• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENETAPAN KADAR AIR PADA SEDIAAN SABUN MANDI PEMUTIH PADAT SECARA GRAVIMETRI TUGAS AKHIR OLEH: DINDA NADYA NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENETAPAN KADAR AIR PADA SEDIAAN SABUN MANDI PEMUTIH PADAT SECARA GRAVIMETRI TUGAS AKHIR OLEH: DINDA NADYA NIM"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENETAPAN KADAR AIR

PADA SEDIAAN SABUN MANDI PEMUTIH PADAT SECARA GRAVIMETRI

TUGAS AKHIR

OLEH:

DINDA NADYA NIM 102410039

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(2)

2

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul Penetapan Kadar Air pada Sediaan Sabun Mandi Pemutih Padat Secara Gravimetri.

Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madia Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.

Pada kesempatan ini, penulis berterima kasih kepada: Bapak Prof. Dr.

Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., sebagai Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini, Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis selama melaksanakan pendidikan pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi USU, Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan, Bapak. Drs. Rasmadin, M.S., Apt., sebagai Sekretaris Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan, Bapak dan ibu Dosen beserta seluruh staff Program Studi Diploma III Analisis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Seluruh staf dan karyawan BBPOM di Medan yang

(4)

iv

telah membantu selama melaksanakan PKL, Ayahanda Basaruddin dan Ibunda Sri Hidayati, kedua adik penulis Popo Mogana Abdi dan Mifta Hujannah beserta keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dan Teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2010, yang telah banyak membantu penulis selama menjalani Program Studi Analis Farmasi dan Makanan di Universitas Sumatera Utara.

Dalam menulis Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Harapan kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2013 Penulis,

Dinda Nadya NIM 102410039

(5)

v

DETERMINATION OF WATER

WHITENING BATH SOAP ON SOLID PREPARATION BY GRAVIMETRIC

Abstract

Soap is the oldest cosmetics known to man. Soap works to clear and her body. With the increasing market demand for the type of soap is also increasingly diverse. One kind is whitening soap. As in the case of soap, bath soap bleach should also meet quality soap. One of the conditions that must be met is the water.

This study aimed to determine the water content in whitening bath soap on solid preparation. Determination of water whitening bath soap on solid preparation done by gravimetric. Results obtained are 8.45%. From the results of the inspection of whitening bath soap on solid preparation fulfill the water. The water show that there is abundance of water content in a soap bath. According to SNI 06-3532-1994, water in bath soaps maximum of 15%. When the water content in the soap bath is larger than 15% of the produced soap will become mushy and easily soluble in water. So it is not efficients in the application.

Keywords: soap, whitening soap, water, gravimetri

PENETAPAN KADAR AIR

PADA SEDIAAN SABUN MANDI PEMUTIH PADAT SECARA GRAVIMETRI

Abstrak

Sabun adalah kosmetika tertua yang dikenal manusia. Sabun berfungsi untuk membersihkan dan mengharumkan badan. Dengan semakin meningkatnya permintaan pasar maka jenis sabun juga semakin beragam. Salah satu jenisnya adalah sabun mandi pemutih. Sama halnya seperti sabun mandi, sabun mandi pemutih juga harus memenuhi syarat mutu sabun. Salah satu syarat yang harus terpenuhi adalah kadar air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar air pada sediaan sabun mandi pemutih padat. Penetapan kadar air pada sediaan sabun mandi pemutih padat dilakukan secara gravimetri. Hasil yang diperoleh adalah 8,45%. Dari hasil pemeriksaan sediaan sabun mandi pemutih padat ini memenuhi syarat kadar air. Kadar air menunjukkan banyaknya kandungan air yang terdapat dalam suatu sabun mandi. Menurut SNI 06-3532-1994, kadar air dalam sabun mandi maksimum 15%. Apabila kandungan air dalam sabun mandi lebih besar dari 15% maka sabun yang dihasilkan akan menjadi lembek dan mudah larut dalam air. Sehingga tidak efisien dalam pemakaian.

