• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

DAN TITIK KESETIMBANGANNYA

Pada penelitian ini, suatu portfolio memiliki sejumlah 𝑘 kelas risiko. Tiap kelas terdiri dari 𝑛𝑗, 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘 peserta dengan jumlah besar, dan telah ditetapkan, sehingga teorema limit pusat dapat diberlakukan. Risiko-risiko yang terdapat dalam portfolio diasumsikan terdistribusi secara bebas dan identik. Perusahaan asuransi menentukan harga premi untuk sejumlah risiko berdasarkan dua prinsip yaitu:

1. Peluang dari seluruh klaim melebihi premi total yang diterima (peluang kebangkrutan) ditetapkan sebesar 𝛼, 0 < 𝛼 < 1.

2. Harga premi akan diperhitungkan naik pada saat perkiraan jumlah klaim naik.

Selanjutnya akan diuraikan mengenai penentuan harga premi pada portfolio homogen dan portfolio heterogen.

3.1 Penentuan Harga Premi Secara Umum pada Portfolio Homogen dan Heterogen

3.1.1 Penentuan Harga Premi pada Portfolio Homogen

Misalkan suatu portfolio yang terdiri dari sejumlah 𝑛 risiko yaitu 𝑋1, ⋯ , 𝑋𝑛, dan 𝜋𝑖 adalah harga premi untuk risiko ke-i. Penentuan harga premi

menggunakan prinsip pertama yaitu, peluang kebangkrutan kurang atau sama dengan 𝛼, 0 < 𝛼 < 1, adalah 𝑃 �� 𝜋𝑖 ≤ 𝑛 𝑖=1 � 𝑋𝑖 𝑛 𝑖=1 � ≤ 𝛼. (3.1) Portfolio homogen memiliki sejumlah 𝑛 risiko 𝑋𝑖, 𝑖 = 1, ⋯ , 𝑛 yang bebas stokastik identik dengan rataan 𝜇𝑋 dan ragam 𝜎𝑋2, dan harga premi adalah 𝜋.

(2)

Misalkan

𝑆 = � 𝑋𝑖 𝑛

𝑖=1

, 𝜇𝑠 = 𝐸[𝑆] = 𝑛𝜇𝑋, dan 𝜎𝑆2 = 𝑉𝑎𝑟(𝑆) = 𝑛𝜎𝑋2,

di mana 𝑆 adalah risiko total, 𝜇𝑠 dan 𝜎𝑆2 berturut-turut adalah rataan dan ragam dari risiko total. Berdasarkan parameter tersebut, maka persamaan (3.1) menjadi:

𝑃(𝑆 ≥ 𝑛𝜋) ≤ 𝛼, sehingga harga premi adalah

𝜋 = 𝜇𝑋+ 𝑞1−𝛼 𝜎𝑋

√𝑛 (3.2) dimana 𝑞1−𝛼 adalah 1 − 𝛼 persentil dari sebaran normal baku.

Bukti:

Menggunakan peluang kebangkrutan maksimum sebesar 𝛼, maka persamaan (3.1) menjadi

𝑃(𝑆 ≥ 𝑛𝜋) = 𝛼

⟺ 1 − 𝑃(𝑆 ≤ 𝑛𝜋) = 𝛼 ⟺ 𝑃(𝑆 ≤ 𝑛𝜋) = 1 − 𝛼

Menggunakan teorema limit pusat, persamaan tersebut menjadi

⟺ 𝑃 �𝑆 − 𝐸(𝑆) �𝑉𝑎𝑟(𝑆)≤ 𝑛𝜋 − 𝐸(𝑆) �𝑉𝑎𝑟(𝑆) � = 1 − 𝛼 ⟺ 𝑛𝜋 − 𝐸(𝑆) �𝑉𝑎𝑟(𝑆) = 𝑞1−𝛼 ⟺ 𝑛𝜋 − 𝐸(𝑆) = 𝑞1−𝛼�𝑉𝑎𝑟(𝑆) ⟺ 𝑛𝜋 = 𝐸(𝑆) + 𝑞1−𝛼√𝑛 𝜎𝑋

(3)

⟺ 𝜋 = 𝜇𝑋+ 𝑞1−𝛼 𝜎𝑋

√𝑛 ∎

3.1.2 Penentuan Harga Premi pada Portfolio Heterogen

Portfolio yang terdiri dari 𝑘 kelas risiko dinamakan portfolio heterogen. Asumsi-asumsi berikut berlaku untuk portfolio ini yaitu:

(a) Risiko- risiko di dalam portfolio bersifat bebas stokastik.

(b) Pada kelas ke-𝑗 yang terdiri atas sejumlah 𝑛𝑗 risiko bebas stokastik identik yaitu 𝑋𝑗,1, ⋯ , 𝑋𝑗,𝑛𝑗 menyebar sebagai 𝑋𝑗, dengan rataan 𝜇𝑗 dan ragam 𝜎𝑗2, 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘 dan 𝑛 = ∑𝑘𝑗=1𝑛𝑗.

(c) Banyaknya 𝑛𝑗, 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘 cukup besar sehingga dapat diberlakukan teorema limit pusat. Misalkan 𝑆𝑗 = ∑𝑛𝑖=1𝑗 𝑋𝑗,𝑖 dan 𝑆 = ∑𝑘𝑗=1𝑆𝑗 adalah risiko total portfolio, nilai rataan 𝜇 dan ragam 𝜎2 adalah

𝜇 = 𝐸[𝑆] = � 𝑛𝑗𝜇𝑗 𝑘 𝑗=1 dan 𝜎2 = 𝑣𝑎𝑟[𝑆] = � 𝑛 𝑗𝜎𝑗2 𝑘 𝑗=1 .

Untuk portfolio heterogen, penentuan harga premi menggunakan dua metode perhitungan yaitu:

1. Metode individual.

Besar premi dihitung di tiap kelas risiko ke-𝑗 dengan peluang 𝛼𝑗, menggunakan persamaan (3.2), yaitu:

𝜋𝑗 = 𝜇𝑗+ 𝑞1−𝛼𝑗 𝜎𝑗

�𝑛𝑗.

Pendekatan ini hanya berlaku untuk kelas ke-𝑗, 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘 dan tidak memperhitungkan akibatnya untuk keseluruhan besar populasi portfolio.

2. Metode global.

Menghitung harga premi untuk seluruh kelas risiko berdasarkan prinsip pertama yaitu peluang kebangkrutan sebesar 𝛼 :

(4)

𝑃 �� 𝑛𝑗𝜋𝑗 𝑘 𝑗=1 ≤ � 𝑆𝑗 𝑘 𝑗=1 � ≤ 𝛼,

dan dengan teorema limit pusat, harga premi untuk seluruh kelas adalah:

� 𝑛𝑗𝜋𝑗 𝑘 𝑗=1 = 𝜇 + 𝑞1−𝛼𝜎 = � 𝑛𝑗𝜇𝑗 𝑘 𝑗=1 + 𝑞1−𝛼�� 𝑛𝑗𝜎𝑗2. 𝑘 𝑗=1 (3.3)

Persamaan (3.3) dapat dituliskan dalam formula lain yaitu:

𝜋𝑗 = 𝜇𝑗+ 𝑞1−𝛼𝑇𝑗 (3.4)

dimana 𝜋𝑗, 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘 adalah harga premi untuk kelas ke-j, dan 𝑇𝑗, 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘 𝑇𝑗 > 0 dinyatakan � 𝑛𝑗𝑇𝑗 = �� 𝑛𝑗𝜎𝑗2 𝑘 𝑗=1 = 𝜎. (3.5) 𝑘 𝑗=1

Beberapa alternatif untuk menentukan besar 𝑇𝑗, 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘 yaitu: 1. Alokasi seragam

Standar deviasi 𝜎 dari persamaan (3.6) dibagi secara seragam untuk seluruh peserta 𝑛, yaitu 𝑇1 = ⋯ = 𝑇𝑘 =𝜎

𝑛. Harga premi untuk kelas ke-𝑗 adalah

𝜋𝑗 = 𝜇𝑗+ 𝑞1−𝛼𝜎𝑛.

2. Alokasi semi seragam

Standar deviasi 𝜎 dibagi secara seragam untuk seluruh kelas 𝑗, yaitu 𝑇𝑗 = 𝜎

𝑘𝑛𝑗. Harga premi untuk kelas ke-𝑗 adalah

𝜋𝑗 = 𝜇𝑗 + 𝑞1−𝛼𝑘𝑛𝜎 𝑗.

(5)

3. Alokasi proporsional

Ragam tiap kelas dibagi secara proporsional oleh ragam keseluruhan yaitu 𝜎2 = ∑ 𝑛

𝑗𝜎𝑗2 𝑘

𝑗=1 , di mana rasionya adalah 𝑟𝑗 =𝑛𝑗𝜎𝑗

2

𝜎2 sehingga 𝑇𝑗 =

𝑟𝑗𝜎

𝑛𝑗. Harga premi untuk kelas ke-𝑗 adalah

𝜋𝑗 = 𝜇𝑗+ 𝑞1−𝛼𝑟𝑛𝑗𝜎 𝑗.

Selanjutnya dengan berdasar pada pendekatan global, penentuan harga premi di tiap kelas risiko diperoleh dari solusi pendekatan dua masalah pengoptimuman (alokasi optimum).

3.2 Penentuan Harga Premi Berdasarkan Pendekatan Dua Masalah Pengoptimuman

Penentuan harga premi dengan alokasi optimum menggunakan dua kondisi yaitu:

1. Menggunakan prinsip pertama yaitu peluang kebangkrutan ditetapkan sebesar 𝛼, 0 < 𝛼 < 1.

2. Menggunakan prinsip kedua yaitu, premi wajar yang akan ditetapkan dihitung dengan meminimisasi fungsi jarak (distance function). Fungsi jarak adalah fungsi berdasarkan kuadrat selisih antara risiko total, dikurangi premi total yang terboboti.

3.2.1 Pendekatan Pertama

Menentukan vektor premi 𝝅 = (𝜋1, … , 𝜋𝑛) dengan cara, meminimumkan penjumlahan nilai harapan dari kuadrat selisih antara risiko total dengan premi total yang terboboti, dengan kendala peluang dari seluruh klaim melebihi premi total (peluang kebangkrutan) di bawah nilai 𝛼, yaitu:

min𝜋 ��𝑟1 𝑗𝐸�𝑆𝑗− 𝑛𝑗𝜋𝑗� 2 𝑘 𝑗=1 �

(6)

dengan kendala, 𝑃 �� 𝑛𝑗𝜋𝑗 ≤ 𝑘 𝑗=1 � 𝑆𝑗 𝑘 𝑗=1 � ≤ 𝛼

𝑟1, … , 𝑟𝑘 adalah rasio dimana 𝑟𝑗 =𝑛𝑗𝜎𝑗

2

𝜎2 . Solusi untuk pendekatan pertama adalah:

𝜋𝑗 = 𝜇𝑗+𝑞1−𝛼𝑟𝑛𝑟𝑗

𝑗 𝜎, (3.6)

dimana 𝑟 = ∑𝑘𝑗=1𝑟𝑗 dan 𝑞1−𝛼 adalah persentil 1 − 𝛼 dari sebaran normal baku. Untuk membuktikan pendekatan pertama, digunakan dua Lema mengenai matriks definit positif berikut.

Lema 1

Misalkan 𝑨 adalah matriks definit positif dan misalkan 𝑷 adalah matriks taksingular, dengan ukuran 𝑚 × 𝑚. Misalkan 𝑷𝑻 adalah matriks transpos dari matriks 𝑷, maka 𝑩 = 𝑷𝑻𝑨𝑷 adalah matriks definit positif.

