• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWIRAUSAHAAN MODUL B1.1:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEWIRAUSAHAAN MODUL B1.1:"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

KEWIRAUSAHAAN

MODUL B1.1: Sejarah, Karakteristik Wirausaha, Membangun Kewirausahaan Oleh:

Nahiyah J. Faraz, M.Pd, M.Lies Endarwati, M.Si., & Dyna Herlina S., SE,SIP.

A. Kompetensi

Setelah mempelajari modul ini kompetensi yang diharapkan adalah peserta pelatihan lebih memahami materi tentang sejarah dan pengertian kewirausahaan, karakteristik wirausaha, pentingnya kewirausahaan, dan membangunkewirausahaan. B. Indikator

Setelah mempelajari modul ini peserta pelatihan diharapkan dapat: 1. Menjelaskan sejarah kewirausahaan.

2. Menjelaskan dan memberi contoh pengertian kewirausahaan. 3. Menjelaskan dua pendekatan kewirausahaan.

4. Menjelaskan dan memberi contoh karakteristik wirausaha. 5. Menjelaskan hubungan antara risiko dan sifat kewirausahaan. 6. Menjelaskan watak wirausahawan.

7. Menjelaskan enam dimensi kewirausahaan menurut Howard Stevenson 8. Menjelaskan perbedaan antara manajer dan wirausaha.

9. Menjelaskan model proses kewirausahaan.

10. Menjelaskan dan memberi contoh pentingnya kewirausahaan. 11. Menjelaskan dan memberi contoh cara membangun kewirausahaan.

C. Materi

I. PENGANTAR

Upaya menyerasikan atau membuat kebutuhan dan ketersediaan akan barang menjadi pas, hampir-hampir mustahil untuk dilakukan, tetapi kesenjangan keduanya justru memberikan nilai tambah tersendiri bagi lahirnya sebuah kreativitas. Banyak orang belajar dari serba kekurangan bukan dari serba kecukupan. Karena itu perlu kita renungkan kembali bahwa kekayaan alam Indonesia yang melimpah ini sebenarnya bermakna keberuntungan atau ketergantungan. Modul ini tidak berpretensi untuk menjawabnya, kecuali menyadarkan suatu konsep yang sebenarnya telah lama dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa ini, yakni kewirausahaan. Leluhur bangsa kita terkenal sebagai kaum bahari dan daya tahan hidupnya sangat tergantung dari kegiatan wirausaha.

(2)

Modul yang dimaksudkan sebagai salah satu bahan pelatihan kewirausahaan ini bertujuan memberikan gambaran mengenai sejarah, pengertian, dan arti penting dari kewirausahaan.

II. SEJARAH dan PENGERTIAN

Para wirausahawan dunia modern muncul petama kali di Inggris pada masa revolusi industri pada akhir abad ke XVIII. Para wirausahawan awal ini mempunyai karakteristik kesabaran dan tenaga yang tidak terbatas. Beberapa adalah orang-orang yang mempunyai uang, tetapi bukan berasal dari golongan bangsawan. Mereka muncul dari kelas menengah ke bawah, yang didorong oleh keinginan untuk mewujudkan impian dan gagasan inovatif menjadi kenyataan. Tujuan utama mereka adalah pertumbuhan dan perluasan organisasi-organisasi mereka. Mereka percaya pada nilai kerja yang mereka lakukan, mereka tidak mementingkan keuntungan dan kekayaan sebagai tujuan pertama. Keberhasilan memberi arti dan kebanggaan pada usaha yang mereka lakukan.

Kewirausahaan dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan entrepreneur. Diduga, kata itu diadopsi dari bahasa Perancis yang berarti between-taker atau go-between (perantara). Istilah kewirausahaan yang masuk dalam kamus bisnis tahun 1980-an memiliki definisi yang berbeda-beda. Ada dua pendekatan yang dilakukan di dalam mendefinisikan kewirausahaan, yaitu pendekatan fungsional dan pendekatan kewirausahaan sisi penawaran.

Pendekatan fungsional menekankan peranan kewirausahaan dalam perekonomian seperti mengemban suatu resiko karena melakukan pembelian pada suatu tingkat harga tertentu dan menjualnya pada tingkat harga yang tidak menentu, melakukan kegiatan-kegiatan produksi dan inovasi, serta menyebabkan atau memberikan reaksi terhadap gejolak-gejolak ekonomi.

Pendekatan kewirausahaan sisi penawaran menekankan kepada sifat-sifat individual yang dimiliki para pengusaha. Pendekatan ini mengatakan bahwa sifat-sifat tertentu seperti keinginan untuk berprestasi dan kemampuan untuk mengontrol serta menanggung resiko dari tindakan yang mereka lakukan sebagai sifat-sifat dari wirausaha.

Entrepreneur dan fungsinya yang unik sebagai penanggung resiko, pertama kali

dikemukakan oleh Richard Cantillon, seorang Irlandia yang berdiam di Perancis.

Entrepreneur disini dimaksudkan sebagai upaya membeli barang dan jasa-jasa dengan

harga ”tertentu”, untuk dijual dengan harga ”yang tidak pasti” di masa yang akan datang. Karena itu, pada awalnya, kewirausahaan diartikan sebagai ”pengambil resiko” (risk

taker). Di awal abad ke-18, Richard Cantillon mengobservasi bahwa seorang wirausaha

adalah orang yang menanggung resiko pembelian dan penjualan. Beberapa ahli teori manajemen mengatakan bahwa kewirahusahaan adalah kehebatan dalam pembentukan perusahaan baru yang di dalamnya mengandung pemanfaatan peluang dan pengambilan resiko. Peter F. Drucker mendefinisikan kewirausahaan dengan lebih optimis, yakni

(3)

sebagai seorang yang berfokus kepada peluang, bukan resiko. Bapak manajemen yang terkenal ini juga menyebutkan bahwa kewirausahaan ini bukanlah pengambil resiko melainkan penentu resiko. Adam Simth dan Jean Baptisay (1803) mengatakan bahwa seorang wirausaha adalah seorang yang menyatukan faktor-faktor produksi. Joseph Schumpeter (1934) memberi makna kewirausahaan dengan kata inovator.

Dalam bukunya, The Management Challenge, James M.Higgins (1994) menguraikan bahwa secara historis, kewirausahaan dianggap sebagai salah satu fungsi ekonomi. Higgins mengatakan pula bahwa yang membedakan para wirausaha dengan para manajer terletak pada pendekatan mereka terhadap pemecahan masalah. Para wirausaha bukan hanya memecahkan masalah atau bereaksi terhadap masalah, melainkan juga mencari peluang.

Dua pendekatan mengenai definisi dari kewirausahaan di atas dibantah oleh Howard Stevenson. Menurutnya, tak satupun dari kedua pendekatan tersebut yang cukup menjelaskan teori kewirausahaan. Menurut Stevenson, kewirausahaan merupakan suatu pola tingkah laku manajerial yang terpadu. Kewirausahaan adalah upaya pemanfaatan peluang-peluang yang tersedia tanpa mengabaikan sumberdaya yang dimilikinya. Pola tingkah laku manajerial yang terpadu tersebut bisa dilihat dalam enam dimensi praktek bisnis, yakni: 1) orientasi strategis; 2) komitmen terhadap peluang yang ada; 3) komitmen terhadap sumberdaya; 4) pengawasan sumberdaya; 5) konsep manajemen; dan 6) kebijakan balas jasa.

Dari keenam ciri di atas, dihasilkan dua bentuk pelaku bisnis dengan corak yang berbeda, yakni: Promotor dan Trustee. Promotor, yaitu orang yang percaya akan kemampuan yang dimilikinya. Trustee, yaitu orang yang lebih menekankan penggunaan sumberdaya yang telah dimilikinya secara efisien.

Kemudian, Stevenson mengatakan bahwa dalam bentuk strategi suatu perusahaan, orientasi kewirausahaan lebih menekankan pada penggunaaan peluang terhadap sumberdaya yang tersedia. Perbedaan seorang berjiwa wirausaha dengan yang tidak adalah dalam kemampuannya memahami bisnis dengan sangat baik sehingga mereka bukan hanya mampu membuat komitmen lebih dahulu dibandingkan orang lain, mereka juga mengetahui kapan harus keluar dari suatu bisnis. Kemudian bahwa para wirausaha berusaha untuk mendapatkan hasil optimal dengan sumberdaya tertentu. Selain itu, bahwa pola tingkah laku kewirausahaan mencakup kemampuan untuk menggunakan sumberdaya yang dimiliki orang lain, seperti keahliannya, ide-idenya atau bakat-bakatnya, serta memutuskan sumberdaya apa saja yang dibutuhkan perusahaan. Terakhir, bahwa kebijakan balas jasa, sebagai faktor yang mendorong tingkah laku kewirausahaan, merupakan harapan-harapan individu serta persaingan kemampuan yang akhirnya menciptakan sistem balas jasa yang adil dalam perusahaan.

(4)

Dalam bukunya Entrepreneurship, Robert Hisrich dan Michael Peters (1995), seperti dikutip Buchari Alma (2000), mengatakan bahwa kewirausahaan adalah the

process of creating something different with value by devoting the necessary time and effort, assuming the accompanying financial, psychological, and social risks and receiving the resulting rewards of monetary and personal satisfaction (merupakan proses

menciptakan sesuatu yang berbeda, dengan mengabdikan seluruh waktu dan tenaga, menanggung resiko keuangan, kejiwaan, dan sosial, tetapi menerima balas jasa dalam bentuk uang dan kepuasan pribadi).

Dengan berpegang pada paparan Alma (2008), Sutrisno (2003), dan Soemanto (2002) baik dilihat dari asa etimologis, sinonim maupun terminologi, ada banyak makna tentang kewirausahaan. Makna ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni kewirausahaan sebagai etika (akhlak, moralitas) ekonomi modern (etika kewirausahaan), dan kewirausahaan sebagai etika (akhlak, moralitas) sosial modern (etika Kewirausahaan sosial).

Kewiausahaan sebagai Etika Ekonomi Modern, kewirausahaan sebagai etika (akhlak, moralitas) ekonomi/isnis (etika kewirausahaan) berkaitan dengan makna kewirausahaan sebagai resep bertindak guna menumbuhkembangkan sistem perekonomian (bisnis) yang modern. Pemaknaan seperti ini tidak saja berlaku secara tekstual, tetapi dikenal pula secara umum dalam masyarakat. Pandangan tekstual bahwa kewirausahaan terkait dengan etika ekonomi (bisnis) dapat dicermati pada pendapat Salim Siagian (dalam Sutisno 2003:4-5) yang menyatakan sebagai berikut:

Kewirausahaan adalah semangat, pelaku dan kemapuan untuk memberikan tanggapan yang positif terhadap peluang memperoleh keuntungan diri sendiri dan atau pelayanan yang lebih baik pada pelanggan/masyarakat, dengan selalu berusahan mencari dan melayani lebih banyakndan lebih baik, serta menciptakan dan mnyediakan produk yang lebih bermanfaat dan menerapkan cara kerja yang lebih efisien, melalui keberanian mengambil risiko, kreativitas dan inovasi serta kemampuan manajemen.

Sedangkan menurut Alma (2008:5) menyatakan sebagai berikut:

Wirausahawan adalah seorang inovator, sebgai individu yang mempunyai naluri untuk melihat-lihat peluang, mempunyai semangat, kemampuan dan pikira untuk menaklukkan cara berpikiran malas dan lamban. Seorang wirausahawan mempunyai peran untuk mencari kombinasi-kombinasi baru, yang merupakan gabungan dari lima hal, yakni:

a. pengenalan barang; b. metode produksi baru; c. sumber bahan mentah baru; d. pasar-pasar baru;

e. organisasi industri baru.

Bertolak dari gagasan tersebut dapat disimpulkan bahwa wirausaha sangat penting, mengingat bahwa modernisasi dalam bidang ekonomi, sangat bergantung pada kuantitas dan kualitas kewirausahaannya. Karena itu tidak mengherankan jika PBB menyatakan, bahwa suatu negara akan mampu membangun, apabila memiliki wirausahawan sekitar 2% dari jumlah penduduknya. Jumlah penduduk Indonesia saat ini

(5)

200.000.000 jiwa, sehingga paling tidak harus memiliki wirausahawan sebanyak 4.000.000 orang (Alma, 2008:4). Namun kenyataannya, Indonesia hanya memiliki wirausahawan sekitar 0,18% dari jumlah penduduk (Suruji, 2008).

Wirausahawan memiliki kedudukan amat penting dalam kehidupan suatu negara. Mengingat, bahwa wirausahawan tidak saja memberikan kemanfaatan bagi dirinya sendiri-pekerjaan dan pendapatan secara mandiri, tetapi juga bagi negara dan warga masyarakat dengan penciptaan lapangan kerja. Berbagai teori pembangungan menyatakan, bahwa keberhasilan suatu negara dalam proses percepatan pembangunan ekonomi sangat bergantung pada kuantitas dan kualitas kewirausahaan yang dimiliki suatu negara.

Kewirausahaan sebagai Etika Sosial Modern, berkaitan dengan adanya kenyataan, bahwa konsep-konsep, gagasan-gagasan, ide-ide atau dalil-dalil yang tercantum di dalam kewirausahaan bisa diberlakukan sebagai resep bertindak yang bersifat universal, yakni tidak saja dalam bidang bisnis, tetapi juga dalam bidang kemasyarakatan guna mewujudkan kehidupan suatu masyarakat modern (kewirausahaan sosial). Hal ini tercermin pada pendapat McClelland (1987:86) yang menyatakan sebagai berikut:

1) Perilaku Kewiraswastaan:

a. memikul risiko-risiko yang tidak terlalu besar sebagai suatu akibat dari keahlian dan bukan karena kebetulan;

b. kegiatan yang penuh semangat dan/atau yang berdaya cipta; c. tanggung jawab pribadi;

d. pengetahuan tentang hasil-hasil keputusan, uang sebagai ukuran atas hasil.

2) Minat terhadap peerjaan kewiraswastaan sebagai suatu akibat dari martabat dan “sikap berisiko: mereka.

Dalam Instruksi Presiden RI No. 4 Tahun 1995, pemerintah mendefinisikan kewirausahaan sebagai berikut : Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Jadi wirausahawan adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan, atau orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumberdaya-sumberdaya yang dibutuhkan dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan kesuksesan.

III. KARAKTERISTIK WIRAUSAHA

Kewirausahaan bukanlan sekadar ketrampilan manajerial dan bisnis belaka, karena kewirausahaan juga meliputi aspek sikap mental dan perilaku yang mencerminkan karakteristik seorang wirausaha. Jadi pembahasan masalah

(6)

kewirausahaan berarti juga menyoroti mengenai profil seorang manusia yang memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat khas.

Kesukaan pemirsa televisi terhadap film Mac Gyver adalah karena Mac Gyver senantiasa menampilkan keunikan dan kreativitas yang berkesinambungan. Bahwa ia selalu mengubah “kesempitan menjadi kesempatan”. Film ini telah mengilhami Stephen Covey, dalam bukunya First Thing First, menyebutnya Mac Gyver factor. Kesamaan antara entrepreneur, keunikan, kreativitas yang berkesinambungan dan seringkali susah ditebak sebelumnya.

Kewirausahaan selalu tak terpisahkan dari kreativitas dan inovasi. Inovasi tercipta karena adanya daya kreativitas yang tinggi. Kreativitas adalah kemampuan untuk membawa sesuatu yang baru ke dalam kehidupan. Kreativitas merupakan sumber yang penting dari kekuatan persaingan, karena lingkungan cepat sekali berubah. Untuk dapat memberikan respons terhadap perubahan, manusia harus kreatif.

Manusia kreatif mempunyai ciri-ciri, antara lain : keterbukaan pada pengalaman; melihat sesuatu dengan cara yang tidak biasa; rasa keingintahuan yang tinggi; menerima dan menyesuaikan yang kelihatannya berlawanan; dapat menerima perbedaan; independen dalam pertimbangan, pemikiran, dan tindakan; percaya pada diri sendiri; mau mengambil resiko yang telah diperhitungkan. Sebaliknya hal-hal yang dapat merintangi munculnya sebuah kreativitas adalah sebagai berikut: Lebih menekankan pada perilaku dan struktur birokrasi; mengagungkan tradisi dan budaya yang dibuat; menekankan pentingnya prosedur yang baku; memperkecil ketersediaan sumber-sumber yang dibutuhkan; komunikasi yang lemah; sistem pengendalian yang kuat; menekankan denda atau hukum atas sebuah kegagalan; dan menekankan pada nilai yang menghalangi pengambilan resiko.

Kreativitas berbeda dengan inovasi. Kreativitas merujuk kepada pembentukan ide-ide baru, sementara inovasi adalah upaya untuk menghasilkan uang dengan menggunakan ide-ide baru tersebut. Dengan demikian, kreativitas merupakan titik permulaan dari setiap inovasi. Inovasi adalah kerja keras yang mengikuti pembentukan ide dan biasanya melibatkan usaha banyak orang dengan keahlian yang bervariasi tetapi saling melengkapi.

William Bygrave (1994) mendeskripsikan karekteristik wirausaha ke dalam sepuluh konsep yang disebutnya sebagai konsep 10D. Kesepuluh konsep itu adalah, Dream, Decisiveness, Doers, Determination, Dedication, Devotion, Details, Destiny, Dollars, and Distribute.

Konsep dream, dimaksukan bahwa seorang wirausaha mempunyai visi bagaimana keinginannya terhadap masa depan pribadi dan bisnisnya, dan yang paling penting adalah dia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan impian tersebut.

Konsep decisiveness, bahwa seorang wirausaha adalah orang yang tidak bekerja lambat. Mereka membuat keputusan secara cepat dengan penuh perhitungan.

(7)

Kecepatan dan ketepatan dia mengambil keputusan adalah merupakan faktor kunci dalam kesuksesan bisnisnya.

Konsep doers, begitu seorang wirausaha membuat keputusan maka dia langsung menindak lanjutinya. Mereka melaksanakan kegiatannya secepat mungkin yang dia sanggup. Artinya seorang wirausaha tidak mau menunda-nunda kesempatan yang dapat dimanfaatkan.

Konsep determination, seorang wirausaha melaksanakan kegiatannya dengan penuh perhatian. Rasa tanggung jawabnya tinggi dan tidak mau menyerah, walaupun dia dihadapkan pada rintangan yang mustahil diatasi.

Konsep dedication, dedikasi seorang wirausaha terhadap bisnisnya sangat tinggi, kadang-kadang dia mengorbankan hubungan kekeluargaan, melupakan hubungan dengan keluarganya sementara. Mereka bekerja tidak mengenal lelah.

Konsep devotion, artinya seorang wirausaha mencintai pekerjaannya dan produk yang dihasilkannya secara gila-gilaan. Hal inilah yang mendorong dia mencapai keberhasilan yang sangat efektif untuk menjual produk yang ditawarkannya.

Konsep details, seorang wirausaha sangat memerhatikan faktor-faktor kritis secara rinci. Dia tidak mau mengabaikan faktor kecil sekalipun yang dapat menghambat kegiatan usahanya.

