5 BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Tinjauan teoritis merupakan pendekatan teori yang digunakan peneliti untuk menjelaskan persoalan penelitian. Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan tentang Komunikasi Kelompok, dan Semiotika. Dengan demikian penjelasan tersebut akan mempermudah untuk melihat pesan yang dilakukan oleh komunitas vespa kasoos dalam bakti sosial yang rutin dilakukan enam bulan sekali kepada masyarakat. Di bawah ini akan dijelaskan apa yang dimaksud hal –hal di atas.
2.1 Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok kecil (small group communication) merupakan proses komunikasi antara tiga orang atau lebih yang berlangsung secara tatap muka. Dalam kelompok tersebut anggota berinteraksi satu sama lain (Wiryanto, 2004:44). Trenholm dan Jensen (1995: 26) mengatakan bahwa komunikasi antara dua orang berlangsung secara tatap muka, biasanya bersifat spontan dan informal. Peserta satu sama lain menerima umpan balik secara maksimal (Wiryanto, 2004:45).
Dikutip dari Wiryanto (2004: 45) untuk ukuran mengenai kelompok kecil, beberapa ahli memberikan batasan, bahwa kelompok kecil sebagai sekumpulan orang, kurang lebih 5-12 orang. Ukuran kelompok kecil menurut Kumar (2000: 331) berkisar antara 15-25 orang.
Dean C. Barnlaud dan Franklyn S. Haiman dalam Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson (dalam Wiryanto, 2004:46) mengembangkan komunikasi antar-pribadi dan komunikasi kelompok. Caranya, dengan memusatkan pada kesadaran akan kehadiran orang lain dan pemahaman tentang proses kelompok. Tipe komunikasi kelompok ini melibatkan dua atau lebih individu
6
secara fisik berdekatan. Perlibatan itu juga dalam hal menyampaikan serta menjawab pesan-pesan secara verbal maupun non verbal. Komunikasi antar-pribadi dan kelompok memiliki perbedaan tipis bila dilihat dari kadar spontanitas, struktur, kesadaran akan sasaran kelompok, ukuran, relativitas sifat permanen kelompok dan identitas diri.
Menurut Wiryanto (2004:47) keikutsertaan individu menjadi anggota kelompok disebabkan alasan-alasan, sebagai berikut:
1. Perhatian dan keikutsertaan individu ditumbuhkan oleh solidaritas kelompok.
2. Perubahan sikap akan lebih mudah terjadi apabila individu berada dalam satu kelompok, selanjutnya keputusan-keputusan kelompok akan lebih mudah diterima dan dilaksanakan apabila individu terlibat dalam pengambilan keputusan.
3. kepercayaan besar yang diberikan kepada kelompok.
Napier dan Gershenfeld (dalam Wiryanto, 2004:49) mengemukakan bahwa para anggota kelompok akan menerima norma kelompok yaitu :
1. Anggota kelompok menginginkan keanggotaan yang berkelanjutan dalam kelompok.
2. Pentingnya keanggotaan kelompok.
3. Kelompok bersifat kohersif, yakni anggotanya berhubungan sangat erat, terikat satu sama lain, dan kelompok dapat memenuhi kebutuhan anggota anggotanya.
4. Keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok semakin penting. 5. Pelanggaran kelompok dihukum dengan reaksi negatif dari
7
Kohesivitas merupakan kekuatan yang saling tarik menarik diantara anggota-anggota kelompok. Ibaratnya, sepiring nasi diantara butir-butirnya saling melekat (Wiryanto, 2007:50)
Faktor-faktor yang menentukan kohesivitas kelompok antara lain:
1. Perilaku normatif yang kuat ketika individu diidentifikasikan ke dalam kelompok yang diikuti.
2. Lamanya menjadi anggota kelompok. Semakin lama seseorang menjadi anggota kelompok akan memperlihatkan sifat kooperatif dan solidaritas yang tinggi (Wiryanto, 2007:50)
2.2 Teori Semiotika
Teori yang gunakan oleh peneliti berikutnya adalah semiotika. Semiotika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tanda. Hal ini membantu peneliti dalam melakukan penelitian dalam memaknai tanda tersebut. Tanda adalah segala sesuatu – warna, isyarat, kedipan mata, obyek, rumus matematika, dan lain-lain – yang merepresentasikan sesuatu yang lain selain dirinya (Marcel, 2011:6).
Istilah semiotika (semeiotics) awalnya di kemukakan oleh Hippocrates (460-377 SM), penemu ilmu medis seperti ilmu gejala. Menurut Hippocrates (dalam Marcel, 2011:6) gejala merupakan semeion – bahasa yunani untuk “penunjuk” atau “tanda” fisik. Hal yang merujuk pada tanda secara logis dikenal sebagai objek atau petanda. Dalam penelitian ini peneliti menggunkan model yang dikemukakan Charles S. Peirce karena, peneliti melihat atribut yang digunakan saat acara maupun yang di berikan sebagai sumbangan merupakan pesan dari komunitas vespa Kasoos dengan tujuan tertentu.
8 2.2.1 Semiotika Charles S. Peirce
Model tanda yang dikemukakan oleh Peirce adalah triadik dan tidak memiliki ciri struktural sama sekali (Hoed, 2002:21). Pierce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari kepertamaan, objeknya adalah kekeduaan, dan penafsirnya adalah contoh keketigaan (Sobur, 2009:41). Proses pemaknaan tanda Pierce memiliki hubungan antara tiga titik yaitu tanda sebagai representamen (R) dan konsep, benda, gagasan, dan seterusnya, yang diacu sebagai objek (O) Makna yang diperoleh diberi istilah Peirce sebagai interpretan (I). Proses ini disebut semiosis (Hoed, 2010:46). Proses semiosis, yakni pemaknaan dan penafsiran atas benda atau perilaku berdasarkan pengalaman budaya seseorang. Model ini disebut sebagai segitiga semiosis Peirce (R-O-I),
Representamen (X)
Objek (Y) interpretan (X=Y) Bagan 2.2.1 Model Segitiga Semiosis Peirce
Konsep tiga tahap ini penting untuk memahami bahwa dalam suatu kebudayaan kadar pemahaman tanda tidak sepenuhnya sama pada semua anggota kebudayaan tersebut (Hoed, 2010:47-48).
Menurut Peirce dalam memaknai realitas, subjek memahaminya berdasarkan keberlakuan tanda. Keberlakuan tanda bersifat trikomis. Trikomis kategori tanda menurut Peirce adalah sebagai berikut:
9 1. Tahap kepertamaan (Firstness)
Tingkat pemahaman subjek dan eksistensi tanda masih potensial, penuh probabilitas dan perasaan. Tahap ini disebut tahap pencerapan potensi.
2. Tahap kekeduaan (secondness)
Merupakan tingkat pemahaman dan eksistensi tanda sudah berhadapan atau konfrotasi dengan realitas ketika subjek memahami eksistensi realitas. Tahapan ini dapat juga disebut sebagai pencerapan aktualitas.
3. Tahap keketigaan (thridness)
Merupakan tingkat pemahaman dan eksistensi tanda ketika sudah terformulasikan aturan atau hukum yang berlaku umum untuk mengkonstitusi pemahaman subjek terhadap realitas. Tahap akhir ini disebut abstraksi.
Peirce mengatakan bahwa tanda itu sendiri adalah contoh dari kepertamaan, objeknya kekeduaan, dan penafsirnya adalah contoh keketigaan (Lechte, 2001: 227).
2.2.1.1 Hubungan Representament dengan jenis Representament
Hubungan tanda (representament) dengan jenis representament dalam mengkaji sebuah objek, Peirce melihat menggunakan tiga jalur logika, yaitu qualisigns, sinsigns dan legsigns sebagai berikut :
A. qualisign : tanda yang bertalian dengan kualitas dan warna. Contoh sifat Hijau merupakan qualisign karena merupakan tanda dari bidang yang mungkin.
10
B. sinsign : tanda yang bertalian dengan fakta yang nyata. Pernyataan yang tidak bisa dikelompokan merupakan sinsigns. Air mata bisa berarti kesedihan, mengantuk, bahkan kegembiraan.
C. legsigns : tanda yang bertalian dengan aturan. Kode, tanda lalu lintas adalah sebuah legsigns.
2.2.1.2 Hubungan Tanda dengan Objek
Hubungan tanda dengan objek Berdasarkan obyeknya Peirce membagi tanda atas ikon, indeks, dan simbol. Hal ini merupakan penelitian Peirce yang cukup penting karena dalam tahap ini terjadi pemilahan dari sisi acuannya.
A. Ikon. Hubungan tanda dan objek yang memiliki keserupaan dengan bentuk objek. Misal foto presiden Indonesia merupakan ikon dari presiden Indonesia.
B. Indeks. Merupakan hubungan tanda dan objek yang terjadi karena adanya keterikatan atau hubungan kasusal antar dasar objeknya. Contohnya tanaman yang busuk dan hama, tanaman yang busuk menunjukan tanaman tersebut terserang oleh hama.
C. Simbol yang merupakan tanda yang sebenarnya. Hubungan antara tanda dan objek karena adanya konvensi, hubungannya bersifat arbiter. Misalnya lampu lalu lintas memiliki tiga warna yaitu merah merujuk pada larangan, kuning berhati-hati, dan hijau izin untuk jalan. (Rusmana, 2014:110).
2.2.1.3 Hubungan Interpretant dengan Tanda
Hubungan tanda dengan objek. Peirce membaginya menjadi rheme, dicent dan argument.
A. Rheme. Tanda yang masih memiliki berbagai macam kemungkinan untuk dinterpretasikan oleh interpretan.
11
B. Dicent. Merupakan tanda yang sudah dapat dijadikan fakta nyata dan memiliki makna tertentu.
C. Argument. Tanda yang sudah dihubungkan dengan preposisi tertentu. (Rusmana, 2014:112)
Tabel 2.2.1
Rangkuman Trikomi Tanda Peirce
Tritokomi Representament Relasi ke Objek Relasi ke Interpretan
Firstness Qualisign Icon Rhema
Secondness Sinsign Indeks Dicent
Thirdness Legisign Simbol Argument
Dari berbagai macam semiotika dalam penelitian ini peneliti menggunakan semiotik analitik dan semiotik deskriptif. Semiotik analitik yaitu yang menganalisis sistem tanda (Rusmana, 2014:35). Dan semiotik diskriptif yaitu semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat dialami oleh setiap orang, meskipun ada tanda yang sejak dulu tetap seperti yang disaksikan sekarang (Rusmana, 2014:35). Peneliti melalui tanda tersebut mencoba menelaah arti dari bakti sosial yang dilakukan oleh komunitas vespa Kasoos untuk mencari pesan serta tujuan dari komunitas tersebut melakukan bakti sosial.
12 2.3 Penelitian Sebelumnya
Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
Mateo Bunga (Universitas Kristen Satya Wacana) Pola Komunikasi Simbolik Dalam Komunitas Vespa Kasoos Menggambarkan pola komunikasi simbolik pada komunitas vespa Kasoos Deskriptif dan Konstruktif, Kualitatif Simbol komunitas vespa Kasoos adalah hasil interaksi dari individu di dalamnya bukan penyebab. Saifullah Ismail (Universitas Hassanudin Makassar) Komunitas Vespa di Makassar (Studi Tentang Gaya Hidup) Mendeskripsikan komunitas vespa Makassar dengan gaya hidupnya yang dipandang negatif oleh masyarakat Deskriptif, Kualitatif Gaya hidup komunitas vespa lebih berorientasi pada kebebasan, ekspresi gaya hidup komunitas ditampilkan melalui penampilan para scooterist. Ludgerus Eduward Bogianorio satya Karakteristik dan Interaksi Sosial Dalam Komunitas Mengetahui karakteristik anggota vespa RSJ di kota Deskriptif, kualitatif Anggota dari Komunitaas vespa RSJ berstatus
13 Cheriawan (Universitas Atma Jaya Yogyakarta) Vespa di Kotamadya Yogyakarta Yogyakarta dan interaksi sosial Mahasiswa, interaksi sosial yang dilakukan oleh anggota adalah kerjasama, yang mereka sebut persahabatan.
2.4 Kerangka Pikir Teoritis
Bagan 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian KOMUNITAS VESPA KASOOS MASYARAKAT TEORI SEMIOTIKA PEIRCE BAKTI SOSIAL TANDA HASIL PEMAKNAAN PESAN
14
Pada komunitas vespa Kasoos bakti sosial yang lakukan 6 bulan sekali dilakukan sebagai identitas kelompok dalam membangun pandangan masyarakat tentang keberadaan komunitas vespa Kasoos. Berdasarkan kerangka pemikiran pada gambar 2.4, maka penelitian ini akan menelaah pesan yang di sampaikan oleh komunitas vespa Kasoos lewat tanda yang digunakan dengan media sumbangan berupa barang dan uang serta bakti sosial yang dilakukan setiap 6 bulan sekali kepada masyarakat untuk memperoleh efek atau timbal balik dari masyarakat lewat media bakti sosial tersebut.