• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Skor Grace Dengan Kejadian Contrast Induced Nephropathy (Cin) Pada Penderita Sindroma Koroner Akut Yang Menjalani Tindakan Intervensi Koroner Perkutan Di RSUP H Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Skor Grace Dengan Kejadian Contrast Induced Nephropathy (Cin) Pada Penderita Sindroma Koroner Akut Yang Menjalani Tindakan Intervensi Koroner Perkutan Di RSUP H Adam Malik Medan"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

RS HAM : Rumah Sakit Haji Adam Malik SKA : Sindroma Koroner Akut

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan fungsi ginjal akibat penggunaan media kontras atau yang lebih dikenal dengan istilah contrast-induced nephropathy (CIN) telah menjadi penyebab kejadian morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan dengan meningkatnya penggunaan media kontras baik dalam prosedur diagnostik maupun tindakan intervensi seperti angiografi koroner pada pasien-pasien dengan resiko tinggi (Gleeson dkk, 2004).

Studi yang dilakukan oleh Nash dkk pada tahun 2002 menemukan bahwa CIN merupakan penyebab ketiga tersering untuk kejadian gagal ginjal akut yang didapat pada saat perawatan di rumah sakit. Studi tersebut mengasumsikan bahwa media kontras menjadi penyebab gagal ginjal yang terjadi dalam 24 jam setelah paparan tanpa ditemukan adanya penyebab mayor lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal.

(2)

Selama dekade terakhir banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat apakah penderita CIN memiliki resiko yang lebih besar untuk terjadinya berbagai komplikasi dan kematian. Brinker dkk (2005) menemukan adanya hubungan antara kejadian CIN dengan peningkatan angka kejadian komplikasi setelah intervensi koroner perkutan. Penurunan fungsi ginjal setelah pemberian media kontras juga dihubungkan dengan perpanjangan masa rawatan di rumah sakit dan peningkatan kejadian mortalitas dan morbiditas baik jangka pendek maupun jangka panjang (Barret dkk, 2006; Rudnick dkk, 2003).

Dari seluruh prosedur yang menggunakan media kontras baik untuk tujuan diagnostik ataupun terapi, angiografi koroner dan intervensi koroner perkutan ternyata memiliki angka kejadian tertinggi untuk terjadinya CIN (Mehran dkk, 2006) sehingga prosedur tindakan kateterisasi jantung yang terus meningkat dalam dua dekade terakhir semakin meningkatkan perhatian dan kewaspadaan para klinisi terhadap kejadian CIN.

Beberapa algoritma telah diajukan untuk memprediksi risiko terjadinya CIN. Mehran dkk mengembangkan skor risiko untuk memprediksi CIN dengan memasukkan beberapa variabel seperti usia, status hemodinamik, gagal jantung, anemia, diabetes, gagal ginjal kronik, dan volume media kontras. Namun, penggunaan faktor prosedural seperti tipe dan volume media kontras pada skor Mehran menyebabkan prediksi kejadian CIN sebelum tindakan IKP dilakukan menjadi sulit untuk dinilai sehingga timbul gagasan untuk menciptakan skor baru untuk memprediksi kejadian CIN sebelum tindakan IKP dilakukan sehingga tindakan preventif dapat lebih dioptimalkan.

(3)

yang akan menjalani tindakan IKP, terutama pada kelompok resiko tinggi, menjadi alasan yang kemudian melandasi peneliti untuk meneliti skor GRACE sebagai skor risiko kejadian CIN pada pasien sindroma koroner akut yang menjalani intervensi koroner perkutan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM), Medan.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Apakah terdapat hubungan antara nilai skor GRACE terhadap kejadian CIN pada pasien sindroma koroner akut yang menjalani tindakan intervensi koroner perkutan?

1.3 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan linear antara nilai skor GRACE terhadap kejadian CIN pada pasien sindroma koroner akut yang menjalani tindakan intervensi koroner perkutan.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk menilai hubungan skor GRACE terhadap kejadian CIN pada pasien sindroma koroner akut yang menjalani tindakan intervensi koroner perkutan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Kepentingan Akademik

(4)

sehingga tindakan pencegahan yang adekuat sebelum prosedur dapat dioptimalkan.

2. Kepentingan Masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

penelitian yang berkaitan antara prevalensi diabetes melitus pada pasien sindroma koroner akut dalam judul “Prevalensi Diabetes Mellitus pada pasien Sindroma Koroner Akut

Ada hubungan antara nilai Neutrophil-Lymphocyte Ratio dengan derajat stenosis arteri koroner pada pasien sindroma koroner akut. 1.4

Sindroma Koroner Akut umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas

Karya tulis ilmiah ini berjudul “Prevalensi Faktor Resiko Mayor Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari – Desember 2013 yang Rawat Inap di RSUP Haji Adam Malik”,

Kesimpulan : Profil pasien sindroma koroner akut (SKA) didapati yang terbanyak dengan diagnosa STEMI dan faktor resiko yang paling banyak terdapat pada pasien adalah

dengan pasien laki-laki yaitu 26 (17,8%) orang yang tidak mempunyai hipertensi.. Tabel 6.6 menunjukkan data distribusi frekuensi sampel sindroma

Latar Belakang : Penyakit arteri perifer pada penderita Sindroma Koroner Akut telah diketahui berhubungan dengan kejadian kardiovaskular yang berat.. Namun sayangnya

" Hubungan Antara Kadar Histamin dan Tryptase Plasma dengan Kejadian Infark Miokard Akut ST Elevasi Pada Pasien Dengan Sindroma Koroner Akut” beserta perangkat yang