• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Peran BPD Dalam Mengoptimalkan P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Skripsi Peran BPD Dalam Mengoptimalkan P"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten dan Kota mempunyai Pemerintahan Daerah, yang diatur dalam undang-undang (pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945). Dalam hal ini susunan Pemerintahan Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah No. 23 tahun 2014 Pasal 2 ayat (2) “daerah Kabupaten/

Kota dibagi atas kecamatan dan kecamatan dibagi atas kelurahan dan/atau Desa” selanjutnya pasal 371 ayat (2) “Desa sebagaimana dimaksud mempunyai

kewenangan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan mengenai Desa.

(2)

tata susila adalah bentuk budaya demokrasi yang mengajarkan toleransi, penghormatan terhadap sesama, kesantunan, kebersamaan, dan lain-lain. Tata cara adalah sebuah mekanisme atau aturan main untuk mengelola pemerintahan, hukum waris, perkawinan, pertanian, pengairan, pembagian tanah, dan lain-lain. Dalam konteks tata cara pemerintahan, desa zaman dulu sudah memiliki pembagian kekuasaan ala Trias Politica: eksekutif (pemerintah desa), legislatif (rembug desa) dan yudikatif (tetua adat). Rembug desa terdiri dari seluruh kepala keluarga di desa yang secara politik sebagai pemegang kedaulatan rakyat desa (Soetardjo Kartohadikoesoemo, 1964).

Akan tetapi demokrasi desa telah mengalami defisit serius setelah kolonialisasi, negaranisasi, birokratisasi dan pembangunanisasi masuk desa. Wadah dan praktik demokrasi telah hilang sama sekali di zaman Orde Baru. Namun upaya-upaya untuk mengembalikan eksistensi demokrasi desa dengan adanya pengakuan dan penghormatan negara terhadap satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa dalam pengurusan dan pengaturan pemerintahan daerah bersifat otonom.

Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat.

(3)

yang berwenang untuk mangatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Menurut Nurcholis, (2011:4) “Desa adalah suatu wilayah yang didiami oleh sejumlah oleh penduduk yang saling mengenal atas dasar hubungan kekerabatan dan/atau kepentingan politik, sosial, ekonomi dan keamanan yang dalam pertumbuhannya menjadi kesatuan masyarakat hukum berdasarkan adat sehinga tercipta ikatan lahir batin antara masing-masing warganya hidup dari pertanian, mempunyai hak mengatur rumah tangganya sendiri, dan secara administratif berada dibawah pemerintahan kabupaten/kota”.

(4)

Desa merupakan lapisan pemerintahan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Hampir segala aspek menunjukkan betapa lemahnya kedudukan dan keberadaan Desa dalam konstalasi pemerintahan, padahal Desalah yang merupakan kaki pemerintahan di Negara ini, maka dengan demikian berjalan baik atau tidaknya prosesi kebijakan pemerintahan di suatu Negara itu sangat ditentukan oleh Desa itu sendiri sebagai evaluasi dari tingkat kemajuan kesejahteraan masyarakat yang akan membawanya ketujuan akhir yang telah digariskan dalam UUD 1945 dan karena dari Desalah awal terbentuknya masyarakat politik di Indonesia.

Setelah di undangkannya Undang-Undang No. 6 tahun 2014 Tentang Desa, Desa sebagai kawasan yang otonom diberikan hak-hak istimewa, diantaranya adalah terkait pengelolaan keuangan dan alokasi dana Desa, pemilihan Kepala Desa serta proses pembangunan Desa otonomi. Desa meruapakn otonomi asli, bulat dan utuh serta pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh Desa tersebut sebagai mana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 18B ayat 1 “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”.

(5)

perubahan dibandingkan dengan subtansi yang di atur dalam PP No. 72 tahun 2005 tentang desa. Sebelumnya perencanaan desa merupakan bagian dari perencanaan kabupaten/kota. Sekarang, perencanaan pembangunan desa adalah village self planning yang berdiri sendiri dan diputuskan sendiri oleh Desa (Muslia 2015 :30).

(6)

pembangunan Desa yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Adapun yang menjalankan pemerintahan di Desa adalah Kepala Desa atau disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa (pasal 1 ayat 3 UU No 6 tahun 2014) Ini artinya disamping Kepala Desa dan perangkat Desa ada unsur lain sebagai penyelenggara pemerintahan Desa yang berfungsi sebagai lembaga Legislatif di Desa.

(7)

BPD, sehingga Kepala Desa tidak mempunyai peran penting bahkan Kepala Desa diawasi oleh BPD.

Hal ini dipertegas dalam UU Desa bahwa Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Jelas terjawab siapakah yang dimaksud pemerintah desa, maka dikembalikan pada pasal 1 ayat 3 dan 4 UU No 6 Tahun 2014, yakni Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. sedangkan BPD hanya lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. Berdasarkan konstruksi hukum yang demikian, jelas Kepala Desa memiliki kedudukan yang strategis sebagai Penyelenggara Pemerintahan Desa. Namun ketika melaksanakan Kewenangan Desa dua lembaga tersebut mempunyai kedudukan yang sama (Fachturahman,2016). Dalam Pasal 18 UU no 6 Tahun 2014, Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan

Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.

Maka dengan demikian dibutuhkan peran Badan Permusyarawatan Desa (BPD) untuk mengawal, mengawasi dan mensukseskan pembangunan desa sebagaimana peran dan fungsinya sebagai mitra pemerintah desa dalam melaksanakan kewenangan desa. Di sebutkan dalam pasal 55 UU No.6 tahun 2014 “Badan permusyawaratan Desa mempunyai fungsi : membahas dan

(8)

menyalurkan aspirasi masyarakat; dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa”. Namun disisi lain, meskipun memiliki posisi yang sangat strategis BPD

masih belum optimal dalam menjalankan peran dan fungsinya. Gejala ini tampak pada dari berbagai hasil penelitian tentang BPD sebelumnya, seperti : a. Widiyawati, 2005. Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Di Kecamatan Limpung Kabupaten Batang (Studi Kasus Di Desa Babadan Dan Desa Plumbon) : Universitas Negeri semarang

b. Putra Dani Dirgantara, 2009. Hubungan dan peran serta badan permusyawaratan desa (BPD) dan pemerintah desa dalam penyelenggaraan

Pemerintahan desa : Universitas Sebelas Maret Surakarta.

c. Widiyanti Rati, 2011. Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Menyelenggarakan Pemerintahan Desa Yang Demokratis (Studi Kasus Di Desa Wedelan Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara) : Universitas Negeri Semarang.

Dari tiga hasil penelitian tersebut tentang BPD, dalam Skripsi Widiyanti memberi kesimpulan dalam hasil penelitiannya mengatakan “peran

BPD dalam membuat perarturan desa dan menyalurkan aspirasi masyarakat

sudah cukup optimal”. Sedangkan dalam Skripsi Widiyawati dan Putra memberi kesimpulan bahwa “peran BPD dalam menjalankan tugas dan

(9)

Dengan adanya kebijakan pemerintah dengan pengalokasian dana desa yang begitu besar disesuaikan dengan angka kemiskinan, jumlah penduduk dan keadaan geografis suatu Desa. ditahun ini yaitu dua kali lipat lebih besar dari tahun sebelumnya (Rp20,7) triliun. Artinya, setiap Desa akan mengelola uang secara mandiri sebesar (Rp500-800) juta. Bahkan, pemerintah sudah membuat rancangan, tahun 2017 dana Desa dinaik kan lagi menjadi (Rp81,1) triliun sehingga masyarakat Desa sudah bisa mengelola dana Desa lebih dari Rp1 miliar per Desa. (firdaus fahmi, 2016). Marwah sebut dana Desa kebijakan radikal presiden jokowi. news.okezone.com 2016/02/28).

Akan tetapi berhasil atau tidaknya kebijakan tersebut, bukan berarti sepenuhnya ditentukan oleh BPD itu sendiri, karna bukan satu-satunya lembaga yang berwenang dalam melaksanakan fungsi pemerintahan. Namun kedudukan BPD dalam mengsukseskan pengelolaan pembangunan desa sangat strategis, baik dalam perencanaan, evaluasi dan pengawasan yang bertujuan pada efektivitas pengelolaan pemangunan desa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di kemukakan sebelumnya dan mengacu pada tujuan yang di capai dari penelitian ini, maka di rumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana Efektivitas Peran Badan Permusyarawatan Desa (BPD) Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan

(10)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini, ialah untuk mengetahui Efektivitas Peran Badan Permusyarawatan Desa (BPD) Dalam

Mengoptimalkan Pengelolaan Pembangunan Desa Di Kecamatan

Buntumalangka, Kabupaten Mamasa.

