• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Museum Palagan Ambarawa Sebagai Sumber Belajar Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah Atas T1 152009016 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Museum Palagan Ambarawa Sebagai Sumber Belajar Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah Atas T1 152009016 BAB IV"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Berdirinya Museum Palagan Ambarawa

Setiap peristiwa Sejarah, betapapun kecilnya selalu memiliki hakikat

yang mengandung hikmah untuk diabadikan menjadi warisan bagi generasi

demi generasi penerus. Sehingga setiap usaha bagaimanapun juga wujudnya

baik mulai dari penulisan sejarah, membentuk sarana dari suatu generasi untuk

mengejawantahkan hakekat berhikmah tersebut agar dapat dihayati secara fisik

dan riil baik oleh generasi itu sendiri mauapun oleh generasi-generasi

mendatang. Dengan demikian langkah-langkah pewarisan dari suatu generasi

pada generasi selanjutnya adalah menjadi missi dan kuwajiban moral serta

tanggung jawab generasi itu yang sekaligus juga menjadi kebesaran generasi itu

sendiri.

Dengan berdasarkan cita-cita luhur untuk mewariskan jiwa perjuangan

pada tahun 1945 kepada generasi penerus, maka tercetuslah ide untuk

mengabadikan/memonumentasikan suatu peristiwa palagan yang menduduki

tempat tersendiri dalam khasanah sejarah perjuangan bangsa Indonesia di tahun

1945 adalah yang kita kenal dengan Palagan Ambarawa (JARAH DAM

VII/Diponegoro, 1974:11).

Perjuangan yang heroik dan pengorbanan yang sedemikian besarnya dari

para kusuma bangsa dalam Palagan Ambarawa. Bahkan setiap orang akan

(2)

yang berkadar kepemimpinan Nasional diantaranya yaitu Almarhum Jenderal

Soedirman dan Almarhum Gatot Subroto (Soepardjo, 1986:20).

Ide pewarisan nilai-nilai luhur 1945 telah berkembang menjadi suatu

langkah-langkah kongrit untuk mewujudkan sarana-sarana dari seluruh aspirasi

perjuangan generasi 1945, agar dengan demikian jiwa dan semangat perjuangan

1945 akan tetap menjadi pegangan jiwa perjuangan sepanjang masa bagi

generasi mendatang.

Dengan keluarnya Instruksi KASAD Nomer : B-540/7/1970 tanggal : 30

Juli 1970 tentang pendirian monumen Kepahlawanan TNI-AD mulailah kodam

VII/ Diponegoro dengan langkah-langkah persiapan untuk membangun Museum

beserta Monumen Palagan Ambarawa. Berbagai langkah mulai dari penelitian,

pengumpulan data-data dan sebagainya untuk dapat merealisir Monumen serta

Museum yang dapat dipertanggung jawabkan kebenaran historisnya.

Peristiwa palagan Ambarawa dengan puncak kemenangannya pada

tangga 15 Desember 1945 dalam perkembangan selanjutnya dengan melalui

seleksi baik secar historis Militer NAsional maupun tinjauan dari Sejarah

Perjauangan Bangsa Indonesia dan Sejarah Kesatuan ternyata merupakan suatu

kemenangan dari kesatuan Infantri yang patut dibanggakan. Sehingga dengan

lahirnya Surat Keputusan KASAD Nomer : 40/1/1966 tanggal : 17 Januari 1966

tentang ditetapkannya tanggal 15 Desember 1945 sebagai hari Infantri maka

semakin mantaplah bagi Kodam VII/Diponegoro untuk melanjutkan gagasan

luhur mengabdikan peristiwa Palagan Ambarawa dalam bentuk suatu monumen

(3)

Isdiman yang gugur di medan laga Palagan Ambarawa(JARAH DAM

VII/Diponegoro, 1974: 13).

Dengan beberapa pertimbangan yang didasarkan pada penelitian sejarah

maka diantara berbagai peristiwa sejarah dalam wilayah Kodam

VII/Diponegoro, peristiwa Palagan telah terpilih untuk diabadikan dalam bentuk

Museum serta Monumen di dalamnya. Pemilihan peristiwa Palagan Ambarawa

adalah didasarkan pada berbagai pertimbangan bahwa :

1. Palagan Ambarawa adalah lambang kesatuan dan persatuan antara

rakyat dengan ABRI dalam mempertahankan proklamasi 17 Agustus

1945 terhadap setiap bentuk penjajahan dan manifestasinya.

2. Nilai historis Palagan Ambarawa secara ilmiahpun dapat pula

dipertanggung jawabkan baik dipandang dari sudut ilmu militer

tradisional maupun modern sehingga pada akhirnya Palagan

Ambarawa tersebut diabadikan menjadi hari infantri yang setiap

tahun diperingati oleh Corps Infantri.

3. Api perjuangan 1945 dalam palagan Ambarawa perlu diwariskan

kepada generasi sekarang maupun mendatang (Dinas Sejarah TNI

AD, 1985:13).

Selanjutnya atas inisiatif PANGDAM VII/Diponegoro telah

direncanakan oleh JARAH DAM VII /DIPONEGORO untuk mendirikan

monumen serta museum di Bawen atau kemungkinannya di kota Ambarawa

(4)

- Monumen berbentuk tugu dibelah, sedangkan dalam belahan tersebut

diletakkan dua buah patung megah yaitu patung Jenderal Soedirman dan

patung Jenderal Gatot Soebroto almarhum. Tidak ketinggalan dalam

monumen tersebut juga dituliskan gelar supit udang sebagai taktik

gerakan pasukan kita dalam Palagan Ambarawa.

- Museum yang dinamakan museum isdiman dengan bentuk rumah Joglo

yang terletak di sebelah kiri monumen. Museum ini untuk menyimpan

koleksi senjata dan pakaian yang digunakan dalam medan pertempuran

Palagan Ambarawa.

- Pembangunan monumen telah direncanakan biayanya adalah

pembangunan di Bawen akan menelan biaya Rp. 6.500.000,- sedangkan

apabila dibangun di Ambarawa biaya ditekan hingga Rp. 4.500.000,-

maka pembangunan dilakukan di kota Ambarawa.

- Secara ideal direncanakan bahwa proyek tersebut akan diselesaikan dalam

waktu tiga bulan, hingga bertepatan dengan peringatan Hari Infantri

tanggal 15 desember 1971 monumen beserta museum sudah dapat

diresmikan dengan upacara militer. Akan tetapi pembangunan sampai 15

Desember 1974 baru dapat diresmikan oleh Bapak Presiden Soeharto.

- Mengingat bahwa pembangunan monumen tersebut memiliki aspek yang

menyangkut rencana pembangunan dan keindahan kota setempat maka

dipandang perlu adanya hubungan dan kerja sama antara beberapa

(5)

Dengan mulai tercetusnya ide pembangunan Museum Palagan

Ambarawa beserta Monumen Palagan Ambarawa, maka langkah-langkah

persiapan dan perintisnyapun Nampak mulai kongrit. Sehubungan dengan hal

tersebut lahirlah Surat Keputusan PANGDAM VII/DIPONEGORO Nomer :

KEP 51/9/1971 tertanggal September 1971 tentang pembentukan panitia

pembangunan Monumen Palagan Ambarawa dengan susunan panitianya secara

fungsionil sebagai berikut :

1. WAKAS DAM VII/DIPONEGORO sebagai Ketua

2. AS-3/PERS KASDAM VII/DIPONEGORO sebagai Wk. Ketua

3. AS-2/OPS KASDAM VII/DIPONEGORO sebagai Anggota

4. AS-4/LOG KASDAM VII/DIPONEGORO sebagai Anggota

5. AS-5/TERR KASDAM VII/DIPONEGORO sebagai Anggota

6. DAN RINDAM VII/DIPONEGORO sebagai Anggota

7. DAN REM 073/MAKUTARAMA sebagai Anggota

8. KA JARAH DAM VII/DIPONEGORO sebagai Anggota

Panitia yang telah terbentuk ini dengan segera menyusun suatu rencana

kerja kongrit agar dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan batas waktu yang

telah ditentukan. Pembangunan museum menjadi lebih kongkrit dengan

kukuhnya proyek pembangunan monumen Palagan Ambarawa serta Museum

Palagan Ambarawa menjadi proyek TNI –AD yaitu dengan keluarnya surat

Keputusan KSAD No:SKEP/512/VII/1974 tertanggal 16 Juli 1974 tentang

(6)

Ambarawa sebagai proyek TNI-AD” (JARAH DAM VII/Diponegoro, 1974:

15).

Secara bertahap telah menyusun program untuk dapat merealisir

pembangunan monumen palagan Ambarawa beserta museum Palagan

Ambarawa yang akan merupakan kebanggaan Nasional supaya selesai tepat

pada waktu yang telah ditetapkan yaitu bersamaan dengan Peringatan Hari

Infantri ke 29 pada tanggal 15 Desembar 1974.

Sesuai dengan waktu yang ditentukan dimulailah pembangunan Museum

Palagan Ambarawa secara bertahap yang ditandai dengan penanaman prasasti

yang dilakukan oleh LETNAN JENDRAL Sajiman yang dalam hal ini mewakili

KASAD JENDRAL Surono karena KASAD berhalangan hadir. Hal ini adalah

tepat pada tanggal 15 Desember 1973 hari Infantri yang ke 28 yang dipusatkan

di kota Ambarawa. Sedangkan sebagai titik akhir sesuai dengan waktu yang

ditentukan maka pada tanggal 15 Desember 1974 Museum beserta monumen

Palagan Ambarawa diresmikan oleh Presiden Soeharto yang bertepatan pada

hari infantri yang ke 29.

Setelah selesai kegiatan panitia dalam merealisir Museum Palagan

Ambarawa beserta Monumen Palagan Ambarawa yang menjadi kebanggaan

Nasional , maka akan terkenanglah kita akan hakekat dan tujuan dari

pembangunan Museum tersebut. Pembangunan Museum beserta Monumen yang

dilandasi dengan cita-cita luhur sebagai pertanggung jawaban generasi ’45

terhadap generasi mendatang telah mendapat hasil yang dapat dibanggakan.

(7)

mewariskan jiwa dan semangat juangnya kepada generasi penerus telah

mendapatkan suatu sarana yang kuat pewarisan nilai-nilai ’45 dan nilai-nilai

TNI-45. Dengan demikian Museum Palagan beserta Monumen Palagan

Ambarawa adalah merupakan sarana ataupun modal dalam usaha mewariskan

cita-cita generasi ’45(JARAH DAM VII/Diponegoro, 1974: 20).

Dengan demikian diharapkan agar generasi mendatang dapatlah

mempelajari bagaimana dulu nenek moyang telah berjuang menegakkan

Negara,dimana tantangan penjajah asing sedemikian kuatnya. Kesemuanya

itulah dapat dipelajarai dari Museum Palagan Ambarawa secara keseluruhan dan

khususnya gambar-gambar relief yang telah tergambarkan di Monumen Palagan

Ambarawa. Yang menggambarkan secara heroic tentang perjuangan bangsa

indonesia dalan pertempuran Palagan Ambarawa. Sehingga perjuangan yang

mencapai kemenangan gilang gemilang dan merupakan kemenangan tentara

kesatuan atau infantri kita dapatlah menaikan martabat bangsa Indonesia dimata

dunia Internasional.

B. Sejarah Pertempuran Palagan Ambarawa

a. Bangkitnya Jiwa Keprajuritan Indonesia

Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan puncak usaha suatu

babakan perjuangan dalam rangka menuju cita-cita kehidupan masyarakat yang

adil dan makmur . Negara kesatuan Indonesia lahir tepat pada waktunya sebab

keadaan dan suasana yang menguntungkan sekali. Perang Pasifik telah berakhir

pada tanggal 14 Agustus 1945 dengan menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada

(8)

merupakan tentara taklukan. Pada masa peralihan kekuasaan yaitu sejak

menyerahnya Jepang hingga pendaratan Sekutu di Indonesia telah dimanfaatkan

sebaik-baiknya oleh Bangsa Indonesia untuk menyusun kekuatan baik

pemerintahan maupun militer.

Berkat nyala api Revolusi 17 Agustus 1945 tergugahlah kembali naluri

keprajuritan bangsa Indonesia.jiwa keprajuritan dan semangat patriotisme

serempak bangkit dengan nyata baik dalam tindakan, semangat keperwiraan

maupun perwujutannya. Sebagai wujud jiwa keprajuritan timbulah bentuk

organisasi kemiliteran dengan didirikannya BKR (Badan Keamanan Rakyat).

Pada saat yang kritis antara bertekuk lututnya Jepang dan datangnya Sekutu

diperlukan suatu tindakan yang tegas,cepat, dan tertib yaitu merebut kekuasaan

baik bidang sipil maupun bidang militer dari tangan Jepang adalah suatu

tindakan yang tepat, mengingat suasana dan keadaan mengharuskan kita

bertindak cepat sebelum balatentara Sekutu mengadakan pendaratan di bumi

Indonesia (Sarmudji, 2001: 5).

Tindakan bangsa Indonesia tersebut sudah diperhitungkan adanya suatu

kemungkinan bahaya yang ditimbulkan dengan pendaratan Sekutu di Indonesia.

Sebab bagaimanapun juga Sekutu pasti tidak akan rela melapaskan bangsa

Indoenesia menjadi bangsa yang merdeka dengan begitu saja. Lebih-lebih

Belanda sebagai bekas penjajahan di Indonesia pasti akan mengambil alih

kekuasaan di bumi Indonesia kembali.

b. Sikap dan Tekad Rakyat

Pendaratan Sekutu pada tanggal 19 Oktober 1945 terjadi pada saat kita

(9)

kekuasaan dan senjata dari tangan balatentara Jepang. Kedatangan sekutu di

Semarang disambut sebagaimana tanggapan rakyat Indonesia yang tulus

terhadap pernyataan resmi Sekutu yaitu mengurus tawanan-tawanan perang dan

tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah tanpa mengganggu kedaulatan

Republik Indonesia.

Namun tanggapan itu tetap dibarengi dengan sikap kewaspadaan karena

kita curiga terhadap sikap Sekutu yang tersembunyi diseluruh indonesia, dimana

diketahuai ikut sertanya NICA yang membonceng Sekutu baik di Jakarta,

Medan, maupun Surabaya. Para pemuda pejuang hanya bersenjata bambu

runcing mengadakan penjagaan-penjagaan terutama ditepi jalan besar

Semarang-Ambarawa-Magelang. Kontak pertama yang terjadi antara

Pemerintah Indonesia di Semarang diwakili oleh Wongsonegoro SH sebagai

gubernur Jawa Tengah dan pihak Sekutu yang diwakili oleh jenderal Bethel

sebagai panglima Sekutu di Jawa Tengah telah menghasilkan sepakat, bahwa

kita harus menyediakan makanan dan keperluan sehari-hari untuk Sekutu.

Sedangkan yang menyelesaikan tugas-tugas resminya Sekutu tidak akan

mengganggu kedaulatan Republik Indonesia. Dengan adanya kata sepakat itu

bergeraklah sebagian dari pasukan Sekutu ke Magelang melalui Ambarawa.

Tetapi ternyata kedatangan mereka di kota-kota menimbulkan

kekacauan-kekacauan terutama dengan adanya anggota NICA dan tindakan mereka yang

terang-terang melanggar kedaulatan Republik Indonesia dengan membebaskan

orang-orang interniran Belanda.

Orang-orang Belanda yang dibebaskan itu dengan congkak dan sombong

(10)

berusaha untuk menduduki kembali fungsi-fungsi mereka sebelum Perang Dunia

ke II sebagai penguasa. Inilah yang membuat rakyat Jawa Tengah marah,

sehingga dilancarkan boikot keperluan makanan dan keperluan sehari-hari

lainnya terhadap Sekutu. Pasukan TKR dan badan-badan kelaskaran di Jawa

Tengah mengalir ke kota-kota mengadakan pengepungan terhadap Sekutu.

Sehingga pecahlah pertempuran melawan Sekutu di Semarang pada tanggal 20

Oktober 1945 yang kemudian disusul pada tanggal 31 Oktober 1945 rakyat

Magelang mengangkat senjata melawan Sekutu (Syamsur Said, 1984: 21).

c. Pengepungan Sekutu di Ambarawa

Keadaan kota Magelang menjadi genting akibat tindakan

serdadu-serdadu Sekutu yang selalu memancing-mancing kekacauan dan mengabaikan

kekuasaan Republik Indonesia. Dengan segera Resimen Sarbini yang

berkekuatan 5 batalyon bersama rakyat Magelang bergerak melawan sekutu.

Serentak datanglah dari berbagai jurusan bantuan kesatuan-kesatuan TKR dan

laskar bersenjata. Dengan penuh semangat dan rasa solidaritas senasib

sepenanggungan mereka menuju medan juang di Magelang dengan bertekat

untuk mengusir Sekutu dari kota Magelang. Hanya dengan bekal senjata dan

semangat yang menyala-nyala untuk mengabdi dan berkorban demi membela

Nusa dan Bangsa.

