suatu perjanjian yang mengikat agar memperjelas proses pengadaan barang atau jasa tersebut. Perjanjian atau kontrak

(16)

adalah suatu peristiwa dimana seseorang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau dimana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.6

Kehadiran Perseroan Terbatas (PT) dalam kehidupan masyarakat sudah dikenal jauh sebelum zaman kemerdekaan.Istilah Perseroan Terbatas (PT) yang digunakan dewasa ini, dulunya dikenal dengan istilah Naamoloze Vennotschap disingkat NV. Bagaimana asal muasalnya istilah Perseroan Terbatas (PT) dan disingkat menjadi PT tidak dapat ditelusuri,

Oleh karena itu, perjanjian itu berlaku sebagai suatu undang - undang bagi pihak yang saling mengikatkan diri, serta mengakibatkan timbulnya suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut yang dinamakan perikatan.Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang atau dua pihak yang membuatnya.Dakam bentuknya, perjanjian berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji - janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

7

6Pasal 1313 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata.

7Mochtar Kusumaatmaja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum: Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 2000,hal. 82-83.

namun istilah Perseroan Terbatas (PT) telah baku didalam kehidupan masyarakat.

Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk usaha yang cukup popular di kalangan dunia usaha.Bentuk ini banyak digunakan oleh para pemilik modal untuk menjalankan kegiatan usaha dalam rangka mencari laba (profit). Undang - Undang Perseroan Terbatas (UUPT) memberikan definisi Perseroan Terbatas (PT) sebagai berikut:

(17)

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah jugabadan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikanberdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modaldasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang – undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”8

“Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertaidengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan MenteriTeknis dan Menteri Keuangan.”

Persyaratan pembuatan perjanjian mendirikan Perseroan Terbatas (PT) sebagaimana termaktub dalam definisi Perseroan Terbatas (PT) yang disebutkan dalam definisi Perseroan Terbatas atau berdasarkan ketentuan pasal 7 ayat (1) Undang - Undang Perseroan Terbatas (UUPT) No. 40 tahun 2007 tidak diberlakukan bagi pendirian Perseroan Terbatas (PT) yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan oleh negara. Artinya, untuk mendirikan Perseroan Terbatas (PT) yang seluruh saham dimiliki oleh negara tidak diperlukan adanya perjanjian pendirian Perseroan Terbatas (PT) sebagaimana ditegaskan dalam pasal 7 ayat (7) Undang - Undang Perseroan Terbatas (UUPT) No. 40 tahun 2007.

Proses pendirian Perseroan Terbatas (PT) yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hampir sama dengan pendirian Perseroan Terbatas (PT) biasa.

Hanya saja ketentuan tentang keharusan adanya perjanjian pendirian Perseroan Terbatas (PT) tidak diberlakukan. Hal ini disebutkan dalam pasal 10 Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu:

9

8Pasal 1 butir (1) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

9Pasal 10 butir (1) UU No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

(18)

Pernyataan bahwa pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) oleh Menteri harus tetap memerhatikan ketentuan peraturan perundang – undanganyang berlaku memberi arah yang jelas bahwa proses pembentukan Perseroan Terbatas (PT) masih tetap mengacu pada Undang - Undang Perseroan Terbatas(UUPT) No. 40 Tahun 2007. Artinya segala persyaratan formal yang diatur didalam Undang - UndangPerseroan Terbatas (UUPT) No. 40 tahun 2007 tetap berlaku sebagaimana biasa, kecuali ketentuan tentang keharusan membuat perjanjian pendirian Perseroan Terbatas (PT).10

PT. Pertamina (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola minyak dan gas bumi di Indonesia yang merupakan hasil penggabungan dari PN Permina yang bergerak dibidang produksi digabung dengan PN Pertamin yang bergerak dibidang pemasaran guna menyatukan tenaga, modal dan sumber daya yang kala itu sangat terbatas kemudian perusahaan gabungan tersebut pertama kali dinamakan PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional (Pertamina).

Dalam penelitian ini, perjanjian yang akan dibahas adalah perjanjian bahan bakar minyak yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) Region I Medan dengan pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

11

Pemerintah menerbitkan Undang - Undang No. 8 tahun 1971, dimana di dalamanya mengatur peran PT. Pertamina (Persero) sebagai satu - satunya perusahaaan milik negara yang ditugaskan melaksanakan pengusahaan migas mulai dari mengelola dan menghasilkan migas dari ladang - ladang minyak di

10Agus Sardjono, Pengantar Hukum Dagang, Rajawali Pers, Jakarta ,2014, hal. 76.

11Sejarah Pertamina, http://id.m.pertamina.com/CompanyProfile/SejarahPertaminadi akses pada tanggal 4 Maret 2016.

(19)

seluruh wilayah Indonesia, mengolahnya menjadi berbagai produk dan menyediakan serta melayani kebutuhan bahan bakar minyak dan gas di seluruh Indonesia. Seiring dengan waktu, menghadapi dinamika perubahan di industri minyak dan gas nasional maupun global, pemerintah menerapkan Undang - Undang No. 22 tahun 2001. Paska penerapan tersebut, PT. Pertamina (Persero) memiliki kedudukan yang sama dengan perusahaan minyak lainnya.

