• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Model Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran IPA Terpadu Untuk Meningkatkan Literasi Sains Dan Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa SMP Pada Materi Kalor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Model Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran IPA Terpadu Untuk Meningkatkan Literasi Sains Dan Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa SMP Pada Materi Kalor."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU UNTUK MENINGKATKAN

LITERASI SAINS DAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP PADA MATERI KALOR

NISA WULANDARI

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peningkatan kemampuan literasi sains dan keterampilan pemecahan masalah siswa SMP melalui implementasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran IPA Terpadu. Penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperimen dengan desain penelitian Nonequivalent Pretest and Postest Control Group Design. Sampel penelitian terdiri dari 54 orang siswa kelas VII dari salah satu SMPN di Kota Bandung. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling. Teknik pengumpulan data yaitu menggunakan lembar observasi, tes literasi sains, tes keterampilan pemecahan masalah, dan angket tanggapan siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlaksanaan implementasi model PBL pada pembelajaran IPA terpadu terlaksana dengan sangat baik. Peningkatan kemampuan literasi sains ditunjukkan oleh pencapaian N-gain literasi sains pada aspek pengetahuan dan kompetensi pada kelas eksperimen 0,48 (sedang) dan N-gain kelas kontrol 0,37 (sedang), sedangkan N-gain literasi aspek sikap sains pada kelas eksperimen 0,48 (sedang) dan N-gain kelas kontrol 0,32 (sedang). Peningkatan keterampilan pemecahan masalah ditunjukkan oleh N-gain kelas eksperimen 0,80 (tinggi) dan N-gain kelas kontrol 0,57 (sedang). Hubungan literasi sains dan keterampilan pemecahan masalah adalah cukup kuat. Siswa menyatakan respon positif terhadap penerapan model PBL pada pembelajaran IPA terpadu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa implementasi model PBL lebih baik dalam meningkatkan kemampuan literasi sains dan keterampilan pemecahan masalah siswa dibandingkan dengan kelas yang tidak menggunakan model PBL.

Kata Kunci: Model Problem Based Learning (PBL), Literasi Sains, Keterampilan Pemecahan Masalah

(2)

IMPLEMENTATION OF PROBLEM BASED LEARNING (PBL) MODEL IN INTEGRATED SCIENCE LEARNING TO ENHANCE

SCIENTIFIC LITERACY AND PROBLEM SOLVING SKILL OF MIDDLE SCHOOL STUDENT

NISA WULANDARI

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the enhancement of the middle school student scientific literacy and problem solving skill through implementation of Problem Based Learning (PBL) model in integrated science learning. The research was used quasi experiment method with nonequivalent pre-test and post-test control group design with experiment class and control class. The sample of this research was 54 first grade students from one of middle school in Bandung city by using purposive sampling. Data was collected through observation sheet, scientific literacy test, problem solving skill test, and questionnaire response of students about implementation of PBL model. The result of this study showed that implementation of PBL model in integrated science learning were successfully.

Enhancement student’s scientific literacy showed by N-gain scientific literacy in

knowledge and competence aspect in experiment class is 0,48 (moderate) and N-gain in control class is 0,37 (moderate), N-N-gain scientific literacy in attitude aspect in experiment class is 0,48 (moderate) and N-gain in control class is 0,32

(moderate). Enhancement student’s problem solving skill showed by N-gain

problem solving skill in experiment skill is 0,80 (high) and N-gain problem solving skill in control class is 0,57 (moderate). Relation between scientific literacy and problem solving skills are strong enough. Students expressed a positive response to the implementation of PBL model in integrated science learning. The conclusion of this study is the implementation of PBL model in integrated science learning in experiment class can enhance student’s scientific literacy and problem solving skill better than control class.

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah membawa

pengaruh terhadap perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Seiring dengan

kemajuan teknologi informasi, perkembangan pendidikan semakin mengalami

perubahan dan mendorong berbagai usaha perubahan yang lebih baik. Proses

pendidikan di sekolah-sekolah telah menunjukkan perkembangan pesat pada

bidang kurikulum, metode pembelajaran, dan fasilitas penunjang sudah lebih

maju. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa perubahan yang terjadi

merupakan pembaharuan dalam sistem pendidikan untuk menyeimbangkan

kemajuan IPTEK secara global. Sani (2014) menyatakan bahwa pendidikan juga

dapat menjadi kekuatan untuk melakukan perubahan agar sebuah kondisi menjadi

lebih baik.

