BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Dalam rangka menyambut MEA 2015 peningkatan perekonomian Nasional merupakan tujuan utama, Kondisi sektor kelautan dan perikanan saat ini memiliki peranan yang sangat penting dalam menudukung perekonomian bangsa. Selain menyediakan bahan pangan dan bahan baku bagi industri, sektor ini juga berperan sebagai sumber penerimaan devisa, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Tidak hanya itu, sektor perikanan juga menjadi sumber bahan pangan yang sehat dan bergizi secara nasional (Iriyanto 2008).
Produksi perikanan Indonesia lebih dari 50% hasil panen dipasarkan dalam bentuk segar, 30% diolah secara tradisional, 11% diolah secara modern (pembekuan, pengalengan) dan sekitar 2% dimanfaatkan sebagai produk lain seperti tepung ikan. Dari angka di atas dapat disimpulkan bahwa industri pengolahan kita masih perlu ditingkatkan terus sehingga akan lebih banyak produk perikanan yang beredar di pasar dalam negeri, baik dari segi jumlah maupun jenis. Dengan tersedianya berbagai produk itu kita dapat mendongkrak tingkat konsumsi ikan di dalam negeri (KKP 2014).
Breaded food hasil perikanan merupakan makanan camilan ataupun makanan besar yang berasal dari potongan mapun lumatan daging ikan dan diberi bumbu – bumbu kemudian dicampur dengan bahan pengikat dan di cetak berdasarkan ukuran dan bentuk tertentu, selanjutnya dicelupkan kedalam batter dan dilapisi dengan tepung roti kemudian digoreng atau disimpan dalam ruang pembeku sebelum digoreng (heng 2003).
Banyak produk breaded hasil perikanan yang sudah beredar dipasaran dengan konsumen yang berasal dari berbagai jenis umur, disamping itu banyak juga konsumen yang tertarik dengan produk ini karena kerenyahannya dan umur simpannya lebih lama. Selain itu produk breaded merupakan salah satu langka inovatif dalam rangka menambah nilai dari hasil perikanan yang kurang bermutu.
masyarakat, hal ini didukung dengan menigkatnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dengan merubah pola makanan beralih ke makanan yang sehat dan bergizi, utamanya produk breaded hasil perikanan. Selain itu produk breaded dalam pengolahan dan penyajianya lebih mudah dan praktis sehngganya sangat cocok dengan kehidupan masyarakat modern yang serba sibuk.
Secara Nasional rata-rata konsumsi ikan perkapita penduduk Indonesia sebesar 29,04 Kg/Kapita/Tahun, jumlah tersebut masih dibawah Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 30,40 Kg/Kapita setiap tahunnya. Dengan kata lain tingkat konsumsi ikan di Indonesia masih sangat rendah.(KKP 2014).
Produk breaded hasil perikanan merupakan salah satu solusi untuk memenuhi selera konsumen yang semakin beragam, selain itu dengan adanya produk perikanan modern sepert ini maka ada penyegaran menu dan mampu menyerap pasar dengan kata lain bisa meningkatkan permintaaan, menambah pendapatan bagi para pengusaha perikanan dan mampu meningkatkan tingkat konsumsi ikan pada masyarakat Indonesia sehingga penyerapan protein bisa lebih banyak. Sehingganya dipandang perlu untuk mengetahui deskripsi dari produk – produk breded hasil perikanan ini.
1.2. Tujuan
BAB II
PRODUK BREADED HASILPERIKANAN 2.1.Karakterisitik Umum Produk Breaded
Produk breaded hasil perikanan adalah bentuk produk olahan daging ikan yang digiling halus dan diberi bumbu-bumbu serta dicampur dengan bahan pengikat kemudian ada yang dicetak berdasarkan ukuran dan bentuk tertentu, selanjutnya dicelupkan ke dalam batter dan dilapisi dengan tepung roti kemudian digoreng atau disimpan terlebih dahulu dalam ruang pembeku (freezer) sebelum digoreng (Widrial, 2005).
Produk – produk breaded merupakan produk yang tergolong modern yang sedang digemari masyarakat. Beberapa produk breaded seperti fish nugget, stick, breaded shrimp pada prinsipnya sama, perbedaan yang terletak hanya pada karakteristik bahan baku yang digunakan. Secara garis besar semua produk breaded merupakan olahan hasil perikanan yang mengalami serangkaian proses battering (pelapisan) dan breading (penaburan). Produk breaded merupakan olahan dalam bentuk beku, sehingganya dalam penyajianya harus digoreng terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. (Heng 2003)
Pada dasarnya breaded produk merupakan suatu produk olahan daging berbentuk emulsi, yaitu emulsi minyak didalam air. Bahan emulsifier yang sering digunakan adalah tepung tapioka yang berfungsi untuk mengikat air maupun lemak. (Rospiati 2006).
Pergeseran gaya hidup pada sebagian masyarakat ternyata berpengaruh pada pola makan dan konsumsi. Hal ini menyebabkan masyarakat lebih memilih makanan yang praktis dan sehat. Sehingganya setiap produsen dituntut agar mampu berinovasi dan menyediakan makanan yang siap saji tanpa mengesampingkan aspek kesehatan.
2.2.1. Bahan utama
Bahan baku yang di maksud dalam pengolahan food coated disini sudah tentu menggunakana bahan dasar hasil perikanan baik berupa ikan, kepiting dan udang. Karakteristik produk sangat ditentukan oleh bahan baku yang digunakan. Pada umumnya untuk produk breaded hasil perikanan menggunakan daging yang sudah dilumatkan (nugget), fillet yang dipotong panjang dan tipis (stick atau finger) dan potongan yang lebih besar (Breaded shrimp). Daging yang sering di gunakan terdiri dari dua jenis yakni daging merah dan daging putih.
2.2.2. Bahan Pembantu
Bahan pembantu merupakan bahan yang sengaja ditambahkan kedalam produk dengan tujuan menigkatkan nilai gizi, serta merupakan bahan yang akan menetukan cita rasa dari produk beraded.. Bahan – bahan tersebut antara lain seperti garam, gula, bawang putih ,bawang merah, sering ada yang menggunakan merica, air dan es serta komponen funsgional lainya disesuaikan dengan kebutuhan.
2.2.2.1. Bumbu – Bumbu
Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty,2001). Seperti halnya penggunaan garam pada produk memiliki fungsi sebagai penegas cita rasa dan dapat menghambat aktivitas mikroba yang merugikan atau sebagai bahan pengawet pada produk. Selain itu penambahan garam pada produk dapat mengekstrak aktimiosin sehingga akan terbentuk produk dengan stabilitas emulsi yang baik (Aswar, 2005). Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk menjadi asin. Konsentrasi garam yang ditambahkan biasanya berkisar 2 sampai 3% dari berat daging yang digunakan (Aswar, 2005).
mampu menetralisir garam yang berlebihan (Buckle dalam Afrisanti, 2010 ). Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk meningkatkan citarasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat fungistotik dan fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur (Palungkun et al dalam Afrisanti, 2010).
Merica atau lada (Paperningrum) sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 2003).
2.2.2.2. Air dan es
Air digunakan sebagai media pelarut dan media pencampur bahan- bahan yang digunakan dalam proses produksi food coated . Air selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril. Kualitas air sangat penting sebagai bahan tambahan fungsional yang efektif dan untuk produk yang dihasilkan (Owens,2010 dalam Budi, 2012). Air yang berhubungan dengan hasil-hasil industri pengolahan harus memenuhi standar mutu yang harus diperlukan untuk air minum dengan nilai pH satu larutan ialah angka antara 0 sampai dengan 14 yang menunjukan keasaman (acidity) atau pengaraman (alkality) dalam larutan. Apabila apabila nila pH 7 berarti netral, bila di bawah 7 larutan asam(acid), semakin rendah pH larutan semakin asam, sebaliknya semakin tinggi pH berarti larutan bersifat alkali (garam), semakin tinggi pH semakin tinggi pula alkali (Cauvain Stanley, Linda, Dan Young, 2000)
otot pada saat penggilingan daging, membantu pembentukan emulsi pada pemuatan adonan butter dan menjaga suhu emulsi agar tetap rendah akbiat pemanasan mekanis sehingga terjadi pembentukan gel yang baik dan mencegah pecahnya emulsi akibat denaturasi protein.
2.2.3. Bahan Pengisi
Bahan pengisi merupakan sumber pati yang ditambahkan dalam produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Pati terdiri atas dua fraksi yakni, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Fraksi amilosa berperan penting dalam stabilitas gel, karena sifat hidrasi amilosa dalam pati yang dapat mengikat molekul air dan kemudian membentuk massa yang elastis. Stabilitas ini dapat hilang dengan penambahan air yang berlebihan. (Afrisanti 2010)
2.2.4. Bahan Pengikat
Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi. Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Bahan pengikat berdasarkan asalanya terdiri dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan tumbuhan (Afrisanti 2010).
2.3.Pelapis (Coating)
Bahan coating yang sering digunakan pada produk breaded terbagi menjadi tiga, yaitu predust, batters, dan breadcrumbs.
2.3.1. Predust
Predust merupakan campuran tepung dan bahan fungsional lainya. Sementara tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus tergantung proses penggilingannya. Tepung bisa berasal dari komponen nabati seperti umbian, jagung, tapi ada juga yang berasal dari komponen hewani seperti ikan dan tulang ikan. Predust merupakan lapisan pertama yang berhubungan langsung dengan bahan baku olahan breaded. Predust berbentuk powder kering dan merupakan hal penting dalam proses pembuatan food coating (Yuyun 2007).
Predust memiliki fungsi memperhalus tekstur, meningkatkan daya ikat antara substrat dan coating serta dapat melindungi produk dari dehidrasi. Predust flour bisa dibeli langsung yang siap pakai tetapi ada juga yang dibuat sendiri dengan komponen fungsional seperti garam, merica, serta bumbu- bumbu yang lainya disesuaikan dengan kebutuhan. Ada berbagai macam jenis tepung yang sering digunakan dalam campuran predust untuk food coating, semua memiliki karakteristik masing – masing dan akan menentukan hasil dari olahan yang akan dibuat.
2.3.1.1. Tepung Terigu
Tepung terigu adalah bubuk halus hasil dari penggilingan bulir gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue kering, biskuit, mi, cake, roti, dan lain-lain. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis, trigo, yang berarti “gandum”. Tepung terigu mengandung banyak zat pati yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu (Syarbini 2013).
Syarat Yang digunakan sebagai pedoman dalam penentuan mutu tepung terigu adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3751-2009 tentang syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan (Tabel 1).
Keadaan
Kehalusan, lolo ayakan 212 πm (mesh NO 70) (b/b)
(%) Minimal 95
Kadar air (b/b) (%) Maksimal 14,5
Kadar abu(b/b) (%) Maksimal 0,70
Kadar protein (b/b) (%) Minimal 7,0
Keasaman mg KOH/100g Maksimal 50
Falling number (atas dasar kadar air 14 %)
Detik Minimal 300
Besi (Fe) mg/kg Minimal 50
Seng (Zn) mg/kg Minimal 30
Vitamin B1 (tiamin) mg/kg Minimal 2,5
Vitamin B2 (fiboflavin) mg/kg Minimal4
Tepung terigu memiliki jenis yang beraneka ragam, pembagian dibawah ini berdasarkan kandungan protein yang ada pada tepung (Syarbini 2013) :
pembuatan aneka macam roti dan cocok untuk pembuatan mie karena memiliki tingkat elastisitas dan kekenyalan yang kuat.
b. Tepung terigu dengan kandungan protein sedang ( Medium Flour ) . Tepung ini biasanya disebut dengan all purpose flour karena memiliki kandungan protein antara 10%-11.5% yang cocok digunakan untuk pembuatan aneka cake, mie basah, pastry, dan bolu.
c. Tepung terigu dengan kandungan protein rendah ( Soft Flour ) . Tepung terigu dengan kandungan protein 8%-9.5% ini tidak memerlukan tingkat kekenyalan namun tingkat kerenyahan sehingga cocok untuk pembuatan cookies, wafer, dan aneka gorengan.
2.3.1.2. Tepung Tapioka
Tepung tapioka adalah salah satu hasil olahan dari ubi kayu. Tepung tapioka umumnya berbentuk butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi singkong. Komposisi zat gizi tepung tapioka lebih baik bila dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, tapioka juga dapat digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih (Usman 2010).
Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran pada berbagai macam produk antara lain kerupuk, dan kue kering lainnya. Selain itu tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan (Astawan, 2003).
Standar mutu tepung tapioka di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-3729-1995. Klasifikasi dan standar mutu tepung tapioca disajikan pada Tabel 2.
Klasifikasi dan standar mutu tepung tapioka
KLASIFIKASI KETERANGAN
A. Keadaan
Bau
Warna Rasa B. Benda Asing
Normal Normal Normal
C. Serangga D. Jenis pati lain E. Air (%) F. Abu (%) G. Serat kasar (%)
H. Derajat asam (MI NaOH 1N/100 gram) I. SO2 (Mg/Kg)
J. Bahan tambahan makanan
K. Kehalusan, lolos ayakan 100 mesh (%) L. Cemaran logam
2.3.2.1. Adhesion batters
Merupakan adonan butter yang mengandung pati termodifikasi tingkat tinggi untuk membuat atau mempercepat pengeringan dan memperbaiki daya adhesi bahan-bahan yang sulit untuk dilapisi sebelum masuk pada tahap akhir proses breading.
2.3.2.2. All-purpose batters
secara umum terdiri dari tepung gandum, mengering agak lambat, digunakan untuk malapisi berbagai jenis bahan sebelum proses breading
2.3.2.3. Tempura batters
Biasa dikenal pula sebagai puff batters, terbuat dari tepung gandum yang mengandung leavening agent relative tinggi untuk memberi karakteristik tekstur dan penampakan.
2.3.2.4. Oven-ready batters
Merupakan adonan butterFormula spesial yang diciptakan untuk produk-produk yang dapat dipanaskan lagi (reheated) pada conventional atau convection ovens. Batters ini mengandung moderat leavening level dan sering ditambahkan ke dalamnya shortening dan emulsifier untuk meningkatkan crispness (kerenyahan).
2.3.3. Breadcrumbs
Breader adalah campuran tepung, pati dan bumbu, berbentuk sepihan kecil yang telah dikeringkan , dan diaplikasikan sebelum produk digoreng yang digunakan untuk melapisi produk-produk coating (Siregar 2008). Pada awalanya penggunaan tepung roti hanya untuk memanfaatkan sisa – sisa roti, tetapi seiring berkembangnya pola konsumsi masyarakat sekarang sudah diproduksi sendiri dan menjadi salah penentu kualitas dari produk breaded.
Breadcrumb dibagi dalam beberapa jenis, Ada beberapa faktor yang dapat digunakan untuk membedakan jenis-jenis breadcrumb. Hal yang membedakan jenis breader adalah ukuran, bentuk, tekstur, warna dan flavor. Menurut Owens (2001), terdapat lima jenis utama breader, yaitu american bread crumbs, japanese bread crumbs, crackermeal, flour breaders, dan extruded crum. Breader yang halus menghasilkan tekstur yang lembut sedangkan breader yang kasar akan menghasilkan tekstur yang renyah (Owens, 2001). Selain itu, breader dapat digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama penyimpanan. Berikut penjelasan singkat mengenai pembagian breadcrumb :
a. Traditional breadcrumbs diproduksi dari roti yang pembuatannya menggunakan teknik pembuatan roti tradisional. Tekstur, warna, dan ukuran dapat disesuaikan dan biasanya crunchy (renyah).
b. Extruded crumbs dibuat menggunakan continous cooking extruder. Tekstur bervariasi dari dense/hard sampai crunchy.
c. Cracker crumb adonan yang berbasis terigu dicampur dan dipress/ditipiskan dengan rollers, kmudian dipanggang. Hasil dari crumb jenis ini pendek, tekstur seperti biscuit dan chungky sampai flaky.
d. Japanese-style breadcrumbs diproduksi dari adonan yang ditambah leavening agent (yeast) dalam jumlah cukup banyak dan dibaking dengan unique electrical resistance baking method. Bentuk crumb ini densitinya rendah, bentuk seperti jarum atau splinter dan sama sekali bebas crust. . Teksturnya sangat ringan, renyah, dan kualitas lekatannya sangat sempurna setelah pemasakan.
BAB III
JENIS – JENIS PRODUK BREADED HASIL PERIKANAN 3.1. Fish Nugget
Pada umumnya fish nugget berbentuk empat persegi panjang dimana produk ini dapat disimpan dengan dibekukan atau bisa langsung digoreng. (Heng, 2003).
Produk ini memiliki rasa gurih, berwarna coklat keemasan dan memiliki tekstur yang renyah setelah digoreng, sehingga dapat disajikan sebagai lauk bersama nasi. Nuget yang dibekukan bertujuan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan. Hal yang terpenting dari nugget adalah penampakan produk akhir, warna, tekstur dan aroma. Pada saat pelumuran dengan tepung roti diusahakan secara merata jangan sampai adonan kelihatan (Widrial, 2005)
3.2. Proses Pembuatan Nugget
Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pengukusan dan pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti, penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan (Aswar, 2005). Tahapan pembuatan nugget adalah sebagai berikut :
3.2.1. Penggilingan
pada proses penggilingan ini mencakup beberapa tahap, yakni pelumatan daging, penambahan garam selama proses penggilingan serta pencampuran adonan dengan bumbu yang lainya. Selama proses penggilingan rantai dingin harus tetap dijaga dengan cara menambahkan butiran es atau air dingin kedalam adonan. Pencampuran dilakukan hingga homogeny, hal itu dapat dilihat dari bentuk daging yang lembut (Afrisanti, 2010).
3.2.2. Pengukusan
Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan ataupun pengalengan. Pengukusan berfungsi untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Tujuan utama pengukusan adalah mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur bahan menjadi kompak (Haris dalam Afrisanti, 2010).
3.2.3.Batter and breading
produk karena dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat. (Fellow, 2000). Daging yang sudah dikukus dicelupkan kedalam adona batter dan tepung roti.
3.2.4. Penggorengan
Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Setelah proses battered dan breaded selesai maka langkah selanjutnya adalah penggorengan. Lama waktu penggorengan ini beragam, apabila nagget yang dibuat langsung d konsumsi maka penggorengan bisa berlangsung selama 4 menit. Berbeda dengan produk yang akan di bekukan, penggorengan hanya berlansung selama 30 detik dengan suhu 180-195 0C atau biasa dikenal dengan Pre-frying (Fellow 2000).
3.3. Standar Mutu dan Karakteristik Organoleptik Nugget Ikan
Timbal (Pb)
Keterangan = @ digunakan sebagai standar mutu nugget ikan
Penilaian terhadap produk pangan tergantung pada kesukaan atau selera konsumen dan kepuasan dalam mengkonsumsi makanan tertentu, yang dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik serta selera masing-masing individu. Penilaian organoleptik merupakan suatu cara penilaian dengan indera yang banyak digunakan untuk menentukan mutu komoditi hasil perikanan (Soekarto dalam Anshori, 2002)
Adapun yang menjadi parameter dalam penilaian organoleptic pada umumnya adalah warna, aroma, tekstur dan rasa.
Warna
Warna mempengaruhi penerimaan suatu bahan pangan, karena umumnya penerimaan bahan yang pertama akan dilihat adalah warna. Warna yang menarik akan meningkatkan penerimaan produk. Pada umumnya warna nugget ikan setelah proses penggorengan adalah kuning kecoklatan, dengan tampilan yang merata. Hal itu sudah menandakan bahwa nugget yang kita miliki menarik dari sgi warna.
Aroma
proses pemasakan dapat memberikan aroma yang kuat pada bahan pangan (Widrial 2005). Berdasarkan standar yang telah ditetapkan bahwa aroma pada nugget harus normal.
Rasa
Rasa Merupakan factor yang sangat penting dalam menentukan penerimaan atau penolakkan panelis terhadap bahan pangan. Menurut Winarno (2004). Rasa Dapat dinilai sebagai tanggapan terhadap rangsangan yang berasal dari senyawa kimia dalam suatu bahan pangan yang memberikan kesan manis, pahit, asam, dan asin. Berdasarkan standar nugget harus memiliki rasa yang normal dan gurih.
Tekstur
Tekstur nugget terbentuk pada proses pemanasan. Kandungan pati yang ada pada bahan pengikat akan mengalami proses gelatinisasi. Tekstur naget dalam SNI 01-6683-2002 adalah kompak dan padat. Pada saat bagian luar nugget harus renyah sementara bagian dalam harus kenyal.
3.4.Fish stick
Stick ikan merupakan salah satu produk perikanan yang terbuat dari fillet daging ikan yang berukuran kecil, pipih dan panjang serta diolah dengan melewati proses buttering dan breading kemudian penyelesaiannya dengan cara digoreng, serta mempunyai rasa gurih dan renyah / crispy (Pratiwi 2013).
bentuknya pipih panjang menyerupai tongkat maka makanan ini disebut dengan stick.
3.4.1. Proses pengolahan stick ikan 3.4.1.1. Persiapan bahan dan alat
Pemilihan bahan merupakan tahap yang ikut memperlancar proses pembuatan stick, sehingga proses ini perlu diperhatikan. Bahan-bahan yang perlu dipersiapkan adalah tepung terigu, telur, tepung tapioka, margarin, air, garam, lada atau merica dan minyak goreng. Bahan tersebut dipilih berdasarkan kualitasnya yang memenuhi syarat sebagai bahan stick.
Peralatan yang perlu dipersiapkan dalam pembuatan stick adalah timbangan, gelas ukur, saringan tepung, kom plastik, penggiling mie, wajan, serok, sutil, nampan dan kompor.
3.4.1.2. Pembuatan adonan
Campur tepung terigu, tepung sagu, garam, baking powder, keju cheddar, keju edam dan telur, uleni sambil dituangi air hingga tidak lengket, masukkan mentega uleni terus hingga kalis. Lalu bulatkan dan istirahatkan 15 menit.
3.4.1.3. Pencetakan
Masukkan adonan dan giling tipis digilingan mie dengan ketebalan no.3 terakhir taburi tepung sagu tipis-tipis dan potong-potong vertikal, dengan lebar sekitar 7 mm - 1 cm. Potong adonan, hingga sepanjang 8-10 cm.
3.4.1.4. Batter dan breading
Batter adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti (breading) merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk karena dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat. (Fellow, 2000). Daging yang sudah dikukus dicelupkan kedalam adona batter dan tepung roti.
3.4.1.5. Penggorengan
Panaskan minyak dalam api sedang sampai temperatur 120 C, goreng potongan cheese stick hingga kuning kecoklatan dan kering selama ± 3 menit. Angkat, tiriskan.
Tekstur : renyah
Aroma : harum khas kue Rasa : gurih
3.4.3. Factor yang mempengaruhi mutu stick 3.4.3.1. Kualitas dan kuantitas bahan
Faktor bahan meliputi kualitas dan kuantitas, jika kualitas bahan yang digunakan baik maka menghasilkan stick yang berkualitas baik pula. Tetapi jika kualitas bahan yang digunakan kurang baik juga akan mempengaruhi kualitas stick, misalnya penggunaan tepung terigu yang berbau apek dan berkutu akan mempengaruhi aroma stick yaitu berbau apek dan rasa kurang enak. Penggunaan margarin yang tengik akan mempengaruhi aroma dan rasa stick yaitu beraroma tengik dan rasa yang tidak enak. Penggunaan minyak goreng yang sudah lama atau tengik juga akan menyebabkan stick beraroma tengik dan rasa yang tidak enak.
Kuantitas bahan makanan dalam hal ini adalah ukuran bahan yang digunakan dalam pembuatan stick. Jika ukuran bahan yang digunakan sesuai dengan resep standar maka akan menghasilkan stick yang baik. Tetapi jika ukuran bahan yang digunakan melebihi atau kurang dari ketentuan pada resep standar, maka akan mempengaruhi hasil stick, misalnya :
a) Penggunaan margarin yang melebihi ketentuan standar resep akan menyebabkan tekstur stick terlalu renyah, tetapi jika margarin yang digunakan kurang akan menyebabkan tekstur stick keras.
b) Penggunaan air yang melebihi ketentuan standar resep akan menyebabkan adonan sulit dibentuk karena terlalu lembek, jika air yang digunakan kurang adonan akan menjadi keras dan sulit dibentuk sehingga tekstur stick menjadi keras.
3.4.3.2. Penggunaan peralatan
ketentuan standar resep. Nyala api kompor harus rata sehingga dapat menghasilkan warna stick yang bagus saat digoreng.
3.4.3.3. Proses pembuatan
Proses pembuatan adalah serangkaian kegiatan dalam pengolahan suatu produk. Proses pembuatan yang baik yaitu mengikuti petunjuk pada resep standar. Proses pembuatan yang kurang baik akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan. Proses yang mempengaruhi kualitas stick adalah proses pencampuran adonan. Proses pencampuran adonan harus sampai homogen sehingga adonan mudah dibentuk. Penggorengan dilakukan dengan cara dibolak-balik agar warna stick rata.
3.4.3.4. Proses pengemasan
Pengemasan stick dilakukan pada saat stick dalam keadaan dingin atau sudah tidak panas. Jika penyimpanan stick dilakukan dalam keadaan masih panas maka akan terjadi pengembunan sehingga mempengaruhi tekstur stick menjadi tidak renyah. Stick yang sudah dingin tidak segera dikemas akan menyebabkan stick menjadi lembab sehingga kurang renyah. Wadah atau tempat yang digunakan untuk mengemas stick harus bersih, kering, masih baik dan tertutup rapat agar kualitas stick tetap baik.
3.4.3.5. Formulasi resep yang digunakan
3.5.Breaded Shrimp
Breaded shrimp rnerupakan suatu produk yang terbuat dari udang yang telah dikeluarkan kulit dan kepalanya kemudian dilapisi dengan batter dan breadcrumbs kemudian dibekukan.
3.6. Bentuk olahan udang
Berbagai macam bentuk olahan udang tergantug dari jenis dan mutu udang yang digunakan. Berikut akan dijelaskan beberapa bentuk olahan udang yang biasa dijadikan produk breaded.
3.6.1. Headless (HL)
Produk headless adalah produk udang beku yang diproses dalam keadaan kepala sudah dipotong, tetapi masih memilki kulit, kaki dan ekor.
3.6.2. Pealed tail on (PTO)
Peeled tail on adalah produk udang beku tanpa kepala dan kulit dikupas mulai dari ruas pertama sampai dengan ruas kelima, sedangkan ruas terakhir dan ekor disisakan.
3.6.3. Pealed devined tail on (PDTO)
Produk peeled devined tail on adalah produk udang kupas (hampir sama dengan PTO), tetapi pada bagian punggung udang diambil kotoran perut (vein). Kotoran perut tersebut diambil dengan cara membelah bagian punggung mulai dari ruas pertama atau kedua hingga ruas kelima. Cara lainnya yaitu menarik keluar kotoran perut dari punggung udang dengan menggunakan tusukan dari bambu (bamboo stick).
3.7. Proses pengolahan
Proses pengolahan udang breaded menurut Venogopal (2006) 3.7.1. pencucian awal
Siapkan air bersih disebuah wadah yang akan digunakan untuk mencuci udang. Rantai dingin harus tetap dijaga agar supaya mencegah penurunan mutu udang sehingganya air yang digunakan haruslah air dingin.
3.7.2. pemotongan kepala (dehaeading)
Pada tahap ini udang yang telah dibersihkan dilanjutkan dengan pemotongan kepala. Pemotongan harus dilakukan dengan hati – hati karena pada tahap ini kerusakan pada tubuh udang sering terjadi.
Pada tahap ini udang ditempatkan dikeranjang dan dicuci kembali dengan air mengalir. Karena pada saat pemotongan kepala banyak kotoran yang bisa mengkontaminasi udang.
3.7.4. pengupasan PDTO
Tahap ini dilakukan pengupasan dengan menyisakan satu ruas terakhir dan ekor kemudian usus dikeluarkan dengan cara dicungkil menggunakan stik dari bamboo. Usus dicungkil diantara ruas kedua setelah ekor,lalu cek sisa usus pada ujung ruas pertama dan bersihkan bila masih ada genjer yang terikut dengan mengunakan pisau. Setelah udang proses pengeluaran usus selanjutnya kaki renang udang di keluarkan.
3.7.5. pencucian II
Udang yang telah kupas di masukkan ke dalam keranjang plastik untuk di cuci kembali. Cara pencucian dengan diaduk 3 kali / keranjang.
3.7.6. penepungan (predust)
Pada tahap ini udang akan dilumuri dengan tepung terigu (predust). Cara penepungan yakni dengan memegang bagian ekor udang kemudian bagian badan dilumuri dengan tepung sampai merata.
3.7.7. pencelupan buttermix
Setelah udang di predust barulah udang di celup pada adonan buttermix, udang yang dicelupkan pada adonan butter mix harus merata agar supaya pada saat proses breading bisa merata.
3.7.8. penaburan tepung roti (breaded)
Setelah pencelupan pada buttermix langkah selanjutnya adalah pelumuran udang dengan tepung roti. Jenis tepung roti yang digunakan terbagi atas duamacam tergantung dengan jenis udang yang akan digunakan. Jika kita menggunakan udang yang black tiger maka pelumuran tepung roti harus 2 kali, yakni tepung roti yang kasas kemudian dilumuri lagi dengan tepung roti yang halus.
3.7.9. pembekuan
digunakan pada produk ini adalah IQF (individual quick frozen) dengan suhu -35°C jarak ± 20 cm antara prodak.
BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakakan bahwa produk perikanan breaded merupakan produk yang tergolong modern. Produk ini eksis sebagai suatu bentuk inovasi dari para produsen dalam upaya memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin beragam dan lebih memilihi produk makanan yang siap saji tetapi tidak menyampingkan masalaha kesehatan. Produk perikanan breaded memiliki beragam jenis, tetapi pada prinsipnya semua sama perbedaan terletak hanya pada bahan baku yang digunakan.
Pada umumnya untuk produk breaded hasil perikanan menggunakan daging yang sudah dilumatkan (nugget), fillet yang dipotong panjang dan tipis (stick atau finger) dan potongan yang lebih besar (Breaded shrimp) yang melewati serangkaian proses penggilingan dan pencampuran dengan bumbu – bumbu, pelaspisan (battering) dan penaburan (Breading).
3.2. Saran