D. Manfat Penelitian

1. Manfaat praktis, di harapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi, masukan atau sumbangan-sumbangan bagi BPD dalam mengoptimalkan pengelolaan pembangunan Desa;

2.

Secara teoritis, dengan adanya penelitian ini di harapkan dapat menambah

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Efektivitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Efektivitas berasal dari kata “Efektif” mempunyai arti efek, pengaruh, akibat atau dapat membawa hasil.

Jadi, efektivitas adalah keaktifan, daya guna, adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju.

Siagaan, (2001: 24 dalam Anggriani, 2015) mengatakan “Efektivitas

pada dasarnya menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien, meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Efektivitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih melihat pada bagaiman cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan outputnya” .

Hidayat (1986) menjelaskan bahwa :“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”. Sedangkan pengertian efektivitas menurut Schemerhon John R. Jr. (1986:35) ialah : “Efektivitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran (OA) dengan output realisasi (OS), jika (OS) > (OA) maka disebut efektif”. (Ramdhany, 2014)

(12)

telah dibebankan saja tetapi juga membuat suasana supaya para pekerja lebih bertanggung jawab, bertindak secara kreatif demi peningkatan efisiensi dalam usaha mencapai tujuan.” Lebih lanjut Steers (1985) mengemukakan tiga

pendekatan dalam memahami efektivitas. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain :

1. Pendekatan Tujuan. Suatu organisasi berlangsung dalam upaya mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, dalam pendekatan ini efektivitas dipandang sebagai goal attainment/goal optimization atau pencapaian sasaran dari upaya bersama. Derajat pencapaian sasaran menunjukkan derajat efektivitas. Suatu program dikatakan efektif jika tujuan akhir program tercapai. Dengan perkataan lain, pencapaian tujuan merupakan indikator utama dalam menilai efektivitas.

2. Pendekatan Sistem. Pendekatan ini memandang efektivitas sebagai kemampuan organisasi dalam mendayagunakan segenap potensi lingkungan serta memfungsikan semua unsur yang terlibat. Efektivitas diukur dengan meninjau sejauh mana berfungsinya unsur-unsur dalam sistem untuk mencapai tujuan.

(13)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai. Semakin banyak rencana yang dapat dicapai, semakin efektif pula kegiatan tersebut, sehingga kata efektivitas dapat juga diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Peran BPD bisa dikatakan efektif ketika memenuhi kriteria, diantaranya mampu memberikan peningkatan, pengaruh, perubahan atau dapat membawa hasil. Ketika kita merumuskan tujuan instruksional, maka efektivitas dapat dilihat dari seberapa jauh tujuan itu tercapai dan seberapa besar individu-individu terlibat serta seberapa puas di dalamnya. Semakin banyak tujuan tercapai, maka semakin efektif pula peran BPD tersebut.

B. Konsep BPD (Badan Permusyawaratan Desa)

(14)

1) LMD (Lembaga Musyawarah Desa) sebagai mana dimuat dalampasal 17 ayat 1 UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa ialah merupakan lembaga permusyarawatan yang keanggotannya terdiri atas Kepala-Kepala dusun, pimpinan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan pemuka masyarakat di Desa yang bersangkutan. ini menujukkan fungsi dan peran LMD masih sangat sempit dikarenakan keanggotannya masih terpengaruh terhadap aktifitas pembangunan Desa sehingga penyimpangan yang dilakukan perangkat Desa termasuk Kepala Desa tidak dapat terkontrol dikarenakan ketua atau pimpinan dan sekretaris LMD ini adalah Kepala Desa itu sendiri. (Awang,2010:100). Ini meninjukkan LMD merupakan bagian dari perangkat pemerintah Desa.

(15)

anggaran dan apabila pertanggung jawaban Kepala Desa di tolak oleh BPD harus dilengkapi atau disempurnakan dan apabila telah dilengkapi atau disempurnakan tersebut tetap ditolak untuk kedua kalinya, BPD mengusulkan pemberhentian Kepala Desa kepada Bupati (Widjaja,2010:27-28). Maka disini sering terjadi adanya sikap yang saling menjatuhkan antara BPD dengan Kepala desa, dikarenakan kedudukan BPD terlalu kuat dalam mengawasi kinerja kepala desa.

3) BPD (Badan Permusyawaratan Desa) ialah yang dulunya dikenal sebagai Badan Perwakilan Desa dan Lembaga Musyawarah Desa. Adapun perbedaan antara Badan Perwakilan Desa dan Badan Permusyarawatan Desa, dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah No. 22 Tahun 1999 pasal 104 “Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain

berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggara Pemerintahan Desa”. Sedangkan dalam Undang -Undang Pemerintahan Daerah UU No. 32 Tahun 2004 pasal 209 “Badan

(16)

hanya terdapat pada fungsi representasi. Perubahan ini didasarkan pada kondisi faktual budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi “musyawarah untuk mufakat”. Musyawarah berbicara tentang proses

sedangkan mufakat berbiara tentang hasil. Sebagai mana di disebutkan dalam (pasal 2 ayat 1 Peraturan Mentri Desa No 2 tahun 2015 Tantang Pedoman Tata Tertib Dan Mekanisme Pengambuilan Keputusan Musyawarah Desa) “Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain ialah musyawarah antara BPD, pemerintah Desa dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang strategis”. Dan (pasal 2 ayat 2 Peraturan Mentri Desa No.2 tahun 2015

Tantang Pedoman Tata Tertib Dan Mekanisme Pengambuilan Keputusan Musyawarah Desa) “Hal yang bersifat strategis sebagai mana dimaksud pada pada pasal (1) meliputi : a) Penataan Desa; b) Perencanaan Desa; c) Kerja Sama Desa; d) Rencana Investasi Yang Masuk Ke Desa; e) Pembentukan BUM Desa; f) Penambahan Dan Pelepasan Aset Desa; g) Kejadian Luarbiasa”. Maka dengan demikian BPD juga terlibat dalam perencanan pembangunan Desa.

Gambaran umum BPD : 1. Kewajiban BPD

(17)

b. melaksanakan kehidupan demokrasi yang berkeadilan gender dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa;

c. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat Desa;

d. mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan;

e. menghormati nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat Desa; dan f. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga

kemasyarakatan Desa. (Pasal 63 UU No 6 tahun 2014) 2. Keanggotaan BPD

a. Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan Desa.

b. Pimpinan BPD terdiri dari 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu) orang Wakil Ketua, dan 1 (satu) orang Sekretaris, yang dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam Rapat BPD yang diadakan secara khusus. c. Pimpinan dan Anggota BPD dilarang: (a) mejadi pelaksana proyek Desa;

(b) merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat,

dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain; (c)

melakukan Korupsi, Kolusi, Nepotisme dan menerima uang, barang

dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau

tindakan yang akan dilakukannya; (d) menyalah gunakan wewenang; dan

(18)

3. Masa jabatan BPD ialah 6 (enam) tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berukutnya.

4. Fungsi BPD (1) membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; (2) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat

Desa; dan (3) melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

5. Wewenang BPD: (1) membahas rancangan peraturan Desa bersama Kepala Desa; (2) melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan Desa dan

peraturan Kepala Desa; (3) mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian

Kepala Desa; (4) membentuk panitia pemilihan Kepala Desa; (5) menggali,

menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi

masyarakat; dan (6) menyusun tata tertib BPD.

6. BPD mempunyai hak: (1) meminta keterangan kepada Pemerintah Desa; dan (2) menyatakan pendapat.

7. Anggota BPD mempunyai hak: (1) mengajukan rancangan peraturan Desa; (2) mengajukan pertanyaan; (3) menyampaikan usul dan pendapat; (4) memilih

dan dipilih; dan (5) memperoleh tunjangan (Hanif,2011:77-79).

C. Konsep Pengelolaan Pembangunan Desa

(19)

semua sumber daya diperlukan untuk mencapai ataupun menyelesaikan tujuan tertentu”.

Menurut Terry dalam (Syafiie, 2001 : 2) “pengelolaan atau

menagemant adalah suatu proses khusus yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan lainnya”. sedangkan dalam (pasal 1 angka 6

Permendagri No.113 tahun 2014) disebutkan bahwa pengelolaan keuangan Desa ialah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggung jawaban Keuangan Desa.

(20)

Berdasarkan rangkaian hal tersebut di atas maka pengelolaan pembangunan Desa ialah keseluruhan kegiatan dimulai dara perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang meliputi proses peningkatan dan pertumbuhan kualitas kehidupan kesejahteraan masyarakat di Desa.

D. Peran BPD Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Pembangunan Desa Dalam pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. Pembangunan desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan (pasal 78 ayat 1,3 dan 2 UU No 6 tahun 2014)

Perencanaan pembangunan desa oleh Pemerintah Desa disusun berjangka meliputi : a) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) untuk jangka waktu 6 (enam) tahun dan b) rencana pembangunan tahunan Desa atau yang disebut dengan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa), merupakan penjabaran dari Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) untuk jangka waktu satu tahun (pasal 79 ayat 2 UU No. 6 tahun 2014). RPJM Desa dan RKP Desa ditetapkan dengan peraturan Desa oleh Kepala Desa bersama dengan BPD.

(21)

1. Peran BPD dalam penyusunan RPJM Desa

Berdasarkan penjabaran dari (Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman pembangunan desa). Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi Kepala Desa, arah kebijakan pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidan penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. kemudian Kepala Desa membentuk tim penyusun RPJM Desa yang terdiri dari a) Kepala Desa selaku pembina; b) sekretaris Desa selaku ketua; c) ketua LPM selaku sekretaris; dan d) anggota yang berasal dari perangkat Desa, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), kader LPM, dan unsur masyarakat lainnya Yang melaksanakan kegiatan a) penyelarasan arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota; b) pengkajian keadaan Desa; c) penyusunan rancangan RPJM Desa; dan penyempurnaan RPJM Desa. Tim penyusun RPJM Desa melaporkan hasil pengkajian keadaan Desa kepada Kepala Desa lalu Kepala Desa menyampaikan laporan kepada BPD selanjutnya

(22)

pemerintah Desa dan tim penyusun RPJM Desa dalam menyusun Rancangan RPJM Desa.

b. Pelaksanaan penyusunan RPJM Desa, Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa (Musrenbang Desa) yang diikuti oleh pemerintah Desa, BPD dan unsur masyarakat Untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa yang akan menjadi lampiran rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa yang disusun oleh Kepala Desa.

c. Pengawasan penyusunan RPJM Desa, Rancangan peraturan tersebut dibahas dan disepakati Kepala Desa bersama BPD untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa tentang RPJM Desa. BPD harus mengawasi dan memastikan penetapan RPJM Desa Desa berdasarkan pada hasil kesepakatan musyawarah Desa

2. Peran BPD dalam penyusunan RKP Desa.

(23)

a. Perencanaan penyusunan RKP Desa, BPD menyelenggarakan musyawarah Desa (Musdes) dalam rangka menyusun rencana pembangunan Desa yang akan menjadi pedoman bagi pemerintah Desa dalam menyusun rancangan RKP Desa dan daftar usulan RKP Desa. Adapun kegiatan dalam musyawarah tersebut a) mencermati ulang RPJM Desa; b) menyepakati hasil pencermatan ulang RPJM Desa; dan c) membentuk tim verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian yang dibutuhkan yang apa berasal dari warga masyarakat dan/atau satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota. Adapun hasil kesempatan dari musyawarah Desa tersebut dituangkan dalam berita acara yang akan menjadi pedoman Kepala Desa dalam menyusun RKP Desa. Dan untuk selanjutnya Kepala Desa membentuk Tim penyusun RKP Desa yang akan menyusun rancangan RKPDEes dan daftar usulan RKP Desa.

b. Pelaksanaan penyusunan RKP Desa, Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa (Musrenbang Desa) yang diikuti pemerintah Desa, BPD dan unsur masyarakat untuk membahas dan menyepakati rancangan RKP Desa. Adapun Hasil kesepakatan dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa menjadi lampiran rancangan peraturan Desa tentang RKP Desa

(24)

mengawasi dan memastikan penetapan RKP Desa berdasarkan pada hasil kesepakatan musyawarah Desa

3. Peran BPD dalam menyusun APBDesa.

Berdasarkan penjabaran dari (Permendagri No. 113 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa) APBDesa (Anggaran belanja dan pendapatan Desa) ialah rencana keuangan Desa dalam 1 (satu) tahun yang memuat perkiraan pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan, dan rencana pembiayaan yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan peraturan Desa. Penyelenggaraan pemerintahan Desa yang output-nya berupa pelayanan publik, pembangunan, dan perlindungan masyarakat harus disusun perencanaannya setiap tahun dan dituangkan dalam APBDesa. Dalam APBDesa inilah terlihat apa yang akan dikerjakan pemerintah Desa dalam tahun berjalan. Adapun BPBDesa terdiri dari pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan Desa.

(25)

Desa menyampaikan kepada bupati/walikota atau kecamatan untuk di evaluasi selanjutnya untuk bisa ditetapkan menjadi peraturan Desa. b. Pengawasan penyusunan APBDesa, Sekretaris Desa menyusun

rancangan Peraturan Desa berdasarkah hasil evaluasi dari kabupaten/kota atau kecamatan tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa dan rancangan keputusan Kepala Desa tentang pertanggung jawaban Kepala Desa. Sekretaris Desa menyampaikan kepada Kepala Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD menjadi Peraturan Desa tentang APBD Desa.

c. Mengawasi Proses Penyusunan dan Implementasi APB Desa.

4. Peran BPD Dalam Menyerap Dan Menyalurkan Aspirasi Masyarakat.

Menurut Slameto, (2003 dalam _______,2016) aspirasi ialah keinginan dan harapan indivitis akan suatu prestasi serta suatu keberhasilan. Defenisi partisipasi yang berlaku secara universal ialah kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Jadi aspirasi akan mengarahkan aktifitas individu untuk lebih berfokus pada pencapaian tujuan-tujuan tersebut.

(26)

keterlibatan tidak langsung ialah menggambarkan keikutsertaan melalui perwakilan seperti mewakili kelompok dalam muasyawarah perencanaan, evaluasi dan laporan pertanggung jawaban. Sebagai mana yang telah saya uaraikan pada latar belakang penelitian ini ialah, Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan serta kepentingan masyarakat setempat/Desa sebagai otonomi desa yang asli, bulat dan utuh. Desa ialah pemerintahan masyarakat, yang artinya desa sebagai organisai pemerintahan lokal dan komonitas mandiri yang mengeloala dirinya sendiri maka Pemerintah Desa haruslah melibatkan masyarakat sebagi unsur strategis dalam pengelolaan penyelenggaraan pembangunan Desa (aspirasi masyarakat) sebagai mana pada Pasal 80 UU No. 6 Tahun 2014 menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan desa dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat desa.

(27)

pemerintahan secara tertulis kepada BPD setiap akhir tahun anggaran (pasal 27 (c) UU No 6 tahun 2014).

Maka masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan dan meminta informasi serta mengawasi, menyampaikan aspirasi, saran dan pendapat (lisan/tulisa) terhadap penyelanggaraan pemerintahan Desa dan pelaksanaan pembangunan Desa (pasal 68 ayat 1(a) dan 1(c) UU No. 6 tahun 2014) dan mendapatkan informasi tentang rencana dan pelaksanaan pembangunan desa, melakukan pemantauan pelaksanaan pembanguan desa, melaporkan hasil pemantauan dan keluhan pelaksanaan pembangunan desa kepada Pemerintah Desa dan BPD serta berpartisipasi dalam musyawarah Desa dalam menanggapi laporan pelaksanaan pembanguan desa (pasal 82 ayat 1,2,3 dan 5 UU No.6 tahun 2014) Hal ini diperkuat dalam PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yaitu bahwa partisipasi masyarakat di dalam proses perencanaan pembangunan desa dilakukan melalui pelaksanaan Musyawarah Desa (Musdes) dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang Desa).

Adapun pengaduan masyarakat dan penyelesaian masaalah dilakukan secara mandiri oleh desa berdasarkan kearifal lokal dan penurusutamaan perdamaian melalui Musyawarah Desa untuk menyepakati masaalah dinyatakan selesai (pasal 78 Permendagri No 114 tahun 2014).

(28)

oleh masyarakat desa. Selanjutnya hasil pengawasan dan pemantauan pembangunan desa menjadi dasar pembahasan dalam musyawarah desa dalam rangka pelaksanaan pembangunan Desa (Pasal 84 ayat 2 dan 4 permendgari No 114 tahun 2014). BPD menyelangarakan musyawarah desa setiap bulan juni dan bulan desember tahun anggaran berikunya, dalam rangka untuk pelaksana kegiatan menyampaikan laporan akhir pelaksanaan kegiatan kepada kepala desa untuk selanjutnya kepala desa menyampaikan hasil pelaksanaan kegaiatan kepada BPD tentang laporan pelaksanaan pembangunan. Masyarakat desa berpartisipasi dalam menanggapi laporan pelaksanaan pembangunan desa lalu disampaikan dengan memberi masukan kepada kepala desa, selanjutnya BPD, kepala Desa, pelaksana kegiatan dan masyarakat desa membahas dan menyepakati tanggapan dan masukan masyarakat desa dan untuk selanjutnya kepala desa mengoordinasikan pelaksana kegiatan untuk melakukan perbaikan hasil kegiatan berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah desa (pasal 81 dan 82 Permendagri No 114 tahun 2014).

Sedangkan musyawarah desa ialah musyawarah yang diselenggarakan oleh BPD untuk memuswarakan hal yang bersifat strategis meliputi: a) penataan Desa; b) perencanaan Desa; c) kerjasama Desa; d) rencana investasi yang masuk ke desa; e) pembentukan BUM Desa; dan g) kejadian luarbiasa. (pasal 54 ayat 1 dan 2 UU No 6 tahun 2014)

(29)

forum yang diselenggarakan suatu Badan Desa dalam memusyawarakan setiap persoalan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pertanggung jawaban pembangunan desa dalam hal ini musyawarah desa merupakan forum pertemuan dari seluruh pemangku kepentingan yang ada di Desa, termasuk masyarakatnya, dalam rangka menggariskan hal yang dianggap penting dilakukan oleh Pemerintah Desa dan juga menyangkut kebutuhan masyarakat desa. Jadi Badan Permusyawaratan Desa merupakan lembaga yang mempunyai fungsi strategis dalam mengoptimalkan pengelolaan pembangunan desa.

E. Kerangaka Pikir

(30)

UU No. 6 tahun 2014

Otonomi Desa/kewenangan Desa

Efektivitas Pengelolaan Pembangunan Desa (RPJM

Desa, RKP Desa, APBDesa

BPD dan Unsur Masyarakat

Solusi Masalah

Musyawarah Desa

Teknis pengelolaan pembangunan Desa: permendagri, No113 dan 114 /214

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini ialah penelitian jenis Deskriptif dengan pendekatan Kualitatif. metode Deskriptif, ialah yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu. Menurut Sukmadinata, (2011: 73) penelitian deskriprif ditujukan untuk mendikripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah atau rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan mengenai berbagai peran aktifitas, karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Sedangkan Penelitian kualitatif menurut Taylor dan Bogdan, (1984:5 dalam Sutinah dan Suyanto, 2005:166) dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingka laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti secara induktif analisis.

(32)

Alasan peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif-kualitatif karena sesuai dengan sifat dan tujuan penelitian yang ingin diperoleh yaitu hanya untuk mengeksplor dan menggambarkan berbagai peran BPD dalam mengoptimalkan pengelolaan pembangunan di desa, secara induktif analisis dengan didukun data-data tertulis maupun hasil koesioner.

B. Obyek dan Informan penelitian

Ada pun obyek sekaligus sebagai informan pada penelitian ini ialah :

1. Perangkat pemerintah Desa, yang terdiri dari Kepala Desa, sekretaris desa, kepala Urusan, Kepala Seksi dan Kepala dusun

2. BPD (Badan permusyawaratan Desa) yang terdiri dari Ketua BPD dan anggota BPD

3. Unsur masyarakat yang terdiri dari Toko masyarakat, Tokoh agama, Toko Adat, Toko Orang tua, perwakilan kelompok tani, kelompok perajin, kelompok perempuan dan kelompok masyarakat miskin.

C. Tempat dan waktu Penelitian d. Tempat Penelitian

(33)

e. Waktu penelitian

Tabel. 3.1. Waktu dan jenis kegiatan

No. Kegiatan Bulan

Agustus September Oktober 1. Persiapan penelitian

Keterangan : X: jumlah minggu bulan tersebut

D. Fokus penelitian.

Tidak ada satupun penelitian yang dapat dilakukan tanpa adanya fokus, Adapun fokus pada penelitian ini adalah. Efektivitas peran BPD dalam mengoptimalkan pengelolaan pembangunan di Desa Kecamatan Buntumalangka, Kabupaten Mamasa, baik

(34)

c. Dalam menyusun APBD Desa; dan d. Dalam menyerap aspirasi Masyarakat

E. Populasi Dan Sampel

1. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2010: 117). Adapun populasi pada penelitian ialah Kecamatan Buntumalangka, kabupaten Mamasa yang terdiri dari 11 desa dengan jumlah penduduk keseluruhan 7175 Jiwa. Dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel.3.2. Desa dan jumlah penduduk Kecamatan Buntualangka No. Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk

1 Aralle Timur 632

2. Salutambun Timur 470

3. Salutambun 454

4. Kebanga 604

5. Salutambun Barat 669

6. Kabae 477

7. Salurindu 402

8. Penatangan 829

9. Buntumalangka 857

10. Ranteberang 1235

11. Taora 546

(35)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Buntumalangka 2016. 2. Sampel, menurut Sugiono,(2010: 124) ialah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi. (sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti) jadi sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili (representatif) dari seluruh populasi.

Adapun teknik penentuan sampel pada penelitian ini ialah secara purporsive, penentuan sample secara purporsive dilakukan memiih subjek berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat yang sesui dengan tujuan penelitian. (Kuswana, 2011: 130-140).

Untuk besarnya jumlah sampel yang diambil, pada prinsipnya tidak ada peraturan yang ketat dalam menentukan besarnya sampel yang diambil dari populasi. Namun Arikunto, (1984: 134) mengatakan, “Untuk sekedar

ancar-ancar maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subjeknya lebih dari 100 dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih”.

(36)

Salurindu dan Desa Penatangan. Dengan pengambilan informan pada masing-masing desa ialah sebagai berikut :

Tabel.3.3. Informan penelitian

No. Informan Jumlah

1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) : 4 Orang

2. Kepala Desa : 1 Orang

3. Sekretaris Desa : 1 Orang

4. Kaur keuangan : 1 Orang

5. Kaur Umum : 1 Orang

6. Kaur Perencanaan : 1 Orang

7. Kepala Dusun : 4 Orang

8. Kasi pemerintah : 1 Orang

9. Kasi kesejahteraan : 1 Orang

10. Kasi pelayanan : 1 Orang

11 Ibu PKK : 1 Orang

12.

Unsur masyarakat (Toko masyarakat, Tokoh agama, Toko Adat, Toko Orang tua, perwakilan kelompok tani, kelompok perajin, kelompok perempuan dan kelompok masyarakat miskin)

: 8 Orang

Jumlah : 25 Orang

(37)

Sama dengan 75 ( tuju puluh lima) responden untuk mendapatkan informasi yang akurat.

F. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat diperoleh Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Sumber data primer, diperoleh dari hasil penelitian di lapangan secara langsung dari sebenarnya, dan pihak-pihak yang bersangkutan dengan masalah yang akan dibahas dalam hal ini adalah dari Badan Permusyawaratan Daerah (BPD), pemerintah desa yang terdiri dari kepala desa dan perangkat desa, dan masyarakat yang terdiri dari tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh wanita. Untuk memperoleh sumber data primer digunakan teknik wawancara dan observasi.

2. Sumber data sekunder, untuk memperoleh sumber data sekunder penulis menggunakan teknik dokumentasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan data melalui informan secara tertulis ataupun gambar-gambar yang berhubungan dengan masalah-masalah penelitian.

G. Teknik pengumpulan data.

(38)

Teknik angket dimaksudkan untuk mendapatkan data yang berupa jawaban tertulis yang diajukan peneliti untuk mengetahui persepsi informan terhadap peran BPD dalam menyusun RPJM Desa, RKP Desa, APBD Desa dan menyerap aspirasi masyarakat, Dilihat berdasarkan tingkat efektivitas (sangat efektif, efektif, kurang efektif dan tidak efektif).

2. Metode Wawancara Bertahap. wawancara secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatapmuka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai. Wawancara bertahap dilaksanakan secara bebas dan juga mendalam, tetapi tidak terlepas dari pokok permasalahan yang akan ditanyakan pada responden dan telah dipersiapkan oleh pewawancara (Bungin,2009:108-110).

Teknik Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui penjelasan dari informan tentang jawaban dari hasil angket

(39)

Teknik dokumentasi dimaksudkan sebagai bukti dari hasil peran BPD yaitu berupa Peraturan Desa, Berita Acara, pengumuman-pengumuman, Tatatertib dan Arsip Desa.

H. Keabsahan Data

Untuk mengebsahkan data diperlukan tekhnik pemeriksaan sebagai berikut: 1. Perpanjangan keikutsertaan peneliti bersama informan di lapangan akan

membantu peneliti memahami budaya dan tradisi informan, memahami makna-makna budaya, makna simbol, dan berbagai makna lainnya yang hidup dan tumbuh dimasyarakat dimana informan hidup bersama peneliti. Peneliti dilapangan lebih lama, berarti pula ia dapat menghindari distorsi ynga kemungkinan terjadi selama pengumpulan data. Bahkan peneliti dapa melakukan cek ulang setiap informasi yang didapatannya berkali-kali (Bungin,2009:255).

2. Triangulasi ialah salah satu cara paling penting dan mudah dalam menguju keabsahan hasil penelitian. Pelaksanaan teknis dan langkah pengujian keabsahan ini akan memanfaatkan; peneliti, sumber, metode, dan teori (Bungin,2009: 256-258).

(40)

b. Triangulasi dengan Sumber data, yaitu dilakukan dengan membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi dengan cara : (1) hasil pengematan dengan hasil wawancara, (2) apa yang diakatakan orang didepan umu dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (3) apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, (4) keadaan dan perspektif sesorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada dan orang pemerintahan, (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu documen yang berkaitan. Hasil dari perbandingan yang diharapkan adalah berupa kesamaan atau alasan-alasan terjadinya perbedaan (Melong, 2006: 330, Burdiansyah, 2006: 145)

I. Teknik Pengolahan Data

(41)

dikemaukakan Sudjana (2001 di dalam Herawati 2016:33) adalah sebagai berikut :

P = 𝐹 𝑁 𝑋100%

Keterangan :

P : persentase F : Frekuensi

N : jumlah responden 100% : bilangan tetap

Perhitungan deskriptif persentase ini mempunyai langka-langka sebagai berikut :

a. Mengkoreksi jawaban kuesioner dari responden b. Menghitung Frekuensi jawaban responden c. Jumlah responden keseluruhan dalah 75 d. Masukkan kedalam rumus

Persentase dari tiap-tiap kategori

a.

jumlah respondenjumlah seluruh responden dengan kategori sangat X 100 %

b. jumlah responden dengan kategori sering

jumlah seluruh responden X 100 %

c. jumlah responden dengan kategori netral

jumlah seluruh responden X 100 %

d. jumlah responden dengan kategori tidak

(42)

J. Teknik Analisis Data.

Setelah pongolahan kuesioner menjadi sebuah makana kata untuk selanjutnya peneliti mengumpulkan semua data dari hasil pengolahan angket, hasil wawancara dan dokumentasi untuk mengorganisasikan dan melakukan analisis data untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Teknik analisis deskriptif-kualitatif adalah analisi secara induktif yaitu menganalisis permukaan data, hanya memperhatikan proses proses kejadian suatu fenomena, bukan kedalaman data atau makna data: (bungin, 2009:146 - 147) Skema Analisis Data

Kesimpulan kategorisasi Kesimpulan cirri-ciri umum Dalil

Hukum teori

Klasifikasi data

DATA

DATA

DATA

(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1) Keadaan geografis.

Kecamatan Buntumalangka, Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat merupakan wilayah yang memiliki iklim sedang (tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin). Wilayahnya berbatasan langsung dengan Kecamatan Tabulahan sebelah utara, Kecamatan Bambang di sebelah timur, kecamatan Mamasa di sebelah selatan, dan Kecamatan Aralle di sebelah Barat. Terdiri dari 0 kelurahan dan 11 desa dengan luas wilayah total 211,71 km2 atau 7.4 persen dari luas Kabupaten Mamasa (3005,88 km2). Dari 11 desa/kelurahan tersebut terdiri dari 6 daerah miring serta 5 daerah bergelombang.

Wilayah Kecamatan Buntumalangka’ berada di atas ketinggian 650 -950 meter dari permukaan laut (DPL), Desa yang memiliki ketinggian terbesar adalah Desa Taora sedangkan Desa Yang memiliki ketinggian terkecil dari permukaan laut adalah Desa Aralle Timur, dengan jarak dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten 69 km. Di sepanjang wilayah kecamatan Buntumalangka’ membentang 2 sungai besar yakni sungai Aralle dan sungai Kayyang.

(44)

ada memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Adapun jalan poros yang menjadi penghubung antar desa adalah jalan yang sebagian besar merupakan jalan dengan permukaan Tanah. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar dan tebel Berikut ini.

Gambar 4.1 Peta Wilayah Kecamatan Buntumalangka

Tabel. 4.1. Luas Wilayah, Jarak Dari Ibukota Kecamatan Dan Kabupaten, Serta Letak Daerah Menurut Ketinggian Dari Permukaan Air Laut Dirinci Perdesa Di Kecamatan Buntumalangka,

(45)

9. Buntumalangka D 14.06 00.00 69.00 760

10. Ranteberang D 35.58 07.00 7600 850

11. Taora D 20.17 06.00 75.00 950

Jumlah 211.71

Sumber: Kantor Kecamatan Buntumalangka, 2016

2) Keadaan Administrasi Dan Pemerintahan.

Tabel 4.2. Banyaknya Pegawai Dirinci Menurut Instansi Dan Jenis

Kelamin Di Kecamatan Buntumalangka. Akhir tahun 2015.

No. Nama Instansi

Sumber : Kantor Kecamatan Buntumalangka 2016

(46)

ada beberapa yang belum memiliki pegawai serta masih dalam tahap pelaksanaan pembangunan gedung. Hampir di semua instansi yang ada di Kecamatan Buntumalangka terdapat pegawai tenaga sukarela yang jumlahnya bisa mencapai tiga kali lipat dari jumlah pegawai negeri sipil (PNS). PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dimaksud adalah PNS di lingkungan pemerintahan saja, tidak termasuk guru PNS. PNS dengan golongan IV jumlahnya menjadi 2 orang dari 5 orang tahun sebelumnya, sedangkan total Pegawai keseluruhan 116 orang berkurang dari 124 orang tahun sebelumnya, karena banyaknya pegawai yang dimutasi atau pensiun. Tabel 4.3. Banyaknya Lingkungan, Dusun, Rukun Warga/Rukun Kampung

Dan Rukun Tetangga Menurut Desa/Kelurahan Di Kecamatan Buntumalangka Akhir Tahun 2015.

(47)

Dari tabel tersebut di Kecamatan Buntumalangka’ terdiri dari 11 desa dan 0 kelurahan. Desa/kelurahan yang paling banyak jumlah dusun/lingkungannya adalah Desa Ranteberang dengan 9 Dusun, sedangkan desa dengan jumlah dusun terkecil adalah di Desa Salurindu dengan 4 dusun. Desa Salutambun Timur, Desa Kabae dan Desa Taora, dengan masing-masing 5 dusun sedangkan desa Buntumalangka, desa Penatangan dan desa kebanga masing-masing 6 dusun dan desa Salutambun Barat 7 dusun. Semua Desa Yang ada di kecamatan Buntumalangka’ belum memiliki SLS (Satuan Lingkungan Setempat) terkecil setingkat RW/RK dan RT.

Di masing-masing Desa sudah ada beberapa kelembagaan seperti LKD/LKK, PKK Dan BPD. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut?.

Tabel. 4.4. Banyaknya Kelembagaan Desa Diperinci perdesa Di kecamatan Buntumalangka,

Desa/Kelurahan LKD/LKK PKK BPD

Aralle Timur 1 1 1

Salutambun Timur 1 1 1

Salutambun 1 1 1

Kebanga 1 1 1

Salutambun Barat 1 1 1

Kabae 1 1 1

Salurindu 1 1 1

Penatangan 1 1 1

Buntumalangka 1 1 1

Ranteberang 1 1 1

Taora 1 1 1

Jumlah 11 11 11

(48)

Ada pun untuk menjamin keamanan masyarakat kecamatan Buntumalangka sudah cukup baik dengan dapat dilihat di masing-masing desa Jumlah hansip adalah 58 orang yang semuanya laki-laki, hampir tidak ada perubahan dari tahun sebelumnya. Dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.5 Banyaknya Pos Ronda dan Anggota Linmas/Hansip Menurut

Jenis Kelamin Dirinci per Desa/Kelurahan di Kecamatan Buntumalangka.

Sumber : Kantor Kecamatan Buntumalangka 2016 3) Keadaan Kependudukan

Tabel 4.6 Banyaknya Penduduk Menurut Desa/Kelurahan dan Jenis Kelamin di Kecamatan Buntumalangka’ Tahun 2015

Desa/Kelurahan Pos Ronda Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan

Aralle Timur 5 5 -

Salutambun Timur 5 5 -

Salutambun 5 5 -

Kebanga 12 12 -

Salutambun Barat 4 4 -

Kabae 4 4 -

Salurindu 2 2 -

Penatangan 6 6 -

Buntumalangka 13 13 -

Ranteberang 7 7 -

Taora 5 5 -

Jumlah 68 68 -

Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk

Laki-Laki Perempuan Jumlah

(49)

Sumber: BPS Kecamatan Buntumalangka 2016

Dari tabel tersebut diatas jumlah penduduk terbanyak di masing-masing desa pada kecamatan Buntumalangka ialah Desa Ranteberang yakni jumlah penduduk 1235 dan jumlah penduduk yang paling sedikit ialah desa Salurindu dengan jumlah 402, adapun desa yang jumlah penduduk sedang ialah desa Buntumalangka dengan jumlah 857. Dengan demikian jumlah BPD di masing-masing desa di sesuaikan dengan jumlah penduduk, maka diperkirakan jumlah anggota BPD terbanyak ialah Desa Ranteberang. Adapun jumlah anggota BPD yang paling sedikit ialah Desa Salurindu.

Tabel 4.7 Banyaknya Penduduk Menurut Agama dan Desa/Kelurahan di Kecamatan Buntumalangka’ Tahun 2015

Desa/Kelurahan Islam Katholik Protestan Kep.

tTYME Jumlah

Aralle Timur 83 25 404 120 632

Salutambun Timur - - 470 - 470

Salutambun - - 454 - 454

Kebanga - - 26 - 604

Salutambun Timur 240 230 470

Salutambun 231 223 454

Kebanga 297 307 604

Salutambun Barat 323 346 669

Kabae 239 238 477

Salurindu 203 199 402

Penatangan 412 417 829

Buntumalangka 429 428 857

Ranteberang 669 566 1235

Taora 276 270 546

(50)

Salutambun Barat - 9 632 28 669

Kabae - - 477 0 477

Salurindu 289 - 113 - 402

Penatangan - - 72 757 829

Buntumalangka - - 857 - 857

Ranteberang - - 152 1083 1235

Taora - - 546 - 546

Jumlah 372 34 4781 1988 7175

Sumber: BPS Kecamatan Buntumalangka 2016

Pada tahun 2016 Penduduk Kecamatan Buntumalangka mayoritas adalah pemeluk Agama Kristen Protestan yakni 4.781 jiwa, penduduk yang beragama Islam yakni 372 jiwa, kemudian pemeluk Agama kepercayaan terhadap TYME sebanyak 1988 jiwa dan sisanya adalah pemeluk Agama Katolik sebanyak 34 jiwa. Deskripsi perbandingan jumlah penduduk menurut agama dapat dilihat pada diagram berikut:

Kecamatan Buntumalangka dengan luas wilayah 211.71 km2 dengan jumlah penduduk 7175 jiwa dan memiliki kepadatan penduduk 34, yang artinya setiap 1 km2 terdapat 34 jiwa. Desa Penatangan merupakan desa

islam

6% katolik

0%

protestan 66% kep.tYTME

28%

(51)

terpadat yakni 63 jiwa/km2 . dengan luas hanya 13.18 km2, sedangkan desa yang paling rendah kepadatannya yakni Desa Salurindu dengan 14 jiwa/km2 dengan luas wilayah 29,43 km2. Dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.8 Banyaknya Kepala Keluarga, Penduduk, Luas dan Kepadatan Penduduk per Kilometer Persegi Dirinci per Desa di Kecamatan Buntumalangka.

Sumber BPS Kecamatan Buntumalangka 4) Keadaan Sosial.

(52)

terdiri dari beberapa rumah tangga saja. Desa lainnya semuanya menggunakan listrik non-PLN (turbin), hal ini disebebkan karena kebanyakan desa yang tidak dijangkau oleh PLN (desa yang terletak diluar jalan poros) Adapun desa dan jumlah rumah tangga yang menggunakan PLN ialah sebagai berikut :

Tabel 4.10 Banyaknya Rumah Tangga yang Menggunakan Listrik Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Buntumalangka’ Tahun 2015

Sumber: BPS kecamatan Buntumalangka 2016

(53)

Di bidang pendidikan, sudah tersedia sarana pendidikan dari pendidikan usia dini (PAUD) sampai tingkat SMA, Kecuali untuk perguruan Tinggi walau itu hanya berupa Kelas jauh belum terdapat sama sekali di kecamatan Buntumalangka. Adapun tingkat dan jenis sekolah yang ada di masing-masing desa dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel. 4.11. Banyaknya sekolah dari tingkat dan jenis di masing-masing desa di kecamatan Buntumalangka

Salutambun Timur TK Balo-Balo

(54)

- TK Kayu

Pada program-program BKKBN yang salah satunya pembatasan dan pengaturan kelahiran sudah menjangkau hampir seluruh masyarakat, hal ini diindikasikan oleh peserta KB yang tersebar kesemua desa. Sedangkan di bidang kesehatan, di Kecamatan Buntumalangka’ hanya terdapat dokter umum sedangkan dokter lainnya belum ada, untuk tenaga medis seperti bidan dan perawat, sudah menyebar hampir kesemua desa hal ini dapat kita lihat seperi poskesdes dan posyandu sudah ada di tiap desa.

Tabel 4.15 Banyaknya Rumah Sakit dan Puskesmas menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Buntumalangka’ Tahun 2015

Desa/Kelurahan Puskesmas Poskesdes

(55)

Taora - 1 - 4

Jumlah 1 9 - 35

Sumber Puskesmas Kecamatan Buntumalangka.

Untuk Sarana olahraga juga menyebar di semua desa, didominasi oleh lapangan volly dan takraw adapun sarana tempat beribadah di kecamatan Buntumalangka’ rata rata adalah gereja, kecuali Desa Aralle Timur dan Desa Salurindu terdapat masing-masing 2 dan 3 Masjid. Ini menggambarkan penduduk yang beragama Kristen protestan mencapai lebih dari 90 persen. Jumlah keseluruhan rumah iabadah dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.16 Banyaknya Tempat Peribadatan Menurut Agama dan Desa/Kelurahan di Kecamatan Buntumalangka’ Tahun 2015

Desa/Kelurahan Masjid Musholla Gereja Vihara Kuil Lain-nya

Sumber BPS Kecamatan Buntumalangka 2016.

(56)

kebanga yang penduduknya mayoritas agama kepercayaan yYTME masyarakat sering menyebutnya agama mappurondo (agama kepercayaan nenek moyang sebelum masuknya agama islam dan kristen). Agama tersebut tidak membutuhkan bangunan sarana ibadah seperti agama-agama lainnya.

5) Keadaan Ekonomi

Masyarakat Kecamatan Buntumalangka’ masih sangat bergantung

kepada hasil pertanian, hal ini diindikasikan oleh sebagian besar penggunaan lahan adalah untuk pertanian. Adapun komoditas unggulan Kecamatan Buntumalangka adalah tanaman perkebunan kakao. Selain itu ada juga berupa tanaman buah-buahan walaupun produksinya masih sangat terbatas.

Lahan sawah (pertanian tanaman padi) yang luasnya hampir mendominasi di bidang pertanian, hanya memiliki dua jenis pengairan yakni pengairan setengah teknis (lebih dari 90 %) dan sederhana (kurang dari 10%). Sebenarnya padi ladang juga ada di Kecamatan Buntumalangka’ tapi

belakangan sudah tidak dikelola/ditanami.

Untuk di bidang perindustrian berdasarkan jumlah pekerjanya industri dibagi menjadi: industri rumah tangga, industri kecil, industri sedang, dan industri besar. Pada tahun 2016 industri yang ada di Kecamatan Buntumalangka adalah industri Rumah tangga sedangkan industri kecil dan sedang apalagi industri besar belum ada. Tidak ada koperasi di desa-desa maupun kecamatan.

(57)

Desa/Kelurahan

(58)

Di Kecamatan Buntumalangka hanya terdapat dua pasar umum yang dijadikan sarana bagi masyarakat untuk melakukan transaksi jual-beli. Masyarakat yang datang kepasar yang terletak di Desa Buntumalangka ini bukan hanya berasal dari Kecamatan Buntumalangka saja, melainkan dari kecamatan tetangga, seperti Kecamatan Tabulahan, dan Aralle. Hari pasar hanya 2 kali dalam sepekan yakni hari Rabu untuk pasar Salutambun dan Sabtu untuk pasar sodangan di Desa Buntumalangka.

Untuk memperlancar suatu komunikasi dengan orang lain, dibutuhkan sarana pendukung seperti, Kantor Pos, Televisi, Radio, dan telpon seluler . Walau sangat di sayangkan bahwa sampai pada akhir tahun 2016 ini sarana yang dimaksud (kantor Pos) masih sangat terbatas. Televisi merata ada hampir di semua desa, serta ponsel yang paling sering digunakan. Di Kecamatan Buntumalangka jaringan telekomunikasi untuk telepon genggam baru satu jenis yaitu Telkomsel itupun hanya dapat di akses di beberapa titik saja. Meskipun begitu, antusias warga untuk memiliki ponsel (lebih dikenal

29%

Grafik 4.2 Pentahapan Keluarga Sejahtera Di Kecamatan. Buntumalangka

(59)

dengan sebutan hape) sudah cukup besar, menurut (data BPS,2016) banyaknya pengguna hape yang mencapai ±396. Televisi sudah banyak dimiliki oleh masyarakat yakni 259, dan radio semakin berkurang yakni 117. Untuk usaha lain seperti penginapan, tempat parawisata yang sudah dikelola dan tempat-tempat hiburan belum terdapat di kecamatan Buntumalangka.

B. Deskripsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Di Kecamatan Buntumalangka

(60)

anggota Badan Permusyawaratan Desa secara langsung dalam rapat Badan Permusyawaratan Desa yang diadakan secara khusus.

Di Kecamatan Buntumalangka dalam pelaksanaan pemilihan calon anggota BPD sudah berjalan secara demokratis, sebagai mana ungkapan dari Kepala Desa Salurindu mengatakan:

“Ya... memang selama ini dalam pemilihan pengisian keanggotan BPD di Desa Salurindu selalu dilaksanakan melalui pemilihan langsung oleh masyarakat dan Alhamdulillah selalu berjalan dengan lancar dan damai” (Masdayuna,S,Ip).

Hal ini pun sedikit berbeda dengan apa yang ungkapkan Kepala Desa Buntumalangka dan Kepala Desa Ranteberang, mengatakan :

“Kalau di desa kami dalam pemilihan pengisian keanggotan BPD, dilaksanakan dalam musyawarah perwakilan oleh unsur masyarakat, karena jumlah penduduk banyak dan sebagian juga ada yang tinggal di rumah kebun, jadi kalau dilaksanakan melalui pemilihan langsung ya... saya kira Kurang efisien dan banyak biaya, tapi hasil musyawarah perwakilan selalu senantiasa di sampaikan kepada masyarakat” (Modi dan Hanomoan,2016).

Dari pernyataan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pemilihan anggota BPD di kecamatan Buntumalangka sudah berjalan secara demokratis meski di desa Ranteberang dan desa Buntumalangka diselenggarakan dalam musyawarah perwakilan.

Adapun kendala dalam pencalonan dan pengangkatan keanggotaan BPD di kecamatan Buntumalangka dengan apa yang ungkapkan oleh ketua BPD desa Buntumalangka dan Ketua BPD desa Salurindu, mengatakan:

(61)

Hal tersebut diatas punjuga senada dengan apa yang di katakan kepala Desa Ranteberang, mengatakan

Ee... cukup kesulitan, karana dua tahun yang lalu waktu kami mengadakan pemilihan BPD saya tunjuk langsung yang jadi calon karena masyarakat Ranteberang masih terbatas yang menjadi syarat, diukur dari tingkat pendidikan. (Hanoman,2016)

(62)

Untuk penentuan jumlah anggota BPD di kecamatan Buntumalangka tidak terkontrol dengan baik, hal ini dapat dilihat dari desa/sampel di desa Ranteberang penduduknya berjumlah 1.235 jiwa dan luas wilayah 35.580 Km2 dengan jumlah 9 dusun sedangkan jumlah BPD Cuma 5 orang. Jadi keterwakilan masyarakat dan luas wilayah tidak mewakili di kelembagaan BPD. Sedangkan di desa Buntumalangka jumlah BPD juga 5 orang dengan jumlah penduduk 857 jiwa, sedangkan jumlah BPD di desa Salurindu 4 orang padahal jumlah minimal 5 orang. Hal ini sebagai konsekuensi dari tidak adanya peraturan daerah kabupaten Mamasa tentang BPD sehingga menyebabkan penentuan jumlah anggota BPD di desa-desa tidak terkontrol dengan baik.

Kedisiplinan kelembagaan BPD di kecamatan Buntumalangka, berdasarkan pengamatan penulis masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat di kantor Desa Buntumalangka, Desa Salurindu Dan Desa Ranteberang, BPD kadang hadir kadang tidak meskipun sudah ada jadwal masuk kantor BPD dan adapun tata tertib BPD tidak pernah saya temukan di desa/sampel.

Peran BPD sebagai lembaga legislatif di tingkat desa yang berfungsi sebagai mitra kerja pemerintah desa di kecamatan Buntumalangka, baik dalam menyelenggarakan pemerintahan desa dan menetapkan peraturan desa sudah berjalan cukup baik hal tersebut sebagai mana yang dikemukakan oleh Sekretaris desa Buntumalangka mengatakan

(63)

Pernyataan tersebut sama dengan apa yang di katakan oleh Sekretaris desa Ranteberanga mengatakan:

BPD sebagai mitra kerja Kepala Desa sebagai mana telah ditetapkannya peraturan Desa Ranteberang dengan maksud adanya untuk mengatur pemerintah desa dan masyarakat (Makdem, S.Pd, 2016)

Perdes adalah sebuah arena penting bagi BPD, sebuah perangkat hukum untuk memerintah dalam bentuk aturan main yang mempunyai banyak fungsi sebagai pembatas apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh pemerintah desa maupun masyarakat, juga menegaskan pola-pola hubungan antara lembaga di desa, pembentukan kelembagaan, penyelesaian masalah dan mengatur pengelolaan barang-barang milik desa. Maka peraturan desa harus berdasarkan dengan aspirasi masyarakat bukan sekedar merumuskan kepentingan elit desa dan hanya menjalankan instruksi dari pemerintah supradesa, bahkan sering juga dibuatkan orang lain. Badan Permusyawaratan Desa sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan sekaligus lembaga pengawasan sebagai indokatornya dapat dilihat pada bagai mana peran BPD dalam mengoptimalkan pengelolaan pembangunan desa di Kecamatan Buntumalangka.

C. Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Pembangunan Desa.

(64)

Pemerintah desa harus merencanakan berbagai program dan kegiatan yang berhubungan dengan rumah tangga, pelaksanaan urusan pemerintahan, pembinaan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat. Melalui perencanaan pembangunan desa (RPJM desa dan RKP desa). Setelah memiliki dokumen perencanaan pembangunan desa selanjutnya pemerintah desa menyusun perencanaan anggaran (APBD desa). Badan permusyawaratan Desa (BPD) ialah merupakan wakil dari penduduk desa sebagai mitra pemerintah desa dalam melaksanakan kewenangan desa, musyawarah desa yang diselenggarakan oleh BPD merupakan instrumen pengambilan keputusan yang mengikut sertakan pemerintah dan unsur masyarakat, baik dalam bentuk perencanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat Peraturan Desa dan kerja sama serta pengawasan kinerja kepala desa seperti yang pada gambar berikut:

Gambar: 4.1 Prinsip Tata Kelola Pembangunan Desa

(65)

1. Peran BPD Dalam Menyusun RPJM Desa

Perencanaan pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan dan akuntabilitas pengelolaan pembangunan desa di optimalkan dalam penyusunan RPJM Desa yang berdasarkan dengan manfaat dan tujuannya. Maka optimalisasi pembangunan didasarkan pada tingkat pemahaman unsur masyarakat, perangkat pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa tentang RPJM Desa di kecamatan Buntumalangka dapat dilihat pada Hasil angket berikut:

Tabel.4.18 Pengetahuan Informan tentang RPJM Desa

Kategori

Informan

Perangkat Desa BPD Unsur masyarakat

f % F % f %

Sangat Tahu 8 21 3 25 1 5

Tahu 22 57 8 67 6 25

Kurang tahu 5 13 1 9 11 46

Tidak Tahu 4 11 - - 6 25

Jumlah 39 100 12 100 24 100

(Sumber: hasil angket,2016)

(66)

keseluruhan informan yang jawab kategori tahu dan sangat tahu ialah “RPJM Desa

adalah sekedar dokumen Rencana Pembangunan Jangka menengah Desa selam 6 (enam) tahun”. Tanpa memberikan tujuan dan manfaatnya.

Badan permusyawaratan Desa ialah wakil dari penduduk yang mempunyai peran penting dalam penyusunan RPJM Desa dimana Musyawarah Desa yang diselenggarakan oleh BPD yang dihadiri perangkat Desa dan unsur masyarakat dalam rangka perencanaan pembangunan Desa, untuk menghimpun serta merumuskan gagasan desa dan partisipasi masyarakat yang disusun dalam dokumen yang disebut RPJM Desa yang berjangka 6 (enam) tahun. Jadi BPD bertanggung jawab atas penyusunan RPJM Desa yang sesuai dengan kepentingan masyarakat. Hal ini pun dapat kita lihat bagaimana Peran BPD mendorong masyarakat luas dalam penyusunan RPJM Desa di Kecamatan Buntumalangka dapat dilihat pada grafik berikut :

(Sumber: hasil angket,2016)

Berdasarkan pada grafik tersebut diatas menunjukkan bahwa peran BPD kurang mendorong masyarakat luas dalam membahas penyusunan RPJM Desa berdasarkan jawaban informan dengan persentase 42% kurang mendorong dan 7%

28%

Grafik 4.3. Peran BPD Dalam Mendorong Masyarakat Membahas Penyusunan RPJM Desa

(67)

tidak mendorong sedangkan 28% sangat mendorong dan 25% mendorong. dengan rata-rata responden hanya memberikan keterangan dari semua kategori ialah bahwa “BPD merupakan mitra pemerintah desa dan terlibat dalam tim penyusun RPJM Desa”. Namun jawaban yang seharusnya kita harapkan ialah BPD

melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk memberikan penjelasan tentang pentingnya keterlibatan masyarakat dalam penyusunan RPJM Desa.

Musyawarah Desa yang diselenggarakan BPD dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan desa (RPJM Desa jangka 6 (enam) tahun dan RKPD Desa berjangka 1 (satu) tahun serta APBD Desa perencanaan keuangan desa dalam setahun) adalah sebuah forum konektivitas kesepakatan antara perintah desa dan masyarakat. Dengan tetap mengutamakan tanggapan masyarakat terhadap hasil pengkajian keadaan desa oleh tim penyusun RPJM Desa. jawaban responden terhadap efektivitas musyawarah desa terhadap masyarakat dalam rengkah menanggapi rancangan RPJM Desa di kecamatan Buntumalangka ialah sebagai berikut :

Tabel.4.19 Efektivitas masyarakat dalam menanggapi pembahasan rancangan RPJM desa dalam Musyawarah Desa di Kecamatan Buntumalangka.

Kategori Frekuensi (f) Persentase

(%)

Sangat efektif 8 11

Efektif 25 34

Kurang efektif 42 56

Tidak efektif - -

Jumlah 75 100

(68)

Jawaban informan tentang efektivitas masyarakat dalam menanggapi rancangan RPJM Desa dalam musyawarah desa ternyata masih kurang efektif dengan persentase 56% kurang efektif sedangkan hanya 11% sangat efektif dan 34% cukup efektif, maka hal tersebut menunjukkan bahwa Musyawarah Desa yang diselenggarakan oleh BPD kurang memberi ruang kepada masyarakat dalam berpartisipasi perencanaan pembangunan desa. sedangkan dalam dalam peraturan menteri desa tertinggal dan transmigrasi Republik Indonesia No 2 tahun 2015 Tentang Tata Tertib musyawarah Desa pasal 3 disebutkan, musyawarah diselenggarakan secara partisipatif, demokrasi transparansi dan akuntabel dengan berdasarkan hak dan kewajiban masyarakat.

Keberhasilan BPD sebagai perwakilan masyarakat dalam membahas penyusunan RPJM Desa, salah satu indikatornya ialah RPJM Desa mempunyai manfaat bagi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa. Manfaat RPJM Desa adalah a) sebagai dokumen perencanaan desa selama 6 (enam) tahun ke depan; b) menyatukan pemikiran masyarakat dengan pemerintah desa dalam menyusun rencana pembangunan desa; c) adanya keterlibatan masyarakat dalam menyusun RPJM Desa; d) tercapainya prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan RPJM Desa (RPJM desa Buntumalangka,2016). Adapun jawaban informan tentang manfaat penyusunan RPJM Desa dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.20 Manfaat penyusunan RPJM Desa di kecamatan Buntumalangka

Kategori

Informan

Perangkat Desa dan BPD Unsur Masyarakat

(69)

Sangat bermanfaat 39 78 4 17

Bermanfaat 12 24 8 34

Kurang bermanfaat - - 12 50

Tidak bermanfaat - - - -

Jumlah 51 100 24 100

(Sumber: hasil angket,2016)

Dari hasil angket diatas menggambarkan manfaat penyusunan RPJM Desa untuk Pemerintah Desa (perangkat desa dan BPD) dengan persentase 78% sangat bermanfaat dan 24% bermanfaat. Untuk unsur masyarakat dengan persentase 50% kurang bermanfaat sedangkan hanya 34% bermanfaat dan 17% sangat bermanfaat. Berdasarkan hal tersebut diatas menunjukkan manfaat penyusunan RPJM Desa hanya sekedar dokumen persyaratan untuk mendapatkan Dana Desa bukan berdasarkan dengan partisipasi masyarakat, yaitu sebuah dokumen yang tidak dihasilkan dari kesepakatan antara pemerintah desa dan masyarakat dengan mengutamakan suara perempuan dan masyarakat miskin

(70)

memuat tentang kewajiban Kepala Desa dalam menyampaikan informasi penyelenggaraan pemerintah kepada masyarakat. kewajiban pemerintah desa di kecamatan Buntumalangka dalam menginformasikan ke masyarakat jika akan dilaksanakannya penyusunan RPJM Desa dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.21 Peran pemerintah desa dalam menginformasikan ke masyarakat jika akan dilaksanakannya penyusunan RPJM Desa di kecamatan Buntumalangka

Kategori Frekuensi

(f)

Persentase (%)

Sangat sering menginformasikan 13 17,33

Sering menginformasikan 26 34,66

Kurang menginformasikan 34 45,33

Tidak pernah menginformasikan 2 2,66

Jumlah 75 100

(Sumber: hasil angket,2016)

Dari hasil angket tersebut pada tabel 4.21 tentang Peran Pemerintah Desa dalam menginformasikan ke masyarakat jika akan dilaksanakannya penyusunan RPJM Desa di kecamatan Buntumalangka dengan persentase 45,33% kurang menginformasikan dan 2,66% tidak pernah menginformasikan tanpa keterangan jawaban informan sedangkan hanya 34,66% sering menginformasikan dan 17,33 sangat sering, dengan keterangan jawaban informan “pemerintah desa

Gambar

Tabel. 3.1. Waktu dan jenis kegiatan
Gambar 4.1  Peta Wilayah Kecamatan Buntumalangka
Tabel 4.2. Banyaknya Pegawai Dirinci Menurut Instansi Dan Jenis
Tabel 4.3. Banyaknya Lingkungan, Dusun, Rukun Warga/Rukun Kampung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bank Kustodian akan menerbitkan Surat Konfirmasi Unit Penyertaan yang menyatakan antara lain jumlah Unit Penyertaan yang dijual kembali dan dimiliki serta Nilai

Dalam area konservasi ex situ , provenans yang akan dipilih untuk ditanam dalam suatu lokasi sebaiknya merupakan kombinasi provenans yang memiliki kisaran nilai

Dalam konteks Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, dalam melaksanakan tugas pelayanan, Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan serta Pemberdayaan Masyarakat maka Desa

Abstrak : Pekerjaan sebagai petani ditekuni orang tua yang mayoritas tidak berpendidikan tinggi namun sudah mendapat banyak informasi mengenai sikap melalui orang lain

setelah diaktifkannya Sonorenderlife.. Sedangkan Kualitas hasil 3D dapat diatur dengan menggunakan tombol Gain dan Re-Slice. Penggunaan tombol dapat dilakukan dengan

Selain itu, keterbatasan data juga membuat perolehan hasil penelitian yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kenyataan sehingga penulis menggunakan berbagai macam asumsi dalam melakukan

Berdasarkan data dalam tabel 2 kemampuan menyelesaikan soal cerita, pada butir soal pertama semua siswa dapat memahami soal dengan baik, siswa dapat menuliskan apa saja

Kocok telur dengan santan, garam dan lada, lalu campurkan dengan irisan jamur dan tahu, daun kemangi, tambahkan bumbu halus pada adonan telur aduk kembali hingga rata.. Bagi