Peningkatan daya saing bangsa dalam mengikuti perkembangan era

globaliasi adalah penting diupayakan. Kondisi yang dialami bangsa Indonesia saat

ini adalah belum banyaknya sumber daya manusia (SDM) yang mampu mengikuti

kemajuan IPTEK secara optimal. SDM yang dibutuhkan untuk bisa bersaing di

era globalisasi adalah SDM yang berkualitas, mampu berkompetisi secara global

baik dari segi pikiran, keahlian, maupun keterampilan. Untuk menciptakan SDM

yang berkualitas tentu erat kaitannya dengan pendidikan yang berperan dalam

melahirkan generasi penerus bangsa yang mampu berkompetisi di dunia

Internasional karena pendidikan berkontribusi besar dalam mempersiapkan kader

bangsa. Pendidikan yang berkualitas mengarahkan terbentuknya nilai-nilai yang

dibutuhkan siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, 2014).

Untuk memenuhi tuntutan zaman yang akan mewujudkan SDM berkualitas,

diperlukan peningkatan mutu pendidikan secara menyeluruh yang akan bermuara

pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup yang dikembangkan

melalui pembelajaran. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (Natural Science)

(4)

sehari-hari yang terdiri dari Fisika, Kimia, dan Biologi. Literasi sains penting

dikuasai oleh siswa untuk dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan,

ekonomi dan masalah lainnya yang dihadapi oleh masyarakat modern yang

bergantung pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Toharudin,

2011).

National Science Teacher Assosiation (dalam Toharudin, 2011)

mengemukakan bahwa orang yang memiliki konsep literasi sains adalah orang

yang menggunakan konsep sains, mempunyai keterampilan proses sains, untuk

dapat menilai dan membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari, serta

memahami interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat, termasuk

perkembangan sosial ekonomi. Konsep literasi sains sesuai dengan tujuan

pendidikan sains yaitu untuk meningkatkan kompetensi yang dibutuhkan siswa

dan untuk memenuhi kehidupannya dalam berbagai situasi (Toharudin, 2011).

Siswa yang memiliki kemampuan literasi sains mampu mengidentifikasi

fenomena-fenomena sains yang sering ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari.

Jadi, kemampuan literasi sains membimbing siswa untuk bisa mengaplikasikan

ilmu sains yang dipelajarinya sebagai landasan dalam mengambil keputusan

dalam kehidupan sekarang yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan sains

dan teknologi.

Salah satu parameter kualitas pendidikan suatu negara adalah tergambar dari

pencapaian prestasi siswanya dalam mengikuti studi Nasional maupun studi

Internasonal. PISA (Programme for International Student Assessment) merupakan

studi literasi yang dilaksanakan oleh Organization for Economic Co-Operation

and Development (OECD) dan Unesco Institute for Statistics. Program ini

bertujuan untuk menganalisis secara berkala tentang kemampuan literasi siswa

kelas III SMP dan kelas I SMA pada aspek membaca (reading literacy),

matematika (mathematics literacy), dan sains (scientific literacy). PISA

dilaksanakan dalam periode sekali untuk tiga tahun yang meneliti siswa yang

berumur 15 tahun dan Indonesia termasuk salah satu negara yang mengikuti

program ini. Apabila salah satu aspek menjadi fokus dalam asesmen, maka aspek

(5)

berdasarkan hasil studi PISA berturut-turut pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009,

[image:5.595.119.508.179.307.2]

dan 2012 disajikan pada Tabel 1.1. di bawah ini.

Tabel 1.1. Kemampuan Literasi Sains Siswa Indonesia Hasil Studi PISA

Tahun Studi

Skor Rata-Rata Indonesia

Skor Rata-Rata Internasional

Peringkat Indonesia

Jumlah Negara Studi

2000 393 500 38 41

2003 395 500 38 40

2006 393 500 50 57

2009 383 500 60 65

2012 382 501 64 65

Sumber: Kemdikbud (2011)

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan PISA, kemampuan literasi sains

siswa di Indonesia masih jauh dari standar yang diharapkan yang terlihat dari

posisi Indonesia yang menempati peringkat hampir selalu mendekati bagian

bawah. Siswa Indonesia dengan pencapaian skor literasi sains sekitar 400 poin

berarti baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana

(seperti nama, fakta, istilah, rumus sederhana), dan menggunakan pengetahuan

ilmiah umum untuk menarik atau mengevaluasi suatu kesimpulan (Rustaman,

2004). Oleh karena itu, Indonesia perlu mengadakan pembaruan dalam sistem

pembelajaran sains agar bisa meningkatkan kualitas pendidikan sains dan

menyamakan kedudukan dengan negara maju lainnya dengan meningkatkan

kemampuan literasi sains siswa.

