• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja

Kinerja akhir-akhir ini telah menjadi konsep yang sering dipakai dalam berbagai pembahasan dalam kerangka mendorong keberhasilan suatu organisasi (Sudarmanto:2009). Terlebih, saat ini organisasi dihadapkan pada tantangan kompetisi yang tinggi; kemajuan teknologi informasi, maupun tuntutan pelanggan atau pengguna jasa yang semakin kritis. Kinerja akan selalu menjadi isu aktual dalam organisasi, karena kinerja merupakan pertanyaan kunci terhadap efektivitas atau keberhasilan dari suatu organisasi.

2.1.1 Definisi Kinerja

Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang di harapkan (Mangkuprawira : 2011). Lanjutnya, kinerja pun dapat diartikan sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum.

Pengertian kinerja diberi batasan oleh Maeir (dalam Moh As’as : 2003) sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lawler dan Poter menegaskan bahwa kinerja adalah “succesfull role achievement” yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya. Definisi lain menurut Marihot Tua Efendy (2002 : 194) mengatakan bahwa kinerja adalah unjuk kerja yang merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi. Kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil yang harus dicapai oleh pekerja dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu. Selanjutnya menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegoro (2000) mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuatitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.                    

(2)

Dari seluruh definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan tingkat pencapaian seorang invividu yang diukur dari hasil kerjanya selama periode waktu tertentu yang didasarkan kepada standar atau kriteria yang sudah ditetapkan oleh suatu organisasi.

2.1.2 Kinerja Tenaga Penjualan

Menurut Challagalla dan Shervani (1996), kinerja tenaga penjualan merupakan suatu tingkat dimana tenaga penjualan dapat mencapai target penjualan yang telah ditetapkan pada dirinya. Sementara itu, Churchill et. al. (1985) menyatakan kinerja tenaga penjualan merupakan sebuah evaluasi mengenai perilaku tenaga penjualan dalam memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

Baldauf, et. al. (2001) menjelaskan kinerja tenaga penjualan secara konseptual berguna untuk menguji kinerja yang berkenaan dengan perilaku atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh tenaga penjualan dan hasil-hasil yang dapat didistribusikan pada usaha-usaha mereka. Lebih lanjut dalam penelitiannya, Baldauf et. al. (2001) menyatakan bahwa untuk menghasilkan outcome, seorang tenaga penjualan harus menerapkan beberapa perilaku, yang mungkin tidak serta merta membuahkan hasil, misalnya membangun hubungan yang efektif dengan konsumen dan membuat presentasi penjualan yang efektif yang pada akhirnya akan mendatangkan pembelian dari pihak yang dipresentasi, yang berarti terjadinya penjualan bagi organisasi. Organisasi yang efektif atau berhasil akan ditopang oleh tenaga penjualan yang berkualitas. Banyak organisasi yang berhasil karena ditopang oleh kinerja dari tenaga penjualannya. Sebaliknya, tidak sedikit organisasi yang gagal karena faktor kinerja tenaga penjualannya. Selain itu, Prawirosentono (1999) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara kinerja perseorangan dengan kinerja perusahaan. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa apabila kinerja tenaga penjualan baik, maka kinerja perusahaan juga akan menjadi baik.

Dengan begitu dapat disimpulkan, kinerja tenaga penjualan adalah suatu evaluasi dari hasil atas usaha yang telah dilakukan oleh tenaga penjualan dalam memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan organisasi.

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Tenaga Penjualan

Kinerja tenaga penjualan tidak selalu akurat mencerminkan atas usaha-usaha yang telah diterapkan dan dilakukan olehnya. Kinerja dalam menjalankan fungsinya                    

(3)

tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal yang dimiliki atau tidak dimiliki oleh tenaga penjualan seperti dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu.

Menurut model partner-lawyer (Donnely, Gibson dan Invancevich 1994), secara umum menjelaskan bahwa kinerja setiap orang pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:

a. Harapan mengenai imbalan b. Dorongan

c. Kemampuan, kebutuhan dan sifat d. Persepsi terhadap tugas

e. Imbalan eksternal dan internal, dan

f. Persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja

Faktor-faktor tersebut dapat digolongkan menjadi kelompok, yaitu kemampuan, keinginan dan lingkungan. Dengan demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu:

1. Kemampuan 2. Keinginan, dan 3. Lingkungan.

Gambar 2.1 Model Kinerja Individu Sumber : Adaptasi dari Donnely et. al (1994)

Kemampuan merupakan kompetensi dari suatu individu dalam melakukan kerja. Kemampuan terdiri dari keterampilan dan skill yang dimiliki dari tiap individu itu

Kemampuan Keinginan Lingkungan Kinerja Individu                    

(4)

sendiri. Selain kemampuan dari individu yang bersangkutan, keinginan pun dinilai dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja dari tiap individu. Individu yang tidak memiliki keinginan, tidak akan termotivasi dalam melakukan pekerjaannya. Lingkungan seperti kondisi kerja yang mencakup kenyamanan lingkungan kerja, interaksi antar individu dinilai sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja individu.

