• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Pe (14)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Pe (14)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Media Informasi Air Minum

dan Penyehatan Lingkungan

Diterbitkan oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

(Pokja AMPL)

Penanggung Jawab

Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas

Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Direktur Pengembangan Air Minum

Kementerian Pekerjaan Umum Direktur Bina Sumber Daya Alam dan

Teknologi Tepat Guna Kementerian Dalam Negeri Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Kementerian Dalam Negeri

Pemimpin Redaksi Oswar Mungkasa

Dewan Redaksi Maraita Listyasari Nugroho Tri Utomo

Redaktur Pelaksana Eko Budi Harsono

Desain dan Produksi Agus Sumarno

Sofyar

Sirkulasi/Sekretariat Agus Syuhada

Nur Aini

Alamat Redaksi Jl. RP Soeroso 50, Jakarta Pusat.

Telp./Faks.: (021) 31904113 Situs Web: ht p//www.ampl.or.id e-mail: redaksipercik@yahoo.com

redaksi@ampl.or.id

Redaksi menerima kiriman tulisan/ari kel dari luar. Isi berkaitan dengan air minum

dan penyehatan lingkungan.

D

aftar

Isi

Dari Redaksi ... 3

Suara Anda... 4

Laporan Utama Kisah Sistem Muli Desa di NTT... 5

Bercermin dari Sistem Muli Desa di Kodi Utara NTT... 8

Bernd Ugner, Menii kkan Air Mata Berkisah Perjuangan Bocah NTT Menghargai Air minum... 12

Regulasi Pengaturan Tata Kelola Air Perlu Payung Hukum Kuat... 15

Agenda Hari Lingkungan Hidup Sedunia...17

Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Dunia... 20

Wacana 15 Juta KK di Indonesia Belum Peroleh Akses Air Minum ... 22

Studi BPSAB di 5 Kabupaten Jawa Barat dan Jawa Timur... 27

Wawancara Budi Yuwono, Direktur Jenderal Cipta Karya ... 31

Inovasi Teknologi Sederhana Mengubah Air Hujan Siap Minum ... 34

Lewat Proses Ozon dan Filter Air Gambut Jadi Bersih ... 36

Sisi Lain Krisis Air dan Tingkat Ketahanan Air Indonesia... 38

Tesi moni Tei Suryani, Sang Guru yang Jadi Komposer Sampah... 42

Reportase Roadshow Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di Grobogan... 44

Pertemuan Konsolidasi Pembangunan AMPL Tahun 2010... 45

Forum Tingkat Tinggi Menteri Lingkungan Dampak Krisis Air Bagi Masyarakat Umum, Perempuan dan Anak-Anak.. 46

Pameran INDOWATER 2010... 48

Air Tanah di Jakarta Tidak Layak Konsumsi... 49

Panduan Kiat Mudah Buat Distalator Surya untuk Pemurnian Air... 52

Info CD... 54

Info Buku... 55

Info Situs ... 56

Pustaka AMPL.... 57

(3)

Edisi II, 2010

P

embangunan air minum dan penyehatan

lingkungan dalam waktu sepuluh tahun terakhir telah mengalami banyak perubahan mendasar. Terutama dengan telah

disepakatinya pada tahun 2003 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat dan berperannya Kelompok Kerja Air Minum dan

Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) secara optimal dalam pembangunan AMPL. Kondisi ini mendorong maraknya pembangunan AMPL berbasis masyarakat di hampir seluruh Indonesia, yang melibatkan hampir seluruh pemangku

kepentingan mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, dan masyarakat. Bahkan kemudian

semangat ini menghasilkan gerakan yang jauh melampaui perkiraan kita semua. Sebut saja proyek besar yang saat ini menerapkan pendekatan berbasis masyarakat diantaranya Waspola, Pro AIR, WSLIC-2, CWSH, Pamsimas, ISSDP yang dilanjutkan menjadi USDP, WES UNICEF, Community-Led Total Sanitation (CLTS) yang disempurnakan menjadi Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan direplikasi menjadi Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (SToPS). Belum termasuk kegiatan LSM yang bekerjasama dengan pemerintah diantaranya Plan Indonesia, dan SIMAVI. Tidak terlupakan juga kegiatan dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) oleh perusahaan.

Dari maraknya kegiatan berbasis mayarakat tersebut, kemudian dikenali munculnya fenomena kegiatan berbasis masyarakat yang melibatkan lebih dari satu komunitas dan melintasi lebih dari satu desa, dan bahkan menjangkau penduduk dalam jumlah belasan ribu orang. Sebagian orang bahkan menyebutnya PDAM Desa, saking besarnya. Menariknya adalah prosesnya berbasis masyarakat. Sepertinya ini melanggar kaidah yang selama ini dipegang bahwa kegiatan berbasis masyarakat bersifat sangat lokal (satu desa, satu komunitas), tidak melebih jumlah tertentu (rata-rata 2000-3000 penduduk). Namun kenyataannya banyak daerah sudah mempunyai kegiatan pembangunan air minum multi desa. Namun

kemudian dalam edisi kali ini kami lebih menyoroti pada daerah Kodi (NTT) dengan mempertimbangkan kegiatan ini yang menjangkau jumlah penduduk terbesar sampai saat ini, yaitu sekitar 17.000 orang. Ini hal yang mencengangkan dengan mempertimbangkan masih banyaknya PDAM yang pelanggannya hanya berkisar pada angka 2.000-5.000 pelanggan.

Perlu kami informasikan juga bahwa sampai pada saat ini kami telah berhasil menerbitkan Percik dalam dua versi yaitu edisi reguler dan edisi khusus. Edisi reguler adalah edisi yang diterbitkan sebanyak 4 (empat) kali setiap tahun, dan direncanakan secara berkala tiga

bulan, walaupun pada kenyataannya baru dapat diterbitkan setelah bulan Juni. Sementara edisi khusus merupakan edisi hasil kerjasama dengan pemangku kepentingan untuk menyajikan topik tertentu, dan waktu penerbitannya fl eksibel. Sampai saat ini edisi khusus telah diterbitkan sebanyak 3 (tiga) edisi yaitu Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat bekerjasama dengan BORDA dan jaringannya, Satu Dekade Upaya Pengarusutamaan Pembangunan AMPL Berbasis Masyarakat kerjasama dengan WASPOLA, dan 7 Tahun Sanimas bekerjasama dengan BORDA. Direncanakan pada tahun 2010 akan terbit dua edisi yaitu Program Percepatan Pembangunan Sanitasi (PPSP) bekerjasama dengan Tim Teknis Pembangunan Sanitasi dan Water and Environmental Sanitation (WES) UNICEF bekerjasama dengan UNICEF. Sampai saat ini juga sedang dalam penjajakan beberapa edisi khusus lainnya. Keseluruhan edisi tersebut juga diterbitkan dalam bahasa Inggris. Tentunya ini semua merupakan hal yang menggembirakan bagi perkembangan majalah kita tercinta ini.

Memasuki edisi ini, pembaca akan melihat di susunan redaksi mengalami beberapa perubahan karena terjadinya mutasi pada beberapa anggota Pokja AMPL yang selama ini terlibat dalam penerbitan Percik. Walaupun demikian kami berharap semoga saja hal ini tidak akan mengurangi kualitas atau bahkan meningkatkan kualitas dari majalah kita tercinta ini.

(4)

Puskesmas

Perlu Majalah Percik

Kami adalah salah satu pembaca Majalah Percik, walaupun hingga saat ini kami baru satu kali dikirimi Majalah Percik edisi Maret dan Oktober 2008 yang lalu, inginnya sih berlangganan dan mendapat kiriman edisi terbaru. Sebagai seorang sanitarian yang bekerja di Puskesmas, dengan masa kerja lebih dari 10 tahun (2000-2010) tentu sudah banyak pengalaman, namun, bukan berari semua masalah sanitasi bisa dengan mudah ditangani. Salah satu contoh, kei ka kami diminta untuk memberi bimbingan teknis pembuatan jamban, khusus untuk daerah pantai (pasang-surut), banjir dan rumah panggung. Terus terang kami agak kesulitan, mengingat buku atau panduan teknisnya i dak kami miliki. Disamping itu, tentunya ilmu atau teori yang diperoleh diperkuliahan idak mudah untuk diingat lagi.

Oleh karena itu, kami berharap melalui redaki majalah Percik ini, su-dilah kiranya mengirimkan atau mem-beri informasi kepada kami majalah, buku, cd, dan bahan lainnya tentang hal yang berhubungan dengan pem-buatan jamban. Kalau bisa yang di-lengkapi dengan gambar dan ukuran-nya.

Terimakasih atas perhai annya dan dikabulkannya permohonan kami. Semoga majalah Percik senani asa memercikkan ilmu dan informasinya sei ap saat, khususnya yang berkom-peten dengan Air Minum dan Penye-hatan Lingkungan.

Na’ Mal Saleh Perumahan Puskesmas Batulampa Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan

Sungguh senang membaca surat anda. Terimakasih atas perhai an dan kepercayaan kepada majalah kami sebagai media yang secara konsisten dan terpercaya dalam menyajikan informasi terkait persoalan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. Kami akan perhai kan permohonan anda untuk mendapat majalah ini secara regular. Salam Percik buat teman-teman di Puskesmas Batulampa, selamat bertugas.

Selamatkan Air Kita

Nobody needs no water. Ya, semua orang memang butuh air. Sei ap orang, paling i dak membutuhkan lima liter air sei ap harinya. Tanpa air, memang tak akan ada kehidupan.

Tapi, disayangkan sekali kei ka banyak orang kurang peduli terhadap ketersediaan air. Menyia-nyiakan air dengan memakai melebihi kebutuhan. Seolah-olah manusia i dak butuh air. Padahal, sei ap manusia berkepen-i ngan terhadap air. Memang, kita membayar sei ap tetes air yang sampai di bak mandi, tapi bukan berari bisa sekenanya mengkonsumsi air tanpa batas. Memang pemerintahlah yang mengelola air, agar bisa tersalurkan ke masyarakat. Tapi bukan berari tang-gungjawab akan tersedianya air, hanya tugas pemerintah. Sebab, sesungguh-nya air mempusesungguh-nyai keterbatasan juga. karena itu, jika semua pihak tak bisa peduli, tetap saja berkemungkinan un-tuk habis.

Mari bayangkan jika sumber air habis. Apakah kita harus berharap pada air hujan? Atau harus menyuling air laut? Malang sekali nasib kita jika hal itu sampai terjadi.

Pantaslah sedini mungkin kita melestarikan air. Karena pada hake-katnya air adalah i i pan anak cucu kita, berari harus dipelihara. Sebuah tanggungjawab moral bagi kita untuk menjaga warisan agar layak waris.

Lina Naibaho Medan, Sumatera Utara Distribusi Air Kian Timpang

Distribusi Air

Kian Timpang

Planet bumi kita kaya akan air. Para ahli memperkirakan dunia kita memiliki i dak kurang dari 1.360.000.000 km3 air. Dari total volume tersebut, sekitar 1.320.000.000 km3 atau sebesar 97,2 persennya merupakan lautan. Selebihnya, 25.000.000 km3 atau sekitar 1,8 persennya merupakan air tanah. Sedangkan 250.000 km3 merupakan air tawar di danau dan sungai, dan sisanya 13.000 km km3 atau sekitar 0,001 persen merupakan air yang terkandung dalam atmosfer dalam bentuk awan hujan.

Akan tetapi, dari volume air yang begitu besar itu i dak seluruhnya dapat digunakan oleh manusia untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Sebab hanya air tanah dan separuh dari volume air tawar yang dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Yang lebih parah lagi, volume air bersih itu mengalami kemerosotan yang amat cepat akibat kerusakan hutan, pencemaran lingkungan oleh limbah industri dan rumah tangga, penduduk dunia bertambah banyak, dan meningkatnya standar hidup sehingga i ngkat konsumsi air pun meningkat.

Kondisi krii s tersebut mendesak PBB untuk mencanangkan tahun 2005 hingga 2015 sebagai ’Dekade Air’. Pencanangan ‘Dekade Air’ oleh PBB memang bukan suatu kebijakan yang mengada-ada. Melalui serangkaian peneliian ilmiah diketahui bahwa pemakaian air telah melonjak enam kali lipat dalam era 100 tahun terakhir. Akibatnya, dalam periode tersebut sebanyak 20 persen dari total volume air bersih di bumi, ludes, sementara harga air bersih melonjak lebih dari dua kali lipat. Masalahnya i dak cuma itu. Dari masa ke masa, ternyata distribusi air bersih menjadi kian i mpang.

(5)

Edisi II, 2010

Kisah Sistem

Multi Desa di NTT

Laporan

Utama

K

ecamatan Kodi,

Ka-bupaten Sumba Barat Daya, Nusa Teng-gara Timur merupa-kan salah satu contoh nyata keberhasilan pembangunan sa-rana air bersih multi desa. Pasalnya, program penyediaan air minum multi desa yang dilakukan di sejumlah desa di kecamatan Kodi tersebut dilakukan dengan biaya besar dan mencakup pe-layanan bagi penduduk dengan jum-lah populasi sangat banyak. Belum lagi kompleknya permasalahan baik teknis maupun non teknis di lapang-an ketika program air minum multi desa ini dilakukan.

Menurut Koordinator ProAir, Bernd Ugner pelayanan air minum

multi desa di kecamatan Kodi, kabu-paten Sumba Barat Daya difokuskan pada pembangunan sarana air bersih yang melayani lima desa yaitu desa Kori, desa Homba, desa Karipit, desa Hohawungo, dan desa Wailabubur. Jumlah warga yang membutuhkan pelayanan ini mencapai 17.000 orang pengguna dengan biaya 37 milyar ru-piah berupa sistim perlindungan mata air.

“Sistem air minum multi desa yang kami lakukan berupa perpipaan dengan pengaliran secara gravitasi ke 4 desa dengan kapasitas penampung air 400 m3, panjang pipa transmisi sepanjang 6,8 km, pipa distribusi sepanjang 60 km, serta membangun 55 unit kios air dan 210 sambungan

rumah. Sarana air bersih multi desa di kecamatan Kodi ini selesai pada awal tahun lalu. Kini warga pun boleh bergembira dan bilang “ambil air so dekat”,” ujar Bernd

Program pembangunan air mi-num multi desa di Kodi diakui Bernd dilakukan warga dengan penuh perjuang an. Sejumlah kendala sempat terjadi. Target pembangunan perpi-paan sempat tidak tercapai lantaran dipengaruhi oleh hasil kerja yang kurang baik dari kontraktor khusus-nya kontraktor utama yang menger-jakan konstruksi pada lokasi sumber mata air. “Kami bersyukur ham-batan tersebut berhasil de ngan cepat diatasi. Kendala uta-ma dalam

(6)

proses pembangunan air minum multi desa berhasil dipecahkan de-ngan mengganti kontraktor utama dengan sub kontraktor yang memiliki kinerja lebih baik,” tukasnya.

Selain penyediaan air minum multi desa di Kodi, ProAir juga membangun konstruksi multi desa di kabupaten Alor. Dari 6 sistim sarana yang seluruhnya berupa perpipaan, berlokasi di kecamatan Pantar, Pantar Timur, Alor Barat Daya, Alor Timur, Alor Timur Laut, diperkirakan akan dimanfaatkan oleh ± 10.280 orang dari sejumlah desa. Sekarang ini pro-ses pembangunan perpipaan masih dilakukan. Diharapkan pada Desem-ber 2010 sudah selesai.

Khusus desa Bouweli dan Kabir di kecamatan Pantar, konstruksi per-pipaan multi desa sempat berjalan lambat dimana kemajuannya sempat tersendat namun sekarang sudah lan-car. Hal ini disebabkan karena ada per ubahan desain sistim

jaringan air dan kon-struksi (detail engineer-ing design/DED) dari konsultan yang ber-dampak pada adanya permintaan dana un-tuk pekerjaan tambah tersebut. Setiap kali terjadi masalah, kami melibatkan warga dan aparat desa un-tuk mencari solusi

bersama. Prinsipnya kepentingan masyarakat agar percepatan pemba-ngunan sarana dan keberlanjutan pro-gram air minum multi desa berjalan baik.

Kabupaten Lain

Selain di kecamatan Kodi, kisah sukses ProAir melaksakan air minum multi desa juga dapat dipetik di desa Pili dan desa Kamura

y a n g

merupakan desa lokasi program ProAir di kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur. Pelajaran berharga sukses pengelolaan air minum multi desa tersebut da-pat terlihat dalam proses pengajuan usulan, perencanaan, pelaksanaan

konstruksi sampai pada kemandi-rian pengelolaan, peme liharaan dan perawatan sarana air bersih oleh masyarakat itu sendiri.

Alasan utama desa-desa di NTT mengajukan program pembangunan air mi-num multi desa tidak lain karena sulitnya memperoleh air. Untuk memenuhi kebutuhan air mi-num biasanya mereka harus berjalan tidak kurang dari 2 kilometer ke mata air atau pilihan lainnnya mengambil air di sungai yang berjarak 1,5 km.

Terdorong oleh kesulitan untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih yang mereka rasakan selama

berta-hun-tahun, maka ketika masyarakat desa Pili dan tetangganya mendapat informasi bahwa ProAir menawarkan kerjasama untuk pembangunan sarana air bersih, beberapa tokoh masyarakat desa Pili berinisiatif mengumpulkan masyarakat untuk berdiskusi guna mempersiapkan kontribusi yang men-jadi persyaratan ProAir.

Dalam pertemuan tersebut, masyarakat membahas beberapa hal yang menjadi persyaratan untuk terlibat dalam program dukungan ProAir, termasuk didalamnya ada-lah pengum pulan dana tunai yang harus ditunjukkan melalui tabungan awal pemeliharaan. Segera setelah pertemuan itu masyarakat desa Pili berhasil mengumpulkan dana tunai sesuai yang diharapkan dalam waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan desa-desa lain yang juga men-jadi wilayah sasaran program ProAir.

Faktanya masyarakat desa Pili dan desa Kamura berhasil mengumpulkan dana pemeliharaan tidak lebih dari tiga minggu. Beberapa wakil masyarakat desa Pili kemudian mendatangi kan-tor ProAir membawa usulan, lengkap

Setiap kali terjadi

masalah, kami

melibatkan warga

dan aparat desa

untuk mencari solusi

bersama

proses pembangunan air

l d b h l d

(7)

Edisi II, 2010

dengan bukti tabungan awal berupa foto copy buku rekening bank se-nilai Rp.7.000.000,- dan beberapa dokumen kesepakatan masyarakat sebagaimana yang disyaratkan oleh ProAir.

Menanggapi usulan tersebut, Pro-Air menindaklanjuti dengan beberapa kegiatan ikutan, baik perencanaan bersama masyarakat, pelatih an mau-pun kegiatan konstruksi. Masyarakat sangat antusias dan proaktif didalam mengikuti proses tersebut karena masyarakat benar-benar ingin keluar dari kesulitan yang mereka alami se-lama ini.

Selanjutnya apa yang terjadi ? Ber-kat kerjasama dengan ProAir, partisi-pasi aktif, ketekunan dan kerja keras mereka akhirnya membuahkan hasil dengan terbangunnya sarana air ber-sih sistim perpipaan gravitasi dengan jalur pipa sepanjang 5.403 meter dan 11 buah Tugu Kran (TK). Sistem tersebut dapat melayani 274 Kepala Keluarga atau populasi

ber-jumlah 680 jiwa. Selain itu terdapat juga 5 unit Sumur Gali yang melayani 166 Kepala Keluarga atau sekitar 501 Jiwa. Untuk sarana sani-tasi, terdapat 14 unit Lantai Cuci/Kamar Mandi dan 1 buah WC sehat sebagai per-contohan. Kini masyarakat cukup puas dan senang de-ngan hadirnya sarana-sarana yang ada.

Karena air yang ada, ternyata tidak hanya un-tuk kebutuhan mandi, cuci, masak dan minum, tapi kelebih an penggunaan air yang ada, mereka dapat me-manfaatkan juga untuk usa-ha pekarangan seperti mena-nam sayur demi pemenuhan kebutuhan gizi keluarga. Selain juga dapat dijual

un-tuk tam bahan dalam membayar iuran bulanan. Rupanya dengan menga-lami proses pende katan yang me-nempatkan masyarakat sebagai pelaku utama benar-benar mem bangun rasa kemandirian, sekaligus mendorong kesadaran agar masyarakat bertang-gung-jawab ter hadap keberlanjutan hasil pembangun an itu sen diri.

Rasa kepemilikan dan kesadaran untuk menjaga keberlanjutan hasil pembangunan inilah yang mendo-rong masyarakat yang terwadah dida-lam Badan Pengelola Sarana Air Ber-sih (BP-SAB) “Banum Aitium” untuk secara serius membenahi kelom-poknya. Terbukti dengan terbangun-nya sebuah gedung semi permanen untuk kantor kelompok berukuran 6 x 16 m, penyusunan aturan main (AD/ART) yang kemudian dilegalisir dengan diterbitkannya Akte Notaris Kelompok, penyusunan Rencana Kerja dan Cashfl ow Tahunan kelom-pok, pengumpulan iuran bulanan

untuk peningkatan keuangan pok. Khusus untuk keuangan kelom-pok Banum Aitum ini, hingga Bulan September 2009 tercatat pemasukan sebesar Rp. 25.974.370.– yang berupa kumpulan tabungan awal dan iuran. Sedangkan pengeluaran digunakan untuk biaya insentif pengurus, biaya rapat, pengadaan inventaris, perawat-an sistim (penggperawat-antiperawat-an mata krperawat-an), transport, ATK dan lain lain, sebesar Rp.7.495.549,-.

Sehingga saldo kas Kelompok Ba-num Aitum ini sampai akhir Bulan Sep-tember 2009 sebesarRp.18.478.821,-. Menariknya, tercatat bahwa iuran bu-lanan sudah dilunasi oleh masyarakat (anggota cakupan) sampai dengan Desember 2010 yang secara adminis-tratif dibukukan dengan baik dan ter-atur oleh Bendahara kelompok. De-mikian pun dari sisi teknis, ke lompok sudah memiliki tenaga-tenaga teknis yang trampil. Para tenaga ini telah mengikuti magang pada saat

peker-jaan konstruksi berlangsung. Disamping itu, mereka juga telah dibekali dengan peralat-an dperalat-an pelatih peralat-an teknis oleh tenaga-tenaga profesio nal dari ProAir sebelum sistem diserah-terimakan kepada masyarakat.

Tentu saja semuanya ini menjadi suatu kebang-gaan bagi masyarakat karena ternyata hasil dari jerih payah dan kerja keras mereka juga mendapatkan apresiasi posi-tip dari pihak luar yang ter-panggil untuk menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan demi keberlanjutan hasil pembangungan itu sendiri. (eko/ProAir.org)

(8)

K

odi Utara di Nusa Tenggara Timur adalah satu daerah di Sumba Barat Daya, yang mengalami kesulitan air hampir sepanjang tahun. Meskipun selama musim hujan, air melimpah, tanah karang dan struktur batuan karst mengakibatkan daya simpan air rendah. Pemerintah telah berupaya mengatasi melalui beberapa proyek penyediaan air yang lalu berupa pe-nyediaan sumur dangkal maupun dalam, dan sistem perpipaan gravitasi, namun kelihatan hanya berfungsi sebagian.

Kemudian proyek terbaru adalah ProAir, yaitu proyek penyediaan air bersih pedesaan di NTT (Rural Water

Supply Project NTT),

yang dibiayai oleh KfW dan GTZ, memulai kegiatannya di Sumba pada tahun 2002. Direncanakan akan berakhir tahun 2010.

Pada tahun 2005-2006, pada saat survei, sistem perpipaan dari masyarakat sudah rusak sedangkan sumur dalam yang ada membutuhkan operasi dan pemeliharaan pompa yang tidak sedikit biayanya. Harga air menjadi mahal karena air dari sumur atau sungai diangkut dengan kendaraan yang biayanya dapat mencapai Rp.150.000 untuk sekali angkut sebanyak 2-4 m3 yang hanya cukup untuk kebutuhan seminggu. Di samping itu, air yang dibeli tersebut maupun sumber air di daerah ini sudah tercemar berat. Masyarakat beberapa desa di Kodi lalu meminta

bantuan ProAir untuk membangun sistem air.

Mata Air “Mataloko”

Sumber air yang cukup besar di Kodi hanya satu yaitu “Mataloko” dengan debit antara 40 sampai 250 liter per detik. Sumber ini letaknya di sebuah gua di perbukitan Wailabubur di hutan Rokoraka. Survai tim ProAir menunjukkan bahwa sumber air ini dapat dimanfaatkan untuk memasok air bagi sekitar 50.000 orang yang bermukim di 10-12 desa. Akan tetapi, usaha membangun sistem sebesar ini sebenarnya melampaui kerangka kerja ProAir karena ternyata bukan lagi pembangunan sistem pedesaan yang sederhana.

Meskipun demikian, setelah pem-PRO AIR

(9)

Edisi II, 2010

ba hasan dan perundingan panjang antara Tim Pengarah (“Steering Committee”) di Jakarta (lebih dikenal sekarang sebagai Pokja AMPL) dan pemerintah daerah kabupaten Sumba Barat Daya, akhirnya KfW (Kredit Anstalt fuer Wiederaufbau) bersedia menyediakan dukungan teknis dan keuangan and GTZ (Gesellschaft fuer Technische Zusammenarbeit) ber sedia menyediakan dukungan untuk pemberdayaan masyarakat dalam membangun sistem multi-desa di empat multi-desa (Wailabubur, Hombakaripit, Hoha Wungo dan Kori). Adapun dukungan ini bersyarat bahwa masyarakat menyediakan sum-bangan uang tunai (in-cash) dan tenaga kerja serta bahan/tenaga (in-kind) serta bersedia pula mengelola sistem ter sebut.

Sebagai langkah awal dilakukan survai yang meliputi pengukuran sumber air dan penyelidikan alter-natif mengingat geografi daerah Kodi sangat datar. Selain itu, dilaksanakan pembahasan mendalam mengenai hasil yang diharapkan dari segi sosial, kelembagaan, keuangan dan teknis sebelum ada keputusan akhir. Pada saat yang sama juga diputuskan untuk membangun organisasi pengelola khusus yang berazaskan ‘kepemilikan oleh masyarakat’, ‘pengelolaan secara profesional’ dalam ‘kerangka hukum’ yang jelas.

Pada tahun 2006 dibuatlah Master Plan untuk Kodi Utara dan pada tahun 2007 dana sumbangan masyarakat mulai dikumpulkan dan persiapan awal kelompok pengelola air dilakukan. Pada tanggal 25 November 2006 dan sekali lagi di awal 2007, para pemangku kepentingan berkumpul di Kodi dan sepakat bahwa sekurang-kurangnya 75% dari sumbangan uang sebesar Rp 30,000 per anggota keluarga bagi sekitar 15.000 pemakai air harus sudah terkumpul pada

tanggal 31 Juni 2007. Pada tanggal 4 Juli 2007 sumbangan uang dari masyarakat yang terkumpul berjumlah Rp.424.034.505, atau 94% dari jumlah yang dibutuhkan sebesar Rp. 450 juta. Keberhasilan

ini atas usaha dan kerja sama kelompok masyarakat dan pemerintah daerah dalam mengembangkan

pendekatan inovatif, misalnya dengan menghitung sumbangan uang dalam satuan vo lume beras. Sumbangan uang yang dituntut untuk mendukung pembangunan sistem penyediaan air oleh ProAir dimaksudkan bukan untuk membayar konstruksi tetapi sebagai simpanan untuk pembiayaan awal operasi dan pemeliharaan sistem oleh kelompok masyarakat pengelola air (tabungan pemeliharaan).

Dengan terkumpulnya dana ter-sebut, para pemangku kepentingan memutuskan persiapan pembangunan sistem penyediaan air di Kodi dapat dilanjutkan, termasuk pembuatan

Rencana Rinci (Detailed Engineering Design/

DED). Pada tang gal

13 Agustus 2007, KfW menyampaikan pada Kementerian Kesehatan bahwa semua prasyarat untuk sistem di Kodi telah terpenuhi dan tidak ada lagi keberatan pelaksanaan pembangunan sistem Kodi. Maka dimulailah pembuatan DED

dan persiapan tender berdasarkan perhi tungan besaran yang ‘aman’ dari sumber Mataloko yaitu 32 liter per detik.

Tetapi sistem kompleks seperti ini bukanlah tanpa tantangan. Dalam kurun waktu antara bulan Oktober dan November 2007, konsultan yang melaksanakan pemberdayaan masyarakat berkesimpulan bahwa pembayaran dengan satu harga (fl at rate) seperti umumnya dalam sistem berbasis masyarakat di daerah pedesaan tidak mencukupi kebutuhan

Keberhasilan

ini atas usaha

dan kerja sama

(10)

pendanaan yang berkelanjutan untuk sistem dengan kran umum. Untuk dapat mencapai tingkat pelayanan dan pengumpulan dana yang dibutuhkan dalam pengelolaan profesional, diper-lukan sistem kombinasi dengan kios air dan sambungan rumah.

DED terpaksa disesuaikan dan baru bulan April 2008 proses tender untuk pipa transmisi dapat dimulai.

Tender untuk pipa transmisi dan sistem distribusi, maupun suplai,harus dilaksanakan secara terpisah. Selain proses persiapan dan penilaian yang membutuhkan waktu lama, sistem berbasis masyarakat seperti ini juga menghadapi banyak masalah dalam pelaksanaan konstruksi. Misalnya, bergesernya jalur pipa karena renovasi atau pelebaran jalan. Atau perlunya pembelian tanah di perbatasan desa Noha dan Wailabubur karena hanya tempat ini, yang sedikit lebih tinggi, cocok untuk pembangunan reservoir umum sebesar 400 m3. Pembelian tanah ini diatur oleh

masyarakat dan Camat Kodi Utara dan difasilitasi ProAir dan Pemda Sumba Barat Daya. Kelambatan proses diperparah oleh masalah dengan kontraktor lokal dan hujan yang sepanjang tahun. Masalah lain adalah sukarnya memperoleh ijin Kementerian Kehutanan untuk membangun jalur pipa transmisi di hutan Rokoraka. Karena sistem

tata kelola dan status hukum kawasan hutan yang kurang jelas, proses perolehan ijin (sementara) membutuhkan hampir satu tahun. Selama waktu itu, pekerjaan kons-truksi transmisi terhenti.

Organisasi Multi Desa Berbasis Masyarakat

Meskipun demikian, pada tahun 2009 pembangunan sistem ini cukup maju, bukan saja dari segi konstruksi tetapi juga dengan terbentuknya or-ganisasi berbasis masyarakat. Tim ProAir telah bekerja keras memba-ngun organisasi masyarakat ini, tidak saja di tingkat desa tetapi juga

an-tardesa untuk pengelolaan menyelu-ruh dengan mempertimbangkan ke-terwakilan yang layak. Pada akhirnya organisasi ini bahkan lebih besar dari organisasi perusahaan daerah air mi-num di Sumba Barat.

Struktur organisasi untuk sistem multi desa Kodi yang dikembangkan dalam tahun 2007/2008 adalah berdasar konsep pada halaman berikut: (lihat diagram)

Unit Profesional yang menun-tut adanya staf yang digaji sedang di seleksi dan dilatih. Anggota unit ini akan melakukan pengelolaan, operasi dan pemeliharaan rutin ha-rian sedang kan organisasi bersama antardesa akan mengawasi mereka. Konsep pengelolaan ini dikembang-kan tahun 2007 dan dalam pengem-bangannya akan disesuaikan dengan keadaan setempat. Akan tetapi pada saat air mulai mengalir nanti pada akhir 2010, semua sumberdaya sudah harus terbentuk dan siap berfungsi.

Pada saat ini tarif air ditetapkan Rp.5 per liter atau Rp.100 untuk satu ember atau jeriken 20 liter. Untuk itu digunakan koin khusus yang diproduksi oleh proyek, sampai saat ini sudah ada 250.000 butir. Satu koin bernilai Rp.2.550 untuk membayar 510 liter.

Pipa transmisi saat ini masih sedang dibangun. Bila selesai maka akan ada 6,8 km pipa transmisi dan 46,4 km pipa distribusi. Masyarakat telah membangun 57 kios, satu diantaranya akan dimanfaatkan khu-sus bagi truk air. Dari target 210 sambungan rumah sudah terpasang 170. Diharapkan pada akhir Tahun 2010 sistem ini akan rampung dan beroperasi. Investasi total KfW adalah Rp.37 Milyar atau sekitar 3 juta Euro.

Proses pengembangan dan pem-bangunan sistem multi-desa yang kompleks ini panjang dan sulit kare-PRO AIR

p y g j

pendanaan yang berkelanjut

d k

(11)

Edisi II, 2010

na selain melibatkan banyak pihak, proses ini menghadapi berbagai per-masalahan. Banyak orang terlibat. Tim motivator masyarakat memban-tu mempersiapkan dan membimbing masyarakat.Tenaga teknis (engineer dan site inspectors) merancang, me-ngelola dan meng awasi konstruksi dan para kontraktor pelaksana

kon-struksi. Banyak masalah dihadapi. Namun demikian, berkat kerja sama antara masyarakat dan pemerintah daerah, difasilitasi oleh tim proyek kebanyakan masalah dapat diatasi. Pemerintah daerah Sumba Barat Daya sangat mendukung dan meren-canakan mengembangkan lebih lan jut tipe sistem baru ini yaitu sistem yang

Diagram Konsep Struktur Organisasi Penyedia Air Bersih Kodi Utara

dikelola oleh Organisasi Berbasis Masyarakat (Community Based Orga-nization atau CBO), yang meman-faatkan keahlian profesional, yang diharapkan menjadi organisasi yang berkelanjutan dalam melayani kebu-tuhan air masyarakat, Kodi. Dengan liputan 10 desa dan 50.000 pemakai air, sistem ini seukuran dengan sistem bagi satu kota agak besar di NTT.

Untuk itu dibutuhkan du kung an bagi CBO, akses terhadap informasi dan “expertise” (keahlian pengetahuan khusus) dan ketersediaan bahan dan peralatan yang tepat, dana yang cu-kup dan terjamin, serta keah lian di bidang kelembagaan dan teknis. Dan pada akhirnya dibutuh kan proses yang tepat untuk mengembangkan organisasi tersebut sebagai pemilik dan pengelola yang sah.

Penulis adalah

Team Leader Financial Cooperation ProAir (Depkes, KfW Component) Komite

Keuangan Audit Laporan Keuangan

Pimpinan Dewan Federasi

Federasi Pengelola Air

Kepala Komite Pelaksana

Kepala Komite Pelaksana

Kepala Komite Pelaksana

Kepala Komite Pelaksana

Pelaksana Harian

Pelaksana Harian

Pelaksana Harian

Pelaksana Harian

Asosiasi Pengelola

Asosiasi Pengelola

Asosiasi Pengelola

Asosiasi Pengelola

Pengguna Pengguna Pengguna Pengguna

Manajer Umum

Bagian Teknis

Staf

---Bagian Keuangan

Staf

---Komunikasi dan Kerjasama Harian Konsultasi dan

Koordinasi Harian Laporan Rui n

Rekomendasi

Rekomendasi

4 Anggota Terpilih

4 Kepala Komite Pelaksana

Anggota

(12)

S

ALAH satu tokoh di balik suksesnya program Pro Air dalam memberikan layanan air minum bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah Bernd Ugner. Pria jangkung berkebangsaan Jerman ini beri nggi badan 198 cm, boleh jadi dia merupakan salah satu “champion” di balik sukses air minum muli desa di Nusa Tenggara Timur.

“Saya sering terharu jika mengingat perjuangan warga desa terpencil di Nusa Tenggara Timur untuk mendapat air minum. Salah satu cerita yang i dak pernah saya lupa, seorang anak berumur 10 tahun yang berjalan 3 km menenteng jerigen ke salah satu mata air. Kei ka sampai di mata air dan mengisi jerigennya, dia i dak membuang sisa air yang dia dapat tapi dimasukan kembali ke dalam sumur. Anak sekecil itu menyadari peni ngnya air bagi saudaranya yang lain,” ujar Bernd terharu kei ka mengisahkan cerita

tersebut kembali kepada Percik .

Bernd Ugner telah sejak

tahun 2003 terlibat dalam program Pro Air dalam menyediakan air minum berbasis masyarakat di NTT. Saat pertama kali bersentuhan dengan masyarakat NTT khususnya di pedesaan, kondisi saat itu belum ada kesadaran masyarakat tentang sanitasi dan hidup dengan lingkungan yang sehat. Pertama kali saya berada di Sumba Timur yang kondisinya lebih memprihai nkan lagi. Ketersediaan air sangat terbatas, warga harus berjalan kaki hingga puluhan kilo meter untuk mendapatkan air minum di sumber mata air Nabbo.

Menurut Bernd, salah satu kendala paling besar dalam penyediaan air muli desa di NTT adalah persoalan geografi s dan juga persoalan budaya.

Persoalan geografi s sangat jelas karena hampir

sebagian besar pedesaan di NTT berbukit-bukit, sedangkan persoalan budaya karena warga di NTT punya kebiasaan untuk i nggal di atas bukit, sedangkan mata air di bawah. Mereka i dak mau mendekai mata air dan lebih suka berada diatas bukit karena alasan

PRO AIR

Bernd Ugner:

Menitikkan Air Mata

(13)

Edisi II, 2010

untuk bertahan dari serangan musuh lebih mudah. Ini sangat kuat mereka pegang teguh. Padahal alasan ini sangat i dak masuk akal, karena jika musuh sudah menguasai sumber air, tentunya mereka i dak akan pernah dapat air. Mereka juga i dak lagi bisa pindah ke sumber air karena di bukit-bukit tersebut leluhur mereka dikubur.

Kei ka pertama kali membuat program

pemberdayaan masyarakat untuk memperoleh air minum di Sumba Timur, dari sejumlah kecamatan hanya dua kecamatan mengusulkan perlu mendapat bantuan teknis dan prasarana. Sedikitnya 84 desa mengusulkan perlu mendapat kebutuhan air

secepatnya, sayang sejumlah usulan banyak kelemahan karena persoalan budaya dan sumber air berada di bawah desa dan perlu waktu untuk mengangkat ke atas. Dari sejumlah usulan tersebut ( 84 desa) ternyata hanya 8 desa yang cocok dengan sistem gravitasi, ini yang di bantu Pro Air saat itu. Banyak desa yang terpisah-pisah, jarak rumah satu dengan lain agak berjauhan. Banyaknya usulan ini menunjukan buki kebutuhan air sangat i nggi.

“ Kami keliling ke sei ap desa dan melihat sejauh mana kebutuhannya. Kami melihat hal ini sangat serius. Saat itu memang sangat dilemai s, jika mereka diberikan pompa air untuk mengangkat air ke atas bukit sangat sulit karena i dak ada listrik dan solar. Dan kami juga ragu masyarakat mampu mengelolanya. Akhirnya, kami hanya membantu 8 desa. Investasi yang diberikan Pro kami kepada i ap orang sekitar 100 Euro per kepala,” ujarnya.

Pro Air, merupakan proyek air minum pemerintah Jerman di NTT yang bermula di 3 kabupaten yaitu Sumba Timur, Sumba Barat dan Timor Tengah Selatan (TTS). Kemudian meluas ke kabupaten Alor dan Ende. ProAir adalah program penyediaan air minum yang berbasis masyarakat pedesaan yang menggunakan sisi m gravitasi dan sumur gali. ProAir melibatkan semua pihak termasuk insinyur yang menyusun desain dan program sesuai dengan aturan main standar internasional, serta berkesinambungan.

Air minum terdapat jauh di dalam tanah yang gersang dan berbatu-batu di NTT. Masalahnya bagaimana mengangkat air tersebut ke permukaan, yang dibutuhkan masyarakat terutama yang i nggal di dataran i nggi. Di NTT juga terdapat sungai-sungai yang airnya berlimpah ruah.

Posisi dan peran Pemda cukup posii p sekalipun Pemda sendiri sedang menghadapi masalah desentralisasi. Spesialisasi merupakan salah satu masalah, selain pengawasan, kerja sama antarintansi serta pelayanan masyarakat. Aki vitas PDAM lebih diarahkan pada penyediaan air minum di perkotaan, sementara dana rui n dari pemerintah pusat i dak mencukupi untuk penyediaan air minum di pedesaan.

ProAir merupakan proyek air minum yang berbasis masyarakat, dengan tujuan agar masyarakat dapat menjaga dan mengelola sarananya sendiri. Hal ini merupakan penjabaran kebijakan nasional yang tercantum dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat. Tentu i dak mudah untuk mengubah perilaku masyarakat agar dapat bertanggung jawab dalam mengelola sarananya sendiri.

Proyek ini berbeda dengan proyek konvensional lainnya, dimana sistem sudah jadi dan digunakan. Dalam ProAir, dibutuhkan perjuangan yang sangat sulit untuk dapat membuat masyarakat sadar akan kegunaan dari sistem tersebut, dan sasaran akhir adalah masyarakat mampu menjaga, mengelola dan memelihara sendiri sarananya. “Jadi jangan

berburuk sangka dulu karena dalam ProAir, konstruksi adalah suatu proses bukan hanya bangun dan jadi. Tetapi juga peni ng bagaimana dengan keberlanjutannya. Hal ini yang mau dicapai oleh ProAir. saya sendiri sudah mengalami bagaimana sulitnya melaksanakan program ini,” katanya.

Bagaimana sulitnya memberi pengeri an kepada masyarakat pedesaan. Sampai saat ini kami masih belajar dan mencari bentuk yang paling opi mal agar program ini berhasil.

(14)

Komitmen yang diharapkan dari masyarakat adalah masyarakat sadar untuk mengelola dan memelihara sarana umum khususnya air minum agar sistem dapat bertahan selama mungkin dan i dak hanya jadi monumen.

Ini merupakan realita di desa-desa di hampir semua kabupaten di provinsi Nusa

Tenggara Timur. Curah hujan yang kecil, kondisi lahan yang kering dan krii s telah menjadikan air sebagai suatu barang yang langka. Hampir sei ap rumah tangga di pedesaan harus mengirimkan salah satu anggotanya untuk berjalan kaki mengambil air di tempat yang cukup jauh sei ap hari. Tidak terkecuali anak-anak. Banyak waktu belajar yang terbuang akibat harus “menarik” beban memenuhi kebutuhan air di rumah.

Harus diakui, lanjut Bernd

antusiasme warga NTT untuk mendapatkan air dapat dilihat dari kontribusi tenaga bagi kelancaran pembangunan sarana air minum di desa mereka. Tua, muda, laki-laki, perempuan, semua hadir mewujudkan impian bersama. Kerjasama ini bersifat mutlak bagi peningkatan rasa memiliki dari masyarakat terhadap sarana.

Dijelaskan oleh Bernd apa yang dilakukan ProAir merupakan sinergi dari program Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), KfW Bankengruppe (Grup Perbankan KfW), dan German Technical Cooperai on (GTZ) yang sepakat

melaksanakan bersama program ProAir beserta

Pemerintah-pemerintah kabupaten di Nusa Tenggara Timur. Dalam lingkup kerjasama ini, GTZ menyediakan bantuan teknis untuk pemberdayaan masyarakat, sementara KfW menyediakan bantuan dana untuk investasi. Mitra kerja ProAir di daerah adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BMPD).

Tujuan dari ProAir adalah membentuk struktur manajemen sederhana di i ngkat desa yang memungkinkan

kemandirian didalam pengelolaan sistem penyediaan air minum dan sanitasi yang berkesinambungan. Program ini juga membantu pemerintah daerah dalam rangka pembentukan dan pemberdayaan organisasi pengelola dan

infrastruktur, membangun sistem pemantau struktur air, dan

menyusun peraturan perlindungan sumber air.

Dampak yang diharapkan dalam jangka panjang, penyediaan air minum dan sanitasi yang berkesinambungan diharapkan dapat meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat. Jarak yang semakin dekat ke sumber air minum akan mengurangi waktu yang dihabiskan para ibu dan anak-anak untuk mengambil air. Hal ini akan membuka peluang untuk melakukan aki vitas yang lebih produki f yang pada akhirnya akan mengurangi i ngkat kemiskinan. Dengan memindahkan tanggung jawab atas pengelolaan air dan sanitasi kepada masyarakat akan menciptakan kesempatan kerja baru dan diversifi kasi ekonomi.

Harus diakui, lanjut

Bernd antusiasme

warga NTT untuk

mendapatkan air dapat

dilihat dari kontribusi

tenaga bagi kelancaran

pembangunan sarana

air minum di desa

mereka.

sum

jan dan

.

H

H

arus

Bernd

(15)

Edisi II, 2010

A

ir merupakan karunia Tuhan untuk umatnya, ter-masuk seluruh rakyat Indonesia, sedangkan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 diamanatkan bahwa penguasaan atas bumi, air, dan ruang angkasa, serta keka-yaan yang terkandung di dalamnya itu untuk diperguna-kan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat. Pengua-saan yang dimaksud tidak menempatkan negara sebagai pemilik (ownership), tetapi tetap pada fungsi-fungsi penye-lenggaraan negara.

Air merupakan kebutuhan makhluk hidup yang pa ling hakiki, termasuk manusia, tanaman dan hewan, oleh sebab itu air perlu ditata pengguna an nya

agar memberikan manfaat bagi rakyat-nya. Dalam jaring an distribusi air, diperlukan suatu sistem yang terkoor-dinasi, baik antara para pe laku mau-pun pembuat kebijakan, dan jaminan pero lehan air yang cukup.

Begitu pentingnya masalah air, baik untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup rakyat banyak maupun untuk kebutuhan pertanian (teruta-ma tana(teruta-man pangan) dan ke perluan pada sektor lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa air menjadi suatu komoditas yang memiliki posisi stra-tegis dari kepentingan-kepentingan untuk peme nuhan kebu tuhan hajat hidup, bisnis, industri,

pertanian/iri-gasi, maupun ketahanan pangan yang menjadi bagian dari sistem ketahanan nasional. Posisi air yang strategis dalam menguasai hajat hidup orang banyak, maka tidak dapat di-elakkan bahwa air akan menjadi persoalan tarik menarik dari berbagai kepen tingan. Oleh karena itu, persoalan air harus ditata dengan baik melalui perangkat peraturan perundang-undangan yang dapat melindungi dan mewujudkan keter-tiban umum yang mencerminkan keadilan masyarakat.

Kewenangan Pengelolaan

Sejak berlakunya Otda melalui UU No. 22 Tahun 1999 hingga direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004, undang-undang yang berhubungan pengelolaan air adalah UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Dalam UU Sumber Daya Air dua jenis kewenangan ini dinyata-kan secara detail (pasal 16 sampai 18). UU Sumberdaya Air memberikan kewenangan dan tanggung jawab daerah atas pengelolaan sumberdaya air yakni dalam hal menetap-kan kebijamenetap-kan pengelolaan sumber daya air, menetapmenetap-kan pola pengelolaan sumber daya air, menetapkan rencana

pe-ngelolaan sumber daya air, menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air, melaksanakan pengelolaan sumber daya air, meng atur, menetapkan dan memberi izin penyediaan, per untukan, penggunaan, dan pengusahaan air, membentuk dewan sumber daya air, memenuhi kebutuhan pokok mi nimal sehari-hari atas air dan menjaga efekti-vitas, efi siensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota. Dengan cara seperti itu, UU Sumber Daya Air secara leng-kap menguraikan tentang kewenangan baik yang sifatnya substantif maupun teknis. Kewenangan teknis terutama menyangkut peng aturan, penetapan, pemberian izin, penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air serta pembentukan dewan sumber-daya air sedangkan kewenangan substantif adalah delapan kewenangan lainnya yang secara singkat dapat dikatakan sebagai kewenangan otonomi pengelolaan SDA.

Di dalam UU Sumber Daya Air terlihat banyak meng atur soal partisipasi masyarakat. Dalam bagian menim bang huruf (d) dikatakan: ‘Sejalan de-ngan semangat demokratisasi,

Regulasi

Pengaturan Tata Kelola Air

Perlu Payung Hukum Kuat

(16)

desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidup an bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan sumber daya air’. Keten-tuan ini selanjutnya diatur lebih komprehensif dan meluas dalam BAB XI Tentang Hak, Kewajiban dan Peran Serta Masyarakat. Dikatakan bahwa “masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan dalam proses peren-canaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pe ngelolaan sumber daya air”. Pelaksanaan partisipasi itu kemudian akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. UU ini juga menetap-kan hak masyarakat yang harus dipenuhi sebagai prasyarat terlaksananya partisipasi yang sejati. Hak-hak tersebut ada-lah hak informasi, mendapat manfaat, ganti rugi, keberatan, laporan dan pengaduan dan hak menggugat ke pengadilan atas pengelolaan sumber daya air.

Pengaturan Hak Atas Air Hak Guna Air

Hak guna air yang disebutkan pada UU SDA pasal 6, 7, 8, dan 9 dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu hak guna pakai air dan hak guna usaha air. Hak guna pakai air adalah hak penggunaan air untuk kebutuhan pokok sehari-hari atau nonkomersial, sementara hak guna usaha air adalah hak untuk mengusahakan air bagi tujuan-tujuan komersial. Hal ini secara eksplisit telah menempatkan air sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan. Hak guna air tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya, sedangkan Hak guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi.

Hak guna pakai air memerlukan izin oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya apabila:

a. cara menggunakannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami sumber air;

b. ditujukan untuk keperluan kelompok yang memer-lukan air dalam jumlah besar; atau

c. digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem iri-gasi yang sudah ada.

Hak guna pakai air meliputi hak untuk mengalirkan air dari atau ke tanahnya melalui tanah orang lain yang berbatasan dengan tanahnya berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang bersangkutan (dapat berupa kesepakatan ganti kerugian atau kompensasi). Hak guna pakai ini dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah

sesuai dengan kewenangannya.

Perizinan

Dapat dipahami bahwa perizinan memang menem-patkan posisi dan peran negara sesuai dengan fi losofi dasar konstitusi (UUD 1945), dalam UU SDA penting untuk menempatkan rasa keadilan masyarakat. Perizinan mengacu pada pemikiran perlindungan terhadap kepentingan rakyat banyak terhadap kebutuhan air baku dan konsep pelestarian lingkungan hidup dan kelestarian sumber daya air. Perizinan dalam UU SDA diberlakukan secara menyeluruh (pasal 45), termasuk penggunaan air pada lokasi (4a), Pemanfaat-an wadah air (4b), pemPemanfaat-anfaatPemanfaat-an daya air (4c), alokasi air untuk pengusahaan dan rencana pengelolaan sumber daya air (pasal 46).

Air Baku Rumah Tangga

Di dalam hal penyediaan air minum rumah tangga, maka pengembangan sistemnya menjadi tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah, akan tetapi penye-lenggaraannya dapat diberikan kepada BUMN/BUMD, Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat (UU SDA pasal 40). Pengaturan terhadap pengembangan sistem pe-nyediaan air minum bertujuan untuk:

a. terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga yang terjangkau; b. tercapainya kepentingan yang seimbang antara

kon-sumen dan penyedia jasa pelayanan; dan

c. meningkatnya efi siensi dan cakupan pelayanan air minum.

Konservasi

UU SDA menekankan konsep pelestarian (konservasi) sumber daya dan distribusi untuk menjaga stabilitas sumber daya dan siklus air, serta pemikiran administratif (per izinan dan pemberian hak). Konservasi mendapat penekanan un-tuk kelangsungan sumberdaya air yang telah mengalami pengrusakan pada hutan-hutan di daerah hulu (pegunung-an) dengan usaha-usaha pencegahan secara konkrit.

Pengrusakan hutan dan lingkungan yang dilakukan secara sistematis sebagaimana pada UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup mendapatkan perhatian yang lebih serius, penghukuman dan penjeraan terhadap pelaku-pelaku pengrusakan dirumuskan dalam konsep pemidanaan yang begitu berat baik pemidanaan badan maupun pembebanan ganti rugi dan denda yang sebesar-besarnya. Konservasi harus menumbuhkan semangat kepada seluruh unsur masyarakat untuk menjaga kelestarian sumber daya air, pertanian konservasi pada wilayah hulu untuk dirangsang menumbuhkan semangat konservasi.(eko/dewi)

,

desentralisasi, dan keterbuk

b k b b d

(17)

Edisi II, 2010

H

ari Lingkungan Hidup Sedunia (World

Environment Day/WED) diperingati pada tanggal 5 Juni setiap tahunnya sejak PBB mengadakan Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1977. Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia diselenggarakan di bawah kordinasi United Nations Environment Programme (UNEP), yang dibentuk PBB sejak 1977.

Pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun 2010 ini, mengangkat tema “Many Species. One

Planet. One Future” (Banyak Spesies. Satu Planet. Satu Masa Depan). Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2010, sebagaimana dilansir dari situs resmi UNEP akan dipusatkan di kota Kigali, ibu kota Rwanda, sebuah negara di Afrika Timur.

UNEP berencana menjadikan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (WED) 2010 sebagai perayaan terbesar dalam merangsang kesadaran publik seluruh dunia akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup.

Tema WED kali ini berhubungan dengan pencanangan tahun 2010 sebagai Tahun Internasional Keanekaragaman Hayati (International Year of

Biodiversity) dengan COP 10 Convention on Biological Diversity (CBD) di Nagoya, Jepang yang berlangsung pada 18-29 Oktober 2010.

Tema ini diharapkan mampu mengajak seluruh dunia untuk melestarikan keragaman kehidupan di bumi. Memberikan kesadaran bahwa sebuah dunia tanpa keanekaragaman hayati adalah prospek yang sangat suram. Jutaan orang

Agenda

(18)

dan jutaan spesies berbagi bersama dalam satu planet yang sama, dan hanya dengan bersama-sama kita semua bisa menikmati masa depan yang lebih aman dan lebih makmur.

Lingkungan hidup, sering disebut sebagai lingkungan, adalah istilah yang dapat mencakup segala makhluk hidup dan tak hidup di alam yang ada di bumi atau bagian dari Bumi, yang berfungsi secara alami tanpa campur tangan manusia yang berlebihan. Lawan dari lingkungan hidup adalah lingkungan buatan, yang mencakup wilayah dan komponen-komponennya yang banyak dipengaruhi oleh manusia.

Hari Lingkungan Hidup Sedunia dirayakan dalam banyak hal di negara-negara seperti Kenya, Selandia Baru, Polandia, Spanyol dan Amerika Serikat. Kegiatan yang dilakukan meliputi aksi unjuk rasa dan parade jalanan, serta konser, penanaman pohon, dan kampanye pembersihan. Di banyak negara, acara tahunan ini digunakan untuk meningkatkan perhatian politik dan tindakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya memperhatikan masalah lingkungan.

Di Indonesia

Di Indonesia acara peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia mendapat sambutan hangat dari pemerintah dan masyarakat Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Ibu Negara

Ani Yudhoyono memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia

yang jatuh pada 5 Juni 2010 di Istana Negara. Indonesia, melalui Kementerian Lingkungan Hidup, mengadopsi semangat seluruh bangsa di dunia, dengan mengusung tema `Keanekaragaman Hayati, Masa Depan Bumi Kita`. United Nations Environment Programme (UNEP) sendiri mengangkat tema `Many Species, One Planet, One Future.`

Pemilihan tema ini dianggap penting oleh Menteri LH Gusti Muhammad Hatta karena dapat mengingatkan bahwa Indonesia yang dikaruniai Tuhan kekayaan keanekaragaman hayati yang harus diwariskan kepada generasi yang akan datang. “Indonesia dikarunai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dengan dimilikinya sekitar 90 tipe ekosistem, 40 ribu spesies tumbuhan, dan 300 ribu spesies hewan. Keanekaragaman

hayati yang melimpah merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan bagi pembangunan ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujar Muhamad Hatta.

Presiden SBY sendiri dalam sambutanya mengatakan betapa pentingnya keanekaragaman hayati bagi Indonesia dan dunia. “Negara kita memiliki geografi yang khas dan unik. Kita kaya akan biodivertsity dan kita juga memiliki kekayaan alam, pantai terpanjang di dunia, hutan terluas ketiga di dunia. Kaya dengan fl ora, fauna, dan plasmanufa. Kita memiliki 500 jenis mamalia atau 12 persen yang dimiliki dunia. 500 jenis reptil atau 7 persen yang dimiliki dunia. 1500 jenis burung atau 17 persen yang dimiliki dunia. 38 ribu jenis tumbuhan, 1.260 jenis tumbuhan medis, 700 jenis rumput laut, 450 jenis karang batu, dan 2 ribu jenis ikan,” kata SBY.

“Mari kita bayangkan betapa Tuhan Yang Maha Kuasa menganugerahi Indonesia dengan biodeversity seperti itu yang sulit dicarikan bandinganya di negara-negara lain. Oleh karena itu kewajiban moral kita, tugas kemanusiaan kita, adalah menjaga kelestariannya, dan manakala itu kita gunakan untuk kesejahteraan rakyat, maka mestilah mempertahankan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan yang baik, yaitu systemable development atau pembangunan berkelanjutan. Bukan hanya untuk generasi kita tapi untuk anak cucu kita di masa akan datang. Green development, pembangunan yang ramah lingkungan,” SBY menjelaskan.

Dalam kesempatan ini Presiden SBY memberikan

Indonesia dikarunai

keanekaragaman hayati

yang sangat tinggi

dengan dimilikinya

sekitar 90 tipe ekosistem,

40 ribu spesies

tumbuhan, dan 300 ribu

spesies hewan

kita

uni dan alam hut flora fauna da

n

I

I

Indones

keanekar

POKJA

j p g

dan jutaan spesies berbagi b

d h d

(19)

Edisi II, 2010

penghargaan Kalpataru kepada 12 orang/organisasi untuk 4 kategori, penghargaan Adipura yang pada tahun 2010 ini meningkat menjadi 140 kota dari 126 kota pada tahun 2009. Sedangkan untuk penghargaan Adiwiyata Mandiri diberikan kepada 25 sekolah.

Sejumlah daerah juga menggelar acara peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, melakukan upacara bendera yang dipimpin langsung oleh Pelaksana Tugas Gubernur Kepri HM Sani di Kantor Gubernur, Tanjungpinang. Rangkaian acara peringatan di Provinsi Riau Kepulauan adalah pembuatan buku tentang lingkungan hidup. Buku ini memperoleh penghargaan ditingkat nasional. Kegiatan lainnya adalah pengelolaan amdal, melakukan sosialisasi bahaya limbah B3 bagi lingkungan sekitar maupun juga pengelolaan serta pemanfaatan air bersih. Kegiatan lainnya adalah melakukan nota kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Kepri, Badan Pengawasan Kota Batam dan Pemerintah Kota Batam, mengenai pengelolaan laut.

“Adapun puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup adalah penanaman 500 pohon penghijauan di Sungai Pulai serta pelepasan burung merpati di Kantor Gubernur,” kata Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kepri, Khairudin Ja’far.

Di Provinsi Gorontalo alam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tingkat Provinsi Gorontalo ke-38 yang dirangkaikan dengan Apel Korpri dan Hari Keluarga Nasional ke-17 Tingkat Kabupaten

Gorontalo, Wakil Gubernur Gorontalo H. Toni Uloli, SE menghadiri upacara peringatan tersebut yang didampingi Ketua DPRD Provinsi Gorontalo Marten Taha di Bumi Perkemahan Bongohulawa Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo. Upacara ini diawali dengan penanaman pohon pelindung yang penanamannya diawali oleh Wakil Gubernur Gorontalo Toni Uloli, Ketua DPRD Provinsi Gorontalo Marten Taha kemudian diikuti pejabat lainny

Puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup Dunia 2010 tingkat Jawa Timur dilaksanakan di Bendungan Selorejo Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang dan di Kota batu pada 26 Juli. Kepala Badan Lingkungan Hidup Prop Jatim, Indra Wiragana SH pada LJ, mengatakan, rangkaian kegiatan dimulai 23 hingga 26 Juli dengan beberapa kegiatan, diantaranya kemah hijau yang dilaksanakan pada 24 hingga 26 Juli di Bendungan Selorejo-Malang.

Penyebaran angket “Peduli Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas” dilaksanakan pada 23 Juli di Kota Batu. “Dengan penyebaran angket ini dimaksudkan agar masyarakat tahu tentang kondisi DAS Brantas saat ini sehingga menimbulkan kepedulian untuk berperan serta dalam pelestarian dan peningkatan kualitas DAS ini,” kata Indra. Selanjutnya, dengan mengadakan uji emisi kendaraan agar masyarakat mengetahui potensi beban pencemaran CO2 oleh kendaraan bermotor, yang akan dilaksanakan pada 23 Juli di Jalan Raya Kota Batu. (eko)

(20)

P

ada tahun 1994 Sidang Umum PBB telah mendeklarasikan tanggal 17 Juni sebagai Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Dunia melalui resolusi Nomor A/Res/49/115 untuk meningkatkan kesadaran publik akan bahaya degradasi lahan. Hal ini menunjukkan bahwa degradasi lahan merupakan masalah global dan merupakan proses degradasi lingkungan yang paling berbahaya di dunia. Sidang Umum PBB tersebut mengajak seluruh negara dan kalangan organisasi masyarakat madani untuk

memperingati, dan mendukung kegiatan berkaitan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan degradasi lahan setiap tanggal 17 Juni guna meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap prinsip pembangunan yang berkelanjutan.

(21)

Edisi II, 2010

kerangka kerja perubahan iklim). Upaya Departemen Kehutanan untuk mengajak masyarakat secara bersama-sama menanam pohon melalui kampanye Indonesia

menanam, seperti Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (Gerhan), Aksi Penanaman Serentak Indonesia (APSI), Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon (GPTPP) adalah merupakan implementasi dari konvensi UNCCD tersebut di Indonesia.

Demikian juga pengembangan Hutan

Kemasyarakatan, Hutan Rakyat, dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dilakukan pada lahan-lahan yang harus dilindungi. Namun demikian akhir-akhir ini kegiatan dimaksud lebih banyak hanya dikaitkan dengan penyerapan karbon sebagai implementasi kerangka kerja konvensi perubahan iklim (UNFCCC).

Maksud diselenggarakannya peringatan hari penanggulangan degradasi lahan ini adalah untuk mengingatkan kembali akan masalah degradasi lahan dalam kaitannya dengan masalah daya dukung DAS untuk masa depan bangsa. Dengan demikian, tujuan yang hendak dicapai adalah meningkatnya pemahaman akan degradasi lahan dan kesadaran akan bahayanya

terhadap kehidupan nasional sehingga diperoleh dukungan bulat dari pemangku kepentingan mengenai upaya perlindungan dan rehabilitasi hutan dan lahan seluruh DAS prioritas di Indonesia.

Tema peringatan Hari Penanggulangan Degradasi Lahan Sedunia tahun 2010 ini disesuaikan dengan tema tahun 2010 sebagai Tahun Internasional Keanekaragaman Hayati, yaitu: “Enhancing soils anywhere, enhances life everywhere” atau: “Memperbaiki tanah dimanapun, memperbaiki kehidupan dimana-mana”.

Tema tersebut menggambarkan bahwa degradasi lahan dan kekeringan secara signifi kan mempengaruhi seluruh komponen keanekaragaman hayati di dalam tanah. Luas lahan kritis dan sangat kritis diseluruh Indonesia sudah melebihi 30 juta ha. Penanggulangan atau rehabilitasi lahan terdegradasi tersebut harus diprogramkan secara cer mat yang sejalan dengan pembangunan pertanian yang berkelanjutan agar berdampak positif pada kesejahteraan rakyat.

Terkait dengan pembangunan AMPL, tentunya berkurangnya lahan kritis akan meningkatkan keberlanjutan sumber air, serta mengurangi banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau [Eko].

ISTIMEWA

Degradasi lahan dan

kekeringan secara

signi

fi

kan mempengaruhi

seluruh komponen

keanekaragaman hayati

(22)

Wacana

Oleh Lauren Damiar

P

ersediaan air minum di Indonesia, sebenarnya relatif cukup besar. Indonesia memiliki 6 persen dari persediaan air dunia. Sementara di Asia Pasifi k, 21 persen persediaan air ada di Indonesia. Namun dibandingkan Malaysia dan beberapa negara tetangga lainnya di Asia Tenggara, pemenuhan pasokan air bagi penduduk Indonesia lebih rendah.

Hingga kini jumlah penduduk Indonesia yang memiliki akses terhadap air minum kurang dari 40 persen. Cakupan air perpipaan secara nasional baru 17 persen, jauh dibawah target yang ditetapkan sebelumnya. Jaringan tersebut hanya mencakup 32 persen kawasan perkotaan dan jauh lebih rendah di perdesaan. Cakupan nyata di lapangan tentu lebih rendah, mengingat di banyak tempat, jaringan yang sudah terpasang tidak berfungsi optimal.

Saat ini Kementerian Pekerjaan Umum tengah beru-paya keras membangun fasilitas air minum bagi 15 juta KK di 30.000 desa yang kesulitan air minum di seluruh Indonesia dan dibutuhkan anggaran Rp 15 triliun. Setiap tahun hingga 2010 dibutuhkan Rp 5 triliun. Asumsinya tiap desa membutuhkan Rp 500 juta

Kondisi ketersediaan air di Indonesia tidak beda jauh dengan apa yang terjadi di tataran global. Indonesia berhadapan

15 Juta KK

di Indonesia Belum Peroleh

(23)

Edisi II, 2010

dengan persoalan ketersediaan air minum yang terus turun 15-35 persen setiap tahun akibat kerusakan alam dan pencemaran. Kondisinya akan bertambah parah jika persediaan air minum tersebut dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan mencapai 245,7 juta jiwa. Lebih dari setengah jumlah tersebut hidup di perkotaan dengan penggunaan air minum per kapita lebih besar dibandingkan penduduk pedesaan. Konsekuensinya, pertumbuhan permintaan air minum jauh tidak sebanding dengan kondisi ketersediaan dan pertambahan suplainya.

Karena itu, tidak terhindarkan mayoritas masyarakat Indonesia berhadapan dengan keterbatasan pemenuhan air minum sebagai persoalan sehari-harinya. Sekitar 6 juta rakyat miskin di beberapa tempat di Indonesia harus membeli air minum dari penjual keliling dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga air PDAM. Setidaknya ada 15 juta KK di 30.000 desa seluruh Indonesia yang tidak memiliki sarana air bersih.

Sejumlah persoalan air minum terjadi hampir di setiap tempat. Di distrik Tembuni, Teluk Bintuni, masyarakat

kesulitan mendapatkan air minum karena air tercampur minyak. Di Palembang, selama musim kemarau, masyarakat di desa Sungai Rengit, kecamatan Talang Kelapa, dan desa Limbang Mulia, kecamatan Pangkalan Balai, kabupaten Banyuasin harus bersabar menunggu dalam antrian ratusan orang, siang dan malam, untuk mendapatkan air minum dari satu-satunya sumur di daerah tersebut. Yang tidak tahan mengantri terpaksa membeli air dengan harga Rp.3.500 per jerigen berukuran 20 liter di Air Batu, 18 kilometer dari desa mereka.

Nusa Tenggara Timur: Daerah Krisis Air

Nusa Tenggara Timur termasuk daerah yang paling sering dan paling parah mengalami krisis air. Krisis tersebut baik dalam aspek ketersediaan (kuantitas) ataupun kualitas. Sepanjang 2007 lalu, hampir setiap hari berita tentang krisis air di Nusa Tenggara Timur mengisi halaman surat kabar lokal. Krisis air minum terjadi hampir merata di seluruh Nusa Tenggara Timur. Dari 19 (kini 20) kabupaten/kota di NTT hanya 5 kabupaten yang relatif tercukupi kebutuhannya.

Di musim kering, debit 29 sumber air dan sembilan sumur pompa yang menjadi sumber air masyarakat kota Kupang turun drastis, dari 10-75 liter per detik pada musim hujan menjadi 0,5-20 liter per detik. Hal ini menyulitkan distribusi air PDAM dengan prinsip gravitasi, sehingga distribusi air berkurang dari 3 hari sekali menjadi 5-7 hari sekali.

Selain kekurangan pasokan, masyarakat kota Kupang juga menghadapi persoalan kualitas air bersih. Menurut hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kota Kupang, 12 sumur galian yang melayani tangki air milik PDAM dan pengusaha lokal untuk dijual ke warga kota berkedalaman kurang dari 80 meter. Berapa di antaranya bahkan berkedalaman kurang dari 10 meter. Karena itu, air yang ada berasal dari air permukaan yang tercemar bakteri.

Pedesaan, persoalan ketersediaan air minum lebih berat. Hampir seluruh kecamatan di kabupaten Kupang, yang adalah daerah pedesaan, mengalami krisis air bersih. Warga desa Lefuleo, kecamatan Kupang Barat harus berjalan 4 km dari desanya untuk mendapatkan air bersih. Di desa Baumata Timur, Baumata Utara dan Kuaklalo di kecamatan Taebenu, masyarakat tidak sanggup lagi membiayai operasional pompa air yang membutuhkan Rp.600 ribu per empat jam. Sementara di beberapa desa di kecamatan Amarasi Barat, warga terpaksa membeli air seharga Rp 200 ribu per tangki.

Krisis air bahkan dialami oleh warga Tilong, desa Oelnasi, tempat terdapatnya bendungan terbesar di NTT. Jaringan

(24)

pipa dan 11 bak penampung yang telah dibangun di desa tersebut, sebagai balas jasa penyerahan tanah oleh rakyat untuk bendungan (rakyat menyerahkan lahan ulayatnya secara adat dengan janji akan mendapatkan pelayanan air bersih), tidak pernah dialiri air. Setiap hari kaum ibu di Tilong harus berjalan 3 km untuk memikul air.

Krisis air lebih buruk lagi di Pulau Sabu, baik di kecamatan Sabu Barat, Sabu Timur, Sabu Utara dan kecamatan Liae. Secara merata masyarakat di sana berhadapan dengan kurangnya pasokan air bersih. Di kabupaten Belu, dari 400.000 penduduknya, hanya 12 persen yang menikmati air bersih. Penduduk di desa-desa di pinggiran sungai Benanain seperti desa-desa Tafuli kecamatan Rainhat, desa Benae kecamatan Malaka Tengah, dan desa Manleten kecamatan Tasifeto Barat terpaksa

mengkonsumsi air sungai Benanain yang berlumpur dan tercemar kotoran hewan. Warga tidak sanggup berjalan 3-10 km tiap harinya ke mata air terdekat ataukah membeli pompa dan pipa agar dapat mengalirkan air dari mata air yang terletak di lembah itu. Hal serupa dialami warga desa Kateri di kecamatan Weliman, dan desa Buliaran di kecamatan Sasitamean.

Seperti halnya di kabupaten Belu, masyarakat kabupaten Ngada juga terpaksa mengkonsumsi air sungai karena sumber air minum jauh dari desa. Terlampau melelahkan untuk berjalan 3-7 km ke sumber air minum tiap harinya, warga desa Mainai di Wolomeze dan desa Benteng Tawa di kecamatan Riung Barat, terpaksa memanfaatkan air

sungai yang berlumpur dan menjadi tempat kubangan hewan. Persoalan serupa dialami warga desa Pondok di kabupaten Sumba Barat.

Di Solor, kabupaten Flores Timur dan 8 kecamatan di kabupaten Lembata, meskipun memiliki sumur, masyarakat mengkonsumsi air yang tidak layak. Sumur-sumur milik warga terkontaminasi resapan air laut. Untuk mendapatkan air yang bebas dari resapan air laut dibutuhkan sumur bor yang kedalamannya mencapai puluhan meter. Masyarakat tidak memiliki cukup dana dan teknologi untuk itu.

Penderitaan Terus Berlanjut

Krisis air minum berdampak pada banyak persoalan lain, seperti penyakit, turunnya tingkat kesejahteran, rendahnya produktivitas, dan terabaikannya kesempatan

memperoleh pendidikan. Di Nusa Tenggara Timur, sepanjang Agustus hingga September 2007, 11 balita meninggal akibat diare yang disebabkan kurangnya ketersediaan air minum dan buruknya kondisi sanitasi. Di provinsi ini, kasus kematian balita akibat diare terjadi sepanjang tahun.

Selain akses air minum yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan, bagi masyarakat yang terpaksa membeli air minum dari penjual keliling (mobil tangki dan gerobak dorong), keterbatasan air minum berarti bertambahnya beban anggaran untuk konsumsi rumah tangga. Harga air pada penjual keliling jauh lebih mahal dari tarif berlangganan air pipa milik PDAM. Karena itu, masyarakat yang tidak memiliki akses pada pelayanan PDAM atau yang pasokan air PDAM terhenti pada musim kemarau, harus mengurangi konsumsi kebutuhan lainnya agar dapat menutupi besarnya pengeluaran untuk membeli air bersih.

Di desa-desa yang tidak tersedia cukup sumber air bersih, masyarakat harus berjalan kaki berjam-jam hanya untuk mengambil satu atau dua jerigen air dari sumber yang jauh, atau menghabiskan waktunya dalam antrian panjang menunggu giliran di satu-satunya sumber air yang ada dan terbatas. Jika saja rumah penduduk di desa-desa tersebut telah terlayani jaringan pipa air bersih, tentunya waktu yang ada dapat digunakan untuk melakukan aktivitas ekonomi yang menambah pendapatan keluarga,

POKJA

p p p p

pipa dan 11 bak penampun

b b i b l j

(25)

Edisi II, 2010

atau juga aktivitas sosial-budaya. Bagi anak-anak, jauh dan terbatasnya sumber air dari rumah atau pemukiman mereka akan berarti kehilangan kesempatan untuk melanjutkan sekolah. Di Solor Barat, Flores Timur, sebelum adanya program pembangunan bak penampung air hujan (PAH), para perempuan muda tidak dapat melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi karena harus memikul tanggungjawab atas tersedianya air untuk kebutuhan rumah tangga. Berjam-jam mereka habiskan untuk berjalan kaki dan mengantri mengambil air dari sumber yang terletak jauh dari rumah. Tanggungjawab tersebut merupakan pembagian peran dengan orang tua yang berkerja di ladang.

Tanggungjawab Pemerintah

Bicara tentang sebab-sebab terjadinya krisis air, seringkali dengan mudah kita tempatkan sebagai sebab, hal-hal seperti: pertumbuhan pesat penduduk dan industri, beserta semakin beragamnya kebutuhan dan aktivitas hidup yang

membutuhkan air; keadaan lingkungan seperti iklim kering dan lahan gambut; ataukah perubahan lingkungan, baik secara alamiah maupun akibat pengrusakan dan pencemaran oleh ulah manusia. Hal-hal tersebut benar adanya. Tetapi jika berkaca pada sejumlah krisis air di daerah-daerah yang disebutkan di depan, kebijakan pemerintah turut menyumbang peran penting bagi krisis air yang tak kunjung usai.

Hal yang paling banyak disorot dari tanggungjawab pemerintah terhadap pemenuhan air minum adalah pembangunan jaringan perpipaan, yang tentu saja berkaitan dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pembangunan jaringan pipa air minum di Indonesia telah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda. Pada masa tersebut, pengadaan sarana air minum perpipaan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang Belanda di kota-kota besar di Indonesia. Karena itu pembangunan jaringan pipa hanya melayani kawasan pemukiman tertentu, seperti Menteng di Jakarta dan pemukiman Belanda di kota-kota seperti Bogor, Medan,

dan Bandung.

Setelah kemerdekaan, sebelum tahun 1970an, tercatat beberapa proyek pembangunan instalasi air minum perpipaan, seperti pembangunan sarana air minum Pejompongan-1 untuk Kota Jakarta dan proyek-proyek yang dilaksanakan oleh Pengusaha Perancis (Degremont) di kota-kota besar Jakarta, Bandung, Makasar, Padang, Menado, dan Surabaya. Tentu saja, di tengah upaya mempertahankan

kemerdekaan, ke terbatasan

sumber daya, dan begitu banyak persoalan mendesak --yang harus ditangani sebagai negara yang masih sangat muda-- pembangunan instalasi air minum saat itu sangat tidak memadai dan hanya memenuhi bagian sangat kecil masyarakat.

Pada awal tahun 1970an, ketika pemerintah yang berkuasa memperkenalkan bentuk perencanaan pembangunan lima tahuhan (Repelita), pembangunan air minum dimasukan dalam kategori bidang sosial. Pengelompokan ke dalam kategori ini berkaitan dengan urutan prioritas dan alokasi dana. Kategori bidang sosial adalah kategori yang ber ada pada prioritas ke sekian setelah sektor-sektor lainnya. Tidak heran jika pada 1970an, tercatat kapasitas terpasang sarana air minum di seluruh Indonesia sebanyak ± 9.000 liter per detik dengan cakupan pelayanan ± 7 persen di perkotaan . Dengan jumlah penduduk saat itu ± 110 juta jiwa, tingkat konsumsi rata-rata (nasional) adalah 7,1 liter per orang per hari.

Pada tahun-tahun selanjutnya, hingga 1990an, pembangunan fasilitas air minum perpipaan dilakukan lebih luas. Saat itu ditetapkan target 60 Iiter per hari untuk setiap orang, dengan cakupan pelayanan 60 persen untuk perkotaan. Investasi dilakukan oleh pemerintah pusat, dimaksudkan sebagai investasi awal. Pada tahap selanjutnya PDAM dan Pemda diharapkan dapat mengembangkan sendiri pelayanan air minum sesuai perkembangan di wilayahnya. Untuk kawasan pedesaan, penekanan pembangunan fasilitas air minum lebih pada perbaikan kualitas prasarana

Berjam-jam mereka

habiskan untuk

berjalan kaki dan

mengantri mengambil

air dari sumber yang

terletak jauh dari

Gambar

Gambar 1: Ilustrasi konstruksi Disi lasi Surya
Gambar 3: Beberapa contoh disi lator surya

Referensi

Dokumen terkait

Kepala TK yang melakukan semua perencanaan ini harus sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan serta memiliki kesepakatan dan kerjasama dengan yayasan, agar bisa

[r]

Sebagian perempuan bahkan tak menyadari betapa terikatnya atau betapa cintanya sampai2 mrk merasakan sentakan saat pasangannya tidak ada. Kita terbiasa menganggap kerinduan

In case of the problematic students, negative emotions often affect students’ thoughts. Negative emotions can stimulate students’ cognitive ability. For example, when a

Kanak­kanak  lebih  mudah  mempelajari  bahasa  asing  berbanding  mereka  yang

Berdasarkan hasil penelitian pada peserta didik kelas IIIA Sekolah Dasar Negeri 29 Pontianak Kota dengan materi menulis karangan yang diajarkan dengan dengan

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) 2 telah dilaksanakan praktikan di SMK Masehi PSAK Ambarawa yang terletak di Jalan Pemuda No. Banyak kegiatan yang telah dilakukan

Dalam penelitian Diponegoro (2009), mengenai pengaruh dukungan suami terhadap lamanya proses persalinan kala II didapatkan hasil bahwa ibu yang mendapat dukungan