Pada masa yang akan datang, manusia akan menghadapi beberapa tantangan

yang menuntut perubahan paradigma pendidikan tradisional yang selama ini

diterapkan oleh guru di Indonesia (Sani, 2014). Siswa dituntut untuk bisa

menganalisis masalah hingga melakukan penyelidikan sendiri dan bertanggung

jawab terhadap proses penyelidikan yang telah mereka lakukan. Keterampilan

pemecahan masalah merupakan salah satu bentuk keterampilan berpikir yang

harus dimiliki oleh siswa untuk mampu bertahan dalam menghadapi tantangan

masa depan. Siswa yang memiliki keterampilan pemecahan masalah, akan mampu

untuk mengidentifikasi masalah, membuat rancangan percobaan, melakukan

(6)

masalahnya kepada teman sekelasnya. Oleh karena itu, keterampilan pemecahan

juga penting dikuasai oleh siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuan mereka

dalam pembelajaran IPA terpadu.

Pembelajaran yang diterapkan di Indonesia pada umumnya masih bersifat

konvensional. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru di SMPN di

Kota Bandung menyatakan bahwa pembelajaran yang digunakan masih

didominasi oleh peran guru di mana guru lebih banyak berkontribusi dalam

pembelajaran dibandingkan siswa. Siswa kurang mendapatkan ruang untuk

melakukan penyelidikan sendiri dalam memecahkan masalah dalam

pembelajaran, sehingga beberapa keterampilan proses sains dan sikap sains

kurang tercapai. Dari pemaparan guru juga diperoleh informasi bahwa kegiatan

praktikum IPA yang biasa dilakukan di sekolah masih berbasis praktikum

verifikasi. Praktikum yang biasa dilaksanakan belum sepenuhnya mampu

memancing ketertarikan siswa terhadap issu ilmiah karena biasanya siswa tidak

berkesempatan untuk membuat rumusan masalah sehingga siswa kurang

terangsang untuk merencanakan dan melakukan penyelidikan yang akan membuat

pembelajaran lebih bermakna. Belajar bermakna menurut Dahar (2011)

merupakan suatu proses dikaitkannya informasi pada konsep-konsep yang relevan

yang terdapat pada struktur kognitif seseorang dimana siswa menghubungkan

informasi baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.

Pembelajaran IPA yang berbasis praktikum verfikasi membatasi kesempatan

kepada siswa untuk bisa menghubungkan pengetahuan awalnya dengan konsep

pengetahuan baru yang akan diperolehnya. Siswa lebih terfokus kepada

pelaksanaan prosedur percobaan yang telah dituntun oleh guru dan pengambilan

data percobaan tanpa distimulus untuk mampu merumuskan pertanyaan

penelitian. Pembelajaran yang dilakukan kurang memberikan peluang siswa untuk

bisa membuat rumusan masalah yang muncul dari fenomena terkait konsep

pembelajaran yang akan diperoleh melalui percobaan yang akan dilakukan siswa.

Selain itu, pembelajaran berbasis verifikasi juga kurang melatih siswa untuk

belajar secara mandiri dan bertanggung jawab atas pembelajaran yang

(7)

langsung kepada aktivitas percobaan. Misalnya saja dalam mempelajari konsep

perpindahan kalor tentang pengaruh jenis bahan terhadap perpindahan kalor

secara konduksi, siswa yang mendapat pembelajaran verifikasi hanya terfokus

langsung untuk mencari jawaban dari pengaruh jenis bahan tersebut. Siswa tidak

dilibatkan dalam merumuskan pertanyaan penelitian terkait pengaruh jenis benda

terhadap perpindahan kalor secara konduksi misalkan melalui pemberian stimulus

sebelum masuk ke tujuan pembelajaran berupa fenomena yang mengandung

masalah yang dapat membangkitkan ketertarikan siswa terhadap issu ilmiah.

