• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 02 PROFIL SANITASI SAAT INI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 02 PROFIL SANITASI SAAT INI"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

2-1

BAB 02

PROFIL SANITASI SAAT INI

2.1 Gambaran Wilayah dan Kependudukan

2.1.1 Geografis

Kota Bandung terletak pada koordinat 107º 36’ Bujur Timur dan 6º 55’ Lintang Selatan dengan luas wilayah sebesar 16.767 hektar. Wilayah Kota Bandung dilewati oleh 15 sungai sepanjang 265,05 km, dengan sungai utamanya, yaitu Sungai Cikapundung yang mengalir ke arah selatan dan bermuara ke Sungai Citarum.

Dilihat dari aspek geologisnya, kondisi tanah Kota Bandung sebagian besar merupakan lapisan aluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Perahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan jenis andosol, sedangkan di bagian selatan serta timur terdiri atas sebaran jenis aluvial kelabu dengan bahan endapan liat. Di bagian tengah dan barat tersebar jenis tanah andosol.

Iklim Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan di sekitarnya. Namun pada beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan suhu, serta musim hujan yang lebih lama dari biasanya. Dalam beberapa tahun terakhir ini, musim hujan dirasakan lebih lama terjadi di Kota Bandung.

Kota Bandung mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah di sekitarnya karena berada pada lokasi yang sangat strategis bagi perekonomian nasional. Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan utama di Pulau Jawa, yaitu:

1) Sebelah Barat dan Timur, pada posisi ini Kota Bandung menjadi poros tengah yang menghubungkan antara Ibukota Provinsi Banten dan Jawa Tengah.

2) Sebelah Utara dan Selatan, selain menjadi penghubung utama ibukota negara dengan wilayah selatan, juga menjadi lokasi titik temu antara daerah penghasil perkebunan, peternakan, dan perikanan.

(2)

2-2 Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Bandung ditetapkan dalam sistem perkotaan nasional sebagai bagian dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kawasan Perkotaan Bandung Raya. Selain itu, Kota Bandung juga ditetapkan sebagai Kawasan Andalan Cekungan Bandung, yaitu kawasan yang memiliki nilai strategis nasional.

2.1.2 Topografis

Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 m di atas permukaan laut (dpl). Titik tertinggi berada di daerah utara dengan ketinggian 1.050 m dpl, dan titik terendah berada di sebelah selatan dengan ketinggian 675 m dpl. Di wilayah Kota Bandung bagian selatan permukaan tanahnya relatif datar, sedangkan di wilayah kota bagian utara permukaannya berbukit-bukit. Wilayahnya yang dikelilingi oleh pegunungan membentuk Kota Bandung menjadi semacam cekungan (Bandung Basin).

2.1.3 Kondisi Administratif Kota Bandung

Secara administratif, Kota Bandung berbatasan dengan beberapa daerah kabupaten/kota lainnya, yaitu:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat;

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi;

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung;

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung.

Wilayah Kota Bandung tersebut dibagi menjadi beberapa wilayah administratif, yang terdiri atas:

1) 30 Kecamatan yang masing-masing dikepalai oleh seorang Camat, 2) 151 Kelurahan yang masing-masing dikepalai oleh seorang Lurah,

3) 1.578 Rukun Warga (RW) yang masing-masing dikepalai oleh seorang Ketua RW (Data dari Bagian Pemerintahan Umum), dan

4) 9.843 Rukun Tetangga (RT) yang masing-masing dikepalai oleh seorang Ketua RT (Data dari Bagian Pemerintahan Umum).

Secara lengkap, pembagian wilayah administratif Kota Bandung diuraikan dalam Tabel 2.1 berikut.

(3)

2-3 Wilayah Administrasi Kota Bandung

No Kecamatan Kelurahan Jumlah Nama Kelurahan

1. Bandung Kulon 8 Gempolsari, Cigondewah Kaler, Cigondewah Kidul, Cigondewah Rahayu, Caringin, Warungmuncang, Cibuntu, Cijerah

2. Babakan Ciparay 6 Margasuka, Cirangrang, Margahayu Utara, Babakan Ciparay, Babakan, Sukahaji 3. Bojongloa Kaler 5 Kopo, Suka Asih, Babakan Asih, Babakan Tarogong, Jamika 4. Bojongloa Kidul 6 Cibaduyut Kidul , Cibaduyut Wetan, Mekarwangi, Cibaduyut, Kebonlega, Situsaeur 5. Astanaanyar 6 Karasak, Pelindung Hewan, Nyengseret, Panjunan, Cibadak, Karang Anyar 6. Regol 7 Ciseureuh, Pasirluyu, Ancol, Cigereleng, Ciateul, Pungkur Balonggede 7. Lengkong 7 Cijagra, Turangga, Lingkar Selatan, Malabar, Burangrang, Cikawao, Paledang

8. Bandung Kidul 4 Wates, Mengger, Batununggal, Kujangsari

9. Buah Batu 4 Cijawura, Margasari, Sekejati, Jati Sari

10. Rancasari 4 Darwati, Cipamokolan, Manjahlega, Mekar Jaya

11. Gedebage 4 Rancabolang, Rancanumpang, Cisaranten Kidul, Cimincrang

12. Cibiru 4 Pasirbiru, Cipadung, Palasari, Cisurupan

13. Panyileukan 4 Mekar Mulya, Cipadung Kidul, Cipadung Wetan, Cipadung Kulon 14. Ujung Berung 5 Pasanggrahan, Pasirjati, Pasirwangi, Cigending, Pasirendah 15. Cinambo 4 Cisaranten Wetan, Babakan Penghulu, Pakemitan, Sukamulya 16. Arcamanik 4 Cisaranteun Kulon, Cisaranteun Binaharapan, Sukamiskin, Cisaranten Endah 17. Antapani 4 Antapani Kidul, Antapani Tengah, Antapani Wetan, Antapani Kulon 18. Mandalajati 4 Jatihandap, Karang Pamulang, Sindang Jaya, Pasir Impun 19. Kiaracondong 6 Kebonkangkung, Sukapura, Kebonjayanti, Babakansari, Babakansurabaya, Cicaheum 20. Batununggal 8 Gumuruh, Binong, Kebongedang, Maleer, Cibangkong, Samoja, Kacapiring, Kebonwaru

21. Sumur Bandung 4 Braga, Kebonpisang, Merdeka, Babakanciamis

22. Andir 6 Campaka, Maleber, Garuda, Dunguscariang, Ciroyom, Kebon jeruk 23. Cicendo 6 Arjuna, Pasirkaliki, Pamoyanan, Pajajaran, Husensastranegara, Sukaraja

24. Bandung Wetan 3 Tamansari, Citarum, Cihapit

25. Cibeunying Kidul 6 Sukamaju, Cicadas, Cikutra, Padasuka, Pasirlayung, Sukapada 26. Cibeunying Kaler 4 Cihaurgeulis, Sukaluyu, Neglasari, Cigadung

(4)

2-4

No Kecamatan Kelurahan Jumlah Nama Kelurahan

28. Sukajadi 5 Sukawarna, Sukagalih, Sukabungah, Cipedes, Pasteur

29. Sukasari 4 Sarijadi, Sukarasa, Gegerkalong, Isola

30. Cidadap 3 Hegarmanah, Ciumbuleuit, Ledeng

Jumlah 151

Sumber: Bandung Dalam Angka, BPS Kota Bandung, 2014

Adapun gambaran wilayah Kota Bandung dalam Peta Administratif dapat dilihat pada Gambar 2.1. Berdasarkan dari Peta Administratif Kota Bandung dapat diketahui kondisi terkini penggunaan luas wilayah per kecamatan yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2

Luas Administrasi dan Luas Wilayah Terbangun Saat Ini

NO

Nama

Kecamatan Kelurahan Jumlah

Luas Wilayah Administrasi terhadap (%) total Luas Administratif Terbangun terhadap (%) total Luas Administratif (Ha) (Ha) 1 Bandung Kulon 8 646 3,86 490,3 3,360 2 Babakan Ciparay 6 745 4,45 653,5 4,478 3 Bojongloa Kaler 5 303 1,81 306,3 2,099 4 Bojongloa Kidul 6 626 3,74 485,6 3,328 5 Astanaanyar 6 289 1,73 285,5 1,957 6 Regol 7 430 2,57 418,2 2,866 7 Lengkong 7 590 3,53 866,5 5,938 8 Bandung Kidul 4 606 3,62 577,1 3,955 9 Buah Batu 4 793 4,74 656,9 4,502 10 Ranca Sari 4 733 4,38 589,6 4,041 11 Gedebage 4 958 5,73 503 3,447 12 Cibiru 4 632 3,78 545 3,735 13 Panyileukan 4 510 3,05 426,3 2,921 14 Ujungberung 5 640 3,83 499,2 3,421 15 Cinambo 4 368 2,20 278,6 1,909 16 Arcamanik 4 587 3,51 560 3,838 17 Antapani 4 379 2,27 399,1 2,735 18 Mandalajati 4 667 3,99 650,6 4,459 19 Kiaracondong 6 612 3,66 409 2,803 20 Batununggal 8 503 3,01 449,7 3,082 21 Sumur 4 340 2,03 340 2,330

(5)

2-5

NO

Nama

Kecamatan Kelurahan Jumlah

Luas Wilayah Administrasi terhadap (%) total Luas Administratif Terbangun terhadap (%) total Luas Administratif (Ha) (Ha) Bandung 22 Andir 6 371 2,22 360,6 2,471 23 Cicendo 6 686 4,10 801,6 5,493 24 Bandung Wetan 3 339 2,03 338,1 2,317 25 Cibeunying Kidul 6 525 3,14 508,9 3,488 26 Cibeunying Kaler 4 450 2,69 422,2 2,893 27 Coblong 6 735 4,39 703,5 4,821 28 Sukajadi 5 430 2,57 4,3 0,029 29 Sukasari 4 627 3,75 585,3 4,011 30 Cidadap 3 611 3,65 477,6 3,273 TOTAL 151 16731 100,00 14592,10 100,000

Sumber: Bandung Dalam Angka, BPS Kota Bandung, 2014

Merujuk pada Tabel 2.2 di atas maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Astanaanyar merupakan kecamatan dengan luas wilayah terkecil yaitu hanya 2,89 Km2 atau sekitar 1,73%

dari Kota Bandung. Sedangkan kecamatan dengan luas terbesar adalah Gedebage dengan 9,58 Km2 atau sekitar 5,73% dari Kota Bandung.

