• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI KESEDIHAN DALAM NOVEL “BALADA ROSID DAN DELIA” (Studi Semiotik Representasi Kesedihan Dalam Novel Balada Rosid dan Delia).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI KESEDIHAN DALAM NOVEL “BALADA ROSID DAN DELIA” (Studi Semiotik Representasi Kesedihan Dalam Novel Balada Rosid dan Delia)."

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

Disusun oleh : RIZKY HELDA APRILIA

0643010335

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 2 Desember 2010

Menyetujui, Tim Penguji :

Pembimbing 1. Ketua

Dra. Herlina Sukmawati MSi Ir. H. DidiekTranggono, Msi

NIP. 19641225 199 309 2001 NIP. 030 203 679

2. Sekertaris

Dra. Diana Amalia, MSi NIP. 19630907 199103 2001

3. Anggota

Dra. Herlina Sukmawati, MSi NIP. 19641225 199 309 2001 Mengetahui,

DEKAN

(2)

Halaman Judul Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAKSI ... vi

BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 7

I.3. Tujuan Penelitian ... 7

I.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 9

2.1.1 Karya Sastra Novel Sebagai Komunikasi Massa ... 9

2.1.2 Novel ... 11

2.1.3 Representasi ... 13

2.1.4 Kesedihan ... 17

2.1.5 Kesedihan dan Kemurungan ... 22

2.1.6 Emosi ... 24

2.1.7 Pernikahan Beda Agama... 29

2.1.7.1 Pandangan Masing-Masing Agama ... 30

2.1.8 Semiotika Komunikasi ... 32

2.1.9 Teori Roland Barthes ... 34

(3)

3.1. Metode Penelitian ... 42

3.2. Subyek Penelitian ... 43

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.4 Corpus ... 44

3.5. Teknis Analisis Data ... 45

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Objek Penelitian ... 47

4.2. Penyajian dan Analisis Data ... 51

4.2.1 Penyajian Data ... 51

4.2.2 Analisis Data ... 53

4.2.3 Hasil Analisis Data ... 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 88

5.2. Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA

(4)

semua kelancaran dalam melalui proses yang sangat panjang akhirnya penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini dengan judul Representasi Kesedihan dalam novel “ Balada Rosid dan Delia” (Studi Semiotik tentang kesedihan dalam novel “Balada Rosid dan Delia”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial jurusan Ilmu Komunikasi pada Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam proses pengerjaan Skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan inilah penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak.

** Special Thanks To….

 Mama dan Ayah tercinta yang menjadi sumber semangatku untuk menyelesaikan skripsi ini, Terima kasih untuk dukungan moril maupun materiil.

 Ibu Herlina Suksmawati, selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing dan memberikan nasehat yang berguna bagi penulis. Terima kasih atas waktu, kritik dan sarannya ya bu….

 Bapak Didik Tranggono, selaku dosen penguji. Terima kasih atas saran dan nasihatnya yang sangat membantu.

(5)

 Terima kasih kepada semua staf TU yang sudah membantu dalam segala hal.

** Special Thanks To my Friends …….

Buat Gendut thanks for all, you’re my source inspiration, Thanks for come in my Live ^_^

 Buat Ully sahabatku tercinta yang selalu membantuku dan berjuang bersama dalam mengerjakan skripsi and to Aan, Yenis “ Perjuangan kita da selesai Rek!!” Thanks for all my friends…

Thanks buat nyul and Mbak CiciL “ Cerita cinta kita sukses aku ungkapin lewat skripsi ini”. hehehe…

 Thanks buat Huda yang uda temenin cari Novel ini sampai ketemu.

Akhirnya tidak akan mungkin terjadi apapun di dunia ini tanpa kehendak dan Restu dari ALLAH. Namun demikian penulis menyadari bahwa dalam Skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan baik dalam isi maupun penyajian, oleh karena itu dengan senang hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Surabaya, 04 Desember 2010

(6)

BALADA ROSID DAN DELIA (Studi Semiotic Representasi Kesedihan Dalam Novel Balada Rosid dan Delia).

Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada fenomena yang terjadi dimasyarakat yang memandang buruk hubungan berbeda agama. Agama seringkali menjadi penghalang bagi mereka yang saling mencintai, padahal sebenarnya semua agama mengajarkan pada kebaikan. Hubungan berbeda agama memang dilarang dalam ajaran islam tetapi tergantung kita yang menilai apa itu perbedaan dan bagaimana menanggapinya.

Atas dasar inilah peneliti ingin membedah tentang bagaimana sepasang kekasih seperti Rosid dan Delia dalam novel “Balada Rosid dan Delia” dalam menjalani hubungan berbeda agama. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengbongkar “image” (fikiran) buruk dalam masyarakat mengenai hubungan berbeda agama yang seharusnya didukung dan diberi jalan tengah untuk menghadapi masalah perbedaan agama.

Semiotik dipilih sebagai metode penelitian karena semiotic merupakan kajian ilmu yang berkaitan dengan teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori dari Roland Barthes dengan metode kualitatif memaknai leksia-leksia dan mengamati apa yang disebut dengan petanda dan penanda karena peneliti berusaha untuk menggambarkan kesedihan seperti apa yang dialami Rosid dan Delia dalam menjalin hubungan berbeda agama sehingga tipe penelitian ini adalah deskriptif.

Kesimpulan dari penelitian ini menggambarkan kesedihan yang dialami Rosid dan Delia dalam menjalin hubungan berbeda agama. Banyak hubungan yang harus berhenti ditengah jalan karena berbeda agama. Hal ini menjadi alasan mengapa agama yang harus memisahkan cinta mereka, cinta yang seharusnya bersatu tapi terpisah karena agama. Dalam penelitian ini peneliti ingin menjabarkan bahwa agama bukan jurang pemisah bagi manusia didunia ini. Berpandangan rasional terhadap hubungan berbeda agama adalah keputusan yang bijak.

(7)

I.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan dan menimbulkan efek. Pesan yang disampaikan tentunya melalui perantara sebuah media massa. Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang dikelola suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat yang anonim dan heterogen. Media massa menurut Defluer dan Denis merupakan suatu alat yang digunakan untuk komunikasi dalam penyampaian pesan yang ditransmisikan dengan menggunakan suatu teknologi, dimana sasaran media tersebut merupakan khalayak yang besar dan massal yang menyimak dan merasakan terpaan pesan dengan caranya sendiri (Winarso,2005:171).

(8)

Media massa menurut Defluer dan Denis merupakan suatu alat yang digunakan untuk komunikasi dalam penyampaian pesan yang ditranmisikan dengan menggunakan suatu tekhnologi, dimana sasaran media tersebut merupakan khalayak yang besar dan missal yang menyimak dan merasakan terpaan pesan dengan caranya sendiri (Winarso,2005:171). Fungsi media massa menurut Jay Black dan F.C Whitey, yaitu media massa memberikan hiburan, melakukan persuasi dan sebagai transmisi budaya atau tempat berlalunya nilai-nilai budaya dan social diluar kita (Winarso,2005:28). Fungsi media massa secara umum dalam berbagai wacana ada empat fungsi yaitu fungsi penyalur informasi, fungsi untuk mendidik, fungsi untuk menghibur dan fungsi untuk mempengaruhi. Keempat fungsi tersebut sangat melekat erat dalam media massa secara utuh dan fungsi-fungsi tersebut saling berhubungan, mempengaruhi atau mendukung satu dengan yang lainnya sehingga pelaksanaannya harus dilakukan secara bersama-sama, tanpa mengesampingkan salah satu diantaranya.

(9)

Novel modern selama ini lebih banyak diteliti sebagai karya sastra daripada sebagai media komunikasi modern (Hoed.1989:6). Sebenarnya sebagai media massa cetak berbentuk fisik, novel digemari karena mampu tampil secara individu, personal serta isi pesannya sangat spesifik dan mendalam. Isi pesan dalam novel saat ini begitu banyak menyajikan gambaran suatu realitas social saat ini. Ditinjau dari penjelasan diatas, maka sebuah karya sastra berbentuk buku yang dibuat oleh penulis atau pengarang yaitu novel, dapat digolongkan sebagai sebuah media massa seperti media cetak yang dapat memberikan kehidupan dan informasi bagi pembacanya. Novel juga memiliki fungsi untuk menghibur dan persuasive (mempengaruhi ) pembacanya. Selain itu novel juga banyak digunakan untuk keperluan studi, pengetahuan, hobi atau media hiburan dengan penyajian mendalam yang sangat jarang ditemukan pada media lain.

(10)

keharuan, disamping adanya makna yang tersirat. Makna yang tersirat itu sering berfungsi sebagai pesan utama pengarang.

Sebagai suatu karya satra, novel adalah sebuah teks. Novel merupakan hasil dari performance individu yang berbeda satu sama lain dan muncul sebagai wujud kreatifitas. Segala sesuatu yang berasal dari pengalaman individu sebagai makhluk individual maupun social adalah tindakan komunikasi. Performance adalah semua yang berhubungan dengan individu sebagai bagian dalam suatu interaksi dalam masyarakat. Baik bahasa verbal maupun nonverbal yang melekat pada diri individu. Performance kaya akan simbolisasi yang terdiri dari emosi, pikiran, personal bearing, style, dan cerita. Sebagai salah satu media komunikasi, novel juga dipersepsi oleh khalayaknya secara berbeda. Dalam memahami dan memaknai isi media, khalayak melibatkan banyak factor didalamnya. Proses pemaknaan dimungkinkan dengan hadirnya banyak aspek. Aspek individu berkaitan dengan karakteristik demografis, latar belakang pendidikan, kelas social melibatkan budaya yang tersosialisasi sejak dini oleh khalayak. Budaya timbul sebagai hasil interaksi dan proses komunikasi. Dimana dalam budaya terjadi proses pemaknaan dan negoisasi makna antar individu. Individu budaya timbul sebagai hasil interaksi dan proses komunikasi.

(11)
(12)

Dalam penelitian novel ini penulis ingin merepresentasikan kesedihan yang dialami rosid dan delia dalam novel balada rosid dan delia. Kesedihan dalam novel ini seperti kesedihan realitas hubungan beda agama dilingkungan sekitar penulis. Hambatan dan pertentangan yang sering mereka hadapi merupakan kesedihan yang mendalam bagi mereka seperti apa yang tertulis dalam novel balada rosid dan delia. Dari sinilah penulis tertarik meneliti novel balada rosid dan delia karena penulis ingin menemukan kesedihan seperti apa yang dialami oleh rosid dan delia dalam menjalin hubungan berbeda agama. Kesedihan yang mereka alami bisa membawa dampak buruk bagi mereka berdua dan orang. Hal ini sering terjadi pada realitas yang ada yaitu tidak disetujuinya hubungan percintaan dua agama yang berbeda seperti apa yang terjadi dalam novel “ Balada Rosid dan Delia”.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Barthes dalam memaknai leksia-leksia yang dapat menggambarkan objek yang diteliti. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang disebut sebagai system pemaknaan tataran kedua, yang dibangun diatas system lain yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan contoh paling jelas system pemaknaan tataran kedua yang dibangun diatas bahasa sebagai system pertama. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang didalam Mythologies-nya secara tegas dibedakan dari denotative atau system pemaknaan tataran pertama. 

(13)

tersebut bisa berfungsi. Seperti dalam teori Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Tanda-tanda baca yang mengartikan pembaca pada arti atau makna dari isi pesan novel tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah “Bagaimanakah representasi kesedihan yang dialami Rosid dan Delia dalam novel “Balada Rosid dan Delia?”

1.3 Tujuan Penelitian

Peneliti ingin mengetahui “ Kesedihan apakah yang dialami Rosid dan Delia dalam menjalin hubungan asmara berbeda agama pada novel “ Balada Rosid dan Delia”.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(14)

2. Manfaat Praktis

(15)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Karya Sastra Novel Sebagai Komunikasi Massa

Secara behavioral, semua makhluk didunia ini melakukan komunikasi tetapi, hanya komunikasi yang menggunakan symbol. Sesuai dengan pendapat Danwey, Duncan memandang bahwa masyarakat lahir dalam dan melalui komunikasi symbol-simbol bermakna. Mekanisme melalui hubungan-hubungan lisan dan tulisan dianggap sebagai cara-cara berkomunikasi yang paling konstan dan lazim dalam kehidupan social, dengan sendirinya merupakan fondasi, sumber dan energy bagi semua aktifitas. Paradigma Behaviorisme antara hubungan bersifat arbiter tidak terkait ruang dan waktu. Karena itulah rangsangan yang sama dapat menimbulkan respon-respon yang berbeda pada responden yang sama, tetapi dalam waktu yang berbeda.

(16)

bagi perkembangan media massa. Pada massa tersebut naskah kitab suci banyak yang ditulis dan dicetak untuk memenuhi kebutuhan public secara luas (Junaedi, 2007:27).

Karya sastra, salah satu bentuk kretifitas cultural, sebagai representasi superkultur ideology, dipandang sebagai gejala-gejala social yang terdiri dari system informasi yang sangat rumit. Disatu pihak karya sastra merupakan respon-respon interaksi social, yaitu gejala social sebagai akibat antara hubungan pengarang dengan masyarakat. Dipihak lain, karya sastra menyediakan dunia rekaan bagi pembacanya. Dalam pemikiran yang terakhir inilah sesungguhnya terletak gagasan mengenai komunikasi sastra. Hubungan karya sastra dengan masyarakat tidak bermaksud untuk menjelaskan hubungan-hubungan individu, melainkan hubungan kelompok yang didalam individu yang terlibat secara aktif. Kompleksitas hubungan ini mengadakan aktivitas komponen komunikasi yang terjadi secara terus-menerus, yaitu dalam kerangka proses komunikasi.

(17)

Hubungan karya sastra dengan masyarakat merupakan komplektisitas hubungan yang bermakna, antar hubungan yang bertujuan untuk saling menjelaskan fungsi-fungsi perilaku social yang terjadi pada saat tertentu (Ratna, 2003 : 137).

Analisis struktur karya sastra selalu dalam kaitannya dengan struktur social, artinya semesta tokoh dan peristiwa dipahami dalam rangka pemahaman bersama. Pemahaman tersebut bukan untuk menemukan makna tunggal, bukan juga untuk menemukan makna yang sesuai dengan subjek creator. Sebaliknya, pemahaman justru mengarahkan pada keragaman interpretasi kehidupan sehari-hari dengan cara yang sangat halus tidak langsung mengacu pada kualitas transcendental, konotatif dan metafotis. (Ratna, 2003 : 132-133).

2.1.2 Novel

(18)

Novel merupakan bentuk karya sastra paling popular didunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasi yang luas pada masyarakat sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu, novel serius dan novel hiburan. Novel serius adalah novel yang apabila membacanya membutuhkan suatu konsentrasi dan pemahaman yang tinggi, sedangkan novel hiburan adalah novel yang berisi tentang hiburan dan apabila membacanya tidak terlalu membutuhkan konsentrasi dan pemahaman yang tinggi. Tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut sebgai karya sastra serius. Syarat utama novel adalah karya yang menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas bagi pembacanya.

Untuk menyajikan material cultural, dibandingkan dengan puisi, bahkan juga drama, novel memiliki medium naratifitas yang sangat kaya. Secara kronologis, transmisi material cultural kedalam karya, meliputi: pengamatan dan penelitian, penulis dan penyebaran, pembaca dan penilaian. (Ratna, 2003:44).

Isi pesan novel menjadi penting, berkaitan dengan fungsi novel yang dikemukakan Culler, yaitu novel merupakan wacana yang didalamnya dan lewatnya masyarakat mengartikulasikan dunia. Didalam novel kata-kata disusun sedemikian rupa agar melalui aktivitas personalitas individual, model hubungan dengan masyarakat. Dan yang penting lagi, model signifikasi dari aspek dunia tersebut.

Schmidt menjelaskan bahwa sastra melibatkan proses total meliputi:

(19)

2. Teks itu sendiri, yaitu berbagai problematika dalam karya sastra

3. Transmisi teks, yaitu melalui editor, penerbit, tokoh-tokoh buku, dan sampai pada pembaca.

4. Penerima teks, yaitu melalui segala aktivtas pembaca.

2.1.3 Representasi

Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep- konsep ideology yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang konkret. Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses social pemaknaan melalui system penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. (http://kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.htm).

Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut “pengalaman berbagi”. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam “bahasa” yang sama, dan saling berbagi kosep-konsep yang sama (http://kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.htm).

(20)

gambaran dan konsep yang dibentuk dalam pemikiran untuk menggambarkan dunia, membuat mampu untuk mengartikan segala sesuatu baik yang ada dipikiran dan yang ada diluar pikiran. Kedua, makna timbul dari proses pertarungan social, dimana masing-masing pihak saling menyatakan atas kebenarannya sendiri. Karena pemaknaan bisa berubah-ubah tergantung bagaimana kekuatan social yang ada didalam masyarakat tersebut saling merebutkan diri. (Leiliyanti, 2003:69). Representasi menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. Jadi persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas ditampilkan. (Eriyanto, 2001:113).

Seseorang ditampilkan dengan tidak baik dalam media bisa dilihat dari pemakaian bahasanya. Sesuatu bisa ditampilkan sebagaimana mestinya atau tidak, terjadi dengan menggunakan bahasa. Menutup kemungkinan penyebab terjadinya kesalahan atau kebenaran penggambaran sesorang, sesuatu tidak ditampilkan sebagaimana semestinya tapi digambarkan secara buruk. Sehingga disini ada keberpihakan pembuat teks terhadap seseorang atau sesuatu yang akan ditampilkan dalam teks. Pada akhirnya teks yang sedemikian akan menimbulkan marjinalisasi. Perempuan misalnya direpresentasikan sebagai pihak yang lemah, tidak berani, tidak rasional dan perasa.

(21)

“bahasa”, yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam “bahasa” yang lazim, supaya kita dapat enghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan symbol-simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan system” peta konseptual” kita. Dalam proses kedua, dengan bahasa atau symbol yang berfungsi mempresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara “ sesuatu “, “ peta konseptual”, dan bahasa/symbol adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang kita namakan representasi.

Konsep representasi bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Intinya adalah : makna tidak inheren dalam sesuatu didunia ini, ia selalu dikonstruksikan, diproduksi, lewat proses representasi. Ia adalah hasil dari praktek penandaan. Praktek yang

membuat sesuatu hal bermakna sesuatu (http://kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.htm).

(22)

untuk dibicarakan. Representasi sendiri merujuk pada sebagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan.

Pertama, apakah seseorang, satu kelompok, atau gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan sebagaimana mestinya. Kata semestinya ini mengacu pada apakah seseorang atau kelompok itu diberitakan apa adanya, ataukah diburukkan. Penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk, bahkan cenderung memarjinalkan satu kelompok tertentu.

Kedua, bagaimana representasi tersebut ditampilkan. Dengan kata, kalimat, aksentuasi dan bantuan foto macam apa seseorang, kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan dalam pemberitaan kepada khalayak. (Erianto, 2001 : 113).

Persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek tersebut ditampilkan? Menurut John Fiske, saat menampilkan objek, peristiwa, gagasan, kelompok atau seseorang paling tidak ada tiga proses.

Level pertama, peristiwa yang ditandakan (encode) sebagai realitas, yaitu bagaimana peristiwa itu dikonstruksikan sebagai realitas. Disini realitas selalu siap ditandakan, ketika kita menganggap dan mengkonstruksi peristiwa tersebut sebagai suatu realitas.

(23)

proposisi, grafik dan sebagainya. Pemakaian kata, kalimat atau proposisi tertentu misalnya membawa makna tertentu ketika diterima oleh khalayak.

Level ketiga, Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan kedalam koherensi social seperti kelas social, atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat. Menurut Fiske ketika kita melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideology tersebut. (Eriyanto, 2001 : 14).

2. 1. 4 Kesedihan

Kesedihan adalah suatu pengalaman berat, pengalaman yang paling yang dialami dalam hidup seseorang. Kesedihan adalah suatu emosi yang ditandai oleh perasaan tidak beruntung, kehilangan, dan ketidak berdayaan. Saat sedih manusia sering menjadi lebih diam kurang bersemangat, dan menarik diri. Kesedihan dapat juga dipandang sebagai penurunan suasana hati sementara, sementara depresi sering dicirikan dengan penurunan suasana hati yang persisten dan besar yang kadang disertai dengan gangguan terhadap kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan hariannya. Kesedihan adalah lawan dari kebahagiaan atau kegembiraan dan serupa dengan dukacita atau kesengsaraan. Reaksi kesedihan Nampak pada perasaan duka, lelah, putus asa, marah dan rasa bersalah.

(24)

tidak mau mengalaminya. kesedihan adalah sesuatu yang sungguh normal dan perlu, tetapi kesedihan dapat menjadi sesuatu yang sangat menyakitkan. Kesedihan adalah emosi yang alamiah. Bila seseorang sedih, ini adalah indikasi bahwa ia terikat dengan orang lain dan sekarang ia sedang dalam proses lepas dari keterikatan itu. Dalam cara lain, kesedihan yang normal dapat diartikan sebagai refleksi yang positif pada orang yang sedih karena menunjukan bahwa mereka memiliki kemampuan terikat secara mendalam pada seseorang. Mereka sangat manusiawi.

Adapun beberapa hal tentang kesedihan :

1. Kesedihan tidak mengenal usia, jenis kelamin, status social, agama, pendidikan, kekayaan/ kesengsaraan yang pernah diderita. Kesedihan bisa datang pada siapa saja.

2. Reaksi atas kesedihan tidak ada hubungannya dengan kepandaian, tidak dapat mencari berbagai alasan untuk menghindarinya kesedihan harus dihadapi.

3. Kesedihan tidak dapat ditampik/ dihindari terus menerus ia akan muncul kembali dengan cara yang lain sama seperti penyakit.

(25)

Kesedihan merupakan salah satu tanda para ahli makrifat. Tanda itu hadir melalui kebesaran dari yang gaib ketika mereka menyendiri dan ketekunan dari tindakan mereka dalam memuliakan ALLAH. Wujud lahiriah kesedihan adalah konsentrasi dan wujud batiniahnya adalah perluasan. Ia hidup bersama orang-orang dengan penuh kepuasan dalam suatu kehidupan yang dekat dengan TUHAN. Orang yang sedih bukanlah orang yang suka merenung, sebab orang yang merebung itu terpaksa melakukan hal itu, sedangkan orang yang sedih menjadi demikian karena sudah sifatnya. Kesedihan itu berasal dari dalam dan perenungan dimulai dengan melihat adanya gejala-gejala ada perbedaan antara keduanya. Orang yang sedih itu merenung dan orang yang merenung selalu mencatat. Mereka masing-masing mempunyai keadeaan, pengetahuan, jalan, kesabaran dan kehormatan sendiri-sendiri.

(26)

Sedih bersifat fungsional. Tidak melulu merugikan seperti yang dikira umumnya orang. Seseorang yang bersedih akan lebih tergerak untuk memberikan bantuan. Misalnya Anda merasa sedih mengetahui seorang anak yang ditinggal mati semua keluarganya karena tersapu tsunami. Tentunya Anda lebih mungkin untuk memberikan bantuan pada anak itu ketimbang bila Anda tidak bersedih. Pun pada saat Anda mengalami kesedihan, dan kesedihan Anda itu diketahui orang, maka orang akan berupaya memberikan bantuan. Misalnya saat Anda sedih ditinggal mati orangtua Anda, maka orang-orang akan membantu Anda saat itu. Pendek kata, sedih juga berguna. (http: www.psikologi kesedihan.com).

Berikut adalah beberapa simptom tipikal perasaan dan fisik pada orang yang mengalami kesedihan:

 Tangisan yang tiba-tiba

 merasa sendirian atau kehilangan (saya tidak dapat hidup tanpanya, tidak ada

yang seperti dia, saya hanya bisa mencintainya)  kehilangan minat pada aktifitas normal

 kesulitan berkonsentrasi dan mengingat

 Pikiran ingin ikut mati agar dapat bersama dengan orang yang

meninggalkannya

 gelisah dan ingin mengunjungi tempat-tempat di mana orang yang

(27)

 Memiliki benda-benda orang yang meninggalkannya  menyalahkan diri atas apa yang terjadi

 mudah tersinggung, marah, bahkan mengamuk  merasa perasaannya dingin atau kosong

 Tidak suka melihat orang lain bahagia  Merindukan untuk melihat atau bersama lagi  Penyangkalan atas apa yang terjadi

 Tidak mampu menyelesaikan tugas, bahkan yang sederhana sekalipun  Marah pada orang yang meninggalkannya

 Perasaan yang berubah-ubah dari marah ke perasaan bersalah  Merasa seolah-olah orang yang dicintainya hadir

 Menjelajah tanpa arah di rumah atau di lingkungan sekitar

Simptom fisik yang terjadi pada kesedihan diantaranya :

 kesulitan tidur atau insomnia  kelelahan fisik

 kehilangan selera makan atau banyak makan  perasaan kosong

 Nafas yang pendek  mulut kering

(28)

 disorientasi  lamban  gemetar  Sesak di dada

 Ketegangan di tenggorokan

2.1.5 Kesedihan dan Kemurungan

Perasaan sedih (sadness, unhappiness) adalah suatu anugerah yang diberi oleh

tuhan kepada semua manusia sebagai salah satu komponen emosi. Adalah normal

untuk merasa sedih jika kita di timpa masalah atau musibah seperti masalah

rumahtangga, kematian dan sebagainya. Namun kesedihan yang berpanjangan

sehingga menyebabkan kita tidak lagi dapat berfungsi dengan baik dalam meneruskan

kehidupan merupakan salah satu tanda penyakit yang dipanggil kemurungan

(depression).

Perbuatan membunuh diri merupakan masalah serius yang menakutkan dan ia

boleh berlaku di kalangan remaja yang mengalami kemurungan. Suatu kajian

mendapati prevalens remaja melakukan cubaan bunuh diri remaja mempunyai

perasaan untuk bunuh diri. Hampir separuh remaja yang mengalami kemurungan

akan berhadapan dengan risiko kemurungan semasa dewasa akan mengalami bipolar

disorder. Mereka juga berhadapan dengan masalah psikiatri yang lain seperti anxiety

(29)

kalangan remaja yang murung. Pengaruh kawan dan andaian bahawa dadah boleh

menggembirakan merupakan salah satu penyebab mereka yang murung mula

menghisap rokok atau mengambil dadah. Remaja yang murung mudah terdedah

kepada pengaruh kawan dan terlibat dengan aktiviti negatif lain seperti menjadi Mat

Rempit, vandalism dan lain-lain kesalahan jenayah. (Mizan, 2008: 14).

Lebih dari tiga abad, ketika dunia kedokteran dan psikologi klinis menemukan

teori baru satu demi satu, orang tetap tidak bisa melupakan Robert Burton, ilmuan

Oxford University. Menulis panduan anatomi untuk kedokteran dan psikologi klinis

dengan nama samaran Democritus Junior, Burton lewat buku ini menunjukkan bahwa

ilmu sepelik anatomi bisa menjadi sangat mengasyikkan dan renyah. The Anatomy of

Melancholy, yang ditulis Burton pada 1621, juga menjelajah di antara banyak disiplin

ilmu. Di dalamnya ada teori astronomi, filsafat, sejarah, dan sekerat sastra.

Burton, yang di antara para cendekia zaman Renaissance dikenal sebagai sosok

humoris, menunjukkan kualitasnya dengan tulisan yang jenaka. Lihatlah bagaimana

rasa sedih, yang ia bedah sebagai topik utama, menunjukkan wajah yang

berbeda-beda dan efek yang beragam pada tubuh manusia. Ada bab yang khusus membahas

rasa sedih tanpa alasan jelas yang dialami oleh para janda, perawan yang kesepian,

rasa sedih menjelang senja, dan rasa sedih yang timbul karena kadar religiositas,

(30)

jauh. Mulai dari masa Yunani kuno hingga masa ketika buku itu ditulis. Ia juga

menyitir kutipan dari sejumlah tokoh yang bicara soal kesedihan.

Kecerdasan dan kekuatan buku ini terletak pada kemampuan Burton

menjabarkan kesedihan lewat cara yang ilmiah. Kesedihan, kata Burton, bisa saja

datang karena hal-hal kasat mata seperti diet ketat, perawatan dan pola asuh yang

salah, kebanyakan belajar dan bekerja, hingga yang butuh telaah psikologis seperti

ketakutan dan keseriusan akan sesuatu, penolakan terhadap kenyataan, dan pemujaan.

Ia juga memaparkan faktor kimiawi, efek terhadap keseluruhan organ tubuh, dan

pengaruhnya pada sikap dan tindakan seseorang.( Singgih, 2008 : 11 ).

2. 1. 6. Emosi

Emosi merupakan suatu reaksi mental dan psikologis yang muncul secara spontan ketika seseorang berhadapan dengan suatu kondisi. Misalnya, ketika seseorang menjalani hari pertamanya berkerja sebagai sekretaris, maka wajar jika ia merasa senang karena mendapat pekerjaan, sekaligus merasa takut melakukan kesalahan mengetik. Lebih lanjut, terdapat empat jenis emosi dasar yaitu:

(31)

Keempat emosi ini kemudian berkembang menjadi berbagai emosi seperti cemas, malu, jijik, dan sebagainya. Emosi sendiri sebenarnya tidak memiliki muatan “benar” atau ”salah” karena ini merupakan reaksi manusiawi dalam menghadapi sesuatu. Perilaku yang mengikuti emosilah yang bisa dinilai “benar” atau “ salah”. Dalam kasus sekretaris baru tadi, jika ia tidak mampu mengatasi emosi takut yang ia rasakan dan kemudian mengetik dengan terlalu hati-hati sehingga memakan waktu yang sangat lama untuk membuat satu surat saja, maka perilaku inilah yang dapat dinilai “salah”.

Perlu diperhatikan bahwa tidak hanya emosi negatif seperti takut, marah, atau sedih saja yang bisa membuat kita menunjukkan perilaku yang “salah”. Emosi positif seperti bahagia juga bisa merugikan jika kita tidak paham bagaimana cara mengaturnya menjadi perilaku yang sesuai. Salah satu contoh adalah kasus siswa-siswa yang lulus ujian akhir nasional. Mereka menunjukkan luapan kegembiraannya dengan melakukan konvoi di jalan, membuat coret-coretan di dinding, atau bernyanyi-nyanyi dengan suara keras yang mengganggu orang lain. Tentunya kegembiraan mereka tidak salah karena mungkin mereka memang telah berusaha maksimal untuk lulus, namun cara mereka menunjukkan kegembiraan itulah yang tidak wajar dan dinilai salah menurut umum.

(32)

mestinya pernah merasakan sedih. Ekspresi sedih bisa dengan gampang dilihat. Seseorang yang bersedih akan terlihat dari ekspresi wajahnya yang sendu. Matanya mungkin berkaca-kaca karena menangis. Geraknya jadi lamban. Kata-katanya menjadi berat. Menjawab pertanyaan lebih singkat dan cenderung menjadi pasif. Biasanya emosi sedih sangat dekat dengan depresi. Pembahasan sedih tidak akan lengkap tanpa membahas depresi. Namun, depresi bukanlah sedih, melainkan percampuran antara rasa sedih, pesimis, tanpa harapan, dan mungkin juga marah. Jadi, depresi adalah emosi yang kompleks. Sementara itu, sedih bisa dibilang merupakan emosi tunggal.

Langkah yang harus dilakukan untuk mengendalikan perilaku emosional adalah self-awareness. Untuk dapat mengendalikan perilaku emosional, kita perlu mengenali

(33)

1. Terbebani(Engulfed)

Tipe ini tenggelam dalam emosi-emosinya dan tidak mampu keluar dari situasi ini. Mereka tidak memahami emosinya sendiri sehingga bisa mudah larut terbawa emosi. Akibatnya, mereka tidak banyak berusaha untuk keluar dari kondisi emosi tertentu dan akhirnya tidak mampu mengontrol perilaku emosionalnya. Contohnya adalah kasus putus cinta yang jadi pembuka artikel ini, atau kasus orang yang memaki-maki pengendara lain karena lalu lintas yang macet. Mereka tidak meluangkan waktu lebih banyak untuk menyadari emosi sedih atau marah yang sedang mereka rasakan. Begitu merasakan emosi tertentu, tanpa pikir panjang mereka langsung bereaksi sesuai dorongan emosi tersebut.

2. Menerima(Accepting)

(34)

3. Kesadaran diri (Self aware)

Orang-orang dengan gaya ini menyadari dan memahami emosi yang terjadi pada dirinya. Mereka mengetahui batas-batas norma yang perlu dijaga dan berpikir untuk mengelola emosi yang dirasakan agar perilakunya masih berada dalam ambang batas tersebut. Pada waktu merasakan emosi positif, orang-orang yang sadar diri mampu menunjukkan kegembiraannya dengan sesuai dan bisa mempertahankan perasaan menyenangkan dari emosi itu untuk beberapa lama. Di lain pihak, ketika mengalami emosi negatif, mereka tidak terlalu terobsesi dengan hal yang memicu emosi tersebut dan bisa segera keluar dari perasaan tidak nyaman. Contohnya ketika orang yang sadar diri mengalami putus cinta. Kemungkinan besar ia akan memahami bahwa emosi sedihnya itu wajar ia rasakan, namun tidak akan berlarut-larut dalam kesedihan. Ia akan mencari kegiatan lain yang lebih produktif untuk mengatasi perasaan sedih yang mendalam tersebut.

(35)

Biasanya emosi sedih sangat dekat dengan depresi. Pembahasan sedih tidak akan lengkap tanpa membahas depresi. Namun, depresi bukanlah sedih, melainkan percampuran antara rasa sedih, pesimis, tanpa harapan, dan mungkin juga marah. Jadi, depresi adalah emosi yang kompleks. Sementara itu, sedih bisa dibilang merupakan emosi tunggal.

2. 1. 7. Pernikahan Beda Agama

UU Perkawinan tidak memberi larangan yang tegas mengenai perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki agama/keyakinan yang berbeda. Hal ini menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda di kalangan masyarakat. Sebagian berpendapat bahwa perkawinan tersebut tidak sah karena tidak memenuhi baik ketentuan yang berdasarkan agama, maupun berdasarkan Undang-undang negara. Sementara, di sisi lain, ada pihak yang berpendapat berbeda. Perkawinan antara pasangan yang berbeda-agama sah sepanjang dilakukan berdasarkan agama/keyakinan salah satu pihak.

Prof. Wahyono Darmabrata menyebutkan ada 4 cara yang populer ditempuh oleh pasangan beda-agama agar pernikahannya dapat dilangsungkan, yaitu:

1. Perkawinan dilakukan dengan meminta penetapan pengadilan. 2. Perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama.

(36)

Untuk cara yang keempat, UU Perkawinan memberikan ruang yang dapat digunakan sebagai sarana untuk melegalkan perkawinan tersebut. Pasal 56 UU Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang warganegara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan itu dilangsungkan dan, bagi warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan Undang-undang ini. Selanjutnya disebutkan bahwaa dalam waktu 1 tahun setelah suami dan isteri tersebut kembali ke wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan perkawinan tempat tinggal mereka.

Namun, menurut Prof. Wahyono Darmabrata, perkawinan yang demikian tetap saja tidak sah sepanjang belum memenuhi ketentuan yang diatur oleh agama. Artinya, tetap perkawinan yang berlaku bagi warga negara Indonesia harus memperhatikan kedua aspek, yaitu aspek Undang-undang dan aspek hukum agama.

2.1.7.1. Pandangan masing-masing agama terhadap pernikahan beda agama. 1. Agama Islam

(37)

dilakukan (Al Baqarah(2):221). Di sisi yang lain, aliran yang satunya lagi menyatakan bahwa dalam agama Islam, apapun kondisinya, perkawinan beda agama tidak dapat dilakukan (Al-Baqarah [2]:221).

2. Agama Katolik

Bagi agama Katholik, pada prinsipnya perkawinan beda agama katolik tidaklah dapat dilakukan, Hal ini dikarenakan karena agama Katholik memandang perkawinan sebagai sakramen. Namun kemudian pada tiap gereja katolik pasti ada proses dispensasi yang memungkinkan terjadinya perkawinan beda agama.

Menurut hukum gereja katholik, perkawinan antara seorang katholik dengan islam bukanlah sebuah sakramen, walaupun dapat diakui dan diberkati oleh pemimpin gereja sebagai perkawinan yang sah. Hal ini dapat membuat keluarga dan umat katholik kecewa mengahadapi perkawinan campur semacam itu. Dan bila yang beragama islam adalah pihak wanita, perkawinan semacam itupun tidak pernah diaukui sebagai perkawinan sah oleh hukum islam.

(38)

pun bukan pemecahan yang memuaskan sebab perkawinan sipil tidak diakui sebagai perkawinan sah oleh kedua agama. (Purwahadi, 1994: 96-98).

2.1.8. Semiotika Komunikasi

Secara estimologi, istilah semiotic adalah dari bahasa yunani semein yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu atas dasar konvensi social yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Sobur, 2006:16). Dalam Sobur, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda itu hanya mengemban arti (Significant) dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan. Sedangkan definisi semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda dan makna (Sobur, 2006: 17).

Semiotika adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang tanda. Semiotika kualitatif interaktif adalah metode yang mengfokuskan pada tanda dan teks sebagai objek kajian, bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda dan teks tersebut (Yuwono).

(39)

Sedangkan yang dimaksud dengan semiotika signifikasi adalah semiotika yang mempelajari relasi elemen-elemen tanda dalam suatu system, berdasarkan aturan main dan konvensi tertentu (Sobur, 2006:16). Pendekatan Semiotik Roland Barthes secara khusus tertuju kepada sejenis tuturan (Speech) yang disebutnya sebagai mitos (Myth). Menurut Berthes, bahasa membutuhkan kondisi tertentu untuk menjadi mitos, yaitu secara semiotic dicirikan oleh hadirnya sebuah tataran signifikasi yang disebut sebagai system semiologis tingkat dua (the second order semiological system) maksudnya pada tataran bahasa atau semiologi setingkat pertama (the first order semiological system) penanda-penanda berhubungan dengan petanda-petanda sedemikian sehingga menghasilkan tanda (Barthes 1983 dalam Budiman, 2003:63).

Tataran 1 Tataran 2

_____________________________ ____________________ Realitas Tanda Kultur

Penanda

[image:39.612.144.579.433.630.2]

Petanda

Gambar Signifikasi 2 Tahap Barthes

Denotasi 

Konotasi 

(40)

Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan (triggered system) yang memungkinkan untuk menghasilkan makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu tingkat Denotasi (Denotation) dan Konotasi (Connotation), (Barthes dalam Baker:123). Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukan pada realitas yang menghasilkan makna eksplisit, adalah makna pada apa yang tampak. Sedangkan Denotatif merupakan tanda yang penandanya mempunyai tingkat konvensi atau kesepakatan tinggi.

Tataran pada awal akan dimaknai secara Denotatif kemudian tanda akan dimaknai konotatif dengan menggunakan kode-kode pembacaan, dan memperoleh pemaknaan konotasi tersebut secara mendalam digunakan mitos yang dibagi kedalam dua tahap penalaran atau system semiologikal. Pertama, tanda akan dimaknai secara system mitos (Amir, 2006 : 262).

2. 1. 9. Teori Roland Barthes

(41)

Roland Barthes berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah system tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu (Barthes, 2001:2008 dalam Alex Sobur, 2002:63).

Dalam suatu naskah atau teks, terdapat lima kode yang ditinjau dan dieksplisitkan oleh Barthes adalah Kode Hermeneutik (kode teka-teki), Kode Semik (makna konotatif), Kode Simbolik, Kode Proaretik (logika tindakan), dan Kode Gnomik yang membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu (Sobur, 2006 : 65). Lima kode yang ditinjau oleh Barthes, yaitu:

1. Kode Hermeneutik atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka-teki merupakan unsure struktur yang utama dalam narasi tradisional. Didalam narasi ada suatu kesinambungan anatara pemunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaiannya didalam cerita.

(42)

3. Kode Simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat structural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan-baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses. Misalnya seorang anak belajar bahwa ibunya dan ayahnya berbeda satu sama lain dan bahwa perbedaan ini juga membuat anak itu sama denagn satu diantara keduanya dan berbeda dari yang lain ataupun pada taraf pemisahan dunia secara cultural dan primitive menjadi kekuatan dan nilai-nilai yang berlawanan yang secara mitologis dapat dikodekan. Dalam suatu teks verbal, perlawanan yang bersifat simbolik seperti ini dapat dikodekan melaui istilah-istilah retoris seperti antithesis, yang merupakan hal yang istimewa dalam system symbol Barthes.

(43)

lakuan utama menjadi perlengkapan utama suatu teks (seperti pemilahan ala Todorov).

5. Kode Gnomik atau kode cultural banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Menurut Barthes, realisme tradisional didefinisi oleh acuan kea pa yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal-hal kecil yang telah dikodifikasi yang diatsanya para penulis bertumpu. (Roland Barthes, 2003 : 65-66).

Tujuan analisis Barthes ini, menurut Lechte (2001:196), bukan hanya untuk membangun suatu system klasifikasi unsure-unsur narasi yang sangat formal, namun lebih banyak untuk menunjukkan bahwa tindakan yang paling masuk akal, rincian yang paling menyainkan atau teka-teki yang paling menarik, merupakan produk buatan dan bukan dari yang nyata.

(44)

pemaknaan tataran pertama. Melanjutkan studi Hjelmslev, Brathes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja (Cobley & Janz, 1999):

1. Signifier  2. Signified       

(penanda)  (petanda)       

           

3. Denotative sign (tanda denotatif)       

           

              

4. CONNOTATIVE SIGNIFIER  5. CONNOTATIVE SIGNIFIED 

(PENANDA KONOTATIF)  (PETANDA KONOTATIF) 

             

              

   6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)    

              

         

Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotative (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotative adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsure material : hanya jika anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Jansz, 1999:51).

(45)

Secara lebih rinci, linguistic pada dasarnya membedakan tingkat ekspresi dan tingkat isi yang keduanya dihubungkan oleh sebuah relasi. Kesatuan dari tingkat-tingkat dan relasinya ini membentuk sebuah relasi. Kesatuan dari tingkat-tingkat-tingkat-tingkat dan relasinya ini membentuk sebuah system. Sistem demikian ini dapat didalam dirinya sendiri menjadi unsure sederhana dari sebuah system kedua yang akibatnya memperluasnya. Mengacu pada Hjelmslev, Barthes sependapat bahwa bahasa dapat dipilih menjadi dua sudut artikulasi demikian (Barthes, 1983, dalam Kurniawan, 2001:67).

(46)

2.2. Kerangka Berfikir

Hubungan karya sastra dengan masyarakat merupakan kompleksitas hubungan yang bermakna, antar hubungan yang bertujuan saling menjelaskan fungsi social yang terjadi pada saat tertentu.

Novel merupakan bentuk karya sastra paling popular didunia, novel mampu membuat pembaca atau individu ikut larut dalam isi dari cerita novel tersebut. Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda terhadap novel tersebut tentang peristiwa atau obyek. Seorang penulis novel menyampaikan pesan komunikasinya melalui sebuah teks dari novel itu sendiri.

Dalam penelitian ini, melalui novel masyarakat dapat membangun model mengenai suatu dunia social, model personalitas individual dan model hubungan masyarakat. Selain itu novel juga dijabarkan dan digali maknanya dengan menggunakan pendekatan semiologi, tanda yang berupa indeks yang paling banyak dicari, yaitu tanda-tanda yang menunjukkan hubungan sebab-akibat. Peneliti harus menemukan konfensi-konfensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai suatu makna.

(47)

serangkaian fragmen ringkas yang disebut dengan leksia, yaitu satuan pembaca (units of reading) dengan menggunakan kode-kode pembacaan yang terdiri dari lima kode yang meliputi : Kode Hermeneutic, Kode Semik, Kode Simbolik, Kode Proaretik dan Kode Gnomik.

Pada tahap kedua novel sebagai sebuah bahasa pada tataran signifikasi akan dianalisis secara metologi pada tataran bahasa atau system semiologi tingkat pertama sebagai landasannya. Dengan cara sebagai berikut :

1. Dalam tataran Linguistik, yaitu system semiologi tingkat pertama penanda-penanda sedemikian sehingga menghasilkan tanda.

2. Dalam tataran mitos, yaitu semiologi lapis dua, tanda-tanda pada tataran pertama ini pada gilirannya hanya akan menjadi penanda-penanda yang berhubungan pula pada petanda-petanda pada tataran kedua.

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan semiotic Roland Barthes. Barthes adalah salah satu tokoh semiotic komunikasi yang menganut aliran semiotic komunikasi strukturalisme Ferdiand de Saussure. Semiotika strukturalis Saussure lebih menekankan pada linguistic. Menurut Kirk dan Miller, penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya da dalam peristilahannya. (Meleong, 2002:3).

(49)

suatu system tanda baru pada taraf yang lebih tinggi. Sistem tanda pertama kadang disebutnya dengan istilah denotasi atau system retoris atau mitologi. (Kurniawan, 2001:115).

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan sebuah studi semiotic untuk menggambarkan representasi kesedihan yang dialami rosid dan delia dalam novel “Balada Rosid dan Delia” karya Ben Sohib.

3.2. Subyek Penelitian

Peneliti memilih novel Balada Rosid dan Delia sebagai subyek dalam penelitian ini dengan pertimbangan bahwa novel ini menarik untuk direpresentasikan karena menceritakan hubungan asmara beda agama yang dialami rosid dan delia seperti realitas yang terjadi disekitar penulis. Penelitian ini menggunakan obyek sebuah novel “Balada Rosid dan Delia“ karya Ben Sohib, novel ini diterbitkan oleh PT. Bentang Pustaka pada tahun 2010.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Data Primer

(50)

penggambaran kesedihan hubungan asmara berbeda agama. Data primer ini membantu peneliti dalam menjawab permasalahan penelitian ini.

2. Data Sekunder

Yaitu pernyataan maupun sumber dari berbagai pihak mengenai kesedihan bagaimana yang mereka alami dalam menjalin hubungan asmara berbeda agama. Data sekunder tersebut membantu peneliti dalam memahami latar belakang novel “ Balada Rosid dan Delia” karya Ben Sohib.

3.4 Corpus

(51)

Corpus pada penelitian ini adalah representasi kesedihan rosid dan delia dalam teks novel Balada Rosid dan Delia. Sebuah novel yang dianggap mampu merepresentasikan adanya nilai-nilai kesedihan dalam menjalin hubungan beda agama yang dianggap masyarakat hubungan pernikahan berbeda agama merupakan hubungan pernikahan yang tidak sah dan tabu dimasyarakat.

3.5 Teknis Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data secara kualitatif dengan menggunakan sebuah leksia yang dapat berupa satu dua kata, kelompok kata, beberapa kalimat atau beberapa paragraph. Untuk menganalisis seluruh temuan data yang ada dalam novel “ Balada Rosid dan Delia” karya Ben Sohib peneliti membaginya dalam beberapa langkah teknis dengan tujuan untuk mempermudahkan peneliti dalam menganalisis secara semiotic. Langkah-langkah teknis ini merupakan pengembangan dari model semiologi Roland Barthes dalam membaca semiotika teks tertulis.

Langkah-langkah yang akan ditempuh oleh peneliti untuk menjelaskan novel” Balada Rosid dan Delia” karya Ben Sohib antara lain:

1. Peneliti menghubungkan kesedihan yang dialami Rosid dan Delia yang ada dalam novel dengan realitas yang terjadi dalam masyarakat.

(52)

aspek kontekstual dan aspek material. Aspek kontekstual tersebut adalah gambaran yang muncul pada peneliti ketika membaca aspek material pada leksia tersebut, sedangkan aspek material adalah teks tertulis dalam novel “Balada Rosid dan Delia” karya Ben Sohib yang terdapat pada leksia. Leksia-leksia tersebut dalam semiotika Barthes disebut sebagai tanda (sign).

3. Setelah itu peneliti menganalisa secara semiotic teks Roland Barthes dengan menemukan kode-kode pokok (Kode Hermeneutik, Kode Semik, Kode Simbolik, Kode Proaretik dan Kode Gnomik) didalam leksia tersebut. Melalui kode-kode pembacaan ini kita akan menemukan tanda-tanda dan kode-kode yang menghasilkan makna.

Langkah-langkah diatas telah memberikan kesimpulan akhir representasi kesedihan yang dialami Rosid dan Delia pada novel “Balada Rosid dan Delia” (studi semiotic tentang representasi kesedihan pada novel “Balada Rosid dan Delia” karya Ben Sohib).

(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Objek Penelitian

Rosid, pemuda muslim yang idealis dan terobsesi menjadi seniman besar seperti WS Rendra. Gaya seniman Rosid dengan rambut kribonya membuat Mansur, sang ayah, gusar karena tidak mungkin bagi Rosid untuk memakai peci. Padahal peci bagi Mansur adalah lambang kesalehan dan kesetiaan kepada tradisi keagamaan. Bagi Rosid, bukan sekadar kribonya yang membuatnya tidak mungkin memakai peci, melainkan karena Rosid tidak ingin keberagamaannya dicampur-baur oleh sekadar tradisi leluhur yang disakralkan. Delia, seorang gadis katolik berwajah manis, kepincut pada sosok Rosid.

Sejak pertengkaran beberapa waktu lalu dengan ayahnya masalah peci putih dan rambut kribonya sekarang muncul lagi masalah yang dibawa Rosid yaitu hubungan Rosid dengan Delia gadis yang beragama katholik. Hal ini benar-benar membuat Mansur syock dan sangat sedih. Mansur takut kalau mereka sampai menikah, jika itu terjadi Mansur menganggap dunia seperti mau kiamat.

(54)

Maka orang tua mereka pun mencari cara untuk memisahkan Rosid dan Delia. Jurus Frans dan Martha, orang tua Delia, mempunyai cara dengan mencoba mengirim Delia sekolah ke Amerika tetapi cara itu tidak berhasil. Berbeda lagi dengan Mansur. Ia mencoba membeli minyak bul jalajabul minyak yang diyakini bisa mengabulkan apa yang diinginkan dirinya dan ia berupaya menjinakkan Rosid dengan menjodohkan Rosid dengan wanita yang seagama.

Mansur pun meminta bantuan Rodiyah sang adik untuk mencari cara agar hubungan Rosid dan Delia putus. Rodiyah pun mempunyai banyak taktik untuk membubarkan hubungan Rosid dan Delia dengan cara memperkenalkan anak sahabatnya yang bernama Nabila gadis cantik berjilbab yang ternyata mengidolakan rosid sang penyair. Rosid pun tertarik pada kecantikan Nabila dan mereka dekat karena ada banyak persamaan yang mereka alami dalam hidup mereka. Mereka pun cocok tapi akhirnya Rosid tahu kalau Rosid sedang dijebak oleh ayah dan bibinya. Karena Rodiyah sang bibi setelah itu melanjutkan aksinya untuk membubarkan hubungan Rosid dengan Delia dengan cara menfitnah Rosid didepan Delia dengan mengatakan pada Delia kalau Nabila adalah tunangan Rosid. Cara Rodiyah pun berhasil, Rosid dan Delia bertengkar dan hubungan mereka hampir putus.

(55)

dari Rosid kalau itu semua tidak benar Delia merasa ragu dan ingin tau apa yang sebenarnya terjadi dan hubungan apa yang sebenarnya antara Rosid dan Nabila.

Delia pun menyelidiki hal itu, ia bertemu langsung dengan Nabila, ia berharap jawaban dari Nabila bisa menentukan kelangsungan hubungan mereka. Saat mendengar cerita dari Nabila, Delia merasa sangat bersalah pada Rosid karena ternyata Rosid tidak membohonginya tentang apa yang sebenarnya terjadi bahwa Nabila dan Rosid tidak mempunyai hubungan apa-apa hanya sekedar teman biasa.

Ketika Delia ingin segera menemui Rosid, telpon genggam Rosid tidak bisa dihubungi dan Delia pun meminta bantuan Nabila untuk menghubungi bibinya ada apa dengan Rosid. Ternyata saat itu Rosid tengah dalam bahaya, dia mencoba menyelamatkan ayah dan ibunya yang sedang terkena musibah banjir dirumah sang kakak Nawira. Saat Rosid tengah pasrah ditengah-tengah banjir yang menhadangnya untuk menyelamatkan keluarganya, tiba-tiba muncullah Delia dengan sebuah perahu bersama tim penyelamat untuk menyelamatkan korban banjir. Rosid pun tak menyangka kalau Delia rela menerjang bahaya banjir demi menyelamatkan dirinya dan keluarganya.

(56)

anaknya dengan Delia semakin membaik. Mansur bertambah sedih saat ia tau bahwa ia sudah ditipu oleh penjual minyak bul jalajabul yang ternyata adalah orang penjual minyak gadungan. Rodiyah sang bibi meminta maaf akan perbuatannya karena ia melihat betapa besar pengorbanan Delia untuk menyelamatkan keluarganya dari musibah banjir tersebut dan Rodiyah pun menyesal atas apa yang sudah ia perbuat pada Delia.

(57)

4.2Penyajian dan Analisis Data

4.2.1 Penyajian Data

Leksia-Leksia yang terdapat dalam teks novel “ Balada Rosyd dan Delia” yang menggambarkan kesedihan adalah sebagai berikut :

1. “ Emang sopan bener tuh anak, tapi eh pas gue liat kalungnye, ade salibnye! Ade salibnye, Muz..!” Mansur hampir menangis, terjerat oleh kesedihan yang teramat berat”. (Halaman 9).

2. “Sid, aku tahu ini ngaak mudah. Tapi aku nggak peduli. Aku harus memaksa papa dan mama menerima kenyataan ini. Aku sayang banget sama kamu sid, aku nggak ngebayangin hidup tanpa kamu”. (Halaman 15).

3. Mansur masih menangis tersedu-sedu dalam pelukan Muzna. “Udeh bang, tenang, tenang. Jangan nangis begitu ah, bujuk muzna sambil membelai-belai kepala suaminya. (Halaman 49).

4. Rosid belum tahu soal kawin ape enggak, meh. Tapi rosid cinta banget ame die. Rosid nggak bisa pisah dari die.” (Halaman 57).

(58)

6. Mansur terduduk dikursi, kedua belah tangannya menutupi wajah dan ia menangis tersedu-sedu. “Lu bikin gue pegel yah, “kata Mansur dísela-sela sedu sedannya.(Halaman 75).

7. Sid, seandainya nggak beda agama, masa depan hubungan kita pastinya sudah lebih jelas ya?”. Iya, kenapa kita musti beda agama ya? Kenapa Tuhan nggak nurunin satu agama saja, satu agama buat seluruh umat manusia. (Halaman 78).

8. Bukan kagak setuju, muz. Cuman gue malu kalau Rosid masih kayak begitu, jawab Mansur. Nada suaranya menurun, mencerminkan kesedihan yang teramat dalam. Tiba-tiba Muzna merasa iba kepada suaminya. Wajah Mansur juga terlihat begitu sedih. (Halaman 98).

9. Dada Mansur terasa kosong melompong. Ia merasa sedang dimusuhi oleh seluruh dunia. Mansur hampir menangis. (Halaman 111).

10.Rosid merasa cemburu. Ada perasaan takut kehilangan Delia. Rosid terdiam, matanya memandang kelangit tanpa bintang. (Halaman 119).

(59)

12.Nabila dan Delia sama-sama tertawa. Yang satu tertawa lepas, yang lainnya tertawa tapi luka, tertawa hanya agar tak kentara bahwa ia sedang menanyakan sesuatu yang jawabannya akan menentukan kelanjutan hubungannya dengan orang yang sangat ia cintai. (Halaman 155).

13.“Rosid bakal putus ame Delia! Sekarang abah udeh puas kan? Puas kan?” tiba-tiba terdengar Rosid berteriak-teriak penuh amarah dari dalam kamar.(Halaman 161).

14.Tapi Rosid sama sekali kagak nyangka kalau ternyata Nabila juga ikut-ikutan sekongkol!Rosid kecewa banget, Mi” Rosid menatap mata ibunya. Mata Rosid berkaca-kaca. (Halaman 166).

15.Rosid dapat melihat ayahnya semakin mewek. Mansur tampak ingin mengatakan sesuatu, tapi pita suaranya seperti sedang terjerat oleh kehebatan tangisannya sendiri. (Halaman 184).

4.2.2 Analisis Data

(60)

Kode Leksia Kalimat Yang Menunjukkan Kode Pembacaan

Pembacaan Pada Leksia

Hermeneutik Leksia 2 "Sid, aku tau ini nggak mudah. Tapi aku nggak perduli, aku harus memaksa papa dan mama menerima kenyataan ini.

Aku sayang banget sama kamu sid, aku nggak ngebayangin hidup tanpa kamu".

Leksia 4 "Rosid belum tau soal kawin ape enggak,meh. Tapi rosid cinta banget ame die. Rosid nggak bisa pisah dari die".

Leksia 7 "Sid, seandainya nggak beda agama, masa depan hubungan kita pastinya sudah lebih jelas ya? Iya, kenapa kita musti beda

Agama ya? Kenapa Tuhan nggak nurunin satu agama saja, satu agama buat seluruh umat manusia”.

Leksia 12 “Nabila dan Delia sama-sama tertawa, yang satu tertawa lepas, yang lainnya tertawa tapi luka, tertawa hanya agar tak kentara bahwa ia sedang menanyakan sesuatu yang jawabannya akan menentukan

kelanjutan hubungannya dengan orang yang sangat ia cintai”.

Leksia 15 “Rosid dapat melihat ayahnya semakin mewek. Mansur tampak ingin mengatakan sesuatu, tapi pita suaranya seperti sedang terjerat oleh kehebatan tangisnya sendiri”.

(61)

Kode Leksia Kalimat Yang Menunjukkan Kode Pembacaan

Pembacaan Pada Leksia

Semik Leksia 5 "Muzna terdiam. Wajahnya tampak sedih, seperti ada segumpal mendung yang menggantung. Diluar kilat menyala Terang”.

Leksia 9 "Dada Mansur terasa kosong melompong. Ia merasa sedang dimusuhi oleh seluruh dunia. Mansur hampir menangis".

Leksia 11 "Ok,bukan apa-apa del, tapi orang tua Rosid sudah punya calon untuk Rosid. "Tetes hujan semakin banyak menerpa kaca, bagaikan anak jarum yang dipanahkan oleh segerombolan malaikat kecil nakal diatas sana. Halo delia?”

Iya meh, Delia dengerin kok, suaranya berat dan dalam”.

Simbolik Leksia 3 "Mansur menangis tersedu-sedu dalam pelukan Muzna. "Udeh bang, tenang, jangan nangis begitu ah, bujuk Muzna sambil membelai-belai kepala suaminya”.

Leksia 6 "Mansur terduduk dikursi, kedua belah tangannya menutupi wajah dan ia menangis tersedu-sedu. "Lu bikin gue pegel yah, kata Mansur disela-sela sedu sedannya".

(62)

Kode Leksia Kalimat Yang Menunjukkan Kode Pembacaan

Pembacaan Pada Leksia

Proaretik Leksia 1 "Emang sopan bener tuh anak, tapi pas gue liat

kalungnye, ade salibnye,muz!Mansur hampir menangis, terjerat oleh kesedihan yang teramat berat".

Leksia 8 "Bukan kagak setuju, muz. Cuman gue malu kalau Rosid masih kayak begitu, jawab Mansur. Nada suaranya menurun, mencerminkan kesedihan yang teramat dalam. Tiba-tiba Muzna merasa iba kepada suaminya. Wajah Mansur juga terlihat sedih.

Leksia 10 "Rosid merasa cemburu. Ada perasaan takut kehilangan Delia. Rosid terdiam, matanya memandang kelangit tanpa Bintang”.

Leksia 13 "Rosid bakal putus ame Delia! Sekarang abah udeh puas kan?

Puaskan?"tiba-tiba Rosid berteriak-teriak penuh amarah dari dalam kamar".

Leksia 14 "Tapi, Rosid sama sekali kagak nyangka kalau ternyata Nabila juga ikut-ikutan sekongkol, Rosid kecewa banget,Mi,

"Rosid menatap mata ibunya. Mata Rosid berkaca-kaca.

4.2.3 Hasil Analisis Data

(63)

1. Leksia 1. “ Emang sopan bener tuh anak, tapi eh pas gue liat kalungnye, ade salibnye! Ade salibnye, Muz..!” Mansur hampir menangis, terjerat oleh kesedihan yang teramat berat”. (Halaman 9).

Dari Leksia diatas digolongkan dalam kode pembacaan proaretik, hal ini dikarenakan terdapat tindakan yang membuahkan dampak. Dari kalimat “Emang sopan bener tuh anak, tapi pas gue lihat kalungnye ade salibnye!” Mansur hampir menangis”.

Dari leksia tersebut peneliti melihat bahwa kesedihan Mansur muncul ketika Delia datang berkunjung ketempat Rosid dengan memakai kalung salib yang mengartikan bahwa kekasih anaknya itu beragama lain yaitu agama Kristen yang berbeda agama dengannya. Hal ini membuat Mansur sedih karena Mansur tidak akan rela jika anaknya menikah dengan wanita beragama lain.

Penanda :

Teks pada kalimat “ Tapi pas gue lihat kalungnye, ade salibnye! Ade salibnye, Muz!” Mansur hampir menangis, terjerat oleh kesedihan yang teramat berat.

Petanda :

Kesedihan Mansur saat mengetahui kekasih anaknya beragama lain.

Tanda Denotatif :

Kesedihan Mansur yang mengetahui anaknya menjalin hubungan dengan wanita yang berbeda agama dengannya.

Penanda Konotatif :

Kesedihan yang muncul saat Mansur melihat kalung salib yang dipakai Delia.

Petanda Konotatif :

Rasa sedih yang muncul akibat kalung salib yang menunjukkan perbedaan agama mereka.

Tanda Konotatatif :

(64)

Signifier/Penanda

Maksud dari kalimat ini adalah Mansur terkejut dan sedih dengan apa yang ia lihat tadi.

Signified/Petanda

Kesedihan Mansur yang timbul karena mengetahui anaknya berpacaran dengan seorang gadis Katholik.

Denotatif

Menunjukkan bahwa Mansur sedih karena ia tahu wanita yang dipacari anaknya beragama Kristen, Mansur mengetahui hal itu dari kalung salib yang dipakai Delia. Konotatif

Kesedihan Mansur saat mengetahui anaknya menjalin hubungan dengan wanita pemeluk agama Kristen agama yang berbeda dengan mereka.

Dari penjabaran diatas dapat dapat dianalisa bahwa Mansur sangat tidak suka anaknya Rosid menjalin hubungan dengan Delia karena Delia seorang wanita yang menganut agama berbeda dengan mereka. Dan hal ini membuat Mansur sedih karena ia tidak mau anaknya berhubungan dengan wanita yang berbeda agama dengannya.

2.Leksia 2. “ Sid, aku tahu ini nggak mudah. Tapi aku nggak peduli. Aku harus memaksa papa dan mama menerima kenyataan ini. Aku sayang banget ma kamu sid, aku nggak ngebayangin hidup tanpa kamu”. (Halaman 15).

(65)

pemunculan suatu teka teki yaitu kalimat “ Aku harus memaksa papa dan mama menerima kenyataan ini” yang berarti apakah mama dan papa Delia bisa menerima kenyataan ini.

Dari leksia tersebut dapat diartikan bahwa terdapat pernyataan pemaksaan Delia pada orang tua mereka agar orang tua Delia menyetujui hubungannya dengan Rosid. Dan dari kalimat “Aku sayang banget ma kamu sid, aku nggak ngebayangin hidup tanpa kamu” menunjukkan kesedihan yang tak mampu ia hadapi jika ia sampai kehilangan Rosid orang yang sangat ia cintai.

Penanda :

Teks pada kalimat “ Aku harus memaksa papa dan mama menerima kenyataan ini. Aku sayang banget ma kamu sid, aku nggak ngebayangin hidup tanpa kamu”.

Petanda :

Kesedihan Delia jika sampai ia hidup tanpa Rosid.

.

Tanda Denotatif :

Pada kalimat tersebut menggambarkan bahwa Delia akan memaksa orang tuanya untuk menerima Rosid.

Penanda Konotatif :

Pemaksaan kehendak Delia kepada orang tuanya karena Delia tidak bisa hidup tanpa Rosid.

Petanda Konotatif :

Keinginan Delia untuk hidup bahagia dengan Rosid tanpa ada satu pun orang yang menghalangi keinginannya untuk bersatu dengan Rosid.

Tanda Konotatif :

Harapan Delia untuk hidup selamanya dengan Rosid karena ia merasa tidak bisa hidup tanpa Rosid, walaupun harus dengan memaksakan kehendaknya pada orang tuanya agar menyetujui hubungan mereka.

(66)

Signified/Petanda

Kesedihan yang tidak pernah Delia rasakan jika ia hidup tanpa Rosid. Denotatif

Delia akan memaksa kedua orang untuk bisa menerima Rosid karena Delia sangat menyayangi Rosid.

Konotatif

Harapan Delia untuk hidup selamanya dengan Rosid karena ia merasa tidak bisa hidup tanpa Rosid, walaupun harus dengan memaksakan kehendaknya pada orang tuanya agar menyetujui hubungan mereka.

Dari penjabaran diatas menggambarkan bahwa dengan cara apapun meskipun dengan memaksa kedua orang tuanya Delia akan lakukan, karena Delia sangat menyayangi Rosid ia tidak bisa membayangkan jika ia hidup tanpa Rosid, ia akan merasa sangat sedih jika dia kehilangan Rosid.

3.Leksia 3. “ Mansur menangis tersedu-sedu dalam pelukan Muzna. “Udeh bang, tenang, tenang. Jangan nangis begitu ah, bujuk Muzna sambil membelai-belai kepala suaminya”. (Halaman 49).

Leksia diatas digolongkan dalam kode pembacaan simbolik, hal ini dikarenakan terdapat kata yang diulang-ulang yang mempunyai persamaan dalam taraf bunyi yaitu tersedu-sedu dan membelai-belai.

(67)

hingga sampai menangis tersedu-sedu dipelukan sang istri. Dan dari kalimat “ bujuk Muzna sambil membelai-belai kepala suaminya” dapat diartikan Muzna sang istri mencoba membujuk suaminya agar segera menghentikan tangisannya dengan membelai-belai kepala sang suami agar suami merasa tenang dan nyaman.

Penanda :

Pada kalimat “Mansur menangis tersedu-sedu dalam pelukan Muzna. Udeh bang tenang, jangan nangis begitu ah”. Bujuk Muzna sambil membelai-belai kepala suaminya”.

Petanda :

Kesedihan Mansur yang diluapkan dengan menangis tersedu-sedu dipelukan sang istri.

Tanda Denotatif :

Kesedihan Mansur yang memikirkan masa depan anaknya yang akan menikahi wanita berbeda agama dengannya. Hal itu membuatnya sangat sedih hingga menangis tersedu-sedu dipelukan istrinya.

Penanda Konotatif :

Muzna mencoba membujuk Mansur dengan membelai-belai kepala suaminya.

Petanda Konotatif :

Muzna membujuk Mansur agar ia segera menghentikan tangisannya dengan membelai-belai kepala suaminya.

Tanda Konotatif :

Tangis kesedihan Mansur yang memikirkan nasib masa depan anaknya membuat ia sedih, Muzna sang istri mencoba untuk menenangkan suaminya agar tangisannya berhenti.

Signifier/Penanda

Kesedihan Mansur yang ia luapkan dengan tangisan pada istrinya. Signified/Petanda

(68)

Denotatif

Kesedihan Mansur yang memikirkan masa depan anaknya yang akan menikahi wanita berbeda agama dengannya. Hal itu membuatnya sangat sedih hingga menangis tersedu-sedu dipelukan Muzna sang istri.

Konotatif

Tangis kesedihan Mansur yang memikirkan nasib masa depan anaknya membuat ia sedih, Muzna sang istri mencoba untuk menenangkan suaminya agar tangisannya berhenti.

Dari penjabaran diatas dapat dianalisis bahwa kesedihan Mansur karena memikirkan nasib masa depan anaknya, sampai ia tidak sanggup menahan tangisnya dan hanya pada istrinya ia bisa mendapat kenyamanan untuk menenangkan hati dan fikirannya.

4.Leksia 4. “ Rosid belum tau soal kawin ape nggak, meh. Tapi Rosid cinte banget ame die. Rosid nggak bisa pisah dari die”. (Halaman 57).

Leksia diatas digolongkan dalam kode pembacaan Hermeneutik, hal ini dikarenakan melalui kalimat tersebut terdapat suatu kesinambungan antara pemunculan suatu teka-teki yaitu kalimat “ Rosid belum tau soal kawin ape nggak, meh. Dan penyelesaian dalam suatu cerita yaitu kalimat “ Rosid nggak bisa pisah dari die”.

(69)

tidak mau kehilangan orang yang dicintainya. Yang berarti bahwa Rosid tidak mau berpisah dan kehilangan Delia. Yang menentukan hubungan mereka harus sampai kepernikahan walaupun dengan cara apapun. Kesedihan yang disebabkan keputusasaan akan masa depan mereka berdua tapi karena rasa cintanya yang begitu besar membuat keinginan yang kuat untuk bersama dengan orang yang dicintainya untuk selamanya.

Dari leksia tersebut peneliti melihat bahwa Rosid sangat mencintai Delia dan tidak ingin kehilangan Delia, meskipun rasa putus asa melanda Rosid akan nasib hubungan mereka dimasa depan tapi Rosid benar-benar tidak mau kehilangan Delia.

Penanda :

Teks pada kalimat “ Rosid belum tau soal kawin ape nggak, Meh. Tapi Rosid cinte banget ame die. Rosid nggak bisa pisah dari die”.

Petanda :

Menyatakan kesedihan akan ketidak pastian masa depan hubungan mereka.

Tanda Denotatif :

Menggambarkan kesedihan Rosid tentang hubungan mereka yang belum jelas masa depannya, tap

Gambar

Gambar Signifikasi 2 Tahap Barthes

Referensi

Dokumen terkait

phenomenon. Feminist movement that encourages gender equality has a big contribution to the 

Pada kode pembacaan semik, perilaku lesbian dalam novel Chrysan dimaknai bahwa dalam kehidupan homoseksualnya terjadi peran – peran yang menegaskan kedudukan dan status sang

Tokoh dapat diartikan sebagai pembawa cerita. Tokoh yang ditampilkan dalam sebuah novel membawa perannya masing-masing. Seperti pada novel Pasar ini, setiap

Berikutnya, pada gambar kedua, kamera melakukan teknik pengambilan gambar Medium Shot yang menggambarkan pengunjung perpustakaan (ipin) sedang membawa buku yang

Kemudian yang menjadi latar sosial antara pria dan wanita dalam novel ini adalah saat berhubungan percintaan dalam sosial masyarakat modern di jepang yang

Setelah melakukan analisa data, maka dapat disimpulkan bahwa model komunikasi yang digunakan Tasaro GK dalam merepresentasikan kisah Nabi Mu- hammad dan Para

Hal ini menjadi sesuatu yang menarik sehingga penulis tertarik untuk dapat melakukan sebuah studi untuk mengetahui dan memahami pemaknaan dari simbol-simbol yang

Kemudian yang menjadi latar sosial antara pria dan wanita dalam novel ini adalah saat berhubungan percintaan dalam sosial masyarakat modern di jepang yang