Pada pembelajaran IPA terpadu yang merupakan gabungan dari konsep

Fisika, Kimia, dan Biologi hanya sebatas dipelajari saja, umumnya tidak sampai

kepada pengaplikasian konsep-konsep IPA tersebut di dalam kehidupan

sehari-hari siswa. Akibatnya siswa kurang menguasai kemampuan literasi sains karena

siswa kurang memaknai pembelajaran yang dipelajarinya di sekolah. Literasi

sains berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk memahami sains,

mengkomunikasikan sains baik lisan maupun tulisan dan menerapkan

pengetahuann sains yang dimilikinya untuk memecahkan masalah (Toharudin,

2011). Kemampuan literasi sains juga mempengaruhi tingkat kepekaan dan

kepedulian seseorang terhadap terjaganya kondisi lingkungannya. Literasi sains

penting dikuasai oleh siswa karena akan mempengaruhi kemampuan siswa dalam

mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sains dalam

memecahkan masalah dalam kehidupan yang dipengaruhi oleh perkembangan

sains dan teknologi. Aspek kemampuan literasi yang penting dikuasai siswa

adalah literasi pada aspek pengetahuan, kompetensi sains, dan aspek sikap sains.

Aspek kompetensi sains meliputi indikator mengidentifikasi issu ilmiah,

menjelaskan fenomena ilmiah, dan menggunakan bukti ilmiah. Aspek sikap sains

mencakup indikator ketertarikan terhadap issu ilmiah, mendukung inkuiri ilmiah,

dan tanggung jawab terhadap sumber daya dan lingkungan.

Penerapan paradigma konstruktivisme dalam proses belajar mengajar

dipandang sebagai pendekatan yang efektif untuk pembelajaran sains di sekolah.

Menurut cara pandang konstruktivisme, pengetahuan dikonstruksikan di dalam

(8)

pembelajaran, guru harus lebih banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengkonstruksikan pengetahuannya melalui penyelidikan dan mengemukakan

pendapat. Guru juga harus mampu memotivasi siswanya untuk bisa

mengemukakan ide-idenya dan menciptakan suasana bebas berpendapat di dalam

kelas. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan model

pembelajaran yang diyakini cocok digunakan untuk membantu siswa untuk

mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, sehingga pengetahuan tersebut akan

bertahan lama dan lebih dimaknai siswa. Model PBL merupakan model

pembelajaran yang menuntun siswa untuk bisa memecahkan masalah dan

meningkatkan siswa untuk berpikir kritis (Sani, 2014).

Problem Based Learning (PBL) akan meningkatkan keterampilan siswa

dalam memecahkan masalah karena PBL mengharuskan siswa untuk

mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan informasi, dan menggunakan

informasi tersebut untuk memecahkan permasalahan yang sedang dibahas melalui

serangkaian kegiatan pembelajaran yang sistematis. Sejalan dengan pendapat Sani

(2014) yang menyatakan bahwa pembelajaran PBL membuat siswa belajar

melalui upaya penyelesaian permasalahan dunia nyata secara terstruktur untuk

mengonstruksi pengetahuannya yang menuntut siswa untuk aktif melakukan

penyelidikan dalam menyelesaikan permasalahan dan guru berperan sebagai

fasilitator. Selain itu, Newman (2005) mengemukakan kelebihan model PBL

dibandingkan dengan model pembelajaran lainnya yaitu bahwa PBL

menghasilkan hasil belajar antara lain PBL meningkatkan kemampuan belajar

mandiri siswa, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan bertahan lama, PBL

menghasilkan antusias dan motivasi, dan PBL mampu membangun keterampilan

interpersonal kelompok.

Pembelajaran dengan model PBL akan menumbuhkan inisiatif siswa dalam

belajar untuk memecahkan masalah. Menurut Baron dalam Rusmono (2012)

ciri-ciri dari PBL antara lain: model PBL menggunakan permasalahan yang

berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa, pembelajaran dipusatkan untuk

menyelesaikan masalah, siswa dituntut lebih aktif dalam mengkonstruksikan

(9)

fasilitator. Jadi, model pembelajaran PBL membantu untuk mengembangkan

proses berpikir siswa dan melatihnya untuk lebih mandiri dalam menangkap

konsep pengetahuan dan mengkomunikasikan konsep pengetahuan yang

diperoleh. Selain itu, PBL juga mampu mendorong siswa untuk berpikir kreatif

dalam menerapkan konsep sains yang dimilikinya dalam memecahkan masalah

yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Bertolak dari masalah pendidikan dalam pembelajaran IPA yang terjadi dan

potensi solusi alternatif yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian pada pembelajaran IPA. Oleh karena itu sebagai judul pada

penelitian ini adalah: Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) pada Pembelajaran IPA Terpadu untuk Meningkatkan Literasi Sains dan

Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa SMP pada Materi Kalor .

