• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interaksi Obat Antipsikotik Pada Pengobatan Pasien Skizofrenia Rawat Jalan Di Rsup H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Interaksi Obat Antipsikotik Pada Pengobatan Pasien Skizofrenia Rawat Jalan Di Rsup H. Adam Malik Medan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Interaksi Obat

Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Suatu interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat lain (Piscitelli dan Rodvolk, 2005).

Perubahan efek itu bisa juga disebabkan oleh kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya. Definisi yang lebih relevan terkait dengan pasien adalah ketika satu obat bersaing satu dengan yang lain (Stockley, 2008).

Interaksi obat dianggap penting secara klinis jika meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang sempit), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatika (Setiawati, 2007).

2.1.1 Mekanisme Interaksi Obat

Secara umum, ada dua mekanisme interaksi obat: 1. interaksi farmakokinetik

(2)

8

Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe : i. interaksi pada absorpsi obat

a. efek perubahan pH gastrointestinal

Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada apakah obat terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan. Absorpsi ditentukan oleh nilai pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH isi usus dan sejumlah parameter yang terkait dengan formulasi obat (Stockley, 2008).

b. khelasi, dan mekanisme pembentukan kompleks

Arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus untuk pengobatan overdosis obat atau untuk menghilangkan bahan beracun lainnya, tetapi dapat mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam dosis terapetik. Antasida juga dapat menyerap sejumlah besar obat-obatan. (Stockley, 2008).

c. perubahan motilitas gastrointestinal

Sebagaian besar obat diserap di bagian atas usus kecil, oleh karena itu obat-obat yang mengubah laju pengosongan lambung dapat mempengaruhi absorpsi (Stockley, 2008).

d. induksi atau inhibisi protein transporter obat

Ketersediaan hayati beberapa obat dibatasi oleh aksi protein transporter obat. Saat ini, transporter obat yang khas adalah P-glikoprotein (Stockley, 2008). e. malabsorpsi dikarenakan obat

(3)

9 ii. Interaksi pada distribusi obat

a. interaksi ikatan protein

Setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh sirkulasi. Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, banyak yang lainnya diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan sisanya terikat dengan protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan protein plasma bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara molekul-molekul yang terikat dan yang tidak. Hanya molekul yang tidak terikat yang tetap bebas dan aktif secara farmakologi (Stockley, 2008).

iii. interaksi pada metabolisme obat

a. perubahan pada metabolisme fase pertama

(4)

10 b.induksi enzim

Keterlibatan enzim tertentu dapat meningkatkan laju metabolisme obat di dalam tubuh, sehingga obat lebih cepat di metabolism di dalam tubuh (Stockley, 2008).

c. inhibisi enzim

Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat terakumulasi di dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim, yang mungkin memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk mensintesis sepenuhnya, inhibisi enzim dapat terjadi dalam waktu dua sampai tiga hari, sehingga terjadi perkembangan toksisitas yang cepat. Jalur metabolisme yang paling sering dihambat adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum obat. Jika serum tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi tidak penting secara klinis (Stockley, 2008).

d. faktor genetik dalam metabolisme obat

(5)

11 iv. interaksi pada ekskresi obat

a. perubahan pH urin

Pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pKa 3-7,5) sebagian besar terdapat sebagai molekul terionisasi larut lipid, yang tidak dapat berdifusi ke dalam sel tubulus, sehingga akan tetap dalam urin dan dikeluarkan dari tubuh. Sebaliknya, basa lemah dengan nilai pKa 7,5 sampai 10,5. Dengan demikian, perubahan pH yang meningkatkan jumlah obat dalam bentuk terionisasi, meningkatkan hilangnya obat (Stockley, 2008).

b. perubahan ekskresi aktif tubular renal

Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama di tubulus ginjal dapat bersaing satu sama lain untuk diekskresikan. Sebagai contoh, probenesid dapat mengurangi ekskresi penisilin dan obat lain. Dengan meningkatnya pemahaman terhadap protein transporter obat pada ginjal, sekarang diketahui bahwa probenesid menghambat sekresi banyak obat anionik lain di ginjal melalui transporter anion organik (Stockley, 2008).

c. perubahan suplai darah renal

Suplai darah ke ginjal dikendalikan oleh vasodilator prostaglandin ginjal. Jika sintesis prostaglandin dihambat, maka ekskresi beberapa obat melalui ginjal dapat berkurang (Stockley, 2008).

2. interaksi farmakodinamik

(6)

12

diprediksi dari pengetahuan tentang farmakologi obat-obat yang berinteraksi (Stockley, 2008).

a. interaksi aditif atau sinergis

Jika dua obat memiliki efek farmakologis yang sama diberikan bersamaan maka efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan SSP, jika diberikan bersama ansiolitik, dan hipnotik dapat menyebabkan mengantuk berlebihan. Kadang-kadang efek aditif menyebabkan toksik (misalnya aditif ototoksisitas, nefrotoksisitas, depresi sumsum tulang dan perpanjangan interval QT) (Stockley, 2008).

b. interaksi antagonis atau berlawanan

Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat dengan kegiatan yang bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin dapat memperpanjang waktu pembekuan darah yang secara kompetitif menghambat efek vitamin K. Jika asupan vitamin K bertambah, efek dari antikoagulan oral dihambat dan waktu protrombin dapat kembali normal, sehingga menggagalkan manfaat terapi pengobatan antikoagulan (Stockley, 2008).

2.1.2 Tingkat Keparahan Interaksi Obat

Keparahan interaksi diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga level yaitu ringan, sedang, atau berat.

a. keparahan ringan

(7)

13 b. keparahan sedang

Interaksi dikatakan keparahan sedang jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe intervensi/monitor sering diperlukan. Efek interaksi sedang mungkin menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit (Bailie, dkk., 2004).

c. keparahan berat

Interaksi dikatakan keparahan berat jika terdapat probabilitas yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan permanen (Piscitelli dan Rodvolk, 2005).

2.2 Konsep Skizofrenia

2.2.1 Definisi Skizofrenia

Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock dan Sadock, 2007).

(8)

14 2.2.2 Epidemiologi Skizofrenia

Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya perjalanan penyakit pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 16-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki dari perempuan dan lebih besar di daerah urban dibandingkan daerah rural. Skizofrenia cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah (Sadock dan Sadock, 2007).

Pasien skizofrenia berisiko meningkatkan penyalahgunaan zat, terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin. Sekitar sebagian dari penderita skizofrenia merupakan penggunaan obat-obatan secara berlebihan. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri (Maramis, 2005).

2.2.3 Etiologi Skizofrenia

Arif (2006) menjelaskan bahwa skizofrenia tidak disebabkan oleh penyebab tunggal, tetapi dari berbagai faktor yaitu:

a. faktor-faktor genetik (keturunan)

(9)

15

keluarga telah menunjukkan bahwa semakin dekat relasi seseorang dengan klien skizofrenia, maka besar risikonya untuk mengalami penyakit tersebut.

b. biokimia (ketidak seimbangan kimiawi otak)

Beberapa bukti menunjukkan bahwa skizofrenia mungkin berasal dari ketidak seimbangan kimiawi otak yang disebut neurotransmiter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamin. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinefrin tampaknya juga berperan.

c. neuroanatomi (kelainan struktur otak)

Beberapa teknik pencitraan, seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI) telah membatu para ilmuwan menemukan abnormalitas struktural spesifik pada otak klien skizofrenia. Misalnya, klien skizofrenia yang kronis cenderung memiliki ventrikel otak yang lebih besar. Mereka juga memiliki volume jaringan otak yang lebih sedikit dari pada orang normal. Klien skizofrenia menunjukkan aktivitas yang sangat rendah pada lobus frontalis otak. Ada juga kemungkinan abnormalitas dibagian-bagian lain otak seperti di lobus temporalis, basal ganglia, talamus, hipokampus, dan superior temporal girus.

d. faktor psikologis dan sosial

Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga.

(10)

16

mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang

memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya (Durand dan Barlow, 2007).

Keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orang tua terkadang terlalu mengekang anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya (Maramis, 2005).

2.2.4 Patofisiologi Skizofrenia

Patofisiologi skizofrenia dihubungkan dengan genetik dan lingkungan. Faktor genetik dan lingkungan saling berhubungan dalam patofisiologi terjadinya skizofrenia. Neurotransmitter yang berperan dalam patofisiologinya adalah dopamin, serotonin, glutamat, peptida ,dan norepinefrin (Kaplan, dkk., 1997).

Pada pasien skizofrenia terjadi hiperaktivitas dopamin di nigrostriatal dan hipoaktivitas di mesolimbik dan mesokortik. Selain itu terjadi disfungsi glutamat dan abnormalitas serotonin, konsentrasi serotonin meningkat. Hiperdopaminergik pada sistem mesolimbik berkaitan dengan gejala positif, dan hipodopaminergik pada sistem mesokortis dan nigrostriatal bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal (Kaplan, dkk., 1997) .

Jalur dopaminergik saraf :

a. jalur nigrostriatal bertanggung jawab terhadap fungsi gerakan, kontrol sistem ekstrapiramidal, gangguan pergerakan (parkinson).

(11)

17

c. jalur mesokortik bertanggung jawab terhadap kontrol kognitif, komunikasi fungsi sosial, dan respon terhadap stress.

d. jalur tuberoinfendibularbertanggung jawab terhadap control regulasi pituitari dan hipotalamus, mengatur pelepasan prolaktin (Setiawati, 2007).

2.2.5 Perjalanan Penyakit

Perjalanan penyakit skizofrenia dangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif dan keadaan residual (Sadock dan Sadock, 2007).

Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan (Sadock dan Sadock, 2007).