Penyelengaraan kegiatan bisnis untuk melayani kebutuan publik ini akandiserahkan kepada mekanisme persaigan usaha yang wajar, sehat, dan transparan dengan penetapan harga sesuai yang berlaku di pasar.12

1. Sebelumnya bernama PT. Pertajaya Lubrindo dengan bidang usaha Pelumas, berdiri sejak 17 Juni 1997.

PT. Pertamina (Persero) Region I Medan memiliki beberapa anak perusahaan, salah satunya PT.

PertaminaRetail. PT. Pertamina Retail merupakan anak perusahaan yang ditugaskan untuk mengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia,sejarahnya :

2. Sejak 1 September 2005 berganti nama menjadi PT. Pertamina Retail dengan bidang usaha SPBU.

3. PT. Pertamina Retail mengelola/mengoprasikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) terhitung mulai bulan 1 Maret 2006.13

Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia ada 3 jenis :

12Sejarah Pertamina, Loc,Cit.

13SPBU milik Pertamina, http://id.m.standar.org//MengenalKodeSPBUMilikPT.Pertamina Retail(COCO)danSwasta(CODO/DODO), diakses pada tanggal 4 Maret 2016.

(20)

1. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) COCO (Company Owned Company Operated), artinya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum

(SPBU) ini murni milik dan dikelola oleh PT. Pertamina Retail.

2. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) CODO (Company Owned Dealer Operated), artinya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)

ini milik swasta atau perorangan yang berkerja sama dengan berdasarkan persyaratan yang dimiliki PT.Pertamina Retail.

3. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) DODO (Dealer Owned Dealer Operated), artinya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)

ini murni milik swasta atau perorangan dan segala hal tentang manajemen dikelola oleh swasta. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) ini dibangun sebagai satu upaya untuk pengembangan jaringan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan dalam rangka peningkatan pelayanan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum melalui Konsep Kerjasama Operasi (KSO).

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap perjanjian pengadaan bahan bakar minyak khususnya tanggung jawab PT. Pertamina (Persero) Region I Medan atas pengadaan bahan bakar minyak kepada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), mengenai pelaksanaan pengadaan bahan bakar minyak, tanggung jawab para pihak dalam pengadaan bahan bakar minyak, dan bagaimana upaya penyelesaian kerugian yang terjadi dalam pengadaan bahan bakar minyak tersebut yang akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul : "Tanggung Jawab

(21)

PT. Pertamina Dalam Pengadaan Bahan Bakar Minyak Dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (Studi pada PT. Pertamina (Persero) Region I Medan)”

B. Rumusan Permasalahan

Permasalahan yang akan diangkat dalam penulisan skripsi ini meliputi hal – hal sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pelaksanaan pengadaan bahan bakar minyak dari PT.

Pertamina kepada pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)?

2. Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam pengadaan bahan bakar minyak dari PT. Pertamina kepada pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)?

3. Bagaimana berakhirnya perjanjian pengadaan bahan bakar minyak dari PT.

Pertamina kepada pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu :

1. . Untuk mengetahui pengadaan bahan bakar minyak yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) Region I Medan terhadap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

2. Untuk mengetahui tanggung jawab para pihak dalam pengadaan bahan bakar minyak antara PT. Pertamina (Persero) Region I Medan dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

(22)

3. Untuk mengetahui bagaimana berakhirnya perjanjian pengadaan bahan bakar minyak yang dilaksanakan oleh PT. Pertamina (Persero) Region I Medan dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

D. Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu :

1. Manfaat teoritis yaitu untuk menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana bentuk pengadaan bahan bakar minyak, tanggung jawab para pihak dalam pengadaan bahan bakar minyak, dan penyelesaian sengketa terhadap kerugian yang terjadi dalam pelaksanaan pengadaan bahan bakar minyak tersebut.

2. Manfaat praktis yaitu dapat memberikan masukan bagi pihak PT.

Pertamina (Persero) Region I Medan maupun bagi pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) baik dalam hal pembuatan perjanjian maupun pelaksanaan perjanjian tersebut. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bagi masyarakat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang perjanjian.

E. Metode Penelitian

Metodologi memiliki peranan dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu diantaranya :

1. Menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lengkap.

(23)

2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal - hal yang belum diketahui.

3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner.14

Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan ini maka penulis menerapkan metode sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris.Penelitian hukum normatif dilakukan melalui kajian terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan, seperti peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan skripsi ini.Sedangkan penelitian hukum empiris merupakan penelitian lapangan yang berasal dari data primer yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber utama dengan melalui pengamatan (observasi), wawancara, ataupun penyebaran kuisoner.Penelitian yuridis empiris dalam penulisan skripsi ini dilakukan melalui wawancara langsung dengan pihak PT.

Pertamina (Persero) Region I Medan.

2. Teknik Pengumpulan Data

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dan studi dokumen dari berbagai sumber yang dianggap relevan, antara lain perusahaan terkait dengan perjanjian pekerjaan

14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2006, hal. 7.

(24)

pemborong yang diangkat dalam penelitian ini. Sumber bahan hukum sekunder yang berupa artikel, jurnal ilmiah, bahan kuliah, buku-buku hukum yang berkaitan yang didapat melalui Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan (field research) untuk mendapatkan data primer guna akurasi terhadap hasil yang dipaparkan, yaitu berupa wawancara.Wawancara dilakukan sebagai alat pengumpulan bahan hukum tambahan selain daripada bahan hukum yang didapatkan dari perpustakaan.Wawancara dilakukan dengan informan yang dipandang bersangkutan, yaitu dengan pihak PT.Pertamina (Persero) Region I Medan sebagai perusahaan penyedia bahan bakar minyak.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Pertamina (Persero) Region I Medan yang beralamatkan di Jalan Yos Sudarso No. 8 - 10 Kelurahan Silalas Kecamatan Medan Barat.

4. Jenis Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder didukung oleh data primer.

a. Data Primer

(25)

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari informan dengan cara melalui wawancara langsung dengan pihak PT. Pertamina (Persero) Region I Medan.

b. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teoritis terhadap segi-segi hukum perjanjian. Selain itu tidak menutup kemungkinan diperoleh melalui bahan hukum lain, dimana pengumpulan bahan hukumnya dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, serta menelaah data yang terdapat dalam buku, literatur, tulisan-tulisan ilmiah, dokumen-dokumen hukum dan peraturan perundang- undangan yang berhubungan dengan objek penelitian. Bahan-bahan hukum tersebut berupa:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian antara lain terdiri atas:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

b) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

c) Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah

2. Bahan hukum sekunder, berupa bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yaitu hasil karya ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat para sarjana yang berhubungan dengan skripsi ini dan acuan lainnya yang berisikan informasi tentang

(26)

bahan primer berupa tulisan artikel ilmiah, jurnal-jurnal hukum dan buku buku terkait dengan hukum perikatan, khususnya yang berkaitan dengan materi penelitian.

3. Bahan hukum tertier, diperlukan digunakan untuk berbagai hal dalam penjelasan makna-makna kata dari bahan hukum sekunder dan dari bahan hukum primer khususnya kamus hukum.

5. Analisis Data

Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh gambaran yang jelas yang berhubungan dengan skripsi ini, dalam hal hasil dari wawancara terhadap pihak PT. Pertamina (Persero) Region I Medan.

F. Sistematika Penulisan

Sebagai karya ilmiah penelitian ini memiliki sistematika yang teratur dan saling berkaitan di dalam penulisannya agar dimengerti dan dipahami maksud dan tujuannya. Tulisan ini terdiri dari 5 (lima) bab yang akan diperinci lagi dalam sub bab, adapun kelima bab itu terdiri dari :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang penulisan pemilihan judul yang dipilih oleh penulis serta hal-hal yang mendorong penulis tertarik mengangkat judul yang bersangkutan, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan dilanjutkan dengan metode penelitian, tinjauan kepustakaan, sistematika penulisan serta keaslian penulisan dari skripsi ini.

(27)

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGADAAN BARANG

Pada bab ini membahas tentang pengertian sebuah perjanjian pengadaan barang menurut hukum di Indonesia, syarat sah perjanjian pengadaan barang, dan dasar hukum pembentukan perjanjian pengadaan barang.

BAB III : ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENGADAAN BARANG Pada bab ini akan dibahas tentang profil PT. Pertamina (Persero) Region I Medan, prinsip - prinsip dalam pengadaan barang, hak dan kewajiban para pihak, serta prosedur pembentukan perjanjian pengadaan bahan bakar minyak dari PT. Pertamina kepada pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

BAB IV : TANGGUNG JAWAB PT. PERTAMINA DALAM

PENGADAAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM

Pada bab ini diuraikan tentang pelaksanaan pengadaan bahan bakar minyak, tanggung jawab para pihak dalam pengadaan bahan bakar minyak, serta berakhirnya perjanjian pengadaan bahan bakar minyak yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) Region I Medan dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

BAB V : PENUTUP Bab ini adalah bagian terakhir yang merupakan kesimpulan dari jawaban permasalahan dan saran dari penulisan ini untuk pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian.

(28)

G. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Tanggung Jawab PT. Pertamina Dalam Pengadaan Bahan Bakar Minyak dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum”.Berdasarkan pengamatan dan pengecekan judul di perpustakaan fakultas hukum Universitas Sumatera Utara, materi yang dibahas dalam penulisan skripsi ini belum pernah dijadikan judul maupun dibahas dalam skripsi yang sudah ada lebih dulu. Judul skripsi benar merupakan hasil dari pemikiran penulis dengan mengambil panduan dari buku-buku, dan sumber lain yang berkaitan dengan judul dari skripsi penulis, ditambah sumber riset dari lapangan.

(29)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGADAAN BARANG

A. Pengertian Perjanjian Pengadaan Barang Menurut Hukum di Indonesia Dalam kehidupan sehari - hari, masyarakat melakukan suatu perjanjian baik secara lisan maupun tulisan mengenai hal apapun.Mereka terkadang tidak menyadari bagaimana melakukan suatu perjanjian yang sesuai dengan persyaratan yang ada dalam hal apapun termasuk juga dengan perjanjian pengadaan barang.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai perjanjian pengadaan barang, baiknya kita mengerti akan apa yang dimaksud dengan sebuah perjanjian yang menjadi dasar akan semua jenis perjanjian yang ada.

Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis.Perjanjian merupakan terjemahan dari Toestemming yang ditafsirkan

sebagai wilsovereenstemming (persesuaian kehendak/kata sepakat). Pengertian perjanjian ini mengandung unsur perbuatan, satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih dan mengikatkan dirinya.15

Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seorang berjanji kepada orang lain kepada orang lain atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dalam perjanjian ini timbul suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut/perikatan.Perjanjian ini sifatnya konkret.16

15Tinjauan Pustaka, Tinjauan Umum Perjanjian Pengertian Perjanjian,

Dalam buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pada Pasal 1313 telah diatur definisi

http://digilib.unila.ac.id/3208/12/BAB%20II.pdf,hal. 1.di akses pada tanggal 26 Maret 2015.

16 Lukman Santoso, Hukum Perjanjian Kontrak: Panduan Memahami Hukum Perikatan &

Penerapan Surat Perjanjian Kontrak, Penerbit Cakrawala, Yogyakarta, 2012, hal. 8.

(30)

perjanjian, yaitu “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Jika kita perhatikan dengan saksama, rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengkibatkan seseorang mengikatkan dirinya terdapat orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut.

Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.17

Menurut Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.18

1. Perjanjian memberi atau menyerahkan sesuatu barang (misal : jual beli, tukar, sewa, hibah dan lain-lain).

Hal – hal yang diperjanjikan adalah :

2. Perjanjian berbuat sesuatu (misal : perjanjian perburuhan dan lain-lain).

3. Perjanjian tidak berbuat sesuatu (misal: tidak membuat tembok yang tinggi-tinggi, dan lain sebagainya).19

17Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Perikatan: Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 92.

18Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hal. 161.

(31)

Perjanjian pengadaan barang yang dilakukan oleh PT. Pertamina kepada pihak stasiun pengisian bahan bakar umum termasuk dalam perjanjian jual beli.

Jual - beli (menurut B.W.) adalah suatu perjanjian bertimbal - balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanjian untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.20

Pengadaan barang / jasa pemerintah yang selanjutnya disebut dengan pengadaan barang / jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang / jasa oleh kementerian / lembaga / satuan kerja perangkat daerah / institusi lainnya yang diproses dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang / jasa.

Jual - beli yang dilakukan dengan percobaan atau mengenai barang - barang yang biasanya dicoba terlebih dahulu, selalu di anggap telah dibuat dengan suatu syarat tangguh.Dengan demikian maka jual - beli mengenai sebuah lemari es, meskipun barang dan harga sudah disetujui, baru jadi kalau barangnya sudah dicoba dan memuaskan.Begitu pula halnya dengan jual - beli sebuah pesawat radio atau televisi.

21

Pengguna barang / jasa adalah pejabat pemegang kewenangan pengguna barang / jasa milik negara ataupun daerah.Penyedia barang / jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan barang / pekerjaan konstruksi

19Lukman Santoso, Op. Cit., hal. 12.

20R. Surbekti, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2014, hal. 1.

21Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah.

(32)

/jasa konsultasi / jasa lainya.Maka barang itu sendiri adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh pengguna barang.

Kontrak pengadaan barang / jasa yang selanjutnya disebut kontrak adalah perjanjian tertulis antara pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan barang / jasa dengan penyedia barang / jasa atau pelaksanaan swakelola.22

Apabila yang melakukan kontrak adalah badan hukum yang mewakili adalah siapa yang ditentukan dalamundang - undang untukmewakili badan

Kontrak pengadaan barang / jasa pemerintah harus memenuhi prosedur yang diatur dalam undang - undang serta memenuhi syarat terjadinya kontrak. Dalam pelaksanaan kontrak barang /jasa perlu dilakukan pengawasan atau audit pengadaan barang / jasa agar tidak terjadi penyimpangan dalam pembuatan kontrak.

Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja yang dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang - undang untuk melakukan kontrak.Pihak - pihak dalam kontrak ini dapat berupa orang perseorangan atau badan usaha yang bukan badan hukum atau badan hukum.

Dalam melakukan kontrak, pihak - pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut dapat bertindak untuk kepentingan atas namanya sendiri, namun untuk kepentingan orang lain bahkan dapat bertindak untuk kepentingan dan atas nama orang lain.

22Ibid., Pasal 1 ayat (22).

(33)

hukumtersebut atau siapa yang ditentukan dalamanggarandasar badanhukum tersebut.23

1. Memahami syarat-syarat pokok sahnya sebuah perjanjian;

B. Syarat Sah Terjadinya Perjanjian Pengadaan Barang

Sebuah perjanjian yang baik semestinya memberikan rasa aman dan menguntungkan masing-masing pihak. Agar sebuah perjanjian aman dan menguntungkan bagi kedua belah pihak, ada beberapa hal yang wajib diperhatikan sebelum menandatangani sebuah perjanjian, yaitu :

2. Substansi pasal-pasal yang diatur di dalamnya jelas dan konkrit;

3. Mengikuti prosedur/tahapan dalam menyusun kontrak.24

Suatu perjanjian dinyatakan sah, apabila dipenuhi 4 (empat) syarat seperti yang ditegaskan oleh Pasal 1320 KUH Perdata, yang berbunyi :

“Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat : 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal”.

Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang digolongkan ke dalam :

1) Dua unsur pokok yang menyangkut subjek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subjektif), dan

2) Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian (unsur objektif).

23Miru Ahmad, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hal.

8.

24Lukman Santoso, Op. Cit., hal. 26.