(6)

2-6 Gambar 2. 1 Peta Wilayah Administrasi Kota Bandung

(7)

2-7 Gambar 2.2 berikut mendeskripsikan proporsi luas administratif per kecamatan dalam luas wilayah Kota Bandung. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa luas wilayah per kecamatan di Kota Bandung relatif tidak jauh berbeda satu sama lain yang berarti pemerataan pembagiaan pemerintahan telah cukup proporsional. Namun tingkat kependudukan dan kondisi sosial ekonomi per kecamatan dapat dijadikan bahan analisis selanjutnya untuk mengukur kebutuhan pembangunan infrastruktur permukiman.

Gambar 2. 2 Proporsi Luas Wilayah Administrasi per Kecamatan di Kota Bandung Sumber : Bandung Dalam Angka, BPS Kota Bandung, 2014

2.1.4 Kondisi Kependudukan

Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development), diperlukan komponen penduduk yang berkualitas. Hanya dengan adanya penduduk yang berkualitas, keberadaan potensi sumber daya yang beraneka ragam dapat dimanfaatkan secara tepat, efisien, dan berkesinambungan.

Perkembangan jumlah penduduk Kota Bandung selama periode 2012-2014 cukup mengalami peningkatan yang signifikan. Jika pada tahun 2012 jumlah penduduk Kota Bandung berjumlah 2.455.517 jiwa, pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi sebanyak 2.483.977 jiwa, atau mengalami peningkatan sebesar 1,16%. Pada tahun 2014 jumlah penduduk berjumlah 2.506.830 jiwa atau mengalami peningkatan sebesar 0,92% (LKPJ Walikota Bandung. 2014).

Kota Bandung yang merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat merupakan magnet penarik bagi penduduk dari daerah lain untuk datang ke Kota Bandung, baik yang bertujuan untuk menetap ataupun komuter. Aktivitas sosial dan ekonomi yang semakin kompleks dan berkembang pesat di Kota Bandung juga menjadikan salah satu daya tarik (pull factors) bagi

4% 4% 2% 4% 2% 3% 4% 4% 5% 4% 6% 4% 3% 4% 2% 4% 2% 4% 4% 3% 2% 2% 4% 2% 3% 3% 4% 3% 4% 4% Bandung Kulon Babakan Ciparay Bojongloa Kaler Bojongloa Kidul Astanaanyar Regol Lengkong Bandung Kidul Buah Batu Rancasari Gedebage

(8)

2-8 sebagian orang untuk mencari penghidupan di Kota Bandung. Selain akibat pertumbuhan penduduk secara alami (fertilitas), adanya migrasi masuk yang lebih besar dari migrasi keluar inilah yang menyebabkan jumlah penduduk Kota Bandung terus bertambah setiap tahunnya. Tabel 2.3 berikut mencantumkan Jumlah Penduduk serta Komposisi Penduduk di Kota Bandung.

Tabel 2.3

Jumlah dan Komposisi Penduduk Kota Bandung Tahun 2012-2014

Uraian 2012 2013 2014*

Peningkatan/ Penurunan Periode

2012-2014 (%)

Jumlah Penduduk (jiwa) 2.455.517 2.483.977 2.506.830 0,92

Rata-rata Kepadatan Penduduk

(jiwa/km2) 14.676 14.847 14.983 0,92

Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 1,26 1,16 0,92 -0,24

Komposisi Penduduk, menurut: a. Jenis Kelamin

Pria (orang) 1.246.122 1.260.565 1.272.162 0,92

Perempuan (orang) 1.209.395 1.223.412 1.234.668 0,92

b. Angkatan Kerja (orang) 1.171.551 1.176.377

Jumlah yang Bekerja (orang) 1.064.167 1.047.235

Jumlah pengangguran (orang) 107.384 129.142

Tingkat Pengangguran (%) 9,17 10,98

c. Pendidikan (penduduk usia> 10 th dan Ijazah tertinggi).

Tidak/belum pernah sekolah/tidak/belum tamat SD (orang) 191.141 224.078 SD/MI/sederajat (orang) 482.763 501.285 SMP/MTs/sederajat (orang) 409.741 411.969 SLTA/sederajat (orang) 661.857 743.328

Perguruan Tinggi (orang) 292.142 257.978

(9)

2-9 Dengan luas wilayah sekitar 167,31 Km2, maka kepadatan penduduk Kota Bandung

pada tahun 2013 adalah 14.847 jiwa/Km2 dan tahun 2014 adalah 14.983 jiwa/Km2. Seluruh

jumlah penduduk tersebut tersebar di kecamatan yang ada.

Distribusi jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Babakan ciparay, yaitu mencapai jumlah 147.096 jiwa. Kecamatan dengan jumlah penduduk tersedikit adalah Kecamatan Cinambo, dengan jumlah penduduk 25.231 jiwa dengan kepadatan 6.856 Jiwa/Km2.

Dari kecamatan yang ada, sekitar 50% penduduk tinggal di 10 kecamatan saja, yaitu Bandung Kulon, Batununggal, Kiaracondong, Babakan Ciparay, Coblong, Bojongloa Kaler, Cibeunying Kidul, Andir, Sukajadi dan Cicendo, yang rata-rata proporsi jumlah penduduknya mencapai 4%. Distribusi persentase jumlah penduduk Kota Bandung menurut kecamatan dapat dilihat pada

(10)

2-10 Tabel 2.4

Jumlah Penduduk dan Kepadatan Saat ini dan Proyeksinya untuk 5 tahun

No

Nama Kecamatan

Jumlah Penduduk (orang)

Jumlah

KK

Tingkat

Pertumbuhan

(%)

Kepadatan

Penduduk

(Orang/Ha)

2014

2015

2016

2017

2018

2019

1 BANDUNG KULON 143.690 144.980 146.281 147.594 148.919 150.256 28.738 0,0090 222,43 2 BABAKAN CIPARAY 148.417 149.750 151.096 152.453 153.822 155.204 29.683 0,0090 199,22 3 BOJONGLOA KALER 121.487 122.578 123.679 124.790 125.911 127.043 24.297 0,0090 400,95 4 BOJONGLOA KIDUL 86.369 87.076 87.788 88.506 89.230 89.960 17.274 0,0082 137,97 5 ASTANAANYAR 69.570 70.317 71.073 71.837 72.608 73.389 13.914 0,0107 240,73 6 REGOL 82.197 82.934 83.677 84.427 85.183 85.946 16.439 0,0090 191,16 7 LENGKONG 71.825 72.469 73.118 73.774 74.435 75.102 14.365 0,0090 121,74 8 BANDUNG KIDUL 59.486 60.020 60.559 61.102 61.651 62.204 11.897 0,0090 98,16 9 BUAH BATU 96.118 97.140 98.172 99.215 100.269 101.334 19.224 0,0106 121,21 10 RANCA SARI 78.454 80.044 81.667 83.322 85.011 86.735 15.691 0,0203 107,03 11 GEDEBAGE 38.061 39.066 40.097 41.156 42.242 43.357 7.612 0,0264 39,73 12 CIBIRU 73.622 75.263 76.941 78.656 80.410 82.202 14.724 0,0223 116,49 13 PANYILEUKAN 41.139 42.051 42.982 43.934 44.907 45.902 8.228 0,0221 80,67 14 UJUNGBERUNG 0,0203 122,59

(11)

2-11

No

Nama Kecamatan

Jumlah Penduduk (orang)

Jumlah

KK

Tingkat

Pertumbuhan

(%)

Kepadatan

Penduduk

(Orang/Ha)

2014

2015

2016

2017

2018

2019

78.460 80.050 81.673 83.328 85.016 86.739 15.692 15 CINAMBO 25.741 26.261 26.792 27.334 27.886 28.450 5.148 0,0202 69,95 16 ARCAMANIK 70.595 71.901 73.231 74.585 75.965 77.370 14.119 0,0185 120,26 17 ANTAPANI 75.298 76.144 77.000 77.865 78.740 79.625 15.060 0,0112 198,67 18 MANDALAJATI 64.523 65.483 66.456 67.444 68.447 69.465 12.905 0,0149 96,74 19 KIARACONDONG 133.457 134.958 136.477 138.012 139.565 141.135 26.691 0,0113 218,07 20 BATUNUNGGAL 122.288 123.664 125.055 126.462 127.885 129.325 24.458 0,0113 243,12 21 SUMUR BANDUNG 37.320 38.075 38.846 39.633 40.435 41.254 7.464 0,0202 109,76 22 ANDIR 98.641 99.741 100.853 101.978 103.115 104.265 19.728 0,0112 265,88 23 CICENDO 100.863 101.987 103.123 104.272 105.434 106.608 20.173 0,0111 147,03 24 BANDUNG WETAN 31.576 32.034 32.499 32.971 33.450 33.936 6.315 0,0145 93,14 25 CIBEUNYING KIDUL 108.905 110.015 111.137 112.270 113.415 114.571 21.781 0,0102 207,44 26 CIBEUNYING KALER 71.644 72.371 73.106 73.848 74.598 75.356 14.329 0,0102 159,21 27 COBLONG 132.871 134.226 135.594 136.976 138.373 139.784 26.574 0,0102 180,78 28 SUKAJADI 109.592 110.822 112.067 113.325 114.597 115.884 21.918 0,0112 254,86 29 SUKASARI 0,0112 132,10

