1
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI JAMUR YANG BERASOSIASI DENGAN PENYAKIT MATI PUCUK PADA TANAMAN GAMBIR
(Uncaria gambir Roxb.)
SKRIPSI
Oleh :
MARIANA ROMINA MANIK / 120301164
AGROTEKNOLOGI / HAMA PENYAKIT TUMBUHAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI JAMUR YANG BERASOSIASI DENGAN PENYAKIT MATI PUCUK PADA TANAMAN GAMBIR
(Uncaria gambir Roxb.)
SKRIPSI
Oleh :
MARIANA ROMINA MANIK / 120301164
AGROTEKNOLOGI / HAMA PENYAKIT TUMBUHAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
Judul Skripsi : Isolasi dan Identifikasi Jamur yang Berasosiasi dengan Penyakit Mati Pucuk Pada Tanaman Gambir (Uncaria Gambir Roxb.) Nama : Mariana Romina Manik
NIM : 120301164 Program Studi : Agroteknologi
Minat : Hama dan Penyakit Tumbuhan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
(Ir. Lahmuddin Lubis, MP.) (Dr. Ir. Hasanuddin MS.)
Ketua Anggota
Diketahui Oleh
(Dr. Ir. Sarifuddin, MP) Ketua Program Studi Agroteknologi
with Dieback Disease of Gambier (Uncaria gambir Roxb.). Supervised by Lahmuddin Lubis and Hasanuddin.
Dieback disease attacked gambier cultivated in the district of Sitellu Tali Urang Jehe Pakpak Bharat district. The attack of this disease can reduce the quantity of gambier production. This study was conducted with the aim to isolate and identify the fungal pathogen cause dieback disease on gambier, determine the primary fungi cause dieback disease by Koch postulat method. This study consisted of observation of symptoms and sampling disease plant from gambier planting centers, isolation of fungi from plant tissue, Koch‟s postulate, and identification of fungi causing dieback disease on gambier. The results of research conducted three types of isolates based on white, grayish and white to purplish. Based on Koch‟s postulates, the fungal isolated which were pathogenic to gambier were grayish and white and white to purplish. The Fungus suspected as the primary cause of the dieback disease was the white to grayish isolate. This is because of whie to grayish isolates inoculation could produce identical symptoms with dieback symptoms that occur naturally in the field. Identification based on morphological characters, white to grayish isolates were known as Botryodiplodia spp.
Keywords: Dieback disease, gambier, fungi.
ABSTRAK
Mariana Romina Manik. 2018. Isolasi dan Identifikasi Jamur yang Berasosiasi dengan Penyakit Mati Pucuk pada Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.).
Dibimbing oleh Lahmuddin Lubis dan Hasanuddin.
Penyakit mati pucuk menyerang tanaman gambir yang dibudidayakan di Kecmatan Sitelli Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat. Serangan penyakit ini mampu menurunkan kuantitas produksi tanaman gambir. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengisolasi dan mengidentifikasi jamur penyebab mati pucuk pada tanaman gambir, menentukan jamur penyebab primer penyakit mati pucuk dengan metode postulat Koch. Penelitiana ini terdiri atas pengamatan gejala dan pengambilan tanaman sampel sakit dari sentra penanaman gambir, isolasi jamur dari jaringan tanaman, postulat Koch, dan identifikasi jamur penyebab primer penyakit mati pucuk pada tanaman gambir. Hasil penelitian diperoleh tiga jenis isolat berdasarkan warna yaitu berwarna putih, putih keabu- abuan dan putih keunguan. Berdasarkan postulat Koch, isolat yang patogenik terhadap tanaman gambir adalah isolat berwarna putih keabu-abuan dan putih keuguan. Jamur yang diduga sebagai penyebab primer penyakit mati pucuk adalah isolat berwarna putih keabu-abuan. Hal ini karena inokulasi isolat putih keabu-abuan dapat menghasilkan gejala identik dengan gejala mati pucuk yang terjadi secara alami di lapangan. Hasil identifikasi berdasarkan karakter morfologi, isolat berwarna putih keabu-abuan tersebut diketahui sebagai Botryodiplodia spp.
Kata kunci : Penyakit mati pucuk, gambir, jamur.
tanggal 20 Desember 1993 dari pasangan Bapak Efendi Manik dan Ibu Lastrida Bintang. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 030424 Lae Ikan pada tahun 2006, pendidikan tingkat sekolah menengah di SMP Negeri 40 Medan pada tahun 2009, pendidikan tingkat menengah atas di SMA Negeri 4 Medan pada tahun 2012. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Nasional (SNMPTN) tertulis.
Semasa kuliah penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) FP USU (2012-2016). Anggota Komunitas Muslim (KOMUS) HPT (2013-2016), Badan Kenaziran Mushola (BKM) Al-Mukhlisin (2013-2016), Lembaga Mentoring Agama Islam (LMAI) UKMI Ad-Dakwah USU (2013), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Nusantara USU (2013-2014), Lembaga Mentoring Agama Islam (LMAI) FP USU (2013-2017). Penulis juga pernah menjadi Asisten Laboratorium pada beberapa praktikum yaitu, Dasar Perlindungan Tanaman Sub-Penyakit (2014 dan 2015), Mikrobiologi Sub-Penyakit (2015), Pestisida dan Teknik Aplikasi (2016), dan Bioteknologi Pertanian Sub-Penyakit (2016). Penulis merupakan delegasi MUNAS IV IMMPERTI di Bogor (2014), RAKERNAS IV IMMPERTI di Padang (2014), dan MUNAS V IMMPERTI di Aceh (2016), serta menjadi staff PSDM Generasi Cakrawala Forum Indonesia Muda (FIM) SUMUT (2018).
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di PT. RAPALA, Gebang, Langkat, Sumatera Utara pada tahun 2015. Pada akhir kuliah, penulis
melaksanakan penelitian dengan judul “Isolasi dan Identifikasi Jamur yang
Berasosiasi dengan Penyakit Mati Pucuk pada TanamanGambir (Uncaria gambir Roxb)” di bawah bimbingan Bapak Ir. Lahmuddin Lubis, MP.
dan Bapak Dr. Ir. Hasanuddin. MS.
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Jamur yang
Berasosiasi dengan Penyakit Mati Pucuk pada Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.).
Penghargaan dan terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Lahmuddin Lubis, MP dan Dr. Ir. Hasanuddin, MS., selaku komisi
pembimbing atas bimbingan, masukan dan arahan, serta nasihat selama proses penelitian sampai penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga beranfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, April 2018
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penulisan ... 3
Kegunaan Penulisan ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Tanaman Gambir ... 4
Penyebaran Alami Tanaman Gambir ... 6
Kondisi Tempat Tumbuh Gambir ... 6
Iklim ... 6
Tanah ... 7
Penyakit pada Tanaman Gambir ... 8
Penyakit Mati Pucuk ... 8
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 11
Bahan dan Alat ... 11
... Metode Penelitian ... 11
Pelaksanaan Penelitian ... 12
Pengamatan Gejala dan Pengambilan Sampel ... 12
Pembuatan Media Biakan PDA (Potato Dextrose Agar) ... 12
Isolasi Jamur dari Jaringan Tanaman Sakit ... 12
Perbanyakan Isolat ... 13
Postulat Koch ... 13
Identifikasi Jamur ... 14
Data Pendukung ... 15
Postulat Koch ... 18 Identifikasi ... 20 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 24 Saran ... 24
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Perolehan Isolat jamur berdasarkan lokasi pengambilan sampel tanaman gambir yang memperlihatkan gejala mati pucuk ... 18
1. Foto tanaman gambir ... 5
2. Gejala penyakit mati pucuk pada tanaman gambir di sentra penanaman gambir ... 16
3. Tunas baru tanaman gambir ... 17
4. Penampilan koloni isolat cendawan berdasarkan warna koloni ... 18
5. Gejala penyakit pada bibit gambir setelah inokulasi pada tahap postulat Koch ... 19
6. Makroskopis jamur Botryodiploidia spp. ... 21
7. Piknidia isolat Botryodiplodia spp. ... 22
8. Hifa Jamur Botryodiplodia sp. yang menunjukkan sekat ... 23
9. Konidia jamur Botryodiplodia sp.. ... 23
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Peta Kabupaten Pakpak Bharat dan Kec. Sitellu Tali Urang Jehe ... 29 2. Lokasi pengambilan tanaman sampel gambir yang digunakan dalam
tahap isolasi ... 30 3. Foto kegiatan penelitian ... 32 4. Ukuran panjang dan lebar Konodia Botryodiplodia ... 33
PENDAHULUAN Latar Belakang
Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi serta prospek yang baik bagi petani maupun pemasok devisa negara (Arviandi, 2015). Gambir dapat digunakan bukan hanya sebagai teman makan sirih tetapi juga sebagai bahan baku dalam berbagai industri, seperti industri farmasi, kosmetik, batik, cat, penyamak kulit, bio pestisida, hormon pertumbuhan, dan sebagai bahan campuran pelengkap makanan (Rambe, 2012).
Indonesia merupakan pemasok gambir terbesar di dunia dengan sentra produksi terbesar di provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Kabupaten Pakpak Bharat merupakan salah satu kabupaten yang memberikan kontribusi terbesar bagi Sumatera Utara. BPS Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara (2014) menunjukkan luas tanaman gambir kabupaten Pakpak Bharat adalah 1.218 ha dengan produksi 1.489 ton dan pada tahun 2015 luas tanaman
perkebunan rakyat menurut kecamatan di kabupaten Pakpak Bharat seluas 1.332 ha dengan produksi total 1.004 ton dan 742,6 ha Berada di Kecamatan
Sitellu Tali Urang Jehe (BPS 2016).
Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat berkeinginan mengembangkan gambir sebagai komoditas unggulan dan menargetkan gambir menjadi ikon Kabupaten Pakpak Bharat. Ini dibuktikan dengan pengembangan program Sejuta Gambir yang telah diluncurkan oleh Bupati Pakpak Bharat serta penandatanganan MoU tentang dukungan inovasi teknologi antara Badan Litbang Pertanian
2
bersama Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat yang dilakukan pada akhir tahun 2011 lalu (BPTPSU, 2013).
Seiring dengan pengembangan dan budidayanya, permintaan pasar terhadap gambir akan mengalami peningkatan. Oleh sebab itu, usaha pengelolaan gambir telah banyak dilakukan. Sampai saat ini, serangan hama dan penyakit pada
tanaman gambir secara ekonomis belum pada tahap yang merugikan (Yuhono, 2004). Petani gambir hampir tidak pernah melakukan pengendalian
hama dan penyakit, kalaupun ada hanya sebatas pembongkaran tanaman yang mengalami tingkat serangan yang sudah cukup berat, kemudian setelah itu
menggantikan tanaman yang telah dicabut dengan tanaman yang baru (Mardinus et al., l995). Namun, usaha ini tetap berpotensi menghadapi kendala
berupa gangguan hama dan penyakit di area pananam gambir.
Umumnya hama yang menyerang tanaman gambir disentra produksi
adalah hama belalang (famili Orthoptera), ulat (famili Lepidoptera) dan kutu daun (famili Homoptera) (Ahmadi dkk, 2009 ). Sedangkan penyakit pada tanaman
gambir belum banyak diketahui. Berdasarkan survei pada beberapa daerah sentra produksi ditemukan gejala penyakit bercak daun, busuk kering daun dan bercak pinggir daun. Penyebabnya oleh jamur Conospora, Phomaceae atau Oxsipulaceae (BPTPSU, 2013).
Penyakit mati pucuk mulai sering ditemui menyerang tanaman gambir.
Penyakit ini menyerang bagian pucuk tanaman yang masih muda sehingga berpotensi mengurangi kuantitas produksi tanaman gambir, karena bagian tanaman gambir yang dipanen adalah seluruh ranting-ranting yang terdapat pada cabang tanaman yang memiliki daun cukup, kecuali ranting muda yang terdapat
pada ujung-ujung cabang. Penyakit mati pucuk dapat berasosiasi dengan beberapa macam jamur patogen, sedangkan informasi mengenai serangan penyakit mati pucuk pada tanaman gambir belum banyak diketahui. Hal ini dikarenakan tanaman gambir belum dibudidayakan secara luas di Indonesia. Karena informasi tersebut masih kurang, maka penulis tertarik meneliti penyebab penyakit mati pucuk pada tanaman gambir.
Tujuan Penelitian
1. Mengisolasi dan mengidentifikasi jamur yang berasosiasi dengan penyakit mati pucuk pada tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.).
2. Menentukan patogen penyebab primer penyakit mati pucuk pada bibit gambir dengan metode Postulat Koch
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai informasi awal mengenai agen penyebab penyakit mati pucuk pada tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.).
2. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3. Sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.
4
TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Tanaman Gambir
Tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan tanaman daerah tropis. Tanaman ini telah dibudidayakan sejak beberapa abad lalu di daerah paling basah di Sumatera, Kalimantan, Malaysia, dan ujung barat Pulau Jawa. Saat ini sebagian besar produksi gambir berasal dari Sumatera Barat dan sebagian kecil dari Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Bengkulu (Pane, 2011).
Ginting (2004) menuliskan tanaman gambir diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Angiospermae Kelas : Asterids Ordo : Gentianales Familia : Rubiaceae Genus : Uncaria
Spesies : Uncaria gambir Roxb.
Akar gambir pada waktu muda mempunyai akar tunggal yang tumbuh cepat dan dengan akar-akar permukaan yang banyak. Bunga berbentuk corong kembang berwarna hijau putih muda dan setelah mekar menjadi putih dan buah yang sudah tua berbentuk bulat dan sangat kecil (Manik, 2012).
Bentuk keseluruhan dari tanaman ini seperti pohon bougenvil, yaitu merambat dan berkayu. Ukuran lingkar batang, pohon yang sudah tua dapat mencapai 45 cm. Diameter bat ang dapat mencapai 1,40-2,20 cm dengan ukuran buku 0,65-1,10 cm. Warna kulit batang gambir agak kelabu tua, bobot daun
1,5-3,10 gr/daun (Denian dan Fiani, 1994). Batang mudanya berbentuk persegi dan batang utamanya tegak, dilengkapi dengan kait yang melengkung. Kait tersebut adalah modifikasi dari gagang perbungaan (Adi, 2011).
Gambar 1. Foto tanaman gambir berumur 8 tahun di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe (Sumber: Poto langsung)
Daun gambir tunggal berhadapan, bentuk oval, tepi bergerigi, pangkal bulat, ujung meruncing, panjang 8-10 cm, lebar 4-7 cm, warna daun hijau tua, warna daun pucuk hijau muda, tangkai daun pendek, pertulangan daun bagian bawah menonjol dengan rambut-rambut domatia. Jumlah daun/ranting 6-18 helai, jumlah ranting/buku 4-11 ranting, jumlah buku/batang 4-11 buku, jumlah daun/tanaman menghasilkan 4,2-7,2 kg tergantung rimbun tanamannya serta bobot kering/ha 550-1.200 kg (Danian dkk, 2005).
Perbungaannya bertipe bongkol, bunganya tersusun majemuk tumbuh di ketiak daun dan di ujung ranting, bongkol itu berdiameter 6-8 cm, tangkai bunga mencapai panjang 3 mm, gundul, hipantium bergaris tengah 1-2 mm, berambut rapat, berwarna kuning sampai merah tua, tabung mahkota berbentuk benang, bagian luar berbulu jarang, panjangnya 10-15 mm, daun kelopak panjangnya 5-7 mm, tabungnya ± 2.5 mm (Adi, 2011).
6
Buahnya berbentuk polong, semi berpenampang hingga 2 cm dan penuh dengan biji-biji halus yang berukuran ± 1-2 cm. Pada bagian luarnya terdapat sayap yang memungkinkan biji gambir tersebar karena angin. Di dalam inti biji terdapat calon akar radicula, calon batang cauliculus, dan daun lembaga cotyledone (BP4K Pakpak Bharat, 2011).
Penyebaran Alami Tanaman Gambir
Tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan tanaman belukar dari famli Rubiceae. Famili Rubiceae ini terdiri atas 34 negara, diantaranya satu genus terdapat di Afrika, dua genera di Amerika, dan selebihnya di daerah tropik Asia yang sebagian besar terdapat di kepulauan Indonesia (Zeijlstra, 1949).
Asal usul tanaman gambir tidak diketahui dengan pasti, tetapi diduga berasal dari Asia Tenggara, karena di daerah tersebut gambir telah dibudidayakan (Djarwaningsih, 1993). Heyne (1987) ; Ridsdale (1992) melaporkan bahwa tanaman gambir banyak ditemukan di Asia, terutama di Indonesia dan di Semenanjung Malaka. Daerah penyebaran di indonesia antara lain adalah Aceh,
Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bangka, Belitung, dan Kalimantan Barat.
Sastrapradja, et al (1990) menyatakan bahwa tanaman gambir ditemukan tumbu liar di hutan-hutan Sumatera, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya. Disamping itu juga ditanam di jawa, Bali, dan Maluku (Fauza, 2011).
Kondisi Tempat Tumbuh Gambir Iklim
Tanaman gambir termasuk tanaman tropis dan dapat beradaptasi dengan berbagai lingkungan tumbuh dan perubahan cuaca seperti sinar matahari dan
curah hujan, curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan gambir sekitar
100 mm/bulan atau 500 mm/bulan. Pada curah hujan 2500-3000 mm/tahun tanaman ini juga masih bisa tumbuh, tetapi tanaman ini tidak tahan dengan genangan air, hujan yang terlalu deras dan berkepanjangan bisa menyebabkan kerusakan tanaman terutama pembusukan akar dan merambat sampai pangkal batang, intensitas sinar matahari yang dibutuhkan sekitar 70-80%, karena itulah tanaman ini sebaiknya ditanam di lahan tanpa naungan dan sirkulasi udara juga baik (Eviza, 2002).
Suhu yang dibutuhkan antara 20-36˚ serta dengan tingkat kelembaban 70-80%. Pertumbuhan tanaman gambir akan lebih baik pada daerah yang memiliki ruang terbuka atau dengan naungan maksimum sekitar 10%. Bila diusahakan pada lokasi yang lebih banyak naungan akan mengurangi rendemen getah (Nainggolan dan Parhusip, 2013).
Tanah
Tanaman gambir dapat tumbuh pada semua jenis tanah, mulai dari tingkat kesuburan rendah hingga kesuburan tinggi. Di Sumatera kebayakan tanaman gambir tumbuh atau dibudidayakan pada jenis tanah Ultisol dengan derajat keasaman tanah berkisar antara pH 4,5-5,5. Topografi lahan yang sesuai mulai pada daerah datar hingga bergelombang dengan tingkat kemiringan 25%
(Nainggolan dan Parhusip, 2013).
Untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik tanaman gambir paling baik ditanam pada ketinggian < 900 meter dari permukaan laut. Kondisi tanah yang gembur, porous, banyak mengandung bahan organik dan banyak mengandung unsur hara, pH tanah 4,8-5,5 sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman gambir (Muhammedi, 2013).
8
Penyakit Pada Tanaman Gambir
Serangan hama penyakit belum sampai menganggu pertanaman di lapangan. Hama penyakit relatif tidak ada yang mematikan, umumnya tidak membahayakan. Penyakit yang di temukan berupa penyakit bercak daun dengan intensitas rendah (2%). Umumnya gangguan dari hama penyakit tidak banyak merugikan dan belum pernah ada serangan yang bersifat eksplosif.
Penyakit yang biasa ditemukan pada tanaman gambir adalah gejala penyakit bercak daun tunggal, bercak kecil dan bercak pinggir daun yang disebabkan oleh jamur Conospora, Phomaceae dan Oxipulaceae, gejala penyakit daun kering dan mozaik. Pengendalian yang dilakukan dengan cara : (1) Kurangi
kelembaban dengan mengurangi naungan, (2) Gunakan fungisida seperti Dethane M45 (BPTPSU, 2013)
Penyakit Mati Pucuk
Penyakit mati pucuk memiliki gejala berupa nekrotik ekstensif yang dimulai dari bagian ujung tanaman dan berkembang menuju bagian pangkal.
Biasanya terjadi secara tiba-tiba dan kerusakan berupa kematian dapat terjadi pada pucuk serta bagian ujung pertumbuhan. Gejala lain dari penyakit ini adalah terjadi perubahan warna daun dari hijau tua menjadi kuning, pengurangan ukuran daun, pengguguran daun, dan gumosis. Penyakit mati pucuk dapat menyerang tanaman
kayu dan semak, dan dapat terjadi di area pertanaman atau persemaian (Agrios 2005; Douglas 2009; Ahmad et al. 2012).
Gejala mati pucuk umumnya disebabkan oleh parasit-parasit lemah.
Infeksi patogen sangat dipengaruhi oleh kondisi tanaman inang. Beberapa patogen
yang dilaporkan menyebabkan gejala mati pucuk yaitu Rhizoctonia spp.,
F. oxysforum, dan Lasiodiplodia theobromae (Semangun 2006; Muehlbach et al.
2010).
Rhizoctonia spp. merupakan jamur yang menyebabkan penyakit mati ujung pada tanaman kopi (Coffea sp.). Gejala yang ditimbulkan adalah matinya ujung batang, cabang, atau ranting, yang disertai dengan menguning dan gugurnya daun-daun dari bagian yang sakit. Pada pohon muda yang belum dipotong ujungnya terjadi kematian ujung batang, sedangkan pada pohon yang sudah dipotong ujungnya terjadi kematian ujung cabang (Darwis, 2013).
Fungi Botryodiplodia (sinonim Lasiodiplodia) merupakan fungi yang bereproduksi secara aseksual (anamorph). Botryodiplodia dilaporkan menjadi penyebab penyakit hawar daun, bercak daun, gummosis, kanker batang dan busuk akar pada beberapa tanaman baik kehutanan, pertanian maupun perkebunan.
Serangan Botryodiplodia sp. pada beberapa tanaman kehutanan di Indonesia menyebabkan beberapa penyakit antara lain lodoh pada Pinus merkusii dan busuk pangkal batang pada bibit mahoni (Suharti 1973 dalam Hadi 1994), bercak daun pada pulai, busuk akar pada meranti, bercak daun pada merbau, bercak daun pada bakau, bledok pada nyamplung, penyakit batang pada gaharu dan bercak daun pada skubun (Anggraeni & Lelana 2011).
Salah satu patogen yang berasosiasi dengan berbagai gejala penyakit seperti aborsi benih, busuk pada benih, akar, batang dan semai, rebah kecambah,
kerdil, layu pembuluh, dan mati pucuk adalah jamur Fusarium spp.
(Bashir dan Tahira 2012). Spesies yang berasosiasi dengan penyakit mati pucuk
diantaranya adalah F. solani dan F. oxysporum pada shisham
10
(Muehlbach et al. 2010; Ahmad et al. 2012), dan F. solani dan F. sterilihyphosum Britz, Marasas & MJ Wingf. pada alpukat (Nasution 2010).
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Februari 2017 sampai Desember 2017 di lahan pertanaman gambir di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bibit tanaman gambir yang sehat, tanaman gambir yang terserang mati pucuk, media PDA (Potato dextrose Agar), aquadest, alkohol 96% dan 70 %, Natrium hipoklorit 0,1 %, plastik transparan, cling wrap, kapas, selotif, label nama, aluminium foil, methil blue dan bahan pendukung lainnya.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan petri, erlenmeyer, jarum ose, gelas ukur, pisau, pinset, bunsen, cork borer, object glass, autoclave, mikroskop cahaya, kamera dan alat pendukung lainnya.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan cara pengamatan langsung di lahan pertanaman gambir yang terserang penyakit mati pucuk. Tanaman yang menunjukan gejala terserang penyakit diambil dan dimasukkan ke plastik transparan kemudian diisolasi secara aseptik di daerah asal pengambilan sampel lalu diinkubasi pada suhu ruang. Jamur yang tumbuh diamati lalu di murnikan. Seluruh isolat yang diperoleh diaplikasikan ke tanaman sehat untuk dilakukan uji Postulat Koch, kemudian dilakukan reisolasi hingga mendapatkan biakan murni lalu diidentifikasi peyebab penyakitnya.
12
Pelaksanaan Penelitian
Pengamatan Gejala dan Pengambilan Sampel
Tanaman gambir yang memperlihatkan gejala mati pucuk diambil dengan teknik Purposive Sampling yaitu mengambil bagian tanaman yang memperlihatkan gejala mati pucuk dari beberapa lokasi sentra penanaman gambir di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat yakni di Desa Tanjung Mulia, Desa Mbinalun, Desa Bandar Baru, Desa Perjaga dan Desa Kaban Tengah. Sampel yang terinfeksi penyakit mati pucuk dimasukkan kedalam plastik transparan dan di beri label tanggal, serta lokasi pengambilan sampel.
Pembuatan Media Biakan PDA (Potato Dextrose Agar)
PDA instant diambil sebanyak 39 g dilarutkan dalam 1 liter aquadest.
Setelah larut, larutan PDA dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditutup dengan kapas steril dan ditutup lagi dengan menggunakan alumunium foil. Kemudian disterilisasi di dalam autoclave selama ± 30 menit pada suhu 121 ºC pada tekanan 1 atm. Setelah itu, PDA dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin (10-20 ºC), kemudian dituangkan ke dalam cawan petri.
Isolasi Jamur dari Jaringan Tanaman Sakit
Isolasi jamur dari jaringan tanaman gambir dilakukan berdasarkan metode Akrofi dan Amoah (2009) dengan modifikasi pada penggunaan bahan desinfektan untuk sterilisasi permukaan jaringan tanaman. Jaringan yang memperlihatkan gejala sakit mati pucuk dipotong pada bagian antara yang sehat dan yang sakit serta membuang bagian kulit luar pucuk tanaman hingga menyisakan jaringannya saja. Potongan jaringa tersebut distrerilisasi permukaan dengan cara direndam didalam dalam larutan Natrium hipoklorit (NaOCL) 1% selama + 2 menit, lalu
dicuci dengan air steril sebanyak 3 kali, selanjutnya dikeringkan diatas tissue, lalu dimasukkan kedalam cawan petri berisi media PDA. Media PDA yang berisi potongan jaringan tanaman sakit selanjutya diinkubasi selama + 6 hari pada suhu ruang. Koloni miselium yang tumbuh dari potongan jaringan yang diisolasi kemudian dimurnikan dan diperbanyak pada media PDA. Isolat jamur yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai sumber inokulum dan bahan identifikasi.
Perbanyakan Isolat
Perbanyakan isolat dilakukan dengan mengisolasi biakan murni jamur pada media PDA kemudian di inkubasi dan disimpan pada suhu ruang.
Postulat Koch
Uji Postulat Koch dilakukan untuk membuktikan bahwa isolat yang diproleh adalah agen penyebab dari gejala penyakit yang diamati. Kegiatan ini terdiri dari inokulasi isolat pada tanaman gambir yang sehat, reisolasi jaringan tanaman yang memperlihatkan gejala, dan identifikasi isolat hasil reisolasi.
Sebelum melakukan inokulasi, terlebih dahulu disiapkan bibit tanaman gambir dan sumber inokulum.
Bibit tanaman yang digunakan untuk inokulasi adalah bibit gambir sehat berumur + 4 bulan dari penyapihan. Setiap isolat jamur diinokulasikan ke 3 bibit gambir. Inokulasi dilakukan pada sore hari dengan menggunakan metode injeksi suspensi konidia. Bagian tanaman yag akan diinokulasi sebelumnya disterilisasi permukaan dengan akohol 70% dan dilukai dengan kertas pasir terlebih dahulu.
Penyiapan sumber inokulum dan injeksi konidia dilakukan berdasarkan metode Ahmad et al. (2012) dengan modifikasi pada masa inkubasi isolat dan kepadatan konidia sebagai sumber inokulum. Sumber inokulum diperoleh dengan
14
menambahkan 10 ml akuades steril pada kultur isolat jamur umur 10 hari.
Permukaan kultur isolat selanjutnya dikikis secara perlahan dengan menggunakan spatula gelas (gelas rod), setelah itu di shaker sampai homogen, lalu disaring dengan kain muslin. Suspensi konidia yang diperoleh, kemudian dihitung kepadatannya dengan haemocytometer, lalu sebanyak 0,1 ml suspensi konidia dengan kepadatan + 1 x konidia ml dinjeksikan pada batang bagian atas bibit gambir. Sebagai kontrol, bibit gambir diinjeksikan dengan akuades steril.
Bibit gambir kemudian disungkup dengan plastik transparan dan di buka setelah muncul gejala. Evalusi gejala penyakit dilakukan setiap hari selama 14 hari setelah inokulasi.
Gejala penyakit yang muncul pada titik inokulasi selanjutnya di reisolasi, kemudian isolast hasil reisolasi diidentifikasi dan dibandingkan dengan isolat sebelumnya. Apabila isolat jamur yang diinokulsikan menghasilkan gejala yang identik dengan isolat sebelumnya, maka jamur tersebut diduga merupakan agen penyebab dari penyakit mati pucuk.
Identifikasi Jamur
Isolat yang menyebabkan gejala identik penyakit mati pucuk diamati
pertumbuhan koloninya secara visual dan mikroskopis dengan perbesaran 10 x 100 kali. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan buku kunci identifikasi
Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi Morphologies of Cultured Fungi and Key to Species (Watanabe, 2002). Identifikasi dilakukan dengan mengambil miselium jamur pada biakan murni dengan menggunakan selotip kemudian diletakkan di atas objek glass yang sebelumnya telah ditetesi methyl blue dan kemudian dilihat di mikroskop sesuai dengan perbesaran yang di dapat.
Data Pendukung
Sebagai data pendukung dilakukan pengamatan tanaman di sekitar lokasi sampel tanaman gambir pengukuran suhu dan kelembapan lokasi penelitian.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit Mati Pucuk pada Tanaman Gambir
Hasil pengamatan gejala penyakit mati pucuk di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat bahwa tanaman gambir yang terinfeksi penyakit mati pucuk dapat dilihat pada batang dan daun yang masih muda. Gejala penyakit berupa nekrosis pada batang bagian atas dan daun yang akan menyebar ke batang bagian bawah. Bagian batang yang mulai terinfeksi pada awalnya akan terlihat mengerut, kemudian mengering lalu mati. Meskipun batang masih terlihat
berwarna hijau, tetapi batang menjadi lebih sukulen dari kondisi normal (Gambar 2a,b). Sementara itu gejala pada daun diawali setelah terjadinya nekrosis
pada bagian batang kemudian akan menyebar ke arah daun dengan menginfeksi bagian tulang daun utama terlebih dahulu. Setelah tulang daun utama terinfeksi,
selanjutnya daun akan kering dan menggulung, lalu gugur (Gambar 2c).
Khanzada et al. (2004) menjelaskan bahwa gejala penyakit mati pucuk pada tanaman mangga yaitu berupa matinya bagian ranting, daun menggulung dan mengering yang diikuti gugur daun.
Gambar 2. Gejala penyakit mati pucuk pada tanaman gambir di Kecamatan Sitellu
Tali Urang Jehe: (a) batang mengerut, (b) nekrosis pada batang, dan (c) nekrosis pada daun.
Gejala penyakit mati pucuk di lapangan pada tanaman gambir umumnya
a b c
dapat ditemukan pada tanaman berumur muda hingga tanaman bermur tua.
Bagian pucuk atau ujung tanaman biasanya lebih cepat mengalami nekrosis dibandingkan bagian pangkal tanaman yang telah mengeras, sehingga batang yang cukup keras masih bisa bertahan hidup dengan cara menghasilkan tunas baru (Gambar 3). Hal ini dikarenakan pangkal batang yang telah mengeras sudah mengalami lignifikasi, sehingga patogen tidak mudah menginfeksi tanaman.
Novaes et al. (2010) menyatakan bahwa sifat fisik dan kimia lignin bertindak sebagai barrier dalam melawan serangan hama dan penyakit.
Gambar 3. Tunas baru tanaman gambir.
Isolasi dan Identifikasi Jamur
Hasil isolasi jamur dari jaringan batang tanaman gambir yang menunjukkan gejala terinfeksi penyakit mati pucuk dengan menggunakan metode Akrofi dan Amoah (2009) dengan modifikasi pada penggunaan bahan desinfektan diperoleh 14 isolat jamur. Berdasarkan pengamatan warna koloni pada isolat berumur 10 hari, isolat tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu kelompok isolat berwarna putih, putih keabu-abuan, dan putih keunguan (Gambar 4).
18
Gambar 4. Penampilan koloni isolat cendawan berdasarkan warna koloni:
(a) warna putih, (b) putih keabuan, dan (c) putih keunguan.
Hasil identifikasi berdasarkan karakter morfologi yang mengacu pada buku Pictorical Atlas of Soil and Seed Fungi (Watanabe, 2002), isolat-isolat
tersebut diketahui sebagai Pestaliopsis sp., Botryodiplodia spp., dan Fusarium spp. Isolat Pestaliopsis sp. diperoleh sebanyak 4 isolat dari 4 lokasi,
Botryodiplodia spp. diperoleh sebanyak 6 isolat dari 5 lokasi, dan Fusarium spp.
diperoleh sebanyak 4 isolat dari 4 lokasi (Tabel 1).
Tabel 1. Perolehan Isolat jamur berdasarkan lokasi pengambilan sampel tanaman gambir yang memperlihatkan gejala mati pucuk
No Isolat Asal Isolat Jumlah Isolat
1 Pestaliopsis sp. B, P, K, M, 4
2 Botryodiplodia spp. B, P, K, M,T 6
3 Fusarium spp. B, P, K, M, 4
Keterangan: B = Desa Bandar Baru P = Desa Perjaga
K = Desa Kaban Tengah M = Desa Mbinalun
T = Desa Tanjung Mulia
Beragamnya isolat yang diperoleh diduga karena jenis tanaman yang tersedia di lokasi pertanaman gambir juga beragam. Umumnya, para petani
gambir menanam tanaman keras sebagai tanaman sela seperti karet (Hevea brasiliensis Wiild.), sawit (Elais guineensis Jacq.), durian (Durio zibethinus Murray), coklat (Theobrema cacao L.), petai
a b c
(Parkia speciosa Hassk.) dan jengkol (Archidendron pauciflorun). Aisah (2014) menyatakan bahwa faktor yang diduga mempengaruhi keragaman cendawan di persemaian jabon adalah jenis tanaman yang tersedia, kultur teknis dan lokasi persemaian.
Pengamatan makroskopis (Gambar 4a.) menunjukkan Koloni Pestalotiopsis sp. berwarna putih pada permukaan bagian atas dan putih kekuningan pada bagian bawah media dalam cawan petri. Morfologi koloni isolat memiliki sedikit miselium udara, berkerut dengan permukaan kusut, dan isolat dapat memenuhi cawan petri setelah 13 hari masa inkubasi. Konidia berwarna coklat, bersekat, berbentuk fusiform dengan ukuran 14,1-29 x 3-5 μm, dan memiliki embelan pada kedua ujung konidia (Gambar 5).
Gambar 5. Konidia jamur Pestaliopsis sp.
Koleksi isolat Fusarium spp. menunjukkan warna putih atau putih keunguan pada permukaan bagian atas dan bawah media dalam cawan petri.
Warna ungu yang terlihat memiliki pola warna yaitu warna ungu dimulai dari bagian tengah koloni miselium (Gambar 4c.). Morfologi koloni miselium Fusarium spp. memiliki sedikit miselium udara (velvety), koloni berkerut dengan permukaan kusut (verrucose) atau menyebar dengan alur tidak beraturan. Koloni isolat dapat memenuhi cawan petri setelah 7 sampai 10 hari masa inkubasi.
20
Konidia Fusarium spp. terdiri atas mikrokonidia bersekat dan tidak bersekat serta makrokonidia dengan sekat 1 sampai 4. Mikrokonidia memiliki bentuk yang
beragam, yaitu reniform, allantoid, oval, ovoid, dan fusiform dengan ukuran 5-7 x 2-3 μm. Adapun makrokonidia berbebntuk lunate atau filiform dengan
ukuran sekitar 13 - 30 x 3 sampai 4 μm (Gambar 6). Klamidospora hialin, tunggal atau berpasangan, terminal atau interkalar.
Gambar 6. Konidia jamur Fusarium spp.
Koloni isolat berwarna putih keabu-abuan menunjukkan kemiripan pada jamur Botryodiplodia spp. Pada pengamatan secara makroskopis, miselium
Botryodiplodia spp. pada permukaan atas koloni awalnya berwarna putih (Gambar 6a) dan bertambah gelap seiring dengan bertambahnya umur koloni.
Perubahan warna dimulai dari bagian tengah koloni dan terus menyebar hingga ke bagian tepi cawan petri. Setelah hari keempat miselium menjadi abu-abu atau hijau kehitaman dan menjadi berwarna hitam setelah isolat berumur 10 hari (Gambar 7b,c). Sedangkan koloni pada bagian bawah media dalam cawan petri abu-abu, hijau kehitaman atau hitam. Aisah (2014) menyatakan bahwa cendawan Botryodiplodia spp. umumnya akan mengalami perubahan warna koloni menjadi lebih gelap, seiring dengan lamanya waktu inkubasi.
Morfologi koloni miselium isolat Botryodiplodia spp. memiliki tekstur seperti benang halus (fluffy) dengan miselium udara yang tebal dan koloni menyebar dari bagian tengan dengan alur tidak beraturan (rugose). Isolat yang ditumbuhkan pada media PDA menunjukkan pertumbuhan radial miselium yang cepat, yaitu dapat memenuhi cawan petri (Ø 9 cm) setelah 2 sampai 3 hari masa inkubasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Nurhasanah (2012) bahwa pertumbuhan koloni B. theobromae pada beberapa tanaman inang berbeda-beda. Koloni isolat asal pisang dapat mencapai 9 cm pada 36 jam setelah tanam (JST) dan miselium
isolat asal jeruk dan karet memiliki kecepatan pertumbuhan mencapai 9 cm pada 48 JST.
Gambar 7. Penampilan makroskopis jamur Botryodiploidia spp. : (a) Permukaan miselium 2 Hsi berwarna putih, (b) Permukaan miselium 10 Hsi berwarna putih keabu-abuan, (c) Miselium 10 Hsi tampak bawah berwarna abu-abu kehitaman
Koloni Botryodiplodia spp. yang berumur lebih dari tiga minggu pada kondisi tertentu akan muncul piknidia pada permukaan koloni (Gambar 8a).
Sclerotia merupakan tubuh buah yang berbentuk seperti labu yang di dalamnya terdapat konidiofor dan memproduksi konidia (Agrios,2005). Sclerotia tumbuh bergerombol berisi cairan berwarna hitam (Gambar 8b). Winara (2014) menyatakan bahwa salah satu penciri spesifik dari isolat Botryodiplodia spp.
a b c
22
adalah pada koloni miselium yang sudah tua (> 2 bulan) muncul oozing pada permukaan koloni yang berisi cairan pekat berwarna hitam.
Gambar 8. Sclerotia isolat jamur Botryodiplodia spp. : (a) Sclerotia berkelompok
pada permukaan isolat jamur, (b) Mikroskopis Sclerotia
Sclerotia isolat Botryodiplodia spp. pada tanaman gambir memiliki
kesamaan dengan sclerotia asal tanaman jeruk, kakao dan manggis.
Nurhasanah (2012) menjelaskan bahwa sclerotia asal tanaman jeruk, kakao dan manggis berwarna hitam. Tampak dari atas sclerotia berbentuk bulat dan timbul serta diselimuti oleh miselium cendawan putih.
Pertumbuhan sclerotia pada koloni Botryodiplodia spp. yang sangat lambat dan beragam menunjukkan bahwa adanya faktor yang mempengaruhi kecepatan pertubuhan sclerotia. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah kondisi lingkungan. Umumnya sclerotia akan terbentuk pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Sclerotia akan tumbuh cepat jika diisolasi pada media miskin hara. Sementara, PDA bukan media miskin hara. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Shah et al. (2010) yang menunjukkan bahwa 13 isolat B. theobromae yang ditumbuhkan pada media PDA dapat membentuk sclerotia
setelah 20-34 hari masa inkubasi.
Pengamatan dan identifikasi secara mikroskopis, menunjukkan bentuk hifa Botryodiplodia spp. memiliki sekat dan hialin (Gambar 9a) atau berwarna
b a
kecoklatan (Gambar 9b). Klamidiospora terbentuk pada bagian pangkal atau buku hifa (Gambar 9c). Winara (2014) menjelaskan bahwa hifa Botryodiplodia spp.
bersekat, hialin ketika muda dan coklat kehijauan jika sudah tua.
Gambar 9. Hifa Jamur Botryodiplodia spp. yang menunjukkan sekat: (a) Hifa hialin, (b) Hifa berwarna kecoklatan (c) Klamidiospora
Konidia jamur Botryodiplodia spp. dihasilkan dalam sclerotia. Konidia yang diperoleh pada saat pengamatan dan identifikasi yaitu hialin dan tidak bersekat. Konidia berbentuk ovoid dan ellipsoid (Gambar 10). Ini menunjukkan bahwa konidia yang diperoleh adalah konidia muda sebagaimana Menurut Watanabe (2002) konidia B. theobromae berpencar secara tungal, hialin berbentuk jorong atau silinder, dan pada umumnya konidia matang terdiri dari dua sel
(bersekat satu). Pematangan konidia B. theobromae berjalan lambat Gandjar et al. (1999).
Gambar 10. Konidia jamur Botryodiplodia spp.
a b c
24
Ukuran panjang dan lebar konidia jamur Botryodiplodia spp. bervariasi (Tabel 2). Panjang rata-rata konidia adalah 7,87 ± 1,75 dan lebar rata-rata 2,61 ± 0,67. Perbedaan ukuran konidia menunjukkan bahwa ada keragaman
ukuran konidia antar isolat. Ukuran konidia isolat Botryodiplodia spp. asal tanaman gambir sesuai dengan penyataan Watanabe (2002) bahwa ukuran konidia 7,5-17,5 x 2,2-4,5 μm.
Tabel 2. Ukuran panjang dan lebar konidia jamur Botryodiplidia spp.
Keterangan Ukuran Konidia
Rata-rata (μm) ± SD Max Min
Panjang 7,87 ± 1,75 12,19 5,52
Lebar 2,61 ± 0,67 3,93 1,56
Keterangan : SD = standar devisiasi Postulat Koch
Postulat Koch merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuktikan faktor penyebab primer suatu penyakit pada tanaman. Suatu mikroba dapat dikatakan sebagai agen penyebab penyakit bila memenuhi kaidah postulat Koch yaitu: (a) Patogen membentuk asosiasi yang tetap dengan penyakit, (b) Patogen dapat diisolasi dari jaringan sakit dan dapat ditumbuhkan pada media buatan, (c) Kultur murni hasil isolasi dapat diinokulasikan pada tanaman sehat dan menghasilkan gejala yang sama seperti penyakit sebelumnya, (d) Patogen dapat direisolasi dari tanaman sakit dan memiliki karakter yang sama dengan patogen sebelumnya (Agrios 2005)
Berdasarkan hasil Postulat Koch yang telah dilakukan, setelah dilakukan inokulasi suspensi konidia pada tanaman gambir sehat tampak nekrosis pada titik inokulasi yang selanjutnya berkembang ke bagian lainnya sehingga bagian yang terinfeksi akan terlihat berwarna kecoklatan. Penyakit yang berkembang akan
Gambar 11. Gejala penyakit pada bibit gambir setelah inokulasi pada tahap
Postulat Koch: (a) Pestaliopsis sp., (b) Fusarium spp., (c) Botryodiplodia spp. dan (d) kontrol.
Isolat yang mampu menghasilkan gejala pada tanaman gambir adalah isolat Botryodiplodia spp. dan Fusarium spp. Inokulasi suspensi konidia isolat Botryodiplodia spp. menimbulkan gejala nekrosis setelah masa inkubasi 2-3 hari (Gambar 11c). Nekrosis yang cepat berkembang ke bagian atas tanaman, menyebabkan batang bagian atas dan daun menjadi berwarna kecoklatan dan selanjutnya mati. Nekrosis yang tidak berkembang umumnya hanya mengalami perubahan warna dari coklat menjadi coklat kehitaman dengan arah penyebaran melintang. Pelukaan merupakan jalan masuk bagi hifa menginfeksi tanaman sehinga menyebabkan infeksi pada pembuluh tanaman. Atia et al. (2003) menjelaskan bahwa cendawan B. theobromae yang diinokulasikan pada tanaman
b
c d
26
anggur, dapat mengakibatkan sel epidermis dan korteks menjadi berwarna coklat tua. Sel mengalami plasmolisis dan kebanyakan sel floem dan xilem mengalami kerusakan. Berkas pembuluh merupakan jalan yang mudah dan cepat bagi hifa B. theobromae untuk menyebar.
Gejala yang ditimbulkan akibat inokulasi suspensi konidia isolat Fusarium spp. berupa nekrosis pada titik inokulasi, namun tidak sampai
mematikan jaringan tanaman gambir hingga mengerut (Gambar 11b). Masa inkubasi untuk menimbulkan gejala pada tanaman gambir, bervariasi antara isolat satu dengan isolat lainnya. Masa inkubasi yang cepat berkisar 3 sampai 4 hari, sedangkan yang relatif lama lebih dari 10 hari. Gejala yang muncul lebih dari 10 hari, menunjukkan batang dan daun terlihat layu dan kusam.
Inokulasi suspensi isolat Pestaliopsis sp. dan injeksi air steril tidak menimbulkan gejala. Bagian tanaman yang dilukai yang menjadi titik inokulasi mengalami penebalan dan luka tertutup kembali (Gambar 11a,d). Walaupun sebagian besar isolat yang diinokulasikan dapat menimbulkan gejala, akan tetapi isolat yang dapat menghasilkan gejala identik dengan gejala alami mati pucuk di lapangan adalah isolat Botryodiplodia spp.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Hasil isolasi jamur dari tanaman gambir yang terinfeksi penyakit mati pucuk berdasarkan warna isolat diperoleh sebanyak tiga jenis isolat, yaitu berwarna putih, putih keabu-abuan, dan putih keunguan.
2. Hasil postulat Koch membuktikan bahwa inokulasi isolat berwarna putih keabu-abuan menunjukkan gejala identik dengan gejala alami di lapangan.
3. Hasil identifikasi isolat berwarna putih keabu-abuan menunjukkan kemiripan dengan genus Botryodiplodia spp..
Saran
Perlu dilakukan analisis molekuler untuk mengidentifikasi spesies patogen dan mengetahui keragaman genetik patogen.
28
DAFTAR PUSTAKA
Adi, H. E. 2011. Pengembangan Agroindustri Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology. 5th ed. New York (US): Elsevier Academic Pr.
Ahmad, I., Khan, R.A., Siddiqui, M.T. 2012. Incidence of dieback disease following fungal inoculations of sexually and asexually propagated shisham (Dalbergia sissoo). For Path. 43:77-82.
Ahmadi, N.R., M. Hadad, E.A., A.M. Hasibuan, 2009. Status Teknologi Budidaya Dan Pengolahan Gambir. Kerjasama Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian dan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri, Suka Bumi.
Aisah, A.R. 2014. Identifikasi dan patogenisitas cendawan penyebab primer penyakit mati pucuk pada bibit Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb).
Miq). Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Akrofi, A.Y., Amoah, F.M. 2009. Pestalotia spp. causes leaf spot of Vitellaria paradoxa in Ghana. Afr J Agric Res. Diakses dari:
www.academicjournals.org/article/article 1380793191_Akrofi and Amoah.pdf.
Anggraeni, I. dan Lelana, N.I. 2011. Diagnosis Penyakit Tanaman Hutan. Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan 4(4):330-333.
Arviandi, R. 2015. Evaluasi Sifat Kimia Tanah Inceptisol Pada Kebun Inti Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Di Kecamatan Salak Kabupaten Pakpak Bharat. FPUSU, Medan.
Atia, M.M.M., Aly, A.Z., Tohamy, R.M.A., El-Shimi, H., Kamhawy, M.A. 2003.
Histopathological studies on grapevine die-back. Journal of Plant Diseases and Protection Diakses dari : www.jpdp- online.com/artikel.dll/2003-02-s131-142-atia-histo_NTc3NJA.PDF.
Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kab. Pakpak Bharat, 2011. Budidaya Tanaman Gambir. Cyber-Extension BP4K Pakpak Bharat, Salak.
Bashir, U., Tahira, J.J. 2012. Evaluation of Eucalyptus camaldulensis against Fusarium solani. Int J Agric Biol. Diakses dari http://www.fspublishers.org/ijab/pastissues/IJABVOL_14_NO_4/36.pdf.
BPS Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2014. Luas Tanaman dan Produksi Gambir Tanaman Perkebunan Rakyat menurut Kabupaten, 2014.
Medan. Diakses dari data bps gambir sumatera Indo_54_17686142.xls pada 4 Agustus 2016.
BPS Pakpak Bharat, 2016. Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe dalam angka 2016 Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pakpak Bharat, Salak.
BPTPSU, 2013. Budidaya dan Pengolahan Gambir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Medan.
Danian, A., Daswir, Anria, Nurmansyah, Z., Hasan, Jamalius, I., Kusumah, Janaris, Hadat, E.A. 2005. Penampilan tiga calon varitas unggul gambir di Sumatera Barat. Prosiding Simposium IV Hasil Penelitian Tanaman Perkebunan Bogor 28-30 September 2004. Badan Peneliti dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan perkebunan, Bogor.
Darwis, H. S. 2013. Ayo Kenali Penyakit Mati Ujung Pada Kopi. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan, Medan. Diakses
dari: www.ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpmed/, (Dikunjungi pada 04 Agustus 2016).
Denian, A. dan A. Fiani. 1994. Indeks luas daun beberapa tipe gambir. Makalah Seminar 21 September 1994 hal 73-79.
Djarwaningsih, T. 1993. Gambir. Dalam : Sutarno, H., H. Pudjaatmaka, dan S.
Danimihardja (Eds.) Pendayagunaan Tanaman Penghasil Bahan Pewarna dan Penyamak padaLahan Kritis. Yayasn Prosea Bogor. Hal. 16-18.
Douglas, S.M. 2009. Combating plant diseases in the nursery. New Haven (US):
Departement of Plant Pathology and Ecology, The Connecticut Agricultural Experiment Station. Diakses dari:
http://www.newenglandgrows.org/handouts/2009/Sharon DouglasHandout.pdf.
Eviza, A. 2002. Budidaya dan Pengelolaan Gambir. Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh, Payakumbuh.
Fauza, H. 2011. Pengembangan Usaha Perkebunan dan Industri Gambr di Sumatera Barat : Peluang dan Tantangan. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang. Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegritas Menuju Kedaulatan Pangan. Fakultas PertanianUniversitas Trunojoyo.
Ginting, H. B. 2004. Sistem Usaha Tani. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
30
Hadi, S. 1994. State of the art of forest tree seedborne pathogens in Indonesia. Di dalam : Hadi S. 2001. Patologi hutan : perkembangan di Indonesia. Hal 195-207. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Heyne, K. 1987. Tumbuh-tumbuhan berguna Indonesi Jilid III (terjemahan Nur Udin). Badan Litbang Kehutanan. Jakarta. Hal. 1767-1775.
Khanzada, M.A., Lodhi, A.M., Shahzad, S. 2004. Mango dieback and gummosis in Sindh, Pakistan caused by Lasiodiplodia theobromae. PHP. Diakses dari:http://www.plantmanagementnetwork.org/pub/php/diagnosticguide/20 04/mango/. DOI: 10.1094/PHP-2004-0302-01-DG
Manik, T. 2012. Respon Pertumbuhan Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Terhadap Intensitas Cahaya, Jumlah Buku Stek Dan Media Tumbuh Pada Pembibitan Di Kabupaten Pakpak Bharat. Pasca Sarjana FP USU, Medan.
Mardinus., A. Ayub, R. Nurlinda. 1995. Penelitian Pendahuluan Gejala Penyakit pada Tanaman gambir di Sumatera Barat. makalah Seminar Kongres Nasional PFI XII (26-27 September 1995), Mataram.
Muehlbach, H.P., Tantau, H., Renk, S., Schultz, D., Woelki, S., Meyer, H.,
Schulze, J., Palm, D., Stubbe, A., Fennemann, M., Valdez, N., Sarker, R.H., Alam, S. K.S., Saha, M.L., Khan, M.S., Hoque, M.I. 2010.
Molecular detection and characterization of biotic agents associated with dieback disease of Dalbergia sissoo Roxb. in Bangladesh. di dalam: Islam AS et al., editor. Role of Biotechnology in Food Security and Climate Change. Proc. Sixth Intl. Plant Tissue Cult. & Biotech; 2010 Desember 3- 5; Dhaka. Dhaka (BD): Bangladesh Assoc. Plant Tissue Cult. & Biotech.
hlm 131-143.
Muhammedi. 2013. Pemetaan Potensi Sebaran Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.) di Kecamatan Pangkalan Kabupaten Lima Puluh
Kota. Prodi Kehutanan FP USU. Medan.
Nainggolan, P., dan B. Parhusip. 2013. Teknologi Perbenihan Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Medan.
Nasution, R. 2010. Survei dan identifikasi penyebab kematian (dieback) pada tanaman alpukat (Persea americana Mill.) di Kabupaten Garut, Jawa Barat: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Novaes, E., Kirst, M., Chiang, V., Sederoff, H.W., Sederoff, R. 2010. Lignin and biomass: a negative correlation for wood formation and lignin content in trees. Plant Physiol. 154: 555-561.
Nurhasanah, Y.S. 2012. Karakteristik cendawan Botryodiplodia theobromae dan Rhizoctonia solani dari berbagai tanaman inang berdasarkan morfologi dan pola RAPD-PCR. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Pane, T. C. 2011. Analisi Faktor yang Mempengarungi Produksi Gambir di Kabupaten Pakpak Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Rambe, A.S. 2012. Penilaian Kadar Basa-Basa Tukar Dan Kejenuhan BasaTanah Serta Pertumbuhan Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Di Kebun Inti Gambir Kabupaten Pakpak Barat. FPUSU, Medan.
Ridsdale, C.E. 1992. Uncaria gambir (Hunter) Roxb. In Lemmens, R.H.M.J. &
Wulijarni_Soetjipto, N. (Eds): Plant Resources ofSouth-East Asia. No. 3:
Dye and tannin-pduducting Plants. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia.
Pp. 125-127.
Sastrapradja, S., S. Dinimihardja, R. Soejono, N.W., Soetjipto., M.S. Prana. 1980.
Tanaman Industri. PN. Balai Pustaka. Jakarta. 132 hal.
Semangun, H. 2006. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Univrsitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Shah, M.D., Verma, K.S., Singh, K., Kaur, R. 2010. Morphological, pathological and molecular variability in Botryodiplodia theobromae (Botryosphaeriaceae) isolated associated with die-back and bark cancer of pear trees in Punjab, India. Genetics and Molecular Research. 9(2):1217- 1228.
Watanabe, T. 2002. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi Morphologies of Cultured Fungi and Key to Species. CRC Press LLC. Washington D.C.London (GB): CRC Pr.
Winara, A. 2014. Bioaktivitas Ekstrak Mahoni Dan Identifikasi Jenis Isolat Botryodiplodia Sp. Penyebab Mati Pucuk Pada Bibit. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yuhono, J.T. 2004. Analisis Penda-patan Usahatani dan Pemasaran Gambir.
Buletin TRO No 2. Badan Litbang Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.
Zeijlstra, H.H. 1994. Sirih, pinang, en gambir. In: van Hall, C.J.J., & van de Koppel (Eds): De Landbouw in de Indische Archipel (Agriculture in The Indonesia Archipelago).Vol. 2B. Van Hoeve, „s-Gravenhege, the Netherlands. Pp.: 578-619.
32
Lampiran 1. Peta Kabupaten Pakpak Bharat dan Kec. Sitellu Tali Urang Jehe
Peta Pembagian Wilayah Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat
Peta Pengambilan Sampel Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe
Keterangan:
Desa Pengambilan Sampel
Lampiran 2. Ukuran panjang dan lebar Konodia Botryodiplodia Sample Konidia Panjang Lebar
1 6,589 3,423
2 6,034 3,444
3 7,170 3,928
4 6,192 3,545
5 7,807 2,686
6 8,503 3,538
7 11,899 3,212
8 9,979 3,928
9 9,695 3,324
10 7,061 2,237
11 6,826 2,533
12 9,462 2,686
13 5,523 2,050
14 11,565 2,458
15 5,962 1,608
16 8,244 2,435
17 7,780 2,177
18 8,790 2,117
19 7,110 2,237
20 6,110 1,943
21 6,725 2,108
22 6,165 1,562
23 6,966 1,721
24 5,539 1,661
25 6,931 2,406
26 8,255 2,413
27 8,086 2,315
28 6,860 2,251
29 8,416 2,795
30 7,594 2,418
31 9,207 3,393
32 8,474 2,265
33 12,190 3,221
Rata-rata 7,87 2,61
Max 12,19 3,93
Min 5,52 1,56
Standar Deviasi 1,75 0,67
34
Lampiran 3. Suhu dan Kelembapan Lokasi Penelitian Data Suhu
Tanggal T 07.00 - 08.00
T 12.00 - 13.00
T 16.00 -
17.00 Temperatur (T) C
13-Mei-17 26 31,3 31,3 28,6
14-Mei-17 22,5 31,1 31,7 27,0
15-Mei-17 24,1 30,2 29,3 26,9
16-Mei-17 23,9 33,4 30,8 28,0
17-Mei-17 24,7 31,6 30,6 27,9
18-Mei-17 26,1 26,5 28,4 26,8
19-Mei-17 26,1 28,2 30,4 27,7
20-Mei-17 23,5 30,4 28,8 26,6
21-Mei-17 25,5 27,2 30,2 27,1
22-Mei-17 24,4 30,2 29,2 27,1
23-Mei-17 25,1 29,5 29 27,2
24-Mei-17 25,2 31,8 29,4 27,9
25-Mei-17 25,4 31,7 29,8 28,1
26-Mei-17 24,1 33,3 30,4 28,0
Rata-rata 25 30,5 30,0 27,5
Data Kelembapan Relatif Tanggal
RH 07.00- 08.00 (%)
RH 12.00- 13.00 (%)
RH 16.00- 17.00 (%)
Kelembapan Relatif (RH) %
13-Mei-17 77 60 68 68,3
14-Mei-17 98 65 79 80,7
15-Mei-17 87 89 91 89,0
16-Mei-17 94 85 55 78,0
17-Mei-17 87 78 69 78,0
18-Mei-17 81 99 79 86,3
19-Mei-17 86 65 67 72,7
20-Mei-17 99 70 70 79,7
21-Mei-17 82 68 68 72,7
22-Mei-17 98 60 69 75,7
23-Mei-17 86 64 67 72,3
24-Mei-17 99 50 71 73,3
25-Mei-17 80 53 60 64,3
26-Mei-17 86 45 58 63,0
Rata-rata 88,6 67,9 69,4 75,3
Lampiran 4. Lokasi pengambilan tanaman sampel gambir yang digunakan pada tahap isolasi
Gambar Lokasi
Desa Bandar Baru
Desa Perjaga
Desa Kaban Tengah
36
Desa Mbinalun
Desa Tanjung Mulia
Lampiran 5. Foto kegiatan penelitian
Gambir di Pembibitan Bibit Gambir yang digunakan pada Percobaan
Gambir Terserang Gejala pada jaringan Isolasi Mati Pucuk Tanaman
Inokulasi Suspensi konidia Gejala 2 HSI Pegukuran suhu dan Kelembapan
38
Lampiran Profil Lahan Penelitian Pemilik : Josua Sihombing Alamat Lahan : Lae Ikan
Luas Lahan : 2 Ha Jarak tanam : 2 x 2 m
Vegetasi sekitas : Karet, Durian, jengkol, (terawatt) Pupuk : urea (semprot racun dan urea)
Umur : 15 tahun
Riwayat : hutan dan dibuka dengan padi
Pemilik : Lijen Angkat
Alamat Lahan : Nanjombal Luas Lahan : 1 ha
Jarak tanam : 1,5 x 1,5 m Vegetasi sekitas : Jengkol
Pupuk : urea (semprot racun dan urea)
Umur : >20 tahun
Riwayat : padi
Pemilik : Pak Berutu
Alamat Lahan : Lahan kaban tenga Luas Lahan : 2 ha
Jarak tanam : 2 x 2 m
Vegetasi sekitas : Karet, durian, Jengkol (terawat)
Pupuk : urea (semprot racun dan urea)
Umur : >10 tahun
Riwayat : padi
Pemilik : Pak Daud Sagala
Alamat Lahan : Perjaga Luas Lahan : 3 ha Jarak tanam : 2 x 2,5 m
Vegetasi sekitas : Durian (terawat)
Pupuk : urea (semprot racun dan urea)
Umur : >10 tahun
Pemilik :
Alamat Lahan : Bandar Baru Luas Lahan : 2 ha
Varietas Gambir :
Jarak tanam : 2 x 2 m Vegetasi sekitas :
Pupuk : urea (semprot racun dan urea)
Umur : 10 tahun