• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perkembangan Kelembagaan Leasing di Indonesia T2 322014010 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perkembangan Kelembagaan Leasing di Indonesia T2 322014010 BAB I"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang tingkat pertumbuhan

ekonominya terus berkembang dari waktu ke waktu. Namun untuk

mengembangkan potensi usaha tersebut tentulah aspek pendanaan

sangat penting. Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, saat ini

semakin banyak orang yang mendirikan suatu lembaga pembiayaan

yang bergerak di bidang penyediaan dana ataupun barang yang akan

dipergunakan oleh pihak lain di dalam mengembangkan usahanya.

Lembaga pembiayaan tersebut merupakan lembaga keuangan non

bank. Yang membedakan lembaga pembiayaan dengan bank adalah

bank mengambil dana secara langsung dari masyarakat sedangkan

lembaga pembiayaan non bank tidak mengambil dana secara langsung

dari masyarakat.

Berkembangan hukum bisnis di Indonesia saat ini mengalami

kemajuan yang cukup pesat, walaupun kemajuan tersebut ditandai

masa-masa cukup sulit. Secara umum kemajuan yang dicapai oleh

bangsa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan tidak diraih begitu

(2)

lapisan masyarakat secara terus menerus serta berkesinambungan.1

Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan

berbagai bentuk kerjasama bisnis. Kerjasama bisnis yang terjadi sangat

beraneka ragam tergantung pada bidang bisnis yang sedang dijalankan.

Keanekaragaman kerjasama bisnis ini tentu saja melahirkan masalah

serta tantangan baru, karena hukum harus siap untuk dapat

mengantisipasi setiap perkembangan yang muncul.2

Salah satu lembaga pembiayaan yang berkembang pesat saat ini

adalah sewa guna usaha atau biasa disebut juga dengan leasing. Kegiatan sewa guna usaha (leasing) diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indonesia pada Tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat

Keputusan Bersama Menteri keuangan, Menteri Perdagangan dan

Menteri Perindustrian No. Kep-122/MK/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974

dan No. 30 /KPB/I/74 Tanggal 7 Pebruari 1974 tentang “Perijinan

Usaha Leasing”. Sejak saat itu dan khususnya sejak tahun 1980 jumlah

perusahaan sewa guna usaha dan transaksi sewa guna usaha makin

bertambah dan meningkat dari tahun ke tahun untuk membiayai

penyediaan barang-barang modal dalam dunia usaha.

Lembaga pembiayaan merupakan lembaga keuangan

bersama-sama dengan lembaga perbankan. Lembaga Pembiayaan (financing institution), kegiatan usahanya lebih menekankan pada fungsi

pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan

1 Johannes Ibrahim, Hukum Bisnis (Dalam Persepsi Manusia Moderen), Cet. I, PT Reika Aditama, Bandung, 2004, h. 23.

(3)

tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat sebagaimana

perbankan.3

Hubungan lessor dan lessee adalah hubungan timbal balik, menyangkut pelaksanaan kewajiban dan peralihan suatu hak atau

tuntutan kewajiban dari kenikmatan menggunakan fasilitas

pembiayaan, untuk itu antara lessor dan lessee dibuat perjanjian/kontrak leasing atau suatu perjanjian pembiayaan. Bagi

lessor, keuntungan yang hendak dicapai dalam perjanjian dengan

lessee, dimana pembayaran oleh lessee atas penggunaan asset yang menjadi obyek lease, termasuk pengakuan lessee tentang penguasaan obyek oleh lessee yang kepemilikan nya tetap dipegang oleh lessor, sehingga melahirkan hak secara hukum bagi lessor, bila terjadi Wanprestasi oleh lessee untuk menjual atau menyita obyek Lease.4

Dengan menggunakan leasing, perusahaan yang kemampuannya kurang secara financial, dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk langsung dapat digunakan untuk produksi, yang

pembayarannya dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan

sekali kepada pihak lessor. Melalui pembiayaan leasing perusahaan dapat memperoleh barang-barang modal untuk operasional dengan

mudah dan cepat. Hal ini sungguh berbeda jika dengan mengajukan

kredit kepada bank yang memerlukan persyaratan serta jaminan yang

besar.5

3 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Cat. I, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, h. 1.

