hal. 0
TUGAS INDIVIDU
Kajian Studi Kasus :
Pembangunan Infrastruktur
dalam Pengembangan Wilayah
Pulau Madura
MATA KULIAH :
Sistem Wilayah Lingkungan dan Hak Pertanahan
DOSEN :
Dr. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg
Oleh :
Nama
: ARVIAN ZANUARDI
NRP
: 3115207812
PROGRAM PASCA SARJANA (S2)
BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN ASET INFRASTRUKTUR
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
hal. 1
Pengantar
Sistem Wilayah Lingkungan dan Hak Pertanahan merupakan salah satu mata kuliah yang diajarkan pada Program Pasca Sarjana Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) bidang keahlian Manajemen Aset Infrastruktur. Mata kuliah tersebut memiliki peran penting dalam mengimplementasikan displin ilmu lingkungan, pengembangan wilayahan dan peraturan pertanahan terkait penyelenggaraan infrastruktur bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
hal. 2
Daftar Isi
Pengantar ... 1
Daftar Isi ... 2
1. Pendahuluan ... 3
1.1 Latar Belakang ... 3
1.2 Rumusan Permasalahan ... 4
1.3 Maksud dan Tujuan ... 4
1.4 Lingkup dan Tahapan ... 4
1.5 Metode Kajian ... 5
2. Pembahasan ... 6
2.1 Analisa Situasi ... 6
2.1.1 Gambaran Umum Wilayah ... 6
2.1.2 Potensi-Potensi Pengembangan di Wilayah Madura ... 8
2.1.3 Pembangunan Infrastruktur di Wilayah Madura ... 15
2.1.4 Dampak Keberadaan Jembatan Suramadu ... 17
2.2 Telaah Kebijakan Pengembangan Wilayah Madura ... 21
2.2.1 Master Plan Pengembangan Wilayah Madura ... 21
2.2.2 Kendala Realisasi Pembangunan Infrastruktur ... 24
2.3 Identifikasi Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur ... 26
2.4 Strategi Pembangunan Infrastruktur untuk Pengembangan Wilayah ... 29
2.4.1 Analisa SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities, Threats) ... 29
2.4.2 Rumusan Strategi Pemenuhan Kebutuhan Infrastruktur ... 30
2.4.3 Identifikasi Key Success Factor dalam Pembangunan Infrastruktur ... 31
3. Penutup ... 34
3.1 Kesimpulan ... 34
3.2 Saran ... 35
3.3 Ucapan Terima Kasih ... 35
Daftar Pustaka ... 36
hal. 3
Bab 1 - Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pembangunan infrastruktur sangat erat kaitannya dengan pengembangan wilayah. Hal ini
dikarenakan keberadaan infrastruktur akan berpengaruh terhadap kondisi sosial dan
ekonomi wilayah, juga terhadap lingkungan dimana infrastruktur itu didirikan. Konsep
inilah yang mendasari konsen Pemerintah dalam mengembangkan wilayah Madura
dengan upaya penyediaan infrastruktur-infrastruktur pendukung. Tujuannya adalah untuk
mengurangi kesenjangan kondisi Pulau Madura yang masih jauh tertinggal dibandingkan
wilayah terdekatnya (Pulau Jawa maupun Bali) dalam hal kemajuan wilayah maupun
masyarakatnya.
Menurut hasil pemetaan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
pada tahun 2011, kabupaten-kabupaten di pulau Madura memiliki masalah kemiskinan
dan merupakan wilayah dengan prioritas 1 dan 2 dalam penanganan kerentanan pangan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kesejahteraan di Pulau Madura masih sangat tertinggal
dibandingkan dengan wilayah Jawa Timur lainnya.
Jembatan Suramadu yang menghubungkan Kota Surabaya dengan Kabupaten
Bangkalan, Madura merupakan awal dari upaya pemerintah dalam mengatasi
kesenjangan sosial-ekonomi di wilayah Madura. Jembatan ini diharapkan dapat menjadi
roda penggerak dalam perkembangan industri dan perdagangan di wilayah Indonesia
Timur. Bagi Pulau Madura sendiri, Jembatan Suramadu, yang sementara ini masih
tercatat sebagai jembatan terpanjang di Indonesia, dapat mendorong mobilitas
perekonomian Madura, sekaligus menjadikan Madura sebagai wilayah yang terbuka dan
tidak terisolir. Madura ke depan dapat berfungsi sebagai rumah besar bersama bagi orang
orang yang berkepentingan nantinya (Abdurrahman, 2009).
Sejak mulai dioperasionalkannya Jembatan Suramadu pada tahun 2009, pengembangan
wilayah di Madura dirasakan belum signifikan memperlihatkan peningkatan.
Pengembangan wilayah Madura tampaknya perlu didukung dengan
pembangunan-pembangunan infrastruktur lain secara berkelanjutan. Elysia (2014) menyatakan bahwa
pendekatan yang digunakan Pemerintah dalam menyelesaikan masalah ketertinggalan
wilayah Madura melalui pembangunan Jembatan Suramadu dan diterbitkannya Perpres
27 tahun 2008 sudah sangat tepat, yaitu percepatan pembangunan infrastruktur wilayah
serta pusat pertumbuhan baru. Secara teoritis, ketersediaan infrastruktur akan
memainkan peranan vital dalam menggerakkan ”mesin” perekonomian wilayah.
Infrastruktur merupakan penentu kelancaran dan akselerasi pembangunan. Semakin
cepat dan besar pembangunan ekonomi yang hendak digerakkan, semakin banyak
hal. 4
Latar belakang yang telah diutakan di atas mendasari pemilihan topik kajian studi kasus
yakni “Pembangunan Infrastruktur dalam Pengembangan Wilayah Madura”. Beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam studi kasus ini akan dijelaskan pada bahasan selanjutnya.
1.2 Rumusan Permasalahan
Terdapat beberapa rumusan permasalahan sebagai tujuan yang ingin dicapai dalam
kajian ini antara lain :
1) Analisis Situasi Pengembangan Wilayah Madura,
yang akan membahas mengenai gambaran umum, potensi pengembangan, serta
pembangunan infrastruktur yang ada di wilayah Madura.
2) Telaah Kebijakan Pengembangan Wilayah Madura,
berisi master plan pengembangan wilayah Madura dan kendala yang dihadapi dalam
realisasi pembangunan infrastruktur.
3) Identifikasi Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur,
perkiraan kebutuhan pembangunan infrastruktur berdasarkan hasil analisis situasi
dan telaah kebijakan yang dilakukan.
4) Perumusan Strategi Pemenuhan Kebutuhan Infrastruktur,
Melakukan analisis SWOT, merumuskan strategi yang dapat dilakukan terkait
pembangunan infrastruktur dan mengidentifikasi key factor success.
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud kegiatan adalah melakukan kajian tentang pengembangan wilayah di Pulau
Madura yang dikaitkan dengan pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut. Kajian
melibatkan telaah rencana pembangunan beserta kendala-kendala yang dihadapi dalam
merealisasikannya. Selain itu, diupayakan juga perumusan strategi sebagai masukan
kebijakan dalam percepatan pemenuhan kebutuhan infrastruktur untuk pengembangan
wilayah Madura.
Tujuan dilakukannya kajian studi kasus ini adalah memenuhi penugasan individu
matakuliah Sistem Wilayah Lingkungan dan Hak Pertanahan, serta guna mendapatkan
pemahaman yang lebih baik terhadap materi perkuliahan dengan melakukan kajian
secara mandiri berdasarkan materi yang telah diberikan.
1.4 Lingkup dan Tahapan
Batasan spasial dari kajian studi kasus ini adalah wilayah Pulau Madura, yang meliputi 4
hal. 5
Kemungkinan beberapa wilayah lain disebutkan dalam kajian ini hanya akan bersifat
sebagai data pendukung dan bukan fokus analisis kajian. Wilayah lain yang banyak
berkaitan adalah Kota Surabaya dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur lainnya. Sedangkan
batasan substansial untuk kajian studi kasus ini adalah mengenai identifikasi kebutuhan
infrastruktur dalam upaya pengembangan wilayah Madura beserta beberapa hal terkait
lainnya seperti potensi pengembangan, telaah kebijakan, potret kendala serta strategi
yang dapat dilakukan dalam upaya percepatan pembangunan di wilayah Madura.
Tahapan kegiatan yang akan dilakukan dalam kajian ini antara lain :
1) Menggambarkan karakteristik wilayah Madura beserta potensi-potensi
pengembangnnya;
2) Mengkaji pembangunan infrastruktur yang telah dilakukaan saat ini;
3) Menelaah kebijkan-kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan wilayah
Madura;
4) Mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya pengembangan
wilayah Madura;
5) Mengidentifikasi kebutuhan pembangunan infrastruktur dan strategi yang dapat
dilakukan untuk percepatan realisasinya.
1.5 Metode Kajian
Secara umum pendekatan kajian adalah bersifat kualitatif dengan beberapa metode
analisis yang akan digunakan seperti analisis deskriptif, analisis SWOT, analisis strategic
planning matrix, dan lain sebagainya. Kajian ini mencoba mendeskripsikan atau memberi
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data-data dan informasi yang telah
terkumpul untuk menjawab permasalahan yang menjadi tujuan penelitian.
Beberapa metode pengumpulan data yang digunakan antara lain :
- Wawancara (menggali informasi dari para informan yang memiliki pengetahuan yang
dibutuhkan di dalam kajian).
- Studi literatur (mengumpulkan dan menelaah materi-materi tertulis yang berkaitan
dengan topik studi lewat jurnal, buku, karya tulis ilmiah, peraturan perundangan,
laporan kajian serupa dan bentuk data sekunder lain yang terkait).
- Studi kasus (mengkaji kasus-kasus serupa yang dapat digunakan sebagai referensi
hal. 6
Bab 2 - Pembahasan
2.1 Analisa Situasi
2.1.1 Gambaran Umum Wilayah
Pulau Madura terletak di sebelah timur laut Pulau Jawa, yakni di antara 113°-115°
bujur timur dan 6,5°-7,5° lintang selatan, serta garis bujur 112°40’ timur dan114°07’
timur. Luas keseluruhan wilayah Madura mencapai tidak kurang dari 5.304 km2,
dengan panjang kurang lebih 190 km dan jarak terlebar sekitar 40 km. Pulau
Madura merupakan pulau terbesar di wilayah provinsi Jawa Timur dengan luasan
sekitar 10% dari seluruh wilayah Jawa Timur. Wlayah Madura terbagi atas 4 wilayah
administrasi kabupaten, yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.
Pulau Madura dipisahkan dengan daratan Jawa oleh Selat Madura. Meskipun
demikian, sejak tahun 2009 kedua Pulau ini telah terhubung dengan adanya
Jembatan Suramadu (Surabaya Madura) yang terletak di Kota Surabaya dan
Kabupaten Bangkalan.
Gambar. Peta Wilayah Madura (terdiri atas beberapa pulau) Sumber : bappeda.jatimprov.go.id
Secara fisiologis, Madura termasuk zona lipatan dengan karakteristik wilayah yang
relatif kurang subur serta daerahnya berupa pantai, dataran rendah dan
pegunungan (RPJMD Jawa Timur 2014-2019). Kondisi ini menjadikan wilayah
Madura termasuk salah satu daerah tertinggal di provinsi Jawa Timur dan
masyarakatnya banyak berkeinginan tidak tinggal di Madura. Oleh karena itu, Suku
Madura hampir tersebar di seluruh Jawa Timur dan tercatat sebagai peserta
Program Transmigrasi terbanyak di Indonesia (Balai Litbang Sosekling Jatan,
2009).
Berdasarkan RTRW Provinsi Jawa Timur 2011-2031, berikut adalah beberapa
hal. 7 Tabel. Kaitan wilayah Madura dengan penetapan kawasan strategis
di Provinsi Jawa Timur
Kabupaten di Wilayah Madura
Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep
- Kawasan ekonomi unggulan
Sumber : RTRW Provinsi Jatim 2011-2031.
Kabupaten Bangkalan menjadi pintu gerbang untuk berbagai kegiatan terutama
lintas barang dan jasa yang menghubungkan Jawa dan Madura. Bangkalan menjadi
bagian wilayah pulau Madura yang masuk dalam pengembangan kota Surabaya.
Kota Bangkalan menjadi kutub pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Timur yang
berperan penting dalam mendukung perkembangan sektor industri, perdagangan,
pertanian, dan pariwisata. Letaknya yang strategis yaitu berada diujung barat Pulau
Madura dan berseberangan dengan Kota Surabaya, Kota pusat pemerintahan dan
bisnis di Jawa Timur .
Di Kabupaten Sampang dan Pamekasan terdapat berbagai potensi sumber daya
alam seperti pertanian, perikanan, peternakan, industri, dan pertambangan yang
dapat menunjang sektor perdagangan dan jasa. Penduduknya cenderung
terkonsentrasi pada daerah perkotaan karena daerah tersebut merupakan pusat
aktivitas dan tempat tinggal.
Kabupaten Sumenep yang secara geografis berada diujung Timur Pulau Madura
adalah Wilayah yang unik, karena selain memiliki daratan, juga memiliki 126 pulau.
Gugus pulau paling utara adalah Pulau Karamian yang terletak di Kecamatan
Masalembu dengan jarak ±151 Mil laut dari Pelabuhan Kalianget, dan pulau yang
paling Timur adalah Plilau Sakala dengan jarak ±165 MiI laut dari Pelabuhan
Kalianget. Kabupaten Sumenep memiliki potensi alam dan berada di posisi strategis
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena memiliki keragaman jenis
fauna laut dan sumberdaya migas yang cukup besar. Selain itu, wilayah kabupaten
ini secara langsung berhadapan dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II,
yang dapat dilalui oleh kapal-kapal asing untuk menyeberangi kepulauan di
hal. 8 2.1.2 Potensi-Potensi Pengembangan
Meskipun memiliki karakteristik wilayah yang relatif kurang subur, bukan berarti
wilayah Madura tidak memiliki potensi untuk dikembangkan. Masuknya Madura
dalam wilayah pengembangan metropolitan Germakertasusila (Gresik, Madura,
Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan) menjadi dasar bahwa Madura juga
menjadi konsentrasi Pemerintah dalam pembangunan. Berikut adalah
potensi-potensi pengembangan di masing-masing kabupaten di wilayah Madura
(dikumpulkan dari berbagai sumber) :
a. Kabupaten Bangkalan
Banyak produk unggulan di kabupaten Bangkalan yang potensial untuk
dikembangkan. Di bidang perdagangan dan industri, terdapat beberapa produk
yang saat ini dikembangkan oleh masyarakat setempat dalam skala kecil maupun
menengah. Produk makanan di kabupaten Bangkalan adalah emping Mlinjo, yang
berpusat di kecamatan Blega. Pohon Mlinjo merupakan pohon lindung bagi
tanaman Salak, sehingga ketika kabupaten Bangkalan memiliki produk unggulan
Salak, maka sudah barang tentu juga memiliki unggulan produk Mlinjo. Kabupaten
Bangkalan juga memiliki unggulan pembuatan hasil laut, utama “trasi”. Trasi Madura ini berpuat di kecamatan Klampis, yang dikenal sebagai “Trasi Asli” yang
terbuat dari rebon atau udang kecil.
Produk lain yang dapat dibanggakan oleh warga Kabupaten Bangkalan adalah batik
tulis, yang sangat diminati oleh warga masyarakat di luar pulau Madura. Produksi
batik di Tanjung Bumi (salah satu wilayah di Bangkalan) memiliki corak yang
modern, dinamis, dan dengan warna yang mencolok. Berdasarkan hasil pemetaan
oleh Balai Litbang Sosekling Jatan (2009), sebaran industri sandang di Kabupaten
Bangkalan meliputi industri batik tulis (897 unit), pakaian jadi (2 unit), konveksi (40
unit) dan bordir (28 unit).
DI kabupaten Bangkalan juga terdapat sentra industri genteng, bata merah, bata
putih, pembuatan gerabah, tas, dan meubelair. Bata Putih yang merupakan
potongan-potongan batu kapur dari sebuah gunung kapur di desa Jaddih
kecamatan Socah. Pembuatan kapur bangunan lebih banyak dilakukan oleh hampir
setiap keluarga di sekitar gunung kapur itu, desa Parseh dan Jaddih. Meubel khas
madura memiliki ukiran kembang yang berwarna men. Di kabupaten Bangkalan ini
diproduksi kursi, atau dipan khas Madura (Lencak Pale), utamanya di desa Makam
Agung kecamatan Arosbaya.
Pada bidang peternakan, kabupaten Bangkalan potensial dalam budidaya ternak
hal. 9
Socah, yang dimanfaatkan sebagai pengangkut barang (dokar) dan juga untuk
kegiatan kesenian tradisional utamanya acara “sunatan”.
Bahan tambang yang ada di kabupaten Bangkalan belum di eksplorasi secara
besar-besaran, sebagian besar masih dikelola oleh masyarakat secara sangat
tradisional. Pertambangan galian C yang terbesar di Bangkalan adalah pasir
kuarsa. Selain itu, terdapat pertambangan batu, batu gamping, lempung, dolomit,
fosfat, pasir, kalsit dan baru pasir. Gas alam dan minyak bumi juga banyak terdapat
di wilayah Bangkalan.
b. Kabupaten Sampang
Persebaran penduduk di wilayah Kabupaten Sampang secara keseluruhan
umumnya tidak merata. Persebaran penduduk umumnya mengikuti dan cenderung
berorientasi ke wilayah/daerah yang memiliki aktivitas lebih ramai atau terdapat
potensi sumber daya alam seperti pertanian, perikanan, peternakan, industri,
pertambangan, perdagangan dan jasa. Sektor perdagangan dan industri di
Sampang banyak dikembangkan industri genteng, garam rakyat, inkra batik tulis,
ranjang palek, pagar besi, petis ikan dan aksesori kerang-kerangan.
Lokasi sentra Industri genteng berada di Kecamatan Karang Penang, Robatal dan
Omben. Pengembangan industri genteng di daerah ini cukup menjanjikan
mengingat ketersediaan bahan baku tanah liat / lempung yang sangat melimpah
dengan luas areal sekitar 165 Ha. Pemasaran industri genteng di sentra industri ini
sangat mudah, selain untuk kebutuhan masyarakat di Kabupaten Sampang,
pemasarannya juga untuk masyarakat Madura dan luar Madura. Hal ini dikarenakan
kualitas genteng yang dihasilkan sangat baik.
Lokasi industri garam rakyat tersebar di 6 (enam) kecamatan yaitu : Kecamatan
Sampang, Camplong, Torjun, Pangarengan, Jrengik dan Sreseh. Jumlah produksi
garam ini sangat tergantung musim, pada musim kemarau rata-rata hasil produksi
dapat mencapai 60-70 Ton / Ha. Kualitas garam rakyat terbagi dalam 3 (tiga)
kategori yaitu : K1 (kualitas baik), K2 (kulitas sedang), K3 (kualitas kurang), untuk
garam dengan kualitas K1 pemasarannya sangat mudah dan harganya relatif tinggi,
sedangkan garam dengan kualitas K2 dan K3 masih harus dicuci lagi.
Komoditi kerajinan banyak juga terdapat di Sampang. Salah satunya adalah batik
tulis yang mempunyai ciri khas yang menonjolkan kedaerahan terutama dalam hal
pewarnaan yang kontras dengan motif kembang burung posepo, kembang mawar,
burung merak, lombok sisik, bangpote dengan bunga kupu-kupu, carce’na
kembang seruni dan motif bangau kembang. Kerajinan Meubel Ukir Ranjang Palek
hal. 10
palek mempunyai ciri khas kedaerahan dengan gambar-gambar dan ukiran kerapan
sapi, kuda terbang, burung garuda dan bunga-bunga. Sentra kerajinan aksesoris
kerang-kerangan ini terletak di Desa Taddan, Kecamatan Camplong. Produk yang
dihasilkan berupa aneka macam aksesoris dari kerang untuk souvenir atau cindera
mata. Bahan baku kerang diperoleh dari pesisir pantai Camplong, Pangarengan
dan Sreseh. Pemasaran kerajinan Aksesoris Kerang-Kerangan cukup lancar
meliputi wisata pantai Camplong. Industri pembuatan pagar besi di Kabupaten
Sampang saat ini cukup pesat, mengingat kebutuhan masyarakat akan industri
logam ini sangat luas pemasarannya terutama di daerah perumahan.
Sentra industri pengolahan ikan dan makanan jenis Petis juga potensial
dikembangkan, khususnya di Kelurahan Banyuanyar, Kecamatan Sampang.
Industri olahan ini terbuat dari sari pati ikan laut. Petis mempunyai citra rasa yang
khas umumnya sebagai bumbu utama pembuatan rujak Madura. Jenis petis yang
sudah dipasarkan antara lain jenis Ikan Tuna, Super dan Sambal Goreng. Lokasi
Sentra ini terdapat juga di Kecamatan Camplong dan Ketapang. Pemasaran
komoditi Petis sangat lancar selain untuk konsumsi masyarakat Kabupaten
Sampang, juga dipasarkan untu masyarakat Madura dan Jawa. Selain industri yang
disebutkan di atas, kabupaten Sampang juga memiliki potensi agro berupa tanaman
pangan, kelapa dan tembakau, serta potensi peternakan sapi dan kerbau.
Pada sisi pariwisata, kabupaten Sampang memiliki potensi yang sangat besar.
Beberapa lokasi wisatanya antara lain Pantai Camplong, mata air Sumber Oto’,
waduk Klampis, air terjun Toroan, hutan kera Nepa, waduk Nipah, goa Lebar, goa
Macan, goa Kelelawar dan makam Sayyid Ustman bin Ali bin Abdullah Al-Habsyi.
Budaya masyarakat yang menjadi even pariwisata adalah karapan sapi dan atraksi
sapi sonok.
c. Kabupaten Pamekasan
Potensi pengembangan di Kabupaten Pamekasan berada pada sektor industri
kecil, pertanian/perkebunan, peternakan, perikanan dan pariwisata. Untuk
pertanian, program kegiatan swasembada pangan merupakan prioritas dalam
rangka untuk meningkatkan mensejahterakan masyarakat akan tersedianya
pangan. Luas areal Pertanian Kabupaten Pamekasan keseluruhnya mencapai
74.467,167 Ha yang terdiri luas tegalan 62.013,769 Ha, sawah irigrasi 6.649,5 Ha
dan sawah tadah hujan 5.803,898 Ha. Beberapa komoditas dari jenis sayuran
seperti bayam, kangkung, terong, bawang merah, lombok, kacang panjang,
ketimun. Sedangkan untuk tanaman holtikultura seperti durian, jeruk, mangga dan
hal. 11
dan tembakau. Komoditas tanaman tembakau sebagian besar dipasarkan pada
pasar regional, nasional maupun internasional, khususnya pada pabrik rokok
(Gudang garam, Sampurna, Djarum, dan lain-lain). Hal ini tembakau Pamekasan
citra rasa tersendiri dan biasanya digunakan sebagai bahan campuran dari
tembakau yang ada di tempat lain.
Beberapa kawasan penghasil ikan di Kabupaten Pamekasan terdiri dari perikanan
laut yang meliputi perairan Laut Jawa di sepanjang pantai utara yaitu Kecamatan
Batu Marmar dan Pasean, serta Selat Madura di sepanjang pantai meliputi wilayah
Kecamatan Tlanakan, Pamekasan dan Pademawu. Perikanan budidaya yakni
tambak dan kolam yang terdiri dari tambak ikan bandeng dan udang berada di
Kecamatan Galis dan Pademawu.Sedangkan penggaraman atau untuk
menghasilkan garam dengan memanfaatkan musim kemarau atau lahannya
bergantian dengan tambak budidaya yang berada di Kecamatan Tlanakan,
Pademawu dan Galis. Produk unggulan perikanan Pamekasan adalah ikan teri,
rumput laut, ikan lamuru dan ruja. Selain pada perikanan, budidaya ternak sapi juga
dikembangkan di Pamekasan.
Sektor pariwisata Pamekasan memiliki banyak jenis obyek kunjungan seperti :
Tabel. Obyek wisata di kabupaten Pamekasan
Jenis Wisata Obyek Wisata
Wisata Pantai Pantai Talang Siring Pantai Jumiang Pantai Batu Kerbuy Wisata Alam Api tak Kunjung Padam
Wisata Ziarah Makam Keramat Pasarean Batuampar Vihara Alokitesvara
Wisata Budaya Kerapan Sapi
Wisata Penunjang Monumen Are' Lancor
d. Kabupaten Sumenep
Kabupaten Sumenep merupakan wilayah Madura yang juga memiliki banyak
kepulauan. Bagian Daratan dengan luas 1.146,93 Km2 (54,79 %) terbagi atas
tujuh belas Kecamatan dan satu pulau di Kecamatan Dungkek. Sedangkan
bagian kepulauan dengan luas 946,53 Km2 (45,21 %) meliputi 126 buah pulau
berpenghuni dan 78 buah pulau tidak berpenghuni. Oleh karena itu, wisata
bahari dan eksplorasi sumber daya kelautan sangat potensial untuk
dikembangkan di kabupaten Sumenep ini.
Kabupaten Sumenep juga memiliki banyak kegiatan usaha mandiri maupun
industri kecil oleh masyarakat setempat pada sektor pengolahan komoditas
hal. 12
Kabupaten Sumenep dan pulau Madura pada umumnya dikenal sebagai
penghasil garam di Indonesia. Di dalam buku-buku pelajaran masa lalu
disebutkan bahwa kecamatan Kalianget kabupaten Sumenep adalah penghasil
garam terbesar dan terbaik di Indonesia.
Sektor industri yang berkembang di Sumenep meliputi industri garam,
pengolahan sabut kelapa, genteng kaolin, pengolahan ikan dalam kaleng, batik
tulis, pembuatan keris, keripik singkong, kerajinan daun siwalan, gula siwalan,
pembuatan petis dan terasi, serta industri makanan ringan seperti biji jambu
mete.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa potensi wisata di kabupaten
Sumenep sangatlah potensial. Kabupaten Sumenep memiliki keragaman
budaya yang ditopang oleh kultur kehidupan sosial yang berbeda dengan
kabupaten lain di Madura. Beberapa jenis potensi wisatanya dapat
dikelompokkan menjadi:
a). Wisata Budaya (Sejarah) dan Religi
- Benteng VOC, Desa Kalimook Kecamatan Kalianget
- Keraton Sumenep, Kecamatan Sumenep (Video)
- Masjid Agung, Kecamatan Sumenep (Video)
- Museum Sumenep, Kecamatan Sumenep
- Pemakaman Anggo Suto, Kecamatan Saronggi
- Pemakaman Asta Katandur, Desa Bangkal Kecamatan Sumenep
- Pemakaman Asta Tinggi, Kecamatan Sumenep
- Pemakaman Joko Tole, Kecamatan Manding
- Pemakaman Pekke, Kecamatan Lenteng
- Pemakaman Asta Bujuk Panaongan, Kecamatan Pasongsongan
- Pemakaman Asta Yusuf, P. Poteran Kecamatan Talango
b). Wisata Bahari
- Pantai Maburit, Kecamatan Arjasa
- Taman Laut Gili Labak, Kecamatan Talango. Taman laut ini
dimanfaatkan untuk ski- diving dan scub-diving
- Taman laut Pulau Saor, Kecamatan Sapeken
c). Wisata Alam
- Pantai Lombang (Kecamatan Dasuk)
- Pantai Slopeng (Kecamatan Dasuk)
- Pantai Ponjug di Pulau Talango
- Pantai Badur di Kecamatan Batu Putih
hal. 13
- Gua Jeruk (Kecamatan Sumenep)
- Gua Kuning (Kecamatan Kangean)
- Gua Payudan (Kecamatan Guluk-Guluk)
- Gua Peteng (Kecamatan Kangean)
- Gua Arca (Kecamatan Kangean)
- Gua Tampeh (Kecamatan ganding)
- Sumber Air Belerang (Kecamatan Pragaan)
- Rumah Berkasur Pasir, Desa Legung Timur, Desa Legung Barat, dan
Desa Dapenda Kecamatan Batang-Batang.