(34)

Unsur subjektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian.Sedangkan unsur objektif meliputi keberadaan dari pokok persoalanyang merupakan objek yang diperjanjikan, dan causa dari objek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum.25

1. Syarat Kesepakatan

Tidak terpenuhinya salah satu syarat tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (pelanggaran terhadap unsur subjektif) maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur objektif).

Syarat mengenai kesepakatan mereka yang mengikatkan diri terjadi secara bebas atau dengan kebebasan.

Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengnenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan.26

a. Unsur paksaan (dwang),

Suatu perjanjian dikatakan tidak memuat unsur kebebasan bersepakat, apabila menganut salah satu dari tiga unsur ini :

b. Unsur kekeliruan (dwaling),

25Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hal. 94.

26Ibid., hal. 95.

(35)

c. Unsur penipuan (bedrog).27 2. Syarat Kecakapan (cakap hukum)

Adanya kecakapan untuk berbuat merupakan syarat kedua sahnya perjanjian.

Kecakapan bertindak ini dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum.Meskipun kedua hal tersebut secara prinsipil berbeda, namun dalam membahas masalah kecakapan bertindak yang melahirkansuatu perjanjian yang sah, maka masalah kewenangan untuk bertindak juga tidak dapat dilupakan.28

1) Orang-orang yang belum dewasa

Hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan ini diatur dalam Pasal 1329 sampai dengan Pasal 1331 KUH Perdata.

Seseorang dikatakan cakap hukum apabila seorang laki-laki atau wanita telah berumur minimal 21 tahun, atau bagi seorang laki-laki apabila belum berumur 21 tahun telah melangsungkan pernikahan.

Sebagai lawan dari cakap hukum (syarat kecakapan) ialah tidak cakap hukum dan hal ini diatur dalam Pasal 1330 KUH Perdata yang menyatakan:

“Tak cakap untuk membuat perjanian adalah :

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele)

3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang- undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.”

3. Syarat Suatu Hal Tertentu

Suatu hal tertentu merupakan syarat ketiga dalam sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata.Ketentuan untuk hal tertentu inimenyangkut

27Christine S.T Kansil, Hukum Perjanjian Indonesia,Rajawali Pers, Jakarta, 2002, hal. 224.

28Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hal. 127.

(36)

objek hukum atau mengenai bendanya.Hal tertentu mengenai objek hukum benda itu oleh pihak-pihak ditegaskan di dalam perjanjian mengenai :

a) Jenis barang.

b) Kualitas dan mutu barang.

c) Buatan pabrik dan dari negara mana.

d) Buatan tahun berapa.

e) Warna barang.

f) Ciri khusus barang tersebut.

g) Jumlah barang.

h) Uruaian lebih lanjut mengenai barang itu.29

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan maksud hal tertentu dalam Pasal 1333 KUH Perdata, yang menyatakan :

“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.

Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung”.

4. Syarat Suatu Sebab yang Halal

Sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335 hingga Pasal 1337 KUH Perdata.

Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan :

“Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.”

29Christine S.T Kansil, Op. Cit., hal. 227.

(37)

Dalam Pasal 1335 KUH Perdata, dijelaskan bahwa yang disebut dengan sebab yang halal adalah :

1) Bukan tanpa sebab;

2) Bukan sebab yang palsu;

3) Bukan sebab yang terlarang.30

Barang-barang yang tidak boleh menjadi objek perjanjian adalah:

a) Barang-barang di luar perdagangan, misalnya senjata resmi yang dipakai negara.

b) Barang-barang yang dilarang oleh Undang - undang, misalnya narkotika.31 Berdasarkan Pasal 1 ayat(12) Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 :

“Penyedia barang / jasa adalah:

1. Badan usaha

2. Orang perseorangan, yang menyediakan barang/ pekerjaan konstruksi/

jasa konsultansi/ jasa lainnya.”

Dalamhal melakukan suatu perbuatan hukum (dalam hal ini mengikuti tender pengadaan barang/ jasa pemerintah), suatu badan usaha diwakili oleh orang yang berwenang mewakili badan usaha tersebut. Pada perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) baik terbuka maupun tertutup dan padaCommanditaire Vennootschap (CV), perusahaan diwakili oleh direksi atau kuasa direksi.

Terkait dengan penyedia pengadaan barang/ jasa pemerintah, disebutkan dalam Pasal 86 ayat (5) dan ayat (6) Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 menjelaskan :

30Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hal. 161

31Komariah,Hukum Perdata edisi revisi cetakan ke-4, Penerbit UMM Press, Malang, 2010, hal. 176.

(38)

1. Pihak yang berwenang menandatangani kontrak pengadaan barang / jasa atas nama penyedia barang / jasa adalah direksi yang disebutkan namanya dalam akta pendirian / anggaran dasar penyedia barang/ jasa, yang telah didaftarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Pihak lain yang bukan direksi atau yang namanya tidak disebutkan dalam akta pendirian / anggaran dasar, dapat menandatangani kontrak pengadaan barang/ jasa, sepanjang mendapat kuasa/ pendelegasian wewenang yang sah dari direksi atau pihak yang sah berdasarkan akta pendirian/ anggaran dasar untuk menandatangani kontrak pengadaan barang/ jasa.