(12)

2-12

No

Nama Kecamatan

Jumlah Penduduk (orang)

Jumlah

KK

Tingkat

Pertumbuhan

(%)

Kepadatan

Penduduk

(Orang/Ha)

2014

2015

2016

2017

2018

2019

82.827 83.757 84.697 85.647 86.609 87.581 16.565 30 CIDADAP 59.476 60.291 61.117 61.954 62.803 63.664 11.895 0,0137 97,34 Total 2.514.511 2.545.467 2.576.852 2.608.671 2.640.933 2.673.644 502.902 Sumber : Bandung Dalam Angka, BPS Kota Bandung, 2014

(13)

2-13 Berdasarkan Tabel 2.4 jumlah penduduk dan kepadatan saat ini dan proyeksinya untuk 5 (lima) tahun kedepan maka dapat dianalisis bahwa kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Bandung Kulon, Kiaracondong, Bojongloa kidul, Batununggal. Sedangkan wilayah Bandung Timur khususnya Gedebage, Arcamanik, Rancasari relatif jumlah penduduknya masih lebih sedikit dibandingkan Bandung Tengah dan Kulon sehingga telah sesuai pengembangan pembangunan dan pemerintahan ke depannya menurut RTRW Kota Bandung 2011-2031 akan diarahkan ke wilayah Bandung Timur. Hal ini tentunya harus ditunjang dengan kesiapan operasional teknis infrastruktur permukiman yang memadai.

Jumlah penduduk miskin dan hampir miskin di Kota Bandung pada tahun 2013 adalah 689.406 jiwa atau sebesar 27,75 % dari jumlah penduduk Kota Bandung. Menelaah lebih jauh jumlah dan pemetaan rumah tangga miskin di Kota Bandung maka dapat diperoleh informasi dari Gambar 2.3 bahwa sebaran rumah tangga miskin berada di mana saja. Informasi ini sangat berguna untuk mengetahui potensi tingkat resiko sanitasi yang cukup tinggi yang dapat berada di lokasi rumah tangga miskin yang berjumlah besar. Hal ini berdasarkan dari pemikiran bahwa kemiskinan secara tidak langsung berpengaruh terhadap kualitas dan akses terhadap infrastruktur perumahan dan kawasan permukiman yang minim sehingga perlu diprioritaskan untuk ditangani.

Gambar 2. 3 Peta Sebaran Rumah Tangga Miskin di Kota Bandung Sumber : Dit. Pengembangan Kawasan Permukiman, DJCK Kemen PU. 2013

(14)

2-14 Dari Gambar 2.3 di atas dapat diperoleh informasi bahwa jumlah rumah tangga miskin yang sangat tinggi yaitu kisaran 1000-9150 KK berada di Kecamatan Bandung Kulon, Bojongloa Loa Kaler, Babakan Ciparay, Kiaracondong dan Batununggal. Kecamatan dengan persentase penduduk miskin tertinggi (perbandingan penduduk miskin dengan jumlah penduduk) berada di Kecamatan Bojongloa Kaler dengan persentase 45,43% kemudian Kecamatan Batununggal dengan persentase 40,24%. Kecamatan dengan persentase penduduk miskin terendah adalah Kecamatan Rancasari dengan persentase 9,67% dan Kecamatan Bandung Wetan.

2.1.5 Kondisi Sosial Masyarakat

Masyarakat Kota Bandung sejak awal merupakan masyarakat yang heterogen, dan semakin lama semakin dibanjiri oleh pendatang yang menumpang hidup, dan turut menghidupi. Studi Bruner tersebut menunjukkan bagaimana kebudayaan Sunda menjadi pedoman pergaulan antar budaya di tempat-tempat umum. Menurutnya, acuan ke kebudayaan setempat yang dominan ini menunjang integrasi antar golongan penduduk yang beragam di kota. Meskipun studi itu tidak sampai memperlihatkan bagaimana peranannya dalam pembangunan kota.

Namun dewasa ini interaksi sosial di beberapa jenis tempat umum tidak lagi berpedoman kepada kebudayaan Sunda, melainkan pada kebudayaan nasional atau diwarnai oleh unsur-unsur kebudayaan para pelaku yang dominan di bidang kegiatan yang bersangkutan. Dengan demikian peranan kebudayaan Sunda (terutama dari sisi bahasa) sebagai sarana komunikasi umum di Kota Bandung, telah melemah.

Namun studi lain oleh Parsudi Suparlan (1974) memperlihatkan penyerapan bahasa Sunda oleh generasi kedua pendatang di Kota Bandung. Demikian pula, rasa turut memiliki Kota Bandung juga menguat di kalangan para pendatang yang telah tinggal di sini beberapa generasi. Bahkan beberapa tokoh yang terkemuka dalam upaya pelestarian peninggalan sejarah Bandung dan tradisi budaya Sunda, adalah orang-orang bukan-Sunda. Mereka ini juga menjadi semacam fasilitator antar golongan budaya, meski jumlahnya terlalu kecil. Sementara itu, kiranya juga dapat diterima bahwa di kalangan pendatang yang tinggal sementara, atau belum lama, belum tumbuh sense of belonging yang kuat untuk menumbuhkan sikap turut memelihara keadaan Kota Bandung, juga tidak memiliki legitimasi sosial untuk turut mengendalikan keadaan kota ini.

Perkumpulan para pendatang banyak, perkumpulan penduduk asli juga banyak, namun belum terjalin. Di Kota Bandung belum tumbuh perasaan kewargaan yang kuat yang mengikat, baik orang Sunda maupun bukan-Sunda sebagai warga kota, meskipun ada juga potensinya pada pertandingan-pertandingan olahraga tingkat tinggi dengan daerah lain, yang anggotanya juga meliputi warga Bandung yang bukan-Sunda.

(15)

2-15 Pemetaan mata pencahariaan di Kota Bandung berdasarkan gender dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut.

Tabel 2.5

Jumlah Penduduk 10 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama Di Kota Bandung Tahun 2013

No Lapangan Usaha Utama Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah

1 Pertanian 16.497 4.781 21.278 2 Industri 143.054 74.122 217.176 3 Perdagangan 195.197 137.637 332.835 4 Jasa 166.732 103.136 269.868 5 Lainnya 191.116 46.72 237.836 TOTAL 712.596 366.397 1.078.993

Sumber : Bandung Dalam Angka, BPS Kota Bandung, 2014

Mengacu dari data pada Tabel 2.5 di atas maka dapat diketahui bahwa Kota Bandung sebagai Kota Jasa dan Pariwisata memiliki sektor pedagangan dan jasa tertinggi sebagai sumber ekonomi dan sosial sehingga hal ini perlu didukung dengan kualitas dan kesiapan teknologi pengelolaan lingkungan hidup yang menunjang agar pergerakan ekonomi tersebut semakin positif dan berkembang sebagai entitas Kota Bandung sebagai Kota Metropolitan.

2.1.6 Kebijakan Penataan Ruang Kota Bandung

Perkembangan Kota Bandung yang sedemikian pesat menuntut upaya perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pembangunan dari segala sektor secara sinergis, berkesinambungan dan berkelanjutan. Oleh karena itu perencanaan pembangunan sanitasi periode tahun 2015-2019 ini perlu dimutakhirkan dengan perencanaan tata ruang dan wilayah Kota Bandung yang dituangkan dalam Perda Kota Bandung Nomor 18 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Bandung 2011-2031. Perencanaan Pembangunan Sanitasi Perkotaan Kota Bandung berdasarkan pada kebijakan dan aturan rencana ruang dan pola ruang agar dapat berkelanjutan dan terpadu dengan sektor lainnya.

Stategi Sanitasi Kota Bandung harus disesuaikan dengan tujuan penataan ruang Kota Bandung yaitu “Mewujudkan tata ruang yang aman, nyaman, produktif, efektif, efisien, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan, berbasis perdagangan, jasa dan industri kreatif yang bertaraf nasional.” Untuk itu telah ditetapkan kebijakan rencana struktur ruang dan pola ruang sebagai basis perencanaan fisik di Kota Bandung. Berikut ini uraian dari kebijakan penataan ruang Kota Bandung tersebut.

(16)

2-16  Kebijakan Struktur Ruang Kota Bandung :

1. Perwujudan pusat-pusat pelayanan kota yang efektif dan efisien dalam menunjang perkembangan fungsi kota sebagai kota perdagangan dan jasa yang didukung industri kreatif dalam lingkup Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, Provinsi Jawa Barat dan Nasional;

Dalam rangka upaya perwujudan pusat-pusat pelayanan kota yang efektif dan efisien tersebut maka strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut :

- mengembangkan 2 (dua) PPK untuk wilayah Bandung Barat dan wilayah Bandung Timur;

- membagi kota menjadi 8 (delapan) SWK, masing-masing dilayani oleh 1 (satu) SPK; - mengembangkan pusat-pusat pelayanan lingkungan secara merata;

- menyediakan fasilitas yang memadai pada tiap pusat pelayanan sesuai skala pelayanannya; dan

- menyerasikan sebaran fungsi kegiatan pusat-pusat pelayanan dengan fungsi dan kapasitas jaringan jalan.

