• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Proyek Hemat Energi Berdasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengelolaan Proyek Hemat Energi Berdasar"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGELOLAAN PROYEK HEMAT ENERGI BERDASARKAN

PENDEKATAN KONSTRUKSI HIJAU

Wulfram I. Ervianto

1)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta1) E-mail: wulframervianto@gmail.com1)

ABSTRACT

The increasing value of completed construction would have an impact on energy demand and trigger environmental degradation. To anticipate both of these required precise project management is integrated project management. The research objective is to conduct a comprehensive study related to the management of environmentally friendly building projects that measured energy use. The energy issue is a major priority in some rating system in United State of America namely Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) developed by the United States Green Building Council (USGBC) in 1998; British Research Establishment Environmental Assessment Method (BREEAM) in United Kingdom in 1990, and GREENSHIP developed by Green Building Council Indonesia. Energy efficiency in buildings is determined by several factors, namely: building system; equipment specification; behavior of users; construction process; and other factors. Approach in managing the project should be changed, (a) fragmented project management into integrated project management, (b) to adopt green construction principles, and (c) ultimately need to change the behavior of construction workers.

Keyword: building management; integrated project management; green approch

1. PENDAHULUAN

Peristiwa musim dingin pada tahun 1977 berupa embargo minyak, pemadaman di New York City membuat masyarakat sadar akan tingkat konsumsi dan ketergantungan akan energi. Krisis energi tidak lagi dapat dipandang sebagai situasi darurat sementara, namun sudah merupakan kondisi fundamental dari kehidupan modern (Tanaka, M.J.,1977). Meningkatnya kebutuhan energi dan adanya perubahan karakter dalam penggunaan energi yang semula murah dan berlimpah menjadi mahal dan langka merupakan bukti bahwa tidak berhasilnya program konservasi energi. Kelangkaan energi merupakan bagian penting untuk dipertimbangkan dalam semua aktivitas, termasuk dalam pengelolaan proyek konstruksi.

Program konservasi energi dalam proyek konstruksi perlu dilakukan melalui berbagai pendekatan yang tepat disesuaikan dengan lingkup dan kompleksitas proyek tersebut. Untuk itu, diperlukan faktor pemaksa dalam bentuk regulasi terkait dengan usaha atau aktivitas yang mampu mencegah, mengurangi atau meniadakan tidak efisiennya pemakaian energi melalui pemilihan material, metoda konstruksi, fasilitas lain berupa fisik bangunan.

Beragam cara dapat dilakukan dalam merealisasikan proyek konstruksi, mulai dari yang padat karya sampai dengan padat alat, teknologi konvensional hingga teknologi tinggi, dimana masing-masing mempunyai dampak spesifik berlainan yang diukur dalam parameter tertentu (misalnya waktu, biaya, lingkungan/emisi). Pada saat ini, isu yang menguat di lingkup global maupun lokal adalah masalah energi dan lingkungan, oleh sebab itu keduanya penting dikaji agar mendapatkan manfaat ganda. Lebih spesifik, kajian yang perlu dilakukan terkait dengan teknologi konstruksi yang diukur dalam satuan emisi CO2.

(2)

intervensi. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan intervensi berupa perubahan konsep perencanaan dan pengembangan teknologi ramah lingkungan.

Gambar 1. Nilai Konstruksi yang Diselesaikan Bangunan Gedung di Indonesia

2. TUJUAN PENULISAN

Mempertimbangkan adanya peningkatan proyek konstruksi di Indonesia yang ditunjukan oleh nilai konstruksi yang diselesaikan maka perlu dilakukan kajian tentang proses konstruksi yang hemat energi secara komprehensif. Secara agregasi, antara peningkatan nilai proyek dan proses hemat energi akan berdampak positif bagi lingkungan.

3. KAJIAN PUSTAKA

Saat ini, seluruh industri termasuk industri konstruksi di berbagai negara fokus untuk mengurangi konsumsi energi yang berdampak pada emisi CO2. Tanaka, M.J., 1977 menyatakan bahwa komposisi pemakaian energi dalam daur hidup proyek konstruksi adalah 80% untuk proses produksi bahan konstruksi; 13% dikonsumsi pada tahap konstruksi; dan 7% untuk aktivitas lain. Inefisiensi penggunaan energi terjadi pada lingkungan buatan, yaitu kemacetan yang terjadi di jalan raya dan penggunaan energi dalam gedung di perkotaan.

Energi menjadi isu yang banyak dibicarakan di tingkat internasional dan nasional termasuk sektor konstruksi yang dipicu oleh meningkatnya nilai konstruksi yang diselesaikan dari tahun ke tahun. Menyadari akan keterbatasan energi fosil menimbulkan kekawatiran berbagai pihak yang diaktualisasikan dalam bentuk instrumen yang digunakan untuk menilai aktivitas konstruksi secara umum. Selain itu, instrumen tersebut mampu merepresentasikan banyak sedikitnya pemakaian sumberdaya alam terbarukan maupun tak terbarukan dalam aktivitas pembangunan. Beberapa sistem rating di dunia yang menempatkan isu energi pada urutan pertama merupakan fakta bahwa isu energi merupakan isu global yang harus direspon oleh banyak bangsa.

Isu Energi Dalam Sistem Rating di Berbagai Negara

Di Amerika, isu tentang energi direspon positif dengan menempatkan di urutan teratas dalam sistem rating Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) yang

148.334.444

128.551.604

108.768.763

95.397.270

72.886.927 70.591.453

68.590.928

62.274.910

49.478.129

38.449.426

2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004

Nilai Konstruksi Yang Diselesaikan Untuk Bangunan Gedung (Dalam Juta Rupiah)

(3)

3 dikembangkan oleh United States Green Building Council (USGBC) pada tahun 1998 dan telah umum digunakan untuk menilai green building di Amerika. Kriteria yang digunakan dalam sistem rating ini menempatkan isu konservasi energi di urutan teratas, yaitu sebesar 24,64%.

Di Indonesia, sistem rating GREENSHIP dikembangkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) yang dipublikasikan pada tahun 2010. Sistem rating GREENSHIP ini merupakan alat bantu bagi pelaku industri konstruksi untuk mencapai standar terukur yang dapat dipahami oleh pengguna bangunan. Standar yang ingin dicapai dalam penerapan GREENSHIP adalah terjadinya suatu bangunan hijau (green building) yang ramah lingkungan sejak tahap perencanaan, pembangunan, hingga pengoperasi dan pemeliharaan. Generasi pertama sistem rating GREENSHIP adalah Versi 1,0 dimana kriteria penilaiannya didasarkan pada enam kategori dengan total poin 101. Persentase terbesar diantara enam kategori tersebut adalah Efisiensi dan Konservasi Energi yang besarnya adalah 25,7%.

Kedua sistem menempatkan isu energi di urutan teratas. Perbedaan antara kedua sistem terletak pada kategori Building Environment Management dan Innovation. Hal ini menggambarkan tingkat perhatian terhadap lingkungan antara keduanya. Di Amerika isu tentang lingkungan telah dimulai sejak tahun 1998 dan pada saat ini telah mencapai tingkatan inovasi sedangkan di Indonesia isu lingkungan baru dimulai (Tabel 1).

Tabel 1: Kriteria Penilaian Sistem Rating LEED-NC 2.2 dan GREENSHIP Versi 1,0

No. Kategori LEED GREENSHIP

% %

1 Appropriate Site Development 20,29 16,8 2 Energy Efficiency and Conservation 24,64 25,7

3 Water Conservation 7,25 20,8

4 Material Resource and Cycle 18,84 13,9

5 Indoor Health and Comfort 21,74 9,9

6 Building Environment Management - 12,9

7 Innovation 7,25 -

Total 100 100

Sistem rating yang digunakan di United Kingdom adalah British Research Establishment Environmental Assessment Method (BREEAM) yang dipublikasikan tahun 1990. Sistem ini dikembangkan oleh pemerintah diawali penelitian yang bertujuan untuk memperoleh metoda konstruksi ramah lingkungan guna terlaksananya pembangunan berkelanjutan, Pada akhirnya sistem ini menjadi rating system. Persentase terbesar diantara sembilan kategorinya adalah health and wellbeing dan energy masing-masing 15% (Tabel 2).

Tabel 2: Kategori Sistem Rating BREEAM

No. Kategori %

1 Management 12,0

2 Health and wellbeing 15,0

3 Energy 15,0

4 Transport 9,0

5 Water 7,0

6 Materials 13,5

7 Waste 8,5

8 Land use and ecology 10,0

9 Pollution 10,0

Total 100

(4)

Adanya sistem rating tersebut diatas merupakan refleksi terhadap kekawatiran bersama akan keberlanjutan energi di dunia yang diaktualisasikan melalui pengukuran dalam aktivitas konstruksi, dengan tujuan untuk mengelola penggunaan energi secara bertanggung jawab. Melalui instrumen tersebut, diharapkan dapat terjadi pengembangan konsep ramah lingkungan dalam proyek gedung yang lebih komprehensif. Realitasnya, pada saat ini telah terbangun bangunan gedung ramah lingkungan yang disebut green building. Sedangkan konsep intelegent building, smart building, healty building belum terformulasi dan masih dalam pengembangan. Dalam lingkup yang lebih luas, penelitian mulai dikembangkan mengarah pada konsep smart city.

4.

EFISIENSI ENERGI DAN OPERASIONAL BANGUNAN

Dalam tahap operasional, efisiensi energi sebuah bangunan gedung ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: (a) Sistem bangunan; (b) Spesifikasi peralatan bangunan; (c) Perilaku pengguna; (d) Proses konstruksi; (e) dan Faktor lain. (gambar 3).

Sistem bangunan

Perilaku pengguna

Spesifikasi peralatan bangunan

Efisiensi energi Proses

Konstruksi

Faktor lain

Gambar 3. Faktor Yang Berpengaruh Dalam Efisiensi Energi Tahap Operasional Bangunan Gedung

a. Sistem Bangunan

Rush, R. D., 1986 menyatakan bahwa sebuah gedung dibentuk oleh empat sistem utama, yaitu: (a) Sistem struktur bangunan, Gero dkk, 1976 mendefinisikan sistem struktur adalah komponen bangunan yang berfungsi untuk menciptakan keseimbangan bangunan agar tidak terjadi keruntuhan. (b) Sistem arsitektural, didefinisikan oleh Ball, J.E., 1975, yaitu segala sesuatu yang nampak dari bagian luar sebuah gedung yang berfungsi untuk melindungi gedung terhadap gangguan yang disebabkan oleh faktor alam maupun manusia. (c) Sistem mekanikal dan elektrikal, Chandra, H.P., 2001 mendefinisikan sistem mekanikal adalah sistem bangunan yang berfungsi menyediakan layanan bagi gedung dan penghuninya. Sebagai contoh: pengendali perpindahan panas, suplai listrik, suplai air, pembuangan kotoran, pemadam kebakaran, pengendali keamanan, tata suara dalam ruangan dan lain sebagainya. (d) Sistem Interior, Chandra, H.P., 2001 mendefinisikan segala sesuatu yang terlihat dari dalam gedung, misalnya penggunaan karpet, wall paper, ducting AC yang sengaja di-expose.

(5)

5

b. Spesifikasi Peralatan

Kehidupan manusia terlebih di kota besar tergantung dari penggunaan listrik, air dan AC. Berdasarkan data yang ada dapat tergambarkan peningkatan penggunaan AC hingga 70%, hal ini berdampak pada peningkatan penggunaan energi listrik ± 50% dari konsumsi rata-rata di rumah/kantor. Oleh karena itu perlu dilakukan pengaturan penggunaannya dalam batas kewajaran.

Beberapa hal yang dapat digunakan untuk memilih AC adalah sebagai berikut: (a) Pilih AC yang hemat energi; (b) Pilih AC dengan freon yang ramah lingkungan; (c) Tentukan kapasitas AC (PK); (d) Atur penggunaan AC (tidak perlu sepanjang malam); (e) Atur suhu AC dengan thermostat, yaitu 3-5°C lebih rendah dari suhu di luar ruangan dan jangan sampai terlalu rendah dari 25°C. Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan BPPT, setiap kenaikan temperatur 1°C dapat menurunkan konsumsi energi sebesar 3-5%.

c. Perilaku Pengguna

Efisien tidaknya fasilitas dalam sebuah bangunan ditentukan oleh banyak hal, antara lain adalah sistem bangunan dan spesifikasi peralatan yang digunakan dalam bangunan. Namun demikian hal ini bukanlah satu-satunya penentu melainkan ada faktor lain yang berperan penting dalam mencapai efisiensi energi, yaitu perilaku pengguna bangunan. Hal ini nampak sederhana namun perlu waktu relatif lama untuk mengubah perilaku lama menjadi perilaku baru seperti yang diharapkan. Sebagai contoh, membiasakan mematikan lampu saat tidak digunakan, mengatur air conditioning pada suhu yang tepat. Pada umumnya, perilaku manusia dapat dibentuk melalui sebuah proses panjang yang berurutan.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (a) Perilaku tertutup, respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup berupa perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain; (b) Perilaku terbuka, respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka berupa praktek (practice).

Rogers, 1974 mengungkapkan bahwa seseorang akan berperilaku baru melalui proses yang berurutan sebagai berikut: (a) Awareness (kesadaran), yaitu menyadari atau mengetahui stimulus/objek terlebih dahulu; (b) Interest (tertarik), mulai tertarik kepada stimulus; (c) Evaluation, yaitu menimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya; (d) Trial, yaitu mulai mencoba perilaku baru; (e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan atau adopsi perilaku baru didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan dan bersifat langgeng (Notoatmodjo, 2003).

d. Proses Konstruksi

Untuk mencapai manfaat yang maksimal dalam hal efisiensi energi sebuah bangunan gedung diperlukan pendekatan baru dalam pengelolaannya, yaitu integrated project management. Pendekatan ini didasarkan atas terjadinya relasi antar tahap dalam daur hidup proyek konstruksi. Di setiap tahap dalam daur hidup proyek harus mengandung value

(6)

Sumber: Ervianto, W.I., 2013.

Gambar 4.Integrated Project Management Dalam Proyek Konstruksi

Di Indonesia telah dikembangkan model assessment green construction oleh Ervianto, W.I.,

sejak tahun 2010. Model ini menempatkan isu energi di urutan teratas dalam tingkat aspek green construction (Gambar 5).

Sumber: Ervianto, W.I., 2013

Gambar 5. Isu Energi Dalam Model Assessment Green Construction

Pengembangan model assessment green construction didasarkan definisi green construction sebagai berikut:

Suatu perencanaan dan pelaksanaan proses konstruksi untuk meminimalkan dampak negatif proses konstruksi terhadap lingkungan agar terjadi keseimbangan antara kemampuan lingkungan dan kebutuhan hidup manusia untuk generasi sekarang dan mendatang.

Pengetahuan dalam definisi tersebut diatas menyangkut dua hal penting, yaitu: (a) terkait dengan aktivitas manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup berupa infrastruktur, dan (b) kemampuan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia (gambar 6.).

0,31 0,67

0,75 1,18

2,57 3,00

7,00

Sumber dan siklus material Kualitas udara Tepat guna lahan Manajemen lingkungan bangunan Kesehatan dan keselamatan kerja Konservasi air Konservasi energi

(7)

7

Gambar 6. Proses Konstruksi dan Daya Dukung Lingkungan

Dalam model assessment green construction diperoleh 142 indikator green construction, namun yang terkait dengan konservasi energi sebanyak 19 Indikator (13,38%) yaitu:

1. Standarisasi penerangan untuk mendukung pekerjaan di lokasi proyek. 2. Pemakaian lampu hemat energi.

3. Minimalisasi polusi yang ditimbulkan oleh lampu penerangan. 4. Mengatur penerangan sesuai dengan urutan pekerjaan. 5. Penggunaan sensor gerak untuk lampu penerangan. 6. Penggunaan sumber energi baru dan terbarukan. 7. Pemasangan KWH meter pada sistem beban.

8. Membuat perhitungan pengurangan emisi CO2 yang diperoleh dari efisiensi energi. 9. Monitoring pemakaian listrik.

10. Memanfaatkan sinar matahari untuk penerangan di kantor proyek. 11. Penggunaan water reservoar untuk penyimpanan air bersih.

12. Membuat ketentuan penggunaan perangkat kantor (lampu, AC, dispenser, mesin foto copy, komputer, pompa air, dll).

13. Mengatur temperatur AC pada posisi 25o C ± 1. 14. Membuat jadwal transportasi bagi karyawan proyek.

15. Menyediakan tempat tinggal bagi karyawan proyek di sekitar lokasi proyek. 16. Penggunaan sensor cahaya untuk lampu penerangan di lokasi proyek. 17. Pengukuran intensitas cahaya sesuai dengan jenis pekerjaan.

18. Mensyaratkan uji emisi bagi kendaraan dan alat berat.

19. Menggunakan peralatan AC ramah lingkungan.

e. Faktor Lain

Dalam faktor ini, salah satu kegiatannya adalah melakukan perawatan (maintenance) yang bersifat rutin, pencegahan, prediktif, dan terjadwal/tidak terjadwalnya perawatan guna mencegah terjadinya tidak bekerjanya peralatan sebagaimana mestinya. Tujuan dari perawatan ini tidak lain adalah untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan. Manajemen perawatan yang tidak dilakukan secara tepat dan proaktif dapat menimbulkan energy waste. Beberapa tindakan tersebut adalah:

 Melakukan perawatan.