Bukti: lihat pada lampiran 3a. Lema 2

Misalkan 𝑎1, ⋯ , 𝑎𝑚 adalah bilangan positif, dan misalkan matriks 𝑨𝒎 adalah: 𝑨𝒎 = � 1 + 𝑎1 1 ⋯ 1 1 1 + 𝑎2 ⋱ ⋮ ⋮ ⋱ ⋱ 1 1 ⋯ 1 1 + 𝑎𝑚 �

maka matriks 𝑨𝒎 adalah matriks definit positif.

Bukti: lihat pada lampiran 3b.

.

Kendala dari pendekatan pertama yaitu 𝑃�∑𝑘𝑗=1𝑛𝑗𝜋𝑗 ≤∑𝑘𝑗=1𝑆𝑗� ≤ 𝛼 adalah ekuivalen dengan persamaan (3.3) yaitu ∑𝑘𝑗=1𝑛𝑗𝜋𝑗 = 𝜇 + 𝑞1−𝛼𝜎, sehingga pendekatan pertama menjadi:

(7)

min𝜋 ��𝑟1 𝑗𝐸�𝑆𝑗− 𝑛𝑗𝜋𝑗� 2 𝑘 𝑗=1 � dengan kendala, � 𝑛𝑗𝜋𝑗 𝑘 𝑗=1 = 𝜇 + 𝑞1−𝛼𝜎. Untuk 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘 𝑛𝑗𝜎𝑗2 = 𝑉𝑎𝑟�𝑆𝑗� = 𝑉𝑎𝑟�𝑆𝑗− 𝑛𝑗𝜋𝑗� = 𝐸�𝑆𝑗− 𝑛𝑗𝜋𝑗�2− 𝐸2�𝑆𝑗 − 𝑛𝑗𝜋𝑗� = 𝐸�𝑆𝑗− 𝑛𝑗𝜋𝑗�2− �𝑛𝑗𝜇𝑗− 𝑛𝑗𝜋𝑗�2 dan didapatkan 𝐸�𝑆𝑗− 𝑛𝑗𝜋𝑗�2 = 𝑛𝑗𝜎𝑗2+ �𝑛𝑗𝜇𝑗− 𝑛𝑗𝜋𝑗�.2 (3.7)

Substitusi Persamaan (3.7) kedalam fungsi tujuan dan diperoleh

min𝜋 �� �𝑟1 𝑗𝐸�𝑆𝑗 − 𝑛𝑗𝜋𝑗� 2 � 𝑘 𝑗=1 � = = min𝜋 �� �𝑟1 𝑗�𝑛𝑗𝜎𝑗 2+ �𝑛 𝑗𝜇𝑗− 𝑛𝑗𝜋𝑗�2�� 𝑘 𝑗=1 � = min𝜋 ��𝑛𝑗𝑟𝜎𝑗2 𝑗 𝑘 𝑗=1 + �𝑟1 𝑗 𝑘 𝑗=1 �𝑛𝑗𝜇𝑗− 𝑛𝑗𝜋𝑗�2�. Karena ∑ 𝑛𝑗𝜎𝑗 2 𝑟𝑗 𝑘

𝑗=1 adalah suatu konstanta terhadap 𝜋𝑗, sehingga bila dieliminasi

(8)

Misalkan 𝑊𝑗(𝜋) = 𝑛𝑗𝜇𝑗− 𝑛𝑗𝜋𝑗, 1 ≤ 𝑗 ≤ 𝑘, maka dengan menyubstitusi 𝑊𝑗(𝜋) pada fungsi tujuan dan kendala dari pendekatan pertama diperoleh

min𝜋 �� �𝑟1 𝑗𝑊𝑗 2(𝜋)� 𝑘 𝑗=1 �, dengan kendala, � 𝑊𝑗(𝜋) = −𝑞1−𝛼𝜎. 𝑘 𝑗=1

Kendala tersebut dapat ditulis menjadi:

−𝑊1(𝜋) = � 𝑊𝑗(𝜋) 𝑘 𝑗=2 + 𝑞1−𝛼𝜎. (3.8) Misalkan 𝐺(𝜋) = ∑ 1 𝑟𝑗𝑊𝑗 2(𝜋) 𝑘

𝑗=1 , substitusikan persamaan (3.8) ke dalam 𝐺(𝜋)

diperoleh 𝐺(𝜋) =𝑟1 1�� 𝑊𝑗(𝜋) 𝑘 𝑗=2 + 𝑞1−𝛼𝜎� 2 + �𝑟1 𝑗𝑊𝑗 2(𝜋) 𝑘 𝑗=2 . (3.9) Selanjutnya, pendekatan pertama menjadi:

min𝜋 {𝐺(𝜋)}.

Karena fungsi 𝐺(𝜋) adalah suatu fungsi dengan peubah 𝜋𝑗, maka turunan parsial pertama dari persamaan (3.9) adalah

𝜕𝐺 𝜕𝜋𝑗 = −2𝑛𝑗 𝑟1 �� 𝑊𝑗(𝜋) 𝑘 𝑗=2 + 𝑞1−𝛼𝜎� −2𝑛𝑟𝑗 𝑗 𝑊𝑗(𝜋) ∀𝑗 = 2, ⋯ , 𝑘. (3.10)

Untuk mendapatkan nilai optimal, maka melalui uji turunan pertama 𝜕𝐺

𝜕𝜋𝑗 =0 menghasilkan

(9)

−2𝑛𝑗 𝑟1 �� 𝑊𝑗(𝜋) 𝑘 𝑗=2 + 𝑞1−𝛼𝜎� −2𝑛𝑟𝑗 𝑗 𝑊𝑗(𝜋) = 0 ⟺𝑟1 1� 𝑊𝑗(𝜋) 𝑘 𝑗=2 +𝑟1 𝑗𝑊𝑗(𝜋) = − 𝑞1−𝛼𝜎 𝑟1 .

Jika 𝑊𝑗 = 𝑊𝑗(𝜋) maka untuk 𝑗 = 2, ⋯ , 𝑘 menghasilkan suatu sistem persamaan linear 𝑊2(𝜋), ⋯ , 𝑊𝑘(𝜋) yaitu: ⎩ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎨ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎧�1 𝑟1+ 1 𝑟2� 𝑊2+ 1 𝑟1� 𝑊𝑗 𝑘 𝑗=2 𝑗≠2 = −𝑞1−𝛼𝑟 𝜎 1 �𝑟1 1+ 1 𝑟3� 𝑊3+ 1 𝑟1� 𝑊𝑗 𝑘 𝑗=2 𝑗≠3 = −𝑞1−𝛼𝑟 𝜎 1 ⋮ �𝑟1 1+ 1 𝑟𝑘� 𝑊𝑘+ 1 𝑟1� 𝑊𝑗 𝑘 𝑗=2 𝑗≠𝑘 = −𝑞1−𝛼𝑟 𝜎 1

dalam bentuk perkalian matriks, sistem persamaan linear tersebut menjadi

⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡𝑟1 1+ 1 𝑟2 1 𝑟1 ⋯ ⋯ ⋯ 1 𝑟1 1 𝑟1 1 𝑟1+ 1 𝑟3 1 𝑟1 ⋯ ⋯ 1 𝑟1 ⋮ 𝑟1 1 ⋱ 1 𝑟1 ⋯ ⋮ ⋮ ⋮ 𝑟1 1 ⋱ 1 𝑟1 ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ 𝑟1 1 ⋱ 1 𝑟1 1 𝑟1 1 𝑟1 ⋯ ⋯ ⋯ 1 𝑟1 + 1 𝑟𝑘⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡𝑊𝑊2 3 ⋮ ⋮ ⋮ 𝑊𝑘⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡−𝑞1−𝛼𝑟 𝜎 1 −𝑞1−𝛼𝑟 𝜎 1 −𝑞1−𝛼𝑟 𝜎 1 −𝑞1−𝛼𝑟 𝜎 1 −𝑞1−𝛼𝜎 𝑟1 −𝑞1−𝛼𝑟 𝜎 1 ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ .

(10)

Baris pertamanya merupakan persamaan �𝑟1 1+ 1 𝑟2� 𝑊2+ 1 𝑟1� 𝑊𝑗 𝑘 𝑗=3 = −𝑞1−𝛼𝑟 𝜎 1 . (3.11)

Selanjutnya dengan mengurangkan tiap baris dengan baris berikutnya dan seterusnya, dituliskan dalam bentuk matriks gandeng (augmented matrix) dan diperoleh ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡𝑟11+ 1 𝑟2 1 𝑟1 ⋯ ⋯ ⋯ 1 𝑟1 − 𝑞1−𝛼𝜎 𝑟1 −𝑟1 2 − 1 𝑟3 0 ⋯ ⋯ 0 0 ⋮ 0 ⋱ 0 ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋱ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ 0 ⋱ ⋱ 0 ⋮ −𝑟1 2 0 ⋯ ⋯ 0 − 1 𝑟𝑘 0 ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ .

Untuk baris kedua sampai baris ke-𝑘 berlaku

𝑟2𝑊𝑗 = −𝑟𝑗𝑊2 ∀𝑗 = 3, ⋯ , 𝑘. (3.12)

Substitusikan persamaan (3.12) ke persamaan (3.11) menghasilkan

� 𝑟𝑗𝑊2 𝑘 𝑗=1 = −𝑟2𝑞1−𝛼𝜎 karena 𝑟 = ∑𝑘𝑗=1𝑟𝑗, maka 𝑊2 =−𝑟2𝑞𝑟1−𝛼𝜎 (3.13)

substitusikan persamaan (3.13) ke persamaan (3.12) menghasilkan

𝑊𝑗 =−𝑟𝑗𝑞𝑟1−𝛼𝜎, 𝑗 = 3, ⋯ , 𝑘 (3.14)

substitusikan persamaan (3.13) dan (3.14) ke dalam persamaan (3.8) menghasilkan

(11)

Akhirnya, dari persamaan (3.13), (3.14), (3.15) diperoleh

𝑊𝑗 = −𝑟𝑗𝑞𝑟1−𝛼𝜎, 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘. (3.16)

Karena 𝑊𝑗 = 𝑊𝑗(𝜋) dan 𝑊𝑗(𝜋) = 𝑛𝑗𝜇𝑗− 𝑛𝑗𝜋𝑗 maka diperoleh 𝜋𝑗∗ = 𝜇𝑗+ 𝑞1−𝛼𝑟𝑛𝑟𝑗𝜎

𝑗, 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘

dan vektor 𝝅∗ = (𝜋1∗, ⋯ , 𝜋𝑘∗) adalah titik kritisnya.

Selanjutnya akan dibuktikan matriks Hessian dari persamaan (3.9) pada 𝝅∗ merupakan matriks definit positif. Turunan parsial kedua dari persamaan (3.9)

terhadap 𝜋𝑗 adalah 𝜕2𝐺 𝜕𝜋𝑗2 = 2𝑛𝑗2 𝑟1 + 2𝑛𝑗2 𝑟𝑗 = 2𝑛𝑗2(𝑟 1+ 𝑟𝑖) 𝑟1𝑟𝑗 , 𝑗 = 2, ⋯ , 𝑘 𝜕2𝐺 𝜕𝜋𝑖𝜕𝜋𝑗 = 2𝑛𝑖𝑛𝑗 𝑟1 2 ≤ 𝑖 < 𝑗 ≤ 𝑘. Matriks Hessiannya: 𝑯 = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡2𝑛22(𝑟1+ 𝑟2) 𝑟1𝑟2 2𝑛2𝑛3 𝑟1 2𝑛2𝑛4 𝑟1 ⋯ ⋯ 2𝑛2𝑛𝑘 𝑟1 2𝑛3𝑛2 𝑟1 2𝑛32(𝑟1+ 𝑟3) 𝑟1𝑟3 2𝑛3𝑛4 𝑟1 ⋯ ⋯ 2𝑛3𝑛𝑘 𝑟1 ⋮ ⋱ ⋮ ⋱ ⋮ ⋱ 2𝑛𝑘𝑛2 𝑟1 2𝑛𝑘𝑛3 𝑟1 ⋯ ⋯ 2𝑛𝑘𝑛𝑘−1 𝑟1 2𝑛𝑘2(𝑟1+ 𝑟𝑘) 𝑟1𝑟𝑘 ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