2. Pengembangan dan peningkatan kualitas pelayanan sarana dan prasarana transportasi berbasis transportasi publik yang terpadu dan terkendali;

Dalam rangka upaya pengembangan dan peningkatan kualitas pelayanan sarana dan prasarana tersebut maka strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut :

- membuka peluang investasi dan kemitraan bagi sektor privat dan masyarakat dalam menyediakan prasarana dan sarana transportasi;

- mengawasi fungsi dan hirarki jalan;

- meningkatkan kapasitas jaringan jalan melalui pembangunan dan pelebaran jalan, manajemen dan rekayasa lalu lintas serta menghilangkan gangguan sisi jalan; - memprioritaskan pengembangkan sistem angkutan umum massal yang terpadu; - menyediakan fasilitas parkir yang memadai dan terpadu dengan pusat-pusat

kegiatan;

- mengembangkan sistem terminal dalam kota serta membangun terminal di batas kota dengan menetapkan lokasi yang dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah yang berbatasan;

- mengoptimalkan pengendalian dan penyelenggaraan sistem transportasi kota. 3. Peningkatan kualitas, kuantitas, keefektifan dan efisiensi pelayanan prasarana kota

yang terpadu dengan sistem regional.

Dalam rangka upaya Peningkatan kualitas, kuantitas, keefektifan dan efisiensi pelayanan prasarana kota yang terpadu dengan sistem regional maka strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut :

(17)

2-17

- menjaga keseimbangan ketersediaan air baku;

- mempertahankan kualitas air permukaan dan air tanah dangkal;

- Mewajibkan penyediaan sumur resapan dalam setiap kegiatan

pembangunan;

- mengupayakan ketersediaan sumber air baku melalui kerjasama antardaerah; - mengurangi tingkat kebocoran air minum;

- memperluas jaringan prasarana air limbah;

- mewajibkan penyediaan instalasi pengelolaan limbah khusus pada setiap kegiatan yang menghasilkan limbah;

- meningkatkan pelayanan prasarana drainase dalam rangka mengatasi

permasalahan banjir dan genangan;

- mengurangi volume sampah yang akan dibuang ke TPAS dengan cara

pengolahan setempat per-wilayah dengan teknik-teknik yang ramah lingkungan;

- meningkatkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana pengelolaan sampah;

- menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum di pusat-pusat pelayanan kota dan lingkungan sesuai dengan skala pelayanannya;

- mempertahankan serta memelihara fasilitas sosial dan fasilitas umum yang ada; - mengarahkan pengembangan fasilitas sosial dan fasilitas umum baru skala

kota dan wilayah ke Wilayah Bandung Timur;

- melengkapi fasilitas sosial dan fasilitas umum yang kurang di seluruh wilayah kota; - menyebarkan dan memeratakan fasilitas sosial dan fasilitas umum dan membatasi

fasilitas yang sudah jenuh;

- mengendalikan dampak negatif dari berbagai fasilitas sosial dan fasilitas umum; dan

- mengembangkan dan meningkatkan kapasitas dan kualitas sarana dan prasarana pemadam kebakaran.

Rencana struktur ruang disusun untuk mewujudkan efisiensi pemanfaatan ruang, keserasian pengembangan ruang dan keefektifan sistem pelayanan. Struktur ruang Kota Bandung terdiri dari unsur-unsur pusat-pusat pelayanan kota secara berjenjang, pembagian wilayah kota, sebaran kegiatan fungsional, dan sistem jaringan prasarana transportasi.

Untuk mendukung struktur ruang yang direncanakan, Rencana hirarki pusat pelayanan wilayah Kota Bandung dibagi menjadi 3 jenjang yaitu:

a. pusat pelayanan kota (PPK) melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional; b. subpusat pelayanan kota (SPK) yang melayani subwilayah kota (SWK); dan

(18)

2-18 c. pusat lingkungan (PL)

Pusat pelayanan kota yang direncanakan sampai dengan tahun 2031 adalah pusat Alun-alun dan Gedebage. Pusat Pelayanan Alun-alun melayani Subwilayah Kota (SWK) Cibeunying, Karees, Bojonegara, dan Tegalega, sedangkan Pusat Pelayanan Gedebage melayani Subwilayah Kota Arcamanik, Derwati, Kordon, dan Ujungberung.

Pusat Pelayanan Alun-Alun (PPK Alun-alun) melayani Subpusat Pelayanan Kota (SPK) Setrasari, Sadang Serang, Kopo Kencana dan Turangga. Kebijakan dasar pengembangannyaadalah urban renewal. Wilayah belakang Pusat Pelayanan Alun-alun adalah: 1. Subpusat Pelayanan Setrasari, melayani:

∙ Kecamatan Andir ∙ Kecamatan Sukasari ∙ Kecamatan Cicendo ∙ Kecamatan Sukajadi

2. Subpusat Pelayanan Sadang Serang, melayani: ∙ Kecamatan Cidadap

∙ Kecamatan Coblong

∙ Kecamatan Bandung Wetan ∙ Kecamatan Cibeunying Kidul ∙ Kecamatan Cibeunying Kaler ∙ Kecamatan Sumur Bandung

3. Subpusat Pelayanan Kopo Kencana, melayani: ∙ Kecamatan Astana Anyar

∙ Kecamatan Bojongloa Kidul ∙ Kecamatan Bojongloa Kaler ∙ Kecamatan Babakan Ciparay

4. Subpusat PelayananMaleer, melayani: ∙ Kecamatan Regol

∙ Kecamatan Lengkong ∙ Kecamatan Batununggal ∙ Kecamatan Kiaracondong

Artinya berdasarkan rencana pengembangan struktur ruang RTRW Kota Bandung 2011-2031 maka pembangunan infrastruktur termasuk sanitasi diprioritaskan dalam rangka peremajaan atau pemeliharaan terhadap fasilitas sanitasi yang telah ada. Adapun peningkatan cakupan pelayanan masyarakat terhadap infrastruktur sanitasi lebih dititikberatkan pada PPK Gedebage.

(19)

2-19 Pusat Pelayanan Gedebage melayani Subpusat Pelayanan Arcamanik, Ujungberung, Kordon dan Derwati. Kebijakan dasar pengembangannya adalah urban development. Wilayah belakang Pusat Pelayanan Gedebage adalah:

1. Subpusat Pelayanan Arcamanik, melayani: ∙ Kecamatan Arcamanik

∙ Kecamatan Mandalajati ∙ Kecamatan Antapani

2. Subpusat Pelayanan Ujungberung, melayani: ∙ Kecamatan Ujungberung

∙ Kecamatan Cibiru ∙ Kecamatan Cinambo ∙ Kecamatan Panyileukan

3. Subpusat Pelayanan Kordon, melayani: ∙ Kecamatan Bandung Kidul

∙ Kecamatan Buahbatu

4. Subpusat Pelayanan Derwati, melayani: ∙ Kecamatan Gedebage

∙ Kecamatan Rancasari

Berdasarkan hasil analisis yang dituangkan dalam RTRW Kota Bandung 2011-2031 maka pengembangan ruang yang memerlukan peningkatan infrastruktur adalah Wilayah Bandung Timur terutama di wilayah perumahan yaitu Arcamanik, Ujungberung, Kordon, dan Gedebage. Rencana Struktur Ruang Kota Bandung yang tertuang dalam RTRW Kota Bandung 2011-2031 dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini.

(20)

2-20 Gambar 2. 4 Peta Rencana Struktur Ruang Kota Bandung

(21)

2-21 Berdasarkan Rencana Struktur Ruang dalam RTRW Kota Bandung 2011-2031, telah ditetapkan pula rencana pengembangan jaringan prasarana kota. Terkait Perencanaan Pembangunan Sanitasi termasuk pada Rencana Pengembangan Prasarana Pengelolaan Lingkungan Kota terdiri atas:

a. sistem penyediaan air minum; b. sistem pengolahan air limbah kota; c. sistem persampahan kota;

d. sistem jaringan drainase kota;

e. sistem penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana pejalan kaki; f. sistem jalur evakuasi bencana.

Berikut hasil telaahan rencana pengembangan prasarana pengelolaan lingkungan kota yang tertuang dalam RTRW Kota Bandung 2011-2031 khususnya sektor sanitasi:

a.

Sistem Pengolahan Air Limbah Kota

Berdasarkan hasil analisis dalam RTRW Kota Bandung 2011-2031, terlihat bahwa pada tahun 2031 produksi air limbah diperkirakan mencapai 5.824 l/detik. Kapasitas pelayanan IPAL Bojong Soang hanya 936 (l/dtk). Dengan demikian, terlihat bahwa kondisi pelayanan air kotor masih jauh dari yang dibutuhkan sehingga perlu penambahan kapasitas jaringan air kotor dan IPAL. Namun demikian, pengembangan sistem publik prasarana air kotor ini tidak memungkinkan untuk dikembangkan dalam jangka pendek, mengingat investasi yang cukup besar, dan perbaikan kondisi air bersih lebih mendapatkan prioritas.

Rencana lokasi IPAL baru Kota Bandung berdasarkan perencanaan tahun 2004-2013 yang belum terealisir dapat menjadi alternatif pengembangan pada tahun 2011-2031 tentunya dengan studi yang lebih dalam. Dalam menentukan lokasi IPAL yang tepat, faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan, yaitu:

a) Ketersediaan lahan yang memadai b) Jarak terhadap badan air penerima c) Ketersediaan sarana jalan dan listrik d) Berada jauh dari pemukiman penduduk

e) Lokasi yang apabila ditinjau dari topografinya memungkinkan untuk pengaliran secara gravitasi

f) Tata ruang kota, atau tata guna lahan kota.

Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan Air Limbah Kota Bandung, selain dengan menambah pembuatan IPAL baru, dimana direncanakan sebanyak 2 buah dengan kapasitas pelayanan mencapai 1500-2000 l/detik, IPAL baru ini sebaiknya direncanakan dengan

(22)

2-22 menggunakan teknologi yang mengurangi kebutuhan lahan dan memberikan kinerja yang baik. Rencana sistem pengelolaan air limbah Kota Bandung adalah sebagai berikut:

a) revitalisasi IPAL Bojongsoang;

b) optimalisasi dan pengembangan pelayanan sistem terpusat pada wilayah-wilayah yang sudah terlayani; dan

c) pengembangan sistem pengolahan air limbah publik setempat bagi wilayah yang tidak terlayani saluran air limbah terpusat dengan prioritas di permukiman kumuh.

Adapun untuk jangka pendek Pengembangan jaringan air limbah lebih ditekankan pada pengoptimalan sistem yang sudah ada. Air limbah di wilayah Bandung Barat belum tertangani secara optimal. Air limbah dari daerah tangkapan barat masih dialirkan langsung ke badan air (sungai Citepus) daerah Karasak. Air limbah dari daerah tangkapan ex jaman Belanda secara langsung dibuang ke sungai Citepus sehubungan dengan bangunan inhoftank ex Belanda yang sudah tidak berfungsi lagi.

Rencana tindak perbaikannya adalah:

a) Penyambungan dari tangkapan Nyengseret dan inhoftank ke trunk sewer barat berupa pemasanga pipa 800 mm dengan sistem jacking sepanjang jalan infoftank.

b) Penggabungan daerah tangkapan barat ke Trunk Sewer bagian Timur berupa pemasangan pipa-pipa 110 mm dengan sistem jacking sepanjang jalan Soekarno Hatta dari simpang inhoftank sampai dengan MH. Eksisting (samsat) dan pebangunan bangunan pumping.

Selanjutnya perlu adanya peningkatan kinerja IPAL Bojongsoang yang saat ini masih belum optimal. Hal ini disebabkan karena terganggunya proses kolam akibat adanya daerah mati (dead zone) yang menyebabkan sistem aliran pada kolam fakultatif tidak baik. Pertumbuhan rumput pada areal kolam tidak dapat tertangani untuk seluruh areal kolam. Terjadi penumpukan lumpur pada bak penampung (slump well).

Rencana tindak perbaikannya adalah: a) Revitalisasi IPAL Bojongsoang

b) Perbaikan kolam plus unit bak pengering lumpur dan pengangkat lumpur kolam (sludge pump)

c) Kajian teknis IPAL Bojongsoang untuk pengabungan buangan air kotor Bandung Barat. d) Pemanfaatan saluran Air Kotor yang tersedia belum optimal. Keterbatasan pipa pengumpul

di wilayah timur.

Terkait permasalahan yaitu masih rendahnya kapasitas air limbah yang masuk ke Instalasi Pengolahan Bojongsoang dan pencemaran air limbah domestik terhadap sungai masih cukup tinggi, maka rencana tindak perbaikannya adalah:

a) Pengembangan pemasangan jaringan pipa air kotor diprioritaskan yang berlangganan air minum.

(23)

2-23 b) Optimasi pelayanan sistem terpusat pada wilayah-wilayah yang sudah dilayani sistem tersebut. Di wilayah pelayanan sistem terpusat, masih terdapat juga rumah tangga yang belum menjadi pelanggan dari sistem terpusat.

c) Pengembangan sistem setempat yang diarahkan pada sistem publik bagi wilayah yang tidak terlayani saluran air limbah terpusat dan diprioritaskan bagi daerah kumuh. Saat ini tidak semua wilayah di Kota Bandung terlayani oleh sistem terpusat, terutama di wilayah Bandung Timur. Wilayah yang tidak terlayani sistem terpusat menggunakan sistem individu, berupa cubluk atau tanki septik. Untuk daerah yang padat, sistem individu ini sebenarnya tidak memenuhi syarat kesehatan. Oleh karena itu di daerah-daerah yang belum terlayani sistem terpusat, sebaiknya dikembangkan sistem setempat, namun sistem ini sudah didesain agar dapat disambungkan satu dengan yang lain, sehingga dapat membentuk sistem terpusat di masa yang akan datang. Pada saat ini wilayah Bandung Timur masih cukup rendah kepadatan penduduknya,sehingga tidak ekonomis apabila langsung dikembangkan sistem terpusat.

b.

Sistem Persampahan Kota

Berdasarkan data dari PD Kebersihan Kota Bandung, pelayanan pengangkutan sampah tahun 2014 mencapai 1.070,6 ton/hari dengan beban pengolahan 1.258,1 ton./hari dan timbulan sampah sebesar 1.510,7 ton/hari. Jika dilihat dari aspek persebaran penduduk per wilayah operasional, tingkat pelayanan persampahan Kota Bandung hingga saat ini mencapai 44,92% untuk Bandung Utara, 40,49% untuk Bandung Barat, 16,93% untuk Bandung Selatan, dan 11,43% untuk Bandung Timur. Dapat disimpulkan kinerja Pemerintah Kota Bandung dalam pelayanan dan pengelolaan persampahan perkotaan tahun 2014 adalah telah tercapai 16% (Melalui 3R: Reduce, Reuse, Recycle), tercapai 74% (Landfill) serta Pemanfaatan Teknologi yang Berwawasan Lingkungan dan Ekonomis masih dalam progress.

Dalam program pengelolaan persampahan Kota Bandung sesuai dengan RPJM Kota Bandung bahwa sampai tahun 2018 tingkat pengelolaan sampah adalah 90% dengan menggunakan TPA/TPST adalah 25 % dan menggunakan 3R, biodegester dan teknologi ramah lingkungan adalah 65 %, sedangkan untuk program jangka panjang sampai tahun 2025 adalah tingkat fungsionalisasi TPA melalui pemanfaatan teknologi yang berwawasan lingkungan adalah 100%, menggunakan teknologi biodigester dengan cakupan pelayanannya diharapkan mencapai 1% sampai tahun 2018 dan 1% per tahun sampai tahun 2025, menggunakan Tempat Pengolahan Sampah Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan dengan target cakupan pelayanan 34%, %sampah yang dikelola secara landfill adalah 25%, prosentase sampah yang dikelola dengan sistem 3R (Reduce, Reuse, Recycle) adalah 30 %. Untuk mencapai target tersebut perlu

(24)

2-24 memunculkan program prioritas. Program prioritas lebih menitikberatkan kepada partsipasi masyarakat Kota Bandung dalam mengelola sampah Kota Bandung.

Untuk meningkatkan pelayanan persampahan Kota Bandung, maka diperlukan penambahan TPA yang akan melayani Kota Bandung. Lokasi TPA yang akan digunakan harus sesuai dengan SNI 03-3241-1994 yang menyatakan tempat pemrosesan akhir sampah adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah berupa tempat yang digunakan untuk mengkarantinakan sampah kota secara aman. Kriteria lokasi TPA harus memenuhi persyaratan/ketentuan hukum, pengelolaan lingkungan hidup dengan AMDAL serta tata ruang yang ada.

Kelayakan lokasi TPA ditentukan berdasarkan:

a) kriteria regional digunakan untuk menentukan kelayakan zone meliputi kondisi geologi, hidrogeologi, kemiringan tanah, jarak dari lapangan terbang, cagar alam banjir dengan periode 25 tahun;

b) kriteria penyisih digunakan untuk memilih lokasi terbaik sebagai tambahan meliputi iklim, utilitas,lingkungan biologis, kondisi tanah, demografi, batas administrasi, kebisingan, bau, estetika, dan ekonomi; dan

c) kriteria penetapan digunakan oleh instansi berwenang untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai kebijakan setempat.

Melihat dari ketersediaan lahan di wilayah Kota Bandung, maka lokasi baru TPA kemungkinan besar berada di Bandung Timur, namun demikian diperlukan studi kelayakan lebih lanjut baik secara teknis maupun sosial ekonomis dan lingkungan.

Rencana untuk sistem persampahan Kota Bandung adalah sebagai berikut: a) pembangunan paling kurang 1 (satu) TPS di setiap PL;

b) pembangunan infrastruktur perkotaan pengolahan sampah di Gedebage. c) operasionalisasi TPA Regional di Legok Nangka, Kabupaten Bandung;

d) peningkatan pengelolaan sampah terpadu 3R skala kawasan dan skala kota; dan e) optimalisasi TPA Sarimukti.

c. Sistem Drainase Kota

Secara umum sistem drainase di Kota Bandung terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu drainase makro dan drainase mikro. Saluran pembuangan makro adalah saluran pembuangan yang secara alami sudah ada di Kota Bandung, yang terdiri dari 15 sungai sepanjang 265,05 km. Saluran pembuangan mikro adalah saluran yang sengaja dibuat mengikuti pola jaringan jalan. Namun, sekitar 30% ruas jalan belum memiliki saluran drainase sehingga beberapa daerah

(25)

2-25 rawan banjir dan genangan. Kondisi saluran mikro ini di beberapa tempat terputus (tidak berhubungan dengan saluran di bagian hilirnya). Pada saat ini hanya sekitar 70% ruas jalan yang memiliki saluran drainase.

Secara keseluruhan sistem drainase di Kota Bandung masih belum terencana dengan baik. Pada tahun 2014 panjang drainase yang tidak berfungsi dengan baik adalah 223.485, 83 m dan terdapat 38 titik di Kota Bandung yang merupakan lokasi banjir yang tertangani lebih dari 2 jam. Penyebab terjadinya daerah rawan banjir ini adalah karena tertutupnya street inlet oleh beberapa aktivitas sehingga air hujan tidak bisa masuk ke dalam saluran drainase, adanya pendangkalan di beberapa bagian saluran, konstruksi drainase yang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan, serta pengalihfungsian lahan dari kondisi alami menjadi lahan dengan fungsi komersil seperti pertokoan, mall, jalan, perumahan, dan lain lain sehingga tutupan lahan pun berubah yang meningkatkan debit limpasan.

Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi terkait infrastruktur drainase seperti terjadinya banjir dan genangan yang semakin meluas di Kota Bandung akibat pertambahan penduduk dan kepadatan penduduk yang semakin meningkat sehingga terjadi perubahan tata guna lahan dapat diterapkan Sustainable Drainage System (SUDS) atau Sistem Drainase Berkelanjutan. Konsep ini merupakan sistem penyaluran air hujan yang dirancang untuk mengalirkan air permukaan sekaligus sebagai upaya konservasi air.

Dalam RTRW Kota Bandung 2011-2031, Rencana pengembangan prasarana drainase secara umum adalah sebagai berikut :

1) Penataan dan pengembangan sistem drainase secara terpadu dengan brandgang.

Pada saat ini masih banyak jaringan drainase yang tidak terhubungkan satu dengan yang lain, sehingga perlu pengembangan jaringan yang terpadu atau terintegrasi. Dalam hal ini perlu ditinjau ulang kondisi eksisting saluran drainase dan melakukan perbaikan secara teknis untuk saluran yang memerlukan perbaikan. Untuk perbaikan ini mungkin bisa dilakukan secara bertahap dengan membuat sektor-sektor perbaikan yang direncanakan dalam beberapa jangka waktu, sehingga diharapkan pada tahun 2031 semua saluran drainase telah berfungsi dengan baik.

2) Peningkatan fungsi pelayanan drainase makro. Drainase makro umumnya berupa sungai atau anak sungai. Pada saat ini banyak sungai di Kota Bandung yang fungsinya mengalami penurunan, yang disebabkan karena penurunan kapasitas. Penurunan kapasitas ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti pembuangan sampah ke sungai dan erosi.

3) Pengintegrasian sistem drainase dengan wilayah resapan. Untuk mengaplikasikan sistem drainase berkelanjutan, sebaiknya fasilitas drainase dilengkapi dengan daerah resapan, sehingga dapat juga untuk menambah cadangan air tanah. Fasilitas resapan dapat berupa parit resapan, sumur resapan, kolam resapan, dan perkerasan resapan. Selain fasilitas

(26)

2-26 resapan juga dapat digunakan fasilitas penyimpan seperti : retrading basin, wetland, kolam regulasi, taman, pekarangan, ruang terbuka.

4) Penurunan tingkat sedimentasi pada sistem drainase melalui normalisasi sungai, reboisasi hulu sungan dan pengerukan sungai yang berkelanjutan. Pemeliharaan saluran drainase dari sampah dan sedimen dengan secara rutin melakukan pengerukan pada musim kemarau dan memasang grit atau barscreen di tempat-tempat yang berpotensi masuknya sampah ke dalam saluran drainase.

Setelah ditetapkannya struktur ruang Kota Bandung maka yang perlu ditelaah lebih lanjut dalam kebijakan penataan ruang adalah Pola Ruang Kota Bandung. Berikut ini uraian dari Kebijakan Pola Ruang Kota Bandung RTRW 2011-2031 :

Kebijakan Pola Ruang :

1. perwujudan keseimbangan proporsi kawasan lindung; strategi untuk mencapai tujuan tersebut adalah :

- menjaga keseimbangan proporsi kawasan lindung khususnya di Kawasan Bandung Utara;

- mempertahankan dan menjaga hutan lindung sebagai kawasan hutan kota;

- mempertahankan dan merevitalisasi kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidrologis untuk menjamin ketersediaan sumber daya air dan kesuburan tanah serta melindungi kawasan dari bahaya longsor dan erosi;

- mengembangkan kawasan jalur hijau pengaman prasarana dalam bentuk jalur hijau sempadan sungai, jalur tegangan tinggi, dan jalur rel kereta api;

- mempertahankan fungsi dan menata RTH yang ada dan tidak memberi izin alih fungsi ke fungsi lain didalam mencapai penyediaan ruang terbuka hijau;

- melestarikan dan melindungi kawasan dan bangunan cagar budaya yang telah ditetapkan, terhadap perubahan dan kerusakan struktur, bentuk, dan wujud arsitektural; - meminimalkan dampak resiko pada kawasan rawan bencana.

2. optimalisasi pembangunan wilayah terbangun. Strategi untuk mencapai tujuan tersebut adalah :

- mengembangkan pola ruang kota yang kompak, intensif dan hijau, serta berorientasi pada pola jaringan transportasi;

- mendorong dan memprioritaskan pengembangan ke Bandung bagian timur yang

terdiri dari SWK Arcamanik, SWK Ujung Berung, SWK Kordon, dan SWK Gedebage; - mengendalikan bagian barat kota yang telah berkembang pesat dengan kepadatan relatif

tinggi, yang terdiri atas SWK Bojonagara, SWK Cibeunying, SWK Tegallega, dan SWK Karees;

(27)

2-27 - membatasi pembangunan di Kawasan Bandung Utara yang berada di luar kawasan yang

ditetapkan sebagai kawasan berfungsi lindung bagi kawasan bawahannya; - mempertahankan fungsi dan menata RTNH; dan

- menata, mengendalikan dan mewajibkan penyediaan lahan dan fasilitas parkir yang memadai bagi kegiatan pada kawasan peruntukan lainnya.

Kebutuhan Pembangunan infrastruktur sanitasi terikat erat dengan Kebutuhan perumahan. Kebutuhan Perumahan di Kota Bandung terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk. Sejalan dengan penerapan konsep pembangunan Kota Bandung sebagai Kota Jasa, maka untuk memperoleh kualitas lingkungan kota yang baik dan nyaman, sebaiknya luas lahan yang diperuntukan untuk perumahan pada tahun 2031 disiapkan untuk menampung lebih kurang 4.093.322 jiwa. Sementara itu pada tahun 2000, luas lahan permukiman sudah mencapai ±53% dari lahan keseluruhan yaitu seluas 8.866,715 ha menampung 2.136.260 jiwa. Oleh karena itu, untuk mencapai tingkat pelayanan permukiman dan yang memenuhi persyaratan pelayanan prasarana dasar selain pengembangan horizontal juga pengembangan vertikal berupa rumah susun. Pengembangan secara vertikal ini dilakukan kecuali di kawasan yang ditetapkan sebagai cagar budaya, atau kapasitas prasarananya terbatas, dan kawasan dengan tingkat pelayanan jalan rendah. Pengembangan perumahan diklasifikasikan menjadi perumahan kepadatan tinggi, kepadatan sedang dan kepadatan rendah. Perumahan dengan kepadatan tinggi berbentuk rumah susun, flat atau apartemen, direncanakan di Kecamatan Sukasari, Sukajadi, Cicendo, Andir, Bandung Kulon, Bojong Loa Kidul, Regol, Babakan Ciparay, Bojong Loa Kaler, Astana Anyar, Lengkong, Sumur Bandung, Buah Batu, Batununggal, Kiara Condong, Antapani, dan Cibeunying Kidul. Perumahan kepadatan sedang rata-rata kavling bangunan direncanakan 150 m2, yaitu di Kecamatan Bandung Wetan,

Bandung Kidul, Cibeunying Kaler, Mandala Jati, Arcamanik, Rancasari, dan Cibiru. Perumahan kepadatan rendah rata-rata kavling bangunan direncanakan 200 m2, yaitu di Kecamatan Cidadap, Ujung Berung, Gedebage, Cinambo, dan Panyileukan. Kepadatan perumahan yang direncanakan ini untuk rata-rata per wilayah dan kecamatan dengan pengembangan secara horizontal yang disesuaikan dengan ketersediaan ruang untuk pengembangan perumahan. Dari rencana luas kavling perumahan ini menunjukkan bahwa pengembangan perumahan di Kota Bandung semakin terbatas sehingga pengembangan perumahan akan cenderung makin intensif di wilayah kota dan makin ekstensif ke wilayah luar Kota Bandung.

Berdasarkan dari hasil analisis rencana pola ruang khususnya ruang untuk perumahan maka perlu disesuaikan strategi sanitasi kota dengan jenis kepadatan penduduk baik kebijakannya maupun teknologi pengelolaan sanitasi yang dipilih. Untuk melihat gambaran Pola Ruang Kota Bandung dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut ini.

(28)

2-28

(29)

29

2.1.7 Kondisi Kesehatan Kota Bandung

Kualitas lingkungan hidup sebagai habitat manusia sangat erat korelasinya dengan tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat tersebut sebagai bagian dari ekosistem. Untuk itu perlu ditelaah kondisi kesehatan masyarakat Kota Bandung yang tercatat hingga tahun 2014 terutama dalam hal status penyakit yang ada kaitannya dengan sektor sanitasi.