Kata kunci: sabun , sabun mandi pemutih, kadar air, gravimetri

(6)

vi DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Sabun ... ... 3

2.1.1 Pengertian sabun ... 3

2.1.2 Komposisi Sabun ... 3

2.1.3 Fungsi sabun ……… 6

2.1.4 Proses Pembuatan Sabun ………. 7

2.1.5 Klasifikasi Sabun ……… 8

2.1.6 Efek Samping Sabun Sabun ……… 8

2.2 Sabun Mandi ... 10

(7)

vii

2.2.1 Pengertian Sabun Mandi ... 10

2.1.2 Syarat Mutu Sabun Mandi ……… 10

2.3 Sabun Mandi Pemutih ... 13

2.4 Penetapan Kadar Air ... 13

2.5 Gravimetri ... 15

BAB III METODE PERCOBAAN ... 18

3.1 Waktu dan Tempat Pengujian ... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 18

3.3 Pengambilan Sampel ... 18

3.4 Prosedur ... 18

3.5 Interpretasi Hasil ... 19

3.6 Persyaratan ... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1 Hasil ... 20

4.2 Pembahasan ... 20

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

5.1 Kesimpulan ... 22

5.2 Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

LAMPIRAN ... 25

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Syarat Mutu Sabun ... 10 Tabel 2 Data Penimbangan ... 26

(9)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Identitas Sampel ... 25 Lampiran 2 Data Penimbangan dan Perhitungan Kadar Air ... 26 Lampiran 3 Gambar alat-alat ... 28

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai insan sosial, manusia memerlukan hubungan harmonis satu dengan lainnya dan salah satunya adalah penampilan yang rapi dan berbau sedap.

Untuk itu kita memerlukan bahan yang kita kenal sekarang sebagai kosmetika.

Kosmetika yang paling tua yang dikenal manusia adalah sabun, bahan pembersih kulit yang dipakai selain untuk membersihkan juga untuk mengharumkan kulit (Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan kedalam, dipergunakan pada bagian badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat (Wasitaatmadja, 1997).

Sabun mandi adalah garam natrium atau kalium dari minyak nabati dan atau lemak hewani berbentuk padat, lunak, atau cair, berbusa digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi, dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (SNI, 1994).

Sabun mandi yang baik harus memenuhi syarat mutu sabun mandi yaitu kadar air, jumlah asam lemak, alkali bebas, asam lemak bebas dan atau lemak netral, dan minyak mineral. Sama halnya seperti sabun mandi, sabun mandi pemutih juga harus memenuhi syarat mutu sabun. Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah kadar air.

(11)

2

Kadar air menunjukkan banyaknya kandungan air yang terdapat dalam suatu sabun mandi. Menurut SNI (1994), kadar air dalam sabun mandi maksimum 15%. Bila kandungan air terlalu tinggi mutu sabun mandi yang dihasilkan akan lembek dan mudah larut dalam air. Berdasarkan hal di atas tugas akhir ini berjudul “Penetapan Kadar Air Pada Sediaan Sabun Mandi Pemutih Padat Secara Gravimetri“. Adapun pengujian dilakukan selama penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.

Penetapan kadar air pada sediaan sabun mandi pemutih padat dilakukan secara Gravimetri sesuai dengan SNI 06-3532-1994. Analisis gravimetri merupakan cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan).

1.2 Tujuan

Tujuan dari penetapan kadar air pada sediaan sabun mandi pemutih padat adalah untuk mengetahui apakah kadar air yang terdapat pada sediaan sabun mandi pemutih padat memenuhi persyaratan kadar air yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar air pada sediaan sabun mandi pemutih padat adalah agar dapat di ketahui bahwa sediaan sabun mandi pemutih padat yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan kadar air sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga produk tersebut layak untuk dikonsumsi.

(12)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sabun

2.1.1 Pengertian Sabun

Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, C17H35COO-Na+. Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dari air. Konsep ini dapat di pahami dengan mengingat kedua sifat dari anion sabun (Achmad, 2004).

2.1.2 Komposisi Sabun

Sabun konvensional dibuat dari lemak dan minyak alami dengan garam alkali. Sabun deterjen dibuat dari bahan sintetik. Menurut Wasitaatmadja (1997), sabun konvensional dan sabun deterjen biasanya mengandung:

1. Surfaktan

Surfaktan adalah bahan terpenting dari sabun. Prinsip kerjanya jika dilarutkan kedalam cairan cenderung memekat pada permukaan cairan tersebut.

Kesanggupan ini disebut dengan sifat fisiokimia yang dualistik (ambifilik), yaitu yang mempunyai bagian yang senang pada pelarut (filik) dan bagian yang tidak senang pada pelarut (fobik). Jika pelarutnya air, maka surfaktan akan berada dibatas antara air dan yang dilarutkan dan tegak lurus terhadap batas tersebut dengan bagian yang bersifat filik berada dalam air.

Besarnya bagian fobik dan filik menentukan potensi surfaktan. Bila salah satu bagian (fobi atau filik) terlalu dominan maka surfaktan tidak dapat bekerja

(13)

4

karena akan larut pada salah satu bahan pelarut atau yang dilarutkan. Selain sebagai pelarut, surfaktan juga dapat bekerja sebagai pembasah, pembentuk busa, dan pengemulsi. Pada sabun surfaktan bekerja sebagai pelarut (kotoran dan lemak), pengemulsi, dan pembentuk busa.