Karena matriks definit positif tidak berubah jika matriks tersebut dikalikan dengan bilangan skalar positif, sehingga matriks Hessian jika dikalikan dengan 𝑟1/2 menjadi

(12)

𝑯� = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡𝑛22(𝑟1+ 𝑟2) 𝑟2 𝑛2𝑛3 𝑛2𝑛4 ⋯ ⋯ 𝑛2𝑛𝑘 𝑛3𝑛2 𝑛3 2(𝑟 1+ 𝑟3) 𝑟3 𝑛3𝑛4 ⋯ ⋯ 𝑛3𝑛𝑘 ⋮ ⋱ ⋮ ⋱ ⋮ ⋱ 𝑛𝑘−1𝑛𝑘 𝑛𝑘𝑛2 𝑛𝑘𝑛3 ⋯ ⋯ 𝑛𝑘𝑛𝑘−1 𝑛𝑘 2(𝑟 1+ 𝑟𝑘) 𝑟𝑘 ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

𝑯� adalah sebuah matriks simetris yang memenuhi kesamaan:

𝑯� = �𝑛⋮2 ⋯ 0⋱ ⋮ 0 ⋯ 𝑛𝑘 � ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡1 +𝑟𝑟1 2 ⋯ 1 ⋮ ⋱ ⋮ 1 ⋯ 1 +𝑟𝑟1 𝑘⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ �𝑛⋮2 ⋯ 0⋱ ⋮ 0 ⋯ 𝑛𝑘 �.

Dengan menggunakan Lema 1 dan 2, 𝑯� adalah matriks definit positif begitu juga dengan matriks Hessian 𝑯, sehingga 𝝅∗ adalah solusi optimum untuk pendekatan pertama ∎

3.2.2 Pendekatan kedua

Penentuan vektor premi 𝝅 = (𝜋1, … , 𝜋𝑛), dengan cara meminimumkan peluang kebangkrutan dan sebagai kendala adalah nilai harapan dari ∑ �𝑆𝑘𝑗=1 𝑗− 𝑛𝑗𝜋𝑗�2 yang terboboti di bawah suatu nilai yang telah ditentukan, yaitu:

min𝜋 �𝑃 �� 𝑛𝑗𝜋𝑗 < � 𝑆𝑗 𝑛 𝑗=1 𝑘 𝑗=1 ��, dengan kendala: � �𝑟1 𝑗𝐸�𝑛𝑗𝜇𝑗− 𝑛𝑗𝜋𝑗� 2 � 𝑘 𝑗=1 ≤ 𝐵

(13)

Solusi untuk pendekatan kedua adalah: 𝜋𝑗 = 𝜇𝑗+𝑛𝑟𝑗

𝑗�𝐴𝑟 ∀𝑗= 1, ⋯ , 𝑘 (3.17)

dimana 𝑟 = ∑𝑘𝑖=1𝑟𝑗, 𝑆𝑗 = ∑𝑛𝑖=1𝑗 𝑋𝑗,𝑖, 𝑆 = ∑𝑛𝑗=1𝑆𝑗, dengan menggunakan asumsi alokasi proporsional ditentukan nilai 𝐴 = ∑ 𝑛𝑗

𝑟𝑗�𝜋𝑗− 𝜇𝑗� 2 𝑘 𝑗=1 dan 𝐵 = ∑ 𝑛𝑗𝜎𝑗2 𝑟𝑗 𝑘 𝑗=1 + ∑𝑘𝑗=1𝑛𝑟𝑗𝑗�𝜋𝑗− 𝜇𝑗�2.

Untuk membuktikan pendekatan kedua, dengan asumsi 𝑛 jumlah besar sehingga berlaku teorema limit pusat, dari peluang kebangkrutan diperoleh

𝑃 �𝑆 > � 𝑛𝑗𝜋𝑗 𝑘

𝑗=1

� = 𝑃 �𝑆 − 𝜇𝜎 >∑𝑘𝑗=1𝑛𝑗𝜋𝑗− ∑𝜎 𝑘𝑗=1𝑛𝑗𝜇𝑗�. (3.18)

Pada persamaan (3.18), meminimalkan 𝑆−𝜇

𝜎 adalah sama dengan memaksimumkan ∑𝑘𝑗=1𝑛𝑗�𝜋𝑗−𝜇𝑗�

𝜎 atau memaksimumkan ∑𝑘𝑗=1𝑛𝑗�𝜋𝑗− 𝜇𝑗� (karena 𝜎 > 0 adalah

konstanta terhadap 𝜋𝑗 ).

Dengan menggunakan asumsi alokasi proporsional ditentukan nilai 𝐴 dan 𝐵 yaitu 𝐵 ≥ ∑ 𝑛𝑗𝜎𝑗2 𝑟𝑗 𝑘 𝑗=1 dan 𝐴 = 𝐵 − ∑ 𝑛𝑗𝜎𝑗 2 𝑟𝑗 𝑘 𝑗=1 , dimana 𝐴 = ∑𝑘𝑗=1𝑛𝑟𝑗𝑗�𝜋𝑗 − 𝜇𝑗�2

sehingga kendala pada pendekatan kedua adalah 𝐵 = ∑ 𝑛𝑗𝜎𝑗 2

𝑟𝑗

𝑘

𝑗=1 + ∑𝑘𝑗=1𝑛𝑟𝑗𝑗�𝜋𝑗−

𝜇𝑗�2, selanjutnya pendekatan kedua menjadi

maks𝜋 �� 𝑛𝑗�𝜋𝑗− 𝜇𝑗� 𝑘 𝑗=1 � dengan kendala: �𝑛𝑗𝑟𝜎𝑗2 𝑗 𝑘 𝑗=1 + �𝑛𝑟𝑗 𝑗 �𝜋𝑗 − 𝜇𝑗� 2 𝑘 𝑗=1 = 𝐵

(14)

Misalkan 𝑋𝑗 = 𝑛𝑗�𝜋𝑗 − 𝜇𝑗�, dan karena 𝐴 = 𝐵 − ∑ 𝑛𝑗𝜎𝑗 2 𝑟𝑗 𝑘 𝑗=1 , dengan menyubstitusi 𝑋𝑗 dan 𝐴, diperoleh maks𝜋 �� 𝑛𝑗𝑋𝑗 𝑘 𝑗=1 � dengan kendala: �𝑛𝑟𝑗2 𝑗 𝑋𝑗 2− 𝐴 𝑘 𝑗=1 = 0.

Untuk menemukan solusi pengoptimuman tersebut dengan menggunakan kondisi karush-kuhn-tucker dengan fungsi lagrange

𝐺(𝑋, 𝜆) = � 𝑛𝑗𝑋𝑗 𝑘 𝑗=1 + 𝜆 ��𝑛𝑟𝑗2 𝑗 𝑋𝑗 2− 𝐴 𝑘 𝑗=1 �, turunan parsialnya adalah

𝜕𝐺(𝑋, 𝜆) 𝜕𝑋𝑗 = 𝑛𝑗+ 2𝜆𝑛𝑗 2𝑋𝑗 𝑟𝑗 = 0 ∀𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘 (3.19) dan 𝜕𝐺(𝑋, 𝜆) 𝜕𝜆 = � 𝑛𝑗2𝑋𝑗2 𝑟𝑗 − 𝐴 𝑘 𝑗=1 = 0 (3.20) dari persamaan (3.19) diperoleh

𝑋𝑗 = −2𝜆𝑛𝑟𝑗

𝑗 ∀𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘. (3.21)

Karena 𝑋𝑗 ≥ 0 dan 𝜆 bernilai negatif, dengan menyubstitusi persamaan (3.21) kedalam persamaan (3.20) diperoleh

(15)

��− 𝑟𝑗 2𝜆𝑛𝑗� 2 𝑟𝑗 = 𝐴 ⟹ 1 4𝐴𝑛𝑗2 𝑘 𝑗=1 � 𝑟𝑗 𝑘 𝑗=1 = 𝜆2, (3.22)

karena 𝜆 < 0, menyubstitusi nilai 𝜆 dari persamaan (3.22) ke persamaan (3.21) menghasilkan

𝑋𝑗∗ = −2𝜆𝑛𝑟𝑗 𝑗 =

𝑟𝑗

𝑛𝑗�𝐴𝑟 ∀𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘. (3.23)

Selanjutnya akan dinyatakan bahwa titik 𝑋∗ = (𝑋1∗, ⋯ , 𝑋𝑘∗) adalah titik optimum, misalkan 𝜀1, ⋯ , 𝜀𝑘 ∈ ℝ adalah 𝑘 buah bilangan skalar. Titik 𝑋∗ adalah solusi dari pendekatan kedua jika dan hanya jika:

� 𝑦𝑗 𝑘 𝑗=1 < � 𝑋𝑗∗ 𝑘 𝑗=1 ,

untuk setiap titik 𝑦 = (𝑦1, ⋯ , 𝑦𝑘) ∈ ℝ𝑘 dengan 𝑦𝑗 ≥ 0, 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘 berlaku

𝑟1 𝑗𝑦𝑗 2− 𝐴 𝑘 𝑗=1 = 0. (3.24) Misalkan nilai 𝑦𝑗 = 𝑋1∗+ 𝑟𝑗𝜀𝑗 ∀𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘, maka persamaan (3.24) menjadi:

𝑟1 𝑗�𝑋1 ∗+ 𝑟 𝑗𝜀𝑗�2 = 𝐴. 𝑘 𝑗=1 (3.25) Menyubstitusi nilai 𝑋1∗ dari persamaan (3.23) ke persamaan (3.25) menghasilkan

𝑟1 𝑗�𝑟𝑗�𝐴𝑟 + 𝑟𝑗𝜀𝑗� 2 = 𝐴 𝑘 𝑗=1 ⟺ � 𝑟𝑗�𝐴𝑟 + 2�𝐴𝑟 𝜀𝑗 + 𝜀𝑗2� = 𝐴 𝑘 𝑗=1

(16)

⟺ 2�𝐴𝑟 � 𝑟𝑗 𝑘 𝑗=1 𝜀𝑗+ � 𝑟𝑗 𝑘 𝑗=1 𝜀𝑗2 = 0 ⟺ � 𝑟𝑗 𝑘 𝑗=1 𝜀𝑗 = −12𝐴 � 𝑟𝑟 𝑗 𝑘 𝑗=1 𝜀𝑗2 < 0 sehingga, � 𝑦𝑗 𝑘 𝑗=1 = ��𝑋𝑗∗+ 𝑟𝑗𝜀𝑗� 𝑘 𝑗=1 = � 𝑋𝑗∗ 𝑘 𝑗=1 + � 𝑟𝑗 𝑘 𝑗=1 𝜀𝑗 < � 𝑋𝑗∗ 𝑘 𝑗=1 .

