• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM PROPIONAT TERHADAP ANGKA LEMPENG TOTAL DAN MUTU KIMIA BUBUK KEDELAI SEBAGAI MINUMAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM PROPIONAT TERHADAP ANGKA LEMPENG TOTAL DAN MUTU KIMIA BUBUK KEDELAI SEBAGAI MINUMAN SKRIPSI"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM PROPIONAT TERHADAP ANGKA LEMPENG TOTAL DAN MUTU KIMIA BUBUK KEDELAI SEBAGAI

MINUMAN SKRIPSI

Oleh : Dwi Haryati

H.0606012

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

ii

PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM PROPIONAT TERHADAP ANGKA LEMPENG TOTAL DAN MUTU KIMIA BUBUK KEDELAI SEBAGAI

MINUMAN Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Oleh : Dwi Haryati

H0606012

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

iii

P ENGARUH KONSENTRASI KALSIUM PROPIONAT TERHADAP ANGKA LEMPENG TOTAL DAN MUTU KIMIA BUBUK KEDELAI

SEBAGAI MINUMAN

yang dipersiapkan dan disusun oleh Dwi Haryati

H0606012

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 23 Juli 2010

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Ketua

Ir. MAM. Andriani, MS

NIP. 19500525 198609 2 001

Anggota I

Godras Jati Manuhara, S.TP

NIP. 19810330 200501 1 001

Anggota II

Edhi Nurhartadi, S.TP., MP, NIP 19760615 200912 1 002

Surakarta, Januari 2010 Mengetahui

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini sebagai syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Konsentrasi Kalsium Propionat Terhadap Angka Lempeng Total dan Mutu Kimia Bubuk Kedelai sebagai Minuman” ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Ir. Kawiji, MP. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ir. MAM. Andriani, MS selaku pembimbing utama skripsi yang telah berkenan untuk berbagi ilmu, memberi arahan, serta saran demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

4. Godras Jati Manuhara, STP selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan, dan membantu penulis dalam segala hal yang berkaitan dengan penelitian ini.

5. Edhi Nurhartadi, S.TP,MP selaku dosen penguji. 6. Ir. Windi Atmaka MP, selaku Pembimbing Akademik.

7. Ibu Sri Liswardani, Pak Slameta, Pak Giyo, Pak Joko, terima kasih banyak atas segala bantuannya.

8. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya selama masa perkuliahan penulis

(5)

v

10.Orang tua penulis, atas nama yang senantiasa disebut dalam setiap doa yang terucap, dan atas aliran kasih sayang serta motivasi yang begitu luar biasa. Kakak ku satu-satunya, makasih mas.

11.Sahabat2 dan teman2 ku, Sinta, Ratna, Fitri, Frika,Vivin, Dika, Tya, Firlia, Nanda, Fuad, Ndaru, Devi, Bara, makasi ya atas bantuan dan spiritnya selama penelitian. Serta keluarga besar GE’B06 thx a lot, senang bisa mengenal dan menjadi bagian dari kalian.

12.Omah Putih, terimakasih telah menjadi tempat berteduh selam 4 tahun di solo, senang menjadi bagian dari OP lover’s yang begitu heterogen.

13.Seluruh Pengurus HIMAGHITA, keluarga KKT THOEKOEL, banyak cerita yang terukir, pengalaman, dan pelajaran organisasi yang penulis tak bisa dapatkan di kelas perkuliahan.

14.Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang mendukung dari semua pihak untuk kesempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya

Surakarta, 23 Juli 2010

(6)

vi DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

RINGKASAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Perumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... 4

D.Manfaat Penelitian ... 5

II. LANDASAN TEORI... 6

A.TINJAUAN PUSTAKA ... 6

1. Kedelai ... 6

2. Komposisi Kimia Biji Kedelai ... 7

3. Bubuk Kedelai... 11

4. Enzim Lipoksigenase ... 12

5. Peranan Enzim Lipoksigenase dan Pengaruhnya dalam 6. pembentukan Flavor (bau langu) ... 15

7. Inaktivasi Enzim Lipoksigenase……….. 16

8. Senyawa Antigizi Kedelai……….. 17

9. Bahan Pegawet Makanan………18

10.Kerusakan Bahan Makanan……… 20

(7)

vii

C. Hipotesis... 23

III. METODE PENELITIAN ... 24

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

B. Bahan Penelitian ... 24

C. Alat Penelitian... 25

D. Tahapan Penelitian... 25

1. Pembuatan Bubuk Kedelai dengan Penambahan Kalsium Propionat ... 25

2. Analisis Angka Lempeng Total dan Mutu Kimia Bubuk Kedelai ... 28

3. Analisis Organoleptik Bubuk Kedelai ... 28

4. Analisis Kandungan Proksimat ... 28

E. Rancangan Percobaan ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Analisis Angka Lempeng Total... 30

B. Analisis Angka Asam ... 33

C. Analisis TBA ... 35

D. Analisis Organoleptik ... 37

E. Analisis Proksimat Bubuk Kedelai dengan Penambahan Kalsium Propionat 3x% (b/b kedelai kupas) ... 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

A.Kesimpulan ... 46

B.Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Proksimat Biji Kedelai... 8

Tabel 2.2. Komposisi (% berat kering) Biji kedelai dan beberapa bagian bijinya .... 8

Tabel 2.3. Komposisi asam amino esensial pada protein kedelai ... 10

Tabel 2.4. Komposisi karbohidrat kedelai ... 11

Tabel 2.5. Aktivitas Relatif Enzim pada Berbagai Macam Sumber ... 13

Tabel 2.6. Bahan Pengawet yang Diizinkan Dalam Makanan... 19

Tabel 2.7. Aw untuk Pertumbuhan Mikrobia ... 21

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Biji Kedelai ... 7

Gambar 2.2. Skema reaksi oksidasi asam linoleat yang dikatalisis oleh enzim lipoksigenase ... 14

Gambar 3.1. Urutan Pembuatan Bubuk Kedelai dengan Penambahan Kalsium Propionat... 27

Gambar 4.1. Hasil Perhitungan Angka Lempeng Total... 31

Gambar 4.2. Hasil Perhitungan Angka Asam ... 34

Gambar 4.3. Hasil Perhitungan Thiobarbituric Acid (TBA) ... 36

Gambar 4.4. Hasil Pengujian Organoleptik Terhadap Aroma Bubuk Kedelai ... 39

Gambar 4.5. Hasil Pengujian Organoleptik Terhadap Warna Bubuk Kedelai ... 40

Gambar 4.6. Hasil Pengujian Organoleptik Terhadap Rasa Bubuk Kedelai ... 41

(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Pengujian Bubuk Kedelai sebagai Minuman ... 52 Lampiran 2. Hasil Analisis Statistik ... 57 Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian... 70

(11)

xi

PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM PROPIONAT TERHADAP ANGKA LEMPENG TOTAL DAN MUTU KIMIA BUBUK KEDELAI

SEBAGAI MINUMAN

Dwi Haryati1), MAM. Andriani2), Godras Jati Manuhara2)

1)

Mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Sebelas Maret

2)

Staff Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Sebelas Maret

RINGKASAN

Penambahan kalsium propionat pada bubuk kedelai yang digunakan sebagai minuman diharapkan mampu menurunkan angka lempeng total sekaligus mempertahankan mutu kimia. Penelitian ini memiliki empat tujuan. Pertama, mengetahui pengaruh konsentrasi kalsium propionat terhadap angka lempeng total bubuk kedelai. Kedua, mengetahui pengaruh konsentrasi kalsium propionat terhadap mutu kimia (angka asam dan TBA) bubuk kedelai. Ketiga, mengetahui konsentrasi kalsium propionat terbaik berdasar kesukaan panelis. Keempat, mengetahui kandungan proksimat bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat pada konsentrasi yang paling disukai.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan, yaitu P1 (Produk komersial ‘XX’), P2 (Kalsium propionat 1x%), P3 (Kalsium propionat 2x%), P4 (Kalsium propionat 3x%), dan (Kalsium propionat 4x%). Data angka lempeng total, mutu kimia (angka asam dan TBA), dan analisis organoleptik dilakukan analisa varian pada α=0,05 dan dilanjutkan dengan analisis DMRT, sedangkan untuk hasil proksimat dianalisis dengan T-test.

Penambahan kalsium propionat berhasil menurunkan angka lempeng total serta mempertahankan mutu kimia (angka asam dan TBA). Penambahan kalsium propionat 3x% memiliki angka lempeng total 3,429 (log cfu/gram), angka asam 0,124 dan nilai TBA 0,029. Hasil terbaik dari analisis organoleptik adalah penambahan kalsium propionat 3x%, yang memiliki kadar air (3,43%), kadar protein (46,90%), kadar lemak (23,02%), kadar karbohidrat (25,90%), serta kadar abu (4,18%).