 Mengimplementasikan sistem otomatisasi.

 Mengoperasikan peralatan hanya pada saat diperlukan.

 Membandingkan kinerja nyata terhadap kinerja rencana.

(8)

Tindakan yang penting dan perlu dilakukan agar sistem berjalan secara optimal dan efisien adalah melakukan komisioning secara periodik, yaitu tindakan secara sistematis dalam melakukan uji kinerja sistem untuk menjamin bahwa kinerja seluruh sistem dalam bangunan bekerja sesuai dengan perencanaan awal terutama dalam hal efisiensi energi. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui pihak ketiga yang mempunyai keahlian khusus dalam melakukan pengujian sistem.

5. KESIMPULAN

Beberapa poin penting terkait dengan usaha untuk mencapai efisiensi energi dalam pengelolaan bangunan gedung adalah sebagai berikut:

 Mengubah paradigma dalam mengelola proyek, dari fragmented project management

menjadi integrated project management, dengan pendekatan ini akan terjadi value stream mulai dari perencanaan hingga tahap akhir demikian juga sebaliknya.

 Mengubah behavior pelaksana tugas untuk berperilaku ramah lingkungan yang berpotensi menurunkan penggunaan energi di setiap tahap dalam daur hidup proyek.

 Melakukan pengukuran pemakaian energi pada saat operasional maupun tahap konstruksi meggunakan instrumen yang telah dinyatakan valid. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui capaian pemanfaatan energi sehingga tindakan koreksi dapat segera dilakukan bila terjadi inefisiensi.

 Selalu melakukan pengembangan metoda konstruksi untuk mencapai metoda terbaik dengan durasi singkat, mutu sesuai spesifikasi, tepat biaya dan efisien dalam pemakaian energi.

6. DAFTAR PUSTAKA

1. Ball, J.E.,1975, Exterior and Interior Trim, New York, Van Nosrand Reinhold Company. 2. Chandra, H.P.,2001, Analisis Hubungan Sistem Bangunan Dengan Kinerja Total dan

Integrasi Bangunan Pada Berbagai Gedung Bertingkat di Surabaya, Jurnal Dimensi Teknik Sipil, Vol. 3, No. 2, September 2001, 16-23.

3. Ervianto, W.I.,2012, Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

4. Ervianto, W.I.,2013, Identifikasi Indikator Green Construction Pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung di Indonesia, Seminar Nasional Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

5. Gero, J.S., and Cowan, H.J.,1976, DesigN of Building Frame, London, Applied Science Publishers Ltd.

6. Marilyn J. Tanaka, M.J.,1977, Energy Conservation in Residential Construction, Journal of Urban and Contemporary Law, volume 14.

Gambar

Gambar 1. Nilai Konstruksi yang Diselesaikan Bangunan Gedung di Indonesia
Tabel 1: Kriteria Penilaian Sistem Rating LEED-NC 2.2 dan GREENSHIP Versi 1,0
Gambar 3. Faktor Yang Berpengaruh Dalam Efisiensi Energi Tahap Operasional Bangunan Gedung
Gambar 4. Integrated Project Management Dalam Proyek Konstruksi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat, tujuan dari tindakan keperawatan yang akan

Program bimbingan dan konseling pribadi sosial untuk mengembangkan perilaku seksual sehat remaja .Tesis Program Magister SPs UPI.Bandung:tidakditerbitkan..

Selanjutnya, apabila nasabah membutuhkan buku tabungan dan kartu ATM Bank Syariah Indonesia, nasabah dapat mengunjungi kantor cabang pembuka rekening (KC Tangerang BSD City /

Information about when the examinations can be taken can be found in the syllabus, which you can download from Teacher Support or our public website.. Examination dates are listed

Berangkat dari masalah diatas maka peneliti hendak meneliti tentang perbandingan dosis dengan pengaruh variasi luas lapangan penyinaran dalam bentuk bidang persegi dengan

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara jenis media (M) dan dosis Atonik (A) berpengaruh sangat nyata (P>0,01) terhadap variabel yang diamati,

Dalam beberapa dekade terakhir, sudah mulai sering dilakukan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif seiring dengan berkembangnya pertanyaan penelitian yang

[r]