(12)

18 2.2.6 Tipe-tipe Skizofrenia

Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American Psychiatric Assosiation,

1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American Psychiatric Assosiation,1994) dan DSM-IV-TR (American Psychiatric Assosiation, 2006). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR 2006 (APA, 2006).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan yaitu: a. tipe paranoid

Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau kesulitan untuk berkomunikasi) mungkin juga muncul. Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak dan suka berargumentasi, dan agresif (APA, 2006).

b. tipe disorganized (tidak terorganisasi)

Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari (APA, 2006).

c. tipe katatonik

(13)

19

berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia) (APA, 2006).

d. Tipe Undifferentiated

Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan (APA, 2006).

e. tipe residual

Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar (APA, 2006).

2.2.7 Penatalaksanaan Skizofrenia

(14)

20

Antipsikotik atipikal juga meningkatkan keefektifan serotonin. Teorinya adalah bahwa gejala-gejala psikotik diakibatkan oleh ketidakseimbangan neurotramsmiter dopamin pada otak. Antipsikotik menghambat reseptor dopamin pada otak, sehingga memulihkan gejala-gejala psikotik (Kee dan Hayes, 1996).

Penggolongan antipsikotik dibagi dalam dua golongan besar, yakni antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal.

a. antipsikotik tipikal, disebut juga sebagai obat antipsikotik konvensional, antipsikotik tipikal terutama efektif mengatasi simptom positif. Mekanisme kerjanya, antipsikotik tipikal bekerja dengan memblok reseptor dopamin di mesolimbik, mesokortik, nigostriatal dan tuberoinfundibular di pasca sinaptik neuron di otak, sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif . Walaupun sangat efektif, antipsikotik tipikal sering menimbulkan efek samping yang serius. Efek samping yang ditimbulkan yaitu berupa gejala ekstrapiramidal. Contoh obat antipsikotik tipikal antara lain haloperidol, thioridazine, ,fluphenazine, chlorpromazine, dan trifluoperazine. Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan antipsikotik atipikal. Tetapi ada pengecualian, diantaranya pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipsikotik konvensional (Kee dan Hayes, 1996).

(15)

21

yang menyebabkan rendahnya efek ekstrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif sekaligus mengatasi gejala positif. Satu teori bagaimana antipsikotik atipikal bekerja adalah teori "cepat-off". Antipsikotik atipikal memiliki afinitas rendah untuk reseptor D2 dan hanya mengikat pada reseptor secara longgar dan cepat dilepaskan.Antipsikotik atipikal secara cepat mengikat dan memisahkan dirinya pada reseptor D2 untuk memungkinkan transmisi dopamin normal. Mekanisme pengikat sementara ini membuat tingkat prolaktin normal, kognisi tidak terpengaruh, dan menyingkirkan efek ekstrapiramidal. Obat-obat ini terdiri dari clozapine, olanzapine, quetiapine, risperidone. Pada saat ini antipsikotik atipikal lebih dipilih untuk pengobatan terhadap pasien skizofrenia karena efek sampingnya yang kecil dan antipsikotik atipikal dapat mengobati gejala positif dan negatif (Kee dan Hayes, 1996).

2.3 Rekam Medis

Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan, dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan, untuk itu rekam medis ini harus dijaga dan dipelihara dengan baik. Rekam medis untuk pasien yang rawat inap sekurang-kurangnya harus membuat data mengenai:

a. identitas pasien b. anamnesis c. riwayat penyakit

(16)

22

f. persetujuan tindakan medis (informed consent) g. tindakan / pengobatan

h. catatan perawat

i. catatan observasi klinis dan hasil pengobatan, dan j. resume akhir dan evaluasi pengobatan

Referensi

Dokumen terkait

A total of 58 strains were isolated from pigeonpea nodules taken from plants cultivated in substrates inoculated with soil samples from pasture, conven- tional tillage and

Posisi pembelian spot dan derivat if yang masih berjalan 03. Posisi penjualan spot dan derivat if yang masih berjalan

Based upon previous works on urban planing rules, it appears clearly that planning permissions are strongly sensitive to the full inclusion of buildings into parcels and to

Dengan bekerja sama dalam kelompok peserta didik dapat membuat model tabung baik dalam bentuk kerangka maupun padat dan menyebutkan unsur-unsur

The data curation process in which a quality assurance (QA) is needed is often driven by the direct usability of the data collected within a data conflation process or data

memberikan hasil lebih kecil dari nilai table, pada tingkat kepercayaan 5% (0,05) dimana nilai t tabel pada tingkat kepercayaan 5% sebesar 1,64 dengan demikian

Berdasarkan Surat Penetapan Penyedia Jasa dari Panitia Pengadaan Langsung Jasa Konstruksi Nomor 086/PAN-PL/KONST-DM/2012 tanggal 4 Juli 2012 untuk Pekerjaan Perbaikan

Subjek penelitian ini adalah 17 orang family caregiver kanker, yaitu individu yang merawat anggota keluarga inti yang sedang atau pernah mengidap kanker.. Anggota keluarga yang