B. Rumusan Masalah

Adanya kesenjangan yang terjadi antara kondisi ideal yang hendak dicapai

pada pembelajaran IPA dengan kondisi di lapangan yang masih kurang

memperhatikan aspek literasi sains dan keterampilan pemecahan masalah siswa,

maka ini menimbulkan permasalahan dalam bidang pendidikan IPA. Berdasarkan

latar belakang masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat dijabarkan

rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu: “Bagaimana peningkatan kemampuan

literasi sains dan keterampilan pemecahan masalah siswa SMP melalui

implementasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada materi

kalor?”

Untuk lebih mempertajam rumusan masalah pada penelitian ini, maka

rumusan masalah dapat diuraikan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai

berikut;

1. Bagaimana keterlaksanaan model pembelajaran Problem Based Learning

dalam proses pembelajaran IPA terpadu pada materi kalor?

2. Bagaimana peningkatan kemampuan literasi sains yang meliputi aspek

pengetahuan, kompetensi, dan sikap sains siswa melalui implementasi model

(10)

3. Bagaimana peningkatan keterampilan pemecahan masalah siswa melalui

implementasi model pembelajaran Problem Based Learning?

4. Bagaimana hubungan/korelasional kemampuan literasi sains dan keterampilan

pemecahan masalah?

5. Bagaimana tanggapan siswa terhadap implementasi model pembelajaran

Problem Based Learning?

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah merupakan suatu usaha agar penelitian ini lebih

terfokus dan terarah untuk memperoleh hasil penelitian yang optimal. Sebagai

pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Aspek literasi sains yang diukur pada penelitian ini mencakup aspek konteks

sains, pengetahuan sains, kompetensi sains, dan aspek sikap sains untuk

konsep materi kalor dan perpiindahan kalor.

2. Indikator keterampilan pemecahan masalah yang diukur pada penelitian ini

adalah indikator menganalisis masalah, mengumpulkan data/informasi terkait

penyelesaian masalah, dan mengusulkan solusi permasalahan.

3. Pembelajaran IPA terpadu yang digunakan adalah pembelajaran terpadu tipe

connected pada konsep IPA SMP kelas VII semester II, yaitu pada konsep

kalor dan perpindahan kalor. Keterpaduan topik materi kalor pada Fisika

dihubungkan dengan topik mekanisme suhu tubuh manusia dan hewan pada

materi Biologi.

4. Tingkat kompleksitas masalah yang digunakan pada model Problem Based

Learning (PBL) adalah masalah yang tercakup dalam beberapa topik dalam

satu disiplin ilmu yaitu disiplin ilmu IPA.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah:

1. Mendeskripsikan keterlaksanaan model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL) di kelas, baik pada aktivitas guru maupun aktivitas siswa

(11)

2. Menganalisis peningkatan kemampuan literasi sains pada aspek pengetahuan,

kompetensi, dan sikap sains siswa melalui implementasi model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL).

3. Menganalisis peningkatan keterampilan pemecahan masalah siswa melalui

implementasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

4. Mendeskripsikan hubungan/korelasional kemampuan literasi sains dan

keterampilan pemecahan masalah.

5. Mendeskripsikan tanggapan siswa terhadap implementasi model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian yang dilakukan untuk melihat peningkatan kemampuan

literasi sains dan keterampilan pemecahan masalah melalui implementasi model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ini diharapkan dapat bermanfaat

bagi beberapa aspek yang meliputi:

1. Dari Segi Teori

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan secara teoritis

terkait implementasi model Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran

IPA terpadu dalam meningkatkan kemampuan literasi sains dan keterampilan

pemecahan masalah.

2. Dari Segi Kebijakan

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan baik

bagi guru maupun bagi pengambil kebijakan di sekolah dalam memilih model

pembelajaran IPA terpadu untuk diterapkan di sekolah serta memberi

gambaran terkait pentingnya kemampuan literasi sains dan keterampilan

(12)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

A. Simpulan

1. Keterlaksanaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada

pembelajaran IPA terpadu diinterpretasikan dari nilai rata-rata hasil observasi

terhadap aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Hasil

perolehan rata-rata keterlaksanaan pembelajaran berdasarkan aktivitas guru

diperoleh kesimpulan bahwa aktivitas guru dalam implementasi model PBL

pada pembelajaran IPA terpadu terlaksana dengan sangat baik. Tahapan

pembelajaran terdiri dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan

penutup. Pada kegiatan inti pembelajaran, siswa menjadi fokus utama untuk

bisa mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri dengan kegiatan

berkelompok untuk memecahkan masalah. Berdasarkan analisis terhadap

lembar observasi aktivitas siswa melalui penerapan model PBL, diperoleh

interpretasi hasil bahwa aktivitas siswa dalam impelementasi model PBL

pada pembelajaran IPA terpadu terlaksana dengan sangat baik, baik pada

aktivitas siswa secara keseluruhan maupun aktivitas siswa secara

berkelompok.

2. Implementasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada

pembelajaran IPA terpadu dapat meningkatkan kemampuan literasi sains

siswa pada aspek pengetahuan, aspek kompetensi, dan aspek sikap sains

siswa pada kelas eksperimen. Berdasarkan analisis terhadap rata-rata nilai

N-gain terhadap kemampuan literasi sains, implementasi model pembelajaran

PBL pada pembelajaran IPA terpadu dapat meningkatkan kemampuan literasi

sains pada aspek pengetahuan, kompetensi, dan sikap sains pada kelas

eksperimen dengan kategori peningkatan pada masing-masing aspek literasi

sedang. Pada pembelajaran IPA terpadu, implementasi model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dapat lebih baik dalam meningkatkan

kemampuan literasi sains pada aspek pengetahuan, kompetensi, dan aspek

(13)

3. Implementasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada

pembelajaran IPA terpadu dapat meningkatkan keterampilan pemecahan

masalah siswa. Berdasarkan analisis terhadap nilai N-gain keterampilan

pemecahan masalah, diperoleh peningkatan ketercapaian keterampilan

pemecahan masalah siswa dengan kategori peningkatan tinggi. Penerapan

model PBL pada pembelajaran IPA terpadu dapat meningkatkan keterampilan

pemecahan masalah pada indikator menganalisis masalah, mengumpulkan

data/informasi, dan mengusulkan solusi pemecahan masalah. Pada

pembelajaran IPA terpadu, implementasi model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL) dapat lebih baik dalam meningkatkan keterampilan

pemecahan masalah secara signifikan.

4. Terdapat hubungan korelasional yang signifikan antara kemampuan literasi

sains dan keterampilan pemecahan masalah dengan kategori cukup dengan

arah hubungan positif dan searah. Semakin tinggi kemampuan literasi sains

siswa maka semakin tinggi pula keterampilan pemecahan masalahnya, dan

sebaliknya.

5. Siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap implementasi model

Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran IPA terpadu. Berdasarkan

analisis terhadap angket tanggapan siswa terhadap implementasi model PBL,

diperoleh interpretasi bahwa siswa setuju terhadap implementasi model PBL

dalam pembelajaran IPA terpadu.

B. Implikasi

1. Penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi model Problem Based

Learning (PBL) dapat meningkatkan berbagai keterampilan belajar yang

dibutuhkan siswa dalam pembelajaran IPA terpadu, diantaranya keterampilan

belajar mandiri, keterampilan pemecahan masalah, dan bertanggung jawab

terhadap proses belajar dan hasil belajar yang diperoleh.

2. Pembelajaran IPA terpadu dengan model PBL yang menghadapkan siswa

pada permasalahan kontekstual yang harus dipecahkan telah melatih siswa

(14)

dengan pengetahuan baru untuk mengonstruksi konsep pengetahuan,

sehingga proses pembelajaran IPA yang dijalani siswa lebih bermakna karena

siswa terlibat langsung dalam memecahkan dan menganalisis masalah.

C. Rekomendasi

1. Pemilihan konteks materi yang akan digunakan sebagai penstimulus siswa

dalam belajar pada model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada

penelitian selanjutnya hendaknya disesuaikan dengan perkembangan kognitif

siswa. Masalah yang dipilih dalam penerapan model PBL ini adalah masalah

yang benar-benar dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-harinya sehingga

memudahkan siswa untuk memahaminya dan menerapkan konsep sains

tersebut dalam kehidupan sehari-harinya. Satu konsep sains sebaiknya terdiri

dari beberapa konteks sains yang berhubungan dengan fenomena sains dalam

kehidupan sehari-hari siswa.

2. Pelaksanaan penelitian terkait kemampuan literasi sains dan keterampilan

pemecahan masalah yang dilakukan selanjutnya sebaiknya pada proses

pembelajaran menggunakan video dalam proses pembelajaran. Video ini

dapat dijadikan sebagai salah satu fasilitas yang akan memudahkan peneliti

untuk menganalisis aspek proses/kompetensi literasi sains dicapai siswa

secara lebih spesifik selama proses pembelajaran berlangsung.

