s
I. Keamanan Pangan (Food Safety)
II.HACCP
(Hazard Analysis Critical Control Point)
III. Sistem Manajemen Keamanan Pangan &
Rencana HACCP Industri Jasa Boga
I.Keamanan Pangan
(Food Safety)
Keamanan Pangan
Keamanan pangan: Kondisi atau upaya untuk menyediakan pangan yang bebas atau terkendali dari bahaya (hazard) biologis, kimia, dan benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia (UU No 7 1996 tentang Pangan).
Bahaya dalam pangan bisa berasal dari bahan baku, air, peralatan, lingkungan termasuk hewan di sekitar sarana produksi, dan manusia
HACCP: Suatu pendekatan ilmiah yang digunakan untuk mengelola bahaya keamanan pangan untuk menghasilkan pangan yang aman.
Bahaya (Hazard)
Mikrobiologi, Kimia, & Fisik
Chemical Hazards
Mycotoxins
Natural toxins
(mushroom, shellfish)
Pesticides
Fertilizers
Antibiotics
Hormones
Heavy metal
Emerging Chemicals (acrylamide, benzene)
MicroBiological Hazards
Prion
Viruses: hepatitis
Bacteria
Personal stuff
Keracunan Pangan di Indonesia
Jan-Sept 2004, 73 KLB 3734 orang
Faktor Penyebab Keracunan Pangan
Potensi Bahaya Persentase
Suhu penyimpanan yang tidak tepat
Higiene pekerja
Peralatan yang tercemar
Pemasakan yang kurang
Bahan baku dari sumber tercemar
Lainnya
Penggolongan Bakteri
Berdasarkan Suhu Pertumbuhan
Bakteri psikrofilik (Psychrophiles)
Rentang suhu pertumbuhan 5–16C, [P. aeruginosa, S. aureus, Arthrobacter, Psychrobacter, Halomonas, Flavobacterium, Psychrophilum, Hyphomonas,
Yersinia enterocolitica, Vibrio parahaemolyticus, Listeria monocytogenes]
Bakteri mesofilik (Mesophiles
)
Rentang suhu pertumbuhan 20–40C, [E. coli, Bacillus cereus, Salmonella]
Bakteri termofilik (Thermophiles
)
Penggolongan Bakteri
Berdasarkan Respirasi
1. Bakteri Aerob
Bakteri tumbuh baik bila ada oksigen (Micrrococcus, Nitrosococcus)
2. Bakteri Anaerob
Bakteri tidak menggunakan oksigen bebas untuk tumbuh (Strep. lactis)
3. Bakteri Aerob Obligat
Bakteri mutlak membutuhkan oksigen untuk tumbuh (Nitrobacter, aeromonas,
Hydrogenomonas)
4. Bakteri Anaerob Obligat
Bakteri yang hanya hidup dalam suasana tanpa oksigen (C. botulinum)
5. Bakteri Anaerob Fakulatif
Penggolongan Bakteri
Berdasarkan Dinding Sel
1. Gram Positif
Lapisan peptidoglikan tebal pada dinding sel
Tidak mempunyai membran luar (outer membran)
Umumnya menghasilkan spora
Rentan terhadap bahan pengawet
Eksotoksin (toksin botulinum) [S. aureus dan B. cereus]
2. Gram Negatif
Memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis pada dinding sel
Mempunyai membran luar (outer membran) berfungsi sebagai barrier
Memiliki porin pada membran luar, bersifat selektif semipermeabel terhadap senyawa asing (non nutrisi)
Resisten terhadap bahan pengawet
Endotoksin (Lipopolisakarida) disekresikan ketika lisis [E. coli, P. aeruginosa, dan S. Typhimurium]
Kapang (Mold) & Kamir (Yeast)
Kapang adalah suatu mikroorganisme berfilamen (miselium), yang secara kasat mata terlihat berserabut seperti kapas
Kamir termasuk organisme bersel tunggal dalam kelompok Fungi. Kerusakan karena kamir ditandai munculnya bau asam, bau alkohol, dan lendir
[Zygosaccharomyces bailii, Brettanomyces, Saccharomyces cerevisiae]
Koliform sebagai Bakteri Indikator Sanitasi
Koliform (fekal): suatu kelompok bakteri heterogen, berbentuk batang, Gram negatif, flagella, non-spora, aerob dan anaerob fakultatif, fermentasi
laktosa menghasilkan asam, hidrogen dan gas CO2
Koliform umumnya merupakan bakteri yang hidup pada usus manusia. Adanya koliform pada air menunjukan bahwa air tercemar feses dan mungkin patogen
Keberadaan koliform merupakan indikasi dari kondisi sanitasi yang tidak memadai.
Jenis koliform: Escherichia coli, Citrobacter, Enterobacter, Klebsiella
Kontaminasi Patogen Pada Bahan Pangan
No Jenis Pangan Strain Patogen Sumber Kontaminasi & Outbreak
1 Daging (Beef) E. coli O157:H7 (EHEC), S. Typhimurium, Listeria
monocytogenes, Campylobacter jejuni, C. coli
Mikroflora alami saluran cerna, Pemotongan, feses, transportasi karkas, tidak rantai dingin
2 Susu (raw milk) S. aureus, L. monocytogenes , E. coli , Mycobacterium
paratuberculosis, Clostridium spores , Bacillus spores
Lingkungan kandang (penyebab mastitis), kesalahan prosedur pemerahan, tangki penyimpanan kotor, tidak rantai dingin,
Cheese, fermented Dairy Product
EHEC, S. Enteritidis , L. monocytogenes
Bahan baku susu mentah, pasteurisasi tidak tepat,
Ice cream S. Enteritidis Telur, susu
Butter L. monocytogenes Outbreak kontaminasi silang di
dapur rumah sakit
Infant milk Enterobacter sakazakii Lingkungan
3 Mayonnaise, salad dressings
S. Enteritidis, E. coli
O157:H7, L. monocytogenes, S. aureus
No Jenis Pangan Strain Patogen Sumber Kontaminasi & Outbreak
4 Unggas (ayam) C. jejuni , S. enterica Mikroflora alami saluran cerna
L. monocytogenes Kontaminasi pangan ready-to-eat berbasis daging unggas
5 Telur S. Typhimurium,S. Enteritidis Mikroflora alami telur
L. monocytogenes Lingkungan
6 Ikan & Kerang-kerangan
Clostridium botulinum, Listeria, Pseudomonas,
V. cholerae, V. parahaemolyticus,
Bacillus, Lactobacillus,
Mikroflora alami (tergantung suhu hidup ikan)