(4)

Berkembangnya kelembagaan leasing di Indonesia saat ini mengharuskan dukungan peraturan leasing yang memadai sehingga

perkembangan kelembagaan leasing di Indonesia tidak terjadi perubahan/perkembangan yang tidak seharusnya terjadi pada saat ini.

Hal inilah yang mendorong penulis meneliti perkembangan peraturan

leasing saat ini. Jika dicermati maka pengaturan terhadap leasing ini sejak tahun 1973 hingga tahun 2014. Dari peraturan dan pengaturan itu

menunjukkan adanya perubahan/perkembangan yang signifikan

terhadap kelembagaan leasing, yaitu antara lain:

1. Pelaku leasing, Sampai dengan tahun 1973 pelaku leasing adalah Perbankan.

2. Pelaku leasing berkembang tidak lagi perbankan tetapi lebih terbuka, seperti kelembagaan syariah, lembaga-lembaga khusus

financial.

3. Permodalan ditingkakan sebagai persyaratan untuk pendirian

leasing, ini menunjukkan peningkatan kapasitas sehingga lembaga leasing menjadi lembaga yang makin kuat untuk suatu pembiayaan.

4. Perkembangan perusahaan mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun.

5. Beberapa segi oprasionalisasi leasing telah berubah, misalnya dalam hal metode perhitungan penyusutan asset untuk

(5)

6. Hadirnya perusahaan sewa guna usaha bersama perusahaan

swasta nasional telah mampu mempopulerkan peranan kegiatan

sewa guna usaha.

B.

Rumusan Masalah

Dengan demikian isu hukum yang menjadi objek utama dalam

penulisan ini adalah Perkembangan apa yang terjadi dalam

kelembagaan leasing dari sebelum tahun 1973 sampai sekarang?

C.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :

a. Untuk mengetahui perkembangan kelembagaan leasing

dari sebelum Tahun 1973 sampai saat ini.

b. Membuat periodisasi atas peraturan dan pengaturan

(substansi) kelembagaan leasing dari aspek-aspek,

Pembiayaan, Permodalan, Badan Usaha, Penyediaan

dana, Barang Modal, Tidak menarik dana secara

langsung, dengan periodisasi sebagai berikut:

(6)

Dengan membuat periodisasi maka dapat di lihat terjadi

pergeseran perekembangan/perubahan peraturan kelembagaan

perusahaan pembiayaan leasing dari tahun ke tahun. Dengan hal ini akan terjawab rumusan masalah perkembangan apa yang terjadi dalam

kelembagaan leasing dari sebelum tahun 1973 sampai sekarang.

D.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan 2 (dua) manfaat:

1. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya

hukum bisnis salah satunya kegiatan sewa guna usaha

(leasing) dalam kaitannya dengan perkembangan peraturan leasing. Penelitian ini berfokus pada perkembangan peraturan leasing yang menurut penulis dinilai memiliki nilai yang menjadi dasar terjadinya

perubahan dari peraturan yang lama ke yang baru,

sehingga penelitian ini dapat memberikan tambahan

pengetahuan secara akademisi dalam pengembangan ilmu

hukum.

2. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

sumbangan pemikiran dan evaluasi bagi pembuat

peraturan untuk lebih cermat dalam merancang dan

mengeluarkan suatu produk peraturan agar senantiasa

tidak bermasalah dalam penerapannya.

(7)

Teori dalam penelitian ini adalah Teori perkembangan hukum.

Sebagaimana dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman bahwa

perubahan hukum akan mengikuti perkembangan dan bergantung pada

perubahan sosial.6 Demikian bahwa hukum berkembang sejalan dengan

perkembangan kondisi di masyarakat juga. Selanjutnya Friedman

menjelaskan bahwa secara teoritis perubahan hukum dapat dilihat dari

empat tipe perubahan, menurut titik awal perubahannya dan titik

dampak akhirnya.

1. Perubahan yang berawal dari luar sistem hukum, yakni, dari

masyarakat, tetapi mempengaruhi sistem hukum saja dan

berakhir di sana seperti sebuah peluru yang ditembakkan

dan sampai ke sasarannya.

2. Perubahan yang berawal dari luar sistem hukum dan

melewati sistem hukum tersebut (dengan atau tanpa proses

internal tertentu) kemudian sampai ke titik dampak di luar

sistem hukum, yakni, di masyarakat.

3. Perubahan yang berawal dari sistem hukum dengan

menghasilkan dampak di dalam sistem hukum juga.

4. Perubahan yang berawal dari dalam sistem hukum,

kemudian menebus sistem hukum tersebut dengan dampak

akhir di luarnya, yakni, di masyarakat.7

Kelembagaan berasal dari kata lembaga8, yang berarti aturan

dalam organisasi atau kelompok masyarakat untuk membantu

6 Lawrence M. Friedman, Terjemahan oleh M. Khozim, Nusa Media, 2009, h. 353.

(8)

anggotanya agar dapat berinteraksi satu dengan yang lain untuk

mencapai tujuan yang diinginkan. Selain itu lembaga juga dapat

diartikan sebagai aturan dalam sebuah kelompok social yang sangat

dipengaruhi oleh faktor-faktor social, politik dan ekonomi.9

Kelembagaan, institusi, pada umumnya lebih di arahkan kepada

organisasi, wadah atau pranata. Organisasi berfungsi sebagai wadah

atau tempat, sedangkan pengertian lembaga mencakup juga aturan

main, etika, kode etik, sikap dan tingkah laku seseorang atau suatu

organisasi atau suatu sistem.

Kelembagaan adalah sebagai aturan main (rule of the game) dalam masyarakat. Aturan main tersebut mencakup regulasi yang

memaparkan masyarakat untuk melakukan interaksi. Kelembagaan

dapat mengurangi ketidakpastian yang inheren dalam interaksi manusia

melalui penciptaan pola prilaku.10 Demikian bahwa lembaga hukum

dapat diartikan sebagai aturan hukum atau hukum positif yang lahir

untuk mengatur perilaku tertentu dalam kehidupan masyarakat.

Dalam setiap kehidupan, hukum menjadi pegangan setiap orang

agar hidup mereka aman dan nyaman tanpa gangguan dari orang lain,

Oleh karena itu, lembaga-lembaga ekonomi juga harus di atur oleh

hukum atau ada lembaga hukum yang melindungi baik pelaku ekonomi

8Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “lembaga” antara lain diartikan

sebagai (1) ‘asal mula (yang akan menjadi sesuatu)’; bakal (binatang, manusia, tumbuhan)’; (2) ‘bentuk (rupa, wujud) yang asli’; (3) ‘acuan, ikatan(tentang mata cincin dsb)’; (4) ‘badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan

keilmuan atau melakukan sesuatu usaha; dan (5) ‘pola perilaku manusia yang mapan,

terdiri atas interaksi sosial berstruktur di suatu kerangka nilai yang relevan. 9 http://mardianpratama10.blogspot.co.id/, di kunjungi pada tanggal 19 juli pukul 10. 29.

(9)

maupun kegiatan ekonomi itu sendiri agar pada prosesnya

lembaga-lembaga tersebut dapat terlaksana dengan baik. Sehingga tuntutan yang

terjadi dalam bidang ekonomi akan menghasilkan perubahan di bidang

(lembaga) hukum.11

Pengertian lembaga hukum kelembagaan diberi predikat sebagai

kerangka hukum atau hak-hak alamiah (natural rights) yang mengatur tindakan individu. Kelembagaan dimengerti sebagai apapun yang

berhubungan dengan “prilaku ekonomi” (economic behavior). Kelembagaan akan lebih akurat bila didefinisikan sebagai

aturan-aturan. Kelembagaan sebagai aturan main (rule of the game) dalam masyarakat. Kelembagaan bisa dipilah dalam dua klasifikasi. Pertama, bila berkaitan dengan proses, maka kelembagaan merujuk kepada

upaya untuk mendesain pola interaksi antara pelaku ekonomi sehingga

mereka bisa melakukan kegiatan transaksi. Kedua, jika berhubungan dengan tujuan, maka kelembagaan berkonsentrasi untuk menciptakan

efisiensi ekonomi berdasarkan struktur kekuasaan ekonomi, politik, dan

sosial antara pelakunya.12

Fiedman mengatakan bahwa: Peraturan-peraturan berubah ketika

latar belakang sosialnya berubah.13 Dengan kata lain bahwa lembaga

hukum akan mengalami perubahan seiring dengan terjadinya perubahan

dalam kelompok atau golongan masyarakat yang menjadi objek dari

lembaga hukum tersebut yang dalam konteks penelitian ini yaitu para

11

Lawrence M. Fiedman, Op. Cit., h. 361. 12 Ibid., h.23-24.

13

(10)

pelaku usaha yang bergerak dalam bidang lembaga pembiayaan.

Mereka naik dan turun seiring dengan naik dan turunnya kekuatan

sosial, seperti sebuah gelombang pasang yang patuh kepada pengaruh

terhadap kekuatan yang tidak kasat mata.14

Lembaga pembiayaan (financing institution) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana

atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari

masyarakat. Lembaga pembiayaan (financing institution) dalam kegiatan usahanya lebih menekankan pada fungsi pembiayaan.

Kegiatan lembaga pembiayaan di atur dengan Keppres No. 61 Tahun

1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan

No. 1251 Tahun 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan

Lembaga Pembiayaan. Berdasarkan kedua peraturan tersebut yang

dapat melakukan kegiatan dalam lembaga pembiayaan adalah bank,

lembaga keuangan bukan bank, dan berbentuk badan Hukum Perseroan

Terbatas.15

Sewa guna usaha merupakan suatu equipment funding, yaitu kegiatan pembiayaan yang disediakan lessor dalam bentuk peralatan atau barang modal yang diperlukan oleh lessee guna menjalankan usahanya. Di Indonesia, secara formal keberadaan sewa guna usaha di

Indonesia masih relative baru, yaitu dengan dikeluarkannya Surat

Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan

14

Ibid., h. 401.

(11)

Menteri Peradangan No. 122, No. 32, No. 30 Tahun 1974 tentang

Perizinan Usaha Leasing.16

Pengertian leasing sebagai lembaga hukum sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang

modal, baik secara finance lease maupun operating lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu

berdasarkan pembayaran secara berkala. Sewa guna usaha merupakan

suatu kontrak atau persetujuan sewa-menyewa antara lessor dengan

lessee. Objek sewa guna usaha adalah barang modal, dan pihak lessee

mempunyai hak opsi dengan harga berdasarkan nilai sisa. Dengan hal

ini leasing merupakan lembaga privat dimana perubahan kelembagaan dianggap sebagai dampak dari perubahan (kepentingan/konfigurasi)

pelaku ekonomi. Perubahan kelembagaan sengaja didesain untuk

memengaruhi (mengatur) kegiatan ekonomi. Pada posisi ini,

kelembagaan ditempatkan secara aktif sebagai instrumen untuk

mengatur kegiatan ekonomi.17 Dengan demikian perkembangan

lembaga hukum dalam bidang pembiayaan akan berubah mengikuti

gejolak pelaku usaha leasing.

F.

Metode Penelitian

1.

Jenis Penelitian dan Pendekatan

Penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah

penelitian hukum normatik, dalam kategori dogmatik hukum. Artinya

(12)

bahwa penelitian dogmatik hukum adalah kegiatan ilmiah dalam

rangka mempelajari isi sebuah tatanan hukum positif yang konkret.18

Serta pembentukan hukum dalam rangka penyelesaian masalah hukum

abstrak dan umum. Penelitian ini menggunakan penelitian dogmatik

atau normatif karena yang menjadi acuan analisis adalah Peraturan

Leasing di Indonesia.

Sementara pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach). Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah peraturan perundangan yang ada tentang leasing dan regulasi yang bersangkutan paut dengan isu hukum yang sedang ditangani apakah ada konsistensi dan

kesesusaian untuk memecahkan isu yang di hadapi.19 Bagi penelitian

untuk kegiatan akademis, peneliti perlu mencari ratio logis dan dasar ontologis lahirnya undang-undang tersebut. Dengan mempelajari ration logis, dan dasar ontologis suatu undang-undang, peneliti sebenarnya mampu menangkap kandungan filosofi yang ada di belakang

undang-undang itu, peneliti tersebut akan dapat menyimpulkan mengenai ada

tidaknya benturan filosofis antara undang-undang dengan isu yang di

hadapi.20

Oleh karena dalam pendekatan perundang-undangan penelitian

bukan saja melihat kepada bentuk peraturan perundang-undangan saja,

melainkan juga menelaah materi muatan nya, perlu kiranya peneliti

mempelajari dasar ontologis lahirnya undang-undang, landasan

18

Titon Slamet Kurnia dkk, Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum & Penelitian Hukum Di Indonesia Sebuah Reorientasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, h. 71.

19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet. VI, Kencana, Jakarta, 2010, h. 93.

(13)

filosofis undang-undang, dan ratio logis dari ketentuan undang-undang.21

2.

Bahan Hukum

Dengan demikian maka bahan hukum yang digunakan dalam

penulisan ini adalah :

1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat,

mencakup peraturan leasing di Indonesia meliputi:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 18/1973 Tentang

Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Untuk

Pendirian Perusahaan Perseroan Dalam Bidang

Pengembangan Usaha Swasta Nasional Presiden

Republik Indonesia.

b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor Kep.649/MK/IV/5/1974 tentang Perizinan

Usaha Leasing.

c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 827/KMK.04/1984 Tentang Penangguhan

Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Atas Perolehan

Atau Impor Barang Modal Tertentu.

d. Keputusan Presiden Nomor 61/1988 Tentang

Pembiayaan.

(14)

e. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 1251/KMK.013/1988 Ketentuan dan Tata Cara

Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28

Tahun 1988 Tentang Pengenaan Pajak Pertambahan

Nilai Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang

Dilakukan Oleh Pedagang Besar dan Penyerahan Jasa

Kena Pajak Disamping Jasa Yang Di Lakukan Oleh

Pemborong.

g. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 1256/KMK.00/1989 Perubahan PMK 251.

h. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 577/KMK.00/1989 penangguhan PPN.

i. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 634/KMK.013/1990 pengadaan barang modal

berfasilitas Penghasilan Leasing.

j. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 1169/KMK.01/1991 kegiatan sewa guna usaha.

k. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 48/KMK.013/1991 kegiatan sewa guna usaha.

l. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-

29/PJ.42/1992 Tentang Perlakukan Pajak Penghasilan

Sewa Guna Usaha (Leasing).

m. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 468/KMK.017/1995 perubahan KMK 2251 dan

(15)

n. Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 298/KMK.01/1997 Tentang

Ketentuan Pemindah Tanganan Barang Modal Bagi

Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA)

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan

Perusahaan Non PMA/PMDN.

o. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 448/KMK.017/2000 Perusahaan Pembiayaan.

p. Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan

Lembaga Keuangan Nomor Per-03/BL/2007.

q. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006

Perusahaan Pembiayaan.

r. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 255/PMK.03/2008 Tentang Penghitungan

Besarnya Angsuran pajak Penghasilan Dalam Tahun

Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib

Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak

Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik

Daerah, Wajib Pajak masuk Bursa dan Wajib Pajak

Lainnya yang berdasarkan Ketentuan Di Harus kan

Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib

Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

s. Prepares No. 9 tahun 2009 Lembaga Pembiayaan.

t. Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan

Lembaga Keuangan Nomor Pr-03/BL/2010 bentuk,

susunan, dan penyampaian laporan keuangan Triwulan

(16)

u. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 11/PMK.011/2014 Tentang Bea Masuk

Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang dan Bahan

Untuk Memproduksi Barang Dan/Atau Jasa Guna

Kepentingan Umum dan Peningkatan Untuk Tahun

Anggaran 2014.

v. Peraturan OJK No. 29/POJK.05/2014 Penyelenggaraan

Usaha Perusahaan Pembiayaan.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atas bahan hukum primer, meliputi

kamus bahasa Indonesia, buku-buku hukum dan juga

jurnal-jurnal hukum yang berkaitan dengan penelitian yang akan

Referensi

Dokumen terkait

Mandala Multifinance, Tbk dalam melaksanakan kegiatan pembiayaan sewa guna usaha atas barang modal hanya mengenal jenis sewa guna usaha yaitu secara operating lease untuk

Pada umumnya, investasi ini dilakukan dalam bentuk penyertaan modal secara tunai yang dilakukan dengan sejumlah saham pada perusahaan pasangan usahae. Kebanyakan dana

“Sewa guna usaha ( leasing ) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi ( finance lease ) maupun

Sewa-guna-usaha ( leasing ) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi ( finance lease ) maupun sewa

Perusahaan sewa guna usaha merupakan suatu perusahaan yang berdiri sendiri, tidak terkait dengan suatu produsen barang modal sehingga dalam pembiayaan barang modal

Secara khusus lessor diartikan sebagai perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa guna yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa guna

PER-03/BL/2007 dijelaskan bahwa Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance

Leasing atau sewa guna usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan dalam