3. Implementasi model pembelajaran Problem Based Learnig (PBL) pada

pembelajaran IPA terpadu bisa lebih dioptimalkan dengan menggunakan Self

Assessment dan Peer Assessment. Instrumen ini akan membantu peneliti

dalam memantau perkembangan proses belajar masing-masing siswa selama

kerja kelompok berlangsung dan mengetahui keterlibatan masing-masing

siswa dalam memecahkan masalah.

4. Lembar observasi sikap dapat digunakan untuk lebih memaksimalkan

penjaringan kemampuan literasi sains pada aspek sikap sains, sebaiknya

peneliti selanjutnya menggunakan yang dapat lebih menguatkan hasil

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, D. (2014). Impelementasi Pembelajaran IPA Terpadu Tema Fluida

dengan Model Guided Discovery dan Problem Based Learning untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. Tesis UPI: Tidak diterbitkan

Arends, R. I. (2012). Learning To Teach, Ninth Edition. Central Connecticut State University. The McGraw-Hill Companies, Inc.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto, S. (2013). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Aziz, M. S. (2014). The Effects of Problem Based Learning on Self Directed

Learning Skills among Physics Undergraduates. International Journal of

Academic Research in Progressive Education and Development. 3: 1, 2226-6348

Barrows, H. (1985). Designing a Problem Based Curricullum for The

Pre-Clinical Years. Ilinois School Medicine. http://score.rims.k12.ca.us/

problearn.html

Chan et. al. (2007). Authentic Assessment Strategies in Problem Based Learning. Proceedings Ascilite Singapore, Faculty of Creative Multimedia, hal. 983-993.

Creswell, J., W. (2014). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed (edisi ketiga). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Dahar, R., W. (2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga

Depdikbud. (1996). Pembelajaran Terpadu, Makalah Untuk Program Pelatihan

Guru Pamong. Jakarta: Depdikbud.

Dewi, E., Feranie, S., & Karim, S. (2013). Penerapan Pemberian Tugas Awal “Integrated Reading and Writing” dalam Pembelajaran Berbasis

Masalah Untuk Meningkatkan Literasi Fisika SMP. Bandung: Prosiding

Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SINPS 2013).

(16)

Fang, Z & Wei. (2010). Improving Middle School Student’s Literacy Through

Reading Infusion. The Journal of Educational Research. 103:4, 262-273

Fogarty R. (1991). The Mindful School: How to Integrate the Curricula. Palatine, Illinois: IRI / Skylight Publising. Inc.

Fraenkel, et.al. (2011). How to Design and Evaluate Research in Education 8th

Edition. San Fransisco: Mc Graw Hill

Gallagher, S. (1995). Implementing Problem Based Learning in Science

Classrooms. School Science and Mathematics, 95 (3), 136-146

Hake, R. (1999). Analyzing Change/ Gain Score. Indiana : Indiana University.

Hmelo, C., and Silver. (2004). Problem-Based Learning: What and How Do

Students Learn?. Educational Psychology Review. 16:3, 235-262

Kanginan, M. (2007). IPA Fisika Untuk SMP Kelas VII. Jakarta: Erlangga

Kemdikbud, B. (2011). Survey Internasional PISA. http:// litbang. kemdikbud.go.id

Kemendikbud. (2014) a. Buku Guru Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs Kelas VII

Edisi Revisi 2014. Jakarta: Kemendikbud

Kemendikbud. (2014) b. Buku Siswa Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs Kelas VII

Edisi Revisi 2014. Jakarta: Kemendikbud

Kurniawan, D. (2011). Pembelajaran Terpadu Teori, Praktik, dan Penilaian. Bandung: Pustaka Cendekia Utama.

Lambros, A. (2004). Problem Based Learning in Middle and High School

Classrooms. Thousand Oaks, California. Corwin Press

Lohman, M., and Finkelstein, M. (2002). Designing Case in Problem-Based

Learning to Foster Problem-Solving Skill. European Journal of Dental

Education. 2002:6, 121-127

Lyle, K., and Robinson, W. (2001). Teaching Science Problem Solving: An

Overview of Experimental Work. Journal of Chemical Eduction. 78:9;

1162-1165

Majid, A. (2013). Strategi Pembelajaran. Bandung: Rosda

(17)

Muhidin, E. 2014. Implementasi Problem Based Larning (PBL) Krisis Sumber

Energi Listrik Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Siswa Kelas IX. SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Newman, M. J. (2005). Problem Based Learning: An Introduction and Overview

of the Key Feature of the Approach. Journal of Veterinary. 23:3, 12-20

Novianti, D., S. (2012). Pembelajaran IPA Terpadu Berbasis Masalah untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Penguasaan Konsep Siswa SMP. Tesis UPI: Tidak diterbitkan

OECD. (2006). Assessing Scientific, Reading and Mathematical Literacy A

Framework For PISA 2006. France: OECD Publishing.

OECD. (2013). PISA 2012 Assessment and Analytical Framework: Mathematics,

Reading, Science, Problem Solving and Financial Literacy. OECD

Publishing. http://dx.doi.org/10.1787/9789264190511-en

Priyanto, C. (2006). Mengajar Berbasis Multiple Intelegences pada Pokok

Bahasan Usaha dan Energi. Skripsi UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Redjeki, S. (2014). Model-Model Pembelajaran yang Mendukung Kurikulum

2013. Disampaikan pada Seminar Model-Model Pembelajaran Pendekatan

Saintifik dalam Mendukung Implementasi Kurikulum 2013 . Universitas Kuningan

Riduwan. (2012). Skala Pengukuran Variabel-varibel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Rusmono. (2012). Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning. Bogor: Ghalia Indonesia

Rustaman, N. Y. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang; UM PRESS

Rustaman, N. Y. (2004). Literasi Sians Anak Indonesia 2000 & 2003. Makalah

Literasi Sains 2003

Salamon. (2007). Scientific Literacy in Higher Education. Tamaratt Teaching Professorshing: University of Calgary

Sani, R. A. (2014). Pembelajaran Saintifik untuk Implemenatsi Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara

Siregar. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif dilengkapi dengan Perbandingan

Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana Prenada Interpratama

(18)

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Surapranata. S. (2009). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tatar, E. and Oktaym M., (2011). The Effectiveness of Problem Based Learning

on Teaching the First Law of Thermodynamics.Research in Science and

Technological Education. Volume 29, No. 3, Hal 315-332.

Tawil, M. dan Liliasari. (2013). Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam

Pembelajaran. Makassar: Badan Penerbit UNM

Tim Abdi Guru. (2014). IPA Terpadu Untuk SMP/MTs Kelas VII. Jakarta: Erlangga

Toharudin, Uus, dkk. (2011). Membangun Literasi Sains. Bandung; Humaniora

Tosun, C. and Taskesenligil,Y. (2011). The Effect of Problem Based Learning on

Student Motivation Towards Chemistry Classes and on Learning Strategies.

Journal of Turkish Science Education. 9:1, 126-131

Trianto. (2014). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara

Verina. (2014). Pengembangan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok pada

Materi Sifat Koligatif Larutan untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah. Tesis UPI: Tidak Diterbitkan

Winter. (2001). Speaking of Teaching. Stanford University Newsletter on Teaching. 11:1, 1-6

Wong, K. K. H., and Day, J. R.. (2009). A Comparative Study of Problem-Based

and Lecture-Based Learning in Junior Secondary School Science.

Research Science Education. 39:625-642

Yuanita. (2013). Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Gambar

Tabel 1.1. Kemampuan  Literasi Sains Siswa Indonesia Hasil Studi PISA

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan ekstrakulikuler mungkinmenjadi media ekspresi bagi siswa di banyak sekolah // Selain karena sifat kegiatan yang mewadahi bakat dan minat siswa / kegiatan

Dalam hal kajian yang berkaitan dengan pemanfaatan struktur, nilai-nilai sosial, dan nilai-nilai budaya novel Negeri 5 Mena ra sebagai bahan ajar sastra di SMA, siswa

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN KOMPENSASI FINANSIAL DAN NON FINANSIAL DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSA DI RUMAH SAKIT HORAS INSANI

DIJADIKAN BISNIS // UNTUK MENCAPAI LOKASI / PARA PEMBURU CODOT / HARUS LEBIH DULU MENYUSURI JALAN SETAPAK / YANG TERJAL // MELEWATI PERBUKITAN / BAHKAN MELEWATI HUTAN // LOKASI

Dalam penelitian ini, sumber data adalah keseluruhan informasi yang berupa kata, kalimat, pernyataan, paragraf yang menggambarkan struktur novel, nilai-nilai

Disarankan kepada pihak manajemen rumah sakit untuk mulai meningkatkan pemberian kompensasi finansial khususnya pada gaji yang diberikan dan juga mempertimbangkan

Penelitian ini didasari oleh hasil kajian dan pengamatan langsung di SDN Cisalasih Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat, yang menunjukkan hasil belajar siswa

Adakah faktor pelancar atau faktor pendukung dalam pengembanga nGabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Desa Tempuran, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi? Wisnu Raharja