- Terumbu karang, terdapat disekitar perairan Kecamatan Raas.
- Aeral pancing, terdapat di Kecamatan Kalianget dan Kecamatan
Saronggi (dua lokasi)
d). Wisata Konservasi
- Ayam Bekisar, ayam bekisar adalah ayam khas Sumenep yang banyak
dibudidayakan untuk peliharaan di Pulau Kangean
- Kijang, merupakan hewan penghuni hutan di daerah Arjasa. Jenis
hewan ini termasuk hewan yang dilindungi.
- Cemara Udang, merupakan satu jenis spesies cemara yang hanya ada
di Kabupaten Sumenep.
Di sektor pertambangan, Kabupaten Sumenep memiliki kandungan mineral
yang variatif. Bahan galian golongan C terdiri dari pospat, batu gamping,
calsit/batu bintang, gipsum, pasir kwarsa, dolomit, batu lempung dan kaolin.
Bahan tambang golongan A (minyak bumi dan gas bumi) juga banyak
dihasilkan di wilayah Sumenep dengan perusahaan pengelolanya meliputi
Contraktor Production Sharing (CPS) yang mengelola tambang migas, di
antaranya ARCO-Kangean Block, Trend Java Sea Block 4, Masalembu Shell,
British Petroleum Sakala Timur, Mobile Oil, Amco Indonesia, Hudbay Oil
International, Petroleum Beyond Indonesia (PBI), Anardako, Petronas Carigall,
Santos Oil, PT Energy Mega Persada (EMP) Kangean Limited.
Secara garis besar, potensi-potensi pengembangan di wilayah Madura berada pada
sektor :
- Pertanian dan peternakan (tembakau, kelapa, sapi, kerbau)
- Pertambangan (pasir kuarsa,minyak bumi, dan gas alam)
- Industri pengolahan pangan dan ikan
- Pariwisata dan kerajinan
Bila digambarkan dalam skema peta, potensi wilayah Madura dapat dijelaskan
hal. 14
hal. 15 2.1.3 Pembangunan Infrastruktur di Wilayah Madura
Dalam mengatasi permasalahan daerah tertinggal, diperlukan langkah nyata yang
terpadu dan terarah yang lebih difokuskan pada percepatan pembangunan di
daerah dengan kondisi sosial, budaya, ekonomi, keuangan daerah, aksesibilitas,
serta ketersediaan infrastruktur yang masih tertinggal dibandingkan dengan daerah
lainnya (Wahid, 2006). Oleh kaena itu, dalam upaya mengatasi kesenjangan sosial
ekonomi wilayah Madura dari wilayah lain di provinsi Jawa Timur,diperlukan
kepastian pemenuhan ketersediaan infrastruktur. Berikut adalah beberapa data
ketersediaan infrastruktur yang ada di wilayah Madura (dikumpulkan dari data BPS
kabupaten dalam angka 2015 dan 2016) :
INFRASTRUKTUR PEMERINTAHAN
Wilayah Ketersediaan Infrastruktur (unit)
1. Kabupaten Bangkalan Kantor Kecamatan = 18
Kantor Kelurahan/Desa = 8 (kelurahan), 273 (desa) 2. Kabupaten Sampang Kantor Kecamatan = 14
Kantor Kelurahan/Desa = 6 (kelurahan), 180 (desa) 3. Kabupaten Pamekasan Kantor Kecamatan = 13
Kantor Kelurahan/Desa = 11 (kelurahan), 178 (desa) 4. Kabupaten Sumenep Kantor Kecamatan = 27
Kantor Kelurahan/Desa = 4 (kelurahan), 328 (desa)
INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI & KOMUNIKASI
Wilayah Ketersediaan Infrastruktur (unit)
1. Kabupaten Bangkalan Panjang Jalan = 721.365 km
Terminal = 1 (kelas B), 1 (kelas C), 55 (AKAP) Jembatan timbang = 1
Dermaga = 3 Pelabuhan = 5 Mercusuar = 1
2. Kabupaten Sampang Panjang Jalan = 582,80 km (Kab), 489,92 (poros desa) Terminal = 1
Kantor Pos = 11
3. Kabupaten Pamekasan Panjang Jalan = 507.359 km Terminal = 1
Kantor Pos = 13
4. Kabupaten Sumenep Panjang Jalan = 1.544,676 km (kab), 61.120 (prov/nasional) Terminal = 1 (kelas A), 8 (kelas C)
Bandara = 1 Kantor Pos = 26
INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN
Wilayah Ketersediaan Infrastruktur (unit)
1. Kabupaten Bangkalan TK/RA/BA = n.a
SD = 658 (negeri), 41 (swasta), 142 (MI) SLTP = 54 (negeri), 142 (swasta), 135 (MTs) SLTA = 10 (negeri), 40 (swasta), 57 (MA) SMK = 10 (negeri), 30 (swasta)
hal. 16
INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN
Wilayah Ketersediaan Infrastruktur (unit)
SD = 530 (negeri), 68 (swasta), 485 (MI) SLTP = 52 (negeri), 164 (swasta), 222 (MTs) SLTA = 16 (negeri), 89 (swasta), 84 (MA) Pondok Pesantren = 356
3. Kabupaten Pamekasan TK = 1 (negeri), 287 (swasta), 477 (RA/BA)
SD = 419 (negeri), 46 (swasta), 316 (MI), 1.359 (MD) SLTP = 36 (negeri), 144 (swasta), 205 (MTs) SLTA = 9 (negeri), 66 (swasta), 100 (MA) SMK = 7 (negeri), 70 (swasta)
Perguruan Tinggi/Akademi = 7 Pondok Pesantren = 185
4. Kabupaten Sumenep TK = 2 (negeri), 378 (swasta), 541 (RA/BA)
SD = 548 (negeri), 45 (swasta), 550 (MI), 1.170 (MD)
Wilayah Ketersediaan Infrastruktur (unit)
1. Kabupaten Bangkalan Rumah Sakit Umum = 1 (pemerintah), 1 (swasta) Rumah Sakit Bersalin = 1
Puskesmas = 22
Puskesmas Pembantu = 65 Pondok Bersalin Desa = 230 Posyandu = 1.071
Praktek Dokter = 77 Apotek = 47
2. Kabupaten Sampang Rumah Sakit Umum = 1 Rumah Sakit Bersalin = 0 Puskesmas = 21
Puskesmas Pembantu = 49 Pondok Bersalin Desa = 230 Posyandu = 1.006
Apotek = 30 Klinik KB = 90
3. Kabupaten Pamekasan Rumah Sakit Umum = 2 (pemerintah), 3 (swasta) Rumah Sakit Bersalin = 0
Puskesmas = 20
Puskesmas Pembantu = 44 Puskesmas Keliling = 29 Klinik = 14
Pondok Bersalin Desa = 254 Posyandu = 901
Praktek Dokter = 73 Apotek = 45 Laboratorium = 7 4. Kabupaten Sumenep Rumah Sakit Umum = 3
Rumah Sakit Bersalin = 1 Puskesmas = 30
hal. 17
INFRASTRUKTUR KESEHATAN
Wilayah Ketersediaan Infrastruktur (unit)
Pondok Bersalin Desa = 332 Posyandu = 1.476
Apotek = 25
Dengan kondisi ketersediaan infrastruktur dasar tersebut, wilayah Madura masih
masuk dalam kategori kawasan tertinggal di provinsi Jawa Timur. Tingkat IPM dan
kesejahteraan masarakat kabupaten di Madura memang masih berada dibawah
kabupaten/kota lainnya di Jawa Timur. Oleh karena itu, pembangunan Jembatan
Suramadu sebagai momentum awal pengembangan wilayah Madura perlu
didukung dengan pembangunan infrastruktur lainnya, agar upaya pengembangan
wilayah Madura dapat berjalan dengan optimal.
2.1.4 Dampak Keberadaan Jembatan Suramadu
Sejarah awal pembangunan Jembatan Suramadu adalah adanya Preliminary study
Surabaya-Madura Bridging Project oleh JIF dan BPPT atas biaya dari pihak Jepang
pada bulan Maret-Oktober 1990. Hasilnya adalah rekomendasi penting bahwa
dengan kondisi Surabaya sebagai pelabuhan besar serta industri ekspor sistem
padat karya, maka pengembangan pulau Madura menjadi kunci pokok dalam
perluasan kota metropolitan Surabaya.
Pada tahun 2008 pembangunan Jembatan Suramadu akhirnya selesai dan
berdirinya Jembatan ini merupakan tonggak sejarah baru dalam pembangunan
konstruksi di Indonesia, karena Jembatan antarpulau sepanjang 5.438 meter ini
bukan hanya yang terpanjang di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara.
Pembangunan Jembatan Suramadu dilatarbelakangi oleh misi untuk memajukan
perekonomian nasional dan regional, khususnya di wilayah Madura yang
kondisinya masih tertinggal dibandingkan daerah lain di Jawa Timur. Peran
Jembatan Suramadu yang diharapkan dapat menjadi jalur transportasi terpadu
tersebut dituntut untuk dapat menjadi pendongkrak perkembangan wilayah. Hal ini
sesuai dengan fungsi infrastruktur jalan dan jembatan sebagai prasarana
transportasi yang menjadi salah satu sektor penunjang pengembangan
sektor-sektor lain.