2. Pelumas

Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak, misal asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, paraffin lunak, cocoa butter, dan minyak almond, bahan sintetik ester sulfosuksinat, asam lemak

isotionat, asam lemak etanolamid, polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat).

Bahan-bahan tersebut selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai peramas (plasticizers).

3. Antioksidan dan Sequestering Agents

Untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik, dibutuhkan bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxy toluene (0,02%-0,1%). Sequestering agents dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang mengkatalisis oksidasi EDTA.

4. Deodorant

Deodorant dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh karena khawatir efek samping, penggunaanya dibatasi. Bahan yang digunakan adalah TTC (trichloro carbanilide) dan 2-hidroxy 2,4,4-trichlorodiphenyl ester (Irgasan PP 300).

(14)

5 5. Warna

Kebanyakan sabun toilet berwarna cokelat, hijau biru, putih, atau krem.

Pewarna sabun diperbolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali (0,01%-0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun tanpa warna dan transparan.

6. Parfum

Isi sabun tidak lengkap jika tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi.

Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda pula.

7. Pengontrol pH

Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat menurunkan pH sabun.

8. Bahan tambahan khusus

Berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasar, produsen, maupun segi ekonomi dapat dimasukkan ke dalam formula sabun. Saat ini dikenal berbagai macam sabun khusus, misalnya:

a. Superfatty yang menambah lanolin atau paraffin.

b. Antiseptik (medicated = carbolic) yang menambahkan bahan antiseptik, misalnya: fenol, kresol, dan sebagainya.

2.1.3 Fungsi Sabun

Fungsi sabun dalam aneka ragam cara adalah sebagai bahan pembersih.

Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air itu

(15)

6

membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif. Sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan lemak dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran (Keenan, dkk., 1980).

Sifat utama dari bahan dasar sabun harus dapat menurunkan tegangan permukaan. Bahan yang dapat menurunkan tegangan permukaan pada air secara efektif disebut surface active agents atau surfaktan. Surfaktan mempunyai fungsi penting dalam proses membersihkan, seperti menghilangkan bau dan mengikat kotoran sehingga kotoran tersebut dapat dibuang (Qisti, 2009).

Minyak atau lemak atau asam lemak sangat cocok untuk produk surfaktan karena struktur molekulnya yang sangat spesifik. Bagian ekor hidrokarbon bersifat hidrofob (benci air) dan bagian kepala ion (ion karboksilat) bersifat hidrofil (suka air) (Wibraham dan Michael, 1992).

Kotoran yang menempel pada kulit umumnya adalah minyak, lemak dan keringat. Zat-zat ini tidak dapat larut dalam air karena sifatnya yang non polar.

Sabun digunakan untuk melarutkan kotoran-kotoran pada kulit tersebut. Sabun memiliki gugus non polar yaitu gugus –R yang akan mengikat kotoran, dan gugus –COONa yang akan mengikat air karena sama-sama gugus polar. Kotoran yang sudah dibersihkan dengan sabun tidak dapat lepas karena terikat pada sabun dan sabun terikat pada air (Qisti, 2009).

2.1.4 Proses pembuatan sabun

Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu:

1. Saponifikasi

(16)

7

Saponifikasi melibatkan hidrolisis ikatan ester gliserida yang menghasilkan pembebasan asam lemak dalam bentuk garam dan gliserol. Garam dari asam lemak berantai panjang adalah sabun (Stepen, 2004).

. Reaksi kimia pada proses saponifikasi adalah sebagai berikut:

Dari reaksi diatas terbentuk gliserol dan sabun. Sabun merupakan garam Na atau K dari asam lemak. Sabun Na dan K larut dalam air. Sabun Na (sabun keras) digunakan untuk mencuci dan sabun K (sabun lunak) digunakan untuk mandi (Panil, 2008).

2. Netralisasi

Netralisasi adalah proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 2008).

bebas

2.1.5 Klasifikasi Sabun

Sabun diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Sabun dengan kualitas A yaitu sabun yang diproduksi dengan menggunakan bahan baku dari minyak atau

(17)

8

lemak terbaik dan mengandung sedikit alkali atau tidak mengandung alkali bebas.

