• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN PENDEKATAN MODEL SQC (STATISTICAL QUALITY CONTROL) (APLIKASI MODEL PADA PERUSAHAAN FURNITURE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN PENDEKATAN MODEL SQC (STATISTICAL QUALITY CONTROL) (APLIKASI MODEL PADA PERUSAHAAN FURNITURE)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN PENDEKATAN MODEL SQC (STATISTICAL QUALITY CONTROL)

(APLIKASI MODEL PADA PERUSAHAAN FURNITURE)

Sutrisno Badri, Romadhon Program Studi Manajemen

Fakultas Ekonomi-Universitas Widya Dharma Klaten E-mail. [email protected]

Abstrak

Usaha pengendalian kualitas merupakan usaha preverentif (penjagaan) dan dilaksanakan sebelum kesalahan kualitas produk atau jasa tersebut terjadi, melainkan mengarahkan agar kesalahan kualitas tersebut tidak terjadi didalam perusahaan yang bersangkutan. Persoalan pengendalian kualitas adalah bagaimana menjaga dan mengarahkan agar produk dan jasa dari perusahaan yang bersangkutan tersebut dapat memenuhi kualitas sebagaimana yang telah direncanakan.

Tujuan penelitian ini untuk (1). Memecahkan masalah yang berkaitan dengan kerusakan produk dengan model SCQ, (2). Menentukan biya kualitas total minimum (minimize total cost quality)

Hasil analisis control charts menunjukkan bahwa jumlah produk yang diperiksa sebanyak 96.500 unit, rata-rata kerusakan produk sebesar 0,026 atau 2,6 %. Batasan pengawasannya: UCL sebesar 0,031 atau 3,1 %, LCL sebesar 0,021 atau 2,1 %. Sedangkan análisis intensitas pengendalian kualitas adalah sebagai berikut: produk rusak yang benar- benar terjadi sebanyak 2531 unit, jumlah produk rusak yang dikehendaki yaitu yang menanggung biaya kualitas terendah (q*) sebanyak 3376 unit. Total biaya atas kualitas sebesar Rp. 18.909.379 yang terdiri dari biaya QCC sebesar RP. 9.456.579 dan biaya QAC sebesar Rp. 9.452.800.

Key word: SQC, UCL, LCL, Minimum Total Cost

(2)

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN PENDEKATAN MODEL SQC (STATISTICAL QUALITY CONTROL)

(APLIKASI MODEL PADA PERUSAHAAN FURNITURE)

_________________________________________________________________________

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pengendalian kualitas harus dapat mengarahkan kepada beberapa tujuan secara terpadu, sehingga para konsumen dapat puas mempergunakan produk atau jasa dari perusahaan. Harga produk atau jasa perusahaan tersebut harus dapat ditekan serendah- rendahnya serta proses produksinya dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah direncanakan sebelumnya didalam perusahaan yang bersangkutan. Pengendalian kualitas merupakan suatu kegiatan yang sering dilakukan disetiap perusahaan. Apabila pengendalian kualitas dilakukan dengan baik, bagi perusahaan akan menimbulkan tambahan biaya yaitu biaya pengawasan kualitas, dan tingkat kerusakan produk yang dihasilkan sangat rendah atau produk rusak yang terjadi sedikit.

Sebaliknya bagi perusahaan yang tidak memperhatikan pengendalian kualitas, dalam jangka pendek perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya pengawasan kualitas, tetapi dalam jangka panjang perusahan sulit memasarkan produk dikarenakan tersaingi perusahaan yang sejenis yang kualitas produknya lebih baik. Usaha pengendalian kualitas merupakan usaha preverentif (penjagaan) dan dilaksanakan sebelum kesalahan kualitas produk atau jasa tersebut terjadi, melainkan mengarahkan agar kesalahan kualitas tersebut tidak terjadi didalam perusahaan yang bersangkutan. Persoalan pengendalian kualitas adalah bagaimana menjaga dan mengarahkan agar produk dan jasa dari perusahaan yang bersangkutan tersebut dapat memenuhi kualitas sebagaimana yang telah direncanakan.

