• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh konsentrasi mikroorganisme lokal (mol) berbahan dasar keong mas (Pomaceae canaliculata L.) terhadap pertumbuhan tanaman cabai keriting (Capsicum annum).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh konsentrasi mikroorganisme lokal (mol) berbahan dasar keong mas (Pomaceae canaliculata L.) terhadap pertumbuhan tanaman cabai keriting (Capsicum annum)."

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI MIKROORGANISME LOKAL (MOL) BERBAHAN DASAR KEONG MAS (Pomaceae canaliculata L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI KERITING

(Capsicum annum)

Fransiska Fenti Damayanti Prodi Pendidikan Biologi

ABSTRAK

Penggunaan cairan bioaktivator mikroorganisme lokal yang dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi tanaman pada umumnya masih memiliki harga relatif tinggi. Padahal sumber mikroorganisme lokal (MOL) mudah diperoleh salah satunya yang berbahan keong mas (Pomaceae canaliculata

(2)

THE EFFECT OF LOCAL MICROORGANISM CONSENTRATION MADE FROM GOLDEN SNAIL (Pomaceae canaliculata L.) TOWARD GROWTH OF

THE CURLY PEPPER (Capsicum annum)

Fransiska Fenti Damayanti Biology Education Study Program

ABSTRACT

Liquid bio-activator local microorganisms are used to improve crop production. in general still has a relatively high price. Though the source of the local microorganisms (MOL) is easily obtained one of which is made from snails (Pomaceae canaliculata L.). Snails are used as materials for MOL because it contains beneficial nutrients for plant growth. This experimental study aimed to determine the influence of MOL made from snails (Pomaceae canaliculata L.) on the growth of curly pepper plants (Capsicum annum). In the study there are 5 groups of 4 treatment groups and one control group, each of 10 repetitions. Quantitative data analysis performed by ANOVA test. Qualitative data analysis is based on data from the test-Anova calculation, and the observed data. MOL applied as a biological fertilizer that is flush to the surface of the planting medium. The independent variable is the provision of liquid-based MOL snails with 4 different concentrations, namely 4%, 7%, 10% and 13%. The dependent variable in the study was the growth of curly chili plant height, leaf number, flower number, and number of pieces. Statistical analysis was carried out on the parameters plant height and number of leaves. While the parameters of the amount of interest, and the number of pieces of descriptive analysis. Statistical analysis of high growth, and the number of leaves showed that the difference in concentrations of no significant effect on plant height, and number of leaves. Plant growth research is not better than the growth of the plants in the control group. Growth in the number of flowers at most to treatment with a concentration of 10% is 5.44. There is only one fruiting plants that are in the control group.

(3)

PENGARUH KONSENTRASI MIKROORGANISME LOKAL (MOL) BERBAHAN DASAR KEONG MAS (Pomaceae canaliculata L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI KERITING

(Capsicum annum)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Disusun oleh :

Fransiska Fenti Damayanti 111434006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

i

PENGARUH KONSENTRASI MIKROORGANISME LOKAL (MOL) BERBAHAN DASAR KEONG MAS (Pomaceae canaliculata L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI KERITING

(Capsicum annum)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Disusun oleh :

Fransiska Fenti Damayanti 111434006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk : Keluarga Tercinta

Sahabat-sahabatku Almamaterku

USD dan Pendidikan Biologi 2011

Motto :

“karena esok tidak akan pernah kembali maka berbuatlah yang terbaik untuk hari ini”

“satu peluru dapat menembus satu kepala, satu tulisan dapat menembus ribuan kepala-Said Qutb”

“lebih baik bertempur dan kalah daripada tidak pernah bertempur sama sekali -Arthur Hugh Clough”

Komedi :

(8)
(9)
(10)

vii

PENGARUH KONSENTRASI MIKROORGANISME LOKAL (MOL) BERBAHAN DASAR KEONG MAS (Pomaceae canaliculata L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI KERITING

(Capsicum annum)

Fransiska Fenti Damayanti Prodi Pendidikan Biologi

ABSTRAK

Penggunaan cairan bioaktivator mikroorganisme lokal yang dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi tanaman pada umumnya masih memiliki harga relatif tinggi. Padahal sumber mikroorganisme lokal (MOL) mudah diperoleh salah satunya yang berbahan keong mas (Pomaceae canaliculata

(11)

viii

THE EFFECT OF LOCAL MICROORGANISM CONSENTRATION MADE FROM GOLDEN SNAIL (Pomaceae canaliculata L.) TOWARD GROWTH OF

THE CURLY PEPPER (Capsicum annum)

Fransiska Fenti Damayanti Biology Education Study Program

ABSTRACT

Liquid bio-activator local microorganisms are used to improve crop production. in general still has a relatively high price. Though the source of the local microorganisms (MOL) is easily obtained one of which is made from snails (Pomaceae canaliculata L.). Snails are used as materials for MOL because it contains beneficial nutrients for plant growth. This experimental study aimed to determine the influence of MOL made from snails (Pomaceae canaliculata L.) on the growth of curly pepper plants (Capsicum annum). In the study there are 5 groups of 4 treatment groups and one control group, each of 10 repetitions. Quantitative data analysis performed by ANOVA test. Qualitative data analysis is based on data from the test-Anova calculation, and the observed data. MOL applied as a biological fertilizer that is flush to the surface of the planting medium. The independent variable is the provision of liquid-based MOL snails with 4 different concentrations, namely 4%, 7%, 10% and 13%. The dependent variable in the study was the growth of curly chili plant height, leaf number, flower number, and number of pieces. Statistical analysis was carried out on the parameters plant height and number of leaves. While the parameters of the amount of interest, and the number of pieces of descriptive analysis. Statistical analysis of high growth, and the number of leaves showed that the difference in concentrations of no significant effect on plant height, and number of leaves. Plant growth research is not better than the growth of the plants in the control group. Growth in the number of flowers at most to treatment with a concentration of 10% is 5.44. There is only one fruiting plants that are in the control group.

(12)
(13)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...v

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK...vi

ABSTRAK...vii

ABSTRACT...viii

KATA PENGANTAR...ix

DAFTAR ISI...x

DAFTAR TABEL...xiii

DAFTAR GAMBAR...xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... ... 1

B. Rumusan Masalah... ... 4

C. Batasan Penelitian/ Definisi Operasional ... 4

D. Tujuan Penelitian... ... 5

(14)

xi BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Cabai... 7

2. Syarat Tumbuh Tanaman Cabai ... 13

a. Keadaan Tanah ... 13

b. Intensitas Cahaya ... 13

c. Iklim ... 14

3. Hama dan Penyakit... ... 15

a. Hama... ... 15

1) Kumbang Epilachna (Epilachna varivestris Mulsant)... 15

2) Hama Aphis ... 16

3) Ulat Grayak (Spodoptera) ... 16

4) Tungau (Tetranychus sp.) ... 16

5) Thrips ... 17

6) Lalat Buah ... 17

7) Kutu putih (Aleurodicus dispersus Russel) ... 18

b. Penyakit... ... 18

C. Mikroorganisme Lokal (MOL) Keong Mas ... 21

(15)

xii

E. Kerangka Berfikir... 24

F. Hipotesa... ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian... ... 27

B. Tempat dan Waktu Penelitian... ... 29

C. Alat dan Bahan... ... 29

D. Cara Kerja... ... 31

E. Metode Analisa Data... ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Cabai Keriting ... 44

2. Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Cabai Keriting ... 48

3. Pertumbuhan Jumlah Bunga Tanaman Cabai Keriting ... 51

4. Pertumbuhan Jumlah Buah Tanaman Cabai Keriting ... 53

B. Pembahasan 1. Serangan Hama dan Penyakit ... 55

2. Faktor–Faktor Lain... ... 58

3. Keterbatasan Penelitian ... 62

4. Implementasi Hasil Penelitian Dalam Pembelajaran Biologi... 63

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... ... 66

B. Saran... ... 67

DAFTAR PUSTAKA... ... 68

(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Peralatan Penelitian... ... 29

Tabel 3.2 Bahan Penelitian... ... 30

Tabel 3.3 Komposisi Pembuatan Larutan MOL ... 34

Tabel 3.4 Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Cabai ... 39

Tabel 4.1 Rata-Rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman ... 44

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Pertumbuhan Tinggi Tanaman... ... 46

Tabel 4.3 Hasil Uji Analisa Variansi Pertumbuhan TinggiTanaman ... 47

Tabel 4.4 Rata-Rata Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Cabai ... 48

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Pertumbuhan Jumlah Daun... ... 50

Tabel 4.6 Hasil Uji Analisa Variansi Pertumbuhan Jumlah Daun ... 50

(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh Tanaman Cabai ... 8

Gambar 2.2 Daun Cabai Keriting... 10

Gambar 2.3 Bunga Cabai Keriting ... 11

Gambar 2.4 Buah Cabai Keriting ... 12

Gambar 2.5 Biji Cabai Keriting... ... 12

Gambar 4.1 Diagram Rata-rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman Cabai ... 45

Gambar 4.2 Diagram Rata-rata Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Cabai... ... 49

(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Mentah Pertumbuhan Tinggi Tanaman... 70

Lampiran 2. Data Mentah Pertumbuhan Jumlah Daun ... 74

Lampiran 3. Data Mentah Pertumbuhan Jumlah Bunga ... 78

Lampiran 4. Uji Statistik Pertumbuhan Tinggi Tanaman ... 81

Lampiran 5. Uji Statistik Pertumbuhan Jumlah Daun ... 82

Lampiran 6. Data Pengukuran pH Media Tanam ... 83

Lampiran 7. Silabus... ... 84

Lampiran 8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 91

Lampiran 9. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 96

Lampiran 10. Lembar Penilaian Sikap Sosial ... 99

Lampiran 11. Lembar Penilaian Kegiatan Presentasi ... 101

Lampiran 12. Lembar Penilaian Kegiatan Percobaan ... 102

Lampiran 13. Lembar Penilaian Laporan... 103

Lampiran 14. Lembar Penilaian Kerja Siswa (Laporan dan LKS) ... 107

Lampiran 15. Lembar Penilaian Tingkat Pengetahuan Siswa Terhadap Pembelajaran (Postes)... ... 109

Lampiran 16. Alat, Bahan, dan Proses Pembuatan Cairan Bioaktivator Mikroorganisme Lokal (MOL) Keong Mas ... 112

(19)

xvi

Lampiran 18.Gambar Tanaman Cabai Berumur 58 Hari Setelah Semai (HSS)

atau 21 Hari Setelah Tanam (HST)...115

Lampiran 19. Gambar Tanaman Cabai Berumur 76 Hari Setelah Semai (HSS) atau 39 Hari Setelah Tanam (HST)... ... 116

Lampiran 20. Gambar Tanaman Cabai Berumur 95 Hari Setelah Semai (HSS) atau 58 Hari Setelah Tanam (HST)... ... 117

Lampiran 21. Gambar Tanaman Cabai Berumur 99 Hari Setelah Semai (HSS) atau 62 Hari Setelah Tanam (HST)... ... 118

Lampiran 22. Hama dan Penyakit Tanaman Cabai ... 119

Lampiran 23. Tabel Siklus Hidup Keong dan Tabel Nilai Fkritikal ... 120

(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman cabai merupakan tanaman yang banyak diperdagangkan, dan memiliki manfaat salah satunya sebagai rempah atau bumbu dapur. Permintaan pasar yang tinggi tentunya harus di imbangi dengan produksi cabai yang tinggi pula. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan produksi cabai dengan cara menyediakan unsur hara tanah salah satunya dengan penggunaan bioaktivator mikroorganisme lokal (MOL) sebagai pupuk organik cair. Pada umumnya bioaktivator yang digunakan adalah yang sudah dikemas „apik‟ dan tentunya memiliki

spesifikasi tertentu yang sudah jelas keuntungannya. Bioaktivator tanaman yang diperdagangkan umumnya mengandung berbagai jenis mikroorganisme tanah, baik mikrobia simbiotik seperti Rhizobium dan

(21)

adalah yang berbahan dasar mikroorganisme lokal (MOL). Jenis bioaktivator ini dapat dibuat sendiri. Bahan pembuatan bioaktivator MOL juga mudah didapatkan. Salah satu bahan adalah keong sawah/ keong mas yang terdapat di tegalan sawah, dan saluran irigasi di sawah.

Keong mas (Pomaceae canaliculata Lamarck) termasuk dalam kelas Gastropoda, famili Ampullaridae ada juga yang menyebut siput murbei merupakan salah satu jenis keong air tawar yang berasal dari Benua Amerika, tidak jelas mulai kapan masuk ke wilayah Indonesia. Pada tahun 1981 di Yogyakarta, keong mas telah dijual secara bebas di pasaran

sebagai ikan hias karena bentuk dan warnanya yang menarik (Budiyono,

(22)

pada beberapa referensi yang digunakan untuk memanfaatkan cairan bioaktivator MOL sebagai pupuk organik cair adalah dengan cara mencampurkan bioaktivator dengan air dengan perbandingan 1 liter bioaktivator : 15 liter air (Anonim. 2012) tanpa kaporit agar mikroorganisme tidak mati. Jika perbandingan tersebut di presentasekan menjadi 6,67% konsentrasi cairan MOL. Dalam penelitian ini dibuat beberapa konsentrasi diatas dan dibawah dari konsentrasi tersebut.

(23)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh konsentrasi cairan mikroorganisme lokal (MOL) berbahan dasar keong mas (Pomaceae canaliculata L.) terhadap pertumbuhan tanaman cabai keriting (Capsicum annum)?

2. Pada perlakuan konsentrasi cairan mikroorganisme lokal (MOL) berbahan dasar keong mas (Pomaceae canaliculata L.) berapakah pertumbuhan cabai keriting (Capsicum annum) paling optimal?

C. Batasan Penelitian/ Definisi Operasional

Dalam penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa batasan penelitian antara lain sebagai berikut :

1. Sampel tanaman cabai keriting berjumlah 50 tanaman yang didapatkan dengan membeli bibit tanaman cabai di Babadan.

2. Bibit cabai yang digunakan adalah varietas Regina 202 hibrida F1, yang merupakan benih bersertifikat. Produk benih yang digunakan di produksi oleh PT. Sunda Seed, Jakarta, Indonesia. Bibit tanaman yang dibeli berjumlah 65.

3. Keong mas yang digunakan sebagai bahan pembuatan bioaktivator

(24)

4. Waktu pelaksanaan dilakukan selama 3 bulan pada tahun 2015, yaitu dari bulan April sampai Juni. Penelitian dilakukan di kebun Laboratorium Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

5. Variabel pertumbuhan yang diukur dan diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bunga, dan jumlah buah.

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bagaimana pengaruh konsentrasi cairan mikroorganisme

lokal (MOL) berbahan dasar keong mas (Pomaceae canaliculata L.) terhadap pertumbuhan tanaman cabai keriting (Capsicum annum).

2. Mengetahui konsentrasi cairan mikroorganisme lokal (MOL)

berbahan dasar keong mas (Pomaceae canaliculata L.) yang memberikan pengaruh paling optimal terhadap pertumbuhan tanaman cabai keriting (Capsicum annum).

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti

Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru mengenai pemanfaatan MOL dan budidaya cabai keriting.

2. Bagi Petani

(25)

3. Bagi Dunia Pendidikan

a) Menjadi bahan pembelajaran mengenai jenis-jenis mikrobia, cara

bercocok tanam, dan dapat dikaitkan dengan materi pembelajaran, dll.

(26)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Cabai

Tanaman cabai (Capsicum annum L.) berasal dari dunia tropika dan subtropika Benua Amerika, khususnya Colombia, Amerika Selatan, dan terus menyebar ke Amerika Latin. Bukti budidaya cabai pertama kali ditemukan dalam tapak galian sejarah Peru dan sisaan biji yang telah berumur lebih dari 5000 tahun SM didalam gua di Tehuacan, Meksiko. Penyebaran cabai ke seluruh dunia termasuk negara-negara di Asia, seperti Indonesia dilakukan oleh pedagang Spanyol dan Portugis (Dermawan, 2010 dalam Nurfalach, 2010). Dalam sistematika tumbuhan (Pijoto, 2003), klasifikasi dalam tata nama (sistem tumbuhan) tanaman cabai termasuk kedalam :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Famili : Solanacea

Genus : Capsicum

(27)

Gambar 2.1 Contoh Tanaman Cabai : Capsicum annum L (kiri), dan

Capsicum frutescens L (kanan)

(28)

kapsikol yang dimanfaatkan untuk mengurangi pegal-pegal, sakit gigi, sesak nafas, dan gatal–gatal (Nurfalach, 2010).