Sementara itu kinerja individu sebagai tenaga penjualan menurut Honeycutt et. al (2003:112) dipengaruhi oleh 6 faktor yang dikenal dengan the determinants of a

salesperson performance, yaitu:

1. Bakat (Aptitude)

Menurut Demirdjian dan Becherer et. al menerangkan bahwa bakat merupakan talenta dan kecenderungan seseorang untuk melakukan pekerjaan. Seorang tenaga penjualan yang termotivasi, tetapi tidak didukung dengan bakat dan keterampilan penjualan lainnya, diindikasi tidak akan dapat menampilkan performa maksimalnya. Churchill et. al (2009) menjelaskan bahwa bakat terdiri dari beberapa indikator, diantaranya adalah verbal intelligence, mathematichal ability dan sales expertise.

Verbal intelligence diartikan sebagai pemahaman dan kemampuan dari seorang tenaga

penjualan dalam memanipulasi kata-kata dan kemampuan verbal dari tenaga penjualan. Manipulasi kata-kata dalam konteks ini dimaksudkan bahwa seorang tenaga penjualan harus memiliki bakat dalam melakukan improvisasi kata-kata sehingga tidak melakukan penawaran yang cenderung sama dan monoton kepada setiap konsumen. Sementara kemampuan verbal dimaksudkan bahwa seorang tenaga penjualan yang baik harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik pula dengan konsumennya.

Mathematical ability adalah kemampuan matematika dari seorang tenaga penjualan.

Kemampuan matematika yang dimaksud disini adalah kemampuan dari agen Speedy dalam melakukan perhitungan dan penjelasan harga secara tepat. Sales expertise atau keahlian penjualan adalah kemampuan dari seorang tenaga penjualan dalam melakukan penjualan.

2. Karakteristik Personal (Personal Characteristic)

Menurut Earl D. Honeycutt et. al (2003), indikator dari karakteristik personal seorang tenaga penjualan adalah responsibility, dominance, sociability, self-esteem,                    

(5)

creativity, need for achievement dan need for power. Sementara itu, Churchill et. al (2009) menerangkan mengenai karakteristik personal dari tenaga penjualan yang sukses harus dapat bertanggung jawab atas tugas dan pekerjaannya, percaya diri pada kemampuannya, dapat berinteraksi dengan rekan yang lain dan berjiwa kreatif. Selain itu kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan kekuasaan pun di indikasi dapat mempengaruhi karakteristik personal dari tenaga penjualan yang sukses.

3. Tingkat Keterampilan (Skill Level)

Demirdjian dan Becherer et. al mendefinisikan tingkat keterampilan adalah pengetahuan dan kemampuan dari seorang tenaga penjualan untuk membuat suatu presentasi penjualan dan penutupan penjualan (closing the sales). Dalam melakukan presentasi penjualan, seorang tenaga penjualan harus mengetahui betul mengenai produk yang dijualnya. Product knowledge dari tenaga penjualan sangat dibutuhkan disini. Dalam prakteknya, seorang agen Speedy harus memiliki product knowledge dan harus memiliki kemampuan melakukan presentasi penjualan yang baik serta dapat mengarahkan pelanggan terhadap produk Speedy yang sesuai dengan kebutuhannya sehingga dapat terjadi suatu penutupan penjualan (closing the sale).

4. Persepsi Peran (Role Perceptions)

Earl D. Honeycutt et. al (2003) menjelaskan bahwa persepsi peran penting bagi tenaga penjualan untuk mengerti secara tepat harapan yang diinginkan perusahaan dan pelanggan. Sementara itu menurut Churchill et. al (2009), peran didefinisikan melalui harapan, permintaan dan tekanan yang dikomunikasikan kepada tenaga penjualan dari mitranya. Tenaga penjualan harus memahami persis apa yang harus mereka lakukan untuk meningkatkan kinerja mereka yang mana melibatkan peran sosial dari orang di luar dan di dalam perusahaan (Spiro et. al : 2003).