Jadi peranan pengendalian kualitas produk sangat penting dan berguna bagi perusahaan.

Apabila pengendalian kualitas dilakukan dengan baik, maka pimpinan perusahaan akan dapat mengambil tindakan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan, menyusun rencana yang baik untuk masa yang akan datang, serta memperbaiki sistem pengendalian atau pengawasan terhadap produk yang sudah dilakukan dengan baik.

Untuk mengetahui apakah peranan pengendalian kualitas sudah dilakukan dengan baik atau belum oleh perusahaan, maka analisis yang digunakan diantaranya analisis control charts dan analisis intensitas pengawasan kualitas. Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kerusakan produk yang terjadi dan untuk mengetahui biaya pengawasan kualitas yang efisien.

1.2. Formulasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka permasalahan sebagai berikut:

(3)

1. Bagaimana menerapkan sistem pengendalian kualitas untuk meminimimkan kerusakan produk?

2. Apakah jumlah kerusakan produk yang terjadi masih berada pada toleransi standar?

3. Berapa jumlah produk yang dapat ditoleransi sehingga mampu meminimumkan total biaya kualitas?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan kerusakan produk dengan model SCQ 2. Menentukan biya kualitas total minimum (minimize total cost quality)

1.4. Batasan masalah

Permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Pemecahan masalah difokuskan pada pengendalian kualitas untuk meminimalisasikan kerusakan produk dan menentukan total cost minimum.

2. Data yang dianalisis adalah data produksi tahun 2006 - 2009.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian pengendalian kualitas

Pengendalian kualitas adalah suatu aktivitas (manajemen perusahaaan) untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk (dan jasa) perusahaan dapat dipertahankan sebagaimana yang telah direncanakan. Pengendalian kualitas merupakan usaha preventif dan dilaksanakan sebelum kualitas produk mengalami kerusakan. (Agus Ahyari, 2000: 239). Pengertian pengendalian kualitas sangat luas, dikarenakan berhubungan dengan beberapa unsur yang mempengaruhi kualitas yang harus dimasukkan dan dipertimbangkan.

Secara garis besar pengendalian kualitas dikelompokkan menjadi :

a. Pengendalian kualitas sebelum pengolahan atau proses yaitu pengendalian kualitas yang berkenaan dengan proses yang berurutan dan teratur termasuk bahan-bahan yang akan diproses.

b. Pengendalian kualitas terhadap produk jadi yaitu pengendalian yang dilakukan terhadap barang hasil produksi untuk menjamin supaya produk jadi tidak mengalami kerusakan atau tingkat kerusakan produk sedikit. (Sofyan Assauri, 1993: 218). Teknik yang digunakan dalam pengendalian kualitas diantaranya dengan metode control chart. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui rata- rata kerusakan produk dan besarnya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

Tujuan pengendalian kualitas menurut (Agus Ahyari, 2000: 53) adalah:

a. Untuk meningkatkan kepuasan konsumen

b. Mengusahakan agar penggunaan biaya serendah mungkin

(4)

P

P

c. Agar dapat memproduksi selesai tepat pada waktunya

Langkah pengendalian kualitas menurut (Bounds, 1994: 76) adalah:

a. Menilai kinerja kualitas aktual

b. Membandingkan kinerja dengan tujuan

c. Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan

Fungsi pengendalian mengandung makna pelaksanaan, pengukurasn dan pola tindakan kolektif yang meyakinkan tercapainya tujuan secara luas akibat pengendalian, yaitu:

a. Pengukuran pelaksanaan tujuan, rencana kegiatan dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

b. Analisis penyimpangan, tujuan, rencana dan kebijaksanaan untuk mencapai penyebabnya.

c. Komunikasi hasil pengukuran terhadap individu atau kelompok yang melaksanakan.

d. Pertimbangan alternatif atas dasar tindakan yang dapat diambil untuk koreksi gejala adanya suatu kekurangan.

e. Menilai dan melengkapi alternatif yang baik sesuai dengan kemampuan.