Jadi, dalam hal suatu perusahaan mengikuti penyedia pengadaan barang/ jasa pemerintah dan memilikinya, baik kuasa direksi Perseroan Terbatas (PT) ataupun kuasa direksi Persekutuan Komanditer (CV) dapat mewakili perusahaannya menandatangani kontrak pengadaan barang/ jasa.

Syarat-syarat kontrak dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah merupkan ketentuan yang umum harus ada pada kontrak pekerjaan dengan tujuan untuk memberikan pengertian, pedoman dan batasan-batasan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam pelaksanaan kontrak.Syarat-syarat umum dalam suatu kontrak biasanya berisikan tentang peristilahan yang digunakan; hak, kewajiban dan tanggung jawab, sanksi-sanksi penyelesaian perselisihan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Selain syarat umum tersebut juga ditetapkan syarat khusus kontrak pengadaan barang dan jasa.

(39)

Syarat khusus kontrak merupakan atau tambahan data-data dari syarat umum kontrak yang disebabkan oleh karena keadaan atau ada hal-hal yang perlu disesuaikan. Syarat khusus berisikan hal-hal berikut :

1. Nama pengguna jasa pemborong/barang/jasa lainnya dan direksi pekerjaan.

2. Nomor kontrak.

3. Besarnya pekerjaan utama.

4. Daftar tenaga kerja utama.

5. Laporan penyelidikan dan kondisi lapangan (apabila ada).

6. Hal-hal yang berkaitan dengan asuransi (apabila ada).

7. Rencana penyelesaian pekerjaan.

8. Waktu pemeliharaan (apabila ada).

9. Penyelesaian harga (ekalasi).

10. Index mata uang rupiah.

11. Denda.

12. Bonus.

13. Uang muka.

14. Bentuk standar jaminan pelaksanaan.

15. Manual pemeliharaan (apabila ada).

16. Presentase untuk nilai pekerjaan yang belum selesai.

Kontrak dalam pengadaan barang/ jasa yang dilakukan oleh pemerintah memiliki jenis serta persyaratan yang harus dipenuhi. Berikut ini adalah jenis –

(40)

jenis serta syarat - syarat yang terdapat didalam kontrak pengadaan barang / jasa yang dilakukan oleh pemerintah secara umum :

a. Kontrak berdasarkan cara pembayaran

Kontrak berdasarkan dengan cara pembayaran, terdiri atas : a) Kontrak Lump Sum

Kontraklump sum merupakan kontrak pengadaan barang / jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu sebagaimana ditetapkan dalam kontrak, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Jumlah harga pasti dan tetap serta tidak dimungkinkan penyesuaian harga;

2. Semua risiko sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia Barang/Jasa;

3. Pembayaran didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan isi kontrak;

4. Sifat pekerjaan berorientasi kepada keluaran (output based);

5. Total harga penawaran bersifat mengikat; dan tidak diperbolehkan adanya pekerjaan tambah/kurang.

b) Kontrak Harga Satuan

Kontrak harga satuan merupakan kontrak pengadaan barang / jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu yang telah ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Harga satuan pasti dan tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu.

(41)

2. Volume atau kuantitas pekerjaannya masih bersifat perkiraan pada saat kontrak ditandatangani.

3. Pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh penyedia barang/ jasa dan

4. Dimungkinkan adanya pekerjaan tambah/kurang berdasarkan hasil pengukuran bersama atas pekerjaanyang diperlukan.

c) Kontrak Gabungan Lump Sum dan Harga Satuan

Kontrak gabungan lump sum dan harga satuan adalah kontrak yang merupakan gabungan lump sum dan harga satuan dalam 1 (satu) pekerjaan yang diperjanjikan.

d) Kontrak Persentase

Kontrak persentase merupakan kontrak pengadaan jasa konsultansi/

jasa lainnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Penyedia jasa konsultansi/ jasa lainnya menerima imbalan berdasarkan persentase dari nilai pekerjaan tertentu; dan

2. Pembayarannya didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan isi kontrak.

e) Kontrak Terima Jadi (Turnkey)

Kontrak terima jadi (turnkey) merupakan kontrak pengadaan barang/ pekerjaan konstruksi/ jasa lainnya atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu denganketentuan sebagai berikut:

(42)

1. Jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan; dan

2. Pembayaran dilakukan berdasarkan hasil penilaian bersama yang menunjukkan bahwa pekerjaan telah dilaksanakan sesuai dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan.

b. Kontrak berdasarkan pembebanan tahun anggaran

Kontrak pengadaan barang / jasa berdasarkan pembebanan tahun anggaran sebagaimana dimaksud terdiri atas:

a) Kontrak Tahun Tunggal

Kontrak tahun tunggal merupakan kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya mengikat dana anggaran selama masa 1 (satu) tahun anggaran

b) Kontrak Tahun Jamak

Kontrak tahun jamak merupakan kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran atas beban anggaran, yang dilakukan setelah mendapatkan persetujuan:

1. Menteri keuangan untuk kegiatan yang nilainya diatas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

2. Menteri / pimpinan lembaga yang bersangkutan untuk kegiatan yang nilai kontraknya sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) bagi kegiatan penanaman benih / bibit, penghijauan, pelayanan perintis laut / udara, makanan dan obat di rumah sakit, makanan untuk narapidana di lembaga pemasyarakatan, pengadaan pita cukai, layanan pembuangan sampah dan pengadaan jasa cleaning service.

(43)

Kontrak tahun jamak pada pemerintah daerah disetujui oleh kepala daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Kontrak berdasarkan sumber pendanaan

Kontrak pengadaan barang / jasa berdasarkan sumber pendanaan, terdiri atas:

a) Kontrak Pengadaan Tunggal

Kontrak pengadaan tunggal merupakan kontrak yang dibuat oleh 1 (satu) Pejabat Pembuat Kontrak dengan 1 (satu) penyedia barang/ jasa tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu.

b) Kontrak Pengadaan Bersama

Kontrak pengadaan bersama merupakan kontrak antara beberapa Pejabat Pembuat Kontrak (PPK) dengan 1 (satu) penyedia barang / jasa untuk menyelesaikan pekerjaan dalam waktu tertentu, sesuai dengan kebutuhan masing-masing Pejabat Pembuat Kontrak (PPK) yang menandatangani kontrak.

Pembebanan anggaran untuk kontrak pengadaan bersama, diatur dalam kesepakatanpendanaan bersama.

c) Kontrak Payung (Framework Contract).

Kontrak payung (framework contract) merupakan kontrak harga satuan antara pemerintah dengan penyedia barang/ jasa yang dapat dimanfaatkan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Diadakan untuk menjamin harga barang/ jasa yang lebih efisien, ketersediaan barang / jasa terjamin dan sifatnya dibutuhkan secara berulang dengan volume atau kuantitas pekerjaan yang belum dapat ditentukan pada saat kontrak ditandatangani; dan

(44)

2. Pembayarannya dilakukan oleh setiap Pejabat Pembuat Kontrak (PPK) / satuan kerja yang didasarkan pada hasil penilaian/pengukuran bersama terhadap volume/kuantitas pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh penyedia barang/ jasa secara nyata.

d. Kontrak berdasarkan jenis pekerjaan.

.Kontrak pengadaan barang / jasa berdasarkan jenis pekerjaan sebagaimana dimaksud, terdiri atas:

a) Kontrak Pengadaan Pekerjaan Tunggal

Kontrak pengadaan pekerjaan tunggal merupakan kontrak

pengadaan barang/ jasa yang hanya terdiri dari 1 (satu) pekerjaan perencanaan, pelaksanaan atau pengawasan.

b) Kontrak Pengadaan Pekerjaan Terintegrasi

Kontrak pengadaan pekerjaan terintegrasi merupakan kontrak pengadaan pekerjaan konstruksi yang bersifat kompleks dengan menggabungkan kegiatan perencanaan, pelaksanaan atau pengawasan.32

32Pasal 50 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah.Op.cit.

C. Dasar Hukum Pembentukan Perjanjian Pengadaan Barang

Dalam melaksanakan sebuah perjanjian, harus memiliki dasar hukum yang yang jelas dan mudah dimengerti.Banyak ditemukan sekarang ini perjanjian yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan mudah dimengerti.Perjanjian pengadaan barang memiliki dasar hukum yang digunakan sebuah perjanjian yang dibuat pada umumnya.

(45)

Dalam rangka menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi para pihak, oleh KUH Perdata diberikan berbagai asas umum, yang merupakan pedoman atau patokan, serta menjadikan batas atau rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnyamenjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak, yang dapat dipaksakan.

Di dalam hukum perjanjian dikenal 5 (lima) asas penting, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme (kesepakatan), asas pacta sunt servanda (kepastian hukum), asas itikad baik, dan asas personalia (kepribadian).

1) Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menentukan “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dengan menekankan kata “semua”, pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat bahwa setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (tentang apa saja), dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undang- undang. Jadi dalam hal perjanjian, para pihak diperbolehkan membuat undang-undang bagi para pihak itu sendiri.33

33Komariah, Op.cit., hal. 173.

Artinya, pihak-pihak bebas untuk membuat perjanjian apa saja, baik yang sudah ada pengaturannya maupun yang belum ada pengaturannya dan bebas menentukan sendiri isi perjanjian itu. Namun, kebebasan tersebut tidak mutlakkarena terdapat

(46)

pembatasannya, yaitu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.34

2) Asas Konsensualisme (Kesepakatan)

Asas ini memperlihatkan bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Walau demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitur (atau yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi) diadakanlah bentuk-bentuk formalitas, atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu.35

Asas konsensualisme dapat disimpulkan melalui Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata.Bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak.Dengan adanya kesepakatan oleh para pihak, jelas melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebuttelahbersifat obligatoir yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.36

Asas konsensualitas adalah ketentuan umum yang melahirkan perjanjian konsensuil.Sebagai pengecualian dikenallah perjanjian formil dan perjanjian riil, oleh karena dalam kedua jenis perjanjian yang disebut ini kesepakatan saja belum

34 Lukman Santoso, Op. Cit., hal. 10.

35Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hal.34.

36 Damang, Asas-Asas Perjanjian, http://www.negarahukum.com/hukum/asas-asas- perjanjian.html, diakses pada tanggal 30 Maret 2015.

(47)

mengikat pada pihak yang berjanji.37

3) Asas Pacta Sunt Servanda (Asas Kepastian Hukum)

Sehingga mensyaratkan adanya penyerahan atau memenuhi bentuk tertentu yang disyaratkan oleh undang-undang.Perjanjian formil adalah perjanjian yang telah ditentukan bentuknya yaitu tertulis atau akta autentik dan akta di bawah tangan. Sedangkan perjanjian riil yaitu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata atau kontan.