Dari ketiga definisi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan, persepsi peran dapat didefinisikan secara luas melalui harapan, permintaan dan tekanan yang dikomunikasikan kepada tenaga penjualan oleh mitranya yang berasal dari luar dan dalam perusahaan yang berhubungan dalam pemenuhan tenaga penjualan dalam melaksanakan tugasnya (perusahaan dan pelanggan). Seorang tenaga penjualan harus mengerti secara tepat apa yang harus mereka lakukan untuk meningkatkan kinerja mereka. Persepsi peran dianggap penting karena merupakan aspek dimana membuat                    

(6)

tenaga penjualan mengetahui apa yang harus dikerjakannya. Terdapat 3 komponen dari persepsi peran, yaitu

a. Ketepatan Peran (Role Accuracy)

Ketepatan peran dari seorang tenaga penjualan merujuk kepada sejauh mana persepsi dari tenaga penjualan terhadap tuntutan peran rekannya (Churchill, et. Al. 2009:201). Role accuracy adalah untuk melihat apakah tuntutan atau tugas yang diberikan oleh perusahaan telah tepat dengan persepsi dari tenaga penjualan itu sendiri.

b. Konflik Peran (Perceived Role Conflict)

Perceived role conflict atau konflik peran terjadi ketika seorang tenaga penjual

percaya terhadap permintaan dari dua atau lebih mitranya yang tidak kompatibel. Tenaga penjual tersebut tidak akan dapat memuaskan kedua mitranya dalam satu waktu yang sama (Management of the Modern Sales Force Marketing 6228).

Dalam prakteknya, tidak jarang pelanggan yang ditelepon oleh agen Speedy menginginkan waktu pemasangan yang cepat. Sementara perusahaan sendiri memberikan kebijakan waktu pemasangan 3 hari dari tanggal sejak terjadinya penutupan penjualan. Agen tersebut sebenarnya ingin memenuhi permintaan dari pelanggan tersebut, tetapi di lain pihak manajemen menolak untuk melakukan pemasangan kurang dari 3 hari karena tidak sesuai dengan peraturan dan kebijakan perusahaan. Pada kondisi ini konflik peran terjadi, dimana agen ingin memenuhi dua permintaan sekaligus.

c. Ambiguitas Peran (Perceived Role Ambiguity)

Ambiguitas peran atau kerancuan peran terjadi ketika tenaga penjualan tidak mempunyai informasi atau pengetahuan yang cukup jelas untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tugasnya. Seperti telah disebutkan, seorang tenaga penjualan akan dihadapkan pada dua peran dari mitranya sekaligus, yaitu pelanggan dan perusahaan. Informasi yang kurang jelas yang diperoleh tenaga penjualan dari perusahaan dapat menjadi kerancuan tatkala informasi yang diperoleh dijelaskan kepada pelanggan di situasi yang berbeda dari yang telah perusahaan berikan. Kejelasan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada tenaga penjualan akan sangat menentukan kemampuan tenaga penjualan tersebut dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dengan kata lain                    

(7)

semakin rendah ambiguitas peran dari seorang tenaga penjualan, maka akan semakin besar kemungkinannya dalam mencapai kinerja penjualan yang lebih tinggi. Ambiguitas peran dinyatakan oleh Van Sell et. al (1981) sebagai tingkat kejelasan informasi yang tak mencukupi, yang berkaitan dengan harapan yang berhubungan dengan sebuah peran dan metode yang diharapkan dalam menyelesaikan peran.

5. Motivasi (Motivation)

Istilah motivasi didefiniskan dalam berbagai cara oleh para ahli. Karjantoro (2004) mendefinisikan motivasi sebagai kondisi yang menggerakan pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Gibson et al. (2003) mendefinisikan motivasi sebagai kekuatan yang mendorong pegawai untuk melakukan sesuatu yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Menurut Earl D. Honeycutt et. al (2003) menjelaskan tenaga penjualan harus termotivasi untuk mencurahkan waktu yang diperlukan dan energi untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, bahkan ketika keberhasilan tidak dijamin. Lanjutnya, pada umumnya kebanyakan perusahaan menggunakan kompensasi dan sistem manajemen untuk memotivasi tenaga penjualan.

Maka dapat ditarik suatu kesimpulan motivasi merupakan suatu kekuatan yang dapat mendorong tenaga penjualan untuk melakukan sesuatu yang menimbulkan perilaku yang mengarah kepada tujuan perusahaan. Motivasi dapat berbentuk kompensasi dan sistem manajemen untuk memotivasi tenaga penjualan.

6. Faktor Organisasi dan Lingkungan (Organizational and Environmental Factors) Faktor organisasi dan lingkungan mengacu kepada kekuatan lain di luar kontrol tenaga penjualan yang dapat mempengaruhi keberhasilan penjualan. Menurut Earl D. Honeycutt (2003) adalah posisi perusahaan di pasar, wilayah yang berpotensial dan otonomi tenaga penjualan. Lanjutnya, posisi perusahaan di pasar dapat memberikan

added value tatkala perusahaan berposisi sebagai perusahaan market leader sehingga

peluang untuk dapat bertemu dengan konsumen potensial lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang belum dikenal publik. Wilayah yang berpotensi pun diindikasi dapat mempengaruhi kinerja tenaga penjualan. Perbedaan wilayah potensi penjualan dapat mempengaruhi kinerja tenaga penjualan menjadi lebih tinggi dan atau menjadi rendah (http://www.anametrica.com). Sementara itu salesperson autonomy menurut                    

(8)

Breaugh's (1985) menerangkan bahwa otonomi tenaga penjualan merupakan kebebasan untuk memilih kegiatan penjualannya sendiri.

2.3 Telemarketing

Menurut Ingram et, al menjelaskan bahwa telemarketing adalah saluran penjualan dengan menggunakan telepon sebagai alat untuk melakukan kontak dengan pelanggan, untuk melakukan beberapa atau semua kegiatan yang diperlukan. Telemarketing memiliki dua bentuk, yaitu

a. Outbound telemarketing

Outbound telemarketing terjadi ketika penjual menelepon prospek untuk

membuat penjualan, untuk menentukan ketertarikan dengan menawarkan catalog atau material penjualan lainnya atau dapat dikatakan untuk membuka jalan untuk membuat suatu telepon penjualan yang personal.

b. Inbound telemarketing

Inbound telemarketing adalah saluran penjualan yang paling sering digunakan.

Inbound telemarketing telah dibuat secara luas melalui nomor telepon bebas pulsa

seperti 800 ataupun 888. Di beberapa tahun terakhir ini, banyak terdapat beberapa nomor telepon perusahaan diganti atau dilengkapi dengan interactive voice response (IVR). Interactive voice response (IVR) mengkombinasikan teknologi computer dengan telepon untuk menyediakan system yang dapat mengatasi semakin banyaknya konsumen yang menelepon.

                   

Gambar

Gambar 2.1 Model Kinerja Individu  Sumber : Adaptasi dari Donnely et. al (1994)

Referensi

Dokumen terkait

Biro Cuaca Amerika Serikat memberikan definisi bahwa kekeringan adalah berkurangnya curah hujan yang cukup besar dan berlangsung lama yang dapat mempengaruhi kehidupan tanaman

Hubungan yang terjadi adalah semakin baik derajat modified Singh index maka semakin memiliki kecenderungan terjadi fraktur collum femur, dan semakin jelek

 Kendala alamiah yakni adanya wilayah rawan bencana di Kabupaten Lamongan, yaitu wilayah yang secara topografis mempunyai ketinggian o-7 m diatas permukaan

Kegiatan Praktek Kerja Nyata (PKN) meliputi : (1) Membantu tugas administrasi yang ada dikantor, (2) Mempelajari materi dan undang-undang yang terkait dengan pajak

Sedangkan strategi adaptasi yang dilakukan para nelayan (kaum suami) adalah diversifikasi pekerjaan untuk memperoleh sumber penghasilan baru. Bahkan, strategi adaptasi

Berdasarkan hasil penelitian, dalam naskah cerita Makyong Wak Prambun, dari 29 butir tunjuk ajar Melayu 19 butir di antaranya terkandung dalam dialog-dialog yang ada pada

Konflik adalah hal yang lumrah terjadi di dalam masyarkat,konflik adalah salah satu bentuk suatu gejala sosial yang sering mucul dalam kehidupan bermasyarakat yang

Selain dari staff, kami juga meminta bantuan dari para pengajar LTC untuk menjadi pembawa acara sekaligus juga ada yang menjadi pembuka dalam berdoa dan juga ada