Keberanian dan kelincahan pasukan kita telah dibuktikan dalam

pertempuran di Semarang dan Magelang. Dimana dalam waktu singkat para

pejuang telah berhasil mengepung musuh , akhirnya tercapailah kata sepakat

antara pihak Indonesia dengan Sekutu untuk mengadakan pemberhentian

(11)

dengan mendatangkan bala bantuan dari Semarang. Kejadian ini telah

mengakibatkan kemarahan rakyat Magelang dan dapat pula dianggap

merupakan ancaman bersenjata terhadap ibukota Yogyakarta tempat kedudukan

markas tertinggi TKR. Sebagai akibatnya pertempuran semakin meluas dan dari

barbagai penjuru tentara Sekutu dikepung dan di gempur oleh rakyat Indonesia.

Sekutu meninggalkan Magelang secara diam-diam dan mundur ke

Ambarawa pada malam hari tanggal 21 November 1945. Sekutu mundur ke

Ambarawa disebabkan oleh 1). Sekutu tidak sanggup menghadapi Tentara

Keamanan Rakyat dan Badan-badan kelaskaran yang menyerang kedudukan

mereka di Magelang, 2) Sekutu akan menyusun kekuatan di Ambarawa, 3) jarak

Magelang ke Ambarawa lebih dekat daripada harus mundur ke Semarang,

sehingga apabila kekuatan sudah pulih, lebih cepat untuk kembali menduduki

Magelang dan 4) pengunduran sekutu ke Ambarawa dimaksudkan juga untuk

memperkuat pasukan Sekutu yang terlibat dalam insiden dengan penduduk

Ambarawa yang terjadi pada tanggal 20 November 1945 (Vidya Yudha No.

9/TH.II Januari 1970:88).

Gerakan mundur Sekutu antara daerah Pingit dan Ambarawa telah

mengalami hambatan akibat gangguan pasukan angkatan muda Ambarawa

dibantu pasukan gabungan dari Suruh, Surakarta, dan Ambarawa di Jambu.

Sebagai akibat adanya pengadangan sepanjang Pingit- Ngipik –Ambarawa maka

dengan susah payah dan menderita korban yang besar Sekutu berhasil memasuki

daerah Ambarawa. Sedangkan di Ngipik pengadangan dilancarkan oleh pasukan

suryosumpeno. Akhirnya seluruh kekuatan tempur pasukan kita yang semula

(12)

Pengepungan terhadap Sekutu di Ambarawa dilakukan dari semua sektor

yang menuju Ambarawa. Dari sektor Utara, untuk menghambat datangnya

bantuan dari Semarang, pasukan Mayor Rokhadi yang berkedudukan di Ungaran

melakukan penghadangan disepanjang jalan Ungaran-Ambarawa.Pasukan

Mayor Rokhadi selanjutnya menuju Ambarawa.

Pasukan Mayor Sutarno yang berkedudukan di Salatiga juga menberikan

bantuan berjumlah dua kompi pasukan. Kompi I dipimpin Sungkarso menuju

Banyubiru dan bergabung dengan pasukan Ashari yang berkedudukan di

Bayubiru. Sedangkan kompi II dipimpin Isdiyanto bergerak dari daerah Tuntang

ke Asinan (Dinas Sejarah Militer Kodam VII/Diponegoro, 1979:64).

Pertempuran berlangsung dengan masing-masing pihak berusaha

mempertahankan kedudukannya dengan gagah berani. Serangan pesawat udara

dari Sekutu menghujani peluru dan bom-bom penyebar maut tidak

menggetarkan hati prajurit kita. Dengan bertambahnya kekuatan pasukan kita

maka diadakan konsulidasi dan koordinasi pasukan, yang akhirnya berhasil

membentuk markas pimpinan pertempuran dipimpin oleh Kol. Holan Iskandar.

Selanjutnya medan Ambarawa pun dibagi dalam sektor-sektor utara,

selatan,barat, dan timur agar serangan terhadap sekutu dapat lebih ditingkatkan

(Soepardjo, 1986:40).

Ketika matahari mulai menyingsing terjadilah tembak-menembak

dengan sekutu yang bersteling dikomplek Gereja dan Kuburan Belanda yang

terletak di jalan Margoagung, dalam jarak kurang lebih 300 meter, batalyon

Imam Hadrongi mengambil kedudukan di sebelah kiri jalan, batalyon Suharto

(13)

jalan. Pertempuran ini berlangsung seru di mana masing-masing pihak berusaha

mempertahankan kedudukannya masing-masing dengan gagah berani. Mortir

sekutu kita balas dengan Mortir, meriam kita balas dengan Houwitzer. Dengan

penuh keberanian pasukan-pasukan kita sebelah kanan jalan di bawah pimpinan

Mayor Suharto, Mayor Sardjono dan Mayor Soegeng Tirtosiswoyo menyerbu

dan merebut stelling musuh di kuburan Belanda. Sekalipun pertahanan Sekutu

baik di Hotel Van Rheeden, pekuburan Belanda, Komplek Gereja dan Benteng

willem I sangat kuat namun serangan pasukan kita makin rapat dan padat

disegala penjuru. Jadi musuh di Ambarawa semakin lama semakin dalam posisi

kinepung wakul binoyo mangap.

Atas serangan musuh pada tanggal 26 November 1945 telah gugur

prajurit yang mendapat kepercayaan besar dari Kol. Sudirman yaitu Let.Kol

Isdiman. Gugurnya Let.Kol Isdiman adalah suatu kerugian yang sangat besar

bagi perjuangan bangsa Indonesia. Kemudian Let. Kol. Gatot Subroto sebagai

pimpinan komando pertempuran menggantikan Let.Kol Isdiman dengan

diajudani Kapten Soerono yang tugasnya disamping ajudan merangkap juga

sebagai perwira siasat dan penyelidikan. Kol. Sudirman dengan diajudani

Kapten Supardjo langsung turun tangan di medan Ambarawa, memimpin

pasukan-pasukannya dimedan Ambarawa akan terbukti menjadi titik balik yang

menentukan pertempuran di Ambarawa. Kehadiran Kol.Sudirman dimedan

pertempuran Ambarawa telah memberikan nafas baru yang segar bagi pasukan

kita dimedan Ambarawa. Koordinasi dan konsulidasi diantara pasukan dan

gerakan-gerakan nampak makin nyata, pengepungan makin kuat, dan

(14)

Akibat benteng banyubiru pada tanggal 5 Desember 1945 jatuh dan

ditinggalkan sekutu karena tidak mampu untuk mempertahankan lebih lama lagi.

Begitu pula dengan jatuhnya lapangan terbang Kalibanteng Semarang pada

tanggal 9 Desember 1945 putuslah bantuan Udara Sekutu. Kemudian Kol.

Sudirman mengundang segenap Komandan Pasukan untuk mengatur siasat dan

merencanakan serangan umum membebaskan Kota Ambarawa dari pendudukan

tentara Sekutu. Tepat pada jam 04.30 tanggal 11 desember berbunyilah isyarat

komando tembak seluruh medan pertempuran Ambarawa. Dengan semangat

yang berkobar-kobar dan penuh keberanian pasukan kita terus bergerak maju

dari segenap penjuru mempererat himpitan atas musuh di kota Ambarawa.

Dalam tempo satu setengah jam dari awal pertempuran serangan umum maka

musuh didalam kota Ambarawa sudah berhasil dihimpit oleh pasukan-pasukan

kita dari segenap penjuru.

Sementara itu jalan besar antara Ambarawa- Semarangpun telah jatuh

ditangan pasukan kita. Dengan demikian kepungan kita semakin rapat, semakin

padat dengan satu titik lobang lolos bagi pasukan sekutu ialah jalan besar

Bawen-Semarang. Situasi serangan umum kita dalam Palagan Ambarawa

dengan gelar “Supit Urang” dimana pendobrakan oleh pasukan pemukul dari

arah barat dan timur menuju ke arah semarang, penyepitan dari arah samping

kiri dan kanan dengan ujungnya bertemu dibagian luar kota Semarang

berhasilah pasukan kita menghimpit sekutu (Sejarah Militer KODAM

VII/Diponegoro, 1979:87).

Empat hari empat malam berlangsunglah serangan umum yang heroik

(15)

1945 sekutu mundur keluar kota Ambarawa dengan tidak sempat

menyelamatkan jenasah serdadunya dan Sekutu didesak terus oleh

pasukan-pasukan kita keluar dari daerah Ambarawa. Korban berjatuhan banyak pahlawan

yang gugur sebagai bunga bangsa. Kemenangan di Ambarawa bukanlah

kemenangan yang dapat dicapai dengan mudah.

Besar pengorbanan harta benda maupun jiwa yang harus mereka berikan,

tidaklah melumpuhkan semangat mereka untuk membangun kampong halaman

kembali. Sebab rakyat Indonesia sadar bahwa semua pengorbanan itu adalah

demi kemerdekaan nusa, bangsa dan Negara tercinta.

Peristiwa Palagan Ambarawa merupakan peristiwa penting karena

merupakan peristiwa pertempuran yang pertama kali dapat dimenangkan Bangsa

Indonesia setelah kemerdekaan. Kemenangan dapat diraih karena adanya

kesatuan unsure perjuangan antara TKR dan Barisan Kelaskaran dengan rakyat

keseluruhan. Peristiwa Palagan Ambarawa pada tanggal 15 Desember

merupakan momentum yang sangat bersejarah dalam pergelaran militer dengan

gerak taktik dari Pasukan Darat. Atas kemenangan dalam pertempuran Palagan

Ambarawa ini kemudian diabadikan sebagai hari Juang Kartika (Dinas Sejarah

Militer KODAM VII/Diponegoro,1979: 92).

C. Koleksi Museum Palagan Ambarawa

Museum Palagan Ambarawa terbagi menjadi dua yaitu museum tertutup

dan museum terbuka. Museum tertutup diberi nama Museum Let.Kol Isdiman.

Museum tertutup ini diwujudkan dalam bentuk rumah joglo yang merupakan ciri

(16)

senjata-senjata yang pada waktu pertempuran Palagan Ambarawa dipergunakan

oleh pasukan kita maupun Sekutu (Sisilia Indun Mawarti, 2009:5).

Museum terbuka yang letaknya disekitar Monumen Palagan Ambarawa

disini kita dapat melihat peralatan-peralatan maupun senjata-senjata yang

dipergunakan oleh pasukan kita maupun sekutu yang tidak dapat disimpan di

dalam museum yang sifatnya tertutup.Adapun arti dan bagian-bagian dari

museum Palagan Ambarawa :

a. Museum tertutup

Dalam museum tertutup diabadikan peralatan senjata baik

senjata-senjata primitive maupun sampai pada beberapa jenis senjata-senjata ringan yang

telah dipergunakan dalam Palagan Ambarawa. Serta diabadikan peralatan

perorangan atau pakaian yang digunakan tentara Indonesia maupun

Sekutu dan sebagai hiasan dapatlah disaksikan pula suatu gambaran

peristiwa yang menggambarkan peristiwa apel-’45, Tankval, kegiatan

dapur umum dan situasi saat pertempuran di Ambarawa yang diwujudkan

dalam bentuk beberapa maquet, kesemuanya dilukiskan dengan indah.

Kemudian akan kita saksikan pula patung dada Let. Kol Isdiman dengan

latar belakang kata-kata mutiaranya.

Di dalam museum tertutup yang diberi nama Museum Isdiman ini

terdiri atas berbagai tipe senjata yaitu meriam, mitrallieur, pistol,

karabinj, repeteer, mortier, Tekidanto, Granat, Landminjn, Dynamit,

Keinbiny dan pedang samurai. Semua peralatan senjata ini merupakan

peninggalan dari tentara Jepang maupun tentara Sekutu yang digunakan

(17)

Perlengkapan perorangan dan pakaian yang digunakan tentara

Indonesia maupun Sekutu yaitu berbagai macam helm baja, sabuk,

velfles, kijker dan rantang makan. Semua perlengkapan perorangan atau

pakaian pernah dipakai pejuang yang ikut berjuang di medan

pertempuran Palagan Ambarawa, karena minimnya sarana dan prasarana

yang ada maka pakaian apapun dijadikan sebagai seragam AMRI dan

rakyat beserta TKR atau BKR untuk bertempur. (sebagaimana dituturkan

Sersan (purn) Sarmuji, pelaku sejarah Palagan Ambarawa, dalam

penjelasan Bapak Herman).

Berbagai hiasan yang berada di dalam Museum Isdiman adalah

Lukisan-lukisan dan maquet. Lukisan yang berada di dinding Museum

Isdiman yang menggambarkan dari kiri yaitu ledakan bom yang

mengartikan kita lepas dari belenggu penjajah 17 Agustus 1945. Pasukan

berbaris yang mengartikan terbentuknya TKR atau BKR 5 Oktober 1945.

Perbandingan senjata yang tidak seimbang yaitu antara pertahanan

tentara Indonesia yang berada di dekat kerkhof dengan senjata utama

bambu runcing sementara musuh atau Sekutu berada di sekitar Gereja

Jago atau Gereja Santo Yusuf dengan peralatan senjata lengkap dan

modern.

Serta Maquet yang menggambarkan peta Kota Ambarawa dan

sekitarnya pada tahun 1945 pada waktu itu meletusnya pertempuran

Palagan Ambarawa dengan garis-garis supit udang. Tampak dalam

maquet tersebut wilayah perang supit udang mulai dari Bedono,

(18)

di sektor Timur daerah Tuntang dan sektor Selatan adalah Banyubiru

(Sisilia Indun Mawarti, 2009:6).

b. Museum terbuka

Dalam museum terbuka yang terletak disekitar Monumen Palagan

Ambarawa diabadikan pula barang-barang dan alat-alat yang

dipergunakan oleh pasukan kita maupun musuh yang tidak dapat

dimasukan dalam museum tertutup. Adapun peralatan tersebut adalah :

1. Pesawat terbang jenis Mustang (cocor merah)

Pesawat Mustang P-15 atau yang disebut dengan pesawat

cocor merah ini berasal dari Amerika Serikat. Jenis pesawat ini adalah

pesawat pemburu yang berawak pesawat yaitu hanya satu orang.

Berat pesawat : 7000kg, panjang pesawat : 9,81 meter, bentang sayap

: 11,28 meter, kemampuan terbang 3185 km, pesawat ini dilengkapi

dengan senjata yaitu browing caliber sebanyak roket launcher 8 buah

dan bom 2 buah.

Pesawat ini digunakan oleh sekutu untuk membombardir

Kota Ambarawa. Peristiwa bombardier ini terjadi pada tanggal 26

November 1945 di sektor selatan yang pada waktu itu berlangsung

serah terima komando pertempuran dari Mayor Imam Adrongi kepada

Letkol. Isdiman. Ketika acara berlangsung di gedung sekolah dasar di

desa Kalurahan, Jambu. Sekitar pukul 11.00 sebuah pesawat cocor

merah yang curiga melihat sebuah mobil diparkir di tepi jalan tidak

(19)

Dalam waktu singkat waktu mobil terbakar dan daerah

tersebut menjadi serangan senapan mesin pesawat cocor merah.

Mereka yang berada disalam gedung segera berhamburan keluar

mencari perlindungan. Letkol. Isdiman dan Mayor Adrongi keluar

dari gedung untuk melihat situasi. Akan tetapi Letkol. Isdiman

terkena tembakan dan menderita luka parah dikedua belah pahanya.

Selain beliau yang gugur pemuda Sutoyo dari pasukan IMAM

Purwokerto (Dinas Sejarah Militer KODAM VII/Diponegoro,

1979:72).

Ada tiga pesawat Mustang dan dua pesawat Dakota pada

waktu itu yang terbang melintasi kota Ambarawa, dua Dakota

mendaratkan parasut yang mengirimkan logistik bagi sekutu di

Lapangan Turonggo Ceto, Komplek markas Sekutu pada waktu itu.

Sedangkan 3 Mustang lainnya berputar-putar membombardir

daerah-daerah di kota Ambarawa. Yaitu daerah-daerah desa Baran, Desa kalurahan

Kecamatan Jambu, dan satunya pesawat mustang itu akan merendah

di daerah Kesongo tetapi pesawat itu tercebur di Rawa Pening.

2. Meriam 25” ponder dipergunakan pasukan kita untuk menggempur

kedudukan musuh.

3. Lokomotif yang pernah berjasa terhadap pasukan kita dalam Palagan

Ambarawa. Karena lokomotif itu pernah mengangkut

pasukan-pasukan TKR/BKR/AMRI dan bantuan laskar dari Purwokerto,

Magelang, Jogjakarta menuju medan pertempuran Ambarawa. Yang

(20)

Ambarawa. Beliau pernah dipakai Jepang untuk mengajarkan teknik

perkeretaapian di Burma untuk kepentingan Perang Asia Timur Raya.

4. Meriam jenis Houwitzer yang pada waktu itu Palagan Ambarawa

pernah dipergunakan oleh Sekutu untuk memukul pasukan-pasukan

kita.

5. Tank jenis stuart adalah jenis tenk yang dipakai oleh sekutu untuk

menyerang pasukan kita.

D. Arti Dan Makna Monumen Palagan Ambarawa

Secara keseluruhan Museum Palagan Ambarawa sebagai bentuk

pengabdian peristiwa Palagan Ambarawa mempunyai arti dan makna yang tidak

dapat dilepaskan dari arti pengabdiannya. Museum Palagan Ambarawa terdapat

monumen yang berbentuk tugu dibelah dengan hiasan lambang Bhineka

Tunggal Ika sebagai lambang persatuan bangsa maka bentuk tugu disini adalah

merupakan perwujudan dari pintu gerbang. Hal ini mempunyai makna bahwa

bangsa Indonesia telah memasuki ambang pintu gerbang kemerdekaan yang

telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Selanjutnya tugu yang

menjulang tegak memiliki landasan altar dengan beberapa buah patung megah

menghias monumen tersebut. Pada altar sebelah kanan berdiri dengan tegapnya

patung almarhum Jendral Sudirman, dan altar sebelah kiri berdiri dengan

tegapnya patung almarhum Gatot Soebroto. Kedua patung tersebut mengapit

satu kelompok patung yang terdiri atas tiga patung tersebut yang berdiri di

bawah lambang Bhineka Tunggal Ika. Salah satu dari ketiga patung tersebut

merupakan perwujudan dari almarhum Let.Kol Isdiman sebagai Komandan

(21)

Sebagai hiasan lainnya ialah relief sepanjang 18 meter yang

menggambarkan adegan peristiwa Palagan Ambarawa di tahun 1945 yang

seluruhnya terbagi atas enam adegan. Lukisan pada relief menggambarkan

bagaimana heroiknya perjuangan bangsa Indonesia khususnya di Palagan

Ambarawa yang akirnya mendapatkan kemenangan yang gemilang. Arti dan

makna bagian-bagian dari monumen palagan Ambarawa tersebut adalah :

1. Tugu

Sesuai dengan tujuannya sebagai sarana pewarisan nilai-nilai ’45 dan

nilai-nilai TNI -45 maka menyeluruh monumen itu sendiri mengandung

arti yang menggambarkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia yaitu

pada tanggal 17 Agustus 1945. Adapun angka tersebut dilambangkan

sebagai berikut :

- Tinggi tugu 17 meter melambangkan angka 17. Tugu yang berbentuk

segi empat menjulang ke atas sebanyak dua buah maisng-masing

berjarak 0,8 meter adalah melambangkan angka 8.

- Panjang monumen seluruhnya 45 meter adlah melambangkan 45

tahun sebagai tahun proklamasinya kemerdekaan Republik Indonesia.

2. Patung

a. Patung almarhum Jenderal Sudirman disini dilukiskan berdiri tegak

sebagai perwira TKR yang dipakai pada saat itu menyandang samurai

dipinggang kiri dan pistol dipinggang kanan, mata menatap lurus

kedepan. Dalam hal ini patung melambangkan suatu sifat keteguhan

dan ketabahan hati dalam menghadapi setiap tantangan dan kesulitan

(22)

diikuti dengan sifat kesederhanaan, kesabaran, dan kejujuran dengan

bersemboyan perjuangan tanpa pamrih.

b. Patung kelompok infantri adalah digambarkan tokoh Let. Kol.

Isdiman dengan mengangkat bendera kemenangan ditangan kanan

dan tangan kiri siap pada pedang, dengan didampingi oleh dua patung

prajurit lainnya yang siap dengan senjatanya masing-masing. Patung

kelompok infantri tersebut melambangkan suatu kesiapsiagaan dalam

mempertahankan Negara dari setiap uasaha menghancurkan Negara

dari manapun juga datangnya. Sebagai gambaran dari gerak infantri

patung tersebut merupakan suatu lambang kemenangan yang

gemilang yang dicapai oleh bangsa Indonesia dalam Palagan

Ambarawa.

c. Patung almarhum Jendral Gatot Soebroto digambarkan dengan berdiri

tegak sebagai perwira TKR pada saat itu tanpa bertutup kepala

dengan tatapan mata tegas menatap kedepan. Disini melambangkan

suatu kekerasan hati, keberanian yang dilandasi suatu kebijaksanaan

dalam melaksanakan tugas-tugas Negara. Dan juga melambangkan

jiwa seorang prajurit sejati yang rela berkorban dan sanggup berjuang

demi kepentingan Nusa dan Bangsa.

3. Relief

Relief disini menggambarkan adegan dari peristiwa Palagan

Ambarawa dan terdiri atas 6 adegan berdasarkan kronologis yang

(23)

a. Adegan Proklamasi

Dalam adegan ini dilukiskan saat proklamasi Kemerdekaan Indonesia

didengungkan yaitu pada saat pengibaran Sang Merah Putih yang

pertama kali dengan latar belakangnya teks Proklamasi.

b. Adegan Indonesia bangkit

Disini digambarkan suatu kebangkitan dari kesadaran dari segenap

lapisan masyarakat Indonesia akan arti kemerdekaan yang

diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Begitu pula

dilukiskan bagaimana tergugahnya semangat dan jiwa keprajuritan

bangsa Indonesia dalam mempertahankan Kemerdekaan yang telah

diproklamasikan.

c. Adegan Perebutan Senjata

Disini adalah mengawali dari gambaran perjuangan bangsa Indonesia

dalam usahanya mendapatkan modal perjuangan selanjutnya.

Diantaranya ialah berusaha melucuti senjata-senjata dari tangan

Jepang dan akhirnya meluas menjadi pertempuran melawan Jepang.

d. Adegan Pendaratan sekutu

Melukiskan saat masuknya sekutu di Semarang dimana dengan

berkedok sebagai badan internasional yang mengurus tawanan perang

Belanda berhasil masuk menyusup kedaerah Republik Indonesia

sehingga mulai timbul insiden-insiden dengan bangsa Indonesia.

e. Adegan Palagan Ambarawa

Menggambarkan saat pengunduran musuh dari Magelang dan

(24)

yang mengalir dari berbagai daerah memenuhi medan Ambarawa.

Kemudian digambarkan saat-saat jatuhnya Let.Kol Isdiman akibat

serangan udara musuh, saat-saat dimana dalam situasi darurat Kolonel

Sudirman mengadakan konsulidasi dengan pemimpin-pemimpin

pasukan untuk mengatur siasat sebelum mengadakan serangan umum

merebut Ambarawa. Selanjutnya digambarkan pula kegiatan dapur

umum dan PMI dimana segenap rakyat berjuang bahu-membahu

dalam mengusir penjajahan dari bumi Ambarawa.

f. Adegan kemenangan

Menggambarkan serangan umum yang heroik merebut kembali

Ambarawa yang berhasil dengan gemilang. Tampaklah musuh dengan

tergesa-gesa meninggalkan Ambarawa dan lari kejurusan Semarang

dan berkibarlah kembali Sang Merah Putih dengan megahnya di bumi

Ambarawa.

E. Museum Palagan Ambarawa Sebagai Media Belajar di Sekolah Menengah

Atas

Keseluruan dari koleksi Museum Palagan Ambarawa yang tertutup

maupun terbuka merupakan peninggalan pasukan Sekutu maupun tentara

Indonesia. Peninggalan tersebut diharapkan bagi generasi mendatang dapatlah

mempelajari bagaimana dulu semangat perjuangan tentara Indonesia

menegakkan Negara, dimana tantangan penjajah sedemikian kuatnya. Kesemua

itu dapatlah dipelajari dari Museum Palagan Ambarawa dalam Monumen

(25)

relief yang telah menggambarkan betapa heroiknya perjuangan Bangsa

Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan.

Museum Palagan Ambarawa mempunyai berbagai macam alat atau

media yang dapat dijadikan contoh dalam mata pelajaran sejarah. Dalam

kurikulum di SMA Museum Palagan Ambarawa masuk dalam kompetensi dasar

kelas XI dan XII. Yaitu dalam kompetensi dasar pada kelas XI : kompetensi

dasar siswa kelas XI semester dua Ilmu Pengetahuan Sosial tentang

menganalisis proses interaksi Indonesia dengan Jepang dan dampak

kependudukan Jepang. Dari kompetensi dasar tersebut Museum Palagan

Ambarawa dapat menjadi sumber media pembelajaran sejarah yaitu

benda-benda peninggalan Jepang. Alat-alat perorangan Jepang atau pakaian tentara

Jepang dan senjata yang dikenakan oleh tentara Indonesia bentukan Jepang yang

dikenal dengan Tentara Heiho maupun PETA. Contohnya adalah pakaian

(sabuk, alat makan dan minum, baju,sepatu,helm dan lainnya) dan senjata

(mitrallieur Jepang, tekidanto,keinbiny, granat hitam dan lainnya).

Dalam kompetensi dasar Sekolah Menengah Atas kelas XI semester dua

Ilmu Pengetahuan Alam Museum Palagan Ambarawa dapat menjadi sumber

media tentang merekontruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak

proklamasi hingga demokrasi terpimpin. Di Museum Palagan Ambarawa pada

museum tertutup maupun terbuka didalam kompetensi dasar ini siswa dapat

dijelaskan tentang peristiwa-peristiwa penting sekitar proklamasi. Dapat di

(26)

mempertahankan kemerdekaan. Serta relief yang berada di monumen Palagan

Ambarawa dan juga bukti alat-alat pertempuran Palagan Ambarawa.

Untuk kelas XII Sekolah Menengah Atas semester satu Ilmu

Pengetahuan Sosial kompetensi dasarnya tentang menganalisis peristiwa sekitar

proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembentukan pemerintahan Indonesia. Dalam

kompetensi dasar ini Museum Palagan dapat dijadikan media pembelajaran

tentang peristiwa proklamasi dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Contohnya dapat di gambarkan dari maquet tentang jalannya pertempuran

Palagan Ambarawa, Lukisan-lukisan dan relief yang ada di Monumen Palagan

Ambarawa. Serta senjata-senjata maupun pakaian yang digunakan tentara

Indonesia maupun Sekutu dalam Pertempuran Palagan Ambarawa untuk

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Belajar Siswa Kelas XII IPS Pada Mata Pelajaran Ekonomi di SMA Negeri..

Acara ini dihadiri oleh Pimpinan Perusahaan atau yang dikuasakan, bagi yang dikuasakan diwajibkan membawa surat kuasa. Ketidakhadiran saudara dalam acara tersebut dapat

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh kelas kuat kayu terhadap kuat tekan, berat jenis beton ringan dan volume kayu yang digunakan sebagai agregat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi manajemen pemasaran yang dilakukan oleh Ami Zaharau dalam mengembangkan serta mempromosikan usaha cakenya melalui akun

Pengadaan Pakan Ternak Babi Lepas Sapih pada Pilot Project Pembibitan Peternakan Pusuk I Pengadaan Calon Induk Ikan Nila, Ikan Mas dan Pakan Ikan

Hubungan faktor yang mempengaruhi persepsi dengan persepsi petani terhadap program sertifikasi kopi arabika organik menurut hasil penelitian didapati bahwa, faktor

Copy Kontrak Pengalaman Perusahaan beserta Berita Acara Serah Terima Pekerjaannya (PHO / FHO) yang termuat dalam isian

SIDIKALANG Km 5 KOMPLEKS STADION SIMANGARONSANG KODE POS 22457 DOLOKSANGGUL PENGGUNA ANGGARAN : KANTOR PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN. RENCANA UMUM