Konsep destiny, seorang wirausaha bertanggungjawab terhadap nasib dan tujuan yang hendak dicapai. Dia merupakan orang yang bebas dan tidak mau tergantung pada orang lain.

Konsep dollars, seorang wirausaha tidak sangat mengutamakan mencapai kekayaan. Motivasinya bukan untuk memperoleh uang. Baginya, uang dianggap sebagai ukuran kesuksesan bisnisnya. Mereka berasumsi, jika mereka sukses berbisnis maka mereka pantas memperoleh uang atau keuntungan.

Konsep distribute, seorang wirausaha bersedia mendistribusikan kepemilikan bisnisnya terhadap orang–orang kepercayaannya. Orang-orang kepercayaan ini adalah orang-orang yang kritis dan mau diajak untuk mencapai sukses dalam bidang bisnis.

Menurut Meredith (1996) wirausahawan adalah orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat, guna memastikan kesuksesan. Dengan kata lain, para wirausaha adalah individu yang berorentasi pada tindakan dan bermotivasi tinggi mengambil resiko dalam mengejar tujuannya.

Ciri dan Watak Wirausahawan menurut Meredith (1996), seperti tergambar dalam tabel berikut :

(8)

Tabel-1. Ciri dan Watak Wirausaha (Meredith, 1996) Karakteristik wirausaha, menurut McClelland, adalah sebagai berikut:

Pertama, keinginan untuk berprestasi. Penggerak utama yang memotivasi wirausahawan adalah kebutuhan untuk berprestasi, yang biasanya diidentifikasikan sebagai need of achievement (n-Ach). Kebutuhan ini didefinisikan sebagai keinginan atau dorongan dalam diri orang, yang memotivasi perilaku ke arah pencapaian tujuan.

Kedua, keinginan untuk bertanggungjawab. Seorang wirausaha menginginkan tanggungjawab pribadi bagi pencapaian tujuan. Mereka memilih menggunakan sumberdaya sendiri dengan cara bekerja sendiri untuk mencapai tujuan dan bertanggungjawab sendiri terhadap hasil yang dicapai.

Ketiga, preferensi kepada resiko-resiko menengah. Wirausaha bukanlah penjudi. Mereka memilih menetapkan tujuan-tujuan yang membutuhkan tingkat kinerja yang tinggi, suatu tingkatan yang mereka percaya akan menuntut usaha keras, tetapi yang dipercaya bisa mereka penuhi.

Keempat, persepsi pada kemungkinan berhasil. Keyakinan pada kemampuan untuk mencapai keberhasilan adalah kualitas kepribadian wirausahawan yang penting. Mereka mempelajari fakta-fakta yang dikumpulkan dan kemudian menilainya. Ketika semua fakta tidak sepenuhnya tersedia, mereka berpaling pada sikap percaya diri mereka yang tinggi dan melanjutkan tugas-tugas tersebut.

Ciri-ciri

Watak

1. - Keyakinan

- Ketidaktergantungan - Individualitas - Optimisme

2. - Kebutuhan akan prestasi

- Berorientasi laba

- Ketekukan dan ketabahan - Tekad dan kerja keras - Mempunyai dorongan kuat - Energik dan inisiatif

3. - Kemampuan mengambil risiko

- Suka tantangan

4. - Bertingkah laku sebagai pemimpin

- Dapat bergaul dengan orang lain - Menanggapi saran dan kritik

5. - Inovatif dan kreatif

- Fleksibel

- Punya banyak sumber - Serba bisa 6. - Pandangan ke depan - Perseptif Percaya Diri Berorienntasi tugas dan hasil Pengambil risiko Kepemimpinan Keorisinilan Berorientasi ke masa depan

(9)

Kelima, rangsangan oleh umpan balik. Wirausahawan ingin mengetahui bagaimana hal yang mereka kerjakan, apakah umpan baliknya baik atau buruk. Mereka dirangsang untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi dengan mempelajari seberapa efektif usaha mereka.

Keenam, aktivitas energik. Wirausahawan menunjukkan energi yang jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata orang. Mereka sangat menyadari perjalanan waktu. Kesadaran ini merangsang mereka untuk terlibat secara mendalam pada kerja yang mereka lakukan.

Ketujuh, orientasi ke masa depan. Wirausahawan melakukan perencanaan dan berpikir ke depan. Mereka mencari dan mengantisipasi kemungkinan yang terjadi jauh di masa depan.

Kedelapan, ketrampilan dalam pengorganisasian. Wirausahawan menunjukkan ketrampilan dalam mengorganisasi kerja dan orang-orang dalam mencapai tujuan. Mereka sangat obyektif di dalam memilih individu-individu untuk tugas tertentu.

Kesembilan, sikap terhadap uang. Keuntungan finansial adalah nomor dua dibandingkan arti penting dari prestasi kerja mereka.

Pada akhirnya kita perlu membedakan, wirausaha dengan usaha kecil. Di Amerika Serikat, pada mulanya, wirausaha diartikan sebagai seseorang yang memulai bisnis baru, kecil dan milik sendiri. Apakah usaha kecil identik dengan wirausaha? Tidak setiap bisnis kecil identik dengan wirausaha. Tidak setiap bisnis kecil bersifat wirausaha. Suami-istri yang membuka warung tegal (warteg) yang baru, di daerah pinggiran kota, pasti menghadapi resiko, tetapi mereka umumnya bukanlah wirausaha. Apa yang mereka lakukan adalah yang telah berulangkali mereka lakukan sebelumnya. Mereka mengadu untung dengan makin banyaknya orang yang suka makan di luar rumah di daerah itu, tetapi mereka sama sekali tidak menciptakan kepuasan baru atau permintaan konsumen yang baru.

Sebaliknya usaha McDonald adalah wirausaha. Usaha ini memang tidak menciptakan sesuatu. Produk akhir yang dihasilkannya, juga dapat dibuat oleh setiap restoran Amerika lainnya yang dilakukan jauh sebelumnya dan biasa-biasa saja. Akan tetapi dengan penerapan konsep manajemen dan teknik manajemen, yaitu dengan bertanya, nilai apa yang berharga bagi pelanggan? Kemudian standarisasi produk, perancangan proses dan peralatan, dan dengan mendasarkan pelatihan pada analisis pekerjaan yang akan dilakukan serta menetapkan standar yang diinginkan, maka McDonald secara drastis meningkatkan hasil dari sumber-sumber yang ada, dan menciptakan pasar serta pelanggan baru. Inilah yang menjadi alasan bahwa McDonald adalah wirausaha.

Gagasan Nasution, Noer dan Suef (2001), dan Soemanto (2002) tentanng watak, jiwa, dan ciri wirausaha secara lebih meyakinkan, menyatakan bahwa kewirausahaan

(10)

tidak saja dapat diberlakukan sebagai etika ekonomi, tetap juga sebagai tika sosial (kewirausahaan sosial). Hal ini dapat dicermati pada tabel-2 berikut ini:

No. Kategori Penjelasan

• Berwatak maju (tidak cupet nalar).

• Bergairah dan mapu menggunakan daya penggerak dirinya.

• Berpandangan positif dan kreatif.

• Lebih mengutamakan memberi daripada meminta, apalagi mengemis.

• Ulet dan tekun, tidak lekas putus asa. • Pandai bergaul.

• Memelihara kepercayaan yang diberikan kepadanya. • Berkepribadian yang menyenangkan (ramah, banyak

senyum)

• Selalu ingin meyakinkan diri sebelum bertindak.

• Menolak cara berpikir, bersikap, dan berbuat negatif, dan mengutamakan benih kebiasaan cara berpikir, bersikap mental dan berbuat positif.

• Sangat menghargai waktu.

• Memelihara seni berbicara dan kesopanan.

• Tidak ragu atau khawatir akan saingan yang datang dari bawah atau dari atas.

• Bersedia melakukan pekerjaan kasar (pengorbanan). • Tidak akan pernah mementingkan diri sendiri, rakus atau

serakah. • Setia kawan.

• Menghormati tertib hukum. 1. Watak Wirausaha

• Tidak berlebihan dalam hal apa pun (over acting). • Tidak gila pangkat dan gelar.

• Tidak gila kekuasaan • Selalu tepo seliro.

• Selalu mengejar martabat dan kehormatan diri yang makin menjulang tinggi, bukan menjual harga diri.

• Selalu mensyukuri yang kecil-kecil yang ada pada dirinya. • Beriman dan berbuat kebaikan sebagai syarat kejujuran

pada diri sendiri.

• Beriman dan berbuat kebaikan. • Percaya pada diri sendiri.

• Tahu menimbanng antara kebergantungan dan kemandirian.

• Beirisiatif tapi disiplin diri.

• Rasa tanggung jawab yang tinggi atas tugasnya dalam kehidupan.

• Bertekad mengutamakan kemajuan kemanusiaan dan lingkungan.

• Berani mengambil risiko yang diperhitungkan.

• Bertekad menyebarluaskan segala apa yang baik bagi kepentingan umum.

• Rasa keadilan yang seimbang. 2. Jiwa atau semangat

wirausaha

• Tahu apa maunya, tahu cita-cita hidupnya. • Bertanggungjawab

3. Ciri wirausaha

• Memilih akibat moderat.

• Rasa percaya diri akan keberhasilan perorangan. • Keinginan untuk memperoleh umpan balik secara cepat.

(11)

• Punya semangat tinggi

• Berorientasi pada masa depan. • Mampu mengorganisasi.

• Mendasarkan tindakan pada perolehan pendapatan.

