1
MODUL I
JENIS-JENIS KOROSI
1.1. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini ialah:
1. Memperlihatkan adanya beda potensial antara dua logam yang berbeda.
2. Membedakan anoda dan katoda serta reaksi pada masing-masing elektroda.
3. Menjelaskan proses terjadinya korosi akibat sel galvanik.
1.2 Dasar Teori
Korosi merupakan fenomena alam yang menyebabkan logam murni kembali ke bentuk alaminya yang lebih stabil akibat terjadinya reaksi eektrokimia antara logam dengan lingkungannya. Korosi atau pengkaratan bisa dikatakan suatu peristiwa kerusakan atau penurunan kualitas suatu bahan logam yang disebabkan oleh terjadinya reaksi terhadap lingkungan. Faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya korosi yaitu tingkat kelembapan lingkungan , Keberadaan ion agresif seperti Cl- , Kandungan H2S dan lain sebagainya. Beberapa pakar berpendapat definisi hanya berlaku pada logam saja, tetapi para insinyur korosi juga ada yang mendefinisikan istilah korosi berlaku juga untuk material non logam, seperti keramik, plastik, karet. Sebagai contoh rusaknya cat karet karena sinar matahari atau terkena bahan kimia, mencairnya lapisan tungku pembuatan baja, serangan logam yang solid oleh logam yang cair hida posisiali (Hakim, 2012).
Ada 4 syarat utama yang dapat menyebabkan terjadinya fenomena korosi yaitu (1) Adanya reduksi pada katoda (2) Adanya oksidasi pada anoda (3) Adanya Elektrolit (4) Adanya Metallic Pathway. Adapun mekanisme terjadinya korosi sebagai berikut:
reaksi korosi pada besi Anoda : Fe -> Fe2+ + 2 e- Katoda :
1. Evolusi H2 dari larutan asam dan netral 2H+ + 2e -> H2 (lar. Asam)
2H2O+2e->H2+2OH- (netral dan alkalin) Gambar 1.1 Mekanisme Korosi
2. Reduksi oksigen terlarut dalam larutan asam atau netral
O2 + 4H+ + 4e -> 2H2O (lar. asam) O2+2H2O+4e -> 4OH- (netral dan basa) 3. Reduksi Oxidizer terlarut dalam redoks Fe3+ + e -> Fe2+
Berdasarkan bentuk kerusakan yang dihasilkan, penyebab korosi, lingkungan tempat terjadinya korosi, maupun jenis material yang diserang, korosi terbagi menjadi, diantaranya adalah :
a. Korosi Seragam (Uniform Corrosion)
Korosi merata adalah bentuk korosi yang pada umumnya sering terjadi. Hal ini biasanya ditandai dengan adanya reaksi kimia atau elektrokimia yang terjadi pada permukaan yang bereaksi. Logam menjadi tipis dan akhirnya terjadi kegagalan pada logam tersebut. Sebagai contoh, potongan baja atau seng dicelupkan pada asam sulfat cair, biasanya akan terlarut secara seragam pada seluruh permukaannya. Contoh lain dari korosi merata adalah pada pelat baja atau profil, permukaannya bersih dan logamnya homogen, bila dibiarkan di udara biasa beberapa bulan maka akan terbentuk korosi merata pada seluruh permukaanya. Korosi merata merupakan keadaan kerusakan yang sangat besar terhadap material, namun korosi ini kurang diperhatikan karena umur dari peralatan dapat diperkirakan secara akurat dengan pengujian lain yang lebih sederhana. Korosi merata dapat dilakukan pencegahan dengan cara pelapisan, inhibitor dan proteksi katodik.
b. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)
Korosi sumuran (Pitting Corrosion) merupakan bentuk korosi yang terokalisasi yang menghasilkan sebuah lubang atau pit pada material logam. Salah satu karakteristik material Gambar 1.2. Diagram Mekanisme korosi pada besi.
Gambar 1.3 Korosi merata pada pipa
yang mampu mengalami korosi ini adalah keberadaaan lapisan pasif yang mampu menimbulkan potesial yang tinggi sehingga menyebabkan arus dapat mengalir kedalam pits. Sementara apabila permukaan luar aktif maka driving force tidak ada.
Maka dari itu, pada carbon steel akan hanya terbentuk pit bila larutan cenderung untuk mempasivkanya .
Korosi sumuran (Pitting Corrosion) terjadi akibat rusaknya lapisan pasif di permukaan logam, umumnya di akibatkan ion agresif berupa Cl- , Br- dan F- , sehingga logam akan terekspose dan mengalami korosi secara terlokalisasi yaitu pada daerah yang mengalami kerusakan daerah pasif. Karena korosi ini terjadi pada suatu area yang tetap, maka korosi ini akan sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kegagalan pada komponen logam. Selain itu, korosi sumuran sulit untuk di deteksi di bandingakan korosi lainya. Tahapan korosi ini dimulai dari pitting initiation, propagation, dan termination. Korosi sumuran sering terjadi pada stainless-steel, terutama pada lingkungan yang tidak bergerak (stasioner) dan non- oksidator (tidak mengandung oksigen).
c. Korosi Galvanik (Galvanic Corrosion)
Korosi galvanic terjadi karena adanya kontak antara dua jenis logam berbeda yang memiliki potensial elektrokimia atau kecenderungan korosi yang berbeda yang terdapat pada elektrolit korosif. Korosi kecenderungan suatu logam untuk mengalami korosi akibat adanya sel galvanic dipengaruhi oleh urutan logam atau paduan pada galvanic series. Ketika dua logam dengan potensial berbeda digabungkan, seperti tembaga dan besi maka akan terbentuk sel galvanic. Tembaga akan bertindak sebagai katoda karena memiliki potensial yang lebih positif dibandingkan dengan besi, sementara besi akan bertindak sebagai anoda. Besi akan lebih cepat dan lebih mudah terkorosi pada sel galvanic dibandingkan dengan dia sendiri.
Gambar 1.4 Korosi Sumuran
Gambar 1.4 Korosi Galvanik
d. Korosi Intergranular
Korosi ini umumnya terjadi pada material austenitic stainless steel pada keadaan operasi atau threatment pada rentan suhu 425oC sampai 815oC . Rentang temperature tersebut adalah rentan bagi austenitic stainless steel mengalami fenomena sensitasi.
Sensitasi merupakan fenomena terbentuknya chromium carbide (Cr23C6) pada sekitar batas butir , Chromuim carbide terbentuk karena adanya kandungan kromium pada stainless steel secara umum yang berdifusi di sekitar pada butir dan membentuk senyawa bersama karbon. Dibawah 10% Cr, Stainless steels kehilangan ketahannanya terhadap korosi dan membuat material menjadi getas karena terbentuknya karbida.
e. Stress Corrosion Cracking
Stress Corrosion Cracking merupakan kegagalan getas karena adanya stress konstan yang diaplikasikan kepada sebuah material pada lingkungan yang korosif.
Gambar 1.6 Stress Corrosion Cracking f. Hidrogen Induced Cracking
Hydrogen Induced Cracking terjadi karena adanya difusi dari atom hydrogen kedalam logam dan terperangkap pada bagian inklusi non-metalic atau pada bagian batas butir.
Molekul hydrogen yang terbentuk mengakibatkan adanya tekanan tinggi pada bagian tertentu (batas butir atau inklusi non metallic) sehingga terjadi bulging dan memproduksi blister atau retak pada akhirnya.
Gambar 1.5 Korosi Intergranural
g. Korosi Celah (Crevice Corrosion)
Korosi celah ialah sel korosi yang diakibatkan oleh perbedaan konsentrasi zat asam. Karat ini terjadi, karena celah sempit terisi dengan elektrolit (air yang pHnya rendah) maka terjadilah suatu sel korosi dengan katodanya permukaan sebelah luar celah zat asam dari pada bagian sebelah dalam celah yang sedikit mengandung zat asam sehingga bersifat anodic. Korosi celah termasuk jenis korosi lokal. Jenis korosi ini terjadi pada celah-celah konstruksi, seperti kakikaki konstruksi, drum maupun tabung gas.
h. Korosi Regangan
Korosi ini terjadi karena pemberian tarikan atau kompresi yang melebihi batas ketentuannya.
Kegagalan ini sering disebut retak karat regangan (RKR). Sifat retak jenis ini sangat spontan (tiba-tiba terjadinya), regangan biasanya bersifat internal atau merupakan sisa hasil pengerjaan (residual) seperti pengeringan, pengepresan dan lain-lain.
i. Korosi Erosi
Korosi erosi adalah proses korosi yang bersamaan dengan erosi/abrasi. Korosi jenis ini biasanya menyerang peralatan yang lingkungannya adalah fluida yang bergerak, seperti aliran dalam pipa ataupun hantaman dan gerusan ombak ke kaki-kaki jetty. Keganasan fluida korosif yang bergerak diperhebat oleh adanya dua fase atau lebih dalam fluida tersebut, misalnya adanya fase liquid dan gas secara bersamaan, adanya fase liquid, gas dan solid secara bersamaan. Kavitasi adalah contoh erosion corrosion pada peralatan yang berputar di lingkungan fluida yang bergerak, seperti impeller pompa dan sudusudu turbin. Erosion / abrassion corrosion juga terjadi di saluran gas-gas hasil pembakaran.
Gambar 1.8 Korosi celah
Gambar 1.9 Korosi Regangan
Gambar 1.10 Korosi Erosi
1.3 Alat dan Bahan
✓ Alat – alat percobaan
• Beaker Glass 1000 ml 2 buah
• Multiester 1 buah
✓ Bahan – bahan percobaan
• Larutan NaCl 3.5 % 500 ml
• Logam Cu 1 buah
• Logam Fe 1 buah
• Logam Zn 1 buah
1.4 Prosedur Kerja
Gambar 1.11. Flowchart prosedur kerja
Start
Siap kan alat dan bahan
Mengisi beaker glass dengan larutan NaCl 3 % sebanyak 500ml
Menyusun Rangkaian seperti pada gambar
Mencelupkan dua lempeng logam yang saling berhubungan
Mengamati tegangan yang di tunjukan multitester
Nilai V logam
Finish
Mengulangi dengan logam berbeda
1.5 Skema Kerja
Gambar 1.12 Skema pengukuran potensial dan korosi galvanic
1.6 Referensi
• Modul Praktikum Korosi Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia 2019
• Pambudi, Hariman Rilo. 2016. Analisis Kasus Korosi pada Pipa Minyak Solar.
Universitas Negeri Semarang
• Utomo, Budi. 2009.Jenis Korosi dan Penanggulangan.Semarang:Universitas Diponegoro diakses https://ejournal.undip.ac.id/index.php/kapal/article/viewFile/2731/2421
• http://www.kemplon.com/stress-corrosion-cracking-scc-a-capriciously-insidious-material- killer/