(12)

xii

EFFECT OF CALCIUM PROPIONATE CONCENTRATION ON TOTAL PLATE COUNT AND CHEMICAL QUALITY OF SOYBEAN POWDER

AS A BEVERAGE

Dwi Haryati1), MAM. Andriani2), Godras Jati Manuhara2)

1)

University Student of Study Program Agricultural Product Technology, Sebelas Maret University

2)

Lecture of Agricultural Product Technology Departement, Sebelas Maret University

SUMMARY

The addition of calcium propionate into soybean powder which is used as a beverage is expected to reduce the total plate count while keeping the chemical quality. This study has four objectives. First, to determine the effect of calcium propionate concentration on total plate count. Second, to determine the effect of calcium propionate concentration on the chemical quality (acid value and Thio Barbituric Acid ). Third, to determine the optimal concentration of calcium propionate which is most preferred by panelists. Fourth, to determine the proximate content (moisture, protein, fat, carbohydrate, and ash) of soybean powder which is most preferred by panelist.

This research using Completely Randomized Design (CDR) with five different concentrations of Calcium propionate treatments. The treatments were respectively P1 (Commercial Product 'XX'), P2 (1x% calcium propionate), P3 (2x% calcium propionate), P4 (3x% calcium propionate %), and (4x% calcium propionate). Total plate count, chemical quality (acid value and Thiobarbituric acid ), and organoleptic test were analysis by ANOVA at α=0,05 and followed by Duncan’s Multiple Range Test, but proximate test was analysis by T-test.

The addition of calcium propionate succeeded in reducing the total plate count and maintain the chemical quality (acid value and TBA) of soybean powder. The addition of calcium propionate 3x% has a total plate count 3.429 (log cfu/g), acid value 0.029 and TBA value 0.124. Based on the organoleptic analysis, it was known that the best treatment was the addition of calcium propionate 3x% which is has a water content (3.43%), protein content (46.90%), fat content (23.02%), carbohydrate content (25.90%), and ash content (4.18%).

(13)

xiii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Protein merupakan bahan pembangun tubuh utama dan terpenting yang dibutuhkan makhluk hidup untuk pertumbuhan, perkembangan, dan mengganti sel-sel tubuh yang rusak. Sumber protein dapat diperoleh dari bahan nabati dan hewani. Kebutuhan rata-rata protein penduduk Indonesia menurut standar yang diizinkan adalah 55 gram/hari untuk setiap orang, terdiri atas 43 gram protein nabati dan 12 gram protein hewani (Winarno, 1984 dalam Prasetya, dan Vina Monica, 2004).

Salah satu sumber protein nabati yang kaya protein adalah kedelai dan merupakan sumber protein yang paling murah di dunia. Di samping menghasilkan minyak dengan mutu yang baik, kedelai banyak mengandung unsur dan zat-zat makanan penting, seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan serat. Jenis olahan kedelai yang lazim dikenal di Indonesia adalah tempe, tahu, oncom, kecap, susu kedelai, dan bubuk kedelai.

Bubuk kedelai merupakan bubuk yang dibuat dari kedelai, yang secara umum melalui beberapa tahapan proses yaitu penghilangan kulit ari, pencucian, perendaman, pengukusan, pengeringan, dan penggilingan sampai didapatkan bubuk kedelai yang halus. Bubuk kedelai mempunyai keistimewaan, antara lain kandungan zat-zatnya hampir sama besar dengan kedelai kering (Khotimah, 2003).

Meskipun demikian, bubuk kedelai hasil pengolahan ini mempunyai flavor

yang tidak disukai, dikenal dengan beany flavor. Beany flavor merupakan flavor

intrinsik yang disebabkan oleh kerusakan oksidatif asam lemak tidak jenuh di bawah pengaruh aktivitas enzim lipoksigenase. Pada beberapa penelitian sebelumnya (Wilkens, 1967 dan Nelson, 1976) telah ditemukan beberapa metode yang dapat digunakan untuk inaktivasi enzim lipoksigenase penyebab beany

(14)

xiv

HCl, serta perendaman di dalam larutan Natrium bikarbonat (NaHCO3).

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, metode perendaman di dalam larutan Natrium bikarbonat (NaHCO3) dianggap paling efektif mengurangi beany

flavor sekaligus mempertahankan protein yang terkandung di dalam kedelai

(Nelson, 1976).

Bubuk kedelai merupakan bahan pangan yang kaya akan berbagai komponen gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin dan air. Mengingat komponen gizi yang ada di dalamnya, maka bubuk kedelai merupakan media yang cukup menunjang bagi pertumbuhan berbagai macam mikroba. Dengan demikian, bubuk kedelai dapat digolongkan dalam bahan pangan yang rentan terhadap kerusakan akibat aktivitas mikroba (bakteri, khamir, dan kapang) yang pada akhirnya dapat mempengaruhi mutu kimia bubuk kedelai yang dihasilkan.

Beberapa strain Aspergillus flavus memang dapat mengkontaminasi berbagai hasil pertanian termasuk kedelai. Persentase kedelai yang terkontaminasi jamur Aspergillus flavus atau Aspergillus parasiticus di Indonesia antara 2-14% (Anonim, 2003). Selain itu, berdasarkan uji yang telah dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap bubuk kedelai dari beberapa merk (Priyantono, 2009), telah diketahui bahwa angka lempeng total produk akhir masih berada dalam jumlah yang tinggi. Oleh karena itu, perlu adanya penambahan bahan antimikroba untuk mengurangi jumlah cemaran mikroba, yang pada akhirnya juga dapat mempengaruhi daya simpan bubuk kedelai. Kalsium propionat merupakan bahan pengawet tambahan yang direkomendasikan untuk produk tepung-tepungan, termasuk juga bubuk kedelai (Davidsons, 2005).

(15)

xv

Winarno (1980) bahwa penambahan natrium benzoat, asam propionat dalam bahan makanan akan terurai menjadi bentuk aktif yaitu asam propionat tidak terdisosiasi. Asam propionat tersebut menginaktifkan enzim dehidrogenase yang diperlukan mikroba untuk metabolisme karbohidrat dan asam lemak sehingga aktivitasnya terhambat, selain itu menurut Tranggono (1988), pada konsentrasi rendah, kalsium propionat tidak mempengaruhi bau dan rasa bahan yang diawetkan. Di dalam tubuh, pengawet ini dapat mengalami metabolisme seperti asam lemak yang lain sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh.

Namun, selain berpengaruh pada mutu mikrobiologis, penambahan kalsium propionat diduga dapat mempengaruhi mutu kimia susu bubuk kedelai. Menurut Zimmerman dan Snyder (1974), adanya ion Ca++ dapat menghambat aktivitas enzim Lipoksigenase I yang sifatnya tahan terhadap panas, tetapi memacu aktivitas enzim Lipoksigenase II yang bersifat tidak tahan terhadap panas. Akan tetapi, dalam konsentrasi berlebih akan menghambat aktivitas Lipoksigenase II. Dengan demikian, perlu dilakukan inaktivasi Lipoksigenase II sebelum penambahan kalsium propionat. Inaktivasi ini dapat dilakukan dengan merendam kedelai dalam larutan Natrium bikarbonat dengan suhu perendaman 500C.

Menurut Ketaren (1986), kerusakan bahan pangan berlemak juga dapat dipengaruhi oleh adanya katalis logam dalam bahan tersebut. Katalis logam tersebut dapat mempersingkat proses induksi (yaitu jangka waktu mulai terjadinya proses oksidasi sampai timbulnya bau tengik), mempercepat rantai reaksi initiation, propagation, dan termination dalam proses oksidasi lemak. Dengan demikian, penambahan kalsium propionat diduga berpengaruh terhadap hasil oksidasi lemak yang dihasilkan. Proses dekomposisi lemak dapat menghasilkan beragam senyawa asam, aldehid, keton, alkohol dengan berat molekul rendah dan bersifat volatil dengan aroma tengik (rancid). Terbentuknya berbagai senyawa dengan berat molekul rendah ini mengindikasikan tingkat kerusakan lemak dalam bahan pangan yang dapat dilihat dari nilai angka asam

(16)

xvi

Penambahan kalsium propionat dalam air perendaman dilakukan dengan berbagai konsentrasi antara lain 1x%; 2x%; 3x% dan 4x% (b/b kedelai kupas). Selain itu, dilakukan pembandingan dengan produk komersial (‘XX’) yang dibuat dengan metode Priyantono (2009). Dari penelitian ini nantinya akan diperoleh konsentrasi kalsium propionat yang optimal, sehingga dapat menurunkan angka lempeng total. Selain itu, akan diperoleh bubuk kedelai yang dapat diterima konsumen.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh penambahan kalsium propionat terhadap angka lempeng total dan mutu kimia (angka asam dan TBA) bubuk kedelai?

2. Berapakah konsentrasi kalsium propionat yang optimal untuk menurunkan angka lempeng total dan mempertahankan mutu kimia (angka asam dan TBA) bubuk kedelai?

3. Berapa konsentrasi terbaik penambahan kalsium propionat pada bubuk kedelai berdasarkan kesukaan panelis?

4. Bagaimana kandungan proksimat (kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar abu) bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat pada konsentrasi yang paling disukai?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh penambahan kalsium propionat terhadap angka lempeng total dan mutu kimia (angka asam dan TBA) bubuk kedelai.

(17)

xvii

3. Mengetahui konsentrasi terbaik penambahan kalsium propionat pada bubuk kedelai berdasarkan kesukaan panelis.

4. Mengetahui kandungan proksimat (kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar abu) bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat pada konsentrasi yang paling disukai.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Diharapkan kalsium propionat yang ditambahkan dapat menurunkan angka lempeng total dan mempertahankan mutu kimia yang terdapat pada bubuk kedelai.

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah yang dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang pengaruh penambahan kalsium propionat dan konsentrasi yang tepat dalam penggunaanya pada produk bubuk kedelai sebagai minuman.

(18)

xviii

II. LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kedelai

Kedelai (Glycine max L) adalah tanaman semusim yang biasa diusahakan pada musim kemarau, karena tidak memerlukan air dalam jumlah besar. Umumnya kedelai tumbuh di daerah dengan ketinggian 0 sampai 500 meter dari permukaan laut. Menurut Ketaren (1986), dalam sistematika (taksonomi), kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Polypetales

Famili : Leguminosae (Papilionaceae) Sub-famili: Papilionoideae

Genus : Glycine

Species : Glycine max (L) Merill

Menurut Budisantoso (1994) dalam Harjanti (2006), terdapat empat jenis kedelai, yaitu sebagai berikut:

a. Kedelai kuning: kedelai yang kulit bijinya berwarna kuning, putih atau hijau, yang bila dipotong melintang memperlihatkan warna kuning pada irisan keping bijinya, yang biasanya dijadikan susu.

b. Kedelai hitam: kedelai yang kulit bijinya berwarna hitam.

c. Kedelai hijau: kedelai yang kulit bijinya berwarna hijau, yang bila dipotong melintang memperlihatkan warna hijau pada irisan keping bijinya.

(19)

xix

Komoditas kedelai (Glycine max) merupakan salah satu jenis tanaman penting yang telah lama dibudidayakan di Indonesia. Kedelai yang termasuk dalam kategori tanaman palawija merupakan salah satu sumber protein nabati yang cukup penting dalam upaya mengatasi KKP (kekurangan kalori dan protein), karena mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap. Tanaman kedelai ternyata dapat dikembangkan dengan baik di daerah kering. Pembudidayaan di lahan persawahan biasa dilakukan sebagai salah satu rotasi (pergiliran) tanaman setelah tanaman padi (Anonim, 2003).

Penggunaan kedelai sebagai bahan makanan memang menarik karena kandungan proteinnya yang tinggi, kurang lebih 40%, merupakan yang tertinggi di antara jenis kacang-kacangan (Ilyas, dkk, 1973). Selain kaya protein, kedelai juga mengandung lemak, dan karbohidrat. Komposisi kimia kedelai bervariasi tergantung varietas, tingkat kemasakan biji, cara budidaya dan keadaan lingkungan tumbuh (Sumarno dan Hartono, 1983).

Gambar 2.1. Biji Kedelai

Kedelai berbentuk hampir bulat dengan panjang dapat mencapai lebih dari 12 mm. Struktur utama kedelai terdiri dari kulit biji (8%) dan kotiledon (90%). Bagian lainnya yaitu hipokotil dan plumule (2%) (Wolf dan Cowan, 1977).

(20)

xx

(21)

xxi

Komponen utama dari protein cadangan kedelai akan sangat berpengaruh terhadap mutu dari produk pangan yang dihasilkan. Globulin merupakan protein yang terpenting dari kedelai. Protein ini tidak larut dalam air, tetapi akan larut dengan penambahan seperti natrium klorida dan kalsium klorida. Globulin larut dalam garam encer di atas atau di bawah titik isoelektrisnya. Kelarutan minimum protein kedelai terjadi pada pH sekitar 3,75-5,25. Sedangkan kelarutan maksimum pada sisi asam sekitar 1,5-2,5 dan sisi basa pada pH 6,8 (Pearson, 1983).

Kelarutan protein dalam air merupakan fungsi pH. Jika asam atau basa ditambahkan pada air yang digunakan untuk mengekstrak maka ± 85% protein kedelai dapat terekstrak. Ketika dilakukan penambahan alkali, maka kelarutan akan meningkat 5-10%, tetapi penambahan asam akan menurunkan kelarutan potein dan mencapai minimal pada pH 4,2-4,6, yaitu daerah isoelektrisnya. Namun demikian, kelarutannya akan meningkat kembali pada pH di bawah titik isoelektrisnya (Wolf dan Cowan, 1977).

Protein kedelai sangat peka terhadap perlakuan fisik dan kimia misalnya pemanasan dan perubahan pH dapat menyebabkan perubahan sifat fisik protein seperti kelarutan, viskositas dan berat molekul. Perubahan-perubahan pada protein ini memainkan peranan sangat penting pada pengolahan pangan (Snyder and Kwon, 1987).

Di antara beberapa protein yang dikenal, kedelai mengandung asam amino esensial yang paling lengkap meskipun kandungan asam amino bersulfur merupakan asam amino pembatas. Komposisi asam amino protein kedelai ditunjukkan pada Tabel 2.3.

(22)

xxii biji kedelai 85% dari jumlah tersebut terdiri dari asam lemak tidak jenuh, sedangkan 15% adalah asam lemak jenuh.

Menurut Somaatmaja (1964) dalam Kadang (2003), kadar lemak kedelai tidak begitu tinggi, tetapi nilai gizinya untuk kesehatan tinggi dan mengandung asam lemak yang paling lengkap susunannya. Kandungan minyak dan komposisi asam lemak di dalam kedelai dipengaruhi oleh varietas dan ikim tumbuh.

Karbohidrat merupakan polisakarida aldehid atau keton. Karbohidrat pada biji kedelai merupakan komponen penyusun kedelai terbesar kedua yang terdiri dari dua fraksi yaitu fraksi terlarut dan fraksi tidak larut. Fraksi karbohidrat yang dapat larut air kira-kira 10% terdiri dari 5% sukrosa, 5% rafinosa dan 4% stakhiosa, sedangkan fraksi yang tidak larut air adalah hemiselulosa, selulosa, lignin, pektin dan karbohidrat komplek (Wolf dan Cowan, 1977).

(23)

xxiii Sumber : Wolf and Cowan, (1977)

Menurut Shlunke (1985) dalam Darmawati (2004), kandungan vitamin pada kedelai terdiri dari thiamin, riboflavin, niasin dan karoten, namun tidak mengandung vitamin C, vitamin A, Vitamin B12 dan vitamin A. Selain kandungan vitamin, kedelai juga merupakan sumber mineral yang baik yaitu, Ca, Fe, Cu, Mg dan Na. Na berfungsi sebagai diuretik untuk mengontrol hipertensi dan juga terdapat unsur P dalam bentuk fitat. Selain itu, kedelai merupakan sumber asam folat yang baik.

3. Bubuk Kedelai

Bubuk kedelai digunakan sebagai minuman segar, karena mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi. Kadar protein bubuk kedelai lebih tinggi daripada whole milk maupun skimmed milk. Apabila ditinjau dari segi kadar protein saja maka bubuk kedelai dapat digunakan untuk mengganti susu sapi (Margono, dkk 2000).

(24)

xxiv

yaitu bubuk kedelai berlemak penuh dan bubuk kedelai berlemak rendah. Bubuk kedelai berlemak penuh terbuat dari kedelai utuh, sedangkan bubuk kedelai berlemak rendah terbuat dari bungkil kedelai (Anonim,2009).

Minuman berprotein dengan bahan dasar kedelai untuk digunakan sebagai pelengkap nutrisi telah dikenalkan di berbagai negara beberapa tahun lalu, dan sebagian besar tingkat penerimaan terhadap produk ini hanya sukses kecil. Perkembangan baru dari minuman berprotein yang didasarkan pada kedelai utuh atau bubuk kedelai berlemak penuh terlihat sangat memberikan harapan. Kesuksesan ini didasarkan oleh adanya inaktivasi lipoksigenase, enzim yang berhubungan dengan oksidasi lemak (Inglett dan Charalambous, 1979).

4. Enzim Lipoksigenase

Enzim lipoksidase dapat juga disebut Lipoksigenase dan dalam nomenklatur sistematiknya disebut linoleat oksigen oksidoreduktase EC 1.13.1.13. Karena sifatnya yang dapat merusak pigmen karoten, maka sering disebut juga karotenoksidase dan digunakan sebagai enzim pemutih. Selain enzim tersebut, pada kedelai juga ditemukan suatu enzim yang mampu mengoksidasi lemak tidak jenuh yang diberi nama lipoksidase. Kedua enzim tersebut identik (Winarno, 1983).