Asas yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdatamenyatakan bahwa :“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya”.

Artinya masing-masing pihak dalam perjanjian tersebut harus menghormati dan melaksanakan isi perjanjian, serta tidak boleh melakukan perbuatan yang bertentangan dengan isi perjanjian.Isi perjanjian yang mengikat tersebut berlaku sebagai undang - undang (undang- undang dalam arti konkrit) bagi mereka yang membuatnya.38

Dalam hal salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang berlaku.39

4) Asas Itikad Baik

Ketentuan mengenai asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

37Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hal.36.

38 Komariah, Op. Cit., hal. 174.

39Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hal.59.

(48)

Rumusan tersebut memberikan arti bahwa sebagai sesuatu yang disepakati dan disetujui oleh para pihak, pelaksanaan prestasi dalam tiap-tiap perjanjian harus dihormati sepenuhnya, sesuai dengan kehendak para pihak pada saat perjanjian ditutup.

5) Asas Personalia (Kepribadian)

Asas ini diatur dalam ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata, yang berbunyi pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri. Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalamkapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.40

a) Untuk dan atas namanya serta bagi kepentingannya sendiri. Dalam hal ini ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata berlaku baginya secara pribadi

Pasal 1315 KUH Perdata juga menunjuk pada kewenangan bertindak dari seorang yang membuat atau mengadakan perjanjian.Pada umumnya sesuai dengan asas personalia, yang diberikan dalam Pasal 1315 KUH Perdata, masalah kewenangan bertindak seseorang sebagai individu dapat kita bedakan ke dalam :

b) Sebagai wakil dari pihak tertentu, dapat dibedakan dalam :

1. Yang merupakan suatu badan hukum di mana orang perorangan tersebut bertindak dalam kapasitasnya selaku yang berhak dan berwenang umtuk mengikat badan hukum tersebut dengan pihak ketiga.

40Ibid., hal. 15.

(49)

2. Yang merupakan perwakilan yang ditetapkan oleh hukum, misalnya dalam bentuk kekuasaan orang tua, wali dari anak di bawah umur, dan kewenangan kurator untuk mengurus harta pailit.

c) Sebagai kuasa dari orang atau pihak yang memberikan kuasa. Dalam hal ini berlaku ketentuan yang diatur dalam Bab XVI Buku III KUH Perdata, mulai Pasal 1792 hingga Pasal 1819 KUH Perdata.41

1. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Perjanjian pengadaan barang memiliki beberapa dasar hukum yang terkandung didalamnya, yaitu :

2. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.

3. Kitab Undang – Undang Hukum Dagang.

4. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah.

5. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah.

6. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah.

Materi – materi dalam pengadaan barang / jasa harus memuat ketentuan sebagai berikut :

41Ibid., hal. 17.

(50)

1. Para pihak yang menandatangani kontrak yang meliputi nama, jabatan, dan alamat.

2. Pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis dan jumlah barang / jasa yang diperjanjikan.

3. Hak dan kewajiban para pihak yang terikat di dalam perjanjian.

4. Nilai atau harga kontrak pekerjaan, serta syarat - syarat pembayaran.

5. Persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci.

6. Tempat dan jangka waktu penyelesaian/penyerahan dengan disertai jadwal waktu penyelesaian/penyerahan yang pasti serta syarat - syarat penyerahannya.

7. Jaminan teknis/hasil pekerjaan yang dilaksanakan dan/atau ketentuan mengenai kelaikan.

8. Ketentuan mengenai cidera janji dan sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi kewajibannya.

9. Ketentuan mengenai pemutusan kontrak secara sepihak.

10. Ketentuan mengenai keadaan memaksa.

11. Ketentuan mengenai kewajiban para pihak dalam hal terjadi kegagalan dalam pelaksanaan pekerjaan.

12. Ketentuan mengenai perlindungan tenaga kerja

13. Ketentuan mengenai bentuk dan tanggung jawab gangguan lingkungan 14. Ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan.

Referensi

Dokumen terkait

Nilai-nilai dalam upacara karia sangat dibutuhkan bagi kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Muna khususnya perempuan, karena upacara ini merupakan puncak dari tradisi yang

kemampuan yang dimiliki karyawan diiringi dengan pemberian motivasi kerja yang cukup dari pimpinan perusahaan, maka karyawan tersebut diharapkan dapat menggerakkan

Antara Para Penggugat dan Tergugat juga tidak mencantumkan syarat batal maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata “ Hakim adalah leluasa untuk, menurut keadaan,

Dalam penelitian kali ini diteliti mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi minat mahasiswa akuntansi untuk berkarir menjadi akuntan publik, faktor-faktor

Lembaga perbankan dan lembaga jaminan sangat berpengaruh dalam rangka mendorong pembagunan ekonomi Indonesia, karena bank memiliki peran yang salah satunya yaitu

c. Dokumen-dokumen yang dianggap berharga. Sebelum timbulnya suatu resiko tersebut, masyarakat selalu berusaha mencari langkah-langkah untuk menghindari resiko. Salah satu

Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan diatas, maka jelas bahwa meskipun suatu perkawinan sudah putus karena perceraian, tidaklah mengakibatkan hubungan

Direksi salah satu organ PT yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Namun,