Ada 2 fase pertumbuhan tanaman yaitu fase vegetatif, dan fase generatif. Fase vegetatif tanaman cabai di mulai sejak benih mulai tumbuh, dan daun lembaga mulai berkembang. Jika penanaman dilakukan melalui pembibitan terlebih dahulu, fase vegetatif akan berakhir ketika tanaman berumur 35–50 hari setelah tanam (HST). Jika penanaman dilakukan langsung dari benih, fase vegetatif berakhir saat berumur 55–75 hari. Biasanya fase vegetatif tanaman di tandai dengan berkembangnya percabangan produktif yang diikuti dengan munculnya bunga pertama. Fase generatif tanaman cabai dimulai sejak memasuki masa produktif yang ditandai dengan berkembangnya percabangan produktif yang selalu diikuti dengan munculnya bunga. Pada fase ini, energi tidak hanya digunakan untuk perkembangan daun, batang, dan akar, tetapi juga mulai terbagi untuk perkembangan bunga, dan buah. Mulai dari pembuahan, pengisian buah, pembesaran buah, hingga pematangan buah (Wahyudi, 2011).

1. Cabai Keriting

(29)

Ciri–ciri Capsicum annum L. menurut Pitojo (2003) adalah sebagai berikut :

a. Akar

Perakaran tanaman cabai cukup kuat, terdiri dari akar tunggang, akar cabang, dan akar serabut. Panjang akar dapat mencapai 1 meter jika tumbuhnya menahun.

b. Batang

Batang cabai besar, licin, berkayu pada bagian pangkal, tegak, dapat mencapai ketinggian 50 cm–150 cm, dan membentuk banyak percabangan di permukaan tanah. Warna batang hijau hingga keunguan tergantung varietasnya.

c. Daun

Tanaman cabai besar memiliki daun tunggal sederhana, daun terletak bersilang dan tidak memiliki daun penumpu. Bentuk daun bulat telur dengan ujung meruncing, berlekuk dangkal hingga dalam (Gambar 2.2). Panjang daun berkisar antara 5 cm–12 cm, lebar 1,5 cm–4 cm, dan panjang tangkai daun berkisar antara 1 cm– 1,25 cm. Daun berwarna hijau keunguan tergantung varietasnya.

(30)

d. Bunga

Tanaman cabai besar memiliki bunga sempurna. Bunga muncul dari ketiak tangkai daun, berkedudukan menggantung atau berdiri, dan merupakan bunga tunggal (Gambar 2.3). Bunga memiliki lima kelopak bunga yang saling berdekatan. Mahkota bunga berbentuk seperti bintang, corong, atau terompet, bersudut 5–6, berwarna putih, dan berdiameter 8mm–15mm. Jumlah benang sari 5–6 buah, dengan kepala benang sari berwarna kebiruan, dan berbentuk memanjang. Kepala putik berwarna kuning kehijauan.

Gambar 2.3 Bunga Cabai Keriting

e. Buah

(31)

Gambar 2.4 Buah Cabai Keriting

f. Biji

Biji cabai besar berukuran kecil (antara 3 mm–5 mm), berwarna kuning, serta berbentuk bulat, pipih, dan ada bagian yang sedikit runcing (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Biji Cabai Keriting

(32)

Memasuki minggu ke empat hingga ke tujuh, produktivitas meningkat menjadi 50%, kemudian menurun pada 3 minggu terakhir menjadi 30% (Wahyudi, 2011).

2. Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Usaha budidaya tanaman harus dilakukan dengan persyaratan tertentu seperti berikut agar pertumbuhan yang baik dan produksi maksimal :

a. Keadaan Tanah

Tanah yang ideal untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah yang memiliki sifat fisik gembur, remah, dan memiliki drainase baik. Contoh jenis tanah yang memiliki sifat seperti itu adalah tanah andosol, regosol, dan latosol. Tanah yang memiliki drainase kurang baik dapat menyebabkan daun tanaman cabai gugur, dan tanaman mudah terserang penyakit layu. Derajat keasaman tanah yang ideal bagi pertumbuhan tanaman cabai antara 5,5–6,8 (Pitojo, 2003).

b. Intensitas Cahaya

(33)

c. Iklim

Suhu udara yang sesuai bagi pertumbuhan cabai antara 8o– 34o. Optimalnya, tanaman cabai mendapat suhu siang hari antara 21o–28o, dan suhu udara malam 8o–20o (Warisno dan Kres, 2010). Kelembapan udara yang rendah disertai dengan suhu udara tinggi akan meningkatkan proses penguapan air pada tanaman. Curah hujan yang sesuai bagi pertumbuhan cabai dari awal hingga akhir pertumbuhan berkisar 600 mm–1250 mm. Budidaya tanaman cabai dapat dilakukan musim kemarau, dengan dukungan air yang memadai (Pitojo, 2003).

(34)

3. Hama dan Penyakit

a. Hama yang dapat menyerang tanaman cabai menurut Pracaya (2008)

antara lain :

1) Kumbang Epilachna (Epilachna varivestris Mulsant)

(35)

2) Hama Aphis (Aphis craccivora Koch) / Kutu Daun

Berbentuk seperti buah pir, panjang sekitar 4 mm, lunak, penghisap cairan berbagai macam tanaman. Memiliki mulut yang berfungsi sebagai penusuk. Hidup bergerombol pada daun, dan tunas muda. Berkembangbiak secara seksual, dan aseksual. Terbagi menjadi 2, yaitu Aphis bersayap, dan tidak memiliki sayap. Kerugian yang ditimbulkan pada tanaman adalah dapat membuat daun menjadi rusak, dapat mengeluarkan embun madu yang mengundang cendawan jelaga sehingga dapat mengganggu fotosintesis.

3) Ulat Grayak (Spodoptera)

Ciri- ciri ulat berwarna kelabu muda, coklat atau hitam. Bertelur di batang tanaman atau di tanah dekat tanaman. Telur berwarna putih, berbentuk bulat, dan berusuk. Telur akan menjadi larva dalam 10–14 hari, larva akan makan daun tanaman selama 1–2 minggu, setelah itu akan menetap di dalam tanah dekat tanaman. Ulat ini memakan tanaman yang masih muda, menyerang akar, dan menyerang batang tanaman dengan menggerogotinya. Ulat bersembunyi di lapisan tanah yang tidak begitu dalam pada siang hari dan muncul pada malam hari. 4) Tungau (Tetranychus sp.)

(36)

siang hari dan memintal benang-benang halus. Jenis hama ini menghisap cairan dari sel–sel diantara tulang daun. Sel–sel yang telah kosong di isi dengan udara sehingga tampak seperti bercak–bercak putih. Lalu daun akan menjadi kering dan tertutup oleh lapisan perak. Serangan yang hebat dapat menyebabkan daun menjadi keriput. Serangan tungau paling berat biasanya terjadi pada saat musim kemarau.

5) Thrips (Heliothrips sp.)

Thrips dapat hidup di dataran rendah hingga ketinggian 2000 dpl. Thrips banyak terdapat di persemaian, dan tanaman yang sudah di pidahkan ke lapangan. Thrips berbentuk kecil, panjang 1 mm–2 mm, warnanya kuning sampai cokelat tua atau hitam, memiliki mulut penusuk, dan sayap yang berumbai. Telur diletakkan dalam goresan kulit terluar daun atau batang tanaman yang masih muda. Setiap tahap perkembangannya, thrips menghisap cairan sel pada daun, sehingga udara dapat masuk pada bagian sel yang telah di hisap. Akibatnya warna daun akan menjadi putih seperti perak. Bercak putih tersebut akan menjadi coklat, dan daun tidak dapat berfotosintesis sehingga menyebabkan daun mati.

6) Lalat buah (Batrocera dorsalis)

(37)

kuning melintang pada abdomen, memiliki sayap berbentuk datar dan transparan, bila di bentangkan 5–7 mm, dan panjang badannya 6–8 mm. Telur berwarna putih, berbentuk memanjang, dan runcing pada kedua ujungya. Lalat betina menggunakan opivositor untuk menusuk kulit buah, dan memasukkan telur 10–15 butir. Kulit buah yang berlubang tersebut akan mengeluarkan getah yang mengundang lalat betina lain datang. Buah yang di serang lalat buah akan menjadi jelek, dan rontok. Lalat buah berkembangbiak dengan pesat saat musim kemarau.

7) Kutu putih (Aleurodicus dispersus Russel)

Serangan kutu putih menyebabkan timbulnya bercak klorosis pada daun tanaman yang terserang, dan daun mengecil. Jika tingkat serangan tinggi, daun akan menguning (Pitojo, 2003).

b. Penyakit yang sering menyerang tanaman cabai (Pitojo, 2003) 1) Antraknosa

(38)

terdapat bercak cekung berwarna merah tua hingga cokelat muda, dan jaringan cendawan yang berwarna hitam. Serangan berat dapat menyebabkan buah cabai kering, dan keriput.

2) Penyakit Layu

Penyakit layu disebabkan oleh jamur Fusarium spp. pada pangkal batang yang menghambat membran plasma sel tanaman tidak permeabel sehingga air tidak dapat naik ke bagian atas. 3) Bercak Daun

Bercak daun disebabkan bakteri Xanthomonas campestris. Ciri-ciri daun yang terserang penyakit ini : ada bercak pada daun seperti kudis yang di kelilingi halo kebasahan pada buah. Berpotensi menyebabkan kanker pada batang. Bercak daun yang disebabkan Cercospora capsici Heald et Wolf

dapat menyebabkan daun menguning, bercak yang ditimbulkan berbentuk bulat, bagian tengah bercak berwarna kelabu muda, sedangkan bagian tepi berwarna cokelat tua. Serangan pada batang, tangkai daun atau tangkai buah berbentuk elips.

4) Busuk Buah

(39)

timbulnya bercak berair berbentuk bulat atau tidak teratur. Buah yang terserang dapat busuk, lalu mengering.

B. Keong Mas

Menurut Budiyono (2006), keong mas (Pomaceae canaliculata

Lamarck) (Gastropoda; Ampullaridae) ada juga yang menyebut siput murbei merupakan salah satu jenis keong air tawar yang berasal dari

Benua Amerika, tidak jelas mulai kapan masuk ke wilayah Indonesia.

Pada tahun 1981 di Yogyakarta, keong mas telah dijual secara bebas di

pasaran sebagai ikan hias karena bentuk dan warnanya yang menarik

(Budiyono, 2006). Keong mas bersifat herbivor dan sangat rakus, tanaman

yang disukai tanaman yang masih muda dan lunak seperti bibit padi,

tanaman sayuran, dan enceng gondok. Apabila habitatnya dalam keadaan

kekurangan air maka keong mas akan membenamkan diri pada lumpur

yang dalam, hal ini dapat bertahan selama 6 bulan. Bila habitatnya sudah

ada airnya maka keong mas akan muncul kembali pada saat pengolahan

lahan. Keong mas mempunyai jenis kelamin yaitu jantan dan betina, tidak

seperti jenis siput yang lain. Keong mas siap melakukan kopulasi pada saat

kondisi air terpenuhi pada areal persawahan. Telur keong mas diletakkan

secara berkelompok berwarna merah jambu seperti buah murbei sehingga

disebut juga keong murbei. Keong mas selama hidupnya mampu

menghasilkan telur sebanyak 15–20 kelompok, yang tiap kelompok

(40)

85%. Perilaku keong mas bila bertelur ke tempat yang tidak tergenang air

atau kering di pertanaman padi, tongkat kayu atau galengan. Keong mas dapat di manfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk karena dalam daging dan cangkang keong mas mengandung unsur hara makro yaitu Protein 12.2 mg, Fosfor (P) 60 mg, unsur Kalium (K) 17 mg, serta berbagai unsur hara lain seperti C, Mn, Cu dan Zn. Pupuk organik cair ini sangat berguna untuk menyuburkan tanaman pertanian dan perkebunan (Yudi, 2013).

C. Mikroorganisme Lokal (MOL) Keong Mas

Menurut Purwasasmita (2009) dalam Nappu (2011), larutan mikroorganisme lokal (MOL) adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agen pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai dekomposer, pupuk hayati dan pestisida organik terutama sebagai fungisida. Ada 3 komponen utama dalam pembuatan MOL menurut Mulyono (2014) :

 Karbohidrat, diperoleh dari air tajin (air cucian beras), sisa gandum,

kentang, jagung, singkong, dan nasi yang telah basi.

 Glukosa, diperoleh pada bahan yang mengandung gula seperti

(41)

 Sumber mikroorganisme, diperoleh dari sisa-sisa buah busuk,

terasi, sisa ikan, rebung bambu, berenuk, bonggol pisang, dan ramin (cairan isi perut hewan).

Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan MOL, yaitu mudah dilakukan, bahan dasar murah karena dapat memanfaatkan bahan limbah, waktu pengolahan/ pembuatan singkat, menghasilkan pupuk organik yang mengandung mikroba bermanfaat, nutrisi lengkap, ramah lingkungan, memperbaiki kualitas tanah, dan dapat meningkatkan hasil panen (Anonim, 2012). Peran MOL dalam kompos, sebagai penyuplai nutrisi juga berperan sebagai komponen bioreaktor yang bertugas menjaga proses tumbuh tanaman secara optimal. Fungsi bioreaktor antara lain penyuplai nutrisi melalui mekanisme eksudat, kontrol mikroba sesuai kebutuhan tanaman, menjaga stabilitas kondisi tanah menuju kondisi yang ideal bagi pertumbuhan tanaman dan kontrol terhadap penyakit yang menyerang tanaman (Kurnia, 2009 dalam Nappu, 2011).

MOL berbahan keong mas di fermentasi selama 2 minggu untuk mendapatkan hasil optimal, karena setelah fermentasi 3 minggu diduga jumlah CO2 hasil fermentasi sudah sedemikian besarnya sehingga mulai

(42)

Pembuatan MOL keong mas menggunakan bahan keong mas, buah maja, dan air kelapa. Buah maja dapat diganti dengan gula merah (Suwahyono, 2014). MOL keong mas mengandung protein, Azotobacter,

Azospirillum, mikroba pelarut fosfat, Staphylococcus, dan Pseudomonas. Manfaat lain MOL berbahan dasar keong mas adalah untuk degradasi selulosa (Anonim, 2012). Pembuatan MOL dapat mengalami kegagalan. Ciri–ciri kegagalan pada pembuatan bioaktivator menurut Anonim (2012) adalah : berbau busuk, berbau telur busuk, menggumpal, kering, tidak panas, tidak terjadi perubahan, permukaan bejana dipenuhi “ampas” putih

seperti jamur.

(43)

tanpa kaporit agar mikroorganisme tidak mati. Jika perbandingan tersebut di presesentasekan menjadi 6,67% konsentrasi cairan MOL.

D. Penelitian Relevan

Beberapa penelitian yang terkait adalah :

1. Dalam artikel majalah Trubus (Anonim, 2012), pengaplikasian mengenai penggunaan cairan MOL pernah dilakukan dengan menggunakan cairan mikroorganisme lokal (MOL) berbahan dasar keong mas yang dijadikan pupuk untuk menyiram tanaman padi. Hasilnya adalah hasil panen melimpah dari 2 ton menjadi 7 ton per ha.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Yudi, dkk (2013) mengenai

pembuatan pupuk cair Kosarmas (kotoran sapi, arang, keong mas) juga memanfaatkan keong mas sebagai campuran bahan, membuktikan bahwa komposisi pupuk Kosarmas berbahan daging keong mas menunjukkan hasil signifikan pada pertumbuhan tanaman percobaan.

E. Kerangka Berfikir

(44)

Cu dan Zn. Pupuk organik cair ini sangat berguna untuk menyuburkan tanaman pertanian dan perkebunan (Yudi, 2013). Mikroorganisme lokal (MOL) keong mas mengandung protein, Azotobacter, Azospirillum, mikroba pelarut fosfat, Staphylococcus, Pseudomonas. Manfaat lain MOL berbahan dasar keong mas adalah untuk degradasi selulosa (Anonim, 2012). Penentuan konsentrasi cairan MOL pada penelitian ini berdasarkan komposisi yang sering dianjurkan pada beberapa referensi yang digunakan untuk memanfaatkan cairan bioaktivator MOL sebagai pupuk organik cair yaitu 6,67% konsentrasi cairan MOL. Dari patokan konsentrasi penggunaan cairan MOL tersebut maka dibuat beberapa konsentrasi diatas dan dibawah.

(45)

F. Hipotesa

Hipotesa dari penelitian ini adalah :

1. Perbedaan konsentrasi cairan mikroorganisme lokal (MOL) berbahan dasar keong mas (Pomaceae canaliculata L.) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman cabai keriting (Capsicum annum). 2. Kelompok perlakuan yang dapat memberikan pengaruh paling optimal

terhadap pertumbuhan tanaman cabai keriting (Capsicum annum)

(46)

27 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental. Penelitin ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa konsentrasi (dalam persen) pemberian volume cairan mikroorganisme lokal (MOL) berbahan dasar keong mas (Pomaceae canaliculata L.) terhadap pertumbuhan tanaman cabai keriting (Capsicum annum). Adapun tiga variabel dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian MOL

berbahan dasar keong mas (Pomaceae canaliculata L.) dengan 4 konsentrasi cairan MOL yang berbeda–beda yaitu 4% (A), 7% (B), 10% (C), dan 13% (D). Variabel bebas dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan penggunaan cairan MOL pada umumnya yaitu 6,67% (konsentrasi normal) yang dibuat variasi diatas dan dibawah dari konsentrasi normal tersebut.

2. Variabel terikat pada penelitian ini adalah pertumbuhan tanaman

cabai keriting meliputi : tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bunga, dan jumlah buah.

3. Variabel terkontrol adalah variabel lain yang turut mempengaruhi

(47)

bibit yang di beri perlakuan, ciri–ciri bibit cabai yang memenuhi kriteria seleksi memiliki tinggi antara 10 cm–15 cm dengan jumlah daun 10–15 helai, pupuk yang digunakan sebagai campuran media adalah jenis pupuk kandang, waktu pengaplikasian perlakuan dimulai saat fase vegetatif pada tanaman cabai akan berakhir ketika tanaman berumur 35–50 hari setelah tanam (HST) (Wahyudi, 2011), intensitas cahaya, dan frekuensi penyiraman bioaktivator MOL dilakukan setiap 3 hari.

Penelitian yang dilakukan terdiri dari 5 kelompok yang terdiri dari 4 kelompok perlakuan, dan 1 kelompok kontrol, masing-masing10 kali pengulangan pada masing-masing kelompok. Ada 4 kelompok perlakuan yaitu kelompok A yang menggunakan konsentrasi 4% cairan MOL, kelompok B yang menggunakan konsentrasi 7% cairan mol, kelompok C yang menggunakan 10% cairan MOL, dan kelompok D yang menggunakan konsentrasi 13% cairan MOL. Setiap konsentrasi tersebut dilarutkan dalam air. Pembagian perlakuan konsentrasi tersebut berdasarkan penggunaan konsentrasi normal yang pada umumnya digunakan yaitu 6,67%, kemudian dilakukan variasi di atas, dan di bawah dari konsentrasi normal tersebut.

(48)

dalamnya penyiraman, pemupukan, perompesan bagian tanaman, penyiangan gulma, dan penanggulangan hama.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian di kebun milik Pendidikan Biologi. Waktu pelaksanaan penelitian selama 3 bulan yaitu sejak bulan April sampai Juni pada tahun 2015.

C. Alat dan Bahan

Berikut ini adalah alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian yang disajikan dalam Tabel 3.1, dan Tabel 3.2.

Tabel 3.1 Peralatan Penelitian

No. Nama Barang Jumlah

1. Sarung tangan 2 buah

2. Selang diameter 0,5 cm 2 m 3. Ember cat plastik ukuran

25 kg

5 buah

4. Pengaduk 1 buah

5. Derigen uk 8 liter 3 buah 6. Botol mineral bekas

ukuran 1 liter

4 buah

7. Pisau 2 buah

8. Sekop/ cetok 1 buah

9. Cangkul 1 buah

10 Polybag 50 buah

(49)

No. Nama Barang Jumlah ukuran 600 ml

12. Spidol 1 buah

13. Isolasi 1 buah

14. Rafia 1 gulung

15. Penggaris 1 buah

16. Alat tulis 1 buah

17. Kamera 1 buah

18. Indikator pH 1 buah

19. Termometer 1 buah

20. Timbangan/ neraca 1 buah

21. Palu 1 buah

22. Corong 1 buah

23. Gelas ukur 1 buah

Tabel 3.2 Bahan Penelitian

No. Nama Barang Jumlah

1. Keong mas 25 kg

2. Air kelapa 50 liter

3. Buah maja 8 buah/ ± 16 kg

4. Gula merah 1 kg

5. Air cucian beras 1 liter

6. Air ± 13.980 ml

7. Tanah ± 250 kg

8. Pupuk kandang 6 karung

9. Bibit cabai 65 buah

10. Sekam 6 karung

11. Kayu/ bambu ukuran 1,5 meter

(50)

No. Nama Barang Jumlah

13. Kawat 4 meter

14. Paku 2 pak

15. Paranet (3x 16 meter x 3) +

(3x 5 meter x 2)

16. Bambu 18 buah x 7 meter

D. Cara Kerja

1. Persiapan peralatan

Peralatan perlu dipersiapkan dengan teliti agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik. Ember digunakan sebagai tempat pembuatan dan penyimpanan cairan bioaktivator MOL. Derigen berfungsi sama seperti ember yaitu sebagai tempat penyimpanan cairan bioaktivator MOL.

2. Persiapan tempat penelitian

Tempat penelitian berupa ruangan berbentuk balok dengan ukuran 3x3x10 meter, ruangan tersebut di pasang paranet berwarna hitam.

(51)

buah maja (2 buah daging buah maja) yang telah di kerok ke dalam 1 ember. Mulut ember ditutup dengan plastik yang telah dilubangi sebagai tempat ujung selang. Ujung selang direkatkan dengan lubang pada plastik menggunakan lem plastik atau isolasi. Lalu ujung selang yang satunya dihubungkan dengan botol mineral berisi air untuk menjaga tekanan udara. Fermentasi dilakukan selama 15 hari sampai tercium bau tape. Setelah 15 hari, bioaktivator siap digunakan. Buah maja yang digunakan berasal dari pohon yang terdapat di SMP 1 Panghudi Luhur, Yogyakarta. Pembuatan larutan stok MOL dapat dilakukan dengan perbanyakan MOL, dan juga dapat dilakukan dengan mengulang proses pembuatan MOL dari awal.

4. Perbanyakan cairan mikroorganisme lokal (MOL)

(52)

selama 1–2 minggu, dan cairan bioaktivator dapat digunakan setelahnya (Anonim, 2012).

5. Pembuatan konsentrasi cairan bioaktivator mikroorganisme lokal

(MOL)

(53)

Tabel 3.3 Komposisi Pembuatan Larutan MOL

Kelompok Konsentrasi (%)

Jumlah Cairan MOL (ml)

Jumlah Air (ml)

Kontrol 0 0 3000

A 4 120 2880

B 7 210 2790

C 10 300 2700

D 13 390 2610

6. Pembuatan media tanam

Media tanam digunakan sebagai tempat tanaman tumbuh. Pembuatan media tanam memerlukan alat dan bahan seperti cangkul, terpal, sekop, polybag, tanah, air, dan pupuk kandang. Pembuatannya adalah dengan mencampurkan tanah dengan pupuk kandang dan sekam dengan perbandingan 2:1:1 (Kosim, 2013) yang diletakkan diatas terpal menggunakan sekop atau cangkul. Kemudian membagi campuran tanah dengan pupuk ke dalam setiap polybag, setiap polybag berisi ± 5 kg media.

7. Penanaman cabai

(54)

a. Seleksi biji

Bertujuan untuk mendapatkan biji dengan kualitas cukup baik untuk dijadikan bahan tanam. Langkah yang dilakukan adalah memasukkan biji cabai ke dalam wadah berisi air, lalu menyisihkan biji cabai yang terapung. Biji cabai yang terapung tidak digunakan sebagai bahan untuk bertanam karena tidak memiliki isi lembaga yang penuh sehingga biji yang terapung dibuang. Biji cabai yang dapat ditanam adalah biji yang tenggelam dalam air.

b. Pembenihan cabai dan penyemaian

Pembenihan cabai menggunakan biji cabai yang tenggelam. Biji cabai di benihkan dalam wadah lebar yang telah berisi campuran tanah dengan pupuk kandang. Benih cabai di siram seperlunya dan diletakkan pada tempat yang terhindar dari hama, atau tempat dengan intensitas matahari cukup baik agar proses pembenihan dapat berjalan baik. Kegiatan penyiraman pada tahap penyemaian dilakukan setiap pagi dan sore hari (Pitojo, 2003).

c. Seleksi bibit cabai dan pemindahan

(55)

dipindahkan ke media yang lebih besar adalah bibit yang memenuhi kriteria tersebut.

d. Penyulaman cabai

Jika ada benih yang gagal berkecambah atau pertumbuhan abnormal kurang dari umur 2 minggu atau 14 hari setelah penanaman, maka dilakukan penyulaman dengan menggantikan tanaman cadangan yang masih hidup, caranya adalah dengan mencabut tanaman dengan tanahnya (Pitojo, 2003).

8. Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah proses penyesuaian bibit tanaman pada media tanam baru. Proses ini dilakukan selama ± 7 hari setelah melakukan pemindahan bibit cabai pada media yang lebih besar yaitu polybag.

9. Pemeliharaan tanaman cabai

(56)

a. Penyiraman

Penyiraman tanaman cabai menggunakan air sumur dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari, dan menyesuaikan cuaca. Jika hujan, maka penyiraman tidak dilakukan.

b. Pemupukan

Pemupukan dilakukan 2 tahap yaitu menggunakan pupuk kandang, dan menggunakan cairan bioaktivator MOL. Pemupukan dengan pupuk kandang dilakukan saat pembuatan media tanam, yaitu pencampuran antara tanah, pupuk kandang, dan sekam dengan perbandingan 2:1:1 (Kosim, 2013). Sedangkan pemupukan dengan bioaktivator MOL sesuai konsentrasi dilakukan dengan cara penyiraman, yaitu dimulai saat tanaman berumur 40 hari setelah semai dan dilakukan setiap 3 hari sekali. Penyiraman bioaktivator MOL dilakukan pagi atau sore hari.

c. Penyiangan gulma

Bertujuan agar pertumbuhan tanaman cabai tidak terganggu. Penyiangan gulma dilakukan setiap 6 hari sekali.

d. Pemberian ajir bambu

(57)

e. Pewiwilan bagian tumbuhan

Menurut Pitojo (2003), pewiwilan adalah kegiatan memotong tunas yang tumbuh tidak produktif. Pewiwilan dilakukan dalam 2 tahap yaitu pada saat pemasangan ajir, dan 3–4 minggu setelah pewiwilan pertama. Bagian tumbuhan yang di wiwil atau dibuang adalah bunga pertama yang tumbuh di sela–sela percabangan pertama, dan tunas yang tumbuh pada percabangan pertama.

10. Pengambilan data

Pengambilan data dimulai sejak bibit berumur 40 hari setelah semai. Bibit tersebut sudah di pindahkan ke media tanam dalam polybag, dan sudah diberi perlakuan. Pengambilan data dilakukan secara manual dengan peralatan yang telah dipersiapkan. Pengambilan data yang dilakukan meliputi :

a. Tinggi tanaman : pengukuran dari ujung tunas sampai pangkal akar menggunakan penggaris atau meteran. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap 6 hari sekali dimulai sejak pemindahan bibit tanaman ke media yang lebih besar yaitu pada saat tanaman berumur 40 hari setelah semai.

(58)

tanaman. Perhitungan jumlah daun dilakukan setiap 6 hari sekali dimulai sejak pemindahan bibit tanaman ke media yang lebih besar yaitu pada saat tanaman berumur 40 hari setelah semai.

c. Bunga : jumlah bunga, dan perhitungan waktu tumbuhnya bunga pertama. Jumlah bunga mekar mulai di hitung sejak munculnya bunga pertama. Waktu tumbuhnya bunga untuk pertama kali juga di catat.

d. Buah : Jumlah buah dihitung secara mandiri dimulai sejak

munculnya buah pertama kali. Waktu tumbuhnya buah pertama juga di catat.

Data yang diperoleh dituliskan dalam Tabel 3.4 berikut untuk mempermudah analisis.

Tabel 3.4 Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Cabai

(59)

Tanaman Tinggi

E. Metode Analisa Data

Analisa data secara kuantitatif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan perhitungan manual uji-Anova independen atau menggunakan program analisa data statistik SPSS seri 17. Sedangkan metode analisa data secara kualitatif dilakukan dengan deskriptif analitis berdasarkan hasil pengujian secara kuantitatif. Secara umum, melakukan uji Anova diawali perhitungan data secara statistik dengan uji normalitas atau test of normality dan uji homogenitas atau test of homogeneity of variance (Nikop, 2014). Jika hasil uji Anova menunjukkan bahwa data berbeda secara statistik maka dilanjutkan uji Duncan. Uji Duncan atau

Duncan Multile Range Test (DMRT) merupakan uji lanjut dari statistik jika sampel data dari uji Anova menunjukkan data berbeda secara statistik.

Berikut ini adalah langkah dalam analisa data secara manual : Data hasil pengamatan kondisi tanaman untuk setiap aspek (jumlah daun, tinggi tanaman, dll) akan dimasukkan pada tabel seperti di bawah ini :

(60)

ΣXi

(ΣXi)2

Rumus statistik ditemukan oleh Ronald A. Sehingga disebut statistik F (Suparno, 2011), rumus uji Anova independen sebagai berikut :

Ho : µ1=µ2=µ3

Hi : non Ho

Fobservasi=

MeanSquare =

MSbetween =

Mswithin =

SS

total

= Σx

2

SS

between

=

+

+ ... -

SS

total

= SS

between

+ SS

within

Untk menghitung kebebasan, menggunakan rumus : Df untuk SSbetween = (K- 1)

Df untuk SSwithin = (N- K)

Df untuk SStotal = N- 1

(61)

Selanjutnya dapat dibuat tabel yang menunjukkan hubungan angka- angka tersebut yaitu :

Sumber Variasi

SS Df MS=SS/df F=MSbet/MSwith

Between Within Total

Setelah numerator atau Df between dan denumerator atau Df within ditemukan, maka cocokkan pada gambar tabel nilai kritikal untuk α = .05 untuk mencari Fkritikal seperti pada tabel 23.1 halaman

120 Jika Fobservasi> Fkritikal maka signifikan. Maka Ho ditolak, dan Hi

(62)

43 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Sampel yang digunakan adalah 50 tanaman cabai keriting, 50 tanaman cabai keriting tersebut dipilih karena memenuhi syarat seleksi yaitu tinggi tanaman sama yaitu antara 15–20 cm, jumlah daun 10–15, dan berumur sama yaitu 30 hari setelah semai. Bibit tanaman cabai ditanam dalam media tanam berupa tanah jenis andosol yang dicampur dengan sekam bakar, dan pupuk kandang kotoran sapi dengan perbandingan 2:1:1. Sekam digunakan sebagai campuran media tanam karena memiliki efek drainase sehingga akar tanaman dapat menembus media dengan mudah dan menjaga kelembaban tanah. Data pengamatan yang telah didapatkan kemudian di olah menggunakan program SPSS seri 17.

(63)

adalah data yang diambil bukan dari populasi yang berdistribusi normal. Sedangkan pada uji homogenitas dikatakan sama (homogen) bila p value (sig) > 0,05 (Wulandari, 2014). Berikut ini adalah aspek yang diukur dalam penelitian :

1. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Cabai Keriting

Analisa data dilakukan berdasarkan selisih pertumbuhan tinggi tanaman dengan pertumbuhan awal tanaman. Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman cabai keriting dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1 Rata-rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman Cabai

Kelompok Tinggi Awal

Tinggi Akhir

Pertumbuhan Tinggi

Kontrol 18,38 39,54 21,16

A 17,18 37,74 20,56

B 20,57 37,72 19,43

C 17,92 42,22 24,3

D 17,83 38,01 20,18

(64)

kelompok perlakuan C adalah 24,3 cm, dan kelompok perlakuan D adalah 20,18 cm. Perbedaan rata-rata tinggi tanaman cabai dapat dilihat pada Gambar 4.1. Pertumbuhan meninggi tanaman merupakan pertumbuhan primer yang terjadi pada tubuh tanaman yang dipengaruhi oleh aktifitas pemanjangan, dan pembelahan sel meristem apikal. Aktivitas pembelahan sel meristem apikal tersebut membutuhkan zat-zat hasil fotosintesis sebagai sumber energi.

Gambar 4.1 Diagram Rata-Rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman Cabai Keriting

Uji normalitas pada tinggi tanaman cabai keriting (dapat dilihat pada Tabel 4.2) menghasilkan p value = 0,164 > 0,05. Artinya H0 diterima bahwa data diambil dari populasi yang berdistribusi normal. Uji homogenitas yang dilakukan pada tinggi tanaman cabai keriting akibat pengaruh aplikasi cairan bioaktivator mikroorganisme lokal (MOL) berbahan keong sawah menunjukkan hasil p value = 0,049 <

0 5 10 15 20 25 30

Kontrol A (4%) B (7%) C (10%) D (13%)

Tinggi (cm)

(65)

0,05. Dengan kata lain H1 diterima, dan H0 ditolak. Hal ini menunjukkan data sampel tanaman cabai keriting berasal dari populasi yang memiliki variansi berbeda atau setiap kelompok tanaman cabai keriting tidak homogen. H0 diterima jika p value > 0,05 dimana variansi pada kelompok tanaman sampel adalah homogen atau memiliki variansi sama.

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Pertumbuhan Tinggi Tanaman

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Tinggitanaman Perlakuan

N 50 50

Normal Parametersa,,b Mean 21.1260 3.0000

Std. Deviation 12.18934 1.42857

Most Extreme Differences Absolute .168 .158

Positive .168 .158

Negative -.152 -.158

Kolmogorov-Smirnov Z 1.187 1.117

Asymp. Sig. (2-tailed) .120 .164

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Test of Homogeneity of Variances

Tinggitanaman

Levene Statistic df1 df2 Sig.

(66)

Tabel 4.3 Hasil Uji Analisa Variansi Pertumbuhan Tinggi Tanaman

ANOVA

Tinggitanaman

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 141.671 4 35.418 .223 .924

Within Groups 7138.745 45 158.639

Total 7280.416 49

(67)

2. Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Cabai Keriting

Berikut ini adalah tabel rata-rata pertumbuhan jumlah daun tanaman cabai keriting :

Tabel 4.4 Rata-rata Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Cabai

Kelompok Σ Daun Awal

Σ Daun Akhir

Pertumbuhan Daun

Kontrol 11,1 73,6 62,5

A 10,6 52,3 41,7

B 11,55 48,66 37,11

C 11 61,8 50,8

D 11,4 55,9 44,5

(68)

Gambar 4.2 Diagram Rata-Rata Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Cabai Keriting

Uji normalitas pada jumlah daun tanaman cabai keriting menghasilkan p value = 0,133 > 0,05. Artinya H0 diterima bahwa data diambil dari populasi yang berdistribusi normal. Uji homogenitas yang dilakukan pada jumlah daun tanaman cabai keriting akibat pengaruh aplikasi cairan bioaktivator mikroorganisme lokal (MOL) berbahan keong mas menunjukkan hasil p value = 0,075 > 0,05. Hasil uji normalitas dan homogenitas dapat dilihat pada Tabel 4.5. Dengan kata lain H0 diterima, dan H1 ditolak. Hal ini menunjukkan data sampel tanaman cabai keriting berasal dari populasi yang memiliki variansi sama atau setiap kelompok tanaman cabai keriting homogen.

0 20 40 60 80

Kontrol A (4%) B (7%) C (10%)

D (13%)

Jumlah Daun

(69)

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Pertumbuhan Jumlah Daun

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Jumlahdaun Perlakuan

N 50 50

Normal Parametersa,,b Mean 48.38 3.0000

Std. Deviation 48.023 1.42857

Most Extreme Differences Absolute .165 .158

Positive .165 .158

Negative -.133 -.158

Kolmogorov-Smirnov Z 1.164 1.117

Asymp. Sig. (2-tailed) .133 .164

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Test of Homogeneity of Variances

Jumlahdaun

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.281 4 45 .075

Tabel 4.6 Hasil Uji Analisa Variansi Pertumbuhan Jumlah Daun

ANOVA

Jumlahdaun

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 3006.680 4 751.670 .308 .871

Within Groups 109997.100 45 2444.380

(70)

Hasil uji analisa varian dapat dilihat pada Tabel 4.6 yang memperlihatkan bahwa p value (sig) jumlah daun 0,871 > 0,05 maka H0 diterima, dan H1 ditolak. Kesimpulannya adalah tidak ada perbedaan pada pertumbuhan jumlah daun tanaman pada setiap kelompok perlakuan dengan kontrol. Hipotesis H0 adalah tidak adanya perbedaan pertumbuhan jumlah daun antar kelompok perlakuan, sedangkan H1 adalah ada perbedaan pertumbuhan jumlah daun antar kelompok perlakuan. Tidak adanya perbedaan pertumbuhan jumlah daun tanaman pada setiap kelompok perlakuan dan kontrol dapat dipengaruhi perbedaan konsentrasi yang dibuat dan juga proses seleksi yang tidak ketat. Jadi, setiap tanaman yang digunakan memiliki jumlah daun yang berbeda pada awalnya.

3. Pertumbuhan Jumlah Bunga Tanaman Cabai Keriting

Berikut ini adalah Tabel 4.7 yang memperlihatkan rata-rata pertumbuhan bunga tanaman cabai keriting.

Tabel 4.7 Rata-rata Pertumbuhan Jumlah Bunga Tanaman Cabai

Kelompok Σ Bunga Awal

Σ Bunga

Akhir Pertumbuhan

Kontrol 0,55 10,44 9,88

A 0 2 1,33

B 0 1,4 0,33

C 0 6 5,44

(71)

Menurut data pada Tabel 4.7, rata-rata bunga yang tumbuh pada tanaman kelompok perlakuan C, dan kontrol memiliki rata-rata selisih pertumbuhan jumlah bunga yang paling tinggi. Rata-rata selisih pertumbuhan kelompok C adalah 5,44 dan rata-rata selisih pertumbuhan bunga yang tumbuh pada tanaman kelompok kontrol adalah 9,88.

Gambar 4.3 Grafik Rata-Rata Pertumbuhan Jumlah Bunga Tanaman Cabai Keriting

Berdasarkan grafik jumlah bunga diatas dapat dilihat jelas bahwa pertumbuhan bunga pada tanaman cabai keriting yang paling tinggi dialami oleh kelompok perlakuan C dan kelompok kontrol. Uji statistik mengenai jumlah bunga tidak dapat dilakukan karena data yang didapatkan selama masa penelitian kurang dari 5. Bunga pertama kali tumbuh saat tanaman berumur 70 hari setelah semai atau 33 hari setelah tanam. Hal ini tidak sesuai dengan perkiraan berakhirnya fase vegetatif tanaman yaitu pada saat tanaman berumur 35-50 hari setelah tanam jika tanaman dimulai dari pembibitan (Wahyudi, 2011). Bunga yang

0 2 4 6 8 10 12

Kontrol A (4%) B (7%) C (10%) D (13%)

Bunga

(72)

tumbuh pada tanaman penelitian lebih cepat muncul namun kemunculan bunga pertama antar setiap tanaman tidak seragam. Bunga yang tumbuh pertama kali menandakan dimulainya fase generatif pada tanaman. Pada fase ini, energi tidak hanya digunakan untuk perkembangan daun, batang, dan akar tetapi juga mulai terbagi untuk perkembangan bunga dan buah.

4. Pertumbuhan Jumlah Buah Tanaman Cabai Keriting

(73)

B. Pembahasan

Ada 3 komponen utama dalam pembuatan cairan bioaktivator mikroorganisme lokal (MOL) yaitu sumber mikroorganisme, sumber karbohidrat, dan sumber glukosa. Sumber karbohidrat dan glukosa dalam pembuatan cairan MOL pastinya memiliki manfaat bagi aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme membutuhkan glukosa dan karbohidrat yang merupakan bahan organik sebagai sumber metabolisme energi (Juanda, 2011). Penguraian bahan organik tersebut akan menghasilkan ion – ion H+ (Iqbal, 2008 dalam Juanda, 2011).

(74)

dapat bersimbiosis dengan akar tanaman untuk membantu proses fiksasi nitrogen (Cecagno et al, 2015) dan juga Pseudomonas (Anonim, 2012) yang merupakan bakteri pelarut fosfat yang juga dapat menghasilkan fitohormon IAA atau auksin yang dapat merangsang pertumbuhan dan pemanjangan batang pada tanaman (Rao, 1994 dalam Hanifah, 2013).

Pertumbuhan tanaman cabai keriting dipengaruhi oleh banyak faktor. Ada faktor yang berpotensi mendukung pertumbuhan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tetapi ada juga yang menjadi faktor penghambat dalam proses pertumbuhan tanaman. Faktor tersebut antara lain :

1. Serangan Hama dan Penyakit

(75)

a. Hama

1) Kutu Aphis

Kutu aphis hidup bergerombol di bagian bawah permukaan daun, dan tunas muda. Kutu ini menghisap cairan tanaman dengan mulut yang berfungsi sebagai penusuk. Kerugian yang ditimbulkan pada tanaman adalah dapat membuat daun menjadi rusak, menggulung, dan keriting. Kutu dapat mengeluarkan embun madu yang mengundang cendawan jelaga sehingga dapat mengganggu fotosintesis. Oleh karna itu dilakukan pengendalian hama.

(76)

kimia digunakan sejak tanaman berumur 80 hari setelah tanam atau 109 hari setelah semai sampai tanaman berumur 88 hari setelah semai atau 51 hari setelah tanam. Penggunaan pestisida kimia dihentikan karna beberapa tanaman sudah berbunga. Menurut aturan penggunaan, pestisida kimia sebaiknya berhenti digunakan mendekati masa tumbuh buah.

2) Ulat

Ulat yang menyerang tanaman cabai adalah jenis ulat grayak, yaitu ulat yang memiliki ciri-ciri ulat berwarna kelabu muda, coklat atau hitam. Bertelur di batang tanaman atau di tanah dekat tanaman. Ulat ini memakan bagian tanaman seperti daun, dan batang tanaman. Pada saat ditemukan, ulat ini sedang menempel pada bagian pangkal batang. Warna tubuh yang seperti warna lingkungan membuat ulat ini sulit ditemukan jika tidak diamati dengan jeli.

b. Penyakit

Penyakit yang menjangkiti tanaman cabai keriting selama masa penelitian adalah bercak daun. Bercak daun disebabkan bakteri

(77)

berbentuk bulat, bagian tengah bercak berwarna kelabu muda, sedangkan bagian tepi berwarna cokelat tua. Selain pada daun, bakteri ini juga dapat menyerang bagian batang. Biasanya, pada batang yang diserang akan timbul bercak berbentuk seperti elip. Penyakit bercak daun sudah terlihat sejak tanaman masih berumur 30 hari setelah semai (dapat dilihat pada Lampiran 22 halaman 119). Pada umumnya menyerang pada musim hujan karena kelembaban tinggi. Bercak daun menyebabkan daun gugur, pada tanaman yang terjangkit bercak daun parah akan mengalami keguguran daun ekstrim sehingga yang tersisa hanya bagian batang tanaman saja.

2. Faktor-Faktor Lain

 Kualitas bibit

(78)

penyakit bawaan. Pada daun cabai ada bercak–bercak, tanaman cabai memiliki tinggi tidak seragam (antara 15 cm – 20 cm), dan kemungkinan juga memiliki kualitas tanaman yang berbeda juga.

 Iklim

Penelitian dilakukan di kebun Prodi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma yang berada di desa Paingan, Kabupaten Depok, Sleman. Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan, pada bulan April sampai Juni 2015. Menurut Badan Meteorologi Geofisika dan Klimatologi (BMKG), kemunduran terjadinya musim kemarau yang seharusnya terjadi pada akhir bulan April hingga awal Mei di daerah Yogyakarta disebabkan adanya anomali cuaca. Untuk daerah Sleman pada akhir Mei baru mengalami musim kemarau. Terjadinya anomali cuaca ini menyebabkan penguapan yang tinggi, sehingga menyebabkan curah hujan yang lebat pada siang dan malam hari (Ruli, 2015).

 Keasaman tanah

(79)

meskipun bagian atap terdapat paranet yang dapat juga difungsikan sebagai pemecah air hujan.

(80)

dengan cairan MOL adalah 300 ml. Cairan MOL yang digunakan selama penelitian kurang lebih berjumlah 27 liter. Cairan MOL memiliki derajat keasaman rendah karena mengandung bakteri

Pseudomonas yang dapat melarutkan fosfat yang terkandung dalam cangkang keong mas. Mekanisme pelarutan fosfat (P) yang terikat oleh kalsium (Ca) dalam cangkang keong mas menurut Fuyudur Rohmah, Dkk, (2011) dalam Hanifah (2013) adalah sebagai berikut : Adapun mekanisme pelarutan fosfat oleh bakteri pelarut fosfat diawali dari sekresi asam–asam organik diantaranya asam formiat, asetat, propionat, laktat, glikolat, glioksilat, fumarat, tartat, ketobutirat, suksinat dan sitrat, dengan meningkatnya asam-asam organik tersebut akan diikuti dengan penurunan nilai pH.

Pada musim hujan, tanah cenderung menjadi lebih asam karena lebih banyak bahan organik membusuk akibat kondisi lingkungan basah dan menyebabkan meningkatnya keasaman. Menurut Pitojo (2003), pH tanah ideal untuk pertumbuhan tanaman cabai berkisar 5,5–6,8. Suhu yang menurun akibat curah hujan tinggi juga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman.

 Cahaya

(81)

artinya hanya 30% cahaya matahari yang dapat masuk melalui celah-celah jaring paranet. Tanaman cabai memerlukan cahaya matahari rata-rata selama 10–12 jam perhari atau diatas 70%. Kurangnya intensitas cahaya matahari atau suhu dingin pada lingkungan sekitar tanaman cabai, menyebabkan pertumbuhan, dan perkembangan tanaman cabai menjadi terhambat (Anonim, 2012).

 Suhu

Suhu udara dipengaruhi juga oleh cuaca. Hujan yang sering turun selama masa penelitian menyebabkan suhu udara lingkungan berada antara 21-32o C (dapat dilihat pada Lampiran 24 halaman 121). Menurut Warisno dan Kres (2010), suhu udara pada kisaran tersebut termasuk suhu yang panas. Tanaman cabai keriting yang merupakan jenis tanaman cabai besar akan sesuai jika ditanam pada suhu udara hangat–sejuk yaitu antara 18–15o C atau 24–19o C.

3. Keterbatasan Penelitian

(82)

berpengaruh pada penelitian, juga faktor lain diluar pengendalian peneliti antara lain :

a. Waktu penelitian yang dilakukan mulai pada bulan Februari–Juni 2015 merupakan pergantian musim hujan menuju musim kemarau. Pergantian musim tidak bisa di prediksi dengan jelas karena terjadinya anomali cuaca. Pada musim hujan, hama dan penyakit tanaman cabai lebih mudah untuk menyebar.

b. Rentangan jarak konsentrasi cairan bioaktivator mikroorganisme lokal (MOL) berbahan dasar keong mas (Pomaceae canaliculataL.) yang dibuat terlalu kecil sehingga tidak memperlihatkan hasil yang berbeda jelas pada pertumbuhan tanaman.

c. Pemilihan tanaman cabai keriting sudah disesuaikan dengan agenda

penelitian, namun karena faktor lain maka pada kenyataan tidak sesuai dengan rencana.

d. Intensitas cahaya paranet yang digunakan sebagai bahan pembuatan rumah tanaman hanya tersedia 1 jenis di tempat pembelian.

C. Implementasi Hasil Penelitian Dalam Pembelajaran Biologi

(83)

pada Kompetensi Inti 3 “Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah”.

Pada pembelajaran untuk materi pokok “Pertumbuhan dan

Perkembangan Tumbuhan” siswa dapat melaksanakan suatu percobaan sederhana sesuai dengan Kompetensi Dasar 4.1 yang berbunyi “ 4.1 Merencanakan dan melaksanakan percobaan tentang faktor luar yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dan melaporkan secara tertulis dengan tata cara penulisan ilmiah yang benar ”. Percobaan yang dilakukan berkaitan dengan faktor

(84)
(85)

66 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat setelah melakukan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Setelah melakukan analisa secara statistik, hasil pengujian analisa variansi pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Artinya tidak ada pengaruh perbedaan konsentrasi cairan bioaktivator mikroorganisme lokal (MOL) berbahan keong mas (Pomaceae canaliculata L.) terhadap pertumbuhan tanaman cabai keriting (Capsicum annum). Kelompok tanaman yang diberi cairan MOL memiliki pertumbuhan yang tidak lebih baik dibandingkan dengan tanaman pada kelompok kontrol.

2. Belum ditemukan konsentrasi cairan bioaktivator MOL keong mas

(86)

B. Saran

Berikut ini adalah saran-saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan dari penulis :

1. Hendaknya memperhatikan waktu tanam untuk meminimalisir serangan hama dan penyakit pada tanaman, dan juga mencatat curah hujan yang terjadi selama masa penelitian sebagai data tambahan untuk melengkapi pembahasan.

2. Untuk pengembangan penelitian selanjutnya, pada penelitian selanjutnya hendaknya perbedaan konsentrasi yang dibuat memiliki rentangan atau jarak lebih besar sehingga dapat memperlihatkan perbedaan hasil pertumbuhan tanaman yang lebih jelas.

3. Pemilihan tanaman berumur pendek dapat lebih menguntungkan

karena dapat lebih mempersingkat waktu penelitian. Jenis tanaman yang digunakan juga dapat disesuaikan dengan musim atau cuaca pada saat penelitian.

Gambar

Gambar 2.3 Bunga Cabai Keriting
Gambar 2.4 Buah Cabai Keriting
Tabel 3.1 Peralatan Penelitian
Tabel 3.2 Bahan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

pembawa terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai dan perkembangan penyakit antraknosa Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian

Percobaan dengan judul “ Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai ( Capsicum annum L.)” telah dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Permberian MOL limbah tomat dan limbah air kelapa

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari penggunaan zat pengatur tumbuh BAP dan IAA dalam berbagai kosentrasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan

Hasil perhitungan jumlah daun seledri pada umur 7 HST, dan 14 hst menunjukkan bahwa penggunaan MoL keong mas pada tanaman seledri memperlihatkan pengaruh tidak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons pertumbuhan dan hasil cabai merah terhadap waktu pemberian dan konsentrasi herbafarm berpengaruh sangat nyata terhadap umur

Penelitian bertujuan untuk mengetahui konsentrasi yang tepat dalam penggunaan Pupuk Cair Organik Super ACI terhadap pertumbuhan dan produksi Tanaman Cabai

4.1.1 mempresentasikan hasil percobaan tentang faktor eksternal yang memengaruhi faktor internal dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dan melaporkan