(25)

xxv

Siddiqi dan Tappel (1957) melaporkan bahwa lipoksigenase banyak dijumpai pada berbagai tanaman terutama golongan kacang-kacangan. Aktivitas relatif lipoksigenase dalam berbagai macam biji berbeda-beda tergantung sumbernya. Aktivitas relatif enzim lipoksigenase yang terdapat dalam berbagai macam sumber ditunjukkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Aktivitas Relatif Enzim pada Berbagai Macam Sumber elatif (%)

jau pri

ah

Sumber: Siddiqi dan Tappel (1957)

Enzim lipoksigenase merupakan enzim yang mampu mengkatalisis oksidasi asam lemak tak jenuh yang memiliki sistem ikatan rangkap cis-cis 1,4-pentadiena, seperti asam linoleat dan asam linolenat, reaksi oksidasi tersebut akan menghasilkan reaksi hidroperoksida asam lemak yang memiliki cis-trans diena konjugasi. Labuza dan Rasnarsan (1985) dalam Kanazawa, dkk (1987) mengemukakan bahwa hidroperoksida cepat terbentuk pada bahan-bahan berasam lemak tak jenuh tinggi yang sangat mudah bereaksi dengan oksigen terutama bila ada pengkatalisis seperti logam Fe atau enzim. Oleh karena itu terbentuknya senyawa peroksida menimbulkan masalah serius karena mudah terpecah menjadi aldehid, keton dan asam-asam yang dapat menyebabkan bau langu ataupun ketengikan.

(26)

xxvi

juga dapat diserang. Hasil utama oksidasi asam linoleat adalah isomer G-hidroperoksida dan 13-G-hidroperoksida. Menurut Fennema (1996), oksidasi asam linoleat dengan katalisis enzim lipoksigenase ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Theorell, et al. (1947) mengemukakan bahwa lipoksigenase pertama kali diisolasi dan dimurnikan dari kedelai. Lipoksigenase tersebar di alam dan banyak ditemukan pada tanaman dan hewan. Lipoksigenase terdapat dalam berbagai bentuk isozim yang berbeda secara signifikan pada berbagai faktor antara lain pH, spesifikasi terhadap subtrat, produk akhir, stabilitas panas dan kemampuannya dalam mendukung reaksi oksidasi. Dalam kedelai sendiri terdapat 3 isozim yaitu lipoksigenase 1,2,3, tetapi secara garis besar, lipoksigenase pada tanaman dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:

a. Lipoksigenase tipe I (lipoksigenase jenis 1 pada kedelai): mempunyai pH optimum 9 dan mempunyai kecenderungan yang kecil untuk melakukan reaksi oksidasi.

(27)

xxvii

Menurut Koch et al. (1958), sekurang-kurangnya ada dua macam enzim lipoksigenase yang terdapat pada kedelai, masing-masing enzim mempunyai spesifitas substrat yang berbeda. Jika substrat spesifitasnya asam linoleat dinamakan fatty acid lipoksigenase dan bila substrat spesifitasnya trilinoleat disebut trilinoleat lipoksigenase. Kedua macam enzim ini mempunyai aktivitas optimal pada pH yang berbeda yaitu masing-masing pH 8,5-9,0 untuk fatty acid lipoksigenase dan pH 5,5-6,5 untuk trilinoleat lipoksigenase.

Kedelai mengandung dua enzim lipoksigenase yang sifatnya berbeda, yang satu diaktifkan oleh ion kalsium sedang yang lain dihambat oleh ion kalsium (Winarno, 1983). Menurut Christopher, et al. (1969), dengan Disc Gelombang Electrophoresis kedua enzim tersebut diidentifikasi dari fraksi potein yang masing-masing mempunyai harga Rf 0,34 dan 0,25, kemudian dikenal dengan nama lipoksigenase I dan Lipoksigenase II.

Dua fraksi enzim lipoksigenase ini telah berhasil diuji aktivitasnya dengan adanya ion Ca ++. Ternyata dengan adanya ion Ca ++ dapat menghambat aktivitas enzim lipoksigenase I. Tetapi pada fraksi enzim lipoksigenase II, ion Ca++ justru dapat memacu kecepatan aktivitasnya. Penambahan ion Ca++ yang berlebihan akan menghambat aktivitas enzim lipoksigenase II (Zimmerman dan Snyder 1974).

5. Peranan Enzim Lipoksigenase dan Pengaruhnya dalam pembentukan Flavor (bau langu)

(28)

xxviii

Teroksidasinya asam linoleat menyebabkan ketersediaan asam linoleat pada bahan yang bersangkutan turun. Hal ini sangat merugikan karena asam linoleat merupakan salah satu asam lemak esensial bagi manusia (Fennema, 1976).

Sessa (1979) dalam Mohammad-Adnan (1980), mengemukakan bahwa reversion flavor disebabkan oleh dihasilkannya 2-n-pentilfuran dan

3-cis-heksanal dari oksidasi linoleat dan linolenat yang dikatalisis enzim lipoksigenase, tetapi kemudian dibuktikan oleh Chang (1979) dalam Muhammad-Adnan (1980), bahwa reversion flavor hanya dapat terjadi pada oksidasi asam linoleat yang menghasilkan cis dan trans 2-(1-pentil)-furan.

6. Inaktivasi Enzim Lipoksigenase

Menurut Hand et al. (1964), rendahnya penerimaan konsumen terhadap susu kedelai terutama disebabkan oleh flavor karakteristik yang dikenal dengan beany flavor. Flavor tidak disukai pada produk olahan kacang-kacangan disebabkan oksidasi asam lemak tidak jenuh yang dikatalis enzim lipoksigenase menjadi problem bagi pengembangan pengguna bahan-bahan tersebut sebagai sumber pangan nabati. Reaksi tersebut dapat berlangsung karena perlakuan dalam pengolahan yang memacu terjadinya kontak antara substrat dan enzimnya. Oleh karena itu berbagai usaha dilakukan untuk menekan aktivitas enzim lipoksigenase.

Usaha untuk menginaktifkan enzim lipoksigenase didasarkan pada sifat yang dimiliki oleh enzim tersebut. Salah satu sifat lipoksigenase adalah peka terhadap suhu dan pH. Beberapa cara perlakuan panas pada susu kedelai telah dilakukan, yaitu dengan perebusan atau pengukusan kedelai pada suhu 800C sebelum penghancuran atau pemanasan kedelai dengan cara ekstraksi (Ashraf dan Snyder, 1981)

(29)

xxix

dengan pH optimum masing-masing pada pH 8,3; 6,5 dan 6,5. Dalam pengujian L-1 dengan menggunakan asam linoleat di dalam buffer borat pH 9,0; L-2 menggunakan substrat asam arachidat di dalam buffer fosfat pH 6,8 dan L-3 menggunakan substrat asam linoleat di dalam buffer pH 6,8. Berdasar pengujian tersebut, diperoleh hasil bahwa L-1 lebih tahan terhadap inaktivasi dengan cara homogenisasi dan pemanasan daripada L-2 dan L-3. Total inaktivasi enzim lipoksigenase dicapai pada perendaman pH 8,5 dan suhu 50oC selama 2-4 jam.

Pengendalian pembentukan off-flavor pada hasil olahan kedelai adalah dengan menginaktifkan enzim lipoksigenase dengan panas, Christoper et al. (1970), melaporkan bahwa waktu paroh enzim lipoksigenase–1 pada pH optimum 9,0 adalah 25 menit dan enzim lipoksigenase-2, pH optimum 6,8 adalah 0,7 menit, masing-masing pada suhu 69oC. Menurut Borhan dan Snayder (1979), yang menguji isozim kedelai dengan kondisi yang sama dengan percobaan Christoper mendapatkan waktu paroh 15 menit dan 0,8 menit, masing-masing untuk enzim lipoksigenase-1 dan enzim lipoksigenase-2. dan diperoleh bahwa enzim lipoksigenase-1 lebih tahan terhadap panas daripada enzim lipoksigenase-2. Stabilitas maksimum untuk enzim lipoksigenase adalah sekitar pH 6 dan enzim akan menjadi lebih labil pada pH yang basa atau asam.

7. Senyawa Anti Gizi Kedelai

(30)

xxx

Senyawa anti gizi yang tidak tahan terhadap panas antara lain tripsin inhibitor, hemaglutinin, gastrogen, anti vitamin, anti mineral (fitat), sedangkan yang tahan terhadap panas yaitu saponin, estrogen, lisinoalanin, dan allergen (Liener, 1981)

Adanya senyawa antigizi dalam biji kedelai menyebabkan zat gizi dalam biji kedelai tidak dapat digunakan secara tepat oleh tubuh. Tripsin inhibitor dalam makanan menghambat aktivitas enzim tripsin dan khimotripsin sehingga kegunaan protein akan menurun. (Wolf dan Cowan 1977).

Perendaman kedelai menyebabkan terjadinya pengurangan kadar protein, terutama protein yang larut dalam air. Sebaliknya kadar asam amino bebas meningkat sampai 1,5 kali terhadap kadar asam amino awal setelah dilakukan perendaman selama 24 jam suhu 300C. Peningkatan kadar asam amino ini disebabkan oleh aktivitas mikroba (Kasmidjo, dkk 1988).

8. Bahan Pengawet Makanan

Definisi bahan pengawet menurut peraturan Menkes RI tahun 1979 adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh jasad renik. Bahan pengawet digunakan sebagai antioksidan, penghambat mikroba dan bahan pengasam pengikat. Bahan makanan yang rusak dapat menjadi masam atau cita rasanya tidak enak karena proses fermentasi, dan timbul rasa maupun bau tengik karena aktivitas bakteri pemecah lemak (Tranggono, dkk 1988).

(31)

xxxi

menjalankan fungsi pengawetnya walaupun makanan tersebut disimpan dalam udara terbuka pada suhu kamar.

Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga. Ada GRAS (Generally Recognize as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali. Jenis berikut adalah ADI (Acceptable Daily Intake) yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya untuk melindungi kesehatan konsumen. Jenis terakhir adalah zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi karena berbahaya seperti boraks, formalin dan rodhamin B. Berdasarkan Permenkes No 722/88 terdapat 25 jenis pengawet yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Walaupun termasuk kategori aman, tetapi pengawet tersebut harus digunakan dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. Pengawet-pengawet tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Bahan Pengawet yang Diizinkan Dalam Makanan

Bahan Pengawet Bahan Pengawet

Asam benzoate Kalsium sorbat

Asam Propionat Kalsium Benzoate

Asam Sorbat Natrium benzoate

Sulfur dioksida til p –hidroksi benzoate til p-hidroksi benzoate Natrium Sulfit

Kalium benzoate Natrium bisulfit

(32)

xxxii

disosiasi tidak memiliki efektivitas pengawetan. Bahan pengawet jenis ini efektif untuk menghambat pertumbuhan kapang pada roti dan hasil olahan tepung lainnya, tetapi tidak efektif menyerang khamir dan kurang aktif menyerang bakteri. Asam propionat dan garamnya (Na dan Ca) juga efektif untuk mencegah pembentukan rope pada roti. Garam natrium dan kalsium propionat berupa tepung berwarna putih dan sangat mudah larut dalam air. Kalsium/natrium propionat mempunyai efektivitas optimum sampai pH 5,0 walaupun dalam beberapa makanan mempunyai efektivitas sampai pH 6 atau sedikit lebih tinggi. Batas maksimum penggunaan asam propionat atau garamnya yang diperkenankan oleh Peraturan Menkes RI No. 235/Menkes/Per/VI/79 adalah 2 g/kg. Menurut Chichester dan Tanner (1992) dalam P Michel Davidson, et al. (2005), menyatakan bahwa penggunaan kalsium lebih disukai karena dapat memberikan kontribusi berupa pengayaaan mineral dalam produk.

9. Kerusakan Bahan Makanan

Proses perubahan kimia dan fisika di alam yang penuh dengan mikroba ini tidak lepas dari proses perubahan secara biologis. Demikian juga kerusakan makanan oleh mikroba hidup ini tidak lepas dari perubahan secara biologis. Kerusakan biologis adalah perubahan kimiawi struktur atau komposisi yang umumnya tidak dikehendaki, dan disebabkan oleh aktivitas organisme hidup seperti mikroba (Rahayu dan Sudarmadji, 1989).

(33)

xxxiii

pertumbuhannya. Karena mikroba hidup memerlukan air. Jumlah air di dalam bahan pangan menentukan jenis mikroba yang memiliki kesempatan untuk tumbuh.

Pertumbuhan mikroba erat kaitannya dengan jumlah air bebas dan kebutuhan mikroba terhadap air dinyatakan sebagai aktivitas air (AW). Setiap mikroba mempunyai Aw maksimal, optimum dan minimum untuk pertumbuhannya. Sedangkan untuk dapat tumbuh, mikroba harus mempunyai syarat Aw tertentu (Troller, 1978). Di bawah nilai Aw tersebut akan terjadi penundaan fase pertumbuhan sampai pada Aw tertentu mikroba tidak dapat tumbuh lagi. Pada Tabel 2.7. diunjukkan nilai Aw minimum sebagai syarat kehidupan berbagai golongan mikroba.

Tabel 2.7. Aw untuk Pertumbuhan Mikroba

Organisme Aw minimum

(34)

xxxiv

Kerusakan lemak dalam bahan makanan dapat terjadi selama proses pengolahan dan selama proses penyimpanan. Kerusakan lemak ini menimbulkan bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Tipe penyebab ketengikan dalam lemak dapat dibagi atas tiga golongan yaitu ketengikan oleh oksidasi, ketengikan oleh enzim, dan ketengikan oleh proses hidrolisa. Ketengikan oleh oksidasi dapat terjadi pada suhu kamar dan selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu kamar sampai pada suhu 1000C setiap 1 ikatan tidak jenuh dapat mengabsorbsi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil.

Peroksida ini dapat menguraikan radikal tidak jenuh yang masih utuh, sehingga terbentuk dua molekul persenyawaan oksida, dengan reaksi sebagai berikut

Peroksida labil dapat membentuk persenyawaan isomer, yaitu senyawa dihidroksi atau turunan dari α hidroksi keton, dengan reaksi sebagai berikut

-CH=CH- + O2 -CH-CH -CH-CH

O O O peroksida labil

O

-CH-CH- + -CH=CH- 2-CH-CH O O O

Peroksida labil Persenyawaan oksida

-CH-CH- -CH-CH- -CH(OH).CO-

O O OH OH CH2-CH.CHO

(35)

xxxv

Isomer yang terbentuk akan terurai menjadi persenyawaan aldehida dengan berat molekul lebih rendah, misalnya epyhidrin aldehida dan persenyawaan keton (Ketaren, 1986).

Ketengikan oleh enzim terjadi pada bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembaban tertentu sehingga merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tersebut dapat mengeluarkan enzim. Enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk peroksida.

Komponen zat berbau tengik dalam minyak selain dihasilkan dari proses oksidasi dan enzimatis, juga disebabkan oleh hasil hidrolisis lemak yang mengandung asam lemak jenuh berantai pendek. Asam lemak tersebut mudah menguap dan berbau tidak enak misalnya asam butirat, asam valerat, asam kaproat, dan ester alifatis yaitu metil nonil keton (Ketaren, 1986).

B. KERANGKA BERPIKIR

kedelai

Bubuk k Kalsium

(36)

xxxvi C. HIPOTESIS

(37)

xxxvii III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan CV. SAMBA Surakarta dalam jangka waktu ± 4 bulan.

B. Bahan dan Alat 1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Bahan Untuk membuat bubuk kedelai

Bahan yang digunakan untuk membuat bubuk kedelai adalah kedelai dari CV. SAMBA Surakarta yang diperoleh dari Wonogiri, air oksigen “AXOGY”, kalsium propionat, Natrium bikarbonat (NaHCO3).

b. Bahan yang digunakan untuk analisis:

1) Analisis angka lempeng total: bubuk kedelai, larutan NaCl 0,85%, media Plate Count Agar (PCA).

2) Analisis Protein: bubuk kedelai, H2SO4, CuSO4, NaOH, Zn, aquades,

HCl, Na2SO4, indikator phenolphthalein.

3) Analisis lemak: bubuk kedelai, petroleum benzene.

4) Analisis angka asam: bubuk kedelai, alkohol 95%, KOH 0,1N, indikator phenolphthalein.

5) Analisis TBA: bubuk kedelai, aquades, HCl 4M, reagen TBA. 6) Analisis abu: bubuk kedelai.

7) Analisis kadar air: bubuk kedelai.

(38)

xxxviii 2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Alat yang digunakan untuk membuat bubuk kedelai adalah: timbangan, baskom plastik, pengukus dan kompor, cabinet dryer, mesin penepung, thermometer, sealer.

b. Alat yang digunakan untuk analisis:

1)Analisis angka lempeng total: tabung reaksi, pipet volume, vortex, petridish, bunsen, erlenmeyer, inkubator.

2)Analisis Protein: labu kjeldahl, gelas ukur, pemanas listrik, buret, erlenmeyer, pipet tetes.

3)Analisis lemak: alat ekstraksi soxhlet, desikator, kertas saring, dan neraca analitik.

4)Analisis angka asam: penangas air, pengaduk, erlenmeyer, buret.

5)Analisis TBA: alat destilasi, spektrofotometer, erlenmeyer, tabung reaksi, pipet volume, penangas air.

6)Analisis abu: kurs porselin, oven, desikator, tanur, neraca analitik,

7)Analisis kadar air: botol timbang, oven, desikator, neraca analitik, penjepit.

8)Analisis organoleptik: nampan, gelas, tissue.

C. Tahapan Penelitian

Adapun tahapan pembuatan bubuk kedelai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(39)

xxxix

dihilangkan kulit arinya menggunakan mesin penghilang kulit ari. Proses ini akan menghasilkan biji kedelai kupas kulit. Biji kedelai tersebut, kemudian direndam dalam air dengan perbandingan 1:1 (b/v) dengan suhu 500C. Pada tahap perendaman awal ini juga ditambahkan natrium bikarbonat (NaHCO3)

sebesar 0,2% (b/b kedelai kupas kulit). Perendaman ini dilakukan selama dua jam. Setelah itu, kedelai dicuci dan dilakukan perendaman tahap dua dengan penambahan kalsium propionat pada berbagai konsentrasi. Jumlah air yang digunakan pada perendaman dua ini adalah sama dengan jumlah air yang digunakan pada perendaman pertama, sedangkan untuk variasi konsentrasi kalsium propionat yang ditambahkan yaitu 1x%, 2x%, 3x%, dan 4x% (b/b kedelai kupas). Perendaman kedua dilakukan selama satu jam. Tahapan proses selanjutnya yaitu pengukusan yang dilakukan selama 40 menit. Kedelai kukus yang dihasilkan dari proses pengukusan selanjutnya dikeringkan menggunakan cabinet dryer dengan suhu ± 700C selama 13,5 jam. Setelah kedelai kering, kemudian dilakukan proses penggilingan kedelai yang menghasilkan bubuk kedelai dengan ukuran 80 mesh. Proses selanjutnya pengemasan bubuk kedelai ke dalam alumunium foil.

(40)

xl

Penghilangan kulit ari

Perendaman I dalam air 500C

Pencucian

Perendaman II dalam air 300C selama 1 Kedelai

NaHCO3 0,2% (b/b

kedel

Kedelai kupas

Kulit ari

Kalsium propionat 1x%; 2x%;

Air sisa p

(41)

xli

Gambar 3.1 Urutan Pembuatan Bubuk Kedelai dengan Penambahan Kalsium Propionat

Sumber: Komunikasi personal, Priyantono (2009) dimodifikasi dengan penelitian pendahuluan.

Dalam penelitian ini juga dilakukan pembandingan antara sampel bubuk kedelai yang ditambahkan kalsium propionat pada berbagai konsentrasi dengan bubuk kedelai komersial (‘XX’) yang dibuat dengan metode Priyantono (2009). Bubuk kedelai komersial tersebut dibuat tanpa perlakuan perendaman yang ditambahkan kalsium propionat.

2. Analisis Angka Lempeng Total dan Mutu Kimia Bubuk Kedelai

Pengujian angka lempeng total dan mutu kimia bubuk kedelai yang meliputi angka asam dan Thiobarbituric Acid (TBA), dilakukan pada bubuk kedelai komersial (‘XX’) dan bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat pada berbagai konsentrasi.

3. Analisis Organoleptik Bubuk Kedelai

Pengujian organoleptik ini dilakukan pada bubuk kedelai komersial (‘XX’) dan juga pada bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat

Pengukusan (1000C) selama 40

Pengeringan dengan

cabinet 0

(42)

xlii

1x%; 2x%; 3x%; dan 4x% (b/b kedelai kupas). Sampel disajikan dalam bentuk minuman bubuk kedelai. Pengujian organoleptik dengan uji kesukaan ini dilakukan dengan menggunakan 4 parameter yang meliputi, warna, aroma, rasa, dan keseluruhan (overall).

4. Analisis Kandungan Proksimat

Formulasi yang paling disukai dari tahapan sebelumnya (analisis organoleptik) kemudian dilakukan analisis kandungan proksimat yang meliputi analisis kadar air, analisis kadar protein, analisis kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar abu.

D. Rancangan Percobaan

(43)

xliii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bubuk kedelai merupakan salah satu hasil olahan biji kedelai yang telah mengalami pengeringan dan proses penggilingan. Perlakuan sampel dengan penambahan kalsium propionat dilakukan dengan beberapa konsentrasi yaitu 1x%, 2x%, 3x%, dan 4x% (b/b kedelai kupas). Pada penelitian ini juga dilakukan pembandingan terhadap produk komersial (‘XX’) yang dibuat dengan metode Priyantono (2009). Penambahan kalsium propionat ini berfungsi untuk menurunkan angka lempeng total yang terdapat pada bubuk kedelai. Berdasarkan uji yang telah dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap bubuk kedelai dari beberapa merk Priyantono (2009), telah diketahui bahwa angka lempeng total produk akhir masih berada dalam jumlah yang tinggi. Kalsium propionat dipilih karena kemampuannya sebagai antimikroba, memiliki kelarutan tinggi, murah dan tingkat toksisitas yang rendah. Selain berpengaruh terhadap mutu mikrobiologis, penambahan kalsium propionat juga berpengaruh terhadap mutu kimia. Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi analisis angka lempeng total, angka asam, Thiobarbturic Acid

(TBA), penerimaan konsumen (organoleptik), dan proksimat (kadar air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat).

A. Analisis Angka Lempeng Total

(44)

xliv

Gambar 4.1. Hasil Analisis Angka Lempeng Total

Keterangan: Angka dengan notasi yang sama berarti tidak beda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. P1 = Produk komersial (‘XX’), P2 = Kalsium propionat 1x% (b/b kedelai kupas) , P3 = Kalsium propionat 2x% (b/b kedelai kupas), P4 = Kalsium propionat 3x% (b/b kedelai kupas), P5 = Kalsium propionat 4x% (b/b kedelai kupas).

Berdasarkan Gambar 4.1. maka diketahui bahwa penambahan kalsium propionat ternyata memberikan pengaruh terhadap angka lempeng total bubuk kedelai. Semakin tinggi konsentrasi kalsium propionat yang ditambahkan, maka angka lempeng total yang dihasilkan semakin rendah. Bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat 4x% (b/b kedelai kupas) memiliki angka lempeng total yang paling rendah yaitu 3,392 (log cfu/gram). Nilai ini tidak berbeda nyata dengan sampel yang ditambahkan kalsium propionat 3x% (b/b kedelai kupas), tetapi berbeda nyata dengan ketiga sampel lainnya. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pemberian kalsium propionat 4x% (b/b kedelai kupas) berhasil menurunkan 2,152 log dari sampel bubuk kedelai komersial (‘XX’) yang tidak ditambahkan kalsium propionat. Namun, berdasarkan hasil analisis angka

5,544 c 5,245 c

4,544 b

(45)

xlv

lempeng total, perlakuan yang dipilih adalah penambahan kalsium propionat 3x% (b/b kedelai kupas). Perlakuan ini dipilih dengan alasan penggunaan antimikroba dengan kadar yang lebih rendah, tetapi mampu memberikan pengaruh yang tidak beda nyata terhadap perlakuan yang memiliki angka lempeng total terendah (perlakuan penambahan kalsium propionat 4x% (b/b kedelai kupas)).

Kemampuan suatu senyawa antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroba merupakan suatu kriteria yang penting dalam pemilihan suatu senyawa antimikroba yang berfungsi sebagai bahan pengawet. Semakin kuat efek penghambatannya maka semakin efektif digunakan sebagai senyawa antimikroba dalam bahan pangan. Suatu senyawa dikatakan bersifat antimikroba karena dapat menimbulkan kerusakan pada sel mikroba yang akhirnya akan menimbulkan kematian. Kerusakan yang ditimbulkan ini ada yang bersifat mikrosidal (kerusakan tetap) atau mikrostatik (kerusakan yang dapat kembali). Sifat kerusakan tergantung pada konsentrasi, komponen, dan kultur yang digunakan (Bloomfield, 1991).

(46)

xlvi

Menurut Chung dan Goepfert (1970) dalam Davidson et al. (2005) asam propionat dapat menghambat pertumbuhan Salmonella pada pH tinggi dibanding asam organik lainnya. Eklund (1985) juga menyatakan bahwa pada konsentrasi yang lebih besar asam propionat bersifat bakteriostatik terhadap Bacillus subtilis,

Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Candida albicans. Garam asam

propionat juga memiliki kemampuan sebagai antimikroba. Kalsium propionat dan sodium propionat dalam dosis tertentu dapat menghambat Bacillus mesentericus,

Staphylococcus aureus, Proteus vulgaris, Lactobacillus plantarum, Torula

species, dan Saccharomyces ellipsoideus (Wolford and Anderson, 1945 dalam

Davidson, 2005). Masih dalam sumber yang sama Gosh and Hagblom (1985), juga berpendapat bahwa, asam propionat dan garamnya dapat menghambat pembentukan aflatoksin dari Aspergillus flavus.

Beberapa jenis mikroba yang pertumbuhannya dapat dihambat oleh asam propionat dan garamnya, seperti Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus

aureus dan Aspergillus flavus ternyata juga merupakan mikroba yang dapat

mencemari bubuk kedelai. Cemaran mikroba Salmonella dan Escherichia coli

dapat diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, sedangkan menurut Supardi dan Sukamto (1999), Staphylococcus dapat tumbuh optimum pada bahan yang mengandung subtrat berupa asam amino atau protein. Pernyataan lain juga diungkapkan oleh Buckle et al. (1978) bahwa Staphylococcus sering mengontaminasi dan dapat menimbulkan keracunan pada produk pangan yang telah dimasak, terutama yang dikelola secara manual oleh manusia. Aspergillus

flavus merupakan kontaminan alami yang terdapat pada produk kacang-kacangan

termasuk kedelai. Berdasar laporan Pitt dan Hocking (1996) dalam Ardiansyah (2002), dinyatakan bahwa kontaminasi terbesar pada 1700 sampel (jagung, kacang, kedelai, gandum, rempah-rempah) di Asia Tenggara dari tahun 1991-1996 disebabkan oleh Aspergillus flavus.

(47)

xlvii

Kandungan asam lemak kedelai sebesar 18,20%, sebagian besar terdiri dari lemak netral (88,10%). Selain itu terdapat senyawa fosfolipid (9,8%) dan glikolipid (1,6%) yang merupakan komponen penting membran sel. Kedelai merupakan sumber asam lemak esensial linoleat dan linolenat. Kandungan asam lemak tidak jenuh kedelai sebanyak 78,68% dan asam lemak jenuh 14,49%. (Salunkhe, et al., 1985). Asam lemak ini dapat mengalami pemecahan yang menghasilkan asam lemak bebas.

Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Angka asam tersebut menunjukkan bahwa telah terbentuk senyawa-senyawa yang bersifat asam dari senyawa-senyawa-senyawa-senyawa makromolekul, misalnya glikogen, protein dan trigliserida selama proses pengolahan. Hasil analisis angka asam bubuk kedelai dapat ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Hasil Perhitungan Angka Asam

Keterangan: Angka dengan notasi yang sama berarti tidak beda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. P1 = Produk komersial (‘XX’), P2 = Kalsium propionat 1x% (b/b kedelai kupas), P3 = Kalsium propionat 2x% (b/b kedelai kupas) , P4 = Kalsium propionat 3x% (b/b kedelai kupas), P5 = Kalsium propionat 4x% (b/b kedelai kupas) .

0.161 b

(48)

xlviii

Berdasarkan Gambar 4.2. maka diketahui bahwa penambahan kalsium propionat berpengaruh terhadap angka asam bubuk kedelai. Semakin tinggi konsentrasi kalsium propionat yang ditambahkan, maka angka asam yang dihasilkan semakin rendah. Hasil analisis angka asam pada produk komersial (‘XX’) memiliki nilai yang paling tinggi dan berbeda nyata terhadap keempat sampel lainnya. Angka asam paling rendah terdapat pada sampel dengan penambahan kalsium propionat 4x% (b/b kedelai kupas). Nilai ini tidak berbeda nyata terhadap sampel dengan penambahan kalsium propionat 1x% 2x%, dan 3x% (b/b kedelai kupas). Angka asam yang semakin tinggi mengindikasikan kerusakan senyawa makromolekul yang tinggi pula. Hasil pengujian angka asam kelima sampel menunjukkan bahwa sampel dengan penambahan kalsium propionat 4x% (b/b kedelai kupas) memiliki kemampuan yang baik dalam mempertahankan mutu kimia bubuk kedelai, yang ditunjukkan dengan angka asam yang paling rendah. Penambahan kalsium propionat dalam bubuk kedelai dapat menghambat aktivitas mikroba yang ada di dalamnya. Dengan demikian terjadi penghambatan pula terhadap pembentukan asam lemak bebas.

Menurut Ketaren (1986) beberapa jenis jamur, ragi, dan bakteri mampu menghidrolisis molekul lemak. Di antara bakteri ini adalah: Staphylococcus sp,

Lactobacillus, Bacillus sp, Micrococcus, Pseudomonas sp dan Achromabacter sp.

Jamur yang mampu menghirolisis lemak antara lain, Aspergillus, Penicillium,

Mucor, Rizhopus, Cladosporium dan beberapa macam spesies ragi, antara lain,

Saccharomyces, Candida, dan Debaromyces. Hidrolisis lemak oleh mikroba ini

dapat berlangsung dalam suasana aerobik atau anaerobik. Mikroba-mikroba tersebut menghasilkan enzim yang akan menguraikan persenyawaan protein, lemak, dan karbohidrat menghasilkan asam butirat, laktat, dan asam-asam menguap lainnya.

(49)

xlix

terdapat dalam kedelai. Sebagaimana dilaporkan oleh Zimmerman dan Snyder (1974), adanya ion Ca++ dapat menghambat aktivitas enzim Lipoksigenase I yang sifatnya tahan terhadap panas, tetapi memacu aktivitas enzim Lipoksigenase II yang bersifat tidak tahan terhadap panas. Akan tetapi, dalam konsentrasi berlebih akan menghambat aktivitas Lipoksigenase II. Dengan adanya penambahan kalsium propionat dapat menurunkan aktivitas enzim lipoksigenase I, sehingga dapat menurunkan angka asam.

C. Analisis Thio Barbituric Acid (TBA)

Thio Barbituric Acid (TBA) adalah suatu tes kimia untuk uji ketengikan

yang dapat digunakan pada bermacam-macam bahan dan merupakan uji yang paling sering digunakan untuk mengukur ketengikan. Uji Thio Barbituric Acid

(TBA) merupakan uji yang spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh dan dapat digunakan pada produk makanan sehari-hari yang proporsi asam lemak tidak jenuhnya rendah. Kelebihan lain dari uji ini adalah pereaksi TBA dapat digunakan langsung untuk menguji lemak dalam suatu bahan tanpa mengekstraksi fraksi lemaknya (Ketaren 1986).

Gambar 4.3. Hasil Perhitungan Thio Barbituric Acid (TBA)

0,0192 a 0,059 b

0,037 a

(50)

l

Keterangan: Angka dengan notasi yang sama berarti tidak beda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. P1 = Produk komersial (‘XX’), P2 = Kalsium propionat 1x% (b/b kedelai kupas), P3 = Kalsium propionat 2x% (b/b kedelai kupas) , P4 = Kalsium propionat 3x% (b/b kedelai kupas), P5 = Kalsium propionat 4x% (b/b kedelai kupas).

Dari hasil analisis statistik yang terlihat pada Gambar 4.3. menunjukkan bahwa perlakuan penambahan kalsium propionat memberikan pengaruh pada nilai Thio Barbituric Acid (TBA) bubuk kedelai. Produk komersial (‘XX’) memiliki nilai Thio Barbituric Acid (TBA) tertinggi dan menunjukkan beda nyata terhadap keempat sampel lainnya. Semakin tinggi konsentrasi kalsium propionat yang ditambahkan, maka nilai Thio Barbituric Acid (TBA) yang didapatkan semakin rendah.

Menurut Ketaren (1986), proses oksidasi lemak dapat dipercepat oleh beberapa faktor, yaitu suhu tinggi, sinar (UV dan biru) dan ionisasi radiasi, peroksida, enzim, katalis Fe-organik, dan katalis logam. Dengan demikian adanya enzim lipoksigenase yang terdapat dalam kedelai dapat berperan sebagai akselerator proses oksidasi lemak. Sebagaimana yang dinyatakan Sessa and Rackis, (1977) bahwa enzim lipoksigenase memiliki peranan penting dalam kerusakan bahan makanan karena menyebabkan timbulnya flavor intrinsik, yaitu

flavor bahan makanan yang berasal dari flavor bahan makanan itu sendiri atau

peruraian komponen kimia bahan tersebut akibat pengolahan atau perlakuan tertentu. Kerusakan oksidatif lipida di bawah pengaruh enzim lipoksigenase akan menyebabkan timbulnya off flavor. Kerusakan oksidatif asam lemak tidak jenuh, baik dalam bentuk bebas ataupun ester akan menyebabkan tebentuknya flavor

yang tidak disenangi pada tanaman kacang-kacangan.

(51)

li

berlawanan tersebut. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Zimmerman dan Snyder (1974) bahwa ternyata dengan adanya ion Ca ++ dapat menghambat aktivitas lipoksigenase I. Tetapi pada fraksi lipoksigenase II, ion Ca++ justru dapat memacu kecepatan aktivitasnya. Namun pada proses pembuatan bubuk kedelai sebelum ditambahkan kalsium propionat telah dilakukan perendaman dalam natrium bikarbonat pada suhu 500C selama dua jam. Perendaman ini diduga mampu menurunkan aktivitas enzim lipoksigenase. Selain itu, perlakuan pengukusan juga diduga dapat menurunkan aktivitas enzim lipoksigenase II yang sifatnya tidak tahan terhadap panas. Dengan adanya penambahan kalsium propionat ini dapat menurunkan aktivitas enzim lipoksigenase I yang sifatnya tahan terhadap panas, sehingga proses oksidasi lemak berkurang.

D. Analisis Organoleptik

Analisis Organoleptik merupakan langkah utama yang harus dilakukan dalam merancang sebuah produk baru (Larmond,1977). Pengujian organoleptik sangat penting bagi setiap produk karena akan berpengaruh terhadap penerimaan konsumen. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat penerimaan panelis terhadap konsentrasi kalsium propionat yang ditambahkan pada bubuk kedelai, maka digunakan uji kesukaan (Hedonic Test). Pengujian organoleptik dengan uji kesukaan ini dilakukan dengan melibatkan 3 indera yaitu indera pembau, perasa, dan penglihatan. Dalam uji ini terdapat 4 parameter yang harus dinilai berdasarkan kesukaan panelis.

1. Aroma

(52)

lii

berpengaruh terhadap penilaian produk tersebut. Sebagaimana yang dinyatakan oleh de Mann (1989) bahwa dalam industri pangan pengujian aroma atau bau dianggap penting karena dapat memberikan hasil penilaian terhadap

produk terkait diterima atau tidaknya suatu produk.

Pengujian aroma dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat pada berbagai

konsentrasi.

Gambar 4.4. Hasil Pengujian Organoleptik Terhadap Aroma Bubuk Kedelai

Keterangan: Angka dengan notasi yang sama berarti tidak beda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. P1 = Produk komersial (‘XX’), P2 = Kalsium propionat 1x% (b/b kedelai kupas), P3 = Kalsium propionat 2x% (b/b kedelai kupas), P4 = Kalsium propionat 3x% (b/b kedelai kupas), P5 = Kalsium propionat 4x% (b/b kedelai kupas).

Pada Gambar 4.4. ditunjukkan bahwa pemberian kalsium propionat pada berbagai konsentrasi tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada

(53)

liii

kelima sampel. Namun untuk parameter aroma ini, panelis memberikan nilai tertinggi pada bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat 3x% (b/b kedelai kupas). Hal ini menunjukkan bahwa berdasar parameter aroma, panelis lebih menyukai bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat 3x% (b/b kedelai kupas) daripada sampel lainnya.

2. Warna

Warna bahan berasal dari penyebaran spektrum sinar, begitu juga dengan kilap dari bahan yang dipengaruhi oleh sinar pantul. Warna merupakan salah satu profil visual yang menjadi kesan pertama konsumen dalam menilai bahan makanan (Kartika, dkk, 1988). Hal yang sama juga dijelaskan oleh Fennema (1985) yang menyatakan bahwa warna merupakan atribut kualitas yang paling penting. Bersama-sama dengan tekstur dan rasa, warna berperan dalam penentuan tingkat penerimaan suatu produk makanan. Meskipun suatu produk memiliki kandungan gizi yang tinggi, rasa enak, dan tekstur baik tetapi jika warna tidak menarik maka dapat menurunkan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut.

Gambar 4.5. Hasil Pengujian Organoleptik Terhadap Warna Bubuk Kedelai

3.5a 3.6a 3.6a

(54)

liv

Keterangan: Angka dengan notasi yang sama berarti tidak beda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. P1 = Produk komersial (‘XX’), P2 = Kalsium propionat 1x% (b/b kedelai kupas), P3 = Kalsium propionat 2x% (b/b kedelai kupas), P4 = Kalsium propionat 3x% (b/b kedelai kupas), P5 = Kalsium propionat 4x% (b/b kedelai kupas).

Pada Gambar 4.5. ditunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi kalsium propionat tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada kelima sampel dengan konsentrasi kalsium propionat yang berbeda-beda. Namun untuk parameter warna ini, panelis memberikan nilai tertinggi pada bubuk kedelai tanpa penambahan kalsium propionat yang berarti panelis lebih menyukai sampel bubuk kedelai tanpa penambahan kalsium propionat daripada sampel lainnya.

3. Rasa

Menurut Kartika (1988), rasa dari suatu makanan merupakan gabungan dari berbagai macam rasa bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan makanan tersebut. Hal yang sama juga dinyatakan oleh de Mann (1989), flavor atau rasa didefinisikan sebagai rangsangan yang ditimbulkan oleh bahan makanan, dirasakan oleh indera pengecap atau pembau, serta rangsangan lainnya seperti perabaan dan penerimaan derajat panas oleh mulut.

Gambar 4.6. Hasil Pengujian Organoleptik Terhadap Rasa Bubuk Kedelai

3.1 a

2.8 a 3.1

(55)

lv

Keterangan: Angka dengan notasi yang sama berarti tidak beda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. P1 = Produk komersial (‘XX’), P2 = Kalsium propionat 1x% (b/b kedelai kupas), P3 = Kalsium propionat 2x% (b/b kedelai kupas), P4 = Kalsium propionat 3x% (b/b kedelai kupas) , P5 = Kalsium propionat 4x% (b/b kedelai kupas)

Dari hasil analisis data statistik pada Gambar 4.6. di atas, untuk parameter rasa juga tidak menunjukkan adanya beda nyata antara sampel bubuk kedelai komersial (‘XX’) dengan sampel bubuk kedelai yang ditambahkan kalsium propionat pada berbagai konsentrasi. Dengan demikian, peningkatan konsentrasi penambahan kalsium propionat pada bubuk kedelai tidak berpengaruh signifikan terhadap parameter rasa. Panelis memberikan nilai tertinggi pada bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat 4x% (b/b kedelai kupas), yang berarti panelis lebih menyukai sampel tersebut daripada sampel perlakuan lainnya.

Sebagian kecil panelis menyatakan bahwa terdapat aftertaste pahit pada sampel bubuk kedelai tertentu. Apabila ditinjau dari perlakuan, aftertaste

pahit dapat ditimbulkan akibat perlakuan penambahan kalsium propionat. Menurut Winarno (2002) rasa pahit disebabkan oleh alkaloid-alkoloid seperti theobromin, kuinon, glikosida, senyawa fenol seperti narigin, garam-garam Mg, NH4, dan Ca.

4. Keseluruhan

(56)

lvi

Gambar 4.7. Hasil Pengujian Organoleptik Terhadap Keseluruhan Bubuk Kedelai

Keterangan: Angka dengan notasi yang sama berarti tidak beda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. P1 = Produk komersial (‘XX’), P2 = Kalsium propionat 1x% (b/b kedelai kupas), P3 = Kalsium propionat 2x% (b/b kedelai kupas), P4 = Kalsium propionat 3x% (b/b kedelai kupas) , P5 = Kalsium propionat 4x% (b/b kedelai kupas).

Dari skor data keseluruhan ternyata juga tidak menunjukkan beda nyata antara sampel bubuk kedelai komersial (‘XX’) dan sampel bubuk kedelai yang ditambahkan kalsium propionat pada berbagai konsentrasi. Namun panelis memberikan nilai tertinggi pada bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat 3x% (b/b kedelai kupas), yang berarti panelis lebih menyukai sampel tersebut daripada sampel lainnya.

Apabila dilihat dari hasil uji organoleptik, kelima sampel tidak menunjukkan adanya beda nyata pada masing-masing parameter. Dengan demikian penambahan kalsium propionat pada konsentrasi yang telah dilakukan tidak memberikan pengaruh terhadap penerimaan secara sensori, yang meliputi warna, aroma, rasa, dan keseluruhan. Menurut Frazier dan Westhoff (1988), salah satu kriteria bahan kimia antimikroba yang ideal adalah tidak menyebabkan perubahan cita rasa makanan.

3.3a 3.1 a 3,45

a

(57)

lvii

E. Analisis Proksimat Bubuk Kedelai dengan Penambahan Kalsium Propionat 3x% (b/b kedelai kupas)

Bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat 3x% (b/b kedelai kupas) merupakan formulasi terbaik yang diperoleh berdasarkan analisis organoleptik. Selanjutnya, hasil analisis karakteristik bubuk kedelai dengan penambahan kalsium propionat 3x% (b/b kedelai kupas) ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Kandungan Proksimat Bubuk Kedelai dengan Penambahan Kalsium Propionat 3x% (b/b kedelai kupas) Susilowati, 2002. P1 = Produk komersial (‘XX’). P4 = Kalsium propionat 3x% (b/b kedelai kupas).

Gambar

Gambar 2.1. Biji Kedelai
Tabel 2.2. Komposisi (% berat kering) Biji kedelai dan beberapa bagian bijinya.
Tabel 2.4. Komposisi karbohidrat kedelai.
Tabel 2.5. Aktivitas Relatif Enzim pada Berbagai Macam Sumber
+7

Referensi

Dokumen terkait

Serangkaian kegiatan penelitian yang dilakukan pada tahun 2015 berhasil memperoleh: (1) 3010 aksesi plasma nutfah terkoleksi dan terkarakterisasi yang dimanfaatkan untuk

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar matematika melalui pendekatan Teaching And

Pada halaman ini alumni diharapkan untuk mengisi data pribadi alumni secara lengkap sesuai dengan form yang telah disediakan seperti Gambar 4.4... 4.2.5 Halaman Form

Dari hasil analisis logistic regression dengan menggunakan software SPSS yang telah diolah dan dibahas pada bab sebelumnya, terdapat lima variabel yang masuk dalam model kinerja

Pimpinan dan Staff karyawan TU Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah berperan dalam kegiatan perkuliahan maupun kelengkapan administrasi,

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaan tugas pokok dan fungsi penyuluh pada kelembagaan yang sudah melaksanakan dan belum melaksanakan sesuai

Alasan untuk kegiatan : Tokoh masyarakat seperti, Kepala Desa dan Ulama mendapatkan tempat terhormat sebagai sumber informasi yang dipercaya oleh khalayak terget Kampanye Pride di

G : Apakah kamu belajar Bahasa Inggris karena ingin mendpatkan pendidikan yang lebih baik dan pekerjaan di luar