• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karateristik Visual - Kajian Karakteristik Visual Koridor Jalan K. H. Zainul Arifin Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karateristik Visual - Kajian Karakteristik Visual Koridor Jalan K. H. Zainul Arifin Medan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karateristik Visual

Kondisi visual suatu kota sangat erat berkaitan dengan fenomena

psikologinya yang berkaitan dengan tampilan fisik yang dapat menimbulkan suatu

rasa tertentu yang bersifat emosi, serta fenomena fisik yang berkaitan dengan

penataan dan pengaturan bangunan serta korelasi visual (Cullen, 1961). Dalam

beberapa teori disebutkan, bahwa komponen dominan pembentuk karakter visual

adalah bentukan fisik dalam sebuah lingkungan. Hal tersebut diperkuat dengan

pernyataan beberapa teori (kutipan Sudarwani, 2011).

Nilai visual suatu kawasan ditunjukkan oleh adanya kualitas fisik yang terbentuk oleh hubungan atau interelasi antar elemen-elemen visual pada suatu lansekap kota (Smardon, C R, 1986, 314).

Ciri atau kekhasan yang paling mudah diamati adalah bentukan fisik karena kesan visual adalah sesuatu yang mudah untuk diserap dan dicerna oleh ingatan manusia. (Lynch, Kevin, 1960; 83)

Menurut Rapoport (1977) karakteristik sosial budaya masyarakat melatarbelakangi bentuk fisik lingkungan. Salah satu variabel yang

mempengaruhi karakteristik sosial budaya tersebut adalah religi. Untuk

mengetahui karakter visual kawasan perlu dikaji mengenai karakter non fisik

yang melatarbelakangi pembentukan fisik dan kemudian mengkaji komponen –

(2)

Dari dua pandangan tersebut tentang sebuah karakter visual, ada dua hal

yang didapat melalui pendekatan karakteristik sebuah lingkungan yaitu karakter

fisik yang terlihat dan karakter non fisik yaitu hal-hal yang tidak terlihat. Namun

dalam beberapa teori disebutkan, bahwa komponen dominan pembentuk karakter

visual adalah bentukan fisik dalam sebuah lingkungan.

2.2. Koridor Kawasan

Koridor (corridor) dapat diartikan dalam bahasa bebas yaitu jalan atau jalur. Dalam perencanaan kota, koridor merupakan penghubung dua tempat atau

lebih pada suatu kawasan. Oleh Suwardani (2011) salah satu teori Krier

menyebutkan bahwa karakteristik geometri dari koridor dan jalan adalah sama,

mereka hanya dibedakan melalui dimensi elemen yang membatasi, karakteristik

pola fungsi dan sirkulasinya. Secara garis besar, koridor dapat diartikan sebagai

jalan (street) yang menghubungkan antar kawasan dan dibatasi oleh deretan elemen pembatas misalnya bangunan atau pohon.

Ada beberapa pengertian dan difinisi koridor (corridor), yang diantaranya menurut para pakar yang dikutip dari Sudarwani (2011) adalah:

1. Sungguh (1984) adalah koridor berarti gang

2. Poerwodarminto (1972) koridor berarti jalan dalam rumah

3. Pei (1971) menyebutkan bahwa koridor adalah serambi atau jalur/alur yang

menghubungkan bagian-bagian bangunan, jalur sempit dari suatu lahan yang

(3)

4. Zahnd (1999) menyebutkan bahwa koridor dibentuk oleh dua deretan massa

(bangunan atau pohon) yang membentuk sebuah ruang untuk menghubungkan

dengan satu massa dari dua kawasan secara netral (tidak mengutamakan salah satu

seperti sumbu).

2.3. Elemen Pembentuk Karakter Visual

Untuk mengetahui karakter visual dari suatu tempat, perlu diketahui

elemen – elemen pembentuk karakter tersebut. Elemen – elemen tersebut akan

mempengaruhi karakter dari suatu lingkungan. Berdasarkan hasil pembahasan

pada bagian karakteristik visual suatu kawasan, komponen pembentuk karakter

visual dapat dibedakan menjadi dua (Cullen, 1961), yaitu :

2.3.1. Existing View

Merupakan komponen utama berupa karakter fisik dari kawasan. Elemen

fisik suatu kawasan menurut Cullen berupa orientasi, bentuk posisi ruang, serta

bentuk isi ruang. Dalam teorinya, Kevin Lynch (1969), mempertegas bahwa

karakter visual dari suatu kawasan dapat dilihat dari aspek kualitas bentuk yang

terdiri dari, keistimewaan, kesederhanaan, kontinuitas, dominasi bentuk, kejelasan

suatu pertemuan, ketersediaan petunjuk, bidang pandang. Pergerakan, rangkaian

serial waktu, identitas dan kesan koridor. Berdasarkan pembahasan pada teori

(4)

1. Orientasi

Pengertian orientasi dalam studi kasus ini adalah proses pengamatan

dalam gerakan yang disebut juga sebagai sequence, yang akan terjadi apabila berjalan dari ujung ke ujung dalam suatu kawasan atau kondisi dengan langkah

yang teratur. Penyimpangan penglihatan dalam penjajaran dan variasi kecil dari

bentuk – bentuk yang menonjol atau pergeseran letak yang ditarik kedalam

menyebabkan efek tiga dimensi yang tidak proporsional. Sequence dalam orientasi juga di pengaruhi oleh skala dan proporsi, Skala dan proporsi merupakan

salah satu kriteria yang akan memberikan kesan ruang. Berkaitan dengan skala,

ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan, yaitu :

 Perbandingan secara spasial antara ketinggian suatu elemen dan lebarnya.

 Hubungan antar objek – objek yang terdapat didalamnya terhadap lingkungan

disekitarnya secara spasial.

Seperti yang telah diuraikan di atas, kesan lebar atau sempitnya suatu

ruang koridor dapat dipengaruhi oleh perbandingan (rasio) antara lebar jalan terhadap ketinggian bangunan. Proporsi ini akan memberikan kesan terhadap

orang yang berada didalamnya. Zahnd (1999) menjelaskan suatu standar umum

skala bagi perkotaan dimana dapat menciptakan 3 kategori kesan ruang, yaitu

(5)

2. Bentuk posisi ruang

Di era sekarang ini, jalan hanya difungsikan sebagai sebuah pergerakan

dan bangunan dijadikan sebagai media sosial serta tujuan bisnis. Cullen

mengilustrasikan bahwa seseorang butuh akan perasaan terhadap posisinya dalam Gambar 2.1 Standar Skala Perkotaan Dengan Memperhatikan Pembatas Place

Secara Vertikal

(6)

lingkungan, baik secara sadar maupun tidak sadar. Tinjauan bentuk dan posisi

ruang dapat diuraikan sebagai berikut :

A. Occupied territory (Wilayah yang diduduki)

Kerindangan, keteduhan, kenikmatan dan kenyamanan umumnya

merupakan alasan penempatan atau pemakaian suatu tempat. Penekanan suatu

tempat oleh beberapa elemen – elemen permanen memberikan suatu gambaran

terhadap berbagai jenis pemakaian tempat dalam suatu kota. Penekanan suatu

tempat dipengaruhi oleh perlengkapan yang berhubungan dengan street furniture dan vegetasi.

Vegetasi dalam hal ini dapat bersifat sebagai penyejuk lingkungan,

pelunak iklim sekitarnya, sebagai peneduh (barier), serta sebagai fungsi estetika. Cara perletakan vegetasi / pohon dapat diatur sedemikian rupa untuk

menghasilkan suasana lingkungan yang nyaman. Pohon – pohon dapat ditanam

sehingga menciptakan suatu serial vision dari arah yang belum ada objek menuju kearah objek utama. Sedangkan jenis perletakannya dapat berjajar sejenis,

ataupun berjajar tidak sejenis.

Gambar 2.2 Penataan pohon secara berjajar dan sejenis

(7)

Dalam buku Standar Perancangan Tapak, de Chiara (1997)

mengungkapkan fasilitas – fasilitas yang terdapat dalam suatu koridor jalan (street furniture), antara lain :

a. Lampu penerangan, yang dapat dibagi menjadi :

- lampu sorot rendah

 Ketinggian lampu berada di bawah pandangan mata

 Berupa lampu pijar atau neon

 Umumnya digunakan untuk penerangan bagian bawah

 Sorotan arah lampu mengarah pada tujuan tertentu

Gambar 2.3 Penataan pohon dengan cara berselang – seling

Sumber gambar : Standar Perancangan Tapak, de Chiara (1997)

Gambar 2.4 Penataan pohon sebagai serial vision

(8)

- lampu penerangan bagi pejalan kaki

 Rata – rata mempunyai ketinggian 2 meter – 3 meter

 Umumnya digunakan pada kawasan komersial, perumahan, daerah

rekreasi, dan area industri

- lampu parkir dan jalan raya

 Mempunyai ketinggian 3 meter – 5 meter

 Umumnya digunakan pada daerah rekreasi, daerah industri, daerah

komersial serta jalan raya

Gambar 2.5 lampu sorot rendah

Sumber gambar : Standar Perancangan Tapak, de Chiara (1997)

Gambar 2.6 lampu penerangan pejalan kaki

(9)

- lampu tiang tinggi

 Rata - rata mempunyai ketinggian 6 meter – 10 meter

 Penerangan untuk radius yang luas

 Terletak di kawasan perparkiran, rekreasi, jembatan laying

b. kursi duduk

 Sebagai tempat peristirahatan sementara bagi pejalan kaki

 Desain serta dimensi dari kursi duduk menyesuaikan karakter serta ciri

dari lingkungan tersebut.

Gambar 2.7 lampu parkir dan jalan raya

Sumber gambar : Standar Perancangan Tapak, de Chiara (1997)

Gambar 2.8 lampu tiang tinggi

(10)

c. rambu – rambu (signage)

 Berfungsi sebagai penunjuk arah dan tujuan suatu jalur sirkulasi

 Sebagai alat informasi

d. telepon umum

 Sebagai alat komunikasi umum bagi pengguna jalan

e. bak sampah

 Sebagai tempat pembuangan sampah sementara bagi para pengguna jalan

f. halte bus

 Tempat pemberhentian bus, menaikkan dan menurunkan penumpang

g. pagar / pengaman

 Sebagai penentu batasan wilayah serta pengamanan bagi pengguna jalan

B. Possesion in Movement

Selain pemakaian tempat yang statis, pemakaian tempat dalam pergerakan

juga menjadi salah satu aspek dari kepemilikan manusia di luar ruangan. Pemakai

tempat yang diperlukan untuk pergerakan antara lain jalur pedestrian dan trotoar

diperuntukkan bagi pejalan kaki, sedangkan jalan aspal diperuntukkan bagi

pengguna kendaraan.

C. Focal Point

(11)

situasi sekitarnya, serta memberitahukan situasi yang ada di sana bahwa telah

sampai di tempat tujuan.

3. Bentuk Isi ruang

Menurut Cullen (1961), orang akan membedakan dan menghubungan

bahan – bahan melalui fasad, warna, polan, sifat, skala dan lain – lain. Perasaan

orang terhadap suatu keadaan pada suatu tempat tergantung pada konfirmitas

(conformity) dan krativitas (creativity). Tinjauan bentuk dan isi ruang dapat diuraikan sebagai berikut :

A. Incident

Nilai dari kejadian suatu jalan dipengaruhi oleh elemen – elemen pada

jalan tersebut, misalnya menara, bayangan, dan warna yang menyala. Hal ini akan

menarik perhatian sehingga suasana menjadi tidak monoton. Perletakan bentuk

yang beraneka ragam dapat memberikan sentuhan psikologis kepada orang yang

melihatnya.

B. Pedestrian ways

Jalur pejalan kaki yang menghubungkan suatu tempat dengan tempat yang

lainnya memiliki pola dan bentuk yang beragam. Pola tersebut dapat berupa,

tangga, jembatan, batu pijakan dan pola – pola lantai dengan bahan tertentu

selama hal tersebut dapat terpelihara secara terus – menerus. Pola – pola

pedestrian dapat diselaraskan dengan deretan toko atau kantor, ataupun vegetasi

(12)

merupakan Jalur Pejalan Kaki terletak pada Daerah Milik Jalan dengan diberi

lapisan pada permukaaan trotoar dengan elevasi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu

lintas kendaraan.

Menurut Aniaty dan Murtomo (1991) yang dikutip dari Listianto (2006)

jalur pedestrian pada kota-kota besar memiliki fungsi terhadap perkembangan

kehidupan dalam kota, antara lain adalah:

 Pedestrianisasi akan mencipatakan aktivitas serta hubungan sosial yang sehat

sehingga dapat mengurangi tingkat kriminalitas

 Pedestrianisasi yang baik akan merangsang munculnya berbagai kegiatan

ekonomi sehingga akan tercipta suatu kawasan bisnis yang menarik

 Pedestrianisasi dapat digunakan sebagai ajang kegiatan promosi, periklanan,

pameran, kampanye dan sebagainya

 Pedestrianisasi dapat menciptakan kegiatan sosial yang baik, sehingga dapat

mengembangkan jiwa dan spiritual seseorang

 Pedestrianisasi akan mampu menciptakan suasana dan lingkungan yang

spesifik, unik dan dinamis khusunya pada lingkungan pusat kota

 Pedestrianisasi yang baik dan nyaman akan berdampak terhadap upaya

penurunan tingkat pencemaran udara dan suara, hal ini dikarenakan

berkurangnya pengguna kendaraan bermotor.

Fungsi jalur pedestrian disesuaikan dengan perkembangan kota sebagai

(13)

sebagai sarana interaksi sosial, sebagai sarana konservasi kota dan dapat

difungsikan sebagai tempat bersantai serta bermain.

Berdasarkan pedoman teknik Departemen Pekerja Umum (1999), ukuran

jalur pedestrian yang efektif bagi pejalan kaki adalah minimum 60 cm ditambah

dengan 15 cm untuk bergerak tanpa membawa barang, sehingga kebutuhan total

minimal untuk 2 orang pejalan kaki saling berpapasan yang nyaman adalah 150

cm. Penambahan lebar Jalur pedestrian apabila dilengkapi dengan fasilitas (street furniture) dapat dilihat seperti pada Tabel 2.1.

No Jenis Fasilitas Lebar Tambahan (cm)

1 Kursi roda 100 – 120

jalur pedestrian juga akan mempengaruhi suasana dan kesan ruang. Chiara (1997)

mengungkapkan 3 kesan dalam penggunaan material pedestrian yang dapat dilihat

pada gambar 2.9.

(14)

Sifat khas permukaan lunak :

 Permukaan yang lunak dan tidak teratur akan menyulitkan perjalanan orang –

orang yang memiliki cacad fisik, terutama bagi pengguna kursi roda.

 Permukaan yang lunak akan rentan terhadap erosi

 Permukaan lunak biasanya diperuntukkan bagi daerah rekreasi, taman,

bentang alam, dan sebagainya.

 Biaya pemasangan cukup rendah namum diperlukan persyaratan pemeliharaan

(maintenance) yang tinggi.

(15)

Sifat khas permukaan yang beragam :

 Permukaan yang tidak teratur akan menyulitkan perjalanan orang – orang

yang memiliki cacad fisik.

 Jarak antara material akan menghambat gerakan tongkat bagi tuna netra,

sehingga jarak ini harus diisi dan tidak lebih besar dari ½ inchi.

 Permukaan yang tidak teratur juga akan menyulitkan pengguna kursi roda dan

kendaraan kecil beroda lainnya.

 Persyaratan pemeliharaan dan biaya pemasangan sedang.

Sifat khas permukaan keras :

 Permukaan yang cukup kokoh serta teratur sehingga akan memudahkan

perjalanan bagi pengguna kursi roda dan kendaraan kecil lainnya.

 Biaya pemasangan cukup tinggi, namun biaya dan tingkat pemeliharaannya

cukup rendah.

2.3.2. Emerging View

Merupakan komponen penunjang karakter non fisik, yang meliputi

karakteristik sosial budaya yang menunjang terbentuknya karakter visual suatu

kawasan. Selain itu, aktivitas sosial dalam masyrakat juga merupakan bagian dari

(16)

Menurut J.J. Hoenigman (Koentjaraningrat, 1986), wujud kebudayaan

dibedakan menjadi tiga, yang terdiri dari gagasan, aktivitas, dan artefak.

1. Gagasan (wujud ideal)

Yang dimaksud dengan wujud ideal dari kebudayaan adalah kebudayaan

yang merupakan kumpulan ide-ide, nilai, gagasan, norma-norma, peraturan, serta

lainnya yang memiliki sifat abstrak dimana tidak dapat diraba maupun disentuh.

Wujud dari kebudayaan ini tertanam dalam pemikiran warga masyarakat. Apabila

gagasan serta peraturan dari masyarakat tersebut dinyatakan dalam bentuk tulisan,

maka lokasi dari kebudayaan itu berada dalam suatu karangan dan buku-buku dari

hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut

2. Aktivitas (tindakan)

Aktivitas merupakan wujud kebudayaan yang merupakan suatu tindakan

berpola dari masyarakat itu. Wujud ini sering disebut juga sebagai sistem sosial.

Sistem sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi,

dimana manusia saling mengadakan kontak serta bergaul dengan manusia lainnya

menurut pola-pola tertentu yang dirdasarkan pada adat tata kelakuan

3. Artefak (karya)

Artefak atau karya merupakan benda – benda atau hal yang berwujud,

dapat dilihat, diraba serta didokumentasikan yang merupakan wujud dari

kebudayaan fisik berupa hasil dari aktivitas dan karya manusia dalam masyarakat.

Sifat dari artefak paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam

Gambar

Gambar 2.1 Standar Skala Perkotaan Dengan Memperhatikan Pembatas Place Secara Vertikal
Gambar 2.2 Penataan pohon secara berjajar dan sejenis  Sumber gambar : Standar Perancangan Tapak, de Chiara (1997)
Gambar 2.3 Penataan pohon dengan cara berselang  – seling Sumber gambar : Standar Perancangan Tapak, de Chiara (1997)
Gambar 2.5 lampu sorot rendah
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan hermeneutika, yaitu cara untuk menafsirkan simbol berupa teks atau sesuatu yang diperlakukan sebagai teks masa

Melalui layanan ini diharapkan peneliti dan pemakai lain, terutama mereka yang kurang memiliki kesempatan untuk memanfaatkan informasi di perpustakaan akan

Pada kelas eksperimen dengan menerapkan perlakuan pembelajaran PAILKEM (Pembelajaran Partisipatif, Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menyenangkan) dan

Jelaslah bahwa maksud yang diujarkan oleh informan tidak akan dapat dimengerti oleh mitra tuturnya karena inferensi dalam kalimat tersebut berbeda dengan yang dikehendaki

Bila dari hasil penelitian didapatkan korelasi yang signifikan antara ekspresi miR-21 dengan grade histopatologis di jaringan kanker payudara, maka ekspresi

demikan, pengaturan terkait dengan penelitian ilmiah kelautan dalam UNCLOS 1982 masih terlalu umum dan luas sehingga perlu menyesuaikan dengan kebutuhan

Tujuan dari penulisan proposal ini adalah untuk membuat ensiklopedia objek wisata Provinsi Jawa Timur menggunakan teknologi semantic web agar dalam pencarian

Dalam kurun waktu yang lama setelah penerimaan bantuan IMF dan pelaksanaan program penyesuaian struktural atau SAP dilakukan, Indonesia ikut terkena krisis moneter