Sabun A ini umumnya digunakan untuk sabun mandi (toilet soap) yang biasa kita kenal. Sabun kualitas B merupakan sabun yang dibuat dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari minyak atau lemak dangan kualitas yang lebih rendah dan mengandung sedikit alkali, namun tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Sabun B ini biasanya digunakan untuk mencuci pakaian dan piring. Sabun dengan kualitas C merupakan sabun yang dibuat dengan minyak atau lemak yang berwarna gelap (kualitas rendah) dan mengandung alkali yang relatif tinggi (Qisti, 2009).

Menurut Tjokronegoro dan Utama (2001), terdapat 3 macam sabun yaitu:

1. Sabun biasa: bersifat alkali dengan pH 9-10.

2. Syndets. Synthetic detergents dengan pH 5,5-7.

3. Sabun khusus yang ditambah bahan-bahan tertentu dengan berbagai tujuan.

2.1.6 Efek Samping Sabun

Menurut Wasitaatmadja (1997), sabun dapat memberikan efek samping pada kulit seperti:

1. Daya Alkalinisasi Kulit

Daya alkalinisasi sabun dianggap sebagai faktor terpenting dari efek samping sabun. Reaksi basa yang terjadi pada sabun konvensional yang melepaskan ion OH sehingga pH larutan sabun ini berada antara 9-12 dianggap sebagai penyebab iritasi pada kulit. Bila kulit terkena cairan sabun, pH kulit akan naik beberapa menit setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air.

Pengasaman kembali terjadi setelah 5-10 menit, dan setelah 30 menit pH kulit

(18)

9

menjadi normal kembali. Alkalinisasi dapat menimbulkan kerusakan kulit bila kontak berlangsung lama.

2. Daya Pembengkakan dan Pengeringan Kulit

Kontak air (pH) pada kulit yang lama akan menyebabkan lapisan tanduk kulit membengkak akibat kenaikan permeabilitas kulit terhadap air. Cairan yang mengandung sabun dengan pH alkalis akan mempercepat hilangnya mantel asam pada lemak kulit permukaan sehingga pembengkakan kulit akan terjadi lebih cepat. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat menambah kekeringan kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air.

3. Daya Denaturasi Protein dan Ionisasi

Reaksi kimia sabun dapat mengendapkan ion kalsium (K) dan magnesium (Mg) di lapisan atas kulit. Pada kulit yang kehilangan lapisan tanduk, pengendapan K+ dan Mg+ akan mengakibatkan reaksi alergi. Pengendapan K+ dan Mg+ di atas lapisan epidermis akan menutup folikel rambut dan kelenjar palit sehingga menimbulkan infeksi oleh kuman yang larut dalam minyak.

4. Daya Antimikrobial

Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation, mempunyai daya antimikroba, apalagi bila ditambah bahan antimikroba. Daya antimikroba ini terjadi pula akibat kekeringan kulit, pembersihan kulit, daya pemisah surfaktan, dan kerja mekanisme air.

(19)

10 5. Daya Antiperspirasi

Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Pada percobaan dengan larutan natrium lauril sulfat, didapat penurunan produksi kelenjar keringat antara 25-75%.

6. Lain-lain

Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, atau kombinasi keduanya.

2.2 Sabun Mandi

2.2.1 Pengertian Sabun Mandi

Dalam Standar Nasional Indonesia (1994) sabun mandi adalah garam natrium atau kalium dari minyak nabati dan atau lemak hewani berbentuk padat, lunak, atau cair, berbusa digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi, dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (SNI, 1994).

2.2.2 Syarat Mutu Sabun Mandi

Syarat mutu sabun mandi menurut Standar Nasional Indonesia 06-3532- 1994 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1: Syarat mutu sabun mandi

No Uraian Tipe I Tipe II Seperfat

1 Kadar air, % Maks. 15 Maks. 15 Maks. 15

2 Jumlah asam lemak, % >70 64-70 >70 3 Alkali bebas

Dihitung sebagai NaOH, % Dihitung sebagai KOH, %

Maks. 0,1 Maks. 0,14

Maks. 0,1 Maks. 0,14

Maks. 0,1 Maks. 0,14

(20)

11 Tabel 1 lanjutan syarat mutu sabun mandi

No Uraian Tipe I Tipe II Superfat

4 Asam lemak bebas dan atau lemak netral, %

<2,5 <2,5 2,5-7,5

5 Minyak mineral Negatif Negatif Negatif

Acuan SNI 06-3532-1994 1. Kadar Air

Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu tertentu.

Maksimal kadar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan agar sabun yang dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam pemakaian dan sabun tidak mudah larut dalam air. Kadar air akan mempengaruhi kekerasan dari sabun (Qisti, 2009).

