SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Oleh:
DEWI SINTANI ROHMAWATI
0711010037/FE/EP
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
JAWA TIMUR
MEMPENGARUHI BELANJA DAERAH
DI KABUPATEN SUMENEP
SKRIPSI
Yang diajukan
DEWI SINTANI ROHMAWATI
0711010037/FE/EP
Telah disetujui untuk diseminarkan oleh:
Pembimbing Utama
Dr. Ignatia Martha, ME
Tanggal
: ………..
Mengetahui
Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
MEMPENGARUHI BELANJA DAERAH
DI KABUPATEN SUMENEP
Yang diajukan
DEWI SINTANI ROHMAWATI
0711010037/FE/EP
Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh:
Pembimbing Utama
Dr. Ignatia Martha, ME
Tanggal
: ………..
Mengetahui
Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Drs. Ec. Wiwin Priana, MT
NIP. 030 207 234
MEMPENGARUHI BELANJA DAERAH
DI KABUPATEN SUMENEP
Yang diajukan
DEWI SINTANI ROHMAWATI
0711010037/FE/EP
Disetujui untuk ujian skripsi oleh:
Pembimbing Utama
Dr. Ignatia Martha, ME
Tanggal
: ………..
Mengetahui
Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur
Drs. Ec. Saiful Anwar, Msi
NIP. 030 194 437
Disusun oleh :
DEWI SINTANI ROHMAWATI
telah dipertahankan dihadapan
dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
pada tanggal
Pembimbing :
Tim Penguji
Pembimbing utama
Ketua
Dr. Ignatia Martha, ME
Prof. Dr. H. Syamsul Huda, MT
Sekretaris
Dr. Ignatia Martha H. MSi
Anggota
Dr. Muchtolifah, SE, MP
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat
serta hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga peneliti bisa menyelesaikan
skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa
untuk memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ekonomi khususnya
Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan. Dalam penyusunan skripsi ini peneliti
mengambil judul
“Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Belanja
Daerah di Kabupaten Sumenep”.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan skripsi ini
masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya
kemampuan dan pengetahuan yang ada. Walaupun demikian berkat bantuan dan
bimbingan yang diterima dari Ibu Dr.Ignatia Martha Hendrati,ME selaku Dosen
Pembimbing Utama yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan dari awal
untuk memberikan bimbingan kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat tersusun
dan terselesaikan dengan baik.
Atas terselesainya skripsi ini, peneliti menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
4.
Seluruh Staf Dosen dan Pengajar Jurusan Ilmu Studi Pembangunan,
yang telah memberikan bekal Ilmu Pengetahuan kepada penulis selama
menjadi mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
5.
Kedua orang tuaku tercinta, bapak dan ibu yang telah memberikan
segala kepercayaan kepada saya dan mendukung dengan sepenuh hati,
baik secara materiil maupun secara sepirituil.
6.
Aby (Faisol Falani) tersayang, buat dukungan dan perhatiannya
Thank’s for U.
Akhirnya, semoga penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber
informasi dan bagi pihak lain yang membutuhkan.
Wasalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, 27 Mei 2011
KATA PENGANTAR
...
i
DAFTAR ISI
...
iii
DAFTAR TABEL
...
vi
DAFTAR GAMBAR
...
vii
DAFTAR LAMPIRAN
... viii
ABSTRAKSI
...
ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ...
1
1.2
Perumusan Masalah ...
8
1.3
Tujuan Penelitian ...
8
1.4
Manfaat Penelitian ...
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu ...
10
2.2 Landasan Teori ...
15
2.2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ...
14
2.2.1.1 Pengertian PDRB...
14
2.2.1.2 Kegunaan Statistik PDRB ...
15
2.2.1.3 Metode Pendekatan ...
16
2.2.1.7 Teori Keynesian (Harod-Domar) ... 28
2.2.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ...
32
2.2.2.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah ...
32
2.2.2.2 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah ...
32
2.2.3 Belanja Daerah ...
36
2.3 Kerangka Pemikiran ...
43
2.4 Hipotesis ...
45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...
47
3.2 Teknik Penentuan Sampel ...
48
3.3 Teknik Pengumpulan Data ...
48
3.3.1 Jenis Data ...
48
3.3.2 Sumber Data ...
49
3.3.3 Pengumpulan Data ...
49
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ...
50
3.4.1 Teknik Analisa Data ...
50
4.1.2
Kependudukan ...
61
4.2
Deskripsi Hasil Penelitian ...
62
4.2.1 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto ...
63
4.2.2 Perkembangan Pajak Daerah...
64
4.2.3 Perkembangan Belanja Daerah ...
67
4.3
Analisis dan Pengujian Hipotesis ...
68
4.3.1 Analisis Asumsi Regresi Klasik (BLUE) ...
68
4.3.2 Analisis Regresi ...
72
4.3.3 Uji F (Kecocokan Model) ...
76
4.3.4 Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t) ...
78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ...
84
5.2 Saran ...
85
Tabel 2 : Perkembangan Pajak Daerah Kabupaten Sumenep ... 65
Tabel 3 : Perkembangan Belanja Daerah Kabupaten Sumenep ... 67
Tabel 4 : Uji Multikolinieritas ... 71
Tabel 5 : Korelasi antara Variabel Bebas dengan Residual ... 72
Tabel 6 : Hasil Perhitungan Regresi Linier Berganda ... 73
Tabel 7 : Analisis Varian (ANOVA) ... 76
Gambar 2 : Diagram Kerangka Pemikiran ... 43
Gambar 3 : Kurva Uji Hipotesis dengan Uji F ... 51
Gambar 4 : Kurva Uji Hipotesis dengan Uji t ... 53
Gambar 5 : Kurva Uji Durbin-Watson ... 56
Gambar 6 : Kurva Statistik Dubin-Watson ... 70
Gambar 7 : Daerah Penerimaan dan Penolakan Hipotesis ... 78
Gambar 8 : Kurva Penolakan dan Penerimaan Hipotesis Uji t untuk Variabel X1 ... 80
Lampiran 1 : Tabulasi Data
Belanja Daerah
(Y),
PDRB
(X
1),
Pajak Daerah
(X
2),
di Kabupaten Sumenep Tahun 1994-2009
Lampiran 2 :
Descriptive Statistics
Model Summary
bAnova
bLampiran 3 :
Coefficients
aCorrelations
Nonparametric Correlations
Lampiran 4 : Tabel Pengujian Nilai F (
α
= 0,05)
Lampiran 5 : Tabel Pengujian Nilai t
Oleh:
Dewi Sintani Rohmawati
Abstraksi
Pemberian otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah pada prinsipnya dimaksudkan untuk membantu
pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pemerintah pada umumnya. Disamping
itu, tujuan lain dari pemberian otonomi daerah adalah untuk mengurangi
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat terutama dalam
masalah keuangan, sehingga daerah diharapkan mampu membiayai keuangannya
secara mandiri. Salah satu yang menjadi perhatian pemerintah daerah adalah
dalam pengelolaan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri
.
Tujuan penelitian
yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel Produk Domestik
Regional Bruto (X1), Pajak Daerah (X2), terhadap Belanja Daerah. Alat analisis
yang digunakan yaitu regresi linier berganda dengan menggunakan data sekunder
selama 16 tahun.
Dari pengujian hipotesis dinyatakan bahwa secara Uji F (Uji Kecocokan
Model) variabel Produk Domestik Regional Bruto (X1), dan Pajak Daerah (X2),
berpengaruh positif (nyata) terhadap Belanja Daerah (Y), dengan F
hitung=166,526
> F
tabel = 3,81 pada tingkat signifika
n (α) = 5% dengan derajat df
= (2;13). Dimana
Adjusted R Square 0,957 atau 95,7% sedang sisanya 4,3% [100% - 95,7%]
dijelaskan oleh variabel lain. Dari pengujian hipotesis dinyatakan variabel Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) (X1) menunjukkan t
hitung= 3,16 > t
table= 2,160
maka variabel Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh secara nyata
terhadap Belanja Daerah (Y). Pajak Daerah (X2) menunjukkan t
hitung= 2,81 > t
table= 2,160 maka variabel Pajak Daerah berpengaruh positif nyata terhadap
Belanja Daerah (Y).
Dari pengaruh kedua variabel bebas terhadap Belanja Daerah Kabupaten
Sumenep, yang terdiri dari tingkat Produk Domestik Regional Bruto (X
1), dan
Pajak Daerah (X
2), dapat dilihat dari koefisien determinasi yang paling besar,
dimana dalam perhitungan ditunjukkan oleh variabel tingkat Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) dengan koefisien determinasi (r
2) sebesar 0,660
2atau
sebesar 43,56%.
1.1. Latar Belakang
Pengelolaan (manajemen) pemerintah daerah mengalami
perubahan yang sangat berarti sejalan dengan diimplementasikannya
otonomi daerah. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah dan Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah telah
memberikan arti penting bagi sistem pemerintahan pusat dan daerah, serta
sistem hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
(Undang-undang tersebut kemudian disempurnakan kembali dalam Undang-(Undang-undang
No. 32 Tahun 2004 dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004). Kedua
ketentuan perundangan ini memberikan kesempatan yang sangat luas
kepada pemerintah daerah, baik dalam penggalian maupun optimalisasi
pemanfaatan berbagai potensi yang dimiliki (Adi dan Setyawan, 2008 : 1).
Otonomi daerah disatu sisi memberikan kewenangan yang luas
kepada pemerintah daerah, namun disisi lain memberikan implikasi
tanggung jawab yang lebih besar bagi pemerintah daerah dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kemadirian untuk mengelola dan
mengatur rumah tangganya sendiri akan terwujud dengan baik apabila
terdapat dukungan (partisipasi) publik. Hal ini relatif akan dapat terwujud
perolehan serta pembagian pendapatan untuk daerah dan masyarakat
secara merata (Adi dan Setyawan, 2008 : 2).
Pemberian otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah pada prinsipnya dimaksudkan
untuk membantu pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pemerintah
pada umumnya. Disamping itu, tujuan lain dari pemberian otonomi daerah
adalah untuk mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap
pemerintah pusat terutama dalam masalah keuangan, sehingga daerah
diharapkan mampu membiayai keuangannya secara mandiri. Salah satu
yang menjadi perhatian pemerintah daerah adalah dalam pengelolaan
penerimaan yang berasal dari daerah sendiri (Masyuri, 2007 : 1).
Usaha untuk menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
(PAD) sebagai salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan
kewenangan harus didukung oleh potensi ekonomi yang dimiliki daerah
sebagai basis PAD. Hal ini disebabkan karena kemampuan masyarakat
untuk membayar pajak dan retribusi kepada daerah sangat tergantung
kepada aktivitas ekonomi yang mereka lakukan. Semakin tinggi aktivitas
ekonomi yang dilakukan, akan meningkatkan pendapatan yang mereka
terima dan seiring dengan hal itu usaha daerah untuk meningkatkan PAD
melalui pajak daerah dan retribusi daerah dapat ditingkatkan (Masyhuri,
2007 : 2).
Peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) di dalam penerimaan
dapat membiayai pembangunan daerah. Sedangkan menurut prinsip
otonomi daerah penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah
secara bertahap akan semakin dilimpahkan pada daerah. Usaha pemerintah
untuk mengembangkan dan meningkatkan peranan dan kemampuan
daerah dalam bidang ekonomi dan pengelolaan keuangan daerah ini,
sebenarnya telah dicanangkan dan dimulai sejak pelita I. (Jaya, 1999)
menyatakan bahwa sumber pembiayaan pembangunan yang penting untuk
diperhatikan adalah penerimaan sendiri, karena sumber inilah yang
merupakan wujud partisipasi langsung masyarakat suatu daerah dalam
mendukung proses pembangunan. Penerimaan daerah sendiri merupakan
wujud partisipasi masyarakat dalam bentuk pembayaran pajak dan
retribusi daerah, harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,
yang pada akhirnya akan menaikkan pendapatan daerah (Masyhuri, 2007 :
2).
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dipandang sebagai satu
strategi yang memiliki tujuan ganda. Pertama, pemberian otonomi daerah
merupakan suatu strategi untuk merespon tuntutan masyarakat daerah
terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power, distribution of
income, dan kemandirian sistem manajemen di daerah. Kedua, otonomi
daerah dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkuat perekonomian
daerah dalam rangka memperkokoh perekonomian nasional untuk
menghadapi era perekonomian bebas. Salah satu indikator turunnya
kemampuan daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah,
baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi sehingga daerah memiliki
dana yang signifikan dalam rangka membiayai pembangunan daerah guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya peningkatan
penerimaan daerah yang bersumber dari PAD sangat ditentukan oleh
faktor ekonomi atau potensi ekonomi yang memiliki prospek untuk
dikembangkan bagi setiap daerah. Sedangkan kemajuan ekonomi suatu
daerah sangat tergantung pada upaya pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah dalam menyediakan fasilitas publik guna mendukung aktifitas
ekonomi (Masyhuri, 2007 : 2-3).
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita
diproduksi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita
(Boediono, 1985). Pertumbuhan ekonomi yang dimaksudkan di sini adalah
pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari PDRB berdasarkan harga
berlaku. Dalam produk domestik regional bruto PDRB Kabupaten/Kota
Sumenep, menyebutkan 9 sektor-sektor ekonomi dalam PDRB antara lain;
1) Sektor Pertanian, 2) Sektor Pertambangan dan Penggalian; 3) Sektor
Industri dan Pengolahan; 4) Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih; 5) Sektor
Bangunan; 6) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; 7) Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi; 8) Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan; 9) Sektor Jasa-jasa. Kebijakan otonomi daerah merupakan
pendelegasian kewenangan yang disertai dengan penyerahan dan
(SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Dalam menghadapi
desentralisasi fiskal menunjukkan bahwa potensi fiskal pemrintah daerah
satu dengan daerah yang lain bisa jadi sangat beragam perbedaan ini pada
gilirannya dsapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam pula
(Situngkir, 2009 : 1).
Menurut Prastiwi (2008 : 22) Di era otonomi daerah seperti saat ini
kemandirian suatu daerah adalah tuntutan utama yang tak dapat dielakkan
lagi. Kesiapan sumber daya pun harus dapat diatasi, mengingat
kewenangan yang telah diberikan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dalam hal mengatur pemerintahan daerahnya
masing-masing. Kemandirian yang dituntut tersebut adalah dimana daerah harus
mampu mengatur dan mengelola segala bentuk penerimaan dan
pembiayaannya tanpa harus tergantung kembali dengan pemerintah pusat
seperti yang terjadi di era sebelum otonomi daerah direalisasikan. Untuk
menjalankan kewenangan yang telah diberikan oleh pemerintahan pusat
tersebut, daerah memerlukan suatu instrumen kebijakan. Instrumen
kebijakan yang paling utama bagi daerah adalah Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). APBD mempunyai peranan penting dalam
perencanaan, implementasi, dan pengendalian kinerja pemerintah daerah
dalam 1 (satu) periode. APBD memuat segala bentuk penerimaan dan
pembiayaan daerah dalam bentuk moneter atau Rupiah. APBD seharusnya
dapat mengakomodir seluruh kebutuhan-kebutuhan suatu daerah namun di
bersangkutan. Untuk itu APBD harus disusun dengan memperhatikan
aspek ekonomis, efisiensi, efektivitas (value for money).
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
Anggaran sektor publik pemerintah daerah sebenarnya merupakan output
pengalokasian sumberdaya dan pengalokasian sumberdaya merupakan
permasalahan yang mendasar dalam penganggaran sektor publik.
Keterbatasan sumberdaya sebagai akar masalah utama dalam
pengalokasian anggaran sektor publik dapat diatasi dengan pendekatan
ilmu ekonomi melalui berbagai teori. Tuntutan untuk mengubah struktur
belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang
mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001). Pergeseran komposisi
belanja merupakan upaya logis yang dilakukan pemerintah daerah
setempat dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan publik.
Pergesaran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal dalam bentuk
aset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap
lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu
meningkatkan kualitas layanan publik, karena aset tetap yang dimiliki
sebagai akibat adanya anggaran belanja modal merupakan prasyarat utama
dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Selama ini
belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif
kurang produktif. Saragih (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan belanja
hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misal untuk melakukan
Anggaran belanja merupakan salah satu instrument kebijakan fiskal
yang ditempuh pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian. Kebijakan
fiskal bekerja mempengaruhi perekonomian melalui anggaran yang
berfungsi sebagai alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Pada dasarnya
kebijakan fiskal akan mentransfer tenaga beli masyarakat (berupa pajak,
keuntungan, bea, dan/atau pinjaman) kepada pemerintah dan kemudian
mentransfernya kembali kepada masyarakat baik secara langsung maupun
tidak langsung, dan didistribusikan menurut pertimbangan tertentu.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa transfer berperan sangat strategis
dalam mempengaruhi perekonomian daerah. Strategisnya pengaruh
transfer tidak bisa dilepaskan dari interaksi antara penerimaan dengan
alokasi belanjanya. Pada dasarnya dampak transfer sangat dipengaruhi
berbagai faktor, diantaranya adalah pertama, sampai seberapa besar
proporsi transfer dialokasikan untuk membiayai berbagai jenis belanjanya.
Kedua, sampai seberapa besar jenis belanja tersebut dapat menstimulasi
kegiatan ekonomi regional yang selanjutnya dapat diserap kembali dalam
bentuk penerimaan dari daerah sendiri (Kuncoro, Haryo., 2007 : 195).
Agar tugas pemerintah yang diamanatkan oleh otonomi daerah
dapat dilaksanakan dengan efesien dan efektif dibutuhkan sumber
keuangan. Masalah keuangan daerah merupakan permasalahan yang
esensial dan mendasar, termasuk bagi Pemerintah Kabupaten Sumenep.
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, maupun dalam rangka
operasioanal. Berdasarkan fakta-fakta di atas, perlu diadakan penelitian
bagaimana pengaruh dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan
Pajak Daerah terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Sumenep.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang
timbul adalah :
1. Apakah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan Pajak Daerah
berpengaruh terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Sumenep?
2. Manakah kedua faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap
Belanja Daerah di Kabupaten Sumenep?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang telah
diuraikan di atas maka tujuan yang hendak dicapai sehubungan dengan
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
dan Pajak Daerah berpengaruh terhadap Belanja Daerah di Kabupaten
Sumenep.
2. Untuk mengetahui manakah diantara variabel Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), dan Pajak Daerah yang berpengaruh paling
1.4 Manfaat Penelitian
Apabila tujuan penelitian ini dapat dicapai, maka manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti, Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai pelatihan
intelektual, mengembangkan wawasan berfikir yang dilandasi konsep
ilmiah khususnya Ilmu Ekonomi.
2. Bagi praktisi, Hasil peneliti ini diharapkan dapat menjadi masukan
bagi pemerintah daerah Kabupaten/Kota Sumenep dan dapat menjadi
acuan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
3. Bagi akademik, Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang
dapat dipakai sebagai bahan masukan dan bahan yang berkaitan dengan
penelitian ini telah dilakukan oleh :
1. Prakosa, (2005 : 101), dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh
Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Terhadap Prediksi Belanja Daerah”. Dalam penelitian ini Belanja
Daerah (BD) sebagai variabel terikat (Y), dan variabel bebas (X)
antara lain DAU sebagai (X1) dan PAD sebagai (X2). Metodelogi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan sampel 40
kota/kabupaten yang ada di wilayah Propinsi Jawa Tengan dan DIY,
sedangkan metode analisis yang digunakan yaitu simple regression
dan multiple regression. Penelitian ini menjelaskan bahwa besarnya
Belanja Daerah dipengaruhi oleh jumlah DAU yang diterima dari
pemerintah pusat. Dari penelitian tersebut, menunjukan bahwa DAU
dan PAD berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah. Dalam
model BJD, daya prediksi DAU terhadap BJD tetap lebih tinggi
disbanding daya prediksi PAD. Hal ini menunjukan bahwa terjadi
2. Kusumadewi, dan Rahman Arif, (2007 ; 67), dengan judul penelitian
“Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah Pada Kabupaten/Kota
Di Indonesia”. Dalam penelitian ini Belanja Daerah (BD) sebagai
variabel terikat (Y), dan variabel bebas (X) antara lain PAD sebagai
(X1), Dana Alokasi Umum (X2). Dalam penelitian ini dijelaskan
bahwa PAD (X1) dan DAU (X2) secara bersama-sama memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah (Y) dengan hasil
Uji Hipotesa pengaruh DAU terhadap Belanja Daerah lebih kuat
daripada pengaruh PAD terhadap Belanja Daerah. Ini membuktikan
adanya Flypaper Effect dalam respon Pemda terhadap DAU dan PAD.
Dalam penelitian ini menggunakan Analisis Regresi Berganda.
3. Setyawan, dan Adi, (2008 : 1), dengan judul penelitian “Pengaruh
Fiscal Stress Terhadap Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Dan
Belanja Modal” penelitian ini menggunakan alat analisis regresi
sederhana. Dalam penelitian ini Fiscal Stress sebagai variabel terikat
(Y) dan Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah sebagai variabel bebas
(X1), dan Pertumbuhan Belanja Modal (X2). Penelitian ini
menjelaskan bahwa fiscal stress mempunyai pengaruh yang positif
terhadap PAD. (purnaninthesa, 2006) menyatakan bahwa dalam
kondisi fiscal stress yang tinggi daerah semakin termotivasi untuk
meningkatkan PAD.dan (Dongori, 2006) memberikan fakta empirik
ketergantungan daerah. Temuan lain dalam penelitian ini bahwa fiscal
stress mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat pertumbuhan
belanja pembangunan/modal. (Andayani, 2004) menunjukkan adanya
peningkatan belanja yang semakin tinggi pada saat fiscal stress
semakin tinggi.
4. Sari, dan Yahya Idhar, (2009 : 1), dengan judul penelitian “ Pengaruh
Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Kabupaten/Kota”. Dalam
penelitian ini Belanja langsung sebagai variabel terikat (Y), sedangkan
variabel bebasnya (X) meliputi Dana Alokasi Umum (X1), dan
Pendapata Asli Daerah (X2). Penelitian ini menjelaskan PAD secara
paesial tidak mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap belanja langsung. DAU dan PAD secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung yang ditunjukkan
oleh signifikasi F < 0,05. Penelitian ini menggunakan alat analisis
SPSS dan regresi sederhana.
5. Ginting, (2009 : 1), Dengan judul penelitian “Pengalokasian Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam
Belanja Pada Pemerintahan Kabupaten Karo”. Dalam penelitian ini
variabel yang digunakan adalah Belanja Daerah Sebagai variabel
terikat (Y), sedangkan variabel bebas (X1) adalah Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) variabel bebas
APBD Kabupaten Karo dari tahun 2005-2007 mengalami kenaikan.
Sejak tahun 2005 mengalami kenaikan sebesar 171.3 % dan belanja
tahun 2006 ke 2007 meningkat sebesar 126.7%. untuk pendapatan
tahun 2005 ke 2006 meningkat sebesar 170.7%, sedangkan dari tahun
2006 ke 2007 mengalami kenaikan sebesar 124.8%. pembiayaan juga
tidak jauh berbeda dari pendapatan dan belanja yaitu pada tahun 2005
ke 2006 naik sebesar 198.8%, sedangkan tahun 2006 ke 2007
meningkat sebesar 23.249.158.220. Apabila Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten Karo mengalami defisit, hal ini disebabkan
jumlah belanja daerah lebih besar dibanding jumlah pendapatan.
6. Pangabean, (2009 :1), dengan judul penelitian“Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir”.
Dalam penelitian ini variabel terikatnya (Y) Belanja Daerah, dan
variabel bebasnya (X) adalah Pendapatan Asli Daerah dengan
indikator Pajak Daerah, Retribusi, Pendapatan Daerah yang sah.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda.
Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa secara simultan, pajak daerah,
retribusi daerah, dan pandapatan daerah yang sah berpengaruh positif
dan nyata terhadap belanja daerah di kabupaten Toba Samosir. Secara
parsial pajak daerah, retribusi daerah, dan pandapatan daerah yang sah
berpengaruh positif dan nyata terhadap belanja daerah di kabupaten
Toba Samosir. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa
berpengaruh positif dan nyata terhadap belanja daerah di kabupaten
Toba Samosir dapat diterima.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB
2.2.1.1 Pengertian PDRB
Kegiatan ekonomi secara umum dapat dikelompokkan ke dalam
kegiatan memproduksi barang dan jasa. Unit-unit produksi memproduksi
barang dan jasa, dan dari kegiatan memproduksi ini timbul pendapatan
yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang telah dimiliki oleh
berbagai golongan dalam masyarakat, sehingga dari pendapatan ini
masyarakat akan membeli barang dan jasa baik untuk keperluan
konsumsi maupun investasi (Anonim, 2009 : 5).
Dengan demikian, maka nilai produk akhir dari barang dan jasa
yang diproduksi (product) akan sama dengan pendapatan yang diterima
oleh golongan-golongan dalam masyarakat (income), dan akan sama
pula dengan jumlah pengeluaran oleh berbagai golongan dalam
masyarakat (expenditure). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Ditinjau dari segi produksi, merupakan jumlah nilai produk akhir
produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah itu dalam jangka
waktu tertentu.
2. Ditinjau dari segi pendapatan, merupakan jumlah pendapatan atau
balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang dimiliki oleh
penduduk wilayah itu yang ikut serta dalam proses produksi dalam
jangka waktu tertentu.
3. Ditinjau dari segi pengeluaran/konsumsi, merupakan pengeluaran
konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari
untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap perubahan
stok dan ekspor neto.
2.2.1.2Kegunaan Statistik Produk domestik Regional Bruto
Kegunaan statistik produk domestik regional bruto antara lain
(Anonim, 2009 : 8) :
1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
Mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi regional baik secara
menyeluruh maupun sektoral, dengan melihat persentase pertumbuhan
PDRB atas harga konstan (tahun tertentu) dapat dilihat laju
pertumbuhan ekonomi.
2. Tingkat Kemakmuran
Mengetahui tingkat kemakmuran daerah, baik tingkat pertumbuhan
maupun tingkat kemakmuran dibanding dengan daerah lain, tingkat
kemakmuran suatu wilayah biasanya diukur dengan besarnya
akan mengalami perubahan (tak banyak berarti) apabila laju
pertumbuhan penduduk lebih tinggi daripada pertumbuhan
ekonominya.
3. Tingkat Inflasi dan Deflasi
Mengetahui tingkat inflasi atau deflasi yang terjadi dalam waktu
tertentu (tahunan), dengan membandingkan antara PDRB atas dasar
harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan (tahun tetentu),
dapat diperoleh suatu indeks eksplisit yang bisa menggambarkan
kenaikan atau penurunan harga barang dan jasa.
4. Struktur Perekonomian
Mengetahui gambaran perkonomian daerah, Produk Domestik
Regional Bruto dapat digunakan sebagai indikator tentang komposisi
struktur perekonomian suatu wilayah, yaitu dengan menyusun peranan
masing-masing sektor / lapangan usaha.
5. Potensi Suatu Wilayah
Mengetahui potensi suatu daerah terhadap regional secara
keseluruhan maupun sektoral. Dengan melihat peranan sektorial dalam
suatu wilayah kabupaten atau peranan keseluruhan suatu wilayah
terhadap Wilayah Provinsi, bisa diketahui potensi suatu wilayah.
2.2.1.3 Metode Pendekatan
Untuk melakukan perhitungan PDRB atau Pendapatan Regional
1. Pendekatan Produksi (production approach)
Pendekatan dengan cara ini dilakukan untuk mendapatkan Nilai
Tambah Bruto (Gross Value Added) atau disingkat NTB.
NTB = O – BA
Dimana,
NTB = Nilai tambah dari suatu produksi barang atau jasa
O = Nilai output suatu barang atau jasa
BA = Nilai biaya antara yang digunakan dalam proses produksi
Perhitungan dengan pendekatan produksi ini biasanya digunakan untuk
sektor pertanian, industri, gas, air minum, pertambangan dan
sebagainya.
2. Pendekatan Pendapatan
Pendekatan dengan cara ini dapat dilakukan secara langsung
menjumlahkan pendapatan, yaitu jumlah balas jasa faktor produksi
yang berupa upah / gaji, bunga netto, sewa tanah dan keuntungan,
sehingga diperoleh Produk Domestik Regional Neto atas dasar biaya
faktor. Untuk memperoleh Produk Domestik Regional Neto atas dasar
biaya faktor, harus ditambah dengan penyusutan dan pajak tak
langsung neto.
3. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan ini digunakan untuk menghitung nilai barang dan jasa
jasa yang diproduksi akan digunakan untuk keperluan konsumsi,
pembentukan modal (investasi) dan ekspor. Barang-barang yang
digunakan ada yang berasal dari produksi dari dalam daerah dan yang
berasal dari luar daerah / impor, maka yang di hitung hanya nilai
barang dan jasa yang yang berasal dari domestik saja, maka komponen
nilai biaya diatas perlu dikurangi dengan nilai impor sehingga
komponen nilai ekspor diatas menjadi nilai ekspor netto.
Dalam perhitungan tersebut digunakan rumus sebagai berikut :
PDRB = C + I + G ( X – M )
Dimana ;
C = Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
I = Pembentukan Modal Tetap
G = Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
X = Nilai Ekspor
M = Nilai Impor
4. Metode Alokasi
Metode alokasi ini merupakan metode pendekatan tidak langsung,
yaitu dengan jalan mengalokasikan angka-angka secara terpusat
dengan memakai indikator-indikator yang sekiranya dapat
kantor pusatnya. Indikator itu dapat berupa volume kerja, jumlah
karyawan, jumlah penduduk dan lain-lain.
2.2.1.4. Struktur Pembentuk PDRB
Untuk dapat memberi gambaran sampai seberapa jauh peranan
masing-masing sektor ekonomi memberikan andil dalam berproduksi, atau
sampai seberapa jauh peranan faktor-faktor produksi berpatisipasi dalam
proses produksi atau bagaimana komposisi penggunaan produk-produk
yang dihasilkan tadi, maka biasanya PDRB disajikan dalam 3 bentuk,
yaitu : PDRB menurut lapangan usaha (by industriil origins), PDRB
menurut andilnya faktor-faktor produksi, PDRB menurut jenis penggunaan
(by type of expenditure) (Anonim, 2009 : 19):
1. PDRB Menurut Lapangan Usahanya
Penyajian dalam bentuk ini dapat memberikan gambaran tentang
peranan masing-masing sektor dalam memberikan andilnya pada
PDRB. Karena itu unit-unit produksi dikelompokkan ke dalam
sektor-sektor antara lain (Anonim, 2009 : 19) :
1) Pertanian
2) Pertambangan dan Penggalian
3) Industri Pengolahan
4) Listrik,Gas dan Air bersih
5) Konstruksi
6) Perdagangan,Hotel dan Restoran
8) Keuangan,Persewaan dan Jasa Perusahan
9) Jasa-jasa
2. PDRB Menurut Andilnya Faktor-Faktor Produksi
Penyajian dalam bentuk ini dapat memberikan gambaran tentang
peranan masing-masing faktor produksi dalam memberikan andilnya
pada PDRB. Karena itu disajikan balas jasa yang diterima oleh
masing-masing faktor produksi yaitu dalam bentuk (Anonim, 2009 :
20).
1) Upah / Gaji
Yang tercakup disini adalah balas jasa faktor produksi
buruh/pegawai yang meliputi:
a. Upah / gaji baik berupa uang maupun barang sebelum dipotong
pajak upah, dana pensiun, asuransi kesehatan;
b. Pembayaran yang berbentuk hadiah, premi, bonus dan segala
macam tunjangan lainnya;
c. Social security contributon, meliputi pembayaran kontribusi
yang dilakukan oleh pengusaha untuk keperluan
pegawai-pegawainya, misalnya untuk dana asuransi, dana kesehatan dan
dana pensiun dan sebagainya.
2) Pendapatan Perorangan
Pendapatan perorangan adalah pendapatan yang ditimbulkan
petani-petani, dokter, pedagang kecil, tukang cukur dan
sebagainya.
3) Sewa Tanah
Yang tercakup disini adalah pendapatan yang ditimbulkan oleh:
a. Ikut sertanya faktor produksi tanah dalam proses produksi.
Dengan tidak memperhatikan untuk apa tanah itu digunakan,
maka sewa yang timbul dimasukkan dalam rental income ini;
b. Pemilikan hak patent, hak cipta, merk dagang dan sebangsanya
dimasukkan dalam item ini.
4) Keuntungan
Yang termasuk disini adalah keuntungan perusahaan sebelum
dipotong pajak perusahaan dan pajak langsung lainnya dan
sebelum dibagikan kepada deviden.
5) Bunga Netto
Bunga netto mencakup bunga atas piutang maupun surat-surat
berharga lainnya yang diterima oleh penduduk maupun
pemerintah, dikurangi bunga atas hutang pemerintah kepada
penduduk jika hutang tersebut dipakai untuk konsumsi pemerintah
misalnya untuk biaya perang.
3. PDRB Menurut Jenis Penggunaan
Penyajian dalam bentuk ini dapat memberikan gambaran
berbagai golongan dalam masyarakat, maka penyajiannya akan
berbentuk (Anonim, 2009 : 23).
1) Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Yang mencakup pengeluaran yang dilakukan rumah tangga
untuk membeli barang-barang dan jasa tanpa melihat durability
dari barang dan jasa itu, dikurangi penjualan dari barang bekas
netto (penjualan-penjualan barang bekas netto), dengan
mengecualikan pengeluaran yang bersifat transfer, pembelian tanah
dan rumah.
2) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Item ini mencakup pengeluaran rutin untuk pembelian barang
dan jasa dari pihak lain yang dilakukan oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah, dikurangi hasil penjualan barang dan
jasa yang dilakukan oleh pemerintah.
3) Pembentukan Modal Tetap
Pembentukan modal tetap ini mencakup besarnya modal yang
ditanam selama satu tahun, baik oleh pemerintah, swasta, lembaga
swasta yang tidak mencari untung maupun rumah tangga,
dikurangi dengan jumlah penjualan barang-barang modal bekas
4) Perubahan Stok
Perubahan stok adalah barang-barang yang diproduksi sendiri
maupun yang diimpor pada tahun itu, tapi belum sempat dipakai
sampai akhir tahun hingga masih disimpan sebagai stok.
5) Ekspor Netto
Ekspor netto adalah selisih antara ekspor dan impor dari barang
dan jasa.Ekspor barang dan jasa meliputi ekspor barang yang dijual
keluar negeri (di luar daerah yang dihitung PDRB-nya), dimana
termasuk didalamnya barang-barang dagangan, jasa transpot,
asuransi dan jasa-jasa lain.
2.2.1.5. Penyajian Atas Dasar Harga Konstan
Salah satu kegunaan dari Produk Domestik Regional Bruto adalah
untuk melihat perkembangan riil produk domestik dari tahun ke tahun.
Karena adanya pengaruh inflasi maka daya beli uang akan mengalami
penurunan dari tahun ke tahun. PDRB yang masih mengandung faktor
inflasi di dalamnya adalah merupakan PDRB atas dasar harga yang
berlaku (at current prices) atau biasa ditulis ADHB, sedang bila faktor
inflasi sudah dieliminir akan merupakan PDRB atas harga konstan (at
constan prices) atau biasa ditulis ADHK. Untuk merubah angka atas dasar
harga berlaku menjadi angka atas dasar konstan ada tiga metode dasar
yang dapat dipakai, yaitu revaluasi, ekstrpolasi dan deflasi (Anonim, 2009
1. Revaluasi
Cara ini diperoleh dengan menilai produsi pada tahun yang
bersangkutan dengan memakai harga pada tahun dasar. Begitu juga
biaya-biaya antara dinilai dengan memakai harga pada tahun dasar
pula. Cara revaluasi ini secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
(Anonim, 2009 : 28)
NPijADHK = Qij Pi0
Keterangan :
NPijADHK = Nilai produksi komoditas ke-i pada tahun ke-j ADHK
Qij = Quantum komoditas ke-i pada tahun ke-j
Pi0 = Harga komoditas pada tahun dasar
2. Ekstrapolasi
Cara ini diperoleh dengan mengekstrapolasi nilai tambah pada
tahun dasar dengan menggunakan indeks kuantum dari barang-barang
yang bersangkutan yang diproduksi. Secara matematis penghitungan
ekstrapolasi dirumuskan sebagai berikut (Anonim, 2006 : 29):
IPij
NPijADHK = NPi0
IPi0
Dimana;
NPijADHK = Nilai produksi komoditas ke-i pada tahun ke-j ADHK
NPi0 = Nilai produksi komoditas ke-i pada tahun dasar
IPij = Indeks kuantum komoditas ke-i pada tahun ke-j
3. Deflasi
Cara ini diperoleh dengan mendeflate nilai tambah atas dasar harga
yang berlaku dengan indeks harga dari barang-barang yang
bersangkutan. Indeks harga disini dapat dipakai indeks harga
perdagangan besar, harga produsen maupun harga eceran tergantung
mana yang lebih cocok. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
(Anonim, 2009 : 30)
IHi0
NP݆݅ு = NP݆݅ு IHij
Keterangan :
NP݆݅ு = Nilai produksi komoditas ke-i pada tahun ke-j ADHK
NP݆݅ு = Nilai produksi komoditas ke-i pada tahun ke-j ADHB
IHij = Indeks harga komoditas ke-i pada tahun ke-j
2.2.1.6. Nilai Tambah Bruto, Cara Penyajian, dan Angka Indeks
Nilai tambah bruto (NTB) adalah nilai yang didapatkan dari
pengurangan nilai output dengan biaya antaranya yang dirumuskan.
(Anonim , 2009:33)
NTB = O – BA
Dimana,
NTB = Nilai tambah dari suatu produksi barang atau jasa
O = Nilai output suatu barang atau jasa
Pengertian NTB ini sangat penting karena PDRB itu tidak lain
adalah penjumlahan dari seluruh NTB dari seluruh unit produksi yang
berada pada suatu daerah tertentu dalam kurun waktu tetentu (Anonim,
2009 : 34).
Sementara, agregat-agregat pendapatan regional juga disajikan
dalam bentuk angka-angka persentase dan angka-angka indeks yang
diterangkan sebagai berikut (Anonim, 2006 : 34).
1. Peranan Sektoral adalah suatu angka yang disajikan dalam bentuk
persentase dengan cara membagi nilai masing-masing sektor dengan
nilai seluruh PDRB dikalikan 100% pada tahun yang bersangkutan.
Penghitungan peranan sektoral ini dapat diperoleh dari rumus :
PDRBi
Pi = 100% 9
PDRBi i=1
Dimana;
Pi = Peranan sektor i
PDRBi = PDRB sektor i
2. Indeks perkembangan adalah angka indeks yang diperoleh dengan
membagi nilai-nilai pada masing-masing tahun dengan nilai pada
tahun dasar yang dikalikan 100. Angka indeks ini diperoleh dari
rumus:
PDRBit
Dimana ;
IPit = Indeks perkembangan sektor i tahun t
PDRBit = PDRB sektor i pada tahun t
PDRBi0 = PDRB sektor i pada tahun dasar
3. Indeks berantai adalah angka indeks yang diperoleh dengan membagi
nilai-nilai pada masing-masing tahun dengan nilai pada tahun
sebelumnya yang dikalikan 100.
Rumus :
PDRBit
IBit = 100 PDRBi ( t - 1 )
Dimana ;
IBit = Indeks perkembangan sektor i tahun t
PDRBit = PDRB sektor i pada tahun t
PDRBi ( t - 1 ) = PDRB sektor i pada tahun t - 1
4. Angka laju pertumbuhan adalah angka berbentuk persentase yang
diperoleh dengan mengurangkan indeks berantai ADHK dengan 100
yang dirumuskan sebagai berikut :
GROWTH it = ( IB݅ݐு – 100 ) %
Dimana ;
GROWTH it = Pertumbuhan sektor i tahun t
5. Indeks Harga Implisit adalah angka indeks yang dipeoleh dengan
membagi nilai atas dasar harga yang berlaku dengan nilai atas dasar
harga konstan untuk masing-masing tahunnya dikalikan 100.
PDRB݅ݐு
IHI it = 100 PDRBi݅ݐு
Dimana ;
IHI it = Indeks harga implisit sektor i tahun t
PDRB it ADHB = Indeks berantai ADHB sektor i tahun t
PDRB it ADHK = Indeks berantai ADHK sektor i tahun t
6. Inflasi adalah angka yang diperoleh dari persentase perubahan indeks
harga implisit atau secara matematis bisa ditulis :
IHI it - IHI i ( t – 1 )
INFLATION it = 100 % IHI i ( t – 1 )
Dimana ;
INFLATION it = Inflasi sektor i tahun t
IHI it = Indeks harga implisit i pada tahun t
IHI i ( t – 1 ) = Indeks harga implisit sektor i pada tahun t –1
2.2.1.7.Teori Keynesian (Harrod-Domar)
Teori pertumbuhan Harrod-Domar ini dikembangkan oleh dua
ekonomi sesudah Keynes, yaitu Evsey Domar (Massachusetts Institute of
Technology) dan Sir Roy F.Harrad (Oxford University). Teori ini
tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang. Dengan kata lain, teori ini
berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar perekonomian bisa
tumbuh dan berkembang dengan mantap (Steady growth) (Arsyad, 1999 :
64).
Teori Harrod-Domar ini mempunyai asumsi yaitu:
1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan
barang-barang modal yang terdiri dalam masyarakat digunakan secara
penuh.
2. Perekonomian terdiri dari 2 sektor yaitu sektor rumah tangga dan
sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri
tidak ada.
3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya
pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan di mulai dari titik nol.
4. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensif to save = MPS)
besarnya tetap, demikian juga ratio antara modal-output (capital
output ratio = COR) dan rasio pertambahan modal-output (incremental
capital-output ratio = ICOR). COR dan ICOR yang tetap ini bisa
dilihat pada gambar di bawah ini.
Dalam teori Harrod-Domar ini, fungsi produksinya berbentuk L
karena sejumlah modal hanya dapat menciptakan suatu tingkat output
tertentu (modal dan tenaga kerja tidak substitutif). Untuk menghasilkan
kombinasi itu berubah maka tingkat output berubah. Untuk output sebsar
Q2, misalnya hanya dapat diciptakan jika stok modal sebesar K2
Gambar 1 : Fungsi Produksi Harrod-Domar
Modal
K2 Q2
K1 Q1
Tenaga kerja
Sumber : Arsyad , 1999, EkonomiPembangunan, Edisi Keempat, STIE YKPN, Yogyakarta, hal.66
Jika kita menetapkan COR = k , rasio kecenderungan menabung
(MPS) = s yang merupakan proporsi tetap dari output total, dan investasi
ditentukan oleh tingkat tabungan, maka kita bisa menyusun model
pertumbuhan ekonomi yang sederhana seperti berikut :
1. Tabungan (S) merupakan suatu proporsi (s) dari output total (Y), oleh
karenanya kita mempunyai persamaan yang sederhana.
S = s . Y
2. Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan stok modal dan
dilambangkan dengan K, maka : I = K
Tetapi karena stok modal (K) mempunyai hubungan langsung dengan
output total (Y), seperti ditunjukan oleh COR atau k, maka:
K K
= atau = = atau K = k . Y Y Y
Akhirnya, karena tabungan total (S) harus sama dengan investsi total
(I) maka:
S = I
Tetapi dari persamaan (I) di atas kita tahu bahwa S = s . Y dan dari
persamaan (II) dan (IIa) kita tahu bahwa I = K = k . Y. Oleh karena
itu kita bisa menuliskan identitas dari tabungan yang sama dengan
investasi pada persamaan (IIa) itu sebagai:
S = s . Y = k . Y = K = I atau s. Y = k . Y
Dan pada akhirnya kita mendapatkan :
Y / Y pada persamaan (IV) menunjukan tingkat pertumbuhan output
2.2.2 Pendapatan Asli Daerah
2.2.2.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang
bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain asli daerah yang
sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam
menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai
perwujudan asas desentralisasi (Sari, dan Yahya, 2009 : 1).
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Pasal 1,
”Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari
sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah
yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah
daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk
memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat. Pendapatan Asli
daerah (PAD) yaitu salah satu sumber penerimaan yang harus selalu terus
menerus di pacu pertumbuhannya. Dalam otonomi daerah ini kemandirian
pemerintah daerah sangat dituntut dalam pembiayaan pembangunan
daerah dan pelayanan kepada masyarakat (Situngkir, 2009 : 28).
2.2.2.2 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
Menurut Kusumadewi dan Rahman, (2007 : 67) sumber
1. Hasil Pajak Daerah
Pajak daerah adalah merupakan salah satu bentuk pendapatan asli
daerah. Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang
dilakukan oleh pemerintah yang mana bersifat memaksa. Menurut UU
No. 34 Tahun 2000 Pajak Daerah adalah iuran wajib yang
dilaksanakan oleh orang pribadi/badan kepada daerah tanpa adanya
imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah.
Jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Propinsi yaitu Pajak
Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak
Bahan Bakan Kendaraan Bermotor, Pajak Pengambilan Dan
Pemanfaatan Air Bawah Tanah Dan Air Permukaan. Sedangkan jenis
Pajak Daerah untuk Kabupaten terdiri dari Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan
Bahan Galian Golongan C.
Menurut Ginting (2009 : 34), Ada beberapa kreteria yang harus
dipenuhi dalam menciptakan pajak, yaitu:
a. Bersifat seperti pajak dan bukan retribusi.
b. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum.
d. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat
menjaga kelestarian lingkungan hidup.
2. Hasil Retribusi Daerah
Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan.
Ada tiga golongan Retribusi Daerah:
a. Retribusi Jasa Umum yaitu retribusi atas jasa yang diberikan
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
b. Retribusi Jasa Usaha yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena
pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
c. Retribusi Perizinan Tertentu yaitu retribusi atas kegiatan tertentu
Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang
pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana / fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan kelestarian lingkungan.
3. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil pengelola kekayaan daerah
deviden atau bagian laba yang diperoleh oleh Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) yang dibagikan bagi pemegang saham, dalam hal ini
merupakan pendapatan bagi Pemerintah Daerah (Bastian, 2001).
4. Lain-lain PAD yang sah.
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari
lain-lain milik Pemda. Rekening ini disediakan untuk
mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut di atas. Jenis
pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut:
1) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan.
2) Jasa giro.
3) Pendapatan bunga.
4) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.
5) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai
akibat dari penjualan pengadaan barang, dan jasa oleh daerah.
6) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing.
7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
8) Pendapatan denda pajak.
9) Pendapatan denda retribusi.
10)Pendapatan eksekusi atas jaminan.
11)Pendapatan dari pengembalian.
12)Fasilitas sosial dan umum.
14)Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh
terhadap belanja atau pengeluaran, namun tidak selalu seluruh
tambahan pendapatan tersebut akan dialokasikan dalam belanja.
Abdullah & Halim (2004) menemukan bahwa sumber pendapatan
daerah berupa PAD dan dana perimbangan berpengaruh terhadap
belanja daerah secara keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal
hanya sebesar 10% dari total pendapatan daerah, kontribusinya
terhadap pengalokasian anggaran cukup besar, terutama bila dikaitkan
dengan kepentingan politis (Abdullah, 2004).
2.2.3 Belanja Daerah
Era otonomi daerah yang menitikberatkan peranan pemerintah
daerah dalam mendorong kesejahteraan masyarakatnya ternyata telah
menggeser paradigma pemikiran pembangunan yang selama ini
diterapkan, yang awalnya terfokus di pusat kini daerah pun dapat sedikit
lebih leluasa ikut andil dalam pembangunan daerah. Implikasi ini
mengakibatkan adanya sharing of power dan sekaligus sharing of
financial. Sharing of power bisa dicermati dengan adanya UU No.32
Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, sedangkan sharing of financial
dapat dicermati pada UU no.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah daerah (Prastiwi,
Pada ketentuan UU No.33 Tahun 2004 sendiri diatur beberapa
aspek yang berkaitan dengan perimbangan keungan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Salah satu yang diatur dalam ketentuan ini
yaitu permasalahan belanja daerah. Menurut UU No.33 Tahun 2004
tentang perimbangan keuangan daerah antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah, Belanja Daerah dimaksudkan sebagai semua
kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
dalam periode tahun bersangkutan. Dan rincianya bisa dibagi dalam dua
bentuk yaitu berdasar sifat dan berdasar fungsinya. Berdasar sifat
ekonominya belanja daerah terdiri atas belanja pegawai dan belanja
barang, subsidi, hibah dan bantuan sosial. Sedangkan berdasar fungsinya
belanja daerah terdiri dari belanja untuk pembangunan perumahan dan
fasilitas umum, peningkatan kesehatan, pariwisata, budaya, agama,
pendidikan serta perlindungan sosial (Prastiwi, 2008 : 30).
Pendapatan daerah yang diperoleh baik dari pendapatan asli daerah
maupun dana perimbangan tentunya digunakan oleh pemerintah daerah
untuk membiayai belanja daerah. Menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang
pemerintah daerah, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan. Berdasarkan struktur anggaran daerah,
elemen-elemen yang termasuk dalam belanja daerah terdiri dari (Anonim,
1. Belanja aparatur daerah
Adalah bagian belanja yang berupa Belanja administrasi umum,
belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal / pembangunan
yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang
hasil, manfaat, dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh
masyarakat (publik).
2. Belanja pelayanan publik
Adalah bagian belanja yang berupa : Belanja administrasi umum,
belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal / pembangunan
yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang
hasil, manfaat, dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh
masyarakat (publik).
Baik belanja aparatur daerah maupun belanja pelayanan publik
terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok belanja, yaitu belanja administrasi
umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal /
pembangunan (Anonim, 2004 : 1).
a. Belanja Administrasi Umum
Adalah belanja yang tidak langsung dialokasikan pada kegiatan
non investasi (tidak menambah aset).
b. Belanja Operasi dan Pemeliharaan
Adalah belanja langsung digunakan untuk membiayai kegiatan non
c. Belanja Modal/Pembangunan
Adalah belanja langsung digunakan untuk membiayai kegiatan
investasi (menambah aset). Belanja Modal / Pembangunan terdiri dari
belanja modal tanah; belanja modal jalan dan jembatan; belanja modal
bangunan air (irigasi); belanja modal instalasi; belanja modal jaringan;
belanja modal bangunan gedung dan lain-lain.
Kelompok belanja administrasi umum dan belanja operasi
pemeliharaan terdiri dari :
a. Belanja Pegawai / Personalia
Adalah semua pembayaran berupa uang tunai yang dibayarkan
kepada pegawai daerah otonom. Belanja pegawai administrasi umum
terdiri dari gaji dan tunjangan kepala daerah / wakil kepala daerah ,
gaji dan tunjangan pegawai, biaya perawatan dan pengobatan, serta
biaya pengembangan sumber daya manusia.
Pada belanja pegawai pelayanan publik ditambahkan belanja tetap
dan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD. Belanja Pegawai operasi
dan pemeliharaan terdiri dari honorarium / upah, uang lembur, dan
insentif.
b. Belanja Barang dan Jasa
Adalah semua pengeluaran yang dilakukan untuk biaya bahan
pakai habis kantor, jasa kantor, cetak , dan penggadaan keperluan
kantor, sewa kantor, makanan dan minuman kantor, pakaian dinas,
alat-alat kantor dan rumah tangga serta depresiasi alat studio dan alat
komunikasi.
Pada belanja barang dan jasa Pelayanan Publik ditambahkan biaya
depresiasi alat-alat besar, depresiasi alat bengkel dan alat ukur,
depresiasi alat pertanian, depresiasi alat kedokteran, dan depresiasi alat
laboratorium.
Belanja barang dan jasa Operasi dan pemeliharaan adalah semua
pengeluaran yang dilakukan untuk biaya bahan / material, jasa pihak
ketiga, cetak dan penggandaan, sewa, makanan dan minuman, bunga
hutang dan pakaian kerja.
c. Biaya Perjalanan Dinas
Adalah semua pengeluaran biaya perjalanan dinas, biaya
perjalanan pindah, dan biaya pemulangan pegawai yang gugur dan
dipensiunkan.
d. Biaya Pemeliharaan
Adalah semua pengeluaran yang dilakukan dalm rangka
pemeliharaan bangunan gedung, alat-alat angkutan, alat-alat kantor dan
rumah tangga, alat-alat studio dan alat komunikasi, buku perpustakaan,
serta alat-alat persenjataan.
Sedikit berbeda dengan belanja aparatur daerah, pada belanja
pelayanan publik ditambahkan dengan pengeluaran bagi hasil dan bantuan
a. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan
Adalah terdiri dari bagi hasil retribusi kepada pemerintah
kabupaten/kota, bantuan keuangan kepada pemerintah kabupaten/kota,
bantuan keuangan kepada pemerintah desa/kelurahan, bantuan
keuangan organisasi kemasyarakatan, dan bantuan keuangan kepada
organisasi profesi.
b. Belanja tidak tersangka
Adalah semua pengeluaran/belanja yang tidak terduga pada tahun
anggaran yang diteliti. Belanja tidak tersangka dianggarkan untuk
pengeluaran penanganan bencana alam, bencana sosial atau
pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka
penyelenggaraan kewenangan pemerintah daerah.
3. Pengeluaran Pembiayaan Daerah
Pengeluaran pembiayaan daerah bersumber dari transfer ke dana
cadangan, penyertaan modal, pembayaran utang pokok yang jatuh tempo,
dan sisa lebih perhitungan anggaran tahun berjalan.
a. Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung
kebutuhan yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat
dibebankan dalam satu tahun anggaran.
b. Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayarkan daerah
sebagai akibat penyerahan uang,barang dan atau jasa kepada daerah
atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
c. Sisa lebih perhitungan Anggaran Tahun Berjalan adalah merupakan
selisih dari surplus/defisit ditambah dengan pos penerimaan
pembiayaan dikurangi dengan pos pengeluaran pembiayaan.
Namun pada praktiknya belanja pemerintah daerah dibagi dalam 2
bentuk seperti yang terdapat dalam Laporan Realisasi Anggaran dan
Pendapatan Belanja daerah, yakni sebagai berikut :
1. Belanja Rutin
Belanja yang wujudnya tidak berupa fisik dan terjadi secara terus
menerus sepanjang periode anggaran. Sebagai contoh belanja gaji dan
honorium pegawai, belanja perjalanan dinas, belanja barang dan
belanja lain-lain. Belanja rutin umumnya digunakan untuk membiayai
operasional pemerintah daerah dan hasilnya tidak dapat dinikmati
secara langsung oleh masyarakat.
2. Belanja Pembangunan
Selain dari belanja rutin pemerintah juga mengeluarkan belanja
yang sifatnya tidak rutin dan umumnya menghasilkan wujud fisik yang
manfaatnya lebih dari satu tahun. Belanja pembangunan dikeluarkan
oleh pemerintah yang mana manfaatnya dapat dirasakan secara
langsung oleh masyarakat karena memang belanja pembangunan
dimaksudkan untuk peningkatan pelayanan publik. Belanja
pembangunan ini pada akhirnya akan menghasilkan kapital publik dan
dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat. Sebagai contoh
sakit, pembangunan jembatan dan sebagainya. Kesemuanya dapat
dirasakan langsung oleh masyarakat.
2.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 2
Kerangka Pemikiran yang Mempengaruhi Belanja Daerah
di Kabupaten Sumenep
Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak dapat dilepas
dari kemampuan daerah dalam bidang keuangan, karena kemampuan
keuangan ini merupakan indikator penting dalam mengukur tingkat
otonomi daerah. Produk Domestik Regional Bruto (X1)
Pajak Daerah (X2)
Tingkat Konsumsi
Pendapatan Asli Daerah
Belanja Daerah adalah pengeluaran-pengeluaran yang dikeluarkan
pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Pengeluaran
Daerah terdiri dari Belanja Aparatur Daerah, Belanja Pelayanan Publik,
dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah. Alokasi anggaran belanja ini
didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk
kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk kualitas
pelayanan publik. Besarnya anggaran belanja yang dialokasikan
pemerintah daerah dalam APBD tentu sangat dipengaruhi oleh posisi
keuangan pada daerah tersebut (Situngkir, 2009 : 41).
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan kegiatan
ekonomi secara umum dapat dikelompokkan ke dalam kegiatan
memproduksi dan kegiatan mengkonsumsi barang dan jasa. Unit-unit
produksi memproduksi barang dan jasa, dan dari kegiatan memproduksi
ini timbul pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang telah
dimiliki oleh berbagai golongan dalam masyarakat, sehingga dari
pendapatan ini masyarakat akan membeli barang dan jasa baik untuk
keperluan konsumsi maupun investasi. semakin tinggi PDRB suatu daerah
berarti pertumbuhan ekonomi semakin meningkat yang mengakibatkan
pengalokasian anggaran belanja yang semakin dinamis untuk pelayanan
publik (Anonim, 2009 : 5).
Pendapatan Daerah (terutama pajak) akan mempengaruhi anggaran
belanja pemerintah daerah dikenal dengan nama tax spend hypothesis
pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam
penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum
perubahan pengeluaran. Untuk meningkatkan pelaksanaan pembangunan
dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta peningkatan
pertumbuhan perekonomian di daerah, diperlukan penyediaan
sumber-sumber pendapatan asli daerah yang hasilnya memadai. Upaya
peningkatan penyediaan pembiayaan dari sumber tersebut, antara lain,
dilakukan dengan peningkatan kinerja pemungutan, penyempurnaan dan
penambahan jenis pajak, serta pemberian keleluasaan bagi daerah untuk
menggali sumber-sumber penerimaan khususnya dari sektor pajak daerah
melalui UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
sebagimana telah diubah dengan UU No.34 Tahun 2000 (Prakosa dan
Tarigan, 2004 : 105):
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara yang masih belum teruji
kebenarannya berdasarkan fakta-fakta yang ada. Hipotesis akan ditolak
jika memang salah dan akan diterima jika fakta-faktanya benar.
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian maka,
hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Diduga bahwa variabel Produk domestik Regional Bruto (PDRB)
2. Diduga bahwa Pajak Daerah berpengaruh terhadap Belanja Daerah di
Kabupaten Sumenep.
3. Diduga bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
merupakan variabel yang berpengaruh paling dominan terhadap
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional adalah definisi yang diberikan kepada suatu
variabel dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan
maupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur
variable tersebut.
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
a. Variabel terikat atau variabel yang tidak dapat berdiri sendiri
(Dependent Variabel) dan hasilnya tergantung pada hasil pengamatan,
dalam hal ini dinyatakan dengan (Y).
Belanja Daerah (Y) adalah semua kewajiban daerah yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
bersangkutan. Berdasarkan struktur anggaran daerah, elemen-elemen
yang termasuk dalam belanja daerah terdiri dari: Belanja Aparatur
Daerah, Belanja Pelayanan Publik, pengeluaran bagi hasil dan bantuan
keuangan, serta pengeluaran tidak tersangka, yang dinyatakan dengan
satuan ribu rupiah( Rp).
b. Variabel bebas atau variabel yang dapat berdiri sendiri (Independent
1. Produk Domestik Regional Bruto (X1)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah
nilai produk akhir atau nilai tambah dari barang dan jasa yang
dihasilkan oleh unit-unit produksi yang dimiliki oleh penduduk
wilayah itu dalam jangka waktu tertentu, yang dinyatakan dengan
satuan juta rupiah (Rp).
2. Pajak Daerah (X2)
Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilaksanakan oleh
orang pribadi/badan kepada daerah tanpa adanya imbalan langsung
yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah yang dinyatakan dengan satuan ribu rupiah (Rp).
3.2 Teknik Penentuan Sampel
Teknik penentuan sampel yang digunakan penulis dalam ini adalah
Time Series yaitu data berkala yang diambil waktu 16 (Enam Belas) tahun
yaitu Tahun 1994 sampai dengan 2009.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Jenis Data
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data
Gambar
Dokumen terkait
Figure 4.5 Drift capacity versus gravity shear ratio of slab-column connections using drop panel with continued
Karenanya, luas wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya di wilayah Kota Singkawang masih bisa mendekati 70% dari luas wilayah kota atau sekitar 40.000 Ha
Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang baik lisan maupun tertulis guna kelancaran pelaksanaan tugas.. Unit Kerja : Bidang Cipta Karya Dinas
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti yaitu apakah ada pengaruh yang signifikan antara pemanfaatan media
Karena r-hitung lebih besar daripada r-tabel (0,551 > 0,367), maka dapat disimpulkan instrumen yang digunakan reliabel dan dapat digunakan untuk penelitian.Data
a) Adanya perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan, karena setiap manusia unik, dan mempunyai perbedaan pendirian, perasaan satu sama
a. Untuk variabel konten kebijakan dari implementasi kebijakan pelayanan perizinan menunjukan bahwa dari keenam faktor yang mempengaruhi, sebagian besar tidak
Sugiyono (2009:172) menyatakan : Instrument reabilitas adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang