• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERKAIT PERATINGAN FILM BIOSKOP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERKAIT PERATINGAN FILM BIOSKOP"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERKAIT PERATINGAN FILM BIOSKOP

Oleh

Gede Angga Prawirayuda I Gede Artha

Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

Rapid technological developments, has produced a variety of types and variations of technology products. One product is a film technologies. Some movie theaters rated adult often aired during the day, where it is a regular cinema showtimes in watching children and adolescents. This study, entitled the legal protection for children associated of movie theaters rating. The purpose of this study to determine the appropriate authorities in the field of movie theaters rating and sanctioning offenses committed in the film business. This type of research used in this paper is a normative legal research. Law Number 33 of 2009 on Film stipulates that the authorities in conducting rating of the film is the Film Censorship Board. Film Censorship Board can apply administrative sanctions against the perpetrators on behalf of the Government of film activities or businesses film.

Keywords : Film Censorship Board , Law, Film, Movie Theaters

ABSTRAK

Perkembangan teknologi yang pesat, telah menghasilkan beragam jenis dan variasi produk teknologi. Salah satu produk teknologi adalah film. Beberapa film bioskop dengan rating dewasa sering ditayangkan pada waktu siang hari, dimana itu merupakan jam tayang bioskop yang biasa di tonton anak-anak dan remaja. Penelitian ini berjudul perlindungan hukum terhadap anak terkait peratingan film bioskop. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pihak yang berwenang dalam bidang peratingan film bioskop dan pemberian sanksi dalam pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha perfilman. Jenis penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini adalah penelitian hukum normatif. Undang Undang Nomor 33 tahun 2009 tentang Perfilman mengatur bahwa pihak yang berwenang dalam melakukan peratingan film adalah Lembaga Sensor Film. Lembaga Sensor Film dapat memberi sanksi administratif atas nama Pemerintah terhadap pelaku kegiatan perfilman atau pelaku usaha perfilman.

Kata Kunci : Lembaga Sensor Film, Undang-undang, Film, Bioskop

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang pesat, telah menghasilkan beragam jenis dan

variasi produk teknologi. Salah satu produk teknologi adalah film. Film diartikan

sebagai hasil budaya dan alat ekspresi kesenian. Film sebagai komunikasi massa

(2)

2

merupakan gabungan dari berbagai teknologi seperti fotografi dan rekaman suara, kesenian baik seni rupa dan seni teater sastra dan arsitektur serta seni musik.

1

Indonesia memiliki kondisi yang berbeda dengan negara-negara yang menjadi pelaku utama industri perfilman global. Kondisi Indonesia yang memiliki keterbatasan aspek produksi film nasional menjadikan negara ini lebih banyak mengakses komoditi film dari luar/mengimpor film. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh pada perkembangan dan pembangunan industri perfilman nasional. Pengaruh yang dibawa oleh film dari luar tidak hanya berupa pengaruh dalam makna sistem dan teknis semata, namun juga pengaruh dalam makna ideologis. Bentuk ideologis itu bisa berupa nilai dan norma yang berbeda dengan ketetapan hukum di Indonesia.

Perkembangan perfilman sedikit banyak tentu saja akan mempengaruhi pola dan gaya hidup masyarakat yang mengaksesnya. Hadirnya nilai dan norma baru ini merupakan aspek yang mempunyai potensi membentuk budaya baru atau merubah budaya yang sudah ada. Beberapa aspek tersebut mungkin tidak sesuai dengan nilai dan norma luhur yang sudah ada di Indonesia dan telah terwariskan dari generasi ke generasi. Seiring meningkatnya era globalisasi beragam jenis film bioskop mulai menjamur di Indonesia. Dominasi film biskop asing masih menjadi daya tarik utama bagi pasar perfilman Indonesia. Peluang pasar yang begitu besar menjadikan film bioskop sebagai objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya.

Tidak jarang pelaku usaha perfilman melakukan pelanggaran demi meraup keuntungan semata, salah satunya adalah dengan melakukan pembiaran terhadap penonton berusia di bawah umur untuk menonton film bioskop dengan rating dewasa atau dengan dibawah bimbingan orang tua.

Beberapa film bioskop dengan rating dewasa sering ditayangkan pada waktu siang hari, dimana itu merupakan jam tayang bioskop yang biasa di tonton anak-anak dan remaja. Bahkan film bioskop dengan rating BO atau dibawah bimbingan orang tua, yang seharusnya anak didampingi oleh orang tua saat menonton namun tidak ada pengawasan orang tua. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pihak mana yang berwenang dalam bidang peratingan film dan pemberian sanksi dalam pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha perfilman.

1

Effendy, Onong Uchjana, 1986, Televisi Siaran, Teori dan Praktek. Alumni, Bandung, h. 200.

(3)

3 1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pihak yang berwenang dalam bidang peratingan film bioskop dan pemberian sanksi dalam pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha perfilman.

II. ISI MAKALAH 2.1 Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini adalah penelitian hukum normatif. Dipilihnya jenis penelitian hukum normatif karena penelitian ini menguraikan permasalah-permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku dalam praktek hukum khususnya terkait dengan perlindungan hukum terhadap anak terkait peratingan film bioskop.

2

2.2 Pembahasan

Undang Undang Nomor 33 tahun 2009 tentang Perfilman mengatur bahwa pihak yang berwenang dalam melakukan peratingan film adalah Lembaga Sensor Film.

Lembaga Sensor Film (LSF) adalah sebuah lembaga yang bertugas menetapkan status edar film-film di Indonesia. Sebuah film hanya dapat diedarkan jika dinyatakan lulus sensor oleh LSF. LSF juga mempunyai hak yang sama terhadap reklame film, misalnya poster film. Selain tanda lulus sensor, lembaga sensor film juga menetapkan penggolongan usia penonton bagi film yang bersangkutan.

3

LSF bertugas melakukan penyensoran film dan iklan film sebelum diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum. Film dan iklan film yang sudah selesai disensor digolongkan ke dalam usia penonton film berdasar Pasal 28 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film adalah :

a. untuk penonton semua umur;

b. untuk penonton usia 13 (tiga belas) tahun atau lebih;

2

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1995, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

Singkat), PT. Grafindo Persada, Jakarta, h. 13

3

McQuail, Dennis, 1997, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta, h. 56

(4)

4

c. untuk penonton usia 17 (tujuh belas) tahun atau lebih; dan d. untuk penonton usia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih.

Tugas dan fungsi LSF tidak hanya pada penyensoran film dan iklan film. Tapi juga memantau hasil penyensoran tersebut. Terkait ini, Pasal 41 ayat (1) huruf b PP LSF berbunyi: “Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, LSF dibantu oleh Tenaga Sensor yang memiliki tugas penyensoran memantau hasil penyensoran yang dipertunjukkan, ditayangkan, dan/atau diedarkan kepada khalayak umum melalui layar lebar, televisi, dan jaringan teknologi informatika.”

Menindaklanjuti kasus dengan beberapa film bioskop dengan rating dewasa sering ditayangkan pada waktu siang hari, dimana itu merupakan jam tayang bioskop yang biasa di tonton anak-anak dan remaja. Bahkan film bioskop dengan rating BO atau dibawah bimbingan orang tua, yang seharusnya anak didampingi oleh orang tua saat menonton namun tidak ada pengawasan orang tua. Maka berdasarkan Pasal 79 ayat (1) UU tentang Perfilman, LSF dapat memberi sanksi administratif atas nama Pemerintah terhadap pelaku kegiatan perfilman atau pelaku usaha perfilman yang melalaikan ketentuan di atas. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 UU tentang Perfilman dapat berupa: a. teguran tertulis; b. denda administratif; c. penutupan sementara; dan/atau d. pembubaran atau pencabutan izin.

Pelaku usaha perfilman dalam hal ini adalah pihak bioskop sebagai ujung tombak dari semua proses tersebut. Jika pihak bioskop sungguh-sungguh hendak mengimplementasikan secara konsekuen dan konsisten ketentuan tentang batas umur penonton film sesuai dengan rating yang ditentukan oleh LSF, maka tidak perlu ada lagi kasus tersebut. Kunci dari pelaksanaan ketentuan batas usia penonton film di bioskop secara konsekuen dan konsisten itu adalah masyarakat kita menjadi teredukasi untuk selalu menonton film sesuai dengan usianya.

III. Kesimpulan

Undang Undang Nomor 33 tahun 2009 tentang Perfilman mengatur bahwa pihak

yang berwenang dalam melakukan peratingan film adalah LSF. LSF dapat memberi

sanksi teguran tertulis hingga pembubaran atau pencabutan izin terhadap pelaku usaha

perfilman yang melalaikan ketentuan di atas. Pelaku usaha perfilman dalam hal ini

(5)

5

adalah pihak bioskop sebagai ujung tombak dari semua proses tersebut. Kunci dari pelaksanaan ketentuan batas usia penonton film di bioskop secara konsekuen dan konsisten itu adalah masyarakat kita menjadi teredukasi untuk selalu menonton film sesuai dengan usianya.

DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Onong Uchjana, 1986, Televisi Siaran, Teori dan Praktek. Alumni, Bandung McQuail, Dennis, 1997, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1995, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), PT. Grafindo Persada, Jakarta

Perundang-undangan

Undang Undang Nomor 33 tahun 2009 tentang Perfilman

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang LSF

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat kecemasan komunikasi terhadap lawan jenis antara remaja putra dan remaja putri

Dengan kata lain, sebagian besar produk (domestik) yang dihasilkan di wilayah Kota Bandung maupun produk (impor) yang didatangkan dari luar wilayah atau luar negeri akan digunakan

Kegiatan Pengabdian masyarakat dilaksanakan pada Bulan Mei-Juni 2019 dengan sasaran Lansia RT 11 Kelurahan Kenali Asam Bawah. Tujuan dari kegiatan pengabdian ini

Pembuktian kualifikasi untuk menilai pengalaman yang sejenis dan besaran nilai pekerjaan yang sesuai dengan nilai pekerjaan yang akan dikompetisikan dilakukan dengan melihat

Skala ini mendefinisikan dan menjelaskan nilai 1 sampai 9 untuk pertimbangan dalam perbandingan berpasangan elemen pada setiap level hirarki terhadap suatu kreteria di

Lembar Kerja Siswa (LKS) memuat kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan oleh peserta didik dalam proses pembelajaran. Penyajian materi dalam LKS diawali dengan..

PowToon is a free tool that allows you to develop cool animated clips and animated presentations for your website, office meeting, sales pitch, nonprofit fundraiser, product

mengemukakan pendapat di depan umum secara sistematis dan menghargai pendapat yang lain. Memerlukan waktu yang lama. 6 Menanamkan rasa persatuan dan solidaritas tinggi