2. Jumlah Asam Lemak

Jumlah asam lemak merupakan jumlah total seluruh asam lemak pada sabun yang telah atau pun yang belum bereaksi dengan alkali. Sabun yang berkualitas baik mempunyai kandungan total asam lemak minimal 70%, hal ini berarti bahan-bahan yang ditambahkan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan sabun kurang dari 30%. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi proses pembersihan kotoran berupa minyak atau lemak pada saat sabun digunakan.

Bahan pengisi yang biasa ditambahkan adalah madu, gliserol, waterglass, protein susu dan lain sebagainya. Tujuan penambahan bahan pengisi untuk memberikan bentuk yang kompak dan padat, melembabkan, menambahkan zat gizi yang diperlukan oleh kulit (Qisti, 2009).

(21)

12 3. Alkali Bebas

Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1% untuk sabun Na, dan 0,14% untuk sabun KOH karena alkali mempunyai sifat yang keras dan menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk sabun cuci (Qisti, 2009).

4. Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat sebagai senyawa natrium atau pun senyawa trigliserida (lemak netral). Tingginya asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya membersihkan sabun, karena asam lemak bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam proses pembersihan. Sabun pada saat digunakan akan menarik komponen asam lemak bebas yang masih terdapat dalam sabun sehingga secara tidak langsung mengurangi kemampuannya untuk membersihkan minyak dari bahan yang berminyak (Qisti, 2009).

5. Minyak Mineral

Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap sebagai minyak, namun saat penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai dengan kekeruhan. Minyak mineral adalah minyak hasil penguraian bahan organik oleh jasad renik yang terjadi berjuta-juta tahun. Minyak mineral sama dengan minyak bumi beserta turunannya. Contoh minyak mineral adalah : bensin,

(22)

13

minyak tanah, solar, oli, dan sebagainya. Kekeruhan pada pengujian minyak mineral dapat disebabkan juga oleh molekul hidrokarbon dalam bahan (Qisti, 2009).

Keberadaan minyak mineral pada sabun sangat tidak diharapkan, karena akan mempengaruhi proses emulsi sabun dengan air (Qisti, 2009).

2.3 Sabun Mandi Pemutih

Sabun mandi pemutih adalah sabun mandi yang ditambahkan bahan tambahan tertentu yang dapat mencerahkan kulit, misalnya Titanium dioksida.

Titanium dioksida (TiO) dalam sabun berfungsi sebagai pemutih sabun dan kulit.

TiO2 adalah zat warna putih yang mempunyai sifat: indeks refraksi tinggi, tidak menyerap sinar tampak, mudah diproduksi sesuai keinginan, stabilitas tinggi dan non toksik (Andreas, 2009).

2.4 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110oC selama 3 jam atau sampai didapat berat konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (Winarno, 1992).

Pengeringan sampai bobot tetap berarti pengeringan harus dilanjutkan hingga pada perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,50 mg untuk tiap gram zat yang digunakan, penimbangan kedua dilakukan setelah dipanaskan lagi selama satu jam (Ditjen POM, 1995).

(23)

14

Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat higroskopis dari pada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering, misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberi zat penyerap air.

Penyerapan air/uap air ini dapat menggunakan kapur aktif, asam sulfat, silika gel, alumunium oksida, kalium klorida, kalium hidroksida, kalium sulfat atau barium oksida (Sudarmadji, 1989).

Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat konstan (Winarno, 1992).

Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang mudah menguap (volatile) seperti sayuran dan susu, menggunakan cara destilasi dengan pelarut tertentu, misalnya toluene, xylol, dan heptana yang berat jenisnya lebih kecil dari pada air.

Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan pembawa cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan tidak dapat campur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah dari pada air (Sudarmadji, 1989).

Contoh (sampel) dimasukkan kedalam tabung bola (flask), kemudian dipanaskan. Air dan pelarut menguap, diembunkan, dan jatuh pada tabung Aufhauser yang berskala. Air yang mempunyai berat jenis lebih besar ada

(24)

15

dibagian bawah, sehingga jumlah air yang diuapkan dapat dilihat pada skala tabung Aufhauser tersebut (Winarno, 1992 ).

Untuk bahan dengan kadar gula tinggi, atau kadar air dapat diukur dengan menggunakan refraktometer disamping penentuan padatan terlarutnya pula.

Dalam hal ini air dan gula dianggap komponen-komponen yang mempengaruhi indeks refraksi (Winarno, 1992).

Disamping cara-cara fisis, ada juga cara-cara kimia untuk menentukan kadar air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium kalbida dengan bahan yang akan diperiksa. Cara ini dipergunakan untuk bahan-bahan seperti sabun, tepung, kulit, bubuk biji panili, dan sari buah (Winarno, 1992).

Karl fischer pada tahun 1935 menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dengan titrasi langsung dari bahan basah dengan larutan iodine, sulfur dioksida, dan piridina dalam metanol. Perubahan warna menunjukkan titik akhir titrasi (Winarno, 1992).

2.5 Gravimetri

Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Analisis gravimetri merupakan cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Gravimetri dapat digunakan untuk menentukan hampir semua anion dan kation anorganik serta zat-zat netral seperti air, belerang dioksida, karbon dioksida dan iodium. Selain itu, berbagai jenis senyawa organik dapat pula ditentukan

(25)

16

dengan mudah secara gravimetri. Contoh-contohnya antara lain: penentuan kadar laktosa dalam susu, salisilat dalam sediaan obat, fenolftalein dalam obat pencahar, nikotina dalam pestisida, kolesterol dalam biji-bijian dan benzaldehida dalam buah-buahan tertentu. Jadi, sebenarnya cara gravimetri merupakan salah satu cara yang paling banyak dipakai dalam pemeriksaan kimia (Rivai, 1995).

Menurut Widodo dan Lusiana (2010), berdasarkan macam hasil yang ditimbang, metode gravimetri dibedakan dalam kelompok metode evolusi gas dan metode pengendapan.

a. Metode evolusi gas

Pada cara evolusi bahan direaksikan dengan cara pemanasan atau ditambah pereaksi tertentu sehingga timbul/menghasilkan gas. Pada umumnya yang dicari adalah banyaknya gas yang dihasilkan dari reaksi tersebut. Untuk mencari atau menentukan banyaknya gas yang terjadi dapat dilakukan:

1. Secara tidak langsung

Penimbangan analit setelah bereaksi, berat gas diperoleh sebagai selisih analit sebelum dan sesudah reaksi.

2. Cara langsung

Gas yang terjadi dari hasil reaksi ditimbang setelah diserap oleh suatu bahan khusus sebagai adsorben gas tersebut. Penimbangan pada metode langsung adalah penimbangan adsorben. Berat gas diketahui dari selisih berat penimbangan adsorben sebelum dan sesudah menyerap gas.

(26)

17 b. Metode pengendapan

Dalam cara pengendapan, analit yang direaksikan dengan pereaksi tertentu sehingga terjadi suatu endapan, dan endapan inilah yang ditimbang. Atas cara pembentukan endapan maka gravimetri dibedakan menjadi dua macam.

1. Endapan dibentuk dari reaksi analit dengan suatu pereaksi, endapan biasanya berupa senyawa, sehingga baik kation maupun anion akan diendapkan, bahan pengendap dapat sebagai bahan anorganik maupun bahan organik. Cara ini dikenal sebagai cara gravimetri.

2. Endapan dibentuk secara elektrokimia, dengan perkataan lain analit dielektrolisis sehingga terjadi logam sebagai endapan. Cara ini dikenal sebagai elektrogravimetri.

Menurut Widodo dan Lusiana (2010), tahapan analisis gravimetri meliputi:

1. Pelarutan analit.

2. Pengaturan kondisi larutan: pH, temperatur.

3. Pengendapan.

4. Menumbuhkan kristal endapan.

5. Penyaringan dan pencucian endapan.

6. Pemanasan atau pemijaran endapan untuk mendapatkan endapan kering dengan susunan tertentu yang stabil dan spesifik.

7. Pendinginan dan penimbangan endapan.

8. Perhitungan.

(27)

18 BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat Pengujian

Pengujian penetapan kadar air pada sediaan sabun mandi pemutih padat dilakukan sewaktu penulis praktek kerja lapangan pada 04 februari 2013 s/d 15 maret 2013 di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2. Medan.

3.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan yaitu neraca analitik 4 desimal, oven, eksikator, cawan petri, parutan dan sarung tangan. Sampel yang digunakan adalah Extraderm Whitening Moisturizing Bath Soap.

3.3 Pengambilan Sampel

Sampel diambil dari Laboratorium Kosmetik yang ada di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2. Medan.

3.4 Prosedur

Prosedur yang digunakan adalah prosedur yang ditetapkan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) yang mengacu pada SNI 06-3532-1994.

Sabun diparut atau dipotong kecil-kecil, ditimbang dengan teliti lebih kurang 4 g contoh yang telah disiapkan, dengan menggunakan cawan petri yang telah diketahui berat tetapnya. Panaskan dalam lemari pengering pada suhu 105oC selama 2 jam sampai berat tetap.

(28)

19 3.5 Interpretasi Hasil

Kadar air pada sediaan sabun mandi pemutih padat dapat dihitung dengan rumus:

Kadar air =𝑊𝑊1−𝑊𝑊2

𝑊𝑊

x 100 %

Dimana: W1 = Bobot contoh + botol timbang, gram.

W2 = Bobot contoh + botol timbang setelah dikeringkan, gram W = Bobot contoh, gram.

3.6 Persyaratan

Kadar air pada sabun mandi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3532-1994 maksimal 15%.

(29)

20 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pada percobaan penetapan kadar air pada sediaan sabun mandi pemutih padat secara gravimetri yang dilakukan secara triplo, diperoleh hasil rata-rata kadar air pada sediaan sabun mandi pemutih padat adalah 8,45%. Contoh perhitungan hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran.

4.2 Pembahasan

Dari hasil pengujian diketahui kadar air pada sediaan sabun mandi pemutih padat adalah 8,45%. Hasil ini menunjukkan bahwa sabun mandi pemutih padat memenuhi syarat kadar air karena menurut SNI 06-3532-1994 kadar air maksimum dalam sabun mandi adalah 15%.

Kadar air menunjukkan banyaknya air yang terdapat dalam suatu bahan.

Kadar air dalam sabun mandi menentukan mutu sabun mandi tersebut karena apabila kadar airnya lebih dari 15% maka sabun yang dihasilkan akan lembek.

Sehingga tidak efisien dalam pemakaian sebab sabun akan mudah larut dalam air.

Kadar air mempengaruhi kekerasan dari sabun (Qisti, 2009).

Penetapan kadar air pada sediaan sabun mandi pemutih padat dilakukan secara gravimetri. Analisis gravimetri merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah zat berdasarkan penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang dianalisis diperlakukan terhadap reaksi tertentu. Hasil reaksi

(30)

21

dapat berupa: gas, atau suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisis, dan residu (Widodo dan Lusiana, 2010).

Analisis secara gravimetri dapat dibagi dalam beberapa langkah sebagai berikut: pengendapan, penyaringan, pencucian endapan, pengeringan, dan penimbangan endapan hingga konstan (Gandjar dan Rohman, 2007).

Namun pada saat pengujian penetapan kadar air hanya dilakukan dengan pemanasan pada suhu 105oC selama 2 jam sampai berat tetap (konstan). Hal ini disebabkan zat yang ingin dianalisis adalah kadar air sehingga tidak memerlukan langkah-langkah seperti di atas.

.

(31)

22 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan penetapan kadar air pada sediaan sabun mandi pemutih padat secara gravimetri, diketahui bahwa sabun yang diuji mempunyai kadar air rata-rata 8,45%, berdasarkan data ini maka sabun mandi tersebut memenuhi syarat kadar air karena menurut SNI 06-3532-1994 kadar air maksimal pada sabun mandi 15%.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan uji lanjutan terhadap syarat mutu sabun mandi, agar kita dapat mengetahui apakah sabun mandi yang beredar dipasaran telah memenuhi syarat mutu sabun mandi menurut SNI 06-3532-1994. Adapun uji lanjutan yang dilakukan seperti uji jumlah asam lemak, alkali bebas, asam lemak bebas atau lemak netral, dan minyak mineral. Dan sebaiknya uji yang dilakukan dengan berbagai merek sabun, agar dapat dijadikan perbandingan.

(32)

23

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. (2004). Kimia Lingkungan. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta. Hal.

111.

Andreas, H. (2009). Membuat Sabun. Available from:

http://id.scribd.com/doc/21433297/Membuat-Sabun-2-Laporan-Ilmiah.

Tgl: 30 maret 2013.

Badan Standarisasi Indonesia. (1994). Standar Mutu Sabun Mandi SNI 06-3532- 1994. Jakarta: Badan Standar Nasional.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. xlviii-xlix.

Keenan, C.W., Donal, C.K., dan Jesse, H.W. (1980). Kimia Untuk Universitas.

Edisi keenam Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 198.

Ketaren, S. (2008). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press. Hal. 206.

Panil, Z. (2008). Memahami Teori dan Praktik Biokimia Dasar Medis. Padang:

Penerbit Buku Kedokteran. Hal. 29.

Qisti, R. (2009). Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada Konsentrasi yang Berbeda. Available from: http://www.

scrib.com/doc/11329777/Sabun-Mandi. Tgl: 21 maret 2013.

Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press. Hal. 309.

Gandjar, I.G., dan Abdul, R. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. Hal. 91.

Stephen, B. (2004). Intisari Kimia Organik. Jakarta: Penerbit Hipokrates. Hal. 76.

Sudarmadji, S. (1989). Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta:

Liberty Yogyakarta Bekerja Sama Dengan Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Hal. 64.

Tjokronegoro, A., dan Hendra, U. (2001). Pengobatan Mutahir Dermatologi Pada Anak Remaja. Jakarta: FKUI. Hal. 88.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI-Press.

Hal. 94-103.

Widodo, D.S., dan Retno, A.L. (2010). Kimia Analisis Kuantitatif. Yogyakarta:

Graha Ilmu. Hal. 155-157.

(33)

24

Wilbraham, A.C., dan Michael, S.M. (1992). Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Bandung: ITB. Hal. 142.

Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 13-14.

(34)

25 LAMPIRAN

Lampiran I Identitas Sampel

Nama sampel :Extradem Whitening Moisturizing Bath Soap

Komposisi :Fatty acid salt, Calcium carbonate, Glycerin, Sodium salicate, Titanium dioxide, Water, Butylated, Hydroxytoluene, Fragance, Cl 19140, Cl 42045.

Nama Pabrik : PT. Cahaya Subur Prima.

No.Reg : POMCD 0201502922

No.Batch : -

Waktu Daluarsa : -

Kode produksi : -

Bentuk : Padat

Rasa : -

Warna : Putih

Bau : Normal

(35)

26 Lampiran 2

Data Penimbangan dan Perhitungan kadar Air

Data penimbangan sediaan sabun mandi pemutih padat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2: Data Penimbangan Bobot wadah

kosong

Bobot Contoh Bobot wadah + zat sesudah pemanasan

(selang 1 jam) Wadah +

contoh

Wadah + sisa

55,7405 g 59,7873g - 59,4689 g

59,4617 g 59,4614 g

58,1317 g 62,1779 g - 61,8284 g

61,8242g 61,8247g

54, 3276g 58,3780 g 58,0304 g

58,0297 g 58, 0294 g

Perhitungan Kadar air =𝑊𝑊1−𝑊𝑊2

𝑊𝑊

x 100 %

W1 = Bobot contoh + botol timbang, gram.

W2 = Bobot contoh + botol timbang setelah dikeringkan, gram W = Bobot contoh, gram.

(36)

27 1. Kadar air yang pertama.

Bobot contoh = 59,7873 – 55,7405

= 4,0468 g.

Kadar air =𝑊𝑊1−𝑊𝑊2

𝑊𝑊 x 100%

=59,7873−59,4616

4,0468 𝑋𝑋 100%

= 8,04%

2. Kadar air yang kedua.

Bobot contoh = 62,1779 – 58,1317

= 4,0462 g.

Kadar air =𝑊𝑊1−𝑊𝑊2

𝑊𝑊 x 100%

=62,1779−61,8247

4,0462 𝑋𝑋 100%

= 8,72%

3. Kadar air yang ketiga.

Bobot contoh = 58,3780 – 54,3276

= 4,0504 g.

Kadar air =𝑊𝑊1−𝑊𝑊2

𝑊𝑊 x 100%

=58,3780−58,0294

4,0504 𝑋𝑋 100%

= 8,60%.

Kadar rata-rata =8,04+8,72+8,60

3 = 8,45%

(37)

28 Lampiran 3

Gambar Alat-Alat

Neraca Analitik

Eksikator

Oven

Gambar

Tabel 1: Syarat mutu sabun mandi
Tabel 2: Data Penimbangan  Bobot wadah

Referensi

Dokumen terkait

With the constraints required a system that is able to provide information about: The process of booking users of tour and travel services, the calculation of cost

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi.Balita merupakan indikataor status gizi masyarakat dan merupakan kelompok yang rawan

Pengaruh Proses Forging Terhadap Sifat Ketangguhan Retak dan Kekerasan Material Perunggu Sebagai Bahan Gamelan.. Fakultas Teknik

 Guru tulis lagu dari “Tepuk Tambah” di papan  Guru ajar lagu “Tepuk Tambah” ke anak-anak  Minta satu anak maju jadi teman guru untuk main  Guru kasih

Pustu Nagori Perdagangan II mengatakan bahwa ibu yang memiliki balita kurang. antusias untuk membawa anaknya ke posyandu setiap bulan dan

by classifying the rival firms based on the cumulative abnormal return at event day and one day after the event day it is found that the vertical acquisition announcement affect

The degraded forest lands are of concern of rehabilitation programs, as they are usually the centre areas of poverty, natural disaster (flood-drought) and climate

Metoda ini dilakukan pada kolam yang didesain sedemikian rupa sehingga setelah pemijahan selesai dapat dipisahkan antara induk jantan, induk betina, dan larva ikan dalam kolam