Karena 𝑋∗ adalah titik optimum, menurut persamaan (3.23) dan dari asumsi 𝑋𝑗 = 𝑛𝑗�𝜋𝑗− 𝜇𝑗�, maka premi optimum untuk kelas ke-𝑗 adalah:

𝜋𝑗 = 𝜇𝑗+𝑛𝑟𝑗

𝑗�𝐴𝑟 ∀𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘 ∎

3.3 Fungsi Harga dan Fungsi Permintaan

Solusi untuk dua pendekatan tersebut yaitu persamaan (3.7) dan (3.16), dapat dituliskan dalam formula lain. Misalkan diberikan vektor 𝒏 = (𝑛1, … , 𝑛𝑘) yang menyatakan banyaknya peserta asuransi dalam tiap kelas risiko 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘, maka untuk kelas ke- j harga premi 𝜋𝑗 yaitu 𝑃𝑗(𝑛) adalah:

𝜋𝑗 = 𝑃𝑗(𝒏) = 𝜇𝑗+𝑛𝑟𝑗

𝑗𝑎 (3.26)

dimana untuk pendekatan pertama nilai 𝑎 adalah 𝑞1−𝛼𝜎

𝑟 , dan untuk pendekatan

kedua nilai 𝑎 adalah �𝐴

𝑟. Sehingga 𝑷(𝒏) = �𝑝1(𝒏), … , 𝑝𝑘(𝒏)� disebut fungsi

harga (the pricing function).

Misalkan harga premi untuk tiap kelas risiko 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘 telah ditetapkan yaitu vektor premi 𝝅 = (𝜋1, … , 𝜋𝑘), akan berpotensi untuk menghasilkan vektor lainnya yaitu 𝒏 = 𝑫(𝝅) = �𝐷1(𝜋), … , 𝐷𝑘(𝜋)�, dimana 𝐷𝑗(𝜋) adalah banyaknya potensi peserta asuransi pada kelas ke-𝑗 dengan vektor premi 𝝅. Dikatakan bahwa 𝑫(𝝅) adalah fungsi permintaan, dan diasumsikan bila 𝐷𝑗(𝜋) turun ketika 𝜋𝑗 naik.

(17)

3.4 Eksistensi dan Karakteristik dari Titik Kesetimbangan 3.4.1 Eksistensi Titik Kesetimbangan

Misalkan dalam pasar asuransi, pada saat sejumlah perusahaan asuransi menentukan harga premi bagi para pemegang polis (policyholders) untuk sejumlah produk yang diluncurkan, pasar bereaksi dengan pembaruan (updating) jumlah pemegang polis. Hal ini menyebabkan pembaruan harga premi, dan seterusnya.

Pada penentuan harga premi pada portfolio heterogen untuk sejumlah 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘 kelas risiko, misalkan jumlah peserta pada kelas tersebut adalah 𝒏0,

dimana 𝒏𝟎 = (𝑛10, ⋯ , 𝑛𝑘0). Harga premi ditentukan dengan menggunakan fungsi harga (persamaan 3.21), sehingga didapatkan vektor harga preminya untuk seluruh kelas risiko yaitu 𝝅𝟏= �𝑃1(𝑛0), ⋯ , 𝑃𝑘(𝑛0)�. Pembaruan vektor premi ini, menyebabkan perubahan jumlah pemegang polis pada tiap kelas karena adanya fungsi permintaan yaitu 𝒏𝟏= 𝑫(𝝅𝟏) dan seterusnya. Misalkan sampai pada langkah ke-𝑗 harga premi ditetapkan 𝝅𝒋 = �𝑃1�𝑛𝑗−1�, ⋯ , 𝑃𝑘�𝑛𝑗−1�� lalu banyaknya peserta berubah menjadi 𝒏𝒋 = 𝑫(𝝅𝒋), vektor harga premi menjadi 𝝅𝒋+𝟏= �𝑃

1�𝑛𝑗�, ⋯ , 𝑃𝑘�𝑛𝑗�� dan seterusnya.

Vektor 𝝅∗ dikatakan pada titik kesetimbangan pada saat 𝝅∗ = 𝑃�𝑫(𝝅∗)�, dimana 𝒏∗ = 𝑫(𝝅∗) yaitu penentuan banyaknya peserta asuransi di tiap kelas sebagai fungsi dari 𝝅∗. Penentuan keberadaan titik kesetimbangan menggunakan

teorema:

Teorema 3.1 Teorema Titik Tetap (Teorema Brouwer)

Misalkan ∁ ⊂ ℝ𝑛 adalah gugus tak kosong, kompak, dan konveks. Fungsi 𝑓: ∁ → ∁ kontinu, maka terdapat titik tetap (fixed point) yaitu 𝑥𝑜, 𝑥𝑜= 𝑓(𝑥𝑜).

Bukti:

Untuk membuktikan teorema titik tetap (teorema Brouwer), digunakan dua Lema yaitu:

(18)

Lema 3

Misalkan (𝑿, 𝑑) dan (𝒀, 𝜌) adalah ruang metrik. Fungsi 𝑓: 𝑿 → 𝒀 dikatakan kontinu pada titik 𝒙𝒐 ∈ 𝑿 jika dan hanya jika lim𝑛→∞𝑓(𝒙𝒏) = 𝑓(𝒙𝒐) untuk setiap barisan {𝒙𝒏} di 𝑿 dengan lim𝑛→∞𝒙𝒏 = 𝒙𝒐.

Bukti pada lampiran 3c.

Lema 4 (Heine-Borel)

Misalkan gugus 𝑲 ⊆ ℝ𝑛, 𝑲 dikatakan kompak jika dan hanya jika tertutup dan terbatas.

Bukti pada lampiran 3d.

Misalkan 𝒙𝒐 ∈ ∁ sebarang dan didefinisikan

𝒙𝟏= 𝑓(𝒙𝒐), 𝒙𝟐= 𝑓(𝒙𝟏), ⋯ , 𝑥𝑛+1= 𝑓(𝒙𝒏)

Diketahui ∁ kompak, maka menurut Lema 4 tentang kekompakan ∁ tertutup. Misalkan {𝒙𝒏} barisan di ∁, 𝒙𝒏 → 𝒙𝒐, 𝒙𝒐 ∈ 𝑺 dan 𝜀 > 0 sebarang. Menurut Lema 3 terdapat 𝛿 sedemikian rupa sehingga 𝑑�𝑓(𝒙𝒏), 𝑓(𝒙𝒐)� < 𝜀, bila 𝑑(𝒙𝒏, 𝒙𝒐) < 𝛿, untuk 𝑛 ≥ 𝑁 asli, atau

lim

𝑛→∞𝑓(𝒙𝒏) = 𝑓(𝒙𝒐) (∗)

Di pihak lain berdasarkan konstruksi di atas, diperoleh lim

𝑛→∞𝑓(𝒙𝒏) = lim𝑛→∞𝒙𝒏+𝟏 = 𝒙𝒐 (∗∗)

dari (∗) dan (∗∗) diperoleh 𝒙𝒐 = 𝑓(𝒙𝒐).

Pada perhitungan penentuan besar premi (𝜋𝑗) dan jumlah peserta (𝑛𝑗) di tiap kelas risiko, menggunakan asumsi batasan intervalnya yaitu:

(a) 𝜋𝑗 ∈ �𝜇𝑗, 𝑀𝑗�, 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘, di mana 0 < 𝑁𝑗𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝐷𝑗(𝝅) ≤ 𝑁𝑗𝑚𝑎𝑥 (b) 𝑛𝑗 ∈ �𝑁𝑗𝑚𝑖𝑛, 𝑁𝑗𝑚𝑎𝑥�, 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘 , di mana 𝜇𝑗 ≤ 𝑃�𝑗(𝒏) ≤ 𝑀𝑗.

Dengan menggunakan teorema (3.1) dan asumsi batasan interval, maka fungsi harga pada persamaan (3.24) menjadi

(19)

Teorema 3.2

Misalkan fungsi permintaan adalah fungsi kontinu, dengan menggunakan asumsi batasan interval diperoleh 𝑄(𝝅) = 𝑷��𝑫(𝝅)� = 𝑷� ��𝐷1(𝜋), ⋯ , 𝐷𝑘(𝜋)��, maka pada titik kesetimbangan terdapat vektor premi 𝝅∗ = (𝜋1∗ , ⋯ , 𝜋𝑘∗) yang memenuhi:

𝑄(𝝅∗) = 𝑄(𝜋

1∗ , ⋯ , 𝜋𝑘∗) = 𝝅∗ (3.28)

Bukti:

Karena fungsi 𝑷�(𝒏) dan 𝑫(𝝅) adalah fungsi kontinu, dengan menggunakan asumsi batasan interval yang mengakibatkan bahwa 𝑸 adalah kontinu dari ∁ ke ∁, dimana ∁= [𝜇1, 𝑀1] × ⋯ × [𝜇𝑘, 𝑀𝑘], di mana hasilnya didapat berdasarkan teorema titik tetap.

Teorema 3.2 membuktikan eksistensi titik kesetimbangan. Ketunggalan dari titik kesetimbangan tidak dibuktikan, karena berkenaan dengan masalah irisan antara dua fungsi peubah banyak. Pada perhitungan secara numerik, dapat diperoleh beberapa titik kesetimbangan. Untuk beberapa kasus yang menggunakan iterasi, proses tercapainya titik kesetimbangan bergantung pada penetapan titik awalnya.

3.4.2 Karakteristik dari Titik Kesetimbangan

Fungsi harga pada persaman (3.24) di titik kesetimbangan berdasarkan teorema titik tetap menjadi persamaan (3.25), sedangkan fungsi permintaan pada titik kesetimbangan menggunakan teorema berikut.

Teorema 3.3

Suatu vektor 𝝅∗ = (𝜋1∗, ⋯ , 𝜋𝑘∗) adalah titik tetap dari 𝑄(𝝅) jika dan hanya jika, untuk 𝑗 = 1, ⋯ , 𝑘 memenuhi:

𝐷𝒋(𝝅∗) =�𝜋 𝑟𝑗

𝑗∗− 𝜇𝑗�𝑎 (3.29)

Bukti:

Syarat perlu: asumsikan bahwa 𝝅∗ titik kesetimbangan, sehingga: 𝜋𝑗∗ = 𝜇𝑗+𝐷 𝑟𝑗

(20)

oleh karena

𝐷𝑗(𝝅∗) =�𝜋 𝑟𝑗

𝑗∗− 𝜇𝑗�𝑎,

syarat cukup: akan diperlihatkan bahwa persamaan (3.27) mengakibatkan persamaan (3.26), dengan menyubstitusikannya ke dalam persamaan (3.24) diperoleh 𝜇𝑗+𝐷 𝑟𝑗 𝑗(𝝅∗) 𝑎 = 𝜇𝑗+ 𝑎𝑟𝑗 𝑎𝑟𝑗⁄�𝜋𝑗∗− 𝜇𝑗�= 𝝅 ∗

Referensi

Dokumen terkait

Aspek budaya yang dimaksudkan disini adalah bagaimana pengetahuan budaya bagi mahasiswa pada pelajaran mata kuliah penerjemahan dalam memaknai dan mengalihkan pesan

Aplikasi Twiddla dalam pengajaran dan pemelajaran Sejarah diharap akan dapat membuka perspektif baru terhadap mata pelajaran Sejarah agar lebih fleksibel, kreatif dan

Pelaksanaan program pengabdian pada masyarakat dengan mitra kelompok tani dan koperasi Gondoarum di Dusun Gintung, Desa Binangun, Kecamatan Karangkobar,

Sebuah benda bergerak melingkar beraturan dengan kecepatan sudut 10 rad/s, maka kece- patan linier suatu titik yang berjarak 30 cm dari pusat adalah : ….. Sebuah benda

Jika algoritma genetik ini diterapkan untuk penyusunan lintasan produksi yang baru atau penelitian yang akan datang, perlu di perhatikan parameter genetik yang digunakan

Dimana biasanya untuk mendapatkan pengukuran fluida dalam suatu bejana atau Tangki Ukur Tetap Silinder DAtar (TUTSIDA) atau yang lebih dikenal pada masyarakat

Pada dasarnya Pusat Listrik Tenaga Hydro bekerja dengan cara mengubah energi potensial (air yang mengalir dari DAM atau air terjun) menjadi energi mekanik

Samples dipped and agitated in acidic electrolyzed water, tap water, alkaline electrolyzed water maintained their form and color up to 3 days after treatment. The