• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT BASIS OF CONSIDERATION THE JUDGE IN A DEATH PENALTY DROPPED THE SUSPECTED NARCOTIC CRIME BY FOREIGN CITIZENS (THE STUDY OF DECISION NO: 1599K PID.SUS2012) By Destry Fianica, Eko Raharjo, Dona Raisa Monica (Email: fianicadestryyahoo.com)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ABSTRACT BASIS OF CONSIDERATION THE JUDGE IN A DEATH PENALTY DROPPED THE SUSPECTED NARCOTIC CRIME BY FOREIGN CITIZENS (THE STUDY OF DECISION NO: 1599K PID.SUS2012) By Destry Fianica, Eko Raharjo, Dona Raisa Monica (Email: fianicadestryyahoo.com)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA OLEH

WARGA NEGARA ASING

(Studi Putusan Nomor:1599 K/Pid.Sus/2012)

ABSTRAK

Oleh

Destry Fianica, Eko Raharjo, Dona Raisa Monica (Email: fianicadestry@yahoo.com)

Penyalahgunaan narkoba yang marak terjadi belakangan ini tidak hanya dilakukan oleh Warga Negara Indonesia (WNI), namun juga oleh Warga Negara Asing (WNA). Undang-Undang Narkotika No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika mengatur sanksi pidana mati yang mengakibatkan timbulnya polemik yang mengatakan bahwa pidana mati tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 serta bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika oleh Warga Negara Asing (Studi Putusan Nomor: 1599 K/ Pid.Sus/2012) dan apakah Putusan Nomor 1599 K/ Pid.Sus/2012 yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana narkotika sudah tepat dan memenuhi rasa keadilan.. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan masalah melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan data primer dan data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan dan di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan bahwa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika oleh warga Negara asing adalah berdasarkan aspek yuridis yaitu keterangan saksi antara lain petugas Bea dan Cukai di Bandara Soekarno Hatta, keterangan ahli di bidang narkotika yaitu BNN, keterangan terdakwa Gareth Dane Cashmore, dan barang bukti berupa narkotika golongan 1 seberat 6500 gram. Aspek non yuridis dipergunakan untuk mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan ataupun meringankan pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa. Selain itu juga hakim dalam memutus mengacu pada teori retributive (teori absolut atau teori pembalasan).

(2)

ABSTRACT

BASIS OF CONSIDERATION THE JUDGE IN A DEATH PENALTY DROPPED THE SUSPECTED NARCOTIC CRIME BY FOREIGN CITIZENS

(THE STUDY OF DECISION NO: 1599K/ PID.SUS/2012)

By

Destry Fianica, Eko Raharjo, Dona Raisa Monica (Email: fianicadestry@yahoo.com)

Drug abuse happening lately not only performed by Indonesian citizen, but also by foreign citizen. Undang Undang narkotika No.35 Tahun 2009 about narcotics regulating the resulting death penalty in the emerge polemic, it said that the death penalty contrary with Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 and contrary with Human Rights. Problems in this research are: What is the basic consideration of law the judge in a death penalty dropped the suspected narcotic crime by foreign citizens (The Study ofDecision No: 1599K/Pid.Sus/2012) and Whether Decision No: 1599K/Pid.Sus/2012 which are narcotic crime dropped to an Offender was accurate and meet the sense of justice. This research carried out using the approach of the matter through the approach of juridical normative and juridical empirical with primary data and secondary data collected from literature and field research. Based on results of research and discussion then conclude that the basis of the consideration the judge in a death penalty dropped the suspected narcotic crime by foreign citizens is based on juridical aspect, it is witness testimony,they are: Officer of Soekarno Hatta Airport Customs and Excises, an Expert of Narcotics From BNN, information of defendantGareth Dane Cashmore, and evidences from form of narcotics group 1 weighing 6500 grams, Non Juridical Aspect used for consider it an incriminating nor relieve penalties imposed against the defendant. In addition Also the judge for the decryption reference in the theory of retributive(Theory of Absolute and The Theory of Retaliation)

(3)

I. PENDAHULUAN

Pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin komplek seiring dengan perkembangan zaman yang begitu pesat membuat manusia melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Tentu tidak semua cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat dibenarkan, salah satunya adalah dengan melakukan kejahatan yang bertentangan dengan norma masyarakat. Berbagai bentuk kejahatan semakin berkembang. Salah satunya yakni kejahatan narkoba, yang saat ini menjadi trend di seluruh lapisan dunia tidak terkecuali di Indonesia.1

Penyalahgunaan narkoba adalah suatu bentuk penggunaan narkoba tanpa hak dan melawan hukum. Penyalahgunaan narkoba yang marak terjadi belakangan ini tidak hanya dilakukan oleh Warga Negara Indonesia (WNI), namun juga oleh Warga Negara Asing (WNA). WNA yang terlibat tidak hanya berasal dari satu negara saja namun berasal dari berbagai negara yang berbeda dengan modus serta tujuan yang berbeda. Undang-Undang Narkoba yang terdiri dari Undang-Undang Psikotropika No.5 Tahun 1997 dan Undang-Undang Narkotika No. 35 Tahun 2009 mengatur penyalahgunaan narkoba yang melibatkan WNA serta bentuk pertangungg jawabannya. Keberadaan Undang-Undang Narkotika merupakan dasar bagi

1

M.Dody Sutrisna Dkk, Pertanggungjawaban Pidana Penyalahgunaan Narkoba yang dilakukan Oleh Warga Negara Asing,

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana, Diakses dari www.ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/ article Pada tanggal 27 Oktober 2014 Pukul 19.03 WIB.

penegakan hukum dalam rangka untuk menjamin ketersediaan obat guna kepentingan ilmu pengetahuan, teknologi, serta kesehatan, dan juga untuk mencegah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.2

Penulis menemukan beberapa permasalahan yang menarik dalam pokok perkara Putusan Kasasi Nomor 1599 K/Pid.Sus/2012 tersebut. Di dalam putusan tersebut, pada awalnya yakni di dalam Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 1861/PID.Sus/2011/PN.TNG, Gareth Dane Cashmore sebagai terdakwa telah dijatuhi Pidana Seumur Hidup. Namun, setelah diajukan banding yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum Terdakwa ke Pengadilan Tinggi Banten, hakim mengadili dalam Putusan Nomor 67/PID/2012/PT.BTN dengan menghukum terdakwa dengan Pidana Mati. Kemudian dilakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung oleh Terdakwa Gareth Dane Cashmore, namun Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Gareth Dane Cashmore.

Jaksa Penuntut Umum di dalam memori bandingnya mengemukakan keberatan-keberatan yang pada pokoknya sebagai berikut:

(1) Bahwa ancaman pidana terhadap kasus perkara ini sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2009 adalah dengan pidana mati. Sedangkan Pengadilan Negeri Tangerang menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan lamanya Seumur Hidup, sedangkan

2

(4)

2

perbuatan Terdakwa adalah perbuatan yang jelas melanggar undang-undang, sehingga Putusan tersebut dirasakan tidak mencerminkan keadilan ditengah-tengah masyarakat:

(2) Bahwa penjatuhan hukuman yang relative ringan tidak membawa dampak tangkal di tengah-tengah masyarakat serta membuat jera bagi pelaku kejahatan serupa. Jaksa Penuntut Umum banding dan

menuntut “Pidana Mati” sesuai Pasal

114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika: (1) Setiap orang yang tanpa hak atau

melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Setelah menjalani proses persidangan, majelis hakim Pengadilan Tinggi dalam amar putusannya Nomor 67/PID/2012/PT.BTN menghukum Terdakwa Gareth Dane Cashmore seorang WNA Inggris tersebut dalam amar putusannya mengatakan

“menghukum terdakwa oleh karena itu dengan Pidana Mati”. Dalam amar

putusan tersebut yang menjadi masalah yakni didasari bahwa penerapan pidana mati tidak sesuai dengan paham Pancasila yang selalu menjunjung tinggi rasa prikemanusiaan yang adil dan beradab.3

Hukuman pidana mati juga diperdebatkan akibat adanya Amandemen Kedua Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa "hak untuk hidup, dan hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.4 Akan tetapi, di Indonesia sendiri sudah ada produk hukum yang mengatur mengenai

sanksi pidana mati dan sudah

beberapa yang diterapkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi

dengan judul “Dasar Pertimbangan

Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Mati terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Warga Negara Asing (Studi Putusan Nomor: 1599 K/ Pid.Sus/2012)”.

3

Putusan Nomor Nomor

67/PID/2012/PT.BTN, hlm 30

4

(5)

Adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika oleh Warga Negara Asing (Studi Putusan Nomor: 1599 K/ Pid.Sus/2012).

2) Apakah Putusan Nomor 1599 K/ Pid.Sus/2012 yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana narkotika sudah tepat dan memenuhi rasa keadilan.

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan penelitian kepustakaan yang memperoleh data sekunder yang meliputi buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi dan lain-lain.Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang digunakan untuk memperoleh data primer yang meliputi hasil penelitian di lapangan dengan melakukan wawancara kepada para narasumber yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

II. PEMBAHASAN

A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Mati terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Oleh Warga Negara Asing.

Tugas hakim sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 adalah menerima, memeriksa, mengadili, serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya dan perkara-perkara tersebut berupa

perkara pidana, perdata maupun tata usaha negara. Pada pasal 3 dan 4 disebutkan pula bahwa semua peradilan negara yang menerapkan dan menegakkan hukum serta keadilan adalah berdasarkan Pancasila dan peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa” serta dilakukan

dengan bebas dari segala campur tangan dan tidak membeda-bedakan orang.

Menurut Sudarto, hakim memberikan keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut :5

1. kepusan mengenai peristiwanya, yaitu apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya.

2. keputusan mengenai hukumannya, yaitu apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana.

3. keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat dipidana.

Berdasarkan wawancara dengan Lief Sofijullah6,menyatakan bahwa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika oleh warga negara asing, yaitu:

1. apabila pidana yang dijatuhkan adalah pidana seumur hidup maka penjatuhan hukuman tersebut relative ringan tidak membawa dampak tangkal di tengah-tengah

5

Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1990, hlm.74

6

(6)

4

masyarakat serta membuat jera bagi pelaku kejahatan serupa. 2. kejahatan Narkotika sudah sangat

membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara karena penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika sudah menjalar ke seluruh lapisan masyarakat dari tingkat elit sampai ke masyarakat desa. Narkotika merusak sumber daya manusia sebagai salah satu Modal Pembangunan Nasional, oleh karena itu penyalahgunaan dan pemberantasan narkotika harus sungguh-sungguh ditindak tegas oleh para penegak hukum dan seluruh lapisan masyarakat untuk menyelamatkan Indonesia dari bahaya Narkotika.

3. Peredaran gelap narkotika sudah merupakan Sindikat Perdagangan Internasional dan adanya dugaan akan menjadikan Indonesia sebagai Pasar Perdagangan Narkotika yang masih aman bagi pengedar gelap narkotika, terbukti dengan banyaknya Warga Negara Asing diantaranya yaitu Gareth Dane Cashmore seorang WNA berkebangsaan Inggris yang datang dan masuk ke Indonesia dengan membawa narkotika, tertangkap dan diadili di Indonesia, oleh karenanya pemberantasan narkotika di bumi Indonesia telah menjadi Program Pemerintah yang termasuk dalam Program Ekstra Ordinary Crime, yaitu Kejahatan yang harus ditangani dengan cara yang ekstra ordinary atau luar biasa.

Menurut Manahan Sitompul7, menyatakan terkait dengan dasar

7

Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Pengadilan Negeri

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana seumur hidup karena hakim mempertimbangkan aspek non yuridis yang dipergunakan untuk mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan ataupun meringankan pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa. Hal yang memberatkan terdakwa yaitu terdakwa terbukti bersalah membawa narkotika dari Negara Turki ke Indonesia, tentu hal tersebut dapat membahayakan dan merusak generasi bangsa. Tapi dapat kita lihat, terdapat hal yang meringankan terdakwa yaitu terdakwa tidak memiliki catatan tindak pidana, terdakwa hanyalah sebagai keledai atau kurir sehingga peran terdakwa kurang penting jika

dibandingkan dengan “Bandar

Narkotika “. Atas pertimbangan non

yuridis hakim memberikan pidana seumur hidup kepada terdakwa. Berdasarkan wawacara dengan Erna Dewi8, menyatakan pidana mati dapat dijatuhkan terhadap kejahatan yang paling serius. Sesuai hukum tempat kejahatan tersebut. sehingga terdakwa Gareth Dane Cashmore harus mengikuti hukum yang ada di Indonesia. Indonesia sendiri tidak membeda-bedakan hukuman terhadap warga Negara Asing maupun warga Negara Indonesia. Indonesia juga telah menjadi korban atas narkotika dan ini merupakan suatu bentuk penjajahan yang dapat menghancurkan generasi bangsa. sehingga sistem hukum di Indonesia yang menempatkan tindak pidana narkotika sebagai salah satu kejahatan yang paling serius atau extra orinary

Tanggerang, Pada Tanggal 19 Januari 2015 Pukul 09.00 WIB

8

(7)

crime, ,maka pemberantasannya juga menggunakan cara luar biasa misalnya dengan menjatuhkan pidana mat.

Erna Dewi 9 menerangkan lebih lanjut bahwa sanksi pidana mati yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana narkotika juga didasarkan pada asas yang berlaku di dalam hukum

pidana yaitu “nullum delictum nulla peona sine praevia lege poenali”

tidak ada suatu perbuatan pun dapat dipidana kecuali telah diatur dalam Undang-Undang.Di Indonesia sendiri kita harus tetap melihat pada Pancasila bunyi sila ke 2 yaitu kemanusian yang adil dan beradab Dalam hal penjatuhan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika yaitu Gareth Dane Cashmore dikarenakan perbuatan yang dilakukan telah diatur dan diancam pidana sesuai dengan Pasal 112 ayat (2) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika jo. Pasal 132 ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika

Berdasarkan uraian di atas penulis menganalisis bahwa putusan yang dijatuhkan kepada Gareth Dane Cashmore dengan tuntutan pidana mati terhadap tindak pidana norkotika oleh Warga Negara Asing. Hakim memutus dengan mempertimbangkan aspek :

a. Yuridis

1. Keterangan Saksi

Keterangan saksi dalam kasus ini terdiri dari para petugas Bea dan Cukai Bandara Soekarno Hatta yaitu Raden Ridhwan dan Hendra Pratama.

2. Keterangan Ahli

9

Berdasarkan hasil wawancara Narasumber

di Pengadilan Tinggi Banten pada tanggal 13 januari pukul 10.00 wib

Keterangan ahli dalam kasus ini adalah petugas BNN yaitu Bambang Sutarmanto.

3. Keterangan Terdakwa

Keterangan terdakwa dalam kasus ini adalah Gareth Dane Cashmore. 4. barang bukti

Barang bukti yang ada di persidangan yaitu :

a. 1 (satu) buah amplop warna coklat berlak segel lengkap dengan label barang bukti,setelah dibuka di dalamnya terdapat 1 (satu) bungkus plastik bening berisikan kristal warna putih dengan berat netto : 4,4312 gram, sisa 4,2687 gram.

b. 1 (satu) buah koper warna merah merk DELSEY dengan claim tag pesawat Turkish Airlines NO.TK-246465 An. GARETH DANE CASHMORE.

c. 1 (satu) buah hp merk Nokia warna hitam.

d. 1 (satu) buah hp merk Samsung warna hitam.

b. non-yuridis

(8)

6

Putusan hakim merupakan pertanggungjawaban hakim dalam melaksanakan tugasnya untuk menerima,memeriksa, dan memutus perkara yang dijatuhkan kepadanya, dimana pertanggung jawaban tersebut tidak hanya ditujukan kepada hukum, dirinya sendiri ataupun kepada masyarakat luas. Pada dasarnya tujuan pemidanaan adalah sebagai alat korektif., instropektif, dan edukatif bagi terdakwa, bukan merupakan alat balas dendam atas kesalahan dan perbuatan terdakwa. Sehingga Terdakwa dinyatakan bersalah dan diputus oleh Pengadilan Negeri

Tanggerang Nomor

1861/Pid.Sus/2011/PN.TNG dengan

hukuman “Pidana Seumur Hidup “.

Setelah diajukan banding oleh Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum Terdakwa ke Pengadilan Tinggi Banten, hakim mengadili dalam Putusan Nomor 67/PID/2012/PT.BTN dengan pidana mati. Kemudian terdakwa melakukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung tetapi peninjauan kembali terdakwa ditolak oleh Mahkamah Agung dan Putusan Mahkamah Agung dengan Nomor 1599K/Pid.Sus/2012 justru menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Banten yaitu memutus terdakwa dengan pidana mati.

B. Rasa Keadilan dalam

Penerapan Sanksi Pidana Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkotika Putusan No. 1599 K/Pid.Sus/2012

Keadilan tidak dapat berbentuk dan tidak dapat dilihat namum pelaksanaannya dapat kita lihat dalam perspektif pencarian keadilan. Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara pidana, seharusnya putusan

hakim tersebut berisi alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. Dimana dalam pertimbangan-pertimbangan itu dapat dibaca motivasi yang jelas dari tujuan putusan diambil, yaitu untuk menegakkan hukum (kepastian hukum) dan memberikan keadilan.10 Majelis hakim sebagai Badan Peradilan mempunyai tugas pokok yaitu menerima memeriksa, memutus/mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Majelis hakim dalam menerima, memeriksa serta memutus suatu perkara yang diserahkan Terhadap Hakim, sebelum menjatuhkan putusan, maka majelis hakim tersebut mengadakan suatu musyawarah majelis hakim yang bersifat rahasia. Hal tersebut terdapat pada ketentuan :

Pasal 182 ayat (3) KUHAP yaitu sebagai berikut :

“Sesudah itu hakim mengadakan

musyawarah akhir untuk mengambil keputusan dan apabila perlu musyawarah itu diadakan setelah terdakwa, saksi, penasihat hukum, penuntut umum dan hadirin

meninggalkan ruang sidang.”

Berdasarkan ketentuan pada Pasal 20 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung mempunyai wewenang yaitu sebagai berikut : a. Mengadili pada tingkat kasasi

terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah

10

Nanda Agung Dewantara, masalah kebebasan hakim dalam menangani suatu perkara pidana, aksara persada,

(9)

Mahkamah Agung, kecuali Undang-Undang menentukan lain; b. Menguji peraturan

perundangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang-undang-undang; c. Kewenangan lainnya yang

diberikan Undang-Undang.

Oleh karena itu, hakimlah yang paling bertanggung jawab memasukkan atau menggabungkan unsur-unsur tersebut melalui putusan-putusan yang dibuatnya. Karena putusan hakim selain harus mempertimbangkan asas keadilan hukum (legal justice) berdasarkan atas norma atau kaidah hukum dan asas keadilan sosial (social justice) yang merupakan fakta hukum yang terjadi dalam masyarakat, juga harus mempertimbangkan asas keadilan moral (moral justice).

Kemerdekaan kekuasaan kehakiman berada di tangan Hakim. Sebagai penyelenggara negara di bidang yudikatif, Hakim adalah penerap, penegak, dan penemu hukum. Pada waktu memutus perkara, selaku penegak hukum Hakim dalam proses pengadilan menerapkan hukum demi ketertiban masyarakat dan kepastian hukum. Jika hukum dalam Undang-Undang yang akan diterapkan tidak ditemui, Hakim mencari atau menciptakan hukum, dan memberikan solusi hukum dalam sengketa atau perkara yang ditanganinya.

Menurut Sudikno Mertokusumo11, kepastian hukum bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum kepada yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang. Sementara itu masyarakat mengharapkan ada kepastian hukum, karena dengan ada

11

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1993, hlm. 2

kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban hukum. Bersamaan dengan itu, dalam penegakan hukum dan penerapan hukum, Hakim harus dapat mewujudkan keadilan. Apabila ada ketentuan undang-undang yang dipakai sebagai dasar untuk menerapkan hukum atau undang-undang yang akan ditegakkan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan tuntutan rasa keadilan, atau jika undang-undang tidak mengatur, Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat. Menurut Manahan Sitompul12 Kemerdekaan kekuasaan kehakiman di tangan Hakim harus diarahkan sesuai tujuan utamanya dalam proses peradilan, yakni mengadili sengketa atau perkara. Makna mengadili berarti memberi "adil" atau keadilan. Oleh karena itu putusan Hakim diberi irah-irah eksekutorial "Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Tanpa irah-irah tersebut mengaikibatkan putusan Hakim tidak mempunyai kekuatan hukum berlaku, sehingga tidak akan dapat dilaksanakan.

Putusan Hakim yang tidak dapat dilaksanakan (non eksekutable) atau putusan yang tidak memenuhi rasa keadilan sama artinya dengan tidak bermanfaat bagi pencari keadilan, karena tujuan yang diharapkan oleh pencari keadilan dalam beracara di pengadilan selain agar hukum dapat ditegakkan dan dengan cara itu

12

(10)

8

keadilan dapat diwujudkan, namun jika oleh karena hal-hal tertentu putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan, maka tidak akan ada manfaatnya atau gunanya bagi pihak yang bersengketa.

Menurut Erna dewi13 Putusan Putusan No. 1599 K/Pid.Sus/2014 didasarkan pada dakwaan jaksa yang memberikan tuntutan pidana mati terhadap Gareth Dane Cashmore. Tentang penjatuan pidana mati yang diberikaan terhadap terdakwa telah sesuai, karena terdakwa telah terbukti secara benar membawa narkotika dalam jumlah yang besar oleh karena itu kita harus melihat Pasal 55 KUHP yang mengatur menegenai peyertaan dan turut serta tentang tindak pidana narkotika sekaligus upaya penanggulanganya karena narkotika itu sendiri membahayakan generasi Indonesia.

Manahan Sitompul14 menyatakan bahwa terkait dengan penjatuhan pidana mati atas diri seseorang terjadi karena dalam menjalankan hak asasinya orang yang bersangkutan telah melanggar hak asasi orang lain. Dengan demikian, penerapan hukuman mati bertujuan untuk melindungi masyarakat yang takut tindak pidana tersebut terulang kembali baik oleh pelaku yang sama ataupun orang lain. Kita tentu sering mendengar di masyarakat bahwa para pelaku pengedar narkotika yang telah menjalani hukum seringkali mengulangi perbuatannya begitu

13

Berdasarkan hasil wawancara dengan Narasumber di Gedung A Pidana UNILA, pada tanggal 27 Januari 2015 Pukul 11.45 WIB

14

Berdasarkan hasil wawancara dengan

Narasumber di Pengadilan Negeri

Tanggerang pada tanggal 19 Januari 2015 Pukul 09.10 WIB

kembali ke masyarakat. Apalagi apabila pelakunya adalah warga negara asing, jelaslah perbuatannya akan merusak generasi bangsa kita, dan bangsa kita haruslah diselamatkan. Sehingga penjatuhan pidana mati adalah adil dipandang dari sudut keadilan bagi masyarakat. Menurut Lief Sofijullah15 , hakim mempunyai kebebasan dalam hal menjatuhkan putusan. Namun, kebebasan yang dimiliki hakim tidak bersifat mutlak karena putusan harus didasarkan pada keyakinan hakim yang diperoleh dari dua alat bukti yang sah. Hakim juga mempertimbangkan apakah dengan adanya fakta-fakta hukum telah terungkap yang dapat menyebabkan terdakwa bersalah atau tidak melakukan perbuatan yang didakwakan penuntut umum.

Berdasarkan hasil wawancara diatas maka penulis menganalisis putusan Nomor. 1599 K/Pid.Sus/2012 sudah terpenuhi rasa keadilan hal ini dapat dilihat dari saksi-saksi maupun dari keterangan terdakwa serta dihubungkan dengan adanya barang bukti yang menguatkan terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Karena narkotika dapat merusak generasi muda dan seluruh kalangan masyarakat, dengan adanya pidana mati maka dapat membuat efek jera baik bagi pelaku maupun masyarakat yang melihat sehingga menimbulkan rasa takut masyarakat untuk melakukan tindak pidana narkotika.

15

(11)

III. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis dapat ditarik simpulan bahwa:

1. Pidana mati dapat dijatuhkan terhadap kejahatan yang paling serius. Sesuai hukum tempat kejahatan tersebut. sehingga terdakwa Gareth Dane Cashmore harus mengikuti hukum yang ada di Indonesia. Indonesia sendiri tidak membeda-bedakan hukuman terhadap warga Negara Asing maupun warga Negara Indonesia. Hakim juga dalam menjatuhkan putusan melihat aspek yuridis yaituketerangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa, barang bukti dan aspek non yuridis dipergunakan untuk mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan ataupun meringankan pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa. 2. Penjatuhan pidana mati dilihat

dari segi masyarakat sudah memenuhi rasa keadilan karena narkotika yang dibawa oleh terdakwa adalah narkotika golongan 1 seberat 6500 gram dan berpotensi merusak generasi bangsa sehingga penjatuhan pidana mati layak dijatuhkan untuk terdakwa, tetapi bagi terdakwa pidana mati belum memenuhi rasa keadilan. Terdakwa merupakan kurir serta peran terdakwa cukup ringan dibandingkan dengan Bandar narkotika selain itu terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana.

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Martono, Lydia Harlina dan Satya Joewana. 2006. Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba dan Keluarganya. Jakarta: Balai Pustaka.

Soedarto, 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Alumni

Hamzah, Andi 1994. Kejahatan Narkotika dan Psikotropika. Jakarta: PT. Karya Unipress

B. Perundang-Undangan Dan

Sumber Lainya.

Tim Redaksi. 2010. Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana(KUHAP). Jakarta: Sinar Grafika

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN OBAT TRADISIONAL BERKASIAT UNTUK PENGOBATAN PENYAKIT SALURAN KENCING DI KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI PROVINSI

[r]

Preferensi Makan Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera:Rhinotermitidae) Terhadap Kayu Pinus T ermodifikasi secara Fisis dan Hayati.. Eni Suhesti P

Personality in Julie Anne Robinson’s The Last Song Movie (2010): A Psychoanalytic Approach ” as the requirement for getting bachelor degre e of education in English

1 Perbedaan rerata penurunan Kapasitas Vital Paru pekerja kapur Perusahaan Sari agung dan Giri Alam Edi Sukarso Penelitian dilakukan di desa Darma kradenan Kecamat an

- Jawaban dibuktikan dengan dokumen rapat kelulusan seperti undangan, daftar hadir, notula rapat) yang dihadiri oleh guru kelas, guru mata pelajaran,

Metode tes digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar matematika pada pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Datar. Teknik tes ini dilakukan setelah perlakuan diberikan

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 28 tentang Akuntansi Asuransi Kerugian, Net Premium Growth adalah rasio yang diinterpretasikan bersama-sama dengan