BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat kesakitan dan
kematian yang tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang, dan sebagai
salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak di dunia.
Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia, dimana setiap tahun 1,5 juta balita meninggal dunia
akibat diare. Meskipun mortalitas dari diare dapat diturunkan dengan program
rehidrasi/terapi cairan namun angka kesakitannya masih tetap tinggi.1
Setiap tahun diperkirakan 2,5 miliar kejadian diare pada anak balita, dan
hampir tidak ada perubahan dalam dua dekade terakhir. Anak-anak adalah kelompok
usia rentan terhadap diare, insiden diare tertinggi pada kelompok anak usia dibawah
dua tahun, dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Sampai saat ini diare masih
menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit untuk ditanggulangi, dari tahun ke
tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan
malnutrisi pada anak. Kejadian diare pada anak tersebut dapat disebabkan karena
kesalahan dalam pemberian makan, dimana anak sudah diberi makan selain ASI (Air
Susu Ibu) sebelum berusia 6 bulan. Perilaku tersebut sangat beresiko bagi bayi untuk
terkena diare karena pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain ASI,
bayi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang hanya dapat
terkontaminasi oleh bakteri karena alat yang digunakan untuk memberikan makanan
atau minuman kepada bayi tidak steril.
Berdasarkan survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011, proporsi terbesar penderita diare pada
balita adalah kelompok umur 6 – 11 bulan yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok umur
12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29 bulan sebesar 12,37%. Hal ini
merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan terutama diare yang umumnya
diderita oleh bayi dan balita dapat menjadi penyumbang kematian terbesar. Faktor
hygiene dan sanitasi lingkungan, kesadaran orang tua untuk berperilaku hidup bersih
dan sehat serta pemberian ASI menjadi faktor yang penting dalam menurunkan angka
kesakitan diare pada bayi.2
Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, insiden penyakit diare pada balita
adalah 10,2%, CFR Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di Indonesia pada tahun 2011
adalah 0,29% meningkat menjadi 2,06% di tahun 2012 lalu mengalami penurunan di
tahun 2013 menjadi 1,08%. Di Sumatera Utara, CFR diare untuk tahun 2012 adalah
1,22% , sedangkan di tahun 2013 meningkat menjadi 11,76%. Proporsi kasus diare
yang ditangani di Sumatera Utara adalah 41,34%, sedangkan sisanya 58,66% tidak
mendapatkan penanganan.3
Berdasarkan profil Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan, diare
merupakan peringkat pertama dalam sepuluh penyakit terbesar.
Berdasarkan Depkes, diare adalah buang air besar dengan ditandai
minggu. Apabila pada diare pengeluaran cairan melebihi pemasukan maka akan
terjadi dehidrasi. Berdasarkan derajat dehidrasi diare dapat dibagi menjadi diare
dehidrasi ringan/sedang dan diare dehidrasi berat. Bayi memiliki resiko yang lebih
besar untuk menderita dehidrasi dibandingkan orang dewasa, hal ini disebabkan
karena per kilogram berat tubuhnya mengekskresikan volume air yang lebih besar
dari pada orang dewasa atau kehilangan air yang lebih besar secara proporsional.4
Depkes RI didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah
mencanangkan panduan terbaru tatalaksana diare pada anak, yaitu Lima Langkah
Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE), yang terdiri dari: pemberian cairan, pemberian
zink selama 10 hari berturut-turut, meneruskan pemberian ASI dan makanan,
pemberian antibiotik secara selektif dan pemberian nasihat pada ibu/keluarga pasien.2
Air Susu Ibu adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara
optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan bayi sampai
umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. Air Susu
Ibu bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan
lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol
yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dapat menghindari
anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan
seperti ini disebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif). Bayi harus
disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari
lain. Air Susu Ibu mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya.
Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia berfluktuasi
selama 3 tahun terakhir. Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan
turun dari 28,6% pada tahun 2007 menjadi 24,3% pada tahun 2008 dan naik lagi
menjadi 34,3% pada tahun 2009.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), persentase pola menyusui
eksklusif pada bayi umur 0 bulan adalah 39,8 %. Sedangkan pada bayi yang berumur 5
bulan menyusui eksklusif hanya 15,3%.3
Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Sumatera Utara5, Cakupan persentase
bayi yang diberi ASI Eksklusif dari tahun 2004-2012 cenderung menurun secara
signifikan, hanya pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 10,33%
dibandingkan tahun 2007. Pencapaian pada tahun 2012 sebesar 20,33% merupakan
pencapaian terendah selama kurun waktu 2004 - 2012. Pada tahun 2013, persentase
pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan adalah 41,3%.
Berdasarkan hasil penelitian Wahyuni6, bahwa ada hubungan yang bermakna
antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare pada bayi, dimanasebanyak
72,9% bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan mengalami kejadian diare.
Hal ini dikarenakan dengan tidak diberikannya ASI eksklusif pada bayi menyebabkan
ibu memberikan makanan tambahan pada bayinya, dan ini sangat mempengaruhi
pencernaan pada tubuh bayi yang pada hakikatnya pencernaan bayi belum siap untuk
uraian tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan di
Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan.
Perumusan Masalah
Masih tingginya angka kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan dengan
pemberian ASI Eksklusif yang rendah di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan
Marelan.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
diare pada anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan
tahun 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik Ibu di
Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2014.
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik Anak di
Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2014.
c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan pemberian ASI eksklusif
pada anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan
tahun 2014.
d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan kejadian diare pada anak
usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun
e. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan Ibu dengan kejadian
diare pada anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan
Marelan tahun 2014.
f. Untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan Ibu dengan kejadian diare pada
anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun
2014.
g. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan Ibu dengan kejadian
diare pada anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan
Marelan tahun 2014.
h. Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan kejadian diare pada anak
usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun
2014.
i. Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian diare pada
anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun
2014.
j. Untuk mengetahui hubungan antara pemberian makanan tambahan (PMT)
dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun
Kecamatan Medan Marelan tahun 2014.
k. Untuk mengetahui hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan kejadian
diare pada anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan
l. Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
diare pada anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan
Marelan tahun 2014.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan.
b. Bagi penulis merupakan latihan dalam kesempatan penerapan ilmu yang telah
diperoleh selama perkuliahan di FKM-USU.