2.2. Model SQC

1. Metode control chart menurut Sukanto Reksohadiprojo (1995: 142)

Analisis untuk mengetahui rata-rata kerusakan penyimpangan, batas atas dan batas bawah pengawasan kualitas produk.

1) Mencari rata-rata kerusakan:

n P  X

Dimana:

= rata-rata kerusakan produk X = jumlah produk rusak n = jumlah produk diobservasi

2) Menentukan standar deviasi/penyimpangan:

n p Sp p( 1 )

Dimana:

= rata-rata kerusakan produk Sp = standar deviasi/penyimpangan

(5)

n = jumlah produk diobservasi 3) Menentukan batasan pengawasan.

- Batasan pengawasan atas (Upper Control Limit = UCL) UCL= P+ 3 Sp

- Batasan pengawasan bawah (Lower Control Limit = LCL) LCL = P – 3 Sp

1. Pengendalian kualitas akan berjalan baik jika kerusakan produk masih dalam batas normal yaitu terletak antara batasan pengawasan atas (UCL) dan batasan pengawasan bawah (LCL).

2. Apabila kerusakan produk di atas garis UCL maka perusahaan akan mengalami kerugian yang dikarenakan jumlah kerusakan produk tinggi dan jika jumlah kerusakan produk di bawah LCL maka perusahaan akan memperoleh keuntungan/laba besar yang dikarenakan jumlah kerusakan produknya sedikit.

2.3. Intensitas pengawasan kualitas

Metode yang digunakan untuk mengetahui jumlah produk rusak yang optimal yaitu jumlah produk rusak dengan biaya pengawasan kualitas yang efisien.

Biaya-biaya yang diperhitungkan adalah:

1) Biaya pengawasan kualitas

) 142 : 1993 , . (

o Gitosudarm Indriyo

q o QCC  R

Dimana:

QCC = total biaya pengawasan kualitas R = jumlah produk ditest

o = biaya pengetesan setiap kali test q = jumlah produk rusak

2) Biaya jaminan mutu/kualitas Dirumuskan: QAC = c.q

QAC = total biaya jaminan mutu c = biaya jaminan mutu tiap unit

q = jumlah produk rusak selama satu periode 3) Total biaya atas kualitas

(6)

TQC = QCC + QAC Dimana:

TQC = total biaya atas kualitas

QCC = total biaya pengawasan kualitas QAC = total biaya jaminan mutu/kualitas

4) Dari kedua biaya tersebut diatas yaitu biaya pengawasan kualitas (QCC) dan biaya jaminan mutu (QAc), maka dapat dicari titik temu antara kedua biaya tersebut dan menemukan jumlah produk rusak yang menanggung total biaya kualitas yang rendah. Caranya adalah dengan menyamakan persamaan garis dari kedua biaya tersebut. Titik temu itu adalah pada:

c o Q R.

* 

Dimana:

Q* = jumlah produk optimal R = jumlah produk ditest

o = biaya pengetesan setiap kali test c = biaya jaminan mutu tiap unit Keterangan:

1. Q* untuk mengetahui jumlah produk rusak yang menanggung biaya terendah.

2. Intensitas pengawasan kualitas sudah berjalan baik jika produk rusak yang benar-benar terjadi (Q) lebih kecil dari produk rusak yang dikehendaki (Q*).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis Control Charts

Control Charts merupakan analisis untuk mengetahui rata-rata kerusakan dari produk yang diperiksa, serta untuk mengetahui besarnya penyimpangan yang terjadi, kemudian ditentukan batasan pengawasannya yaitu batas atas dan batas bawah. Data yang diperoleh selama penelitian adalah sebagai berikut :

(7)

67 , 8041 12

500 . 96

Tabel 1. Persentase Kerusakan Produk Mebel Tahun 2009

Bulan Jumlah Produk yang Diperiksa

Jumlah Produk Rusak

Persentase Kerusakan

Januari 8.500 216 2,5

Februari 8.000 211 2,6

Maret 8.500 235 2,8

April 8.000 219 2,7

Mei 7.500 191 2,5

Juni 8.000 193 2,4

Juli 7.500 195 2,6

Agustus 8.500 226 2,7

September 8.000 224 2,8

Oktober 7.500 202 2,7

Nopember 8.000 207 2,6

Desember 8.500 212 2,5

Jumlah 96.500 2.531

Sumber : Data Penelitian

- Jumlah produk yang diperiksa = 96.500 unit - Jumlah produk yang rusak = 2.531 unit - Persentase kerusakan

% 6 , 2

026 , 0

500 . 96

531 . 2

n P X

- n rata-rata

(8)

- Standar Deviasi (penyimpangan)

0017746 ,

0

0000031 ,

0

67 , 8041

025324 ,

0

67 , 8041

) 026 , 0 1 ( 026 , 0

) 1 (

 

 

n P SP P

- Batasan pengawasan

 Batasan Atas (Upper Control Limit = UCL)

% 1 , 3 031 , 0

0053238 ,

0 026 , 0

) 0017746 ,

0 ( 3 026 , 0

3

atau SP P UCL

 Batasan Bawah (Low Control Limit = LCL)

% 1 , 2 021 , 0

0053238 ,

0 026 , 0

) 0017746 ,

0 ( 3 026 , 0

3

atau SP P LCL

Dari perhitungan dengan metode control charts diperoleh batas atas sebesar 0,031 atau 3,1 % dan batas bawah sebesar 0,021 atau 2,1 %. Dengan melihat batasan pengawasan yaitu batas atas (UCL) dan batas bawah (LCL) serta kejadian selama satu tahun, maka dikatakan bahwa pengendalian kualitas terhadap mebel sudah dilaksanakan dengan baik, karena kerusakan produk yang terjadi masih dalam batas wajar yaitu masih terletak antara batas atas dan batas bawah. Kejadian-kejadian itu bila digambarkan tampak sebagai berikut:

(9)

Persentase Kerusakan (%)

3,1 UCL

2,6 P

2,1 LCL

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Gambar 2. Grafik Control Charts Mebel

Indikator-indikator kerusakan produk dan sebab terjadinya kerusakan produk:

1. Produk rusak digudang sebelum barang dijual seperti: kotor, pecah, cacat dan lainnya 2. Produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses pengolahan produk,

seperti : berlubang, cacat, kotor.

3.2. Analisis Intensitas Pengawasan Kualitas

Analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengawasan terhadap kualitas produk yang dijalankan pada PT. Mitra Sejati dan untuk mengetahui besarnya biaya yang timbul akibat adanya kegiatan pengawasan kualitas yaitu biaya yang efisien dengan tingkat kerusakan produk yang optimal. Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam kegiatan pengawasan kualitas adalah:

1. Biaya pengawasan kualitas

Biaya-biaya yang merupakan biaya pengawasan kualitas adalah:

a. Biaya kerusakan bahan baku dan bahan penolong karena kurangnya perawatan pada waktu penyimpanan di gudang dan kurang stabilnya mutu bahan baku, sehingga pada waktu bahan baku akan diproses kualitasnya mengalami penyusutan.

b. Biaya tenaga kerja yang terlibat dalam pengawasan kualitas. Biaya ini merupkan biaya tambahan karena perusahaan sering mengadakan kerja lembur untuk pemeriksaan kualitas. Besarnya biaya pengawasan kualitas dipengaruhi oleh ketat tidaknya intensitas pengawasan kualitas produk. Hal tersebut dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

q o QCC R.

Dimana:

(10)

QCC = total biaya pengawasan kualitas R = jumlah produk ditest

o = biaya pengetesan setiap kali test q = jumlah produk rusak

2. Biaya jaminan mutu

Biaya jaminan mutu yang dikeluarkan perusahaan diakibatkan karena kerusakan produk selama perjalanan dari perusahaan ke distributor atau ke konsumen. Biaya jaminan mutu ini meliputi:

a. Biaya perbaikan produk yang rusak b. Biaya penggantian produk rusak dan cacat

c. Biaya atas ditanggungnya resiko menyebabkan berkurangnya volume penjualan karena biaya produk yang rusak atau cacat telah dibeli oleh konsumen. Besarnya biaya jaminan mutu dapat dicari dengan menggunakan rumus:

QAC = c.q Dimana:

QAC = total biaya jaminan mutu c = biaya jaminan mutu tiap unit

q = jumlah produk rusak selama satu periode

3. Total Biaya Kualitas

Total biaya atas kualitas merupakan jumlah antara biaya pengawasan kualitas dengan biaya jaminan mutu, secara matematis total biaya atas kualitas dirumuskan sebagai berikut:

TQC = QCC + QAC Dimana:

TQC = total biaya atas kualitas

QCC = total biaya pengawasan kualitas QAC = total biaya jaminan mutu/kualitas

Dari keadaan di atas, maka dapat dicari titik temu antara kedua biaya tersebut untuk menentukan jumlah produk rusak yang menanggung biaya kualitas yang terendah.

Titik temu itu dapat diketahui dengan rumus:

(11)

3 , 833 . 330 .

108 000 . 730 . 35 .

108

000 . 450 . 000 . 280 . 35 .

Rp Rp

Rp Rp

c

o Q R.

* 

Dimana:

Q* = jumlah produk optimal

R = jumlah produk ditest/diperiksa o = biaya pengetesan setiap kali test c = biaya jaminan mutu tiap unit

Perhitungan intensitas pengawasan kualitas dalam penelitian ini adalah:

1. Intensitas pengawasan kualitas mebel - R = jumlah produk yang diperiksa

= 96.500 unit

- Biaya tenaga kerja yang melakukan kegiatan pengendalian kualitas dalam satu tahun.

7 orang tenaga kerja = 7 x 12 x 420.000

= Rp.35.280.000

- Biaya bahan baku dan bahan penolong sebesar Rp. 450.000

Dalam satu bulan melakukan kegiatan pengendalian kualitas rata-rata sebanyak 9 kali, jadi dalam satu tahun sebanyak 9 × 12 = 108 kali.

Sehingga biaya pengetesan setiap kali test (o) adalah:

o

2. Biaya jaminan mutu setiap unit (c):

- Harga jual per unit mebel sebesar Rp. 140.000, 00 -

Besarnya biaya jaminan mutu setiap unit sebesar 2 % dari harga jual.

C = Rp. 140.000, 00 × 2 % = Rp. 2.800, 00

(12)

093 . 449 . 9 . dibulatkan 064

, 093 . 449 . 9 .

674888 ,

3378

3 , 833 . 330 500 . 96

.

Rp Rp

x q

o QCC R

- Berdasarkan data diatas, dapat dibuat persamaan total biaya pengawasan kualitas (QCC) dan biaya jaminan mutu (QAC) sebagai berikut:

q x Rp

q c QAC

q x q

o QCC R

800 . 2 . .

3 , 933 . 330 500 . 96

.

Dari persamaan tersebut, dapat ditentukan jumlah produk rusak yang menanggung biaya terendah (q*) yaitu:

unit x c

o q R

674888 ,

3376

3 , 11401933

2800 3 , 833 . 330 500 . 96

* .

Maka biaya pengwasan kualitas yang ditanggung perusahaan sebesar : - Biaya pengawasan kualitas (QCC) :

- Biaya jaminan mutu (QAC) QAC = c x q

= Rp. 2.800 x 3378,674888

= Rp. 9.460.289, 686 dibulatkan Rp. 9.460.290 - Jadi total biaya atas kualitas (TQC)

TQC = QCC + QAC

(13)

= Rp. 9.449.093,064 + Rp. 9.460.289,686

= Rp. 18.909.382,75 dibulatkan Rp. 18.909.383

Dari perhitungan dengan menggunakan analisis intensitas pengawasan kualitas, jumlah produk rusak yang menanggung biaya terendah sebanyak 3376 unit dan total biaya atas kualitasnya sebesar Rp. 18.909.383 yang terdiri dari QCC sebesar Rp. 9.449.093 dan QAC sebesar Rp. 9.460.290 Apabila diadakan perbandingan antara q* yang dikehendaki dengan q (produk rusak) yang benar- benar terjadi terdapat selisih sebesar 3376 - 2.531 = 845 unit. Selisih ini menunjukkan bahwa produk rusak yang benar-benar terjadi lebih kecil dari produk rusak yang dikehendaki. Maka dapat dikatakan bahwa intensitas pengawasan kualitas yang dilaksanakan telah berjalan dengan baik. Sedangkan perhitungannya akan nampak seperti dibawah ini:

- Misal q = 1000 unit Maka :

414 . 925 . 31

1000 3 , 933 . 330 500 . 96

.

x q

o QCC R

QAC = c x q

= 2.800 x 1000

= 2.800.000 TQC = QCC + QAC

= 31.925.414 + 2.800.000

= 34.725.414 - Misal q = 2000 unit

707 . 962 . 15

2000 3 , 933 . 330 500 . 96

.

x q

o QCC R

(14)

QAC = c x q

= 2.800 x 2000

= 5.600.000 TQC = QCC + QAC

= 15.962.707 + 5.600.000

= 21.562.707 - Misal q = 3000 unit

805 . 641 . 10

3000 3 , 933 . 330 500 . 96

.

x q

o QCC R

QAC = c x q

= 2.800 x 3000

= 8.400.000 TQC = QCC + QAC

= 10.641.805 + 8.400.000

= 19.041.805 - Misal q = 3376 unit

579 . 456 . 9

3376 3 , 933 . 330 500 . 96

.

x q

o QCC R

QAC = c x q

= 2.800 x 3376

= 9.452.800

(15)

TQC = QCC + QAC

= 9.456.579 + 9.452.800

= 18.909.379 - Misal q = 5000 unit

082 . 385 . 6

5000 3 , 933 . 330 500 . 96

.

x q

o QCC R

QAC = c x q

= 2.800 x 5000

= 14.000.000 TQC = QCC + QAC

= 6.385.082 + 14.000.000

= 20.385.082

Perhitungan tersebut bila disusun dalam tabel tampak seperti di bawah ini : Tabel 2. Jumlah produk rusak (q), masing-masing biaya

(QCC, QAC, TQC)

q (Unit) QCC (Rupiah) QAC (Rupiah) TQC (Rupiah)

1000 31.924.414 2.800.000 34.725.414

2000 15.962.707 5.600.000 21.562.707

3000 10.641.805 8.400.000 19.041.805

3376 9.456.579 9.452.800 18.909.379

5000 6.385.082 14.000.000 20.385.082

Sumber : data primer yang diolah

Grafik QCC, QAC, TQC (Jutaan Rupiah) ditunjukkan pada gambar berikut:

(16)

35.000.000

30.000.000

TQC

25.000.000 20.000.000

15.000.000 QAC

10.000.000

QCC 5.000.000

0 1000 2000 3000 4000 5000

(Ribuan Unit)

Gambar 3. Grafik biaya kualitas Keterangan :

Dari grafik tersebut diatas dapat dilihat bahwa :

1. QCC akan menurun apabila jumlah produk rusak meningkat dan sebaliknya QCC akan meningkat apabila jumlah produk rusak menurun.

2. QAC akan menurun apabila jumlah produk rusak juga menurun dan sebaliknya QAC akan meningkat apabila jumlah produk rusak juga meningkat.

3. Dengan jumlah produk rusak sebanyak 3376 unit akan diperoleh biaya QCC sebesar Rp. 9.456.579, biaya QAC sebesar Rp. 9.452.800 dan biaya TQC = Rp.

18.909.379

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1. Kesimpulan

1. Analisis Control Charts

Analisis control charts untuk mebel sebagai berikut:

1) Jumlah produk yang diperiksa sebanyak 96.500 unit 2) Rata-rata kerusakan produk sebesar 0,026 atau 2,6 % 3) Untuk batasan pengawasannya:

a. Batas atas (UCL) sebesar 0,031 atau 3,1 % b. Batas bawah (LCL) sebesar 0,021 atau 2,1 %

(17)

Dapat disimpulkan bahwa pengendalian kualitas terhadap mebel sudah dilaksanakan dengan baik, karena jumlah produk rusak masih dalam batas yang wajar yaitu terletak antara batas atas dan batas bawah.

2. Analisis intensitas pengawasan kualitas

Intensitas pengawasan kualitas untuk mebel sebagai berikut:

1) Produk rusak yang benar-benar terjadi sebanyak 2531 unit.

2) Jumlah produk rusak yang dikehendaki yaitu yang menanggung biaya kualitas terendah (q*) sebanyak 3376 unit.

3) Total biaya atas kualitas sebesar Rp. 18.909.379 yang terdiri dari biaya QCC sebesar RP. 9.456.579 dan biaya QAC sebesar Rp. 9.452.800.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa intensitas pengawasan kualitas terhadap mebel sudah dilaksanakan dengan baik, karena jumlah produk rusak yang benar-benar terjadi sebanyak 2531 unit lebih kecil dari jumlah produk rusak yang dikehendaki sebanyak 3376 unit.

4.2. Rekomendasi

Dari hasil analisis tersebut, maka penulis memberikan saran-saran. Adapun saran-saran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut:

1) Manajemen pengendalian mutu lebih meningkatkan frekuensi pemeriksaan untuk mengurangi jumlah produk rusak walaupun harus menanggung biaya kualitas tinggi.

2) Meningkatkan pelayanan terhadap konsumen, misalnya dengan memberikan jaminan kualitas terhadap produk yang diberikan kepada pelanggan. Hal ini perlu dilakukan agar konsumen atau pelanggan tetap setia kepada perusahaan, mengingat adanya persaingan yang semakin ketat.

3) Melakukan pengendalian kualitas secara terus menerus, agar jumlah produk rusak dapat diminimalkan menjadi lebih kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Ahyari, 2000, Manajemen Produksi, BPFE-UGM, Yogyakarta.

Elwood S. Buffa dan Rakesh K. Sarin, 1999, Manajemen Operasi dan Produksi Modern, Binarupa Aksara, Jakarta.

Fandi Tjiptono, 1995, Total Quality Management, Andi Offset, Yogyakarta.

Gasperz V, 1997, Manajemen Kualitas, PT. Gramedia, Jakarta.

Indriyo Gitosudarmo, 1993, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Produksi, BPFE- UGM, Yogyakarta.

Lalu Sumayang, Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Salemba Empat, Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Persentase Kerusakan Produk Mebel Tahun 2009
Gambar 3. Grafik biaya kualitas   Keterangan :

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 5.3 Data Reratadan Hasil Notasi Uji DMRT Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Asam Sitrat terhadap Kadar Antosianin Permen Jelly Murbei Hitam

Jumlah responden untuk kelompok Aromaterapi Lemon pada riwayat section caesarean sebelumnya yang per- nah mengalami sebanyak 5 orang dengan presentase sebanyak (26,3%), dan

Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Oetojo (1994)bahwa dalam proses penyamakan kulit, krom akan berikatan dengan gugus karboksil kulit, sehingga kulit yang

Sebagai nilai dugaan kita akan memilih

1.)Keberatan awal karena ada keberatan dari pihak sengketa Karen mahkamah intrnasional dianggap tidak memiliki yusidiksi atau kewenangan atas kasus tersebut. 2.)Ketidak hadiran

Surat Edaran Bank Indonesia No.13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 perihal "Perubahan ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP/ tanggal 14 Desember 2001

van den Berghe dalam artikel Nasikun (1995) menyebutkan karaktistik dari masyarakat majemuk ialah (1) Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang