• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Pemda dan Desa dalam Percepatan Pe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Pemda dan Desa dalam Percepatan Pe"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

KONSORSIUM SATUNAMA MEMPERCEPAT PERHUTANAN SOSIAL

MEMPERCEPAT PERHUTANAN SOSIAL,

Peran Pemerintah Kabupaten dan Desa

Ditulis oleh:

Agus Budi Purwanto

1

R. Yando Zakaria

2

Pengantar

Presiden Jokowi telah menetapkan reforma agraria sebagai program prioritas. Target program akan dicapai melalui dua skema. Pertama melalui skema legislasi dan redistribusi lahan (seluas 9 juta ha). Kedua melalui pelaksanaan program perhutanan sosial (seluas 12,7 juta ha). Program perhutanan sosial akan dilakukan melalui alokasi sumberdaya hutan yang dikuasai negara kepa-da masyarakat sebagaimana diatur kepa-dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup kepa-dan Kehutanan Nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial (PS).

Peraturan ini menegaskan bahwa PS adalah “sistem pengelolaan hutan lestari yang dilakukan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahter-aannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Ke-hutanan.” Melalui kebijakan ini Pemerintah ingin : (a) menciptakan dan mempercepat pemer-ataan akses dan distribusi aset sumberdaya hutan;(b) menyelesaikan konflik tenurial di kawasan hutan; dan (c) mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan.

Kendala Pelaksanaan

Menurut Wiratno (2016), target PS Pemerintah itu setara 10% dari keseluruhan kawasan hutan negara. Kemampuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) saat ini, merujuk data 2010-2014 dan pada 2015-Juli 2016, nyatanya hanya mampu menyerahkan hak kelola dan/atau izin seluas 200.000-300.000 hektar/tahun. Artinya, target rata-rata 2,5 juta hek-tar/ tahun pada periode 2015-2019 sudah pasti tidak akan tercapai. Belum lagi adanya hambat-an pendhambat-anahambat-an program, baik di tingkat Pemerintah maupun pada masyarakat.

Berbagai hasil kajian tentang pelaksanaan program PS selama ini juga menunjukkan bahwa lambannya realisasi pemberian izin juga berpangkal dari sedikitnya kelompok masyarakat—dan desa—yang mampu dan siap mengajukan permohonan sebagai penyelenggara salah satu

Penggiat pada Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (ARuPA), Yogyakarta

1

Antropolog, peneliti pada Lingkar Pembaruan Desa dan Agraria (KARSA), Yogyakarta

2

!1

POLICY

BRIEF

APRIL 2017

KONSORSIUM SATUNAMA

INSTITUSIONALISASI PENGELOLAAN HUTAN DESA

(2)

KONSORSIUM SATUNAMA MEMPERCEPAT PERHUTANAN SOSIAL

ma PS itu. Kendala-kendala itu antara lain : a) Perhutanan Sosial selama ini hanya menjadi uru-san sektoral Kementerian LHK beserta jajarannya di bawah, sehingga anggaran dan perangkat kerja terbatas; b) Pengelola hutan tingkat tapak yaitu Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) secara kualitas dan kuantitas jauh dari kecukupan; c) Kurangnya sosialisasi kebijakan PS pada level masyarakat dan desa, sehingga inisiatif usulan dari masyarakat dan desa mustahil di harapkan; d) Masih diperlukannya pendampingan kepada masyarakat dan desa tentang rencana kelola hutan serta hal teknis lainnya.

UU Desa dan Konflik Tenurial

Dipenghujung tahun lalu, Presiden telah menyerahkan surat keputusan tentang pengakuan hutan adat pada 9 komunitas masyarakat adat. Luas hutan yang diserahkan itu sekitar 13.500 ha, yang akan dinikmati oleh sekitar 5.000 keluarga. Pada masa sebelumnya, khususnya sejak reformasi 1998, sudah ada pula pengakuan pada hutan adat seluas 15.000 ha. Data-data ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program PS belum memiliki strategi implementasi untuk penyelesaian persoalan yang tepat dan cepat. Padahal, masalah yang dihadapi bukanlah masalah kecil. Pada tahun 2014 saja, Konsorsium Pembaruan Agraria mencatat sedikitnya terja-di 472 konflik agraria dengan luasan mencapai 2.860.977,07 hektar. Konflik ini melibatkan seterja-dik- sedik-itnya 105.887 kepala keluarga (KK).

Selain itu, menurut catatan Kementerian Kehutanan (kala itu) dan Badan Pusat Statistik (2007 & 2009), dari sekitar 73.000 desa, 31.957 desa di antaranya berada di dalam dan sekitar kawasan 3

hutan yang diklaim sebagai hutan negara. Itu artinya, terdapat konflik tata batas antara desa dan kawasan hutan. Akibatnya, fasilitasi pembangunan di desa-desa yang bersangkutan relatif ter-batas. Maka tidaklah heran jika hampir seluruh desa-desa dimaksud tergolong sebagai desa miskin.

PS sebagai peluang pemberdayaan desa

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pada Pasal 26 ayat (2) butir j., disebutkan bahwa, dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa berwenang mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kese-jahteraan masyarakat desa. Di samping itu, pada Pasal 76 ayat (1) disebutkan pula bahwa Aset Desa, antara lain berupa hutan milik desa.

Merujuk pada dua pengaturan ini maka, dalam rangka menyelesaikan konflik tata batas atara desa dan kawasan hutan sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan, Pemerintah bisa mempercepat pelaksanaan PS. Khusus-nya dalam bentuk program hutan desa dan juga hutan adat melalui penetapan desa adat yang masih terancam mandul (Zakaria, 2015 & 2017). 4

Kecuali dapat mencapai target program, cara ini sekaligus juga akan mempercepat pelaksanaan program PS itu sendiri dan sekaligus menyelesaikan konflik tata batas desa dan hutan. Andai saja untuk 33.000 desa yang memiliki konflik tata batas itu dapat dialokasikan masing-masing 100 ha saja, maka pelaksanaan program hutan desa ini akan mampu direalisasikan pada 3.300.000 ha, atau sekitar 25% dari target program PS secara keseluruhan. Jika masing-masing dialokasikan 1.000 ha, maka realisasi reforma agraria akan menjadi dua kali lipat dari target. Apalagi jika ada political will merealisasikan nomenklatur desa adat versi UU Desa.

Dikutip dari Komnas HAM, tt. Inkuiri Nasional Komnas HAM tentang Hak Masyarakat Hukum Adat Atas

3

Wilayahnya di KAwasan Hutan. Temuan dan Rekomendasi untuk Perbaikan Hukum dan kebijakan. Jakarta: Komnas HAM.

Lihat https://www.academia.edu/17407078/Desa_Adat_Nomenklatur_Strategis_yang_Terancam_Mandul

4

; dan https://www.academia.edu/32234807/Mempercepat_Reforma_Agraria

(3)

KONSORSIUM SATUNAMA MEMPERCEPAT PERHUTANAN SOSIAL

Perhutanan Sosial di Kabupaten Merangin

Jumlah desa di Kabupaten Merangin adalah 205, yang dihuni oleh 365 ribu jiwa. Di antara 205 desa tersebut terdapat 17 desa lokasi PS dengan luas + 45.000 hektar. Angka ini tertinggi jika dibandingkan dengan kabupaten yang lain di Provinsi Jambi. Oleh karena itu dapat dimaklumi jika pada tahun 2014 kabupaten Merangin memperoleh indeks tertinggi tata kelola hutan se Provinsi Jambi.

Meski begitu, ketujuhbelas lokasi PS itu menhadapi sejumlah permasalahan yang jika tidak di-atasi dapat menghambat pencapaian tujuan program PS. Sebagai contoh, Hutan Desa dan Adat di Kecamatan Muara Siau dan Pangkalan Jambu masih terkendala (belum dapat beroperasi penuh) karena belum keluarnya izin Hak Pengelolaan Hutan Desa. Persoalan lain yaitu belum optimalnya pengelolaan potensi Hutan Desa dan Adat bagi kesejahteraan masyarakat serta ke-lestarian hutan. Semisal potensi buah kepayang belum dimaksimalkan pengolahannya, yang sebenarnya dapat diolah menjadi virgin oil yang memiliki manfaat bagi perkembangan otak anak.

Saat ini, Konsorsium Satunama dengan dukungan pendanaan dari MCA Indonesia dan MCC tengah mendampingi lima desa tersebut untuk mengoptimalkan Pengelolaan Hutan Desa dan Adat. Lima desa tersebut yakni Desa Lubuk Beringin, Lubuk Birah, Durian Rambun, Tiaro, dan Birun. Konsorsium Satunama sendiri terdiri dari Yayasan Satunama, ARuPA, G-cinDe, dan Un-versitas Mercu Buana Yogyakarta. Program yang dijalan bertajuk “Institusionalisasi Pengelolaan Hutan Desa: Penguatan pelembangaan pengelolaan Hutan Desa di tingkat lokal melalui realisasi UU Desa”.

Dalam program konsorsium, terdapat tiga strategi yang dijalankan, antara lain: pertama, mengin-tegrasikan pengelolaan Hutan Desa dan Adat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes); kedua, mengoptimalkan pengolahan buah kepayang (pangium edule) kopi ser-ta jahe; ketiga, melakukan restorasi lahan. Strategi tersebut pada muaranya adalah untuk men-jadikan pemerintah desa dan masyarakat desa sebagai aktor utama dalam pengelolaan hutan. Dalam rangka mempercepat pelaksanaan program PS, kelima Desa tersebut saat ini telah memasukkan beberapa kegiatan pengelolaan hutan desa dan adat dalam RPJMDes tahun 2017-2021.

Pengembangan PS di Kabupaten Merangin merupakan bagian dari kategori pemberdayaan masyarakat desa. Dalam hal prosentase belanja desa pada APBDes masuk dalam kategori penggunaan anggaran minimal 70 persen. Dalam konteks Kabupaten Merangin, Perhutanan Sosial juga dapat dimasukkan dalam prioritas pembangunan sekaligus dalam RPJMDes, RKPDes, dan APBDes.

Hal ini diperkuat dengan Peraturan Menteri Desa Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmi-grasi (Permendes PDDT) nomor 1 tahun 2015 pasal 9 tentang Bidang Pembangunan Desa an-tara lain: Pengembangan ekonomi lokal desa dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkun-gan desa. Dalam pasal 14, Pembangunan Desa juga meliputi fasilitasi kelompok tani. Sehingga Desa sangat berpeluang untuk mengambil posisi sebagai garda terdepan dalam pemberdayaan masyarakat dan pemanfaatan sumberdaya hutan secara berkelanjutan melalui alat yang kita se-but PS.

Masalahnya kemudian, masih ada keragu-raguan Pemerintah Desa dan masyarakat untuk me-manfaatkan peluang PS sebagai upaya memperbesar aset desa. Pemerintah Desa saat ini belum melihat hutan yang senyatanya terbagi habis dalam wilayah administrasi Desa, sebagai aset desa. Hal ini merupakan buah dari pemisahan antara desa dan hutan sejak jaman kolonial Belanda. Keragu-raguan itu juga ditopang oleh kebaruan kewenangan Desa yang belum semua Pemerintah Desa memahami. Selain itu, rendahnya kapasitas masyarakat dan pemerintah desa dalam hal perencanaan pengelolaan hutan masih menjadi persoalan serius. Oleh karena itu, Pe-merintah harus turun tangan untuk menjadikan PePe-merintah Desa dan masyarakat mampu men-gelola hutan.

(4)

KONSORSIUM SATUNAMA MEMPERCEPAT PERHUTANAN SOSIAL

Payung hukum peran Pemerintah Kabupaten dan Desa

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial menyatakan bahwa “Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi Pemegang HPHD, IUPHKm, IUPHHK-HTR, Kemitraan Kehutanan dan Pemangku Kehutanan (Pasal 61 ayat 1)”. “Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitasi pada tahap usulan permoho-nan, penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas termasuk manajemen usaha, pemben-tukan koperasi, tata batas areal kerja, penyusunan rencana pengelolaan hutan desa, rencana kerja usaha, dan rencana kerja tahunan, bentuk-bentuk kegiatan kemitraan kehutanan, pembi-ayaan, pasca panen, pengembangan usaha dan akses pasar” (Pasal 61 ayat 2).

Amanat tersebut tentu sejalan dengan peran Pemerintah Kabupaten sebagaimana diatur dalam Dalam Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Antara lain dinyatakan bahwa, dalam bidang pemberdayaan masyarakat dan Desa, Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota berwenang untuk menyelenggarakan Penataan Desa; Fasilitasi kerjasama antar Desa dalam satu Kabupaten; Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan administrasi pemerinta-han Desa.

Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, jajaran pemerintah di atas Pemerintah Desa berkewajiban membina dan mengawasi (ps. 112 UU Desa). Secara spesifik dalam pasal 115 UU Desa, dinyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang salah satunya antara lain: Melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa; Melakukan pembinaan dan pengawasan penye-lenggaraan Pemerintahan Desa; Melakukan upaya percepatan pembangunan perdesaan; dan Melakukan upaya percepatan Pembangunan Desa melalui bantuan keuangan, bantuan pen-dampingan, dan bantuan teknis.

Program PS dalam konteks penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan bagian dari Pem-bangunan Desa yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pem-bangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta peman-faatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan (ps. 78 ayat 1 UU Desa).

Dengan argumentasi hukum tersebut di atas, maka Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota pada sisi legalitas tercukupi untuk mengeluarkan kebijakan tentang pelaksanaan PS di kabupat-en Merangin. Percepatan Pelaksanaan PS memerlukan kebijakan politis Kepala Daerah Kabu-paten Merangin dalam bentuk “Surat Edaran tentang Percepatan Program Perhutanan Sosial di Kabupaten Merangin”, yang detail isinya akan dikembangkan kemudian.

Dengan peran Pemerintah Kabupaten yang demikian itu maka aspirasi masyarakat Merangin yang ingin meningkatkan kesejahteraan ekonomi sekaligus melestarikan hutan dapat segera terwujud.***

!

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata total leukosit sapi bali yang diinfeksi telur Taenia saginata secara eksperimental (6.92 x 10 3 /μl) lebih tinggi

Peternak berpendapatan tinggi, sedang maupun rendah yang telah mengadopsi biogas juga tidak menyebarkan biogas tersebut untuk diadopsi peternak lain karena

Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kutai Timur merupakan instansi daerah yang berorientasi kepada urusan Kepegawaian di Lingkungan kabupaten Kutai Timur, dalam

Tujuan dari Memorandum Saling Pengertian (selanjutnya disebut sebagai "MSP") ini adalah sebagai kerangka kerja sama diantara Para Pihak termasuk namun tidak terbatas

Bahkan meskipun telah inkrahnya Putusan MK 35 yang menyatakan bahwa hutan adat adalah hutan hak, sehingga bukan hutan negara, masih banyak terjadi konflik hutan adat dengan negara

Pelayanan Terpadu adalah serangkaian kegiatan untuk melakukan perlindungan bagi anak korban kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran yang dilaksanakan

Kekuatan yang dimiliki oleh Rumah Cup∙Cakes & BBQ adalah produk yang bermutu, variasi akan makanan dan minuman yang ditawarkan dan SDM yang berkualitas yang

Hutan Lindung Sungai Manggar yang terletak di Kelurahan Karang Joang Kecamatan Balikpapan Utara dan Kelurahan Manggar, Kelurahan Lamaru dan Kelurahan Teritip Kecamatan