Dengan terwujudnya Jembatan Suramadu sebagai penghubung Pulau Jawa dan
Madura, maka konsep pengembangan kawasan metropolitan tujuh daerah, yang
pada awalnya disebut dengan Gerbangkertasusila, akhirnya berkembang dan
diperluas menjadi Germakertasusila. Pengembangan kawasan metropolitan di sisi
hal. 18
diperluas ke seluruh Pulau Madura. Peran Jembatan Suramadu bagi
pengembangan Germakertasusila adalah berperan melancarkan arus barang dan
jasa, memicu pertumbuhan ekonomi Madura, mengurangi kesenjangan ekonomi,
dan mendekatkan interaksi budaya Jawa dengan Madura.
Dampak pembangunan Suramadu terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan
pengembangan Germakertasusila dapat dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi
(berupa Produk Domestik Regional Bruto) dari beberapa kota dan kabupaten yang
termasuk dalam kawasan pengembangan Germakertasusila sejak tahun 2000
sampai dengan 2011. Hampir seluruh wilayah di metropolitan Germakertasusila
mengalami pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya. Tahun 2009 sebagai
dimulainya operasional Jembatan Suramadu, PDRB semakin besar meningkat,
khususnya untuk 4 (empat) kabupaten di Madura.
Gambar. Grafik peningkatan PDRB per-kapita Germakertasusila Sumber : Balai Litbang Sosekling Jatan, 2012
Keberadaan jembatan Suramadu juga meningkatkan konektivitas wilayah antara
Jawa dengan Madura, sehingga menyebabkan laju urbanisasi dari Madura ke
wilayah Jawa Timur, khususnya Kota Surabaya menjadi semakin besar. Apabila
kedua wilayah (Kota Surabaya dan Madura) memiliki kondisi ekonomi yang sama,
mungkin laju urbanisasi tidak akan meningkat dengan signifikan. Namun faktanya,
kota Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia sehingga menjadi magnet
urbanisasi yang sangat kuat bagi masyarakat di Madura sebagai kawasan yang
masih tertinggal di provinsi Jawa Timur. Akibatnya, banyak masyarakat Madura
yang mulai meninggalkan desanya untuk bekerja di kota, mayoritas diantaranya
hal. 19
Keberadaan Jembatan Suramadu yang saat itu menjadi ikon wisata juga
memunculkan potensi kegiatan ekonomi kerakyatan di KKJS (Kawasan Kaki
Jembatan Suramadu). Di KKJS sisi Madura, terjadi penjamuran
pedagang-pedagang kaki lima di sepanjang jalan. Menurut data Bappeda Bangkalan tercatat
sudah ada + 891 lapak PKL di bulan Agustus 2011. Aktivitas informal ini perlu
dikelola dengan baik oleh Pemerintah karena bila tidak ditata akan berpotensi
merusak estetika wilayah KKJS, dan keberadaan PKL di rumaja dapat mengganggu
fungsi/kinerja jalan akses yang ditempatinya (Zanuardi dan Satrio, 2012). Saat ini
jalan akses KKJS telah ditingkatkan kapasitasnya dan dilengkapi dengan jalur
lambat. Deretan PKL KKJS juga sudah mulai ditata dan dikelola oleh BPWS karena
nantinya direncanakan kegiatan ekonomi masyarakat ini akan menjadi bagian dari
rest area Suramadu yang akan dibangun di sana.
Gambar. Kegiatan ekonomi di KKJS sisi Madura pada awal operasi Jembatan Suramadu
Dari hasil kajian dalam skala lebih mikro di wilayah KKJS, ditemukan informasi
bahwa pembangunan jembatan Suramadu berdampak pada peningkatan kondisi
sosial dan ekonomi di wilayah yang berada di sekitar jalan akses KKJS. Ini berarti
bahwa keberadaan jalur akses ini memberi potensi untuk pengembangan wilayah
secara lebih baik. Menurut Hartati dan Arvian (2012), wilayah yang berdekatan
dengan lokasi dibangunnya Jembatan Suramadu secara umum memiliki tingkat
kesejahteraan yang relative lebih baik dibandingkan dengan wilayah lain yang lebih
jauh. Dari hasil pemetaan tingkat kesejahteraan masyarakat dengan metode
non-income di wilayah Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS) diperoleh gambaran
hal. 20
Gambar. Peta kesejahteraan sosial di wilayah KKJS Madura Sumber : Hartati dan Arvian (2012)
Gambar. Peta kesejahteraan ekonomi di wilayah KKJS Madura Sumber : Hartati dan Arvian (2012)
Dari hasil simulasi tersebut dapat dimaknai bahwa keberadaan jembatan suramadu
dan jalan akses jembatan suramadu dapat meningkatkan akses mayarakat ke
sarana kesehatan dan pendidikan, sehingga tingkat kesejahteraan sosial penduduk
di sekitarnya akan meningkat. Sedangkan untuk kondisi ekonomi lokal, peningkatan
komoditas pertanian memegang peranan penting dalam peningkatan
kesejahteraan. Namun jika dalam analisis dimasukkan indikator keberadaan PKL
menjadi salah satu indikator perhitungan tingkat kesejahteraan, maka akan sangat
mungkin tingkat kesejahteraan desa dimana pelaku PKL berasal menjadi desa yang
hal. 21 2.2 Telaah Kebijakan Pengembangan Wilayah Madura
Perhatian Pemerintah terhadap pengembangan di wilayah Madura semakin terlihat
dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden RI Nomor 27 Tahun 2008 tentang Badan
Pengembangan Wilayah Surabaya - Madura (BPWS). Latar belakang ditetapkannya
Peraturan Presiden ini adalah untuk menetapkan langkah-langkah strategis untuk
mengelola wilayah Surabaya-Madura secara terkoordinasi, sistematis, terarah, dan
terpadu serta untuk menetapkan pengaturan secara khusus, termasuk pembentukan
kelembagaan yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam pengembangan
wilayah Surabaya-Madura. Cakupan wilayah Suramadu dalam Perpres tersebut adalah
wilayah Surabaya, Pulau Madura dan sekitarnya. Secara garis besar, pengembangan
wilayah Madura dapat dilihat pada dokumen Master Plan Pengembangan Wilayah
Suramadu yang disusun oleh Badan Pelaksana BPWS.
2.2.1 Master Plan Pengembangan Wilayah Madura
Master plan pengembangan wilayah Madura sangat erat kaitannya dengan
perencanaan wilayah metropolitan GERBANGKERTASUSILA. Pada awalnya,
hanya kabupaten Bangkalan yang menjadi wilayah Madura yang masuk dalam
pengembangan metropolitan tersebut. Namun, dengan terbangunnya jembatan
Suramadu yang memudahkan akses ke Madura, konsep pengembangan pun
berubah menjadi GERBANGKERTASUSILA PLUS atau terkadang disebut sebagai
GERMAKERTASUSILA. Konsep ruang eksisting wilayah Jawa Timur terutama di
GERMAKERTASUSILA diperlihatkan pada gambar berikut :
hal. 22 Master Plan Pengembangan Infrastruktur di Wilayah Surabaya dan Madura
hal. 23
Beberapa infrastruktur yang akan dikembangkan di wilayah Madura Paska
pembangunan Jembatan Suramadu antara lain adalah :
- Pembangunan pelabuhan laut Tanjungbulupandan;
- Pemanfaatan Waduk Nipah di Sampang dan percepatan pembangunan
Waduk Blega di Bangkalan;
- Pengembangan lapangan terbang Trunojoyo, Sumenep;
- Peningkatan jalan nasional : Kamal, Bangkalan sampai Sumenep (wilayah
Selatan Madura);
- Peningkatan jalan propinsi : Bangkalan, Sumenep (wilayah Utara Madura).
- Pengembangan Energi Listrik dan telekomunikasi
- Pengembangan SDM Madura dalam rangka persiapan industrialisasi
- Penyediaan infrastruktur air baku, air minum, sanitasi, dan sarana
permukiman lainnya.
- Promosi Investasi di wilayah Madura
Meskipun pembangunan infrastruktur akan dilakukan di seluruh wilayah Madura,
namun titik berat pengembangan tetap berada di kabupaten Bangkalan. Hal ini
dikarenakan posisi Bangkalan yang menjadi lokasi KKJS (Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu) dan menjadi wilayah terdekat sebagai pelebaran Surabaya megaurban.
Terdapat 3 (tiga) lokasi strategis yang direncanakan akan dikembangkan di wilayah
Bangkalan ini, yaitu : Kawasan Kaki Jembatan Suramadu, Pelabuhan Tanjung Bulu
Pandan, serta Kawasan Industri Pendukung.
hal. 24 2.2.2 Kendala Realisasi Pembangunan Infrastruktur
Meskipun Master Plan pengembangan wilayah Madura sudah direncanakan, tetapi
pembangunan infrastruktur dirasakan masih sulit untuk direalisasikan. Akibatnya,
permasalahan ketimpangan sosial-ekonomi di Madura belum dapat diatasi.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam upaya pembangunan infrastruktur untuk
pengembangan wilayah Madura antara lain :
Kesiapan Masyarakat Madura terhadap Modernisasi
Dipandang dari akses perekonomian, masyarakat Madura memiliki lack of
access dalam perekonomian, dengan pola hidup pedesaan dimana sektor
pertanian dan nelayan mendominasi perekonomian di Madura. Dalam segi
pendidikan pun sebagian besar masyarakat Madura masih lemah. Pesantren
dipandang masyarakat sebagai metode pendidikan yang lebih sesuai, sekolah
menengah unggulan dan kejuruan masih terbatas. Budaya paternalistik juga
sangat melekat di tatanan kehidupan bermasyarakat. Masyarakat Madura lebih
memegang teguh pada nilai-nilai tradisional yang telah tumbuh dan lestari
sebagai bagian dari kehidupannya sehari-hari.
Kondisi ini menjadi kendala bagi pengembangan wilayah Madura yang secara
cepat telah direncanakan untuk industrialisasi dan modernisasi. Apabila
pembangunan tetap dipaksakan, maka akan terjadi laju urbanisasi menuju
Madura. Persaingan dari tenaga kerja dari luar wilayah Madura yang lebih
berkompeten dan berkualitas akan menggusur peranan masyarakat lokal.
Akibatnya, masyarakat Madura serasa menjadi budak/buruh didaerahnya
sendiri.
Konflik Pengadaan Tanah untuk Pembangunan
Tanah merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan infrastruktur.
Tanpa ketersediaan lahan, maka pembangunan infrastruktur tidak akan pernah
dapat direalisaskan. Konflik pengadaan tanah menjadi salah satu kendala pada
proses pembangunan di wilayah Madura. Sebagian besar penyebabnya adalah
ketidaksepakatan masyarakat terhadap nilai ganti kerugian yang diberikan.
Selain itu, resistensi warga terhadap pembangunan juga kadang
dilatarbelakangi oleh penolakan masyarakat untuk melepaskan hak atas
tanahnya. Status tanah dalam budaya masyarakat Madura sangatlah kuat,
apalagi bila tanah tersebut merupakan warisan yang sudah turun temurun. Hal
lain yang mendukung kuatnya status tanah adalah kebiasaan untuk bertempat
tinggal secara berkelompok dalam satu trah keluarga/kerabat, sehingga
hal. 25
Kondisi Bentang Alam dan Keterbatasan Sumber Daya Air
Kondisi alam Madura yang banyak berupa pegunungan juga kurang
mendukung untuk pengembangan wilayah Madura secara keseluruhan.
Akibatnya pembangunan infrastruktur lebih diprioritaskan pada daerah dataran
rendah dan pesisir. Keterbatasan sumber daya alam, khususnya air juga
menjadi kendala yang sangat berat. Pembangunan infrastruktur untuk
pengembangan industri misalnya, tentu tidak berani direalisasikan sebelum
sumber ketersediaan air dipastikan terlebih dahulu. Potensi sumber daya alam
di Madura lebih banyak kepada sektor pertambangan (batu kapur, kuarsa,
minyak bumi, gas alam, dan jenis mineral lainnya), namun belum dimanfaatkan
dengan baik oleh Pemerintah.
Persepsi Negatif Masyarakat
Resistensi masyarakat Madura terhadap program-program pembangunan yang
direncanakan oleh BPWS didukung oleh munculnya persepsi negatif dari
masyarakat Madura. Terdapat sebagian masyarakat yang menganggap
program pembangunan tersebut kurang berpihak terhadap masyarakat
Madura. Pembangunan infrastruktur berskala besar dan rencana
pengembangan kawasan industri dianggap akan banyak bermanfaat bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat kalangan atas (pemilik modal dan
pelaku bisnis). Sedangkan bagi masyarakat Madura, tantangan hidup akan
menjadi lebih sulit dengan adanya laju urbanisasi dan masuknya tenaga kerja
dari luar Madura untuk bersaing. Akibatnya, masyarakat Madura hanya bisa
bekerja sebagai buruh atau bahkan dapat terusir dari tempat tinggalnya sediri.
Contoh konflik yang mendukung persepsi negatif ini adalah penolakan pihak
Jasa Marga untuk mempekerjakan masyarakat Madura dalam menjaga pintu
Tol.
Benturan Kepentingan antar Stakeholder
Pembentukan BPWS sebagai badan yang diberi kewenangan terhadap
pengembangan wilayah Suramadu dianggap banyak berbenturan dengan
semangat otonomi daerah. Benturan kepentingan antara pihak BPWS dengan
Pemerintah Daerah menjadi kendala nyata dari proses pembangunan di
wilayah Madura. Diperlukan peran dari Pemerintah pusat untuk dapat
menengahi, mengkoordinasi dan mensinkronisasikan program-program yang
ada di BPWS dengan program pembangunan di masing-masing wilayah
hal. 26 2.3 Identifikasi Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur
Ketersediaan dan kualitas infrastruktur menjadi permasalahan yang harus segera
dibenahi pemerintah. Percepatan pertumbuhan ekonomi jelas membutuhkan tambahan
kuantitas dan perbaikan kualitas infrastruktur. Walaupun pengeluaran dalam bidang
infrastruktur telah ditingkatkan, kesenjangan infrastruktur masih terasa, baik di tingkat
nasional maupun antardaerah. Karena itu, pembangunan infrastruktur dasar harus
menjadi prioritas pembangunan. Pulau Madura adalah salah satu dari sekian banyak
wilayah di Indonesia yang dipandang memiliki nilai ekonomi tinggi namun belum tergali
potensi alamnya secara optimal (Hidayat dan Mulyadi, 2013).
Semakin mudahnya akses ke Pulau Madura dengan adanya Jembatan Suramadu akan
meningkatkan investasi pengusaha besar dan investor asing. Harga tanah di Madura
masih relatif lebih murah dibandingkan dengan di Surabaya. Pembangunan pabrik dan
kantor akan lebih murah di Bangkalan dibandingkan dengan Gresik, Lamongan, Sidoarjo
maupun Mojokerto. Untuk itu dukungan infrastruktur yang tepat ukuran sangat dibutuhkan
untuk pengembangan Madura ke depan. Atas dasar hal tersebut, beberapa
pembangunan infrastruktur strategis yang perlu diperhatikan oleh pemerintah seperti :
Peningkatan Kapasitas dan Kualitas Infrastruktur Jalan
Jaringan jalan di wilayah Madura perlu ditingkatkan seiring dengan prediksi
pertumbuhan ekonomi, pasca pembangunan Jembatan Suramadu. Sebagai contoh,
untuk sisi Madura, hampir semua Daerah Tujuan Wisata (DTW) memerlukan akses
pelebaran jalan. Rencana pembangunan pelabuhan peti kemas di bagian utara
Madura juga membutuhkan jalan akses yang baik. Selain itu, peningkatan jaringan
jalan lintas utara Madura perlu segera direalisasikan agar dapat menjadi alternatif lain
dari jalan lintas selatan Madura.
Realisasi Pembangunan Pelabuhan Peti Kemas
Dengan telah direncanakannya pelabuhan Internasional Tanjung Bulu Pandan di
Kabupaten Bangkalan, Madura dan Pelabuhan Nasional Sapudi di Sumenep serta
pelabuhan Regional Kalianget (sumenep); Pasean (Pamekasan) dan Telaga Biru
(Bangkalan) maka diharapkan wilayah utara pulau Madura dapat mengalami
percepatan pertumbuhan pasca dioperasionalkan jembatan Suramadu.
Pelabuhan Tanjung Bulu Pandan by nature memiliki karakteristik alami dan cocok
dijadikan pelabuhan, karena pada keadaan air surut kedalamannya masih mencapai
20 meter. Dengan kedalaman seperti itu, Tanjung Bumi dapat dilabuhi kapal
supertanker berukuran raksasa.
Berdasarkan hasil FGD dengan Kepala BBWS tentang realisasi pelabuhan peti
hal. 27
untuk sisi Surabaya seluas 600 Ha, mengingat padatnya penduduk di Kecamatan
Kenjeran, alokasi lahan KKJS di sisi Surabaya cukup 200 Ha saja, sedangkan sisanya
dapat diperuntukkan untuk menambah areal Pelabuhan peti kemas di sisi utara
Madura
Pembangunan Terminal induk Tipe A
Bupati Bangkalan telah menggagas pembangunan terminal (tipe A) di sekitar jalan
akses Suramadu di Dusun Tangkel, Kecamatan Burneh. Adanya terminal tersebut
diharapkan dapat meningkatkan jumlah Mobil Penumpang Umum (MPU) yang
melintasi jembatan Suramadu. Keberadaan terminal induk di sekitar jalan akses
Suramadu dapat menjadi solusi penurunan pendapatan jasa peron di sekitar Kamal,
dan peningkatan PAD dari sektor non formal lainnya.
Revitalisasi Jalan Kereta Api
Konservasi jalan Kereta Api yang sudal lama tidak dipergunakan, menjadi salah satu
rencana strategis dari kabupaten di Pulau Madura. Hal ini dikarenakan angkutan
kereta api memiliki prospek yang bagus sebagai angkutan massal antar wilayah, antar
potensi ekonomi, maupun antar angkutan barang khususnya jarak jauh. Selain itu,
pengembangan trayek angkutaan umum massal (komuter dan bus metro) kedepan
dapat melayani kebutuhan pertumbuhan ekonomi secara terpola dalam kerangka
pengembangan kota metropolitan Germakertosusila.
Pembangunan Rest Area Suramadu
Rest Area Suramadu sisi Madura merupakan infrastruktur pendukung yang sangat
diperlukan paska pembangunan Jembatan. Rest Area ini selain difungsikan sebagai
tempat persitirahatan, juga dapat digunakan sebagai etalase Madura. Berbagai
promosi produk kerajinan dan peta wisata alam atau budaya dapat ditempatkan di rest
area ini. Dari titik ini, para pengunjung yang memasuki wilayah Madura bisa
mendapatkan informasi yang lengkap sebelum melanjutkan perjalanan menuju
wilayah lainnya di Madura.
Pembangunan Pusat Pengolahan Hasil Laut
Salah satu kegiatan ekonomi masyarakat yang banyak tersebar di pesisir Madura
adalah tabak dan perikanan laut. Sementara ini, proses pemasaran hasil tangkapan
ikan dan pengolahan hasil laut dijajakan di pasar tradisional dan sepanjang jalan lintas
selatan Madura. Rendahnya demand masyarakat lokal akan hasil laut menjadikan
banyak produk yang akhirnya tidak termanfaatkan dan terbuang. Oleh karena itu,
Pemerintah sebaiknya membangun infrastruktur pusat pengolahan hasil laut yang
dapat mengakomodir supply hasil laut dalam skala besar dari masyarakat pesisir
hal. 28
Pembangunan Infrastruktur Pengolahan Air (SPAM)
Kebutuhan air di Madura kedepan, merupakan hal yang sangat penting untuk
diantisipasi mulai dari sekarang. Hal ini dikarenakan Madura direncanakan menjadi
daerah industri sehingga membutuhkan pasokan air bersih yang besar. Kebutuhan air
baku seluruh Madura diperkirakan mencapai 10.000 ltr/dtk, dan setengahnya untuk
industri sedangkan sisanya untuk kebutuhan air masyarakat (Balai Litbang Sosekling
Jatan, 2009).
Potensi air tanah di Pulau Madura telah dimanfaatkan secara terbatas untuk
kebutuhan Air Minum dan rumah tangga masyarakat sehari-hari (PDAM), irigasi dan
industri kecil. Air bawah tanah sebaiknya tidak digunakan sebagai pasokan Industri di
Madura (bila nanti dikembangkan dalam industri skala besar). Air tanah diprioritaskan
untuk memenuhi kebutuhan pertanian sebagai kawasan penopang industri di
sekitarnya. Air bawah tanah dapat menjadi solusi konkrit untuk mengatasi berbagai
persoalan air yang memang terjadi di hampir seluruh wilayah di Madura. Oleh karena
itu, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih dan air minum,
pemerintah sebaiknya meningkatkan kapasitas infrastruktur SPAM di lokasi-lokasi
potensi air bawah tanah.
Untuk kebutuhan perkembangan industri, sebaiknya dikaji penyediaan sumber air dari
alternatif lainnya selain air bawah tanah. Gagasan yang saat ini sedang direncanakan
adalah menyalurkan air bersih dari Pulau Jawa (sumber Umbulan) menuju KKJS sisi
Madura sebagai lokasi pertumbuhan industri. Selain itu, dapat juga dipertimbangkan
pemanfaatan teknologi tepat guna yang dapat mengubah air laut menjadi air bersih.
Pembangunan Infrastruktur Dasar pendukung Potensi Unggulan Daerah
Dari pembahasan potensi wilayah Madura, terlihat bahwa masing-masing daerah di
Madura memiliki potensi-potensi unggulan yang berbeda. Oleh karena itu, dalam
perencanaan penyediaan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi, perlu
diperhatikan kesesuaian pembangunan dengan potensi unggulan yang ada.
Peningkatan Kapasitas dan Kualitas Infrastruktur Dasar lainnya
Pemerintah memiliki kewajiban untuk memastikan ketersediaan dan pelayanan
infrastruktur dasar bagi masyarakat. Infrastruktur dasar ini meliputi akses jalan,
fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, kantor administrasi dan pelayanan publik,
serta infrastruktur permukiman masyarakat lainnya (jalan lingkungan, SPAM, sanitasi,
drainase, dll). Namun, perencanaan pembangunan infrastruktur dasar ini perlu diawali
dengan evaluasi pencapaian SPM (Standar Pelayanan Minimum) pada
masing-masing bidang infrasrtuktur. Prioritasi pembangunan dilakukan pada infrastruktur
hal. 29
tersebut. Dengan cara ini, maka investasi pembangunan oleh Pemerintah dapat
memberikan impact yang optimal.
2.4 Strategi Pembangunan Infrastruktur untuk Pengembangan Wilayah
Upaya pengembangan suatu wilayah dapat dipastikan memiliki tantangan dan kendala
yang perlu dihadapi. Di lain sisi, juga terdapat potensi dan kekuatan yang bersifat
mendukung program pengembangan wilayah. Oleh karena itu, dibutuhkan perumusan
strategi pemenuhan kebutuhan infrastruktur di wilayah Madura dalam kaitannya dengan
hal-hal tersebut (kendala dan dukungan) agar proses pengembangan wilayah dapat
berjalan dengan optimal.
2.4.1 Analisa SWOT (Strength, Weaknesses, Opprtunities, Threats)
Analisa SWOT di sini dilakukan terhadap pembangunan infrastruktur dan pengembangan
wilayah Madura secara umum. Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisa,
didapatkan beberapa rumusan SWOT sebagai berikut :
Strength (Kekuatan) Weaknesses (Kelemahan)
1) Masih banyak tersedia lahan untuk pembangunan infrastruktur 2) Posisi Madura yang strategis dapat
mendukung pengembangan metropolitan Germakertasusila, khususnya sebagai perluasan Kota Surabaya
3) Keberadaan potensi unggulan wilayah yang dapat dikembangkan, seperti kerajinan batik, pertambangan, industri kecil (pangan dan non pangan), pertanian, perkebunan dan
pariwisata
4) Modal sosial (trust, norm, network) yang kuat pada masyarakat Madura, khususnya dalam hal religiusitas (tokoh keagamaan dan kegiatan pesantren)
1) Kualitas SDM masyarakat Madura yang perlu ditingkatkan (IPM masih kurang)
2) Kondisi wilayah yang berupa pegunungan dan mayoritas bersifat kurang subur
3) Keterbatasan sumber daya air untuk mendukung kegiatan pertanian maupun industri
4) Sikap masyarakat yang terkadang memanfaatkan kesempatan tanpa
memperhatikan peraturan hukum yang ada
Opportunities (Kesempatan) Threats (Ancaman)
1) Adanya Badan khusus yang diberi
kewenangan dalam pengembangan wilayah Madura, yakni BPWS
2) Sudah tersedianya Master Plan
pengembangan wilayah Madura dan selalu diperbarui
3) Porsi anggaran belanja negara (APBN) untuk pendanaan pembangunan infrastruktur semakin besar
4) Adanya peluang ketertarikan pengusaha dalam negeri maupun asing untuk berinvestasi di Madura
1) Tinginya laju urbanisasi masyarakat keluar wilayah Madura
2) Sulitnya proses pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur di wilayah Madura 3) Kebijakan pemerintah menjadikan wilayah
Madura tidak lagi sebagai wilayah strategis untuk target pembangunan (tidak masuk WPS)
hal. 30 2.4.2 Rumusan Strategi Pemenuhan Kebutuhan Infrastruktur
STRENGTH (S)
1) Masih banyak tersedia lahan untuk pembangunan infrastruktur
2) Posisi Madura yang strategis dapat mendukung
pengembangan metropolitan Germakertasusila, khususnya sebagai perluasan Kota Surabaya
3) Keberadaan potensi unggulan wilayah yang dapat dikembangkan, seperti kerajinan batik, pertambangan, industri kecil (pangan dan non pangan), pertanian, perkebunan dan pariwisata
4) Modal sosial (trust, norm, network) yang kuat pada
masyarakat Madura, khususnya dalam hal religiusitas (tokoh keagamaan dan kegiatan pesantren)
WEAKNESSES (W)
1) Kualitas SDM masyarakat Madura yang perlu ditingkatkan (IPM masih kurang)
2) Kondisi wilayah yang berupa pegunungan dan mayoritas bersifat kurang subur
3) Keterbatasan sumber daya air untuk mendukung kegiatan pertanian maupun industri
4) Sikap masyarakat yang terkadang memanfaatkan kesempatan tanpa memperhatikan peraturan hukum yang ada
OPPORTUNITIES (O)
1) Adanya Badan khusus yang diberi kewenangan dalam pengembangan wilayah Madura, yakni BPWS
2) Sudah tersedianya Master Plan pengembangan wilayah Madura dan dapat diperbarui
3) Porsi anggaran belanja negara (APBN) untuk pendanaan pembangunan infrastruktur semakin besar
4) Adanya peluang ketertarikan pengusaha dalam negeri maupun asing untuk berinvestasi di Madura
STRATEGI - SO
Melakukan pemetaan prioritas pembangunan infrastruktur dan perencanaan pembangunan secara bertahap (short term, mid term, longterm) [S1,S2,S3,O1,O2,O3] Pembangunan infrastruktur harus disesuaikan dengan
potensi unggulan setiap wilayah dan potensi pengembangannya [S1,S3,O2,O3]
Pendekatan komunikasi dalam hal pembangunan melalui tokoh-tokoh ulama dan jaringan pesantren [S4,O1,O3] Menjaga iklim investasi dan mensosialisasikan potensi berkembangnya wilayah Madura [S1,S2,S3,O1,O2,O4]
STRATEGI - WO
Pembangunan infrastruktur pendukung pendidikan dan pelatihan masyarakat lebih diprioritaskan pada tahap awal (short term) [W1,W4,O2,O3,O4]
Penyediaan infrastruktur yang lebih banyak dalam mendukung pengelolaan DAS Madura [W2,W3,O2,O3,O4] Upaya pemberdayaan masyarakat dan peningkatan
partisipasinya dalam pembangunan di wilayah Madura [S4,W1,W2]
THREATS (T)
1) Tinginya laju urbanisasi masyarakat keluar wilayah Madura
2) Sulitnya proses pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur di wilayah Madura 3) Kebijakan pemerintah menjadikan wilayah Madura
tidak lagi sebagai wilayah strategis untuk target pembangunan (tidak masuk WPS)
4) Benturan komunikasi dan kepentingan antara BPWS dengan Pemerintah Daerah setempat (misalnya akibat otonomi daerah)
STRATEGI - ST
Penyediaan infrastruktur yang mampu menyerap banyak tenaga kerja lokal dan mensejahterakan masyarakat setempat [S1,S2,S3,T1]
Mensosialisasikan arti penting pembangunan Madura dan kemandirian masyarakat dalam peningkatan daya saing wilayahnya [S1,S2,S3,T2,T3]
Perlu dibuatkan sistem komunikasi dan koordinasi yang intensif antar stakeholder pemerintah yang berkepentingan dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat setempat [S4,T2,T4]
STRATEGI - WT
Pengendalian urbanisasi masyarakat keluar Madura dan menggantikannya dengan program Transmigrasi yang sudah terencana baik [W1,W2,W3,T1,T3]
Penegakan hukum dengan tegas dan penerapan UU pengadaan tanah yang baru (UU 2/2012) guna kepastian pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum [W4,T2,T4]
Strength (S) & Weaknesses (W)
hal. 31 2.4.3 Identifikasi Key Succes Factor dalam Pembangunan Infrastruktur
Dalam menjalankan strategi pendukung pelaksanaan pembangunan infrastruktur
untuk pengembangan wilayah Madura di atas, perlu diperhatikan beberapa faktor
yang perlu dipastikan atau dikendalikan antara lain :
Ketersediaan lahan untuk pembangunan
Faktor paling penting dan menentukan keberhasilan pembangunan infrastruktur
adalah tersedianya lahan. Proses pengadaan tanah sering kali sarat dengan
resistensi dari masyarakat tergusur, yang bahkan cenderung berkembang
menjadi konflik. Titik permasalahan umumnya berawal dari ketidaksepakatan
nilai ganti kerugian yang diberikan pemerintah kepada masyarakat untuk
pelepasan hak atas tanahnya.
Dengan berlakunya Undang-Undang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum yang baru (UU 2/2012), yang mengakomodir
kerugian lain (social cost) yang dapat dinilai, sehingga nilai ganti rugi akan lebih
mendekati ekspektasi pihak masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat tidak
akan lagi merasa dirugikan dengan hilangnya hak atas properti yang dimilikinya
akibat adanya proses pengadaaan tanah. Selain itu, dengan adanya sistem
konsinyasi (penitipan uang ganti rugi di Pengadilan Negeri bagi pihak yang
menolak), maka pengambilan hak atas tanah dengan proses eksekusi dapat
dilaksanakan. Peraturan baru ini tampaknya telah mencerminkan win-win
solution bagi masyarakat maupun pemerintah.
Komunikasi, Koordinasi dan Komitmen
Merupakan 3 (tiga) aspek yang harus dijaga diantara seluruh stakeholder yang
berkepentingan, seperti : BPWS, Pemda, Tokoh Masyarakat dan masyarakat
Madura pada umumnya. Komunikasi dapat dilakukan dengan cara sharing
informasi dan sosialisasi program-program pembangunan yang akan dilakukan.
Selain itu juga membentuk jalur komunikasi untuk saling bertukar
informasi,misalnya dengan membuat pusat informasi dan layanan pengaduan
masyarakat. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir kecurigaan maupun
resistensi oleh pihak-pihak tertentu yang merasa tidak dilibatkan dalam
pembangunan.
Koordinasi dapat dilakukan dengan mensinkronisasikan kegiatan dan
pembagian peran di antara pihak-pihak yang terlibat. Dengan cara ini maka
pelaksanaan proses pembangunan yang saling tumpang tindih atau pun
benturan kepentingan antar stakeholder akan dapat dihindari. Misalnya saja
hal. 32
bertanggungjawab atas pengadaan tanah, Kementerian PUPR dalam hal
pembangunan infrastruktur, serta BPWS berwenang atas pengelolaan jalan
yang sudah dibangun.
Komitmen dapat diwujudkan dengan adanya legalisasi dan perkuatan hukum
atas berbagai kesepakatan ataupun janji. Hal ini dilakukan untuk menghindari
penyalahgunaan wewenang atau pun pengingkaran terhadap kewajiban yang
harus dipenuhi. Misalnya saja pembuatan kontrak kerja antara BPWS dengan
komunitas masyarakat yang secara partisipastif diberi kewenangan dalam
pengelolaan rest area sementara di KKJS Madura.
Tersedianya Sumber Daya (resources)
Sumber daya merupakan faktor yang harus dipenuhi untuk realisasi
pembangunan infrastruktur di Madura. Dalam ilmu manajemen, ketersediaan
sumber daya yang penting meliputi 5 M (money, man, material, machine,
method). Agar pembangunan infrastruktur di wilayah Madura dapat
dilaksanakan dengan baik, maka Pemerintah wajib menyediakan seluruh
sumber daya yang dibutuhkan. Dengan tergesernya perhatian Pemerintah dari
pengembangan strategis pulau Madura (tidak lagi masuk dalam kebijakan
orientasi Wilayah Pengembangan Strategis), maka komitmen untuk
menyediakan sumber daya bagi pembangunan Madura tampaknya akan
semakin terdesak dengan prioritasi pembangunan di wilayah lainnya.
Pengendalian sumber-sumber resistensi dan konflik
Pada dasarnya pembangunan infrastruktur akan memiliki dampak terhadap
perubahan lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Tidak jarang hal ini
melatarbelakangi adanya resistensi dari pihak-pihak yang merasa dirugikan
akibat pembangunan tersebut. Resistensi sangat potensial berkembang
menjadi konflik yang berakibat pada penundaan proses pembangunan maupun
kerugian pemerintah karena harus mengalokasikan dana untuk pengelolaan
konflik ini. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya dapat mengendalikan
sumber-sumber resistensi dan konflik dengan mengedepankan komunikasi dan
pelibatan masyarakat Madura dalam pembangunan. Misalnya dengan
melakukan konsultasi publik dalam setiap awal kegiatan pembangunan, dan
membuka kesempatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan tersebut.
Modal Sosial (trust, norm, network) masyarakat Madura
Pengetahuan akan modal sosial masyarakat Madura menjadi salah satu faktor
hal. 33
signifikan. Karakteristik masyarakat Madura yang sangat khas dan berbeda
dengan suku lainnya perlu dikenali dan diperhatikan oleh Pemerintah.
Dari sisi trust (kepercayaan) di kehidupan sosial masyarakat Madura dikenal
istilah Bapa-Ebu-Guru-Ratoh. Istilah tersebut memiliki arti bahwa masyarakat
Madura sangat menghormati dan patuh terhadap 4 (empat) orang yaitu bapak,
ibu, guru (kiayi / tokoh agama) dan raja (blater/lurah/camat/bupati). Oleh karena
itu dalam rangka mensosialisasikan program pembangunan misalnya, dapat
dilakukan pendekatan komunikasi melalui tokoh-tokoh agama atau masyarakat
dan pejabat pemerintah yang disegani oleh masyarakat setempat.
Norm (norma) di Madura merupakan nilai-nilai budaya yang masih dipegang
teguh oleh sebagian besar masyarakat Madura. Banyak contoh nilai-nilai
budaya yang erat kaitannya dengan pembangunan infrastruktur. Salah satunya
adalah posesifitas masyarakat atas tanah warisan leluhur yang sangat tinggi.
Masyarakat Madura akan menjaga tanah mereka untuk dapat diwariskan
kembali ke keturunannya. Hal ini tentu sangat tidak menguntungkan bagi
pelaksanaan proses pengadaan tanah bagi pembangunan infrastruktur. Bukti
nyata kasus ini terjadi pada pengadaan tanah waduk Blega yang kebetulan area
genangannya melewati makam leluhur masyarakat Madura sehingga
pembangunannya harus menuai konflik berkepanjangan. Nilai budaya lainnya
adalah karakteristik masyarakat Madura dalam satu trah keluarga yang
cenderung berkumpul dalam satu lingkungan permukiman. Mereka menjaga
agar lingkungan masyarakat terdekat masih memiliki hubungan kekeluargaan
dan kekerabatan yang baik. Hal ini juga tidak menguntungkan untuk proses
pengadaan tanah apalagi jika perlu merelokasikan sebagian masyarakat
Madura dalam satu trah tertentu. Resistensi akan terjadi akibat masyarakat
Madura tidak mau dipindahkan jauh dari kerabat-kerabatnya.
Aspek network (jaringan) dapat dicontohkan dengan keberadaan
pesantren-pesantren di seluruh wilayah Madura yang berperan menggantikan pendidikan
formal bagi masyarakat setempat. Aktifitas religius yang tinggi dan kesamaan
kultur islami menjadikan pesantren dan hubungan para ulama menjadi sangat
erat. Bila dipandang dalam satu kesatuan, maka keberadaan
pesantren-pesantren ini merupakan jaringan yang sangat besar dan potensial untuk
dimanfaatkan. Misalnya saja dengan menggunakan pesantren sebagai jaringan
komunikasi untuk mensosialisasikan pembangunan, atau pun menjadikan
lingkungan pesantren sebagai lokasi-lokasi perkembangan pusat kegiatan