Berdasarkan dari RPJMD Kota Bandung tahun 2013-2018 diketahui bahwa cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit TBC BTA serta Demam Berdarah Dengeu (DBD) di Kota Bandung juga sudah optimal. Selama periode 2008-2013 cakupan penemuan dan penanganan penderita kedua jenis penyakit tersebut sudah mencapai 100%. Kinerja cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin selama 3 tahun terakhir (2011-2013) sudah mencapai 100%. Ini mengindikasikan bahwa masyarakat miskin telah mengakses pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

Berdasarkan dari angka kesakitan (morbiditas) dapat diketahui informasi di masyarakat (community based data) mengenai permasalahan penyakit, perkembangan dan penyebarannya. Data kesakitan di Kota Bandung didapat dari laporan- laporan layanan rawat jalan di puskesmas. Berdasarkan laporan yang masuk dari puskesmas tahun 2013 didapat 20 penyakit terbanyak dan yang berkaitan erat dengan kualitas sanitasi sebagai faktor pemicu adalah penyakit Acute Flacid Paralysis (AFP). Tahun 2013 di Kota Bandung ditemukan kasus AFP sebanyak 14 kasus pada anak < 15 tahun, kasus ini ditemukan di 13 kecamatan di Kota Bandung yaitu Kecamatan Sukajadi, Cicendo, Andir, Cidadap, Sumur Bandung, Cibeunying Kidul, Kiaracondong, Bojongloa Kaler, Bandung Kulon, Mandalajati, Arcamanik, Ujungberung, dan Rancasari. Jumlah temuan kasus AFP terbesar ditemukan di Kecamatan Andir yaitu sebanyak 4 kasus. Bila dihitung angka kesakitannya yaitu jumlah kasus AFP pada anak usia < 15 tahun dibandingkan dengan jumlah penduduk pada usia <15 tahun per 100.000-nya terdapat 3,37 per 100.000 penduduk.

Selanjutnya menelaah mengenai kasus Penyakit Diare di mana merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, termasuk Kota Bandung, karena besarnya jumlah kasus yang ada di masyarakat. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja sejalan dengan perilaku hidup individu (personal hygiene) dan lingkungan yang tak sehat terutama pada bayi dan balita. Jumlah kasus Diare pada balita tahun 2013, yang didapat dari puskesmas termasuk oleh kader kesehatan, sebesar 25.361 kasus, menurun kasus dari tahun sebelumnya (49.322 kasus). Kejadian Diare pada semua usia di Kota Bandung tahun 2013 terlaporkan sebanyak 39.414 kasus menurun 30.680 kasus dari tahun 2012 yang sebesar 70.094 kasus. Kasus Diare terbanyak, bila dilihat wilayahnya, terdapat di Kecamatan Bandung Kulon dan Babakan Ciparay. Perhatian khusus juga dapat diberikan kepada Kecamatan Bandung Kulon yang menjadi wilayah dengan jumlah Kasus Diare terbesar dalam dua tahun berturut ini.

(30)

2-30 Selain penyakit diare diperoleh informasi mengenai Jumlah kasus DBD di Kota Bandung yaitu tahun 2012 sebanyak 5.096 kasus, sedangkan di tahun 2013 ditemukan 5.736 kasus (Profil Kesehatan Kota Bandung, 2013). Jumlah penderita meninggal akibat DBD 13 orang dengan Case Fatal Rate (CFR) 0,23%, sedangkan di tahun 2012 0,22%. Kasus Penyakit Demam Berdarah Dengue paling banyak terjadi di Kecamatan Buah Batu sebesar 540 kasus. Kecamatan Buah Batu dapat menjadi perhatian dalam permasalahan DBD karena dalam kurun waktu 3 tahun berturut-turut menjadi kecamatan dengan kasus DBD terbesar di Kota Bandung dengan 407 kasus pada tahun 2011 lalu.

2.2 Kemajuan Pelaksanaan SSK

Pada sub bab ini akan dijelaskan progress dari implementasi SSK Kota Bandung tahun 2010-2014. Perkembangan pembangunan sanitasi di Kota Bandung dari tahun 2010-104 dapat dilihat dari hasil sandingan target sasaran dalam Dokumen SSK Kota Bandung tahun 2010 dengan capaian kinerja atau implementasi rencana saat ini.

2.2.1 Air Limbah Domestik

Berdasarkan hasil review BPS, SSK dan MPS Kota Bandung 2010, Terdapat informasi mengenai tujuan program dan kegiatan yang kiranya telah direncanakan pada tahun 2010 – 2015. Untuk lebih jelasnya mengenai kegiatan yang direncanakan SSK Kota Bandung dapat dilihat pada Tabel 2.6 di bawah ini.

Tabel 2.6

Strategi, Program dan Kegiatan SSK Sektor Air Limbah Kota Bandung 2010

No Strategi Program Kegiatan

Sasaran I : Tersedianya perencanaan pengelolaan air limbah dari kegiatan industri dan komersial lainnya pada akhir tahun 2014

1 Penanganan Air Limbah Bandung Barat

1. Penyambungan dari tangkapan Nyengseret & INHOFTANK ke trunk sewer barat (diameter pipa 800 mm) 2. Pembangunan Prasarana dan Sarana

Air Limbah Terpusat Kota Bandung 3. Pembebasan lahan untuk pumping

station dan pemasangan pipa pda perlintasan sungai

4. Pembangunan bangunan pumping dan pemasangan pipa pada perlintasan sungai

(31)

2-31 melakukan pengawasan dan pengandalian pembuangan limbah cair

industry dan komersial ke sungai pada akhir tahun 2014 2 Perluasan/Penambahan

Jaringan Air Limbah

1. Pengembangan pemasangan jaringan pipa air limbah diprioritaskan pada pelanggan air minum per tahun 2000 sambungan rumah

2. Pengembangan pemasangan jaringan pipa air limbah diprioritaskan pada pelanggan air minum di area pelayanan program Bandung barat (6 Km ) per tahun 3000 sambungan rumah

Sasaran III : Berfungsinya IPAL yang dimiliki oleh industry dan kegiatan komersial lainnya pada akhir tahun 2014

3 Pengadaan Fasilitas Penunjang Pelayanan Air Limbah

Pengadaan Sarana Operasi & Maintenance

Sasaran IV : Tersedianya dan berfungsinya IPAL komunal untuk industry usaha kecil dan menengah sebanyak 3 unit pada tahun 2014

4 Optimalisasi IPAL Bojongsoang

1. Revitalisasi IPAL Bojongsoang 2. Review Master Plan Air Limbah

3. Kajian Teknik & DED Optimalisasi IPAL 4. Review FS/DED Ujungberung

Sumber: SSK Kota Bandung, 2010

Dari Tabel 2.6 dapat dilihat program dan kegiatan subsektor air limbah domestik yang telah direncanakan oleh Kota Bandung pada tahun 2010. Pada dokumen ini akan dilihat progress pelaksanaan yang telah dilakukan Kota Bandung dalam implementasi program dan kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya.

Untuk Progress yang telah dilakukan dikelompokkan berdasarkan sasaran dapat dilihat pada Tabel 2.7 berikut.

Tabel 2.7

Kemajuan Pelaksanaan SSK Sektor Air Limbah Domestik Kota Bandung

SSK Periode Sebelumnya 2010 SSK (saat ini)

Tujuan Sasaran Data Dasar Status Saat Ini

Meningkatkan kualitas lingkungan sehat dan bersih di

Kota Bandung

melalui pengelolaan

Tersedianya perencanaan

pengelolaan air limbah dari kegiatan

industri dan

Penangan air limbah yang dilakukan oleh BPLH Kota Bandung hanya terbatas kepada limbah

Dokumen Masterplan Air Limbah Kota Bandung telah disusun pada tahun 2011 tetapi tidak

(32)

2-32

SSK Periode Sebelumnya 2010 SSK (saat ini)

Tujuan Sasaran Data Dasar Status Saat Ini

air limbah industri

dan kegiatan

komersial lainnya yang efektif dan ekonomis

komersial lainnya pada akhir tahun 2014

industri dalam skala besar tetapi untuk industri kecil dan sumber lainnya seperti industri makanan seperti produksi tahu, limbah pasar, Rumah Potong hewan masyarakat, sablon dan garmen kaos dan akifitas industri kecil lainnya masih belum

tertangani dengan baik.

mencakup pengelolaan air limbah dari kegiatan industri dan kegiatan komersial lainnya. Menurunnya

pencemaran sungai di Kota Bandung dengan melakukan

pengawasan dan

pengendalian

pembuangan limbah cair industri dan komersial ke sungai pada akhir tahun 2014;

Tingkat pencemaran sungai yang melewati Kota Bandung

menurut SK Gubernur Jabar No 39 Tahun 2000 termasuk pada status air mutu cemar berat . Hal ini masih disebabkan oleh Pembuangan air limbah domestik yang langsung ke sungai sebelum diolah. Ditambah lagi dengan semakin banyaknya industri di Kota Bandung yang masih belum seluruhnya memiliki standar IPAL yang berkualitas sehingga buangannya aman di lingkungan. Berfungsinya IPAL

yang dimiliki oleh industri dan kegiatan komersial lainnya pada akhir tahun 2014;

IPAL yang berfungsi saat ini IPAL Bojong Soang

(33)

2-33

SSK Periode Sebelumnya 2010 SSK (saat ini)

Tujuan Sasaran Data Dasar Status Saat Ini

Tersedianya dan berfungsinya IPAL

komunal untuk

industri usaha kecil

dan menengah

sebanyak 3 unit pada tahun 2014;

-

Sumber: Hasil FGD Tim Pokja Sanitasi Kota Bandung,2015

2.2.2 Pengelolaan Persampahan

Sektor persampahan adalah salah satu aspek dalam pengembangan sanitasi perkotaan. Untuk program dan kegiatan yang dituangkan dalam Dokumen PPSP Kota bandung tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.8 di bawah ini.