7 Buah & Sayuran L. monocytogenes, C.
botulinum, Bacillus cereus, Salmonella, E. coli O157:H7,
V. cholerae, S. aureus,
Hepatitis A
Air dan tanah
8 Serealia Aspergillus flavus, B.
cereus, C. botulinum, C. perfringens, E. coli, Salmonella, S. aureus
Tingkat Bahaya (Severity)
Patogen Pangan
Bahaya Tinggi
Salmonella enteritidis
Salmonella typhi
Salmonella paratyphi
Eschericia coli
Clostridium botulinum tipe A, B, E dan F
Shigella dysentriae
Trichinella spiralis
Brucella melitensis
Brucella suis
Vibrio cholerae 01
Vibrio vulnificus
Taenia Solium
Bahaya Sedang
Listeria monocytogenes
Salmonella spp
Shigella spp
Campylobacter jejuni
Enterovirulen
Escherichia coli (EEC)
Streptococcus pyogenes
Rotavirus
Norwalk virus Group
Entamoeba histolytica
Diphyllocothrium latum
Ascaris lumbricoides
Cryptosporidium parvum
Hepatitis A
Hepatitis E
Bahaya Rendah
Bacillus cereus
Taenia saginata
Clostridium perfringens
Proses Termal (65-121
C)
Proses termal: Metode penting dalam pengolahan pangan untuk mempertahankan mutu dari aktivitas mikroba dan enzim dengan pemanasan.
Kategori proses termal: Blansir, Pasteurisasi, dan Sterilisasi Komersial.
Blansir
Blansir: Perlakuan awal sebelum sterilisasi terutama pada buah & sayuran
Buah dan sayuran mengandung enzim penurunan mutu: lipoksigenase, polifenolase, poligalakturonase, dan klorofilase.
2 metode blansir [90-95C, 3 menit]:
Air panas (hot water blanching)
Uap panas (hot air blanching)P
Pasteurisasi
Pasteurisasi: Pemanasan suhu rendah untuk mengurangi populasi patogen (sel), pembentuk toksin, dan pembusuk.
Patogen target: Mycobacterium tuberculosis (TBC), Salmonella (tifus),
Shigella dysenteriae (disentri), S. aureus. Pembusuk non-spora:
Pseudomonas, Lactobacillus, Micrococcus, Aerobacter.
Berdasarkan kombinasi suhu & waktu, pasteurisasi dibagi 3 tipe:
Tipe pasteurisasi Suhu & waktu
Low Temperature Long Time (LTLT) 62,8–65,6C ; 30 menit High Temperature Short Time (HTST) 73C ; 15 detik
P
Sterilisasi Komersial (121,1
C,
15’)
Sterilisasi komersial: Pemanasan tinggi, diaplikasikan pada industri, untuk mematikan mikroba pembusuk & patogen sampai level aman.
Ditujukan terhadap produk berasam rendah (pH>4,5) [rentan kontaminasi]
Sebagian spora bakteri mungkin tahan sterilisasi, tetapi bersifat dorman
Patogen target: bakteri termofilik dan pembentuk spora: Bacillus, C. botulinum, Micrococcus, Enterococcus, Bacillus
Pendinginan & Pembekuan
Refrigerasi: Proses pemindahan panas dari bahan pangan sehingga suhu internal lebih rendah dari suhu lingkungannya (penyimpanan dingin).
Karakteristik refrigerasi: Suhu -2 sampai 10C, pertumbuhan mikroba diperlambat, mikroba psikrofilik survive, spora dorman
Pembekuan: Proses pemindahan panas dari bahan disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat (penyimpanan beku)
Karakteristik pembekuan: Suhu -18C atau lebih rendah, pertumbuhan mikroba inaktif, spora bakteri/kapang survive dormanKerusakan Dingin Produk Buah
Komoditi Suhu terendah yang aman (C)
Kerusakan yang terjadi jika disimpan pada suhu antara 0 C dan suhu terendah yang aman
Apel 2,2 – 3,3 Pencoklatan bagian dalam, bagian tengah coklat,
lembek, dan lepuh
alpukat 4,4 – 7,2 Daging buah coklat kehitaman
Pisang 11,7 – 13,3 Warna jelek jika matang
Jeruk
besar 10 Lepuh, lubang cacat, benyek
Mangga 10 – 12,8 Kulit lepuh, kehitam-hitaman, pematangan tidak
merata
Semangka 4,4 Lubang cacat, busuk pada permukaan
Pepaya 7,2 Lubang cacat, gagal matang, citarasa menyimpang,
busuk
Nanas 7,2 – 10 Warna hijau jelek jika matang
Tomat
(matang) 7,2 – 10 Pelunakan, benyek dan busuk
Tomat
Thawing (10-15
C)
Thawing: Kelanjutan dari proses freezing, mengembalikan bahan dari fase padat menjadi bentuk semula (fase cair). [Daging beku dikembalikankeempukannya]
2 macam thawing:
Rapid thawing: Menggunakan aliran udara hangat untuk meningkatkan suhu
Slowly thawing: Membungkus bahan dengan plastik dan dialiri air
Thawing tidak boleh dilakukan lebih dari 2 jam karena mikroba yang semula dalam bentuk dorman dapat menjadi sel vegetatifKasus Keracunan Jasa Boga 1
E. coli
O157:H7 pada hamburger di restoran waralaba menyebabkan diare
berdarah, gagal ginjal, gangguan otak
*- Beef (frozen) dibuat dari daging giling dipanggang pada suhu sesuai SOP.
- Alat tidak berfungsi baik, digital menunjukkan suhu tercapai padahal tidak.
- Beef (frozen) tercemar E.coli O157:H7, undercooked, burger ukuran “jumbo”
- E. coli O157:H7 sering ditemukan pada daging sapi, tahan pembekuan meski tidak tahan panas
Bakteri ini juga menyebabkan keracunan melalui selada iris, bayam,
sayur ready-to-eat
Kasus Keracunan Jasa Boga 2
L. monocytogenes
pada salad kubis (coleslaw) menyebabkan listeriosis &
keguguran pada ibu hamil*
- Salad dibuat dengan mencampur kubis dan mayonais dan disimpan dalam refrigerator.
- Kubis terkontaminasi L. monocytogenes.
- Penyimpanan suhu refrigerasi justru mendukung pertumbuhan
L. monocytogenes, karena bakteri bersifat psikrofilik.
L. monocytogenes
juga menyebabkan listeriosis melalui soft cheese,
susu pasteurisasi
Kasus Keracunan Jasa Boga 3
S. aureus
pada pastry menyebabkan keracunan stafilokoki*
- Terbuat dari susu, telur, lemak, dan pati diolah terpisah lalu
diisikan secara manual ke dalam bakery dan display produk pada suhu ruang
- Pengisian secara manual menyebabkan S. aureus dari pekerja pindah ke pastry, tumbuh dan membentuk toksin selama display.
- S. aureus sering ditemukan pada pekerja, membentuk toksin tahan panas pada suhu ruang
Di Indonesia
S. aureus
juga menyebabkan keracunan melalui nasi rames,
nasi uduk, ikan tongkol, dll
Kasus Keracunan Jasa Boga 4
C. botulinum
pada potato salad yang dibuat dari
“baked potato”
menyebabkan botulism (kelumpuhan syaraf)*
- Kentang dibungkus rapat dalam alumunium foil, dipanggang dibiarkan dalam suhu ruang dan dipotong potong.
- Untuk salad, disimpan dalam refrigerator sampai dikonsumsi.
- C. botulinum ada di bahan baku, membentuk spora selama pemanggangan bergerminasi dan membentuk toksin
- C. botulinum lazim ditemukan pada sayur, pemanggangan dan kondisi anaerob (tanpa oksigen) memicu germinasinya
C. botulinum
juga sering mengkontaminasi tumis bawang, cacahan bawang
putih kemasan botol
Kasus Keracunan Jasa Boga 5
C. perfringens
pada corned beef yang diolah dalam skala besar*
- Corned beef diolah (dididihkan 3 jam), dibiarkan dingin pada suhu ruang, lalu disimpan di refrigerator
- Empat hari kemudian corned beef dipanaskan sampai suhu 48,8C (pukul 11.00) dan digunakan membuat sandwich, disajikan dan dikonsumsi sore
- C. perfringens ada di bahan baku, membentuk spora selama pemanasan, bergerminasi selama penurunan suhu yang lambat (jumlah makanan besar), reheating tidak cukup, tumbuh lagi setelah reheating dan disimpan dalam bentuk sandwich
- C. perfringens lazim ditemukan pada daging, pendinginan lambat
memicu germinasinya dan penyimpanan suhu ruang mendukung pertumbuhannya
- Karena gejala penyakit relatif ringan maka mungkin sering tidak terdokumentasikan
II.HACCP
(Hazard Analysis Critical Control Point)
Introduction
HACCP: Suatu pendekatan ilmiah yang digunakan untuk mengelola bahaya keamanan pangan untuk menghasilkan pangan yang aman.
HACCP diadopsi bertujuan: Untuk mengelola keamanan pangan, setelah
dilakukannya CPPB/GMP (Cara Produksi Pangan yang Baik/Good Manufacturing Practices), dan SSOP (Standar Sanitation Operating Procedures).
Di Indonesia konsep HACCP diadopsi: Badan Standariasi Nasional (BSN), Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Industri, Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Bukan Sistem yang berdiri sendiri, harus didampingi dengan:
Good Manufacturing Practices (GMP)
Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)
Sistem Manajemen Mutu & Keamanan Pangan
HACCP
Hazard Analysis Critical Control Point
SSOP
(Standar Sanitation Operating Procedures)
GMP/CPPB
GMP
(Good Manufacturing Practices)
GMP/CPPB: Memberikan pedoman persyaratan fasilitas, peralatan, pekerja, dan pengendalian proses yang harus dipenuhi industri pangan.
GMP/CPPB: Terdiri dari beberapa persyaratan dasar yang wajib dipenuhi suatu perusahaan
a. Persyaratan pekerja
Mencakup persyaratan (kebijakan) untuk pegawai tentang pengendalian penyakit, menjaga kebersihan, dan pelatihan.
b. Persyaratan bangunan dan fasilitas
Mencakup persyaratan tentang lokasi, disain dan tata letak, sanitasi bangunan serta fasilitas sanitasi.
c. Persyaratan peralatan
Mencakup persyaratan tentang konstruksi, disain dan tata letak, sanitasi, dan fasilitas sanitasi
d. Persyaratan pengendalian proses
SSOP
(Standar Sanitation Operating Procedures)
8 aspek SSOP yang harus dibuat prosedurnya:
1. Keamanan air
2. Kebersihan permukaan yang kontak pangan
3. Fasilitas sanitasi
4. Pencegah kontaminasi silang
5. Pencegah penipuan (adulteration)
6. Pelabelan senyawa toksik
7. Kesehatan pekerja
8. Pengendalian hama
SSOP: Merupakan dokumen untuk tiap-tiap aspek yang berisi:
Kebijakan dari prosedur (tahapan yang diperlukan)
Kebijakan rujukan yang digunakan
Tindakan koreksi yang dilakukan jika ada penyimpangan
7 Prinsip HACCP
PRINSIP 1: Melaksanakan analisa bahaya
PRINSIP 2: Menetapkan Titik Kontrol Kritis (CCP)
PRINSIP 3: Menetapkan batas kritis (CL)
PRINSIP 4: Mengembangkan sistem monitoring untuk mengendalikan CCP
PRINSIP 5: Menetapkan tindakan koreksi ketika batas kritis terlampaui
PRINSIP 6: Menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP berjalan secara efektif
PRINSIP 7: Mengembangkan dokumentasi dan rekaman.
Dalam implementasinya, ke-7 prinsip HACCP diaplikasikan dalam setiap tahap penanganan dan pengolahan yang disusun ke dalam suatu dokumen Rencana
HACCP (HACCP Plan).
Prinsip 1: Analisis Bahaya
Kegiatan dalam Analisis Bahaya:
1.Identifikasi bahaya
Semua bahaya (mikrobiologi, kimia, fisik) yang berpotensi dalam proses pengolahan harus diidentifikasi
TIM HACCP harus mempunyai kompetensi keahlian masing-masing
2.Identifikasi sumber bahaya
Setelah semua bahaya diidentifikasi (diperoleh daftar bahaya) TIM HACCP lalu mengkaji darimana asal bahaya tersebut?
o Apakah masuk ke pengolahan bersama bahan baku?
o Mencemari selama penerimaan dan penanganan?
o Pengolahan atau distribusi?
o Kontaminasi silang?
s
3.Penetapan tindakan pencegahan/pengendalian
Untuk tingkat bahaya yang diperkirakan akan terjadi harus ditetapkan tindakan pengendalian sampai dapat dikatakan aman
Contoh:
Bahaya Salmonella dapat dikendalikan dengan pasteurisasi
Spora C. botulinum dapat dihambat germinasinya jika pH < 4,5, Aw<0,85
Industri pengolahan jagung: Dapat meminta agar semua jagung yang masuk harus memenuhi kadar aflatoksin tertentu
s
4.Penetapan resiko/signifikansi bahaya
Kajian resiko semua bahaya dilakukan secara kualitatif/semi-kuantitatif menggunakan pendekatan ilmiah
Caranya: menggunakan matriks peluang dan keparahan, dikategorikan ke dalam golongan rendah, sedang, dan tinggi [Atau dikonversi dalam angka (10, 100, 1000,..]
s
Contoh:
Telur mentah memiliki peluang tinggi mengandung Salmonella non tifoid (h)
Salmonella non tifoid menyebabkan penyakit, tapi tidak parah dan tidak menyebar dengan cepat (M)
Maka diperoleh kombinasi (hM**), sehingga keberadaan Salmonella pada telur mentah memiliki resiko tinggi (signifikan)
TIM HACCP akan menetapkan, bahwa hanya resiko tinggi saja yang akan dilanjutkan dalam tahap kedua (Penetapan CCP)!
Keparahan Peluang
Rendah (L) Sedang (M) Tinggi (H)
rendah (l) lL* lM lH
sedang (m) mL mM mH**
tinggi (h) hL hM** Hh**
Tabel Matriks Penetapan Resiko/Signifikasi Bahaya
Prinsip 2: Penetapan CCP
(Critical Control Point)
CCP: Suatu titik/prosedur dalam tahap pengolahan pangan yang dapat
menghasilkan produk yang membahayakan kesehatan, jika tidak dikendalikan dengan tepat.
Penetapan CCP dilakukan melalui pendekatan logis dan ilmiah dengan mengamati bahan baku, karakteristik produk, dan penggunaan produk.
Untuk mempermudah penetapan CCP dibuat suatu Diagram keputusan (P1-P4)
Pada setiap tahap proses pengolahan yang memiliki bahaya signifikan, TIM HACCP memberikan pertanyaan (P1-P4) secara berurutan:
Untuk mengkonfirmasi tahap yang mengandung bahaya, harus dibuat cara pengendaliannya (P1), Jika pengendalian tidak diperlukan maka tahap ini bukan CCP.
Sebaliknya, jika tindakan pengendalian diperlukan tapi belum dibuat maka TIM HACCP harus merancang tahap prosesnya! CCP (P2)
Apabila dengan (P2) tidak ditetapkan sebagai CCP, maka masih ada (P3) dan (P4) yang harus ditanyakan.
Diagram Keputusan Penetapan CCP
s
P1: untuk setiap tahap prosesyang mengandung bahaya signifikan, Apakah sudah ada tindakan
pengendaliannya?
Tahap proses harus dimodifikasi
YA TIDAK
P2: apakah tahap ini dirancang khusus untuk bisa menurunkan bahaya sampai ke tingkat aman?
apakah pengendalian pada Tahap ini penting untuk Keamanan pangan?
YA
TIDAK
BUKAN CCP
YA TIDAK
P3: apakah ada kemungkinan bahaya atau
kontaminasi yang terjadi pada tahap ini meningkat sampai ke tingkat yang tidak dapat diterima?
CCP
YA TIDAK
P4: apakah ada kegiatan atau proses di tahap setelah ini yang dapat menghilangkan bahaya tersebut?
YA TIDAK
CCP
BUKAN CCP
Prinsip 3: Penetapan Batas Kritis
(Critical Limit)
CL/Batas kritis: Satu/lebih parameter yang harus dipenuhi untuk tiap CCP.
Batas tersebut memisahkan antara apa yang dianggap aman dengan yang tidak aman, berdasarkan bahaya mikrobiologi, kimia, dan fisik.
Batas kritis harus dipilih, yaitu yang dapat diukur/diobservasi dengan cepat dan mudah.
Batas kimia (derajat keasaman/pH, residu klorin, residu antibiotik)
Batas fisik (suhu, waktu, kecepatan, laju aliran)
Batas mikrobiologi: umumnya tidak digunakan, kecuali tersedia uji cepat
Tahap Proses Parameter CL yang sesuai untuk HACCP
Parameter CL yang tidak sesuai untuk HACCP
Pemanasan dalam retort (sterilisasi)
Berat kaleng, Jumlah kaleng, Suhu pemanasan, Waktu pemanasan
C. botulinum
negatif
Pemanggangan hamburger
Ketebalan burger, Suhu, Waktu
E. coli O157:H7 negatif
Desinfeksi air
(dalam watertreatment)
Residu klorin Salmonella
Prinsip 4: Monitoring
Monitoring: Seperangkat pengamatan terjadwal yang diimplementasikan pada CCP untuk menjamin bahwa batas kritisnya terpenuhi.
Dalam Rencana HACCP, CL, dari suatu CCP adalah apa yang dipantau dan siapa yang ditugaskan untuk memantau.
5 komponen kunci monitoring: What (apa), How (bagaimana), When (kapan), Who (siapa), Where (tempat).
Kegiatan Monitoring adalah “on‐line”
Contoh:
Pemantauan suhu retort dapat dilakukan setiap 1 jam atau 4 jam
Pemantauan tiap 1 jam memberi kendali lebih baik dibanding 4 jam, namun biaya operasi lebih mahal
Bila saat pemantauan diperoleh hasil menyimpang, maka pada
pemantauan per 1 jam hanya ada produk selama 1 jam tersebut yang diberi tindakan koreksi!
Prinsip 5: Tindakan Koreksi
Apabila saat monitoring ditemukan bahwa CL tidak terpenuhi, maka perlu direncanakan tindakan koreksi.
2 macam tindakan koreksi: Tindakan Segera (correction) dan Tindakan Pencegahan Penyimpangan (deviation control)
Tindakan segera:
Penghentian proses
Isolasi produk yang mengalami kehilangan kendali karena tidak terpenuhinya CL
Tindakan pencegahan penyimpangan:
Penugasan yang jelas tentang siapa yang bertanggungjawab terhadap eksekusi tindakan koreksi
Pemeriksaan terhadap penyimpanan CL termasuk investigasi penyimpangan
Contoh: Industri Susu Pasteurisasi
[Suhu pasteurisasi tidak tercapai 72C] Tindakan koreksi yang dilakukan: a. Penghentian produksi
b. Melapor ke manajer
c. Menahan produk yang dihasilkan ketika suhu tidak tercapai
Tindakan pencegahan penyimpangan: a. Perbaikan alat
b. Pengujian produk yang ditahan
c. Tindakan pada produk (proses ulang, pemanfaatan untuk tujuan lain, pemanfaatan untuk konsumen yang berbeda, atau pemusnahan)
Prinsip 6: Verifikasi
Verifikasi: Kegiatan yang dilakukan untuk menjamin terlaksananya Rencana HACCP, antara lain:
1. Mengendalikan keamanan pangan secara efektif
2. Telah disusun sesuai dengan ke-7 prinsip yang ada
3. Telah diimplementasikan sesuai Rencana HACCP yang disusun
Untuk menjamin Rencana HACCP dilakukan:
Pengujian produk
Kalibrasi alat
Review hasil pemantauan
Audit
Prinsip 7: Penetapan Dokumentasi
Dokumentasi: Pencatatan rekaman kegiatan penyusunan Rencana HACCP dan implementasinya
Mencakup:
Rencana HACCP yang telah disusun dan semua dokumen pendukungnya
Rekaman hasil monitoring
Dokumen tindakan koreksi
Dokumen prosedur verifikasi
12 Langkah Penyusunan Rencana HACCP
Dalam implementasinya, ke-7 prinsip HACCP diaplikasikan dalam setiap tahap penanganan dan pengolahan yang disusun ke dalam suatu dokumen Rencana
HACCP (HACCP Plan)
Langkah 1. Penyusunan TIM HACCP
Umumnya TIM HACCP terdiri dari 5-6 orang, dengan latar belakang pendidikan berbeda-beda (multi disiplin)
Meliputi: Ahli Teknologi pangan, Mikrobiologi, Kimia, Mesin, Sanitasi rekayasa proses, keamanan pangan, bioteknologi,
Ketua tim haruslah orang yang berpengalaman dan pernah mengikuti pelatihan HACCP
TIM HACCP bertugas:
Melakukan pengumpulan data dan informasi untuk aplikasi prinsip HACCP, untuk kemudian menyusunnya menjadi suatu draft Rencana HACCP
Langkah 2. Deskripsi Produk
Deskripsi produk mencakup: semua karakteristik produk yang berkaitan dengan parameter mutu dan keamanannya
Data-data yang diperlukan TIM HACCP
Nama produk
Teknologi pengolahan
Teknologi pengawetan
Bahan baku
Ingridien/BTP yang ditambahkan
Kadar air
Aktivitas air (Aw)
pH
Jenis pengemas
Cara penanganan dan distribusi produk
Pelabelan
Instruksi penyajian
Langkah 3. Penetapan Penggunaan Produk
Deskripsi penggunaan produk mencakup gambaran tentang bagaimana produk akan dikonsumsi.
Contoh: Suatu produk pangan ada yang langsung dimakan/diminum, namun ada juga yang harus dipanaskan/dimasak dahulu.
Informasi lain:
Siapa yang akan mengkonsumsi/konsumen target
Langkah 4. Penyusunan Diagram Alir Proses
Diagram alir menggambarkan seluruh rangkaian proses, dari penerimaan bahan baku sampai produk akhir didistribusikan
Diagram alir juga mencakup tindakan penahanan (holding) serta pengolahan ulang terhadap produk
Harus diverifikasi oleh TIM HACCP
Langkah 5. Verifikasi Diagram Alir Proses
Verifikasi diagram alir dilakukan oleh TIM HACCP dengan langsung turun ke lapangan untuk mencek apakah sesuai dengan draft blue print
Dilakukan dengan: observasi dan interview terhadap operator/pelaksana
III.Sistem Manajemen Keamanan Pangan
dan Rencana HACCP Untuk
Industri Jasa Boga
Industri Jasa Boga
Industri jasa boga mencakup: Restoran, kantin, katering, pengadaan makanan di rumah sakit.
Karakteristik industri jasa boga:
1. Jenis pangan yang diproduksi dan disajikan sangat banyak 2. Bahan baku yang digunakan juga sangat banyak dan beragam
3. Umumnya disajikan dalam rentang waktu yang singkat dan dikonsumsi segera setelah dimasak.
4. Pengujian produk tidak mungkin (feasible) karena waktu antara produksi dan konsumsi relatif singkat
Framework of Food Safety Management in
Food Service Industry
• Time
Temperature control
• (sensitive) Ingredients control
• safe water and ice
• clean and sanitary utensils
• calibrated and operational equipment
• clean and sanitary premises
• personal hygiene
HACCP
Good Hygienic
Practices
Sistem Manajemen Keamanan
Industri Jasa Boga
Good Hygienic Practices & Process Control
Good Hygienic Practices (GHP)
Basis dalam Sistem Manajemen Keamanan Pangan
GHP adalah pedoman praktek saniter: Air yang aman
Lingkungan yang bersih
Bangunan bertata letak baik, tidak beracun, bersih, mudah dibersihkan Peralatan berfungsi, tidak beracun, bersih dan mudah dibersihkan
Pekerja mengerti pentingnya kebersihan dan program sanitasi
Diwujudkan dalam bentuk SOP, SSOP, instruksi kerja, training
s
Process Control
Pengendalian Sensitive ingredients, menjamin ingridien sesuai spesifikasi dan tujuan penggunaan
HACCP plan berbasiskan 3 Diagram Alir (3 Tipe Jenis Pangan) Mengendalikan tahapan proses
Menjamin proses inaktivasi yang tepat
Sensitive Ingredients
Karena bahan baku yang diolah banyak, maka perlu dikenali ingredien yang seringkali ditemukan terkontaminasi bahaya mikrobiologi, kimia, dan fisik
Informasi bisa diperoleh dari pustaka, data keracunan (KLB), data suplaier, hasil analisis, data suplaier,
s
Microbiologically Sensitive Ingredients
Susu bubuk, coklat bubuk, kelapa kering, rempah bubuk, telur cair, karkas ayam, daging, telur mentah, susu mentah, udang
Salmonella
Keju lunak, keju dari susu mentah, RTE processed meat, sayur
L. monocytogenes
Makanan kaleng (ikan, kacang, sayur), C. botulinum
Tepung, pati, gula Clostrididium dan Bacillus
Ingredients Sensitive for Chemical Hazards
Jagung, kacang tanah Aflatoxin
Karkas ayam, daging, telur mentah residu hormon
Susu mentah atau olahan residu antibiotika
Susu bubuk melamin
Kacang tanah, seafoods, terigu,susu, alergen
Ikan, seafood Histamin,tetrodotoxin
Ingredients Sensitive for Physical Hazards
Jagung, kacang tanah, kedelai, beras, tempe batu, kerikil, serangga, kutu
Sayur mentah Serutan kayu
Garam, gula batu, kerikil
Kategori Resiko Produk Olahan
Produk-Produk Kategori I (Resiko Tinggi)
1 Produk-produk yang mengandung ikan, daging, telur, sayur, serealia dan/atau ingridien susu yang perlu direfrigerasi
2 Daging, ikan mentah dan produk-produk olahan susu
3 Produk-produk dengan nilai pH 4,6 atau di atasnya yang disterilisasi dalam wadah yang ditutup secara hermetis
Produk-Produk Kategori II (Resiko Sedang)
1 Produk-produk kering atau beku yang mengandung ikan, daging, telur, sayuran atau serealia dan atau ingridien atau penggantinya, dan produk lain yang tidak termasuk dalam regulasi hygiene makanan
2 Sandwich dan kue pies daging untuk konsumsi segar
3 Produk-produk berbasis lemak [coklat, margarin, spreads, mayones]
Produk-Produk Kategori III (Resiko Rendah)
1 Produk asam (nilai pH di bawah 4,6) [pikel, buah-buahan, konsentrat buah, sari buah, dan minuman asam]
2 Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas
3 Selai (jam), marmelade, dan conserves
4 Produk-produk konfeksioneri berbasis gula
1. Pengadaan bahan pangan (Raw materials)
Adalah bahan makanan mentah, hendaknya dipilih yang berkualitas baik
Bahan makanan yang dipilih sebelum diterima harus dilakukan pemeriksaan, penelitian, pencatatan, pengambilan keputusan dan pelaporan spesifikasi bahan makanan.
6
2. Penyimpanan bahan pangan
Penyimpanan bahan pangan sangat penting, karena tidak semua bahan pangan dapat langsung diolah.
Gudang untuk bahan pangan kering dan lemari pendingin untuk bahan makanan basah, [penyimpanan harus diatur dan disusun dengan baik]
Faktor utama dalam penyimpanan adalah suhu, lamanya, jenis penyimpanan yang disimpan, dan kepadatan ruangan penyimpanan.
a. Bahan pangan kering (biji-bijian, buah, buah kering, bumbu) dapat disimpan pada suhu kamar dan tertutup
b. Bahan pangan agak mudah rusak (umbi-umbian, buah berkulit keras), disimpan pada tempat sejuk lO-15C [lemari es].
c. Bahan pangan mudah rusak (daging, telur, ayam, ikan, susu), harus disimpan pada suhu dingin/beku O-lOC [freezer]
d. Dalam penyimpanan diterapkan prinsip FIFO (First in First Out). e. Bahan pangan yang akan disimpan harus dalam keadaan baik dan segar
Makanan (olahan) yang disajikan lebih dari 6 jam disimpan pada suhu -5 sampai -1C.
6
3. Pengolahan makanan
Beberapa aspek yang harus diperhatikan: pekerja, mencuci tangan, pakaian, perhiasan, penutup rambut, dan kebiasaan buruk (menutup batuk dengan
tangan, garuk-garuk, mencet jerawat, dan lain-lain) merupakan tindakan tidak higiene.
Umumnya bahan makanan telah terkontaminasi bakteri saat sampai ditempat pengolahan makanan.
Keberadaan patogen pangan dapat dieliminasi dengan pencucian, desinfektan, dan pemanasan.
4. Penyajian Makanan
Cara penyajian makanan menggunakan kereta dorong khusus dan melalui jalur tertentu agar terhindar dari kontaminasi.
Menyusun HACCP Plan
s
1. Menyusun TIM HACCP
2. Mendeskripsikan produk
3. Identifikasi Penggunaan produk
4 Menyusun Diagram Alir
5. Melakukan Verifikasi Diagram Alir di tempat
6. Mendaftar semua Bahaya Potensial Melakukan Analisis Bahaya
Menentukan Tindakan Pengendalian
7. Menentukan CCP
8. Menetapkan Batas Kritis untuk Setiap CCP
9. Menetapkan Sistem Monitoring untuk setiap CCP
10. Menetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan
yang mungkin terjadi
11. Menetapkan prosedur Verifikasi
12. Menetapkan Cara Penyimpanan Catatan dan
Menggunakan pendekatan 3 Jenis Diagram Alir
Pengelompokan produk pangan menjadi 3 tipe pangan/3 Jenis Diagram Alir dimaksudkan untuk menyederhanakan penyusunan Rencana HACCP (karena besar kemungkinan 1 tipe pangan memiliki tindakan koreksi yang sama
Karakteristik HACCP Jasa Boga:
Langkah 2-5: Produk dikelompokkan berdasar diagram alir Langkah 6 (Prinsip 1): Analisis bahaya dilakukan dengan
mempertimbangkan frekuensi produk melewati danger zone
Langkah 7 (Prinsip 2): CCP umumnya berupa penerimaan, persiapan (thawing, sortasi, pencucian), pemasakan, reheating, penyajian, dll Langkah 8 (Prinsip 3): CL umumnya berupa kombinasi suhu dan waktu
Jenis Pangan Industri Jasa Boga
Kelompok Pangan 1
Mencakup jenis pangan yang tidak mengalami pemanasan
Contoh: Sushi, sashimi, salad, irisan daging, irisan keju, salad tuna, karedok, buah potong, rujak buah.
Karena tidak mengalami pemanasan, bahan baku kelompok pangan 1 harus memenuhi syarat mutu yang baik!.
Tahap proses meliputi:
Penerimaan bahan baku (receive)
Penyimpanan bahan baku (store)
Penyiapan (prepare)
Penyimpanan produk (hold)
Penyajian produk (serve)
a
Kelompok Pangan 2
Kelompok pangan yang mengalami proses pemanasan, diolah dan disajikan pada hari yang sama
Contoh: Nasi goreng, nasi uduk, ayam goreng, ikan bakar, hamburger, telur dadar, sate ayam, opor ayam, dll
Karena ada pengolahan, yang menjadi titik kritis/CCP dan harus dikendalikan, yaitu suhu-waktu pemanasan, sanitasi pekerja, dan kontaminasi silang.
Tahap proses meliputi:
Diagram alir Kelompok Pangan 2
Penerimaan bahan baku (receive)
Penyimpanan bahan baku (store)
Penyiapan (prepare)
Pemasakan (cook)
Penyimpanan produk (hold)
a
Kelompok Pangan 3
Kelompok pangan yang mengalami proses pemanasan, pendinginan, pemanasan kembali, dan penyimpanan pada suhu tinggi (65C)
Contoh: Sup,kuah daging, rendang, gudeg, opor ayam, dll.
Titik kritis yang harus dikendalikan, yaitu suhu-waktu pemanasan, sanitasi pekerja, suhu pendinginan, waktu penyimpanan sementara.
Tahap proses meliputi:
Diagram alir Kelompok Pangan 3
Penerimaan bahan baku (receive)
Penyimpanan bahan baku (store)
Penyiapan (prepare)
Pemasakan (cook)
Pendinginan produk (cool)
Pemanasan kembali (reheat)
Penyimpanan panas (hot hold)
Dilakukan dengan asumsi bahwa bahaya mikrobiologi adalah bahaya yang paling berperan untuk mutu dan keamanan pangan ready to eat.
Untuk bahaya kimia dan fisik telah ditangani dengan baik saat penerimaan bahan baku.
Analisis bahaya diperhitungkan dengan membagi produk berdasarkan frekuensi suatu produk melewati danger zone (suhu 5-60C) [frekuensi tinggi pangan tipe 1 dan 3] [Gambar 1]
Analisis Bahaya
Tindakan Pencegahan
Kelompok Pangan 1
Bahan baku tidak mengandung mikroba (mikroflora dan patogen) dalam jumlah yang mendekati kerusakan atau membahayakan kesehatan
Penyimpanan dingin harus berjalan dengan baik untuk mempertahankan jumlah mikroba tetap rendah (total aerobic count, kapang, dan kamir).
Kelompok Pangan 2
Menjamin bahan baku agar tidak mengandung mikroba berlebih. Khususnya pembentuk spora
Menjamin proses pemanasan yang dirancang tercapai/terpenuhi
n
Kelompok Pangan 3
Adalah pangan yang lebih kompleks, karena mengalami pemanasan 2x dan penyimpanan dingin
Suhu penyimpanan dingin dikendalikan
Suhu dan waktu pemanasan dan pemanasan ulang harus tercapai
Tidak terjadi kontaminasi ulang pasca pemanasan
Cermati terhadap produk yang sering disimpan pada “danger zone”
Produsen penyuplai bahan baku memiliki reputasi yang baik
Simulasi
Penyusunan Rencana HACCP Industri Jasa Boga
Produksi Rendang Daging di Restoran Sari Sedap
1.Penyusunan Tim HACCP
No Nama Keahlian (Bagian) Status dalam Tim
1. Fery Salim Sanitasi Ketua
2. Sri Mulyati Pembelian Anggota
3. Erwin Chef Anggota
P
2.Deskripsi Produk
3.Penetapan Penggunaan Produk
Dikonsumsi anak-anak 5 tahun-lanjut usia (60-65)
Nama Produk Rendang daging
Bahan baku Rendang sapi, rempah-rempah
Aw 0,2
pH 6,8
Teknologi pengolahan Penggorengan
Teknologi pengawetan Penggorengan
Kemasan primer Tidak dikemas, disajikan langsung di atas piring
Kemasan sekunder
-Suhu penyimpanan Suhu kamar (24-30C)
Transportasi Truk
P
4.Penyusunan Diagram Alir Proses
Penerimaan daging
Penyimpanan
Penyiapan (pencucian, pemotongan,
pencampuran bumbu dan santan)
Pemasakan 100C 4 jam
Penyimpanan suhu ruang
Pemasakan kembali
Penyajian Penerimaan kelapa
Penyiapan (pemarutan, penambahan air)
Santan Bumbu
Penyiapan (pencucian dan penggilingan Penerimaan rempah
(bawang, cabe, kunyit, lengkuas, jahe, sereh, daun
salam, lada)
P
5.Verifikasi Diagram Alir Proses
Tim HACCP melakukan verifikasi di tempat dengan mewawancarai bagian pembelian, juru masak, penyaji, dan sebagainya [Gambar 2]
6.Analisis Bahaya
Berdasarkan [Gambar 2] tim HACCP melakukan analisis bahaya
Tindakan meliputi: identifikasi semua bahaya, menetapkan sumber bahaya, menetapkan tindakan pencegahan, dan menetapkan resiko atau signifikansi bahaya yang teridentifikasi
Analisis bahaya ditempuh dengan: diskusi, gagasan, kajian pustaka, konsultasi dengan pakar, pemasok, dsb.
6a.Identifikasi Bahaya
Tim HACCP mengidentifikasi bahaya biologi, fisik, dan atau kimia yang mungkin terdapat pada tahapan produksi [Gambar 2]
6b.Identifikasi Sumber Bahaya
P
Tabel Identifikasi bahaya dan tindakan pengendalian
Tahap Proses Jenis Bahaya Sumber Bahaya Tindakan Pengendalian
Penerimaan daging Residu hormon antibiotik (K)
Perlakuan di peternak
Memastikan pemasok yang baik
Salmonella (B) Kontaminasi selama pemotongan,
penanganan
Jaminan pemasok, suhu penerimaan 5C
Penerimaan kelapa Salmonella (B) Kontaminasi
transportasi
Jaminan pemasok
Penerimaan bahan bumbu
Salmonella (B) Kontaminasi panen, penanganan,
transport
Jaminan pemasok
Kerikil, ranting, tanah (F)
Idem Sortasi, pencucian
Penyimpanan (storage)
Pertumbuhan
Salmonella, patogen lain, mikroba
pembusuk (B)
Alami atau
kontaminan pada bahan baku
Penyimpanan suhu
rendah 5C (daging, kelapa), RH 80% (bahan bumbu)
P
Tahap Proses Jenis Bahaya Sumber Bahaya Tindakan Pengendalian
Penyiapan Salmonella dan
S. aureus (B)
Pekerja Sanitasi pekerja,
cuci tangan
Air Hanya menggunakan air
bersih
Talenan, pisau, blender
Memastikan pemanasan yang cukup
Pemasakan Patogen berspora
bertahan (B)
Pemanasan tidak mencukupi
Memastikan pemanasan yang cukup
Penyimpanan (holding)
Spora bergerminasi (B)
Pendinginan yang lambat
Memastikan
pendinginan cepat
Penyimpanan pada suhu ruang terlalu lama
Memastikan tidak terjadi penyimpanan terlalu lama pada suhu ruang
Pemasakan kembali Patogen bertahan (B)
Kurang pemanasan Pemanasan kembali yang cukup
Penyajian Salmonella,
S. aureus (B)
P
6c.Penetapan Resiko/Signifikansi
Tim HACCP menetapkan apakah bahaya-bahaya fisik, kimia, atau mikrobiologi yang sudah diidentifikasi memiliki resiko tinggi (sering terjadi dan parah akibatnya jika terjadi), atau resiko sedang atau rendah (jarang terjadi dan akibatnya juga tidak parah jika terjadi)
Tahap Proses Jenis Bahaya P K Risiko Justifikasi
Penerimaan daging Residu hormon antibiotik (K)
m M TS Daging dibeli dari
pemasok terpecaya, dilakukan audit RPH
Salmonella (B) h M S Prevalensi Salmonella
dalam daging tinggi
Penerimaan kelapa Salmonella (B) l m TS Prevalensi Salmonella
dalam daging rendah
Penerimaan bahan bumbu
Spora(B) m M S Pemasok tepercaya:
spora dalam bumbu rendah
Kerikil, ranting, tanah (F)
h M TS Sortasi dan pencucian
efektif
P
Tahap Proses Jenis Bahaya P K Risiko Justifikasi
Penyimpanan (storage)
Pertumbuhan
Salmonella, patogen lain, mikroba
pembusuk (B)
l M TS Penyimpanan suhu rendah
5C dan RH rendah
Penyiapan Salmonella dan
S. aureus (B)
l M TS SSOP water treatment
unit
Pemasakan Patogen berspora
bertahan (B)
m H S Kurang pemasakan dapat
menyebabkan spora tertinggal
Penyimpanan (holding)
Spora bergerminasi (B)
h H S Spora bisa bergerminasi
jika pendinginan lambat
Pemasakan kembali Patogen bertahan (B) h H S Patogen bertahan jika
pemanasan kurang
Penyajian Salmonella,
S. aureus (B)
l M TS Penyajian yang singkat
tidak mendukung pertumbuhan
P
7.Penetapan CCP (Critical Control Point)
Tim HACCP membuat daftar tahap proses yang mengandung bahaya dengan risiko yang tinggi atau signifikan untuk dikaji apakah merupakan suatu CCP atau tidak.
Tahap Proses Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP
Penerimaan daging Salmonella Y T Y Y Bukan
Penerimaan bumbu Spora Y T Y Y Bukan
Pemasakan Bakteri pembentuk spora Y Y - - CCP
Penyimpanan (holding) Spora bergerminasi Y T Y T CCP
Pemasakan kembali Patogen bertahan Y T - - CCP
P
Penetapan CCP
Penerimaan daging
Penyimpanan
Penyiapan (pencucian, pemotongan,
pencampuran bumbu dan santan)
Pemasakan 100C 4 jam
Penyimpanan suhu ruang
Pemasakan kembali
Penyajian Penerimaan kelapa
Penyiapan (pemarutan, penambahan air)
Santan Bumbu
Penyiapan (pencucian dan penggilingan Penerimaan rempah
(bawang, cabe, kunyit, lengkuas, jahe, sereh, daun
salam, lada)
Gambar 2. Diagram alir Produksi rendang daging CCP1
CCP2
P
8.Penetapan CL (Critical Limit)
Untuk tiap-tiap CCP yang ditetapkan, Tim HACCP harus menetapkan CL atau batas kritis.
Batas kritis adalah kriteria kritis untuk tindakan pengendalian yang sudah direncanakan.
Berdasarkan analisis bahaya dan penetapan CCP, ditentukan 3 jenis CL
Tahap Proses Bahaya Risiko Tinggi CCP CL
Pemasakan Bakteri pembentuk spora CCP1 100C, 4 jam
Penyimpanan (holding) Spora bergerminasi CCP2 Tidak lebih dari 2 jam
pada suhu ruang atau 24 jam pada 5C
P
9.Penetapan Prosedur Monitoring
Berdasarkan hasil penetapan CCP dan CL, tim HACPP menetapkan prosedur monitoring (pemantauan) untuk memastikan bahwa CL selalu tercapai.
Prosedur monitoring mencakup: apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana monitoring yang akan dilakukan.
Tahap Proses CL
Monitoring
P
10.Penetapan Tindakan Koreksi
Tim HACCP perlu menyiapkan suatu standar prosedur operasi yang akan
dilakukan apabila pada saat monitoring ditemukan bahwa CL tidak tercapai.
Tindakan koreksi dapat berupa tindakan segera (correction) dan tindakan yang bersifat pencegahan (deviation control)
Tahap
Proses CL
Monitoring Tindakan
koreksi
Menambah waktu pemanasan 1 jam
Penyimpanan (holding)
2 jam (suhu ruang)
Waktu Pelayan Mencatat waktu
P
11.Verifikasi
Tim HACCP lalu menetapkan prosedur verifikasi untuk menjamin bahwa rencana HACCP tersebut telah disusun sesuai dengan ke-7 Prinsip HACCP.
Tindakan verifikasi meliputi: pengujian, kalibrasi alat, dsb
Tahap
P
12.Dokumentasi
Tim HACCP menyusun suatu perencanaan dokumen yang dianggap perlu untuk dapat mengimplementasikan HACCP di Restoran Sari Sedap
Dokumen mencakup: Dokumen Rencana HACCP dan semua dokumen pendukung, dokumen rekaman hasil monitoring, dokumen tindakan koreksi, dan dokumen prosedur verifikasi
Tahap
Proses CL
Monitoring
Tindakan
koreksi Verifikasi Dokumentasi
Apa Siapa Bagaimana Dimana Kapan
pemanasan 1 jam