Tabel-2. Watak, Jiwa, dan Ciri Wirausaha

Tabel-2 dan gagasan McClelland (1987) menunjukkan bahwa watak, jiwa dan ciri wirausaha adalah bermuatan tipe ideal yang bersifat umum sehingga dapat diterapkan dalam bidang ekonomi maupun kemasyarakatan. Bahkan yang tidak kalah pentingnya, watak, jiwa, dan ciri wirausaha dapat pula dihubungkan dengan ciri-ciri manusia modern sebagai berikut:

1. Manusia modern adalah manusia yang punya pola pikir terbuka kepaa inovasi dan perubahan, dan siap untuk menerima pengalaman baru.

2. Manusia modern mempunyai pandangan yang luas terhadap sejumlah masalah dan isu yang terjadi tidak hanya di lingkungan langsung tetapi juga di lingkungan yang lebih luas. Ini berarti bahwa manusia modern tersebut perlu terarah kepada kejadian-kejadian yang terjadi di tempat yang jauh dari lingkungan tempat tinggalnya, dan ini biasanya diperoleh melalui mass media dan pendidikan. Manusia modern juga harus mempunyai yang lebih demokratis, bersedia dan menghargai kepercayaan, sikap dan pendapat yang berlainan.

3. Manusia modern lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan, kurang berorientasi ke masa lampau. Mereka menghargai tepat waktu, disiplin kerja, dan hidup teratur.

4. Manusia modern menjalankan kehidupan secara berencana dan terorganisasi. Hanya dengan cara-cara seperti itulah persoalan hidup dapat diselesaikan dengan baik.

5. Manusia modern percaya bahwa manusi dapat belajar mengendalikan lingkungan alamnya dalam rangka mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Manusia modern tidak pasrah kepada lingkungan alamnya.

6. Manusia modern percaya bahwa kehidupan alam dunia dapat diatur dan diperhitungan. Orang-orang di sekeliling mereka dapat dipercayai akan memenuhi kewajiban dan tanggung jawab merea masing-masing.

7. Manusia modern menyadari akan harga diri dan kemudian oarng lain, karena itu mereka lebih punya kesiapan uuntuk menghormati oarng lain.

8. Manusia modern percaya akan keampuhan ilmu dan teknologi.

9. Manusia modern percaya bahwa penghargaan dan kemuliaan diberikan sesuai dengan apa yang telah diperbuat seseorang, bukan menurut kedudukan, keturunan, dan apa yang dimiliki orang tersebut (Ikeles, 1980:87-100; Marzali, 2005:100-101)

Pendek kata, dengan mencermati ciri-ciri manusia modern, lalu dibandingkan dengan watak, jiwa, dan ciri wirausaha, tampak bahwa keduanya memiliki prinsip yang sama. Karena itu, maka cita-cita mewujudkan manusia yang memiliki watak, jiwa, dan ciri wirausaha secara substansial sama dengan cita-cita membentuk manusia modern dalam bidang ekonomi maupun sosial. Berkenaan dengan itu Suparman (1978) menyatakan, bahwa wirausaha pada dasarnya adalah pendekar kemajuan.

Dalam Instruksi Presiden RI No. 4 Tahun 1995, pemerintah mendefinisikan kewirausahaan sebagai berikut : Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan

(12)

kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memeroleh keuntungan yang lebih besar.

Jadi wirausahawan adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan, atau orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumberdaya-sumberdaya yang dibutuhkan dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan kesuksesan.

IV. PENTINGNYA KEWIRAUSAHAAN

Dalam era globalisasi sekarang ini, perhatian orang tertuju pada kiat-kiat yang harus diciptakan untuk bisa ikut bergabung dan bermain bersama dalam era ini. Dalam era yang kompetitif ini, merupakan keharusan bahwa setiap orang, setiap kelompok orang, maupun setiap bangsa dituntut untuk selalu bersikap kreatif dan inovatif, jika tidak ingin dilindas zaman.

Dunia pendidikan, memang memiliki peran strategis dalam membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas, tidak hanya dalam penguasaan ilmu, melainkan terutama kesiapan memasuki dunia kerja nyata. Namun realitas atau kondisi empirik yang ada sekarang ini menunjukkan adanya ketimpangan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan pertumbuhan kesempatan kerja, di mana pertumbuhan angkatan kerja jauh lebih besar daripada pertumbuhan kesempatan kerja. Permasalahan lainnya adalah tidak relevannya pendidikan dengan dunia kerja nyata yang ditandai oleh tingginya tingkat pengangguran tenaga kerja terdidik. Hanya sekitar 30-40 persen saja alumni pendidikan tinggi yang terserap di dunia kerja (Wahjoetomo:1995).

Dengan demikian persoalan penting yang menjadi prioritas untuk dilakukan adalah bagaimana agar tenaga kerja terdidik yang tidak terserap di dunia kerja itu tetap menjadi aset yang potensial dalam era globalisasi ini. Di sinilah pentingnya pemahaman dan kajian mengenai kewirausahaan sebagai alternatif memasuki dunia kerja yang tidak lebih jelek dari jabatan pegawai negeri maupun swasta, bahkan menjanjikan pendapatan yang tidak kecil. Hanya saja membutuhkan lahirnya karakteristik tertentu yang tidak hanya sekedar tekun dan ulet tetapi juga kreatif dan inovatif.

Tidak hanya itu, John Naisbitt (1994) dalam event Global Entrepreneur ’95 di Singapore, menyatakan bahwa semakin besar dan semakin terbukanya ekonomi dunia, semakin perusahaan-perusahaan berskala kecil dan sedang akan mendominasi, bahkan hilangnya penghalang perdagangan di seluruh dunia, membuka jalan bagi perusahaan-perusahaan kecil. Singkatnya, perusahaan-perusahaan kecil dan menengah akan menjadi pemain utama dalam percaturan ekonomi dunia di masa yang akan datang, karena memiliki

(13)

tingkat efisiensi yang lebih tinggi disertai akses yang lebih luas untuk menjangkau peluang ekonomi dunia dibandingkan dengan perusahaan besar.

Krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sejak 1997, telah melahirkan dua kenyataan. Pertama, telah terjadi tindakan PHK secara besar-besaran. Kedua, ketika berbagai perusahaan besar, milik konglomerat, terhantam krisis yang luar biasa, ternyata banyak perusahaan kecil yang tetap eksis.

Betapa pentingnya kedudukan wiirausahawan dalam konteks modernisasi, dapat dicermati dari gagasan McClelland (1987) yang menyatakan, bahwa kaum wirausahawan domestik yang paling bertangung jawab bagi modernisai, bukan politikus atau konsultan ahli dari negara-negara maju. Wirausahawan memang melakukan kegiatan bertujuan mencari uang, namun uang bukan segala-galanya, melainkan yang lebih penting adalah niat yang kuat untuk mencapai prestasi gemilang melalui penampilan kerja yang baik, dengan selalu berpikir dan berusaha untuk menemukan cara-cara baru guna memperbaiki kualitas kerja yang dicapainya. Hal ini disebut motivasi berprestasi atau kebutuhan berprestasi. Gagasan ini diperkuat oleh Everet Hagen (dalam Marzali, 2005) yang menyatakan, bahwa kemajuan suatu bangsa bergantung pada seberapa besar warganya berpegang pada nilai dan sikap inovatif atau innovational personality. Semakin tinggi kuantitas dan kualitas anak bangsa berpegang pada innovational personality, maka semakin besar pula peluang untuk mencapai modernisasi, termasuk di dalamnya kemajuan dalam bidang ekonomi. Jika wirausahawan bisa ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya, maka keterbelakangan dalam bidang ekonomi, begitu pula amoral failist, tentu bisa diminimalisir pada aras yang sekecil-kecilnya. Dengan demikian terwujudnya bangsa Indonesia yang modern secara ekonomi dan sosial tentu semakin mudah tercapai.

V. MODEL PROSES MEMBANGUN SIKAP WIRAUSAHA

Wirausaha adalah ketrampilan bukan merupakan keturunan semata, tetapi dapat dilatih dan dipelajari. Modal dasar dalam membangun sikap wirausaha adalah kemauan belajar hal baru, kerja keras, daya adaptasi tinggi, dan selalu menggali ide sebagai sumber kekayaan.

1. Model Proses Kewirausahaan

Model proses perintisan dan pengembangan kewirausahaan ini digambarkan oleh Bygrave (dalam Alma, 2007:10), menjadi urutan langkah-langkah berikut:

(14)

1) Proses Inovasi

Beberapa faktor personal yang mendorong inovasi adalah: keinginan berprestasi, adanya sifat penasaran, keinginan menanggung resiko, faktor pendidikan, dan faktor pengalaman. Adanya inovasi yang berasal dari diri seseorang akan mendorong dia mencari pemicu ke arah memulai usaha.

Sedangkan faktor-faktor environment mendorong inovasi adalah: adanya peluang, pengalaman dan kreativitas. Tidak diragukan lagi pengalaman adalah sebagai guru yang berharga yang memicu perintisan usaha apalagi oleh adanya peluang dan kreativitas.

2) Proses pemicu

Beberapa faktor personal yang mendorong pemicu artinya yang memicu atau memaksa seseorang untuk terjun ke dunia bisnis adalah:

a. Adanya ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang sekarang,

b. Adanya pemutusan hubungan kerja (PHK), tidak ada pekerjaan lain, c. Dorongan karena faktor usia,

d. Keberanian menanggung risiko, dan komitmen atau minat yang tingi terhadap bisnis.

Faktor-faktor environment yang mendrong menjadi pemicu adalah sebagai berikut:

a. Adanya persaingan dalam dunia kehidupan,

b. Adanya sumber-sumber yang bisa dimanfaatkan, misalnya memiliki tabungan, modal, warisan, memiliki bangunan yang lokasinya strategis, memiliki ketrampilan, hobi dan sebagainya.

Innovation (Inovasi)

Triggering Event (Pemicu)

Implementation (Pelaksanaan)

(15)

c. mengikuti latihan-latihan atau Incubator Bisnis. Sekarang banyak kursus-kursus bisnis dan lembaga menejemen fakultas ekonomi melaksanakan pelatihanIncubator Bisns.

d. kebijakan pemerintah misalnya adanya kemudahan-kemudahan dalam ijin lokasi usaha ataupun fasilitas kredit, dan bimbingan usaha yang dilakukan oleh Depnaker.

Sedangkan faktor Sosiologis yanng menjadi pemicu serta pelaksanaan bisnis adalah:

a. Adanya hubungan-hubungan atau relasi dengan orang lain, b. adanya tim yang dapat diajak kerjasama dalam usaha, c. adanya dorongan orangtua untuk membuka usaha, d. adanya bantuan famili dalam berbagai kemudahan,

e. adanya pengalaman-pengalaman dalam dunia bisnis sebelumnya. 3) Proses Pelaksanaan

Beberapa faktor personal yang mendorong pelksanaandari sebuah bisnis adalah sebagai berikut:

a. adanya seorang wirausaha yang sudah siap mental secara total, b. andanya manajer pelaksana sebagai tangan kanan, pembanu utama. c. adanya komitmen yang tinggi terhadap bisnis.

d. adanya visi, pandangan yang jauh ke depan guna mencapai keberhasilan. 4) Proses Perumbuhan

Proses pertumbuhan ini didorong oleh faktor organisasi antara lain adalah: a. Adanya tim yang kompak dalm menjalankan usaha, sehingga semua

rencana dan pelksanaan operasional berjalan produktif.

b. Adanya strategi yang mantap sbagai produk dari tim yang kompak,

c. Adanya struktur dan budaya organisasi yang sudah membudaya. Budaya perusahaan jika sudah terbentuk dan diiuti dengan penuh tanggunng jawab oleh seluruh karyawan maka pertumbuhan perusahaan akan berkembang pesat.

d. Adanya produk yang dibanggakan, atau keistimewaan yang dimilkik, misalnya kualitas makanan, keunikan produk, lokasi usaha, manajemen, personalia, dan sebagainya.

Sedangkan faktor environment yang mendorong implementasi dan pertumbuhan bisnis adalah sebagai berikut:

a. Adanya unsur persaingan yang cukup menguntungkan. Dunia persaingan sekarang sangat tajam. Ada berbagai bentuk persaingan yang ada di pasar, mulai dari pengusaha pasar yang sangat dominan, yang mempunyai

(16)

kekuatan yang sedang dan yang lemah. Dalam istilah pemsaran mereka ini terdiri atas market leader, market challenger, market follower, dan market

nicher. Di pasar ditemukan pemimpin pasar. Pada setiap produk, atau merek

yang dijual di pasar ada merek yang melekat di hati konsumen. Merek ini

market share nya paling banyak/uas, ini disebut market leader. Kemudian

menyusul penantang pasar (market challenger), yang berusaha menunggu kesempatan mengatasi leader. Setelah itu ada market follower yang ikut-ikutan saja karena modal terbatas, merek belum terkenal dan terakhir market

nicher yang menjual produknya pada relung-relung/celah pasar yang belum

terisi oelh merek lain.

b. Adanya konsumen dan pemasok barang yang kontinyu.

c. Adanya bantuan dari pihak investor bank yang memberikan fasilitas keuangan.

d. Adanya sumber-sumber yang tersedia, yang masih bisa dimanfaatkan. e. Adanya kebijakan pemerintah yang menunjang berupa peraturan bidang

ekonomi yang menguntungkan

Melihat uraian di atas muncul pertanyaan apakah sebenarnya yang paling mendorong seseorang untuk memasuki karir wirausaha?

Jawabannya menyangkut dua hal, yaitu:

1) Personal Attributes 2) Personal Environment

Personal Attributes

David McClelland di dalam bukunya The Achieving Society, menyatakan bahwa seoarang wirausaha adalah seseorang yang memilki keinginan berprestasi yang sangat tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak brwirausaha. Dalam suatu penelitian di Inggris menyatakan bahwa motivasi seseorang membuka bisnis adalah 50% ingin mempunyai kebebasan dengan berbisnis sendiri, hanya 18% menyatakan ingin memperoleh uang, dan 10% menyatakan jawaban membuka bisnis untuk kesenangan, hobi, tantangan atau kepuasan pribadi dan melakukan kreativitas.

Sedangkan penelitian di Rusia 80% menyatakan mereka membuka bisnis karena ingin menjadi boss dan memperoleh otonomi serta kemerdekaan pribadi.

Faktor Environmental

Di samping faktor personal yang ada di dalam diri pribadi wirausaha maka ada pengaruh faktor luar terhadap pembentukan watak wirausaha. Di negara kita, Indonesia, ini ada beberapa daerah atau lokasi yang bannyak wirausahanya, misal Desa Manding di Bantul, Kotagede di Yogyakarta, Wedi di Klaten,Ceper di Klaten, Ngunut di Tulungagung, Juwana di Pati, Garut, Tasikmalaya, Cibaduyut di Bandung, Tanggulangin di Jawa Timur,

(17)

Madura, Bali, Padang, dan sebagainya. Demikian pula di Amerika terkenal daerah Silcon Valley di mana dijumpai banyak pengusaha-pengusaha besar. Di daerah tersebut dijumpai kegiatan wirausaha membeli dan menjual barang, transportasi, pergudangan, perbankan, dan berbagai jasa konsultan. Suasana semacam ini sangat berpenaruk kepada warga masyarakata untuk menumbuhkan minat wirausaha. Demikian pula suasana lingkungan yang lain yang bisa kita jumpai pada sejumlah dosen serta alumni MIT (Massachusetts Institute of Technology) yang mendirikan sejumlah perusahaan. Sejak perang dunia ke-2 sampai tahun1988 telah didirikan 636 perusahaan oelh dosen dan alumni MITI ini. Pengusaha-pengusaha MIT ini saling bekerja sama dan mendorong pertumbuhan bisnis dan perkembangan teknlogi di Amerika.

2. Jurus Awal Menjadi Pengusaha

Sulitnya memutuskan untuk memulai berwirausaha hampir melanda seluruh lapisan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Banyak faktor penyebab yang mengakibatkan masyarakat belum berani memulai suatu kegiatan yang disebut wirausaha. Faktor penyebab tersebut antara lain pola pikir masyarakat yang diwujudkan dalam cita-cita, sebagian besar ingin menjadi pegawai (mental buruh); merasa tidak diajar dan dirangsang untuk berusaha sendiri, dan pemerintah kurang begitu tanggap untuk mengubah pola pikir masyarakat. Dalam hal pendidikan kewirausahan, Indonesia tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara lain, bahkan di beberapa negara, pendidikan kewirausahaan telah dilakukan puluhan tahun lalu.

Sebenarnya untuk memulai segala sesuatau yang masih baru, apa pun nama kegiatannya, pasti akan terasa segan dan canggung. Untuk melangkah ke suatu hal yang baru akan terasa berat dan gelap. Akan tetapi., setelah memasuki dunia baru tersebut, kita akan merasa adanya perbedaan (Kasmir, 2006:8).

Agar langkah-langkah untuk berwirausaha menjadi mudah dan terang, maka perlu melakukannya dengan langkah-langkah yang mudah. Langkah-langkah ini oleh Kasmir (2006) diartikan sebagai jurus yang akan membimbing dan mengarahkan seseorang sebelum memulai usaha. Menurut Kasmir ada bebrapa jurus awal yang harus segera dilakukan jika mau berwirausaha, yaitu:

1) Berani memulai;

2) Berani menanggung risiko (tidak takut rugi); 3) Penuh perhitungan;

4) Memiliki rencana yang jelas; 5) Tidak cepat puas dan utus asa; 6) Optimis dan penuh keyakinan; 7) Memiliki tanggung jawab; 8) Memiliki etika dan moral;

(18)

9) Dan lainnya.

Berani memulai artinya seseorang harus segera memulai, paling tidak berpikir untuk berusaha, memulai usaha dari hal-hal yang paling kecil sesuai dengan kemampuan si calon pengusaha. Untuk memulai pertama kali suatu usaha memang terasa sangat berat. Banyak kendala yang dihadapi, seperti dari mana dimulainya usaha tersebut dan apa yang perlu dipersiapkan. Hal yang terpenting adalah memulai terlebih dahulu, barulah diketahui kekurangan dan hal-hal yang perlu dipersiapkan lanjut. Terkadang niat dan motivasi yang kuat untuk berusaha tidak akan pernah terealisasi tanpa berani mulai saat ini juga. Banyak orang mengatakan bahwa membuka usaha gampang, tetapi memulainya sangat slt. Penyakit seperti ini harus dikikis habis.

Langkah selanjutnya, seorang calon pengusaha dituntut untuk berani menanggung sehala risiko, baik risiko kerugian, bangkrut atau risiko lainnya. Penyakit takut rugi atau bangkrut, ini juga menjadi momok bagi calon wirausahawan baru. Perlu diingat bahwa dalam usaha (bisnis) hanya ada dua pilihan, yakni untung atau rugi. Artinya bisnis yang akan dijalankan pasti memiliki risiko dan untung. Seorang calon pengusaha harus berani mengambil risiko sebesar dan seberat apa pun. Hal yang perlu diingat adalah menjalankan segala sesuatu dengan perhitungan matang dan selalu memiliki sikap optimis bahwa semua masalah dapat diatasi. Perlu dicamkan pula bahwa semakin besar risiko yanng dihadapi, semakin besar peluang untuk maju dan meraup keungtungan. Ada istilah ekstrem bahwa jika ingin berwirausaha, harus siap rugi terlebih dahulu sehingga bersungguh-sungguh dalam menjalankan usaha nantinya.

Agar peluang memperoleh keuntungan tidak hilang dan segala kendala risiko yang bakal dihadapi dapat diatasi atau diminimalkan, sebelum melakukan bisnisnya seorang calon pengusaha perlu memperhitungkannya. Kalkulasi dalam prediksi apa yang akan terjadi sangatlah penting dan perlu dibuat di atas kertas kerja. Kalupun teradi risiko yang harus ditanggung nantinya, itu pun tidak terlalu meleset dari perhitungan. Untuk itu, seorang calon pengusaha diminta untuk memiliki naluri dan daya pikir yang hebat.

Perhitungan yang dibuat sebaiknya dituangkan dalam suatu rencana yang lengkap. Rencana dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha harus dibuat selengkap mungkin. Rencana yang akan dijalankan ini memuat apa saja yang harus dialkukan, bagaimana melakukannya, kapan akan dilakukan, berapa besar biaya yang dikeluarkan, siapa yang akan melaksanakannya. Kemudian, rencana yang sudah dibuat akan dijadikan sebagai pedoman dalam melangkah ke depan. Tanpa rencana yang matang dan lengkap sulit untuk mencapa suatu tujuan yang akan dicapai.

Seorang calon pengusaha tidak akan pernah cepat puas atas hasil yang akan dicapai. Bahkan seorang calon yang hebat selalu haus akan kemajuan dan selalu akan merasa kurang. Sikap untuk tida cepat putus asa ini akan memotivasi pengusaha untuk terus maju. Kemudian, pengusaha juga diharuskan untuk tidak cepat putus asa atas segala kegagalan yang dialaminya. Kegagalan merupakan sukses yang akan tertunda.

(19)

Selidiki dengan teliti penyebab kegagalan tersebut dan segera perbaiki sehingga kegagalan tersebut tidak akan pernah terulang lagi. Dengan demikian, epngusaha selalu berusaha bertindak untuk lebih baik dari sebelumnya. Pengusaha juga harus mampu unuk menciptakan dan atau mencai peluang-peluang bau yang lebih memberikan harapan.

Sifat optimistis dan penuh keyakinan bahwa usaha yang sedang dijalankan akan memberikan hasil selalu ditanamkan kepada setiap calon pengusaha. Seseorang yang tidak memiliki sikap optimistis akan sulit untuk menembus setiap halangan atau rintangan yang akan dihadapinya. Optimistis dan keyakinan akan berhasil merupakan bayangan yang akan terus mengikuti perasaan bahwa kita harus berhasil dalam menjalankan perusahaan. Jangan pernah ada rasa keraguan yang dapat menghentikan usaha yang akan dijalankan. Namun, optimistis dan penuh keyakinan tentunya harus penuh perhitungan yang matang.

Pengusaha juga diahruskan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap usaha yang sedang dijalankan, yaitu tanggung jawab kepada diri sendiri, kepada masyarakat, ataupun kepada pihak-pihak luar perusahaan. Misalnya, dalam hal komitmen untuk mengembalikan sesuatu yang wajib dilakukan. Tanggung jawab sosial kepada masyarakat juga tidak boleh dilupakan karena tanpa masyarakat usaha kita tidak akan pernah maju. Di samping itu, calon pengusaha juga harus memiliki tanggung jawab terhadap para pegawainya, baik dalm hal memberikan kesejahteraan maupun keamanan mereka dalam bekerja.

Terakhir, seorang calon pengusaha harus memiliki etika dan moral dalam menjalankan usahanya. Hal ini perlu dijunjung tinggi mengingat etika dan moral berbisnis merupakan dasar untuk melakukan suatu bisnis yang baik. Pengusaha harus mampu menghargai karyawan, masyarakat, pelanggan, atau pihak-pihak yang berhubungan dengan prusahaan sesuai dengan etika yang berlaku.

D. Rangkuman

Para wirausahawan dunia modern muncul pertama kali di Inggris pada masa revolusi industri pada akhir abad ke delapan belas. Para wirausahawan awal ini mempunyai karakteristik kesabaran dan tenaga yang tidak terbatas. Beberapa adalah orang mempunyai uang, tetapi bukan berasal dari golongan bangsawan. Mereka muncul dari kelas menengah-bawah, didorong oleh keinginan untuk mewujudkan impian dan gagasan inovatif menjadi kenyataan. Tujuan utama mereka adalah pertumbuhan dan perluasan organisasi-organisasi mereka. Mereka percaya pada nilai kerja yang mereka lakukan, mereka tidak mementingkan keuntungan dan kekayaan sebagai tujuan pertama. Keberhasilan memberi arti dan kebanggaan pada usaha yang mereka lakukan.

Menurut Stevenson, kewirausahaan merupakan suatu polah tingkah laku manajerial yang terpadu. Kewirausahaan adalah upaya pemanfaatan peluang-peluang yang

(20)

tersedia tanpa mengabaikan sumberdaya yang dimilikinya. Pola tingkah laku manajerial yang terpadu tersebut bisa dilihat dalam enam dimensi praktek bisnis, yakni: 1) orientasi strategis; 2) komitmen terhadap peluang yang ada; 3) komitmen terhadap sumberdaya; 4) pengawasan umberdaya; 5) konsep manajemen; dan 6) kebijakan balas jasa. Perbedaan seorang berjiwa wirausaha dengan yang tidak adalah dalam kemampuannya memahami bisnis dengan sangat baik sehingga mereka bukan hanya mampu membuat komitmen lebih dahulu dibandingkan orang lain, mereka juga mengetahui kapan harus keluar dari suatu bisnis.

William Bygrave (1994) mendeskripsikan karekteristik wirausaha ke dalam sepuluh konsep yang disebutnya sebagai konsep10 D. Kesepuluh konsep itu adalah, Dream,

Decisiveness, Doers, Determination, Dedication, Devotion, Details, Destiny, Dollars, and Distribute. Sedangkan Meredith merumuskan 6 ciri wirausaha yaitu percaya diri, berorientasi

tugas dan hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi ke masa depan. Menurut McClelland karakteristik wirausaha ada 9, yaitu: keinginan berprestasi, keinginan bertanggungjawab, preferensi pada risiko menengah, persepsi atas keberhasilan, rangsangan oleh umpan balik, aktivitas energik, orientasi ke masa depan, ketrampilan dan pengorganisasian, dan sikap terhadap uang.

Persoalan penting yang menjadi prioritas untuk dilakukan adalah bagaimana agar tenaga kerja terdidik yang tidak terserap di dunia kerja tetap menjadi aset yang potensial dalam era globalisasi ini. Di sinilah pentingnya pemahaman dan kajian mengenai kewirausahaan sebagai alternatif memasuki dunia kerja yang tidak lebih jelek dari jabatan pegawai negeri maupun swasta, bahkan menjanjikan pendapatan yang tidak kecil.Tidak hanya itu, John Naisbitt (1994) dalam event Global Entrepreneur ’95 di Singapore, menyatakan bahwa semakin besar dan semakin terbukanya ekonomi dunia, semakin perusahaan-perusahaan berskala kecil dan sedang akan mendominasi, bahkan hilangnya penghalang perdagangan di seluruh dunia, membuka jalan bagi perusahaan-perusahaan kecil. Singkatnya, perusahaan kecil dan menengah akan menjadi pemain utama dalam percaturan ekonomi dunia di masa yang akan datang, karena memiliki tingkat efisiensi yang lebih tinggi disertai akses yang lebih luas untuk menjangkau peluang ekonomi dunia dibandingkan dengan perusahaan besar. Everet Hagen yang menyatakan, bahwa kemajuan suatu bangsa bergantung pada seberapa besar warganya berpegang pada nilai dan sikap inovatif atau innovational personality. Semakin tinggi kuantitas dan kualitas anak bangsa berpegang pada innovational personality, maka semakin besar pula peluang untuk mencapai modernisasi, termasuk di dalamnya kemajuan dalam bidang ekonomi. Jika wirausahawan bisa ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya, maka keterbelakangan dalam bidang ekonomi, begitu pula amoral failist, tentu bisa diminimalisir pada aras yang sekecil-kecilnya. Dengan demikian terwujudnya bangsa Indonesia yang modern secara ekonomi dan sosial tentu semakin mudah tercapai.

(21)

Wirausaha adalah ketrampilan bukan merupakan keturunan semata, tetapi dapat dilatih dan dipelajari. Modal dasar dalam membangun sikap wirausaha adalah kemauan belajar hal baru, kerja keras, daya adaptasi tinggi, dan selalu menggali ide sebagai sumber kekayaan. Model proses perintisan dan pengembangan kewirausahaan ini digambarkan oleh Bygrave, menjadi urutan langkah-langkah berikut: (1) Proses Inovasi; (2) Proses Pemicu; (3) Proses Pelaksana; dan (4) Proses Pertumbuhan. Sedangkan Kasmir merumuskan jurus awal menjadi pengusaha adalah: 1) Berani memulai; 2) Berani menanggung risiko (tidak takut rugi); 4) Penuh perhitungan; 5) Memiliki rencana yang jelas; 6) Tidak cepat puas dan utus asa; 7) Optimis dan penuh keyakinan; 8) Memiliki tanggung jawab; 9) Memiliki etika dan moral; 10) Dan lainnya.

E. Latihan

I. Pertanyaan Konseptual

1. Jelaskan pengertian kewirausahaan !

2. Sebutkan dan jelaskan dua pendekatan kewirausahaan! 3. Jelaskan hubungan antara risiko dan sifat kewirausahaan! 4. Jelaskan perbedaan antara manajer dan wirausaha!

5. Sebutkan dan jelaskan enam dimensi kewirausahaan menurut Howard Stevenson! 6. Jelaskan 2 karakteristik wirausaha!

7. Berikan minimal 2 contoh untuk masing-masing karakteristik! 8. Jelaskan 10 karakteristik wirausaha menurut William Bygrave! 9. Jelaskan watak wirausahawan menurut Meredith!

10. Jelaskan watak wirausahawan menurut McClelland! 11. Mengapa setiap orang perlu memiliki sifat kewirausahaan!

12. Secara ekonomi, sumbangan apa yang dapat diberikan oleh wirausaha untuk dirinya sendiri dan bangsa?

13. Jelaskan model proses kewirausahaan ! 14. Jelaskan Jurus Awal Menjadi Pengusaha ! II. Cerita Sukses :

KISAH SUKSES PENGUSAHA BURGER (Nopember 10, 2007)

Seorang Lulusan STM bangunan ini mengawali bisnisnya hanya dengan dua gerobak. Kini, ia memiliki 10 pabrik dan 2.000 outlet Edam Burger yang tersebar di seluruh Indonesia. Segalanya tentu tak mudah diraih. Bahkan, ia pernah menjalani hidup yang keras di Jakarta.

Orang tua memberi saya nama Made Ngurah Bagiana. Saya lahir pada 12 April 1956 sebagai anak keenam dari 12 bersaudara. Sejak kecil, saya terbiasa ditempa bekerja keras. Malah kalau dipikir-pikir, sejak kecil pula saya sudah jadi pengusaha. Bayangkan,

(22)

tiap pergi ke sekolah, tak pernah saya diberi uang jajan. Kalau mau punya uang, ya saya harus ke kebun dulu mencari daun pisang, saya potong-potong, lalu dijual ke pasar. Setelah lulus STM, saya hijrah ke Jakarta. Saya berjualan telur. Saya beli satu peti telur di pasar, lalu diecer ke pedagang-pedagang bubur. Ternyata, usaha saya mandeg. Saya pun beralih menjadi sopir omprengan. Bentuknya bukan seperti angkot ataupun mikrolet zaman sekarang, masih berupa pick-up yang belakangnya dikasih terpal. Saya menjalani rute Kampung Melayu - Pulogadung - Cililitan.

Tahun 1985, saya pulang ke kampung halaman. Pada 25 Desember tahun itu, saya menikah dengan perempuan sedaerah, Made Arsani Dewi. Oleh karena cinta kami bertaut di Jakarta, kami memutuskan kembali ke Ibu Kota untuk mengadu nasib. Kami membeli rumah mungil di daerah Pondok Kelapa. Waktu itu saya bisnis mobil omprengan. Awalnya berjalan lancar, tapi karena deflasi melanda tahun 1986-an, saya pun jatuh bangkrut. Kerugian makin membengkak. Saya harus menjual rumah dan mobil. Lalu, saya hidup mengontrak.

NYARIS TERSAMBAR PETIR

Titik cerah muncul di tahun 1990. Saya pindah ke Perumnas Klender. Tanpa sengaja, saya melihat orang berjualan burger. Saya pikir, tak ada salahnya mencoba. Saya nekad meminjam uang ke bank, tapi tak juga diluluskan. Akhirnya saya kesal dan malah meminjam Rp 1,5 juta ke teman untuk membeli dua buah gerobak dan kompor.

http://cepiar.wordpress.com/2007/11/10/kisah-sukses-pengusaha-burger/realview%28%27detail_images.asp?act=1&id=10094&imageid=22178%2

7,%27detail_images%27,%27516%27,%27500%27%29;

Bahan-bahan pembuatan burger, seperti roti, sayur, daging, saus, dan mentega, saya ecer di berbagai tempat. Dibantu seorang teman, saya menjual burger dengan cara berkeliling mengayuh gerobak. Burger dagangannya saya labeli Lovina, sesuai nama pantai di Bali yang sangat indah.

Banyak suka dan duka yang saya alami. Susahnya kalau hujan turun, saya tak bisa jalan. Roti tak laku, Akhirnya, ya, dimakan sendiri. Masih untung karena istri saya bekerja, setidaknya dapur kami masih bisa ngebul. Pernah juga gara-gara hujan, saya nyaris disambar petir. Ketika itu saya tengah memetik selada segar di kebun di Pulogadung. Tiba-tiba hujan turun diiringi petir besar. Saya jatuh telungkup hingga baju belepotan tanah. Rasanya miris sekali.

Di awal-awal saya jualan, tak jarang tak ada satu pun pembeli yang menghampiri, padahal seharian saya mengayuh gerobak. Mereka mungkin berpikir, burger itu pasti mahal. Padahal, sebenarnya tidak. Saya hanya mematok harga Rp 1.700 per buah. Baru setelah tahu murah, pembeli mulai ketagihan. Dalam sehari bisa laku lebih dari 20 buah. Untuk mengembangkan usaha, saya mengajak ibu-ibu rumah tangga berjualan burger di depan rumah atau sekolah. Mereka ambil bahan dari saya dengan harga lebih murah. Sungguh luar biasa, upaya saya berhasil. Dalam dua tahun, gerobak burger saya beranak menjadi lebih dari 40 buah. Saya pun pensiun menjajakan burger berkeliling dan menyerahkan semua pada anak buah.

Tak berhenti sampai di situ, tahun 1996 saya mencoba membuat roti sendiri dan membuat inovasi cita rasa saus. Seminggu berkutat di dapur, hasilnya tak mengecewakan. Saya berhasil menciptakan resep roti dan saus burger bercita rasa lidah orang Indonesia. Rasanya jelas berbeda dengan burger yang dijual di berbagai restoran cepat saji.

(23)

Pertanyaan diskusi:

1. Identifikasi karakteristik wirausaha apa yang dimiliki oleh tokoh di atas? 2. Bagaimana ia mengatasi kegagalannya?

3. Carilah tokoh serupa di sekitar lingkungan Anda, tanyalah mengapa ia ingin menjadi wirausaha? Kegagalan dan keberhasilan apa yang pernah ia alami? Bagaimana ia menyikapi hal tersebut?

F. Daftar Pustaka

1. Alma, Buchari. Kewirausahaan. Bandung: Alpabeta, 2007.

2. Griffin, RW. dan Ebert, RJ., Binis (Jilid 1), Jakarta:Prehallindo, 1997. 3. Kasmir. Kewirausahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007

4. Marzali, A. Antropologi dan Pembangunan Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2005. 5. Meredith, Geoffrey G.et al. Kewirausahaan; Teori dan Praktek. Jakarta:PPM, 1996

(terjemahan).

6. Mutis, Thoby. Kewirausahaan yang Berproses. Jakarta:Cresindo, 1995. 7. Wiratmo, Masykur. Pengantar Kewiraswastaan. Yogyakarta:BPFE, 1996.

(24)

KEWIRAUSAHAAN MODUL B1.2: Kepemimpinan

Oleh:

Nahiyah J. Faraz, M.Pd, M.Lies Endarwati, M.Si., & Dyna Herlina S., SE,SIP.

G. Kompetensi

Setelah mempelajari modul ini kompetensi yang diharapkan adalah peserta pelatihan dapat menerapkan jiwa kepemimpinan, berani mengambil risiko, mampu mengambil keputusan, dan manajemen waktu.

H. Indikator

Setelah mempelajari modul ini peserta pelatihan diharapkan dapat: 1. Menjelaskan dan memberi contoh jiwa kepemimpinan.

2. Menjelaskan sebab-sebab munculnya pemimpin 3. Menjelaskan pendekatan studi kepemimpinan. 4. Menjelaskan teori-teori kepemimpinan. 5. Menjelaskan tipe-tipe kepemimpinan.

6. Menjelaskan ketrampilan-ketrampilan kepemimpinan. 7. Menjelaskan dan memberi contoh mengambil risiko. 8. Menjelaskan dan memberi contoh mengambil keputusan. 9. Menjelaskan langkah-langkah dalam mengambil keputusan. 10. Menjelaskan, memberi contoh dan menerapkan manajemen waktu. C. Materi

I. KEPEMIMPINAN 1. Pentingnya Pemimpin

Where have all the leaders gone? (ke mana gerangan para pemimpin yang

memiliki kaliber tentunya), demikian ada orang bertanya. Dunia ini memerlukan banyak pemimpin yang dapat membawa keadaan ke arah yanng lebih baik. Negara memerlukan pemimpin, organisasi politik memerlukan pemimpin, kelompok agama memerlukan pemimpin, para pemuda memerlukan figur pemimpin yang dapat memberikan keteladanan dan inspirasi, perusahaan memerlukan pemimpin yang tangguh dan berkualitas, anak-anak di rumah memerlukan orangtua yang dapat memimpin anaknya, dan banyak lagi kelompok-kelompok manusia yang memerlukan pemimpin yang hebat.

Kebayakan negara menginginkan para pemimpinnya untuk maju ke depan serta mengatasi krisis ekonomi, sosial, guna memberi motivasi pada para pekerja dan memberi garis arahan yang paling baik bagi masa mendatang. Mereka memiliki peranan nyata dalam membentuk pola pikir. Mereka berfungsi sebagai simbol dari kesatuan moral

(25)

masyarakat. Pemimpin mengekspresikan etika kerja dan nilai-nilai yang merangku masyarakat.

Organisasi kerja tanpa pemimpin tidaklah lebih daripada propaganda “ kue di langit”. Kenyataan dalam manajemen menunjukkan bahwa kelompok pekerja yang dibiarkan sendiri tanpa pemimpin, melepaskan mereka berjalan sendir, kurang pengarahan, dan disiplin; mereka hanya mencapai beberapa tujuan. Setiap kelompok atau organisasi membutuhkan pemimpin, baik pemimpin yang timbul sendiri dari kelompok tau yang ditugaskan. Bahkan kelompok/organisasi yang menggunakan pendekatan partisipasif terhadap pemecahan masalah juga membutuhkan adanya konseling, bimbingan, dan masukan yang hanya dapat diberikan oleh pemimpin yang dihargai.

Tidak ada satu faktor pun yang memberikan lebih banyak manfaat terhadap sebuah organisasi daripada pemimpin yang efektif. Pemimpin diprlukn untuk menentukan tujuan, mengalokasikan sumberdaya yangblangka, memfokuskan perhatian pada tujuan-tujuan perusahaan, mengkoordinasikan perubahan, membina kontak antar pribadi dengan pengikutnya, menetapkan arah yang benar atau yang paling baik bila kegagalan terjadi. Semata-mata merupakan kenyataan hiduplah bahwa kelompok-kelompok dengan pemimpin dapat melakukan hal-hal tersebut secara lebih efisien dan lebih benar daripada kelompok tanpa pemimpin.

Prestasi total sebuah bisnis terutama ditentukan oleh sikap dan tindakan dari sang wirausaha. Efektivitas wirausaha sebagai pemimpin ditentukan oleh hasil-hasil yang dicapai wirausaha.

Wirausaha yang berhasil merupakan pemimpin yang berhasil, baik yang memimpin beberapa atau beratus-ratus karyawan. Dari hakikat pekerjaannya mereka adalah pemimpin, karena mereka harus mencari peluang-peluang; memulai proyek-proyek mengumpulkan sumber daya manusia dan finansial yang diperlukan untuk melaksanakan proyek, menentukan tujuan-tujuan untuk mereka sendiri dan orang lain; dan memimpin serta membimbing orang lain untuk mencapai tujuan.

Seorang pemimpin yang efektif akan selalu mencari cara-cara yang lebih baik. Seseorang dapat menjadi pemimpin yang berhasil, jika percaya pada pertumbuhan yang berkesinambungan, efesiensi yang meningkat dan keberhasilan yang berkesinambungan dari perusahaan yang dipimpin.

Pimpinan perusahaan merupakan unsur pokok dan sumber yang langka di dalam setiap perusahaan. Statistik perkembangan perusahaan menunjukkan bahwa setiap 100 perusahaan yang baru berdiri, kira-kira 50% gagal dalam tempo 2 tahun dan pada akhir tahun kelima hanya tinggal 30% yang masih jalan. Pada umumnya kegagalan itu disebabkan oleh kepemimpinan yang tidak efektif, mereka tidak mampu memimpin karyawan, tidak bisa bekerja sama dengan oarng lain atau mereka tidak bisa menguasai, mengendalikan diri sendiri. Berbagai kekeliruan terjadi di bawah kepemimpinannya.

(26)

Misalnya karyawan tidak bisa dimotivasi untuk bekerja lebih baik, kurang disiplin, demikian pula dengan relasi perusahaan tidak terjalin kerjasama yang baik, dan juga perilaku pemimpin sendiri yang tidak bisa menjadi contoh. Seorang wirausaha yang baik adalah seorang pemimpin dalam bisnis, haruslah yang dapat menguasai dan mengembangkan diri sendiri, dan juga mampu menguasai serta mengarahkan dan mengembangkan para karyawannya.

2. Definisi Kepemimpinan

Banyak definisi diberikan tentang kepemimpinan, antara lain:

George R.Terry, Leadership is the activit of influencing people to strive willingly

for group objectives.

Stoner, kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian penngaruh pada kegiata-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.

Harold Koontz and Cyril O’Donnell, state that leadership is influencing people to

follow in the achivement of a common goal.

Handbook of Leadership, memberikan definisi kepemimpinan sebagai “suatu

interaksi antar anggota suatau kelompok. Pemimpin merupakan agen perubahan, orang yang perilakunya akan lebih memengaruhi orang lain daripada perilaku orang lain yang memengaruhi mereka. Kepemimpinan timbul ketika satu anggota kelompok mengubah motivasi atau kompetensi anggota lainnya di dalam kelompok”.

Banyak lagi definisi tentang kepemimpinan, sama seprti banyaknya orang yang membuat definisi itu. Ada tiga implikasi penting yang tercakup dalam kepemimpinan dari beberapa definisi di atas yaitu:

Pertama, kepemimpinan melibatkan orang lain, seperti bawahan atau para pengikut. Seorang wirausaha akan berhasil apabila dia berhasil memimpin karyawannya atau pembantu-pembantu yang mau bekerjasama dengan dia untuk memajukan perusahaan. Jadi wirausaha harus pandai merangkul dan melibatkan para karyawan dalam segala aktivitas perusahaan. Untuk melibatkan para karyawan, kemungkinan pemimpin harus menggunakan berbagai cara misalnya memberi hadiah, memberi nasehat, memberi imbalan yanng cukup kepada karyawan, dan sebagainya.

Kedua, kepemimpinan menyangkut pembagian kekuasaan. Para wirausaha mempunyai otoritas untuk memberikan sebagian kekuasaan kepada karyawan atau seorang karyawan yang diangkat menjadi pemimpin pada bagian-bagian tertentu. Dalam hal ini seorang wirausaha telah membagikan kekuasaannya kepada karyawan lain untuk bertindak atas nama dia. Selanjutnya segala macam informasi sebagai hasil dari pengawasan dan pelaksanaan pekerjaan dapat dimonitor oleh pimpinan.

Ketiga, kepemimpinan menyangkut penanaman pengaruh dalam rangka mengarahkan para bawahan. Seorang wirausaha tidak hanya mengingatkan apa yang harus dikerjakan oleh karyawan tetapi juga harus mampu memajukan perusahaan.

(27)

Seorang wirausaha juga harus dapat memberi contoh yang baik, bagaimana melaksanakan pekerjaan sesuai dengan yanng diperintahkan.

3. Sebab-sebab Munculnya Pemimpin

Menurut Kartini Kartono (1983:29), ada tiga teori yang menjelaskan bagaimana munculnya pemimpin:

1) Teori Genetis

Teori ini menyatakan bahwa pemimpin itu sudah ada bakat sejak ahir dan tidak dapat dibuat. Dia memeng sudah ditakdirkan untuk menjadi pemimpin. Teori ini menganut pandangan deterministis artinya pandangan yang sudah ditentukan sejak dulu.

2) Teori Sosial

Teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin tidak dilahirkan akan tetapi seorang calon pemimpin dapat disiapkan, dididik dan dibentuk agar dia menjadi pemimpin yang hebat di kemudian hari. Setiap orang bisa menjadi pemimpin melalui pendidikan dan dorongan berbagai pihak.

3) Teori Ekologis atau Sintetis

Teori ini menyatakan bahwa seseorang akan sukses menjadi pemimpin apabila dia memang memiliki bakat-bakat pemimpin. Kemudian bakat ini dikembangkan melalui pendidikan, dorongan, dan pengalaman yang akan membentuk pribadi sebagai seorang pemimpin.

4. Pendekatan-pendekatan Studi Kepemimpinan

Penelitian-penelitian dan teori-teori kepemimpinan dapat diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan situasional (“contingency”) dalam studi tentang kepemimpinan. Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat (traits) yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasi perilaku-perilaku (behaviors) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun di mana dia berada.

Pemikiran dan penelitian sekarang mendasarkan pada pendekatan ketiga, yaitu pandangan situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan efektivitas kepemimpinan bervariasi dengan situasi/tugas-tugas yang dilakukan, ketrampilan dan pengharaan bawahan, dan sebagainya. Pandangan ini telah menimbulkn pendekatan “contingency” pada kepemimpinan, yang bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar efektivitas situasi gaya kepemimpinan tertentu.

Referensi

Dokumen terkait

 Setiap olahragawan memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda-beda, sehingga dalam menentukan beban latihan harus disesuaikan dengan kemampuan setiap individu...

Tingginya nilai ini dikarenakan senyawa yang dapat larut pada masing-masing pelarut berbeda-beda tergantung dari sifat pelarut itu sendiri yang memiliki kemampuan yang

Teori Proses (Process theories) menjawab pertanyaan dengan mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses dari interaksi dinamis di antara orang-orang dengan etika yang

Sedangkan kewirausahaan merupakan kemam- puan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda; orang yang memiliki kemampuan untuk men- ciptakan sesuatu yang baru,

( entrepreneur ) adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, berbeda dari yang lain, atau berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya.. Konsep

Dengan segmentasi pasar itu maka pengusaha akan dapat melihat sifat – sifat dari masing – masing kelomok/segmen/sel pasar tertentu itu yang berbeda dengan

• Dapat ditransfer dalam berbagai konteks yang berbeda oleh orang-orang yang memiliki latar belakang disiplin ilmu, profesi dan jabatan yang berbeda-beda... PERANAN HARD SKILL DAN

Karakter Seorang Wirausahawan Karakter Sifat yang berbeda dengan orang pada umumnya Pengendalian diri Menyukai pengendalian segala sesuatu yang mereka kerjakan Tidak suka berpangku