Tabel 2.8

Strategi, Program dan Kegiatan SSK Sektor Persampahan Kota Bandung tahun 2010

No Strategi Program Kegiatan

Sasaran I : Meningkatkan pengurangan sampah di sumber sehingga dapat mengurangi pengangkutan sampah pada akhir tahun 2014

1 Penataan TPS 3R Perbaikan dan Penataan TPS - TPS Peningkatan

Pengelolaan Sampah Perkotaan

1. Pengadaan Sarana Pengumpul (Pick Up 3M3)

2. Pengandaan Sarana Pengumpul (Motor Roda Tiga / Trida 1,5M3)

3. Pengadaan Alat Berat berupa Bull Dozer

4. Master Plan Revitalisasi TPA

Sasaran II : Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan 3R (Reuse, Reduse dan Recycle) sampah rumah tangga dan komersial pada tahun 2014

1 Pengelolaan Sampah Dengan Pola 3R

1. Pengadaan Mesin Pencacah Sampah Organik di TPS

2. Pembangunan Tempat Pengomposan (Composting

Site)

3. Pengadaan Truk LH ( 10 m3 ) 60 Unit

4. Pembangunan Sarana Composting Skala Kota di Cieunteung

5. Pendampingan dan Pembangunan 3 R

(34)

2-34

No Strategi Program Kegiatan

lingkungan dan peran serta stake holder dan masyarakat dalam mensukseskan program adipura pada tahun 2014

1 Pilot Project 3R di RW Penataan Sarana Prasarana Persampahan di Lingkungan RW

Sumber : SSK Kota Bandung, 2010

Dari Tabel 2.8 di atas dapat dilihat program dan kegiatan pengelolaan persampahan yang telah direncanakan oleh Kota Bandung pada tahun 2010. Pada dokumen ini akan dilihat progress pelaksanaan yang telah dilakukan Kota Bandung dalam implementasi program dan kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya. Setelah dilakukan pembahasan oleh Pokja AMPL Kota Bandung tahun 2015 maka diperoleh gambaran implementasi SSK tahun 2010 yang dituangkan dalam Tabel 2.9 berikut.

Tabel 2.9

Kemajuan Pelaksanaan SSK Sektor Persampahan Kota Bandung

SSK Periode Sebelumnya 2010 SSK (saat ini)

Tujuan Sasaran Data Dasar Status Saat Ini

Meningkatkan kesadaran masyarakat Kota Bandung untuk berperan serta melakukan pengelolaan persampahan dengan kegiatan 3R (Reuse, Reduse dan Recycle) untuk peningkatan kualitas dan kuantitas pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Meningkatkan pengurangan sampah di sumber sehingga dapat mengurangi pengangkutan

sampah pada akhir tahun 2014;

sumber sampah Kota Bandung adalah sebesar 7.500

m3/hari dengan berat

jenis 200 Kg/M3. Telah dilakukan upaya penanganan sampah di sumber seperti pengolahan melalui 3R di TPST, Bank Sampah, serta Stasiun Peralihan Antara (SPA) Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan 3R (Reuse, Reduse dan Recycle) sampah rumah tangga dan komersial pada tahun 2014;

Tingkat peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah masih sangat rendah.

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah secara 3R telah ada dalam sistem pengelolaan sampah di Kota Bandung, namun belum terinstitusikan secara formal sehingga belum berkembang dengan signifikan dan optimal.

Melakukan kampanye kepada masyarakat melalui sekolah berbudaya

Kota Bandung telah memiliki Forum Organisasi Masyarakat yang

(35)

2-35

SSK Periode Sebelumnya 2010 SSK (saat ini)

Tujuan Sasaran Data Dasar Status Saat Ini

lingkungan dan peran serta stake holder dan masyarakat dalam mensukseskan

program adipura pada tahun 2014;

bergerak dalam edukasi, advokasi dan gerakan sosial

pengelolaan sampah. Komunitas yang terdiri dari partisipan NGO, Akademik, Ikatan Ahli Teknik Lingkungan,

Mahasiswa, PKK, dan lainnya dikenal dengan nama

Bandung Juara Bebas Sampah. Salah satu contoh Kampanye yang telah dilakukan adalah dengan tagline “bandung bebas sampah.ID” dan mulai diadakan tiap tahun.

Sumber: Hasil FGD Tim Pokja Sanitasi Kota Bandung, 2015

2.2.3 Drainase Perkotaan

Jaringan Drainase Perkotaan adalah salah satu aspek dalam pengembangan sanitasi perkotaan. Untuk program dan kegiatan yang dituangkan dalam Dokumen PPSP Kota bandung tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.10 di bawah ini.

Tabel 2.10

Strategi, Program dan Kegiatan SSK Sektor Drainase Kota Bandung Tahun 2010

No Strategi Program Kegiatan

Sasaran I : Tersedianya dokumen perencaan pemantauan kualitas air sungai di Kota Bandung dari 16 sungai yang di pantau (35%) meningkat menjadi 23

sungai (50%) pada tahun 2014 1 Perencanaan

Pembangunan Saluran Drainase/Gorong-gorong

1. Sudetan drainase Jl. Soekarno Hatta dari Sal. Cisalatri/Perumahan Panyileukan ke. S. Cilameta 2. Sudetan drainase Jl. Cilengkrang II-Jl. A.H

Nasution/Perumahan Cilengkrang ke S. Cilameta 3. Sudetan drainase Jl. Cibogo/Perumahan DAM ke

Sal. Cibodas-Jl.Tol Pasteur

4. Sudetan drainase Jl. S. Hatta dari Pasar Induk Gedebage ke S. Cilameta dan Cinambo Lama 5. Sudetan drainase Perumahan Cibaduyut Indah

(36)

2-36 S. Ranjeng

6. Sudetan drainase Jl. S. Hatta-Terminal Leuwi Panjang ke S. Ranjeng

7. -Sudetan drainase Ters. Jl.Jakarta /Perumahan Antapani Tengah ke S.Cipamokolan

8. Sudetan drainase SDN Sukasari I dan II ke S. Cianting

2 Pembangunan Saluran Drainase/Gorong-gorong:

1. Sudetan drainase Jl. Soekarno Hatta dari Sal. Cisalatri/Perumahan Panyileukan ke. S. Cilameta (500 meter)

2. Sudetan drainase Jl. Cilengkrang II-Jl. A.H

Nasution/Perumahan Cilengkrang ke S. Cilameta (700 meter)

3. Sudetan drainase Jl. Cibogo/Perumahan DAM ke Sal. Cibodas-Jl.Tol Pasteur (300 meter)

4. Sudetan drainase Jl. S. Hatta dari Pasar Induk Gedebage ke S. Cilameta dan Cinambo Lama (500 meter)

5. Sudetan drainase Perumahan Cibaduyut Indah (di perbatasan Tol Padaleunyi Kab. Bandung) ke S. Ranjeng (500 meter)

6. Sudetan drainase Jl. S. Hatta-Terminal Leuwi Panjang ke S. Ranjeng (500 meter)

7. Sudetan drainase Jl. Soekarno-Hatta dari Perum Guru Minda ke S. Cijalupang (500 meter) 8. Sudetan drainase Jl.Soekarno-Hatta dari Perum

Sanggar Hurip ke S.Cidurian (700 meter) 9. Sudetan drainase Perum Cimincrang ke

S.Cinambo Baru – Gedebage (600 meter)

10. Sudetan drainase Perum Sriwijaya ke S.Cipalasari (600 meter)

11. Sudetan drainase Ters. Jl. Jakarta/ Perum Antapani Tengah ke S.Cipamokolan (600 meter) 12. Sudetan drainase SDN Sukasari I dan II ke

S.Cianting (700 meter)

13. Sudetan drainase Perum Sentosa ke S.Cipamokolan (1,5 km)

14. Sudetan drainase Perum Margahayu Raya Barat ke S.Cibodas (2 km)

15. Sudetan drainase Perum Margahayu Raya Timur ke S.Cidurian (500 meter)

16. Sudetan drainase Perum Riung Bandung ke S.Cinambo Baru (700 meter)

17. Sudetan drainase Perum Kawaluyaan ke S.Cibodas (400 meter)

Sumber: SSK Kota Bandung, 2010

Pada Tabel 2.10 di atas dapat dilihat program dan kegiatan subsektor drainase perkotaan yang telah direncanakan oleh Kota Bandung pada tahun 2010. Pada dokumen ini akan dilihat progress pelaksanaan yang telah dilakukan Kota Bandung dalam implementasi

Gambar

Gambar 2. 2 Proporsi Luas Wilayah Administrasi per Kecamatan di Kota Bandung  Sumber : Bandung Dalam Angka, BPS Kota Bandung, 2014
Tabel  2.3  berikut  mencantumkan  Jumlah  Penduduk  serta  Komposisi  Penduduk  di  Kota  Bandung
Gambar 2. 3 Peta Sebaran Rumah Tangga Miskin di Kota Bandung  Sumber : Dit. Pengembangan Kawasan Permukiman, DJCK Kemen PU
Gambar 2. 5 Peta Pola Ruang Kota Bandung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Inkarnasi Yesus Kristus menjadi daging sebagai puncak kontekstualisasi Allah di dalam dunia, keabsahan inkarnasi Allah melalui Firman - Nya ke dalam konteks

Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin , sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen. Hemoglobin akan mengambil oksigen dari paru-paru dan

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental,

Peneliti melarutkan kedua produk kulit buah manggis dengan perbandingan etanol 96% dan air 1:1 yaitu dengan menimbang 0,2 g kulit buah manggis kemudian

Berdasarkan dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang perempuan yang mampu mengatasi konflik peran ganda dengan baik, mampu mengatasi burnout dan memiliki

Endapan bijih besi primer merupakan endapan bijih besi yang terbentuk akibat adanya proses dari tektonik lempeng sehingga terjadilah proses magmatisme yang

Hasil penelitian pelaksanaan dan hasil belajar kegiatan ekstrakurikuler batik siswa sekolah dasar di Kecamatan Kaliwungu Kudus termasuk dalam kriteria baik dengan

Adapun luaran yang diharapkan adalah berupa peta analisis tentang pembagian zona rawan dan aman pada daerah potensi tsunami sebagai upaya mitigasi bencana di Kecamatan