• Tidak ada hasil yang ditemukan

PSIKOLOGI KELUARGA terhadap perilaku minum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PSIKOLOGI KELUARGA terhadap perilaku minum "

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PSIKOLOGI KELUARGA

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kepribadian

Oleh:

Wilda Faza

15010113120080

UNIVERSITAS DIPONEGORO

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyusun dan menyelasaikan makalah ini dengan baik dan lancar. Penulis menyusun makalah ini berdasarkan tugas yang diberikan oleh dosen Psikologi Perkembangan penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen Psikologi Perkembangan atas tugas yang telah diberikan beserta arahan yang diberikan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalam makalah ini. Penulis memohon maaf atas kekurangan tersebut. Kritik dan saran dari Anda para pembaca sangat penulis harapkan dan butuhkan untuk perbaikan makalah ini. Semoga makalah yang telah penulis susun ini dapat memberikan wawasan kepada Anda para pembaca mengenai “Psikologi Keluarga”. Selamat Membaca!

Semarang, Juni 2014

(3)

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa. Sedangkan keluarga berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kula dan warga yang kemudian digabungkan menjadi kulawarga.

Menurut Hill (Sri Lestari, 2012) keluarga adalah rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan.

Menurut Burgess & Locke (Duvall & Miller, 1985), Keluarga adalah sekelompok orang dengan ikatan perkawinan, darah, atau adopsi; terdiri dari satu orang kepala rumah tangga, interaksi dan komunikasi satu sama lainnya dalam peran suami istri yang saling menghormati, ibu dan ayah, anak laki-laki dan perempuan, saudara laki-laki dan perempuan, dan menciptakan serta mempertahankan kebudayaannya.

Keluarga merupakan suatu kelompok sosial yang bersifat langgeng berdasarkan hubungan pernikahan dan hubungan darah. Keluarga adalah tempat pertama bagi anak, lingkungan pertama yang memberi penampungan baginya, tempat anak akan memperoleh rasa aman (Gunarsa, 2002).

Dengan demikian dapat kita simpulkan dari beberapa tokoh diatas adalah bahwa psikologi keluarga adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala jiwa dalam sebuah rumah tangga atau keluarga.

(4)

di dalamnya. Sebagai suatu sistem sosial, keluarga merupakan subsistem dari sitem-sistem yang lebih luas, yaitu lingkungan tetangga, komunitas, dan masyarakat yang lebih besar (Bronferenbrenner, 1979).

Keluarga sebagai kesatuan sosial terbentuk dari dua orang dewasa yang berlainan kelamin, yaitu pria dan wanita serta anak-anak yang dilahirkan maupun yang diadopsi. Keluarga adalah satu-satunya situasi yang pertama dikenal anak baik semasa prenatal maupun post-natal. Keluarga inti (nuclear family) terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka.

B. Fungsi Keluarga

Menurut Soelaeman (1994), fungsi keluarga adalah sangat penting sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan yang lainnya. Jenis-jenis fungsi keluarga adalah:

a. Fungsi edukatif

Fungsi ini berkaitan dengan pendidkan anak serta pembinaan anggota keluarga. Keluarga merupakan sumber pembelajaran lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Contoh orang tua bertugas untuk meberikan pembelajaran tentang bagaimana cara makan menggunakan sendok dengan serta orang tua membantu menyiapkan anak agar menjadi pribadi yang mapan dan menjadi anggota masyarakat yang baik.

c. Fungsi lindungan

(5)

d. Fungsi afeksi

Pada saat anak masih kecil anak peka akan suasana emosi orang tuanya pada saat berkomunikasi dengan mereka. Kehangatan yang terpancar dari keseluruhan gerakan, ucapan, mimik serta perbuatan orangtua, juga rasa kehangatan dan keakraban itu menyangkut semua pihak yang tergolong anggota keluarga.

e. Fungsi religius

Keluarga bertugas untuk memperkenalkan anggota keluarganya pada kehidupan beragama. Dengan harapan anggota keluarga mengetahui kaidah dan ajaran yang berada dalam agama dan menjadikannya insan yang beragama.

f. Fungsi ekonomi

Pelaksanaan fungsi ekonomi keluarga oleh dan untuk semua anggota keluarga mempunyai kemungkinan menambah saling mengerti, solidaritas, tanggung jawab bersama keluarga itu serta meningkatkan rasa kebersamaan dan keikatan antara sesama anggota keluarga.

g. Fungsi rekreasi

Fungsi ini dapat terlaksanakan apabila dalam sebuah kondisi keluarga dapat mewujudkan suasana yang tenang, damai, jauh dari ketegangan batin, dan menjadi tempat untuk melepaskan kepenatan dan ketegangan sehari-hari.

h. Fungsi biologis

Fungsi itu berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan biologis anggota keluarga. Diantaranya kebutuhan akan keterlindungan fisik, kesehatan, rasa lapar, haus, kedinginan, kepanasan, kelelahan bahkan juga kenyamanan dan kekerasan fisik.

(6)

g. Memberi rasa aman; kasih sayang yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya berakibat memberikan rasa aman pada anak yang menimbulakn kesusksesan dari hidup dalam keluarga. Sebaliknya, karena kasih sayang yang didapat dari orang tuanya maka akan timbul rasa tanggung jawab dan perasaan berbakti kepada orang tua.

C. Ciri dan Bentuk Keluarga

Burgest dan Locke (1960) mengemukakan empat ciri keluarga yaitu:

a. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan (pertalian antar suami dan istri), darah (hubungan antara orangtua dan anak) atau adopsi.

b. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama dibawah satu atap dan merupakan susunan satu rumah tangga. Tempat kost dan rumah penginapan bisa saja menjadi rumahtangga, tetapi tidak akan dapat menjadi keluarga, karena anggota-anggotanya tidak dihubungkan oleh darah, perkawinan atau adopsi.

c. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi si suami dan istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan perempuan, saudara laki-laki dan saudara perkawinan termasuk dengan pengenalan hak-hak dan tugas orangtua; tempat tinggal suami, istri dan anak-anak; dan kewajiban ekonomi yang bersifat reciprocal antara suami dan istri.

Menurut Carter (1988), ciri-ciri struktur keluarga adalah:

(7)

2. Ada keterbatasan; setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing.

3. Ada perbedaan dan kekhususan; setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.

Struktur keluarga terdiri atas bermacam-macam, diantaranya adalah:

1. Patrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

2. Matrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

3. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

4. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

5. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

Tipe keluarga menurut Sudiharto (2007) terdiri dari:

1. Keluarga inti (nuclear family), keluarga yang terbentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan anakyang dilahirkan maupun anak adopsi.

(8)

3. Keluarga besar (extended family), keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan darah), misalnya kakek, nenek, keponakan, dan lainnya.

4. Keluarga berantai (social family), terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.

5. Keluarga duda atau janda, yaitu keluarga yang terbentuk karena perceraian atau kematian pasangan.

6. Keluarga komposit (composite family), merupakan keluarga dari pligami dan hidup bersama.

7. Keluarga kohabitasi (cohabitation family), merupakan dua orang menjadi satu keluarga tanpa pernikahan. Namun, bentuk keluarga ini kurang diterima di Indonsia.

8. Keluarga inses (incest family), merupakan bentuk keluarga yang tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah dengan ayah kandungnya atau ayah menikah dengan anak perempuan tirinya.

9. Keluarga tradisional dan non-tradisional, dibedakan berdasarkan ikatan perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh pernikahan, sedangkan non-tradisional tidak diikat dengan pernikahan.

Tipe keluarga terdiri dari dua generasi, menurut Antropologi (Friedman, 1998):

1. Dua generasi (two generation)

b. Nuclear family terdiri dari ayah, ibu, dan anak kandung maupun anak adopsi.

(9)

2. Tiga generasi (three generation)

a. Extended family terdiri dari keluarga inti (ayah, ibu, dan anak), kakek atau nenek, keponakan atau keluarga poligami dan poliandri.

Menurut Effendy (1997) Tipe dan bentuk keluarga terdiri atas:

1. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak.

2. Keluarga besar (Exstended Family) adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.

3. Keluarga berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri atas wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.

4. Keluarga duda atau janda (Single Family) adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.

5. Keluarga berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama-sama.

6. Keluarga Kabitas (Cahabitation) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

Keluarga di Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar, karena masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa hidup dalam suatu komuniti dengan adat istiadat yang sangat kuat (Effendy, 1997).

(10)

Teori atau pendekatan Fungsional Struktural mulai dikembangkan oleh para Antropolog dan Sosiololog pada permulaan abad ke-20, dan sampai tahun-tahun 1960-an masih masih merupakan kerangka konseptual yang dominan digunakan dalam kajian tentang keluarga (Leslie dan Korman dalam Ihromi, 2004: 269).

Teori Struktural Fungsional mengasumsikan bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang dinamis, yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan. Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari sistem. Menurut J. Macionis dalam bukunya Sociology (John, 2010: 466), mengatakan bahwa dalam pendekatan Struktural Fungsional keluarga disebut sebagai tulang punggung masyarakat yang mempunyai tugas penting.

Penerapan teori Struktural Fungsional dalam konteks keluarga terlihat dari struktur dan aturan yang ditetapkan. Dinyatakan oleh Chapman (Herien, 2009: 20), bahwa keluarga adalah unit universal yang memiliki peraturan, seperti peraturan untuk anak-anak agar dapat belajar untuk mandiri. Tanpa aturan atau fungsi yang dijalankan oleh unit keluarga, maka unit keluarga tersebut tidak memliliki arti yang dapat menghasilkan suatu kebahagiaan. Bahkan dengan tidak adanya peraturan maka akan tumbuh atau terbentuk suatu generasi penerus yang tidak mempunyai kreasi yang lebih baik dan akan mempunyai masalah emosional serta hidup tanpa arah.

Menurut Leslie dan Korman (Ihromi, 2004: 274), diantara Sosiolog Amerika pendekatan Fungsional Struktural paling sistematis diterapkan dalam kajian terhadap keluarga oleh Talcot Parsons. Penerapan teori ini pada keluarga oleh Parsons adalah sebagai reaksi dari pemikiran-pemikiran tentang melunturnya atau berkurangnya fungsi keluarga karena adanya modernisasi.

(11)

beradaptasi secara mulus menghadapi perubahan lingkungan. Kondisi ini disebut ”keseimbangan dinamis”. Dalam pandangan teori Struktural Fungsional, dapat dilihat dua aspek yang saling berkaitan satu sama lain yaitu aspek struktural dan aspek fungsional.

b. Aspek structural

Ada tiga elemen utama dalam struktur internal yaitu: status sosial, fungsi sosial dan norma sosial yang ketiganya saling kait-mengkait. Berdasarkan status sosial, keluarga inti biasanya distruktur oleh tiga struktur utama yaitu: suami, istri dan anak-anak. Struktur ini dapat pula berupa figur-figur seperti pencari nafkah, ibu rumah tangga, anak-anak balita, anak remaja dan lain-lain. Keberadaan status sosial ini penting karena dapat memberikan identitas kepada anggota keluarga seperti bapak, ibu dan anak-anak dalam sebuah keluarga, serta memberikan rasa memiliki karena ia merupakan bagian dari sistem keluarga. Keberadaan status sosial secara instrinsik menggambarkan adanya hubungan timbal balik antar anggota keluarga dengan status sosial yang berbeda.

c. Aspek fungsional

Aspek fungsional sulit dipisahkan dengan aspek struktural karena keduanya saling berkaitan. Arti fungsi di sini dikaitkan dengan bagaimana subsistem dapat berhubungan dan dapat menjadi sebuah kesatuan sosial. Keluarga sebagai sebuah sistem mempunyai fungsi yang sama seperti yang dihadapi oleh sistem sosial yang lain yaitu menjalankan tugas-tugas, ingin meraih tujuan yang dicita-citakan, integrasi dan solidaritas sesama anggota, memelihara kesinambungan keluarga. keluarga inti maupun sistem sosial lainnya, mempunyai karakteristik yang hampir sama yaitu ada diferensiasi peran, struktur yang jelas yaitu ayah, ibu dan anak-anak.

(12)

Dinamika keluarga merupakan interaksi atau hubungan pasien dengan anggota keluarganya dan juga mengetahui bagaimana kondisi keluarga di lingkungan sekitarnya. Keluarga diharapan mampu memberikan dukungan dalam segala kondisi anggota keluarga.

Ada empat aspek yang selalu muncul dalam dinamika keluarga, yaitu:

1. Pertama, tiap anggota keluarga memiliki perasaan dan idea tentang diri sendiriyang biasa dikenal dengan harga diri atau self-esteem.

2. Kedua, tiap keluarga memiliki cara tertentu untuk menyampaikan pendapat dan pikiran mereka yang dikenal dengan komunikasi.

3. Ketiga, tiap keluarga memiliki aturan permainan yang mengatur bagaimana mereka seharusnya merasa dan bertindak yang berkembang sebagai sistemnilai.

4. Keempat, tiap keluarga memiliki cara dalam berhubungan dengan orang luar dan institusi di luar keluarga yang dikenal sebagai jalur ke masyarakat.

F. Masalah dalam keluarga

Kasus

(13)

satu atap. Ada keinginan suami untuk tinggal berpisah dengan mertuanya, namun karena sang istri adalah anak kesayangan ibu mertua, rencana itupun selalu gagal.

Pada kasus ini maslah yang timbul adalah permasalahan rumah tangga akibat keikutsertaan mertua Pak G sehingga menyebabkan ketidakharmonisan keluarga. Dari uraian kasus di atas diketahui bahwa usia pernikahan Pak G dan Nyonya B hampir melewati fase pertama yaitu fase membangun yang meliputi pembangunan fondasi keluarga. Pasangan nikah mulai membangun keluarga yaitu membangun keakraban, keharmonisan keluarga, saling mengenal lebih dalam antara pasangan dan menjaga anak-anak yang sedang bertumbuh.

Selain itu pada pasangan nikah harus meniti karir untuk memamtapkan posisi keuangan keluarga demi menjamin keberlangsungan anggaran keluarga yang sangat berpengaruh pada kehidupan di masa yang akan datang. Tahapan ini juga meliputi pembangunan keakraban dengan sesama kerabat, meliputi keakraban dengan mertua, saudara sepupu, lingkungan kerja, maupun lingkungan tempat tinggal. Sayangnya dalam mengembangkan keakraban dan membina hubungan dengan anggota keluarga lain mengalami hambatan, dimana Pak G sudah terlebih dahulu mempunyai penilaian negatif dari mertuanya khususnya mertua perempuan.

Keakraban yang dibangun mengalami hambatan sehingga pernikahan ini rawan konflik dimana mertua yang seharusnya menjadi pembimbing dan membina keluarga baru malah menyebabkan hubungan yang terbangun antara pasangan nikah ini menjadi goyah. Hubungan suami-istri tidak imbang ini terlihat dari tidak adanya penyesuaian diri antara keluarga, dalam kasus hubungan penyesuaian diri ini hanya dilakukan oleh Pak G saja, sehingga menimbulkan ketimpangan dalam merespons suatu masalah. Tidak adanya saling pengertian antara suami-istri, sebenarnya pasangan nikah dalam kasus bisa saling pengertian tetapi karena ada intervensi dari luar salah satu pihak jadi merasa dominan (Nyonya B).

(14)

memperlancar laju bahtera rumah tangga. Peranan dari orangtua (mertua) tidak dijalankan sesuai konteksnya yaitu membimbing dan membina pasangan nikah tetapi malah merecoki dan menghasut dalam setiap silang pendapat pasangan nikah. Peranan yang salah ini berpengaruh pada pengalaman hidup yang sedang dibangun suami-istri yang nantinya akan mempengaruhi dalam menyikapi kehidupan keluarga.

Selain itu pada aspek adat istiadat yang dipengaruhi oleh kepribadian masing-masing tidak disikapi secara dewasa karena pada tahapan membangun ini mereka baru belajar menerima perbedaan masing-masing pasangan. Penerimaan ini terkait dengan usia nikah muda, mengingat Nyonya B saat menikah baru berusia 18 tahun (emosinya belum stabil) sedang suaminya baru menyelesaikan studinya. Keduanya masih belum dapat mandiri emosi maupun ekonomi.

Pada kasus diatas pemicu masalah adalah faktor ekonomi dimana anggaran pendapatan dan belanja keluarga dalam sebuah keluarga tidak transparan sehingga menyebabkan adanya saling curiga dan menimbulkan perpecahan. Pada kasus di atas unsur terpentingnya adalah sebabnya timbul konflik yang berkepanjangan karena adanya campur tangan dari pihak mertua. Hubungan menantu dan mertua pada kasus di atas terlihat buruk antara mertua perempuan dan menantu laki-laki yang jarang terekspos di dalam kehidupan sehari-hari.

Pada kasus diatas Pak G berusaha menyelesaikan maslah dengan bersabar tanpa meminta bantuan dari orang lain karena adanya mindset bahwa meminta bantuan dapat diartikan sebagai lemah dan dianggap memalukan jika meminta pertolongan dari orang lain. Pak G selalu fokus pada tujuan penyelesaian masalah hanya pada tingkatan istrinya karena adanya pola pikir linear dimana kefokusan hanya pada satu hal dalam satu waktu dan terkotak-kotak.

(15)
(16)

Daftar Pustaka

Gerungan.1996. Psikologi Sosial. Yogyakarta : PT Eresco.

Gunarsa, Singgih D. 1995. Psikologi untuk Keluarga. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia Irfan, Sabani dkk. 2000. Bunga Rampai Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Klik Psikologi. (2013). On December 24, 2013. Ciri- ciri Keluarga. Klikpsikologi.com

http://klikpsikologi.com/ciri-ciri-keluarga/ .

Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik . dalam Keluarga. Jakarta: Prenada Media Group

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini bisa dilihat dari hasil uji butir pertanyaan bahwa pengurus Badan Amil Zakat (BAZ) menganggap bahwa pengukuran akuntansi pada PSAK No. 109 kurang tepat

Hasil penelitian ini adalah (1) Pola penalaran yang digunakan pada argumentasi dalam wacana tulis siswa kelas IX SMP Negeri 8 Kediri adalah pola penalaran deduktif dan pola

Sesuai dari hasil perancangan pada node Transmitter ini terdiri dari rangkaian sensor dengan mikrokontroler serta modul wireless dan potensiometer yang

bertujuan membantu memberi bentuk pada tumpatan selama kondensasi dan pengerasan juga menunjang atau menahan tumpatan agar tidak keluar dari kavitas. Tujuan

Mengingat arti strategis dokumen Renja SKPD dalam mendukung penyelenggaraan program pembangunan tahunan pemerintah daerah, maka sejak awal tahapan penyusunan

Evaluasi yang berkaitan dengan perkembangan studi dilakukan pada tahun kedua (4 semester), tahun ketiga dan tahun keempat, dan agar ketepatan waktu studi tercapai disediakan

Menurut COSO (2004), Risk Management dapat diartikan sebagai berikut: “ERM adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya, yang