BAB II
KONSEP PERIZINAN BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
A. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia
Materi bidang lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam UUPPLH sangat
luas mencakup segi-segi ruang angkasa, pucak gunung sampai ke perut bumi dan
dasar laut, dan meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya
alam non hayati dan sumber daya buatan.
UUPPLH juga mengatur mengenai “ketentuan-ketentuan pokok perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup” sehingga fungsinya sebagai umbrella
act/provision bagi penyusunan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan
dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan bagi penyesuaian
peraturan perundang-undangan yang telah ada.73 Kata kunci UUPPLH yaitu pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, yang diartikan sebagai
upaya sadar dan terencana, yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan
ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup
serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini
dan generasi masa depan.74
UUPPLH memuat tentang asas, tujuan dan sasaran dari perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan 14 (empat belas) asas yang memiliki
73
Lihat Pasal 44 UUPPLH
74
tujuan untuk melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, menjamin keselamatan, kesehatan,
dan kehidupan manusia untuk kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan
kelestarian ekosistem juga kelestarian fungsi lingkungan hidup, mencapai keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup, menjamin terpenuhinya keadilan
generasi masa kini dan generasi masa depan serta mewujudkan pembangunan
berkelanjutan. Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sosial,
ekonomi menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan pembangunan dan menjadi
jaminan bagi kesejahteraan dan mutu generasi kini dan generasi masa depan. Sebab,
pencemaran dan perusakan lingkungan yang terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya kegiatan industri atau sejenisnya dalam menjalankan suatu usaha
ekonomi serta sikap penguasa maupun penguasa yang tidak menjalankan atau
melalaikan kewajiban-kewajibannya dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup75 akan menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya tersebut.76
Pengaturan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
berdasarkan kepada kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh,
1. Pengertian Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
75
Alvi Syahrin, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Pencemaran dan atau
Kerusakan Lingkungan, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Sanksi
Pidana/Lingkungan pada Fakultas Sanksi USU, Medan, 2003, hal. 5-6.
76
Pemerintah Republik Indonesia pertama sekali menerbitkan UU No. 4 tahun 1982
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya
disingkat UULH) yang berlaku pada tanggal 11 Maret 1982, yang memuat asas dan
prinsip-prinsip pokok bagi pengelolaan lingkungan hidup, sehingga berfungsi sebagai
payung bagi penyusunan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan
dengan lingkungan hidup, baik sebagai lex lata maupun bagi pengaturan lebih lanjut
(lex ferenda).
Setelah berlakunya hampir 17 tahun, kesadaran dan kehidupan masyarakat
dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang sedemikian
rupa sehingga pokok materi sebagaimana diatur dalam UULH perlu disempurnakan
untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan (Sustainable development), pemerintah mencabut UULH, dan
menerbitkan Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (selanjutnya disingkat UUPLH) yang mulai berlaku pada tanggal 19
September 1997.
Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam
kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, terjadinya
pemanasan global yang semakin meningkat dan mengakibatkan perubahan iklim,
sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup77
, sehingga perlu
dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh
konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Dan hal tersebut juga sebagai latar
belakang terbitnya UUPPLH sebagai pengganti UUPLH.
Makna hakiki secara filosofi dengan terbitnya UUPPLH yaitu pertama, bahwa
undang-undang telah menempatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai
jaminan hak asasi warga Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28H UUD 1945.
Kedua, pembangunan ekonomi yang sedang dilakukan harus benar-benar berprinsip
pada pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Ketiga, cara pandang
adanya kesadaran bersama terhadap lingkungan yang semakin menurut kualitasnya,
jadi perlu dilakukan komitmen bersama seluruh pemangku terhadap lingkungan
hidup. Keempat otonomi daerah yang juga mempengaruhi dalam penyelenggaran
pemerintah daerah, karena itu upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
harus ditekankan di daerah yang banyak mengabaikan lingkungan hidup. Kelima ada
kesadaran bersama bahwa pemanasan global yang semakin meningkat
mengakibatkan perubahan iklim dan mengakibat penurunan dalam kualitas
lingkungan dibumi ini, dan terakhir adanya jaminan dan kepastian hukum dalam
perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem.78 Manusia dan lingkungan hidup didalam ekosistem terdapat hubungan timbal
balik. Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya dan sebaliknya manusia
dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Manusia ada di dalam lingkungan hidupnya
78
dan ia tidak dapat terpisahkan daripadanya.79 Jika lingkungan rusak, maka manusia dalam melakukan aktivitasnya akan terganggu juga. Lingkungan hidup yang rusak
adalah lingkungan yang tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dalam mendukung
kehidupan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia melakukan eksploitas
sumber daya alam. Seiring dengan perubahan peradaban, kebutuhan terus
berkembang baik jenis maupun jumlahnya, sedangkan penyediaan sumber daya alam
terbatas. Eksploitasi yang berlebihan akan mengakibatkan merosotnya daya dukung
lingkungan.80
79
Sastrawijaya dan Paryadi, Pentingnya Peranan Lingkungan Hidup, 2008 & 2009.
80
Aktivitas manusia untuk memenuhi seoptimal mungkin kebutuhan dan keinginan hidup dengan melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam tersebut, tidak terlepas dari salah satu sifat kodrati pada manusia yang „antroposentris‟. Sifat antroposentris manusia semakin menyolok dalam perilakunya sebagai pelaku perekonomian yang mengejar laba sebesar-besarnya. Pandangan antroposentris menimbulkan implikasi bahwa, lingkungan hidup dipandang tidak lebih dari sekedar obyek, yang hanya memiliki nilai sejauh ia dapat memenuhi kepentingan-kepentingan manusia. Lihat: FX. Adji Samekto, Studi Sanksi Kritis: Kritik terhadap Sanksi Modern, Badan penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2003, hal 24.
Hal tersebut diatas dapat dijadikan sebagai suatu latar belakang dalam tujuan
dan sasaran utama dari ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan pengelolaan
secara terpadu dalam pemanfaatan, pemulihan dan pengembangan lingkungan hidup.
Adapun beberapa pengertian dari Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
yaitu antara lain menurut UUPPLH Pasal 1 angka 2, yaitu:
Sementara pengertian yang lain dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup merupakan upaya manusia untuk berinteraksi dengan lingkungan yang gunanya
untuk mempertahankan kehidupan, mencapai kesejahteraan dan kelestarian
lingkungan.81 Selama ini, pengelolaan lingkungan hidup cenderung hanya pada pemanfaatan lingkungan hidup sebagai objek pembangunan, sehingga pada UUPPLH
perlu penambahan kata “perlindungan” yang diharapkan dapat memberikan
keseimbangan dalam rangka upaya untuk mempertahankan fungsi lingkungan hidup.
Pengelolaan lingkungan hidup berarti manajemen terhadap lingkungan hidup atau
lingkungan dapat dikelola dengan melakukan pendekatan manajemen. Pendekatan
manajemen lingkungan mengutamakan kemampuan manusia dalam mengelola
lingkungan, sehingga pandangan yang lazim disebut dengan “ramah lingkungan”.82
Berdasarkan makna perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup mencakup perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum
bidang lingkungan hidup. Kemudian, upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup didasarkan pada norma-norma hukum lingkungan, yang mengatur Ramah lingkungan tersebut harus bersifat mendukung pembangunan ekonomi.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus seimbang antara kepentingan
ekonomi dengan kepentingan pelestarian lingkungan. Dikarenakan hal tersebut
merupakan aspek utama yang harus diperhatikan.
81
Helmi, Sanksi Perizinan Lingkungan Hidup, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hal. 44.
82
keseimbangan antara kepentingan ekonomi, pelestarian fungsi lingkungan dan
kondisi sosial. Perlindungan dan pengelolaan dilakukan secara terpadu mencakup
seluruh bidang-bidang lingkungan hidup untuk keberlanjutan fungsi lingkungan
hidup. Keseimbangan dan keberlanjutan akan tercapai guna mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
2. Asas dan Tujuan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Asas dan tujuan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana
tercantum dalam Pasal 2 dan 3 UUPPLH berbeda dengan asas dan tujuan Pengelolaan
Lingkungan Hidup sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 UUPLH maupun UULH.
Asas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur UUPPLH berdasarkan
Pasal 2 UUPPLH ada 14 (empat belas) yaitu83
83
Pasal 2 UUPPLH No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
:
1. Asas tanggungjawab negara, adalah:
a. Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, bagi generasi masa kini maupun generasi masa depan;
b. Negara menjamin hak warganegara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat;
c. Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
2. Asas kelestarian dan keberlanjutan, adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggungjawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup;
4. Asas keterpaduan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau mensinergikan berbagai komponen terkait;
5. Asas manfaat adalah bahwa segala usaha dan atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya;
6. Asas kehati-hatian adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
7. Asas keadilan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warganegara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender;
8. Asas ekoregion adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik sumberdaya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan local;
9. Asas keanekaragaman hayati adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumberdaya alam hayati yang terdiri atas sumberdaya alam nabati dan sumberdaya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati disekitar secara keseluruhan membentuk ekosistem; 10. Asas pencemar membayar adalah bahwa setiap penanggungjawab yang usaha
dan/atau kegiatan menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan;
11. Asas partisipatif adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung;
12. Asas kearifan lokal adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat;
13. Asas tata kelola pemerintahan yang baik adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan;
Asas tanggungjawab negara menunjukkan bahwa negara berdasarkan Pasal 2
UUPPLH harus mampu melindungi sumberdaya alamnya dari kerusakan yang
disebabkan oleh tangan manusia, dan memberdayakannya untuk sebanyak-banyaknya
kesejahteraan rakyat Indonesia. Tanggungjawab negara ini baik dalam bentuk
penataan pemanfaaatan sumberdaya alam juga upaya pemulihan alam yang telah
rusak agar dapat bermanfaat bagi kini dan generasi di masa yang akan datang. Selain
itu negara mencegah dilakukanya kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dalam
wilayah yuridiksi negara lain, serta melindungi negara terhadap dampak kegiatan di
luar wilayah negara. Kewajiban negara ini secara konstitusional tercantum pada Pasal
33 UUD 1945, yaitu prinsip negara, bumi dan segala kekayaan yang terkandung
didalamnya serta menjadi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara untuk
digunakan kehidupan orang banyak atau dengan kata lain negara bertindak sebagai
penyelenggara kepentingan umum (bestuurzorg).
Dari ketentuan Pasal 33 UUD 1945 tersebut menimbulkan asas hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Asas ini merupakan asas yang diakui dalam
konvensi dan hak asasi manusia sebagai hak individu yang ada pada setiap orang
sejak dilahirkan dan sifatnya mutlak. Konsekuensi dari hak atau asas tersebut adalah
kewajiban dari setiap orang untuk memelihara lingkungan hidup guna menghindarkan
paradigma pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup seluruh rakyat
Indonesia yang dikenal dengan pembangunan berkelanjutan.84
84
NHT. Siahaan, Op Cit, hlm. 156, juga pada buku yang lain Sanksi Lingkungan, Pancuran Alam, Jakarta, 2009, hal. 89.
Kemudian, asas kelestarian dan keberlanjutan mengandung makna bahwa setiap
orang Indonesia memiliki kewajiban melestarikan lingkungan hidup yang ada.
Pembangunan yang dilakukan demi kesejahterahkan rakyat harus memperhitungkan
kemampuan lingkungan itu sendiri, jangan sampai pembangunan yang dilakukan
justru mengorbankan generasi di masa depan. Tegasnya asas kelestarian dan
keberlanjutan dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut menghendaki
keberlanjutan tanggung jawab setiap orang dalam satu generasi untuk melestarikan
kemampuan lingkungan hidup sebagai upaya memenuhi kebutuhan dan keadilan baik
generasi sekarang maupun generasi mendatang. Terlestarikannya kemampuan
lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan.
Asas manfaat merupakan asas yang menekankan pada hasil-hasil yang
diwujudkan dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka
mewujudkan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia
seluruhnya. Dengan kata lain bahwa segala apa yang dibangun, dan hasil-hasil
pembangunan itu bermanfaat bagi masyarakat Indonesia, sehingga pembangunan itu
tidak mengorbankan lingkungan yang berdampak juga pada suatu generasi, baik
Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung
jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.85 Jika dihubungkan asas-asas keseluruhannya semua terkait satu dengan yang lainnya baik
secara substansi maupun administrasi perizinan.86
Tujuan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup berdasarkan Pasal 3
UUPPLH, yaitu
87
a. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
:
b. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem; d. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup; f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan; g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai
bagian dari hak asasi manusia;
h. Mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana; i. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j. Mengantisipasi isu lingkungan global.
B. Konsep Perizinan Berdasarkan UUPPLH
Perizinan merupakan kata benda yang dibentuk dari kata izin dengan mendapat
imbuhan per-an.88
85
Syahrul Machmud, Penegakan Sanksi Lingkungan IndonesiaI, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012.
86
Helmi, Op.Cit., hal. 48.
87
Pasal 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).
Poerwadarminta diartikan dengan perkenaan atau pernyataan mengabulkan tiada
melarang atau surat yang menyatakan boleh melakukan sesuatu.89
N.M.Spelt dan JBJM.Ten Berge membedakan penggunaan istilah perizinan dan
izin, dimana perizinan merupakan pengertian izin dalam arti luas, sedangkan istilah
izin digunakan untuk pengertian izin dalam arti sempit. Pengertian perizinan (izin
dalam arti luas) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang
atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari
ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Dengan memberi izin, penguasa
memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan
tertentu yang sebenarnya dilarang.
90
Terkait dengan uraian tersebut Michael Faure and Nicole Niessen mengartikan
izin sebagai berikut “The basic idea of a permit system is that the law explicitly
forbids a certain activity, and subsequently rules that this activity is only allowed Sedangkan yang pokok dari izin dalam arti
sempit (izin) ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan
tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenaan dapat
dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap-tiap kasus. Jadi persoalannya
bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan khusus, tetapi agar
tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara-cara tertentu
(dicantumkan berbagai persyaratan dalam ketentuan-ketentuan yang bersangkutan).
88
Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Buku Bahasa Indonesia, dalam I Made Arya Utama, Ibid, hal. 87.
89
I Made Arya Utama, Ibid.
90
when a competent authority has issued permit (ide dasar dari sistem perizinan adalah
bahwa hukum secara eksplisit melarang aktivitas tertentu, dan kemudian mengatur
bahwa kegiatan ini hanya diperbolehkan bila otoritas yang kompeten telah
mengeluarkan izin).”91
Izin merupakan “Keputusan Administrasi Negara/Tata Usaha Negara”. Ini
berarti bahwa dengan izin dibentuk suatu hubungan hukum tertentu. