• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN PUSAT PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN PUSAT PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN PUSAT PEMERINTAHAN

DAN PELAYANAN

Pusat Pemerintahan

Dalam kondisi apapun dan dimanapun, pemerintah mempunyai peranan yang besar dalam menentukan lokasi untuk pembangunan pusat pemerintahan dan pelayanan, karena pembangunan pusat pemerintahan dan pelayanan di suatu wilayah akan mendorong wilayah tersebut menjadi pusat pertumbuhan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota Langsa dan Undang- undang Nomor 4 Tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Aceh Tamiang, maka Kabupaten Aceh Timur sebagai kabupaten induk dimekarkan menjadi 2 kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Tamiang dan Kota Langsa. Pemekaran wilayah secara administratif ini memberi konsekuensi kepada ketiga wilayah tersebut untuk menentukan pusat pemerintahan dan ibukota yang baru dan mengembangkan pusat-pusat pelayanan baru.

Pengertian ibukota adalah kota dari wilayah dimana pusat pemerintahan berkedudukan, sedangkan pusat pemerintahan adalah wilayah pusat seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pemerintahan. Pusat pemerintahan dapat meliputi seluruh wilayah administratif dimana kota tersebut berkedudukan atau melewati batas-batas fisik atau landmark kota. Dari segi morfologi, pengertian ibukota lebih cenderung pada pengertian fisik kota, sedangkan pusat pemerintahan memiliki pengertian fungsional, namun dalam penggunaan sehari- hari sering sekali pengertian tersebut saling dipertukarkan satu sama lain. Pertukaran istilah tersebut tidak membawa implikasi buruk, karena pada kenyataannya pusat pemerintahan dan ibukota sangat identik satu dengan lainnya.

Secara khusus, kebutuhan pusat pemerintahan bagi sebuah wilayah kabupaten berdasarkan fungsinya adalah :

1. Secara yuridis pusat pemerintahan kabupaten merupakan suatu pusat administrasi pemerintahan. Di lain pihak juga merupakan pusat seluruh kegiatan pemerintahan yang mencakup fungsi perencanaan pembangunan, pelaksana, pengontrol, dan pembuat keputusan;

(2)

2. Pusat pemerintahan kabupaten merupakan alat penghubung atau komunikator dari dan ke pemerintah provinsi, antar pemerintah kabupaten/kota di dalam suatu provinsi, serta menjaga kesatuan wilayah administrasinya;

3. Pusat pemerintahan kabupaten harus dapat berfungsi sebagai pusat pelayanan bagi kegiatan sosial budaya, sosial ekonomi, dan sosial politik suatu wilayah kabupaten.

Suatu kota yang dicalonkan untuk menjadi ibukota kabupaten harus memenuhi persyaratan minimal, yaitu:

1. Mampu mendukung fungsi suatu ibukota kabupaten sesuai dengan kebijaksanaan umum pembangunan daerah;

2. Memiliki potensi pertumbuhan dan perkembangan yang dapat mendukung kelangsungan kehidupan ibukota selanjutnya;

3. Terletak pada lokasi yang strategis (aman dan sentris terhadap wilayahnya);

4. Memiliki nilai sejarah perkembangan yang hakiki yang dapat menunjang pertimbangan untuk prominensi dan nilai sosial budaya ibukota kabupaten. Suatu lokasi yang akan dit etapkan untuk pusat pemerintahan juga memiliki konsep yang sama dengan pusat pelayanan, yaitu lokasi tersebut harus memenuhi kriteria most accessible bagi penduduk di wilayah tersebut. Karena pusat pemerintahan juga menjalankan fungsi pelayanan administratif dan politis bagi masyarakat. Yang membedakan antara keduanya adalah:

1. Setiap wilayah administratif hanya memiliki satu pusat pemerintahan, sedangkan pusat pelayanan dapat lebih dari pada satu, tergantung pada

demand di wilayah tersebut.

2. Pusat pemerintaha n memiliki batas pelayanan yang jelas, yaitu batas fisik administratif wilayah itu sendiri, sedangkan pusat pelayanan memilki batas pelayanan wilayah nodal yang sangat bias dan dinamis

Untuk mengetahui lokasi pusat pemerintahan yang most accessible dilakukan analisis spatial interaction analysis location-allocation models dengan

(3)

Sebagaimana penentuan pusat pelayanan, analisis p-median untuk penentuan pusat pemerintahan juga menggunakan peubah indeks perkembangan kecamatan, kapasitas pelayanan kecamatan, dan bobot yang disamakan sebagai

pull factor untuk setiap simpul ibukota kecamatan. Sebagai constraint atau

kendala adalah peubah jarak yang menghubungkan antara ibukota kecamatan yang satu dengan ibukota kecamatan yang lain.

Lokasi pusat pemerintahan menuntut ketersediaan sarana-prasarana wilayah yang dapat mendukung kelancaran tugas-tugas pemerintahan. Gambar 9, menggambarkan hasil analisis p-median berdasarkan jumlah jenis sarana dan prasarana yang dimiliki setiap kecamatan, yang diwakili oleh simpul ibukota kecamatan, hasilnya menunjukkan bahwa Idi adalah lokasi yang tepat untuk menjadi pusat pemerintahan atau ibukota Kabupaten Aceh Timur.

Gambar 9 Lokasi optimal pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan jumlah jenis sarana prasarana.

Walaupun belum begitu memadai, sejumlah fasilitas yang sudah tersedia di Idi dapat diberdayakan pemanfaatannya oleh pemerintah daerah, dibandingkan memilih lokasi lain dengan fasilitas yang sangat terbatas, sehingga membut uhkan biaya implementasi yang tinggi. Untuk membangun sarana-prasarana pemerintahan yang baru dan representatif, membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan lahan yang luas, sehingga mudah penataannya. Namun dengan keterbatasan dana yang ada, pemerintah daerah tidak perlu memaksakan diri harus memulai kegiatan pemerintahan di pusat pemerintahan yang baru dengan fasilitas yang juga harus serba baru. Paling penting adalah mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan skala prioritas pembangunan yang harus dilaksanakan sambil meningkatkan fungsi pelayanan masyarakat. Sedangkan untuk membangun

(4)

fasilitas perkantoran yang bagus, modern, dengan tata ruang dan arsitektur yang menarik, dapat dimulai tahap demi tahap sebagai program jangka menengah. Selama proses pembangunan fasilitas perkantoran yang baru dan representatif, pemerintah dapat memanfaatkan fasilitas yang sudah ada.

Gambar 10, hasil analisis p-median berdasarkan indeks perkembangan kecamatan, menunjukkan Idi dengan tingkat perkembangan yang tinggi dan aksesibilitas yang baik, adalah lokasi yang tepat untuk pusat pemerintahan. Dengan memilih kecamatan dengan tingkat perkembangan yang tinggi, maka pemerintah hanya membutuhkan relatif lebih sedikit upaya untuk memicu pengembangannya menjadi pusat pelayanan wilayah yang akan menjadi pusat pertumbuhan yang akan memberi spread effect ke wilayah hinterland- nya.

Gambar 10 Lokasi optimal pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan indeks perkembangan kecamatan. Dengan memilih kecamatan yang tingkat perkembangannya tinggi, banyak faktor- faktor eksternal yang menguntungkan yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengoptimalkan dan mengefisienkan fungsi- fungsi pelayanannya. Semua keuntungan eksternal tersebut tidak akan dapat diperoleh jika pemusatan kegiatan pemerintahan digerakkan dari kecamatan yang tingkat perkembangannya rendah.

Kapasitas pelayanan kecamatan, menggambarkan kapasitas penduduk yang dilayani oleh oleh berbagai fasilitas yang ada di kecamatan tersebut. Semakin tinggi indeks perkembangan suatu kecamatan, maka akan semakin tinggi kapasitas pelayanannya. Demikian juga dengan jumlah penduduk, semakin banyak penduduknya, semakin tinggi kapasitas pelayanan yang dibutuhkan. Untuk meningkatkan kapasitas pelayanan, dapat diup ayakan melalui peningkatan

(5)

ketersedian sarana-prasarana, baik dari segi jumlah jenis maupun jumlah unit untuk setiap jenisnya.

Kecamatan Idi Rayeuk memiliki jumlah penduduk paling banyak dibandingkan kecamatan lainnya di Kabupaten Aceh Timur, demikian juga dengan indeks perkembangannya, sehingga secara keseluruhan juga paling tinggi kapasitas pelayanannya. Berarti, berdasarkan kapasitas pelayanan kecamatan (seperti ditunjukkan pada Gambar 11), Idi adalah lokasi yang tepat untuk menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur.

Gambar 11 Lokasi optimal pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan kapasitas pelayanan kecamatan.

Yang menarik dari fenomena penentuan pusat pemerintahan ini, adalah seperti ditunjukkan Gambar 12, yaitu hasil analisis p-median dengan mengasumsikan bahwa setiap simpul memiliki bobot yang sama. Asumsi ini menjadikan setiap simpul kecamatan memiliki peluang yang sama untuk terpilih, karena memilki pull factors dan push factors yang sama, sehingga yang mempengaruhinya hanya perbedaan lokasi geografis/spatial locational factor yang berhubungan aksesibilitas saja.

Pada pendekatan ini, yang menjadi kendala hanya jarak dari satu simpul kecamatan ke simpul kecamatan lainnya. Yang dapat merubah setting lokasi yang akan terpilih, hanyalah perubahan dari pola jaringan transportasi atau jalan yang menghubungkan antar kecamatan. Untuk pola jaringan jalan pada kondisi existing seperti sekarang ini, secara mutlak menunjukkan bahwa Idi adalah pusat wilayah Kabupaten Aceh Timur, sehingga layak dijadikan lokasi pusat pemerintahan.

Pendekatan ini, secara keseluruhan menunjukkan bahwa dengan mengabaikan semua faktor, kecuali faktor aksesibiltas, Idi memiliki tingkat

(6)

aksesibilitas paling baik atau most accessible yang dapat meminimalkan kendala atau constraints dari keseluruhan simpul dalam jaringan yang dianalisis.

Gambar 12 Lokasi optimal pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan bobot yang disamakan.

Departemen Dalam Negeri telah menentukan kriteria sebagai arahan penilaian yang harus dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan pusat pemerintahan suatu wilayah. Walaupun kriteria tersebut belum dibakukan dalam satu produk hukum pemerintah, namun secara empiris dapat dijadikan bahan rujukan untuk pengambilan keputusan. Kriteria penilaian tersebut adalah:

1. Profil fungsi kota dalam sistem perkotaan nasional, yang meliputi unsur fungsi dan kegiatan utama kota, arus barang, dan aksessibilitas.

2. Profil geografi dan demografi, meliputi unsur letak atau kedudukan kota, luas dan tataguna lahan, topografi, klimatologi, hidrologi, sumberdaya alam, jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, sebaran penduduk, migrasi, struktur penduduk, dan angkatan kerja.

3. Profil sumberdaya manusia.

4. Profil potensi ekonomi dan keuangan, meliputi unsur PDRB, keuangan kaitan dengan pertumbuhan, arus barang, penyusunan informasi struktur keuangan.

5. Profil peran serta masyarakat 6. Profil kelembagaan.

7. Profil sosial, politik, dan budaya masyarakat. I d i

(7)

8. Profil kualitas lingkungan, meliputi unsur kesehatan, perumahan, jalan, pelabuhan laut dan udara, air bersih, drainase, energi, dan telekomunikasi.

Untuk menentukan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur, di samping menggunakan analisis skalogram dan spatial interaction analysis

location-allocation models (p-median solver), juga menggunakan analytical hierarchy process (AHP).

Hasil analisis skalogram (pada Tabel 5, 6, dan 7) menunjukkan Idi sebagai lokasi yang layak untuk pusat pemerintahan sekaligus sebagai pusat pelayanan hirarki I bagi Kabupaten Aceh Timur. Berdasarkan hasil analisis skalogram dan wacana serta isu yang berkembang di kalangan masyarakat dan pejabat Pemerintah Kabupaten Aceh Timur, maka ditentukan tiga calon pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur untuk di-AHP-kan, yaitu Idi, Peureulak, dan Peudawa. Kriteria dan sub kriteria untuk AHP dijabarkan dari kriteria profil wilayah dari Departemen Dalam Negeri dan dari kriteria berdasarkan pengalaman empiris selama ini yang lazim dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pusat pemerintahan atau ibukota suatu wilayah administratif.

Gambar 13 Hasil AHP alternatif lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur terhadap kapasitas sumberdaya wilayah (regional

resources).

Dengan menggunakan kriteria tersebut, yang dianalisis dengan metoda

analytical hierarchy process (AHP), diperoleh hasil seperti pada Gambar 13, 14,

dan 15. Hasil AHP berdasarkan seluruh aspek yang dianalisis, menunjukkan Idi yang paling memenuhi kriteria untuk menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur, dengan overall inconsistency index sebesar 0,08.

(8)

Gambar 14 Hasil AHP alternatif lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur terhadap kapasitas perekonomian wilayah

(regional economic resources).

Gambar 15 Hasil AHP alternatif lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur terhadap seluruh kriteria yang dianalisis.

Untuk melihat seberapa “kuat” bargaining position Idi untuk menjadi pusat pemerintahan dibandingkan kota lainnya, dilakukan sensitivity analysis. Gambar 16 menunjukkan hasil sensitivity analysis tersebut, dimana Idi sangat tidak terpengaruh oleh perubahan dari ketiga nilai variabel yang dijadikan kriteria penilaian, yaitu kapasitas sumberdaya wilayah, sosial- fisik wilayah, dan perekonomian wilayah. Hal ini dapat diartikan, Idi adalah kota kecamatan yang paling memenuhi kriteria persyaratan pusat pemerintahan dan memiliki tingkat perkembangan dan kapasitas pelayanan yang jauh lebih tinggi dan lebih baik dari kota-kota lainnya di Kabupaten Aceh Timur.

Gambar 16 Hasil AHP uji sensitifity dari ketiga calon lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur terhadap seluruh kriteria yang dianalisis.

Suatu lokasi yang akan diusulkan untuk menjadi ibukota harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Wisma: tempat tinggal atau perumahan.

(9)

3. Marga: jaringan prasarana jalan internal dan eksternal. 4. Suka: fasilitas rekreasi, hiburan, dan bersantai.

5. Penyempurna: sarana peribadatan, pendidikan, kesehatan, kemasyarakatan, komunikasi masyarakat, dan utilitas umum, seperti air, listrik, telepon, sanitasi, dan drainase.

Semua unsur yang disebutkan di atas dimiliki Idi dengan kapasitas yang relatif memadai untuk sebuah pusat pemerintahan baru.

Gambar 17 Lokasi optimal pusat pemerintahan/ibukota Kabupaten Aceh Timur. Jika memperhatikan sejarah administratif Idi Rayeuk, berdasarkan

Staadblaad 1934 Nomor 539–RR–Ned. Indie 1938 blz 192, Idi Rayeuk merupakan

salah satu onder afdeling dari 4 onder afdeling di Afdeling Aceh Timur. Onder

afdeling Idi Rayeuk dipimpin oleh seorang kepala wilayah onder afdeling yang

disebut controleur, yang pusat pemerintahannya berkedudukan di Idi. Pada masa pendudukan Jepang, sistem pemerintahan kolonial Belanda tetap diteruskan, Jepang ha nya menyesuaikan nama dan istilahnya saja menurut bahasa Jepang, seperti countrouler disebut gun cho.

Idisebagai lokasi optimal untuk ibukota Kab. Aceh Timur

(10)

Setelah Indonesia merdeka, Onder afdeling Idi Rayeuk berubah statusnya menjadi kewedanaan yang di pimpin oleh seorang wedana. Luas wilayah Onder

afdeling Idi Rayeuk atau Kewedanaan Idi Rayeuk 50% dari luas wilayah

Kabupaten Aceh Timur saat ini, yang merupakan hasil pemekaran wilayah berdasarkan UU No.4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Tamiang. Berarti. Jika ditinjau dari sejarah status administratif wilayah, maka Idi sejak zaman kolonialisme Belanda telah menjadi pusat pemerintahan, sehingga Pemerintah Kabupaten Aceh Timur perlu mempertimbangkan untuk menetapkan Idi menjadi pusat pemerintahannya. Hal ini sesuai dengan hasil AHP berdasarkan sejarah status administrasi wilayah yang ditunjukkan Gambar 18.

Gambar 18 Hasil AHP lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur terhadap sejarah status administrasi wilayah.

Berdasarkan semua analisis, dapat dipastikan Idi adalah lokasi optimal untuk menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur.

Pusat-pusat Pelayanan

Penyediaan dan pembangunan fasilitas publik adalah bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat dan ditujukan untuk kepentingan masyarakat (Kelly dan Decker 2000). Pengertian fasilitas umum dari segi fungsi atau objek, adalah segala fasilitas baik sarana maupun prasarana yang dibangun, disediakan, dan dikembangkan untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Jika ditinjau dari segi tanggung jawab atau subjek, adalah segala fasilitas baik sarana maupun prasarana yang penyediaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaannya berada dalam wewenang, kekuasaan, dan tanggung jawab pemerintah atau lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah. Termasuk di dalamnya jalan raya, taman, sekolah, tempat rekreasi, jaringan air bersih, drainase, sarana telekomunikasi, sarana kesehatan, pemadam kebakaran, stasiun pompa bensin umum, jaringan listrik, dan lain- lain. Pembangunan fasilitas penting dilakukan

(11)

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap berbagai fasilitas, dimana ketersediaan berbagai fasilitas ini dapat memacu akselerasi pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah.

Menurut Kelly dan Decker (2000), proses perencanaan fasilitas publik ini menjadi penting untuk dilaksanakan, beberapa fasilitas publik dapat menjadi instrumen perubahan yang dapat memicu perkembangan suatu wilayah, seperti jalan, penyediaan air bersih, energi, dan telekomunikasi. Sebagai contoh jika fasilitas publik tersebut tersedia di bagian barat, maka perkembangan kota akan tumbuh pesat di bagian barat, demikian juga sebaliknya.

Rencana penyediaan fasilitas publik dapat menimbulkan multiplayer effect terhadap perkembangan suatu wilayah. Rencana pembangunan jalan dan sarana infrastruktur lainnya secara terintegrasi sangat penting sebagai salah satu strategi pembangunan wilayah di masa yang akan datang. Perencanaan penyediaan fasilitas ini harus mempertimbangkan aspek finansial dan implikasi teknis dari adanya pembangunan tersebut.

Standar pembangunan fasilitas publik sebaiknya ditentukan oleh pemerintah, yang meliputi standar kelayakan teknis dan berbagai standar lainnya, untuk menjamin kepuasan masyarakat terhadap kualitas fasilitas tersebut. Pembangunan fasilitas publik ini, akan lebih efektif jika dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat di dalam proses penyediaan fasilitas tersebut.

Struktur pelayanan dari fasilitas yang dibangun dilakukan secara bertingkat atau berjenjang, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan jangkauan pelayanan. Pengaturan tingkat pelayanan atau jenjang pelayanan ditentukan menurut:

1. Kebutuhan Penduduk

Kebutuhan penduduk terhadap suatu fasilitas tergantung pada jumlah penduduk, semakin banyak jumlah penduduk maka akan semakin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, serta tingkat dan jenisnya akan semakin kompleks dan beragam.

2. Jangkauan Pelayanan

Selain berdasarkan jumlah penduduk yang akan dilayani, pengaturan atau struktur pelayanan juga mempertimbangkan jangkauan pelayanan. Karena jangkauan pelayanan dapat menjadi suatu alat untuk membentuk suatu

(12)

sentral bagi setiap pelayanan. Jangkauan pelayanan juga dapat menentukan daerah-daerah yang belum atau yang akan dilayani untuk masa yang akan datang.

3. Aksesibilitas

Tingkat aksesibilitas atau tingkat kemudahan pencapaian suatu fasilitas dalam suatu kawasan juga dapat berperan dalam menentukan struktur pelayanan. Semakin baik tingkat aksessibilitas suatu kawasan, maka kawasan tersebut sangat berpotensi untuk menjadi pusat pelayanan bagi kegiatan yang ada.

Pengembangan fasilitas sangat penting dilakukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan berbagai fasilitas. Konsep pengembangan fasilitas antara lain adalah:

1. Menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.

2. Memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas.

3. Meningkatkan pelayanan dari masing- masing fasilitas yang ada. 4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas dari masing- masing fasilitas.

Pengembangan sarana dan prasarana publik dalam suatu kawasan diharapkan dapat mendukung pembangunan dan pengembangan sektor lainnya.

Suatu wilayah yang akan menjadi wilayah pengembangan sebaiknya memiliki kota-kota yang akan menjadi pusat pusat pengembangannya. Pusat-pusat tersebut akan berperan sebagai :

1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN), yaitu pusat kegiatan yang memiliki skala pelayanan serta keterkaitan dalam sistem nasional dan memiliki fungsi sebagai pusat gerbang masuk dan keluar yang menunjang kegiatan perekonomian;

2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), yaitu pusat kegiatan yang memiliki skala pelayanan serta keterkaitan dalam sistem wilayah yang meliputi kota dan kabupaten serta memiliki fungsi sebagai pusat gerbang masuk dan keluar yang menunjang kegiatan perekonomian pada tingkat perwilayahan yang mencakup kota-kota dan beberapa kabupaten; dan 3. Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yaitu pusat kegiatan yang memiliki skala

(13)

fungsi sebagai pusat pengumpul dan distribusi yang menunjang kegiatan perekonomian pada tingkat wilayahnya sendiri.

Pusat pelayanan, pada intinya dari segi fungsi semata-mata bukan hanya merupakan pusat pertumbuhan, melainkan lebih berfungsi sebagai pusat interaksi sosial, penyediaan pelayanan pemerintahan maupun swasta, pertukaran ide dan informasi mengenai berbagai hal, yang pada gilirannya akan menyebar ke seluruh wilayah.

Suatu lokasi yang akan ditetapkan untuk pusat pelayanan, lokasi tersebut harus memenuhi kriteria most accessible bagi penduduk di wilayah sekitarnya. Karena pemukiman penduduk yang tidak tersebar merata di semua wilayah, menyebabkan setiap individu akan berusaha untuk mendapatkan berbagai jenis barang, jasa, dan pelayanan terbaik, yang juga tersebar di berbagai lokasi yang dapat dijangkau berdasarkan biaya yang harus dikeluarkannya. Lokasi yang dapat dijangkau memiliki banyak pilihan, masyarakat akan memilih yang berada pada posisi most accessible bagi mereka.

Hakimi (1964) diacu dalam Rushton (1979), menyatakan bagaimana menemukan satu titik optimum dalam satu jaringan. Dengan adanya jarak yang tetap di antara simpul-simpul yang ada dalam jaringan, maka akan ditemukan satu simpul di antara semua simpul yang ada yang memiliki jarak terpendek dan memiliki kriteria bobot yang ditetapkan. Simpul atau titik yang dimaksud adalah titik tengah dari jaringan, ini merupakan teori yang penting karena dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan penaksiran simpul-simpul alternatif pada jalur jaringan. Hakimi mengatakan bahwa ada satu simpul dalam jaringan yang meminimumkan jarak terpendek yang berbobot dari semua simpul terhadap satu simpul tertentu, dimana simpul tersebut juga merupakan bagian dari jaringan tersebut.

Salah satu cara menganalisis lokasi yang most accessible di suatu wilayah adalah dengan spatial interaction analysis location-allocation models, salah satunya dengan analisis p-median solver untuk menemukan lokasi optimal dari semua calon lokasi yang ada (Ra hman dan Smith 2000).

Dalam analisis p-median, digunakan peubah indeks perkembangan kecamatan dan kapasitas pelayanan sebagai pull factor untuk setiap kecamatan,

(14)

sedangkan sebagai constraint atau kendala adalah peubah jarak yang menghubungkan antara ibukota kecamatan yang satu dengan ibukota kecamatan yang lain. Pengambilan peubah jarak sebagai constraint dengan asumsi, bahwa peubah biaya perjalanan atau transportation cost dan waktu tempuh adalah berbanding lurus dengan peubah jarak. Namun, untuk wilayah yang terpencil dengan prasarana dan sarana transportasi yang sangat terbatas, asumsi tersebut tidak dapat diberlakukan.

Gambar 19 Lokasi optimal pusat-pusat pelayanan di Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan indeks perkembangan kecamatan.

Gambar 19 menunjukkan hasil analisis p-median penentuan pusat-pusat pelayanan yang optimal di Kabupaten Aceh Timur berdasarkan indeks perkembangan kecamatan, lokasi yang terpilih adalah Idi, Peureulak, dan Simpang Ulim.

Gambar 20 Lokasi optimal pusat-pusat pelayanan di Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan kapasitas pelayanan.

Gambar 20, hasil analisis p-median untuk menentukan pusat-pusat pelayan berdasarkan kapasitas pelayanan, menunjukkan hasil yang sama dengan berdasarkan indek perkembangan kecamatan.

Simpang Ulim I d i Peureulak Simpang Ulim I d i Peureulak

(15)

Berdasarkan kedua analisis yang telah dilakukan, yaitu analisis skalogram dan spatial interaction analysis location-allocation models, dapat disimpulkan bahwa lokasi yang optimal, strategis, representatif, dan most accessible untuk pengembangan pusat-pusat pelayanan bagi Kabupaten Aceh Timur adalah Idi, Peureulak, dan Simpang Ulim.

Jangkauan Pusat-pusat Pelayanan

Untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan antar wilayah kecamatan di Kabupaten Aceh Timur, diperlukan suatu usaha pengembangan kota-kota yang dapat menjadi simpul perkembangan daerah belakangnya. Pengembangan tersebut diarahkan untuk:

1. Mengusahakan agar simpul yang telah ditentukan sebagai pusat pelayanan dapat berfungsi sebagai penggerak kegiatan ekonomi dan sosial dari setiap wilayah kecamatan.

2. Sejalan dengan pengembangan pusat-pusat pengembangan tersebut, perlu diusahakan adanya suatu keserasian perkembangan antara daerah perkotaan dan daerah perdesaan.

Jangkauan setiap pusat pelayanan diuraikan berdasarkan pendekatan fungsi kegiatan selama ini, sedangkan orientasi kota-kota tersebut didasarkan pada pola pergerakan internal, yaitu antar wilayah kecamatan di Kabupaten Aceh Timur, dan eksternal antar wilayah kabupaten dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam maupun di luar Provins i Nanggroe Aceh Darussalam.

Penentuan orientasi dan jangkauan pusat pelayanan juga didasarkan pada sistem hirarki kota yang terbentuk serta berbagai kebijakan pembangunan yang kemungkinan membawa perubahan dinamika ruang. Secara umum jangkauan pusat pelayanan dan orientasi pelayanan dapat dilihat pada Tabel 8.

Pemerintah Kabupaten Aceh Timur dapat mengembangkan wilayahnya dengan konsep wilayah nodal, dengan menetapkan Kecamatan Idi Rayeuk sebagai pusat wilayah dengan menjadikannya pusat pertumbuhan, pusat pelayanan, dan pusat pemerintahan bagi Kabupaten Aceh Timur, sedangkan kecamatan-kecamatan lain menjadi periphery atau hinterland. Idi dikembangkan sebagai pusat pelayanan hirarki I, sedangkan kota kota kecamatan lainnya difasilitasi

(16)

untuk menjadi pusat pelayanan hiraki II, dan seterusnya yang disesuaikan dengan kapasitas dan kebutuhan wilayah tersebut, sehingga pelayanan menjadi berhirarki dan saling terkait satu sama lain.

Berdasarkan pertimbangan efesiensi dan optimalisasi, pusat pelayanan hirarki II cuk up dikembangkan di dua kecamatan saja, yaitu satu untuk melayani wilayah timur, dan satunya lagi untuk melayani wilayah barat dari Kabupaten Aceh Timur. Untuk wilayah timur dipusatkan Peureulak, untuk melayani masyarakat di kecamatan-kecamatan di wilayah timur yang jauh dari Idi. Untuk wilayah barat dipusatkan di Simpang Ulim, untuk melayani masyarakat di kecamatan-kecamatan di wilayah barat yang juga jauh dari Idi. Sedangkan untuk pusat pelayanan hirarki I ditempatkan di Idi, karena Idi merupakan pusat wilayah Kabupaten Aceh Timur, baik secara geografis, administratif, maupun sosial ekonomi.

Dengan adanya kristalisasi penduduk pada daerah inti, akan berimplikasi pada terjadinya pemusatan fasilitas pelayanan, sekaligus menobatkan daerah inti ini menjadi pusat pelayanan bagi daerah sekitarnya. Pemusatan pusat pelayanan akan memberikan keuntungan antara lain:

4. Pemanfaatan dan pengelolaan fasilitas pelayanan akan lebih intensif daripada tidak dipusatkan;

5. Fungsi dari setiap fasilitas pelayanan akan lebih efisien;

6. Mengoptimalkan fungsi berbagai kelembagaan dan social capital masyarakat.

Berdasarkan hasil analisis skalogram, Peureulak dan Simpang Ulim berada pada hirarki II. Secara geografis, kedua kota tersebut saling berjauhan satu sama lain, sehingga dapat dikembangkan menjadi wilayah nodal dengan hirarki lebih rendah, yang masing- masingnya memiliki wilayah inti yang akan melayani wilayah hinterland-nya seperti pada Gambar 21.

Secara empiris dan historik, umumnya terdapat interdependensi antara inti dan plasma, dan pertumbuhan suatu pusat pelayanan ditunjang oleh hinterland yang baik. Secara operasional, pusat-pusat wilayah mempunyai hirarki yang spesifik, yang hirarkinya ditentukan oleh kapasitas pelayanannya. Kapasitas pelayanan (regional services capacity) yang dimaksud, adalah kapasitas

(17)

sumberdaya wilayah (regional resources), yang mencakup kapasitas sumberdaya alam (natural resources), sumberdaya manusia (human resources), sumberdaya sosial (social capital), dan sumberdaya buatan (man-made resuorces/

infrastructure). Di samping itu, kapasitas pelayanan suatu wilayah dicerminkan

pula oleh magnitude aktivitas sosial ekonomi masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Secara fisik dan operasional, sumberdaya yang paling mudah dinilai dalam penghitungan kapasitas pelayanan, adalah sumberdaya buatan atau infrastruktur (Rustiadi et al. 2004).

Tabel 8 Rencana orientasi dan jangkauan pusat-pusat pelayanan di Kabupaten Aceh Timur

Hirarki Kota/Pusat Pelayanan

Orientasi Jangkauan Pelayanan

I I d i Langsa,

Banda Aceh

Seluruh kecamatan dalam Kabupaten Aceh Timur. II Peureulak Simpang Ulim I d i I d i Wilayah Kecamatan:

Peureulak,Peureulak Barat, Peureulak Timur, Rantau Peureulak, Serbajadi, Simpang Jernih, Sungai Raya, Rantau Selamat, dan Birem Bayeun.

Wilayah Kecamatan: Simpang Ulim, Madat, Pante Bidari, Indra Makmur, dan Julok.

III Kuta Binje Birem Rayeuk Bayeun Labuhan Keude Alue Tho Ranto Panyang Beusa Seubrang Seuneubok Punteut Idi Cut Bagok Seuneubok Bayu Lhok Nibong Madat Panton Rayeuk M Blang Aron Buket Teukueh Lokop Simpang Jernih

Idi, Simpang Ulim Peureulak Peureulak Peureulak Peureulak Peureulak Peureulak Idi Idi Idi Kuta Binje Simpang Ulim Simpang Ulim Idi Idi Idi Peureulak Peureulak

Desa-desa dalam Kec. Julok

Desa-desa dalam Kec. Birem Bayeun Desa-desa dalam Kec. Rantau Selamat Desa-desa dalam Kec. Sungai Raya Desa-desa dalam Kec. Peureulak Timur Desa-desa dalam Kec. Ranto Peureulak Desa-desa dalam Kec. Peureulak Barat Desa-desa dalam Kec. Peudawa Desa-desa dalam Kec. Darul Aman Desa-desa dalam Kec. Nurussalam Desa-desa dalam Kec. Indra Makmur Desa-desa dalam Kec. Pante Bidari Desa-desa dalam Kec. Madat Desa-desa dalam Kec. Banda Alam Desa-desa dalam Kec. Darul Ihsan Desa-desa dalam Kec. Idi Tunong Desa-desa dalam Kec. Serbajadi Desa-desa dalam Kec. Simpang Jernih

(18)

Gambar 21 Lokasi kota-kota kecamatan di Kabupaten Aceh Timur yang dikembangkan menjadi pusat pelayanan dalam konsep wilayah nodal.

Besaran aktivitas sosial-ekonomi, secara operasional dapat dikukur berdasarkan jumlah penduduk, perputaran uang, aktivitas ekonomi, PDRB, dan jumlah jenis kelembagaan formal dan informal. Semakin banyak jumlah dan jumlah jenis sarana pelayanan, serta semakin tinggi aktivitas sosial ekonomi mencerminkan kapasitas sosial ekonomi yang tinggi, yang juga berarti menunjukkan hirarki pusat yang tinggi (Rustiadi et al. 2004).

Hasil analisis skalogram (Tabel 5, 6, & 7, dan Gambar 21) dan hasil

analytical hierarchy process (Gambar 13 dan 14), menunjukkan bahwa dari segi

kapasitas pelayanan dan segala aspek yang berhubungan dengannya, Idi berada pada hirarki paling tinggi dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Kabupaten Aceh Timur. Selain sebagai wilayah inti, pada saat yang sama, Idi juga merupakan

plasma atau hinterland- nya Kota Langsa, yang memiliki hirarki lebih tinggi

daripada Idi. Walaupun Kota Langsa bukan wilayah Kabupaten Aceh Timur, namun karena secara filosofis, batas wilayah nodal memotong suatu daerah pada

Idi sebagai Pusat Pelayanan Hirarki 1 (Melayani

Hinterland-nya dan Seluruh

Wilayah Kab. Aceh Timur) Simpang Ulim sebagai

Pusat Pelayanan Hirarki 2 Bagian Barat

Peureulak sebagai Pusat Pelayanan Hirarki 2 Bagian Timur

(19)

suatu garis yang memisahkan suatu daerah yang disebabkan adanya perbedaan orientasi terhadap pusat pelayanan yang berbeda, sehingga batas fisik-administratif dari setiap daerah pelayanan bersifat sangat baur dan dinamis.

Gambar 22 Peureulak sebagai pusat pelayanan hirarki II dengan 8 kecamatan

hinterland-nya.

Pusat-pusat berhirarki tinggi melayani pusat-pusat berhirarki rendah, di samping juga melayani hinterland di sekitarnya. Kegiatan yang sederhana dapat dilayani oleh pusat yang berhirarki rendah, sedangkan kegiatan yang kompleks dilayani oleh pusat berhirarki tinggi. Dalam konteks ini (seperti pada Gambar 21), Idi diarahkan untuk melayani pusat-pusat dengan hirarki yang lebih rendah, yaitu Peureulak dan Simpang Ulim, di samping melayani hinterland di sekitarnya (seperti pada Gambar 23), yaitu Kecamatan Peudawa, Darul Aman, Nurussalam, Darul Ihsan, Idi Tunong, dan Banda Alam. Karena kegiatan sederhana dapat dilayani oleh pusat yang berhiraki rendah, maka Peureulak (seperti pada Gambar 22), diarahkan untuk melayani wilayah Kecamatan Peureulak Timur, Peureulak Barat, Ranto Peureulak, Serbajadi, dan Simpang Jernih, sedangkan Simpang Ulim

Peureulak sebagai pusat pelayan/ irarki 2 yang akan melayani 8 kecamatan hinterland-nya Lokop Simpang Jernih Bayeun un Labuhan Keude Alue Tho Beusa Seubrang Ranto Panyang Birem Bayeun

(20)

(seperti pada Gambar 24), diarahkan untuk melayani wilayah Kecamatan Madat, Indra Makmu, Julok, dan Pante Bidari.

Gambar 23 Idi sebagai pusat pelayanan hirarki I dengan 8 kecamatan

hinterland-nya.

Bagi wilayah yang berada antara Idi dan Simpang Ulim, seperti Kecamatan Julok dan Indra Makmur, memiliki alternatif untuk berorientasi pada keduanya, namun berdasarkan pengalaman selama ini, mereka lebih memilih Idi yang memiliki fasilitas lebih baik, dan juga karena fasilitas yang dimiliki Simpang Ulim dan Kuta Binje relatif sama (seperti pada Tabel 5). Demikian juga untuk wilayah Kecamatan Sungai Raya, Rantau Selamat, dan Birem Bayeun, akan lebih memilih Langsa, karena secara geografis lebih dekat ke Langsa dan Langsa memiliki kapasitas pelayanan paling tinggi di antara ketiga wilayah Kabupaten/Kota dari pemekaran Kabupaten Aceh Timur.

Secara empiris, konsep wilayah nodal tepat untuk diterapkan di Kabupaten Aceh Timur, karena struktur wilayah nodal sangat efesien, khususnya dalam mendukung pengembangan ekonomi suatu wilayah dan sistem transportasi. Mekanisme pasar bebas secara alami juga cenderung membentuk struktur wilayah

nodal.

Idi di samping sebagai pusat pelayanan hirarki 1 yang akan melayani seluruh wilayah Kab.Aceh Timur juga melayani 8 kecamatan

(21)

Gambar 24 Simpang Ulim sebagai pusat pelayanan hirarki 2 dengan 4 kecamatan hinterland-nya.

Fungsi Pusat-pusat Pelayanan

Adanya kelengkapan atau ketersediaan fasilitas pelayanan di suatu wilayah dapat menjadi indikator bagi fungsi suatu pusat pelayanan. Fungsi pusat pelayanan yang ditunjukkan di sini adalah potensi kegiatan pelayanan terhadap daerah belakangnya, sesuai dengan ketersediaan sarana-prasarana serta kemungkinan pengembangannya atas dasar prinsip optimasi.

Secara umum, fungsi kota-kota sebagai pusat pelayanan di Kabupaten Aceh Timur dapat dilihat pada Tabel 9

Simpang Ulim sebagai pusat pelayanan hirarki 2 yang akan melayani 4 kecamatan sebagai

(22)

Tabel 9 Rencana fungsi pusat-pusat pelayanan di Kabupaten Aceh Timur Hirarki Kota/Pusat

Pelayanan

Fungsi Pelayanan

I I d i 1. Ibukota/pusat pemerintahan & kelembagaan kabupaten. 2. Pusat perdagangan regional.

3. Pusat perhubungan & komunikasi antar kota dalam dan luar provinsi.

4. Pusat pelayanan kesehatan: rumah sakit umum daerah dengan pelayanan spesialis.

5. Pusat pelayanan pendidikan umum dari TK sampai PT. 6. Pusat perhubungan laut ke luar negeri.

7. Pusat pelayanan jasa perbankan setingkat cabang dengan ATM.

8. Pusat pelayanan perhotelan dan sosial ekonomi.

II Peureulak dan

Simpang Ulim

1. Ibukota/pusat pemerintahan & kelembagaan kecamatan. 2. Pusat perdagangan sub regional.

3. Pusat perhubungan & komunikasi antar kota dalam kabupaten.

4. Pusat pelayanan kesehatan: puskesmas dengan pelayanan rawat nginap.

5. Pusat pelayanan pendidikan umum dari TK sampai SLTA. 6. Pusat pendidikan kejuruan, pondok pesantren modern dan

magnet school (khusus Peureulak).

7. Pusat pendidikan pondok pesantren tradisional dayah manyang (khusus Simpang Ulim).

7. Pusat pelayanan jasa perbankan setingkat kantor kas.

III Kuta Binje Birem Rayeuk Bayeun Labuhan Keude Alue Tho Ranto Panyang Beusa Seubrang Seuneubok Punteut Idi Cut Bagok Seuneubok Bayu Lhok Nibong Madat Panton Rayeuk M Blang Aron Buket Teukueh Lokop Simpang Jernih

1. Ibukota/pusat pemerintahan & kelembagaan kecamatan. 2. Pusat perdagangan lokal.

3. Pusat perhubungan & komunikasi antar desa dalam kecamatan.

4. Pusat pelayanan kesehatan: puskesmas dengan pelayanan rawat jalan.

5. Pusat pelayanan pendidikan umum dari TK sampai SLTA (kecuali Beusa Seubrang, Seuneubok Bayu, Blang Aron, Panton Rayeuk M, dan Simpang Jernih sampai tahun 2010 cukup sampai tingkat SLTP)

6. Pusat pendidikan pondok pesantren tradisional. 7. Pusat pelayanan jasa perbankan setingkat kantor kas

(khusus Kuta Binje & Lhok Nibong). 8. Pusat pengembangan pertanian. 9. Pusat wisata pantai (khusus Idi Cut)

(23)

Ikhtisar

Terpilihnya pusat pemerintahan dan pusat-pusat pelayanan yang akan dikembangkan diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan upaya:

1. Meningkatkan pertumbuhan wilayah dan pemerataan intra wilayah. 2. Menciptakan tata ruang wilayah yang sustainability.

3. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.

Ketiga upaya di atas disesuaikan dengan kondisi setempat, dengan demikian akan tercipta kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Faktor pelayanan umum merupakan faktor penarik terhadap penduduk dan fungsi- fungsi kekotaan untuk datang ke arahnya. Makin banyak jenis dan macam pelayanan umum yang terkonsentrasi pada suatu wilayah, maka akan semakin besar daya tariknya terhadap penduduk dan fungsi- fungsi kekotaan.

Penentuan pusat pemerintahan melalui pendekatan kuantitatif berdasarkan tingkat perkembangan kecamatan, yang diukur dari tingkat ketersediaan sarana-prasarana dan aksesibilitas, menunjukkan bahwa Idi adalah lokasi optimal untuk pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur.

Berdasarkan analisis sistem hirarki karakter kekotaan dan aksesibilitas, melalui pendekatan konsep wilayah nodal, dihasilkan tiga tipe potensial kota kecamatan sebagai pusat pelayanan. Pertama, Idi adalah pusat pelayanan utama atau hirarki I, yang akan melayani seluruh wilayah Kabupaten Aceh Timur. Kedua, Peureulak dan Simpang Ulim adalah pusat pelayanan regional atau hirarki II, diarahkan untuk melayani kecamatan-kecamatan di wilayah timur dan barat Kabupaten Aceh Timur. Ketiga, pusat pelayanan lokal atau hirarki III, yaitu ibukota kecamatan lainnya selain Idi, Peureulak, dan Simpang Ulim.

Referensi

Dokumen terkait

Teuku Iskandar Mirza. Penentuan Pusat Pemerintahan dan Pelayanan Kabupaten Aceh Timur Berdasarkan Pengembangan wilayah , Tesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

1) Kawasan pusat pemerintahan dapat digunakan sebagai area rekreasi. Lanskap Kota Tigaraksa memiliki area rekreasi yang terletak di kawasan pusat pemerintahan, hal ini

Berdasarkan hasil analisis skalogram dan interaksi keruangan yang telah dilakukan, kecamatan yang berpotensi menjadi pusat pelayanan di Kota Tanjungpinang adalah

Berdasarkan RTRW Kabupaten Minahasa lokasi yang dianggap memenuhi kriteria menjadi lokasi objek rancangan sebagai fasilitas Pusat Rehabilitasi Pecandu Narkoba

Pusat pelayanan yang memiliki daya tarik lokasi terbesar adalah pusat pelayanan Kota Purworejo karena lebih mudah dijangkau dari seluruh kecamatan di Kabupaten Purworejo, dilalui

Berdasarkan RTRW Kabupaten Minahasa lokasi yang dianggap memenuhi kriteria menjadi lokasi objek rancangan sebagai fasilitas Pusat Rehabilitasi Pecandu Narkoba

Pusat pemerintahan nagari merupakan kawasan pemerintahan yang melingkupi aktifitas pemerintahan di Nagari. Kawasan ini terdiri dari bangunan-bangunan yang berfungsi

Dalam pengembangan program Pusat Unggulan yang dilaksanakan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, lembaga yang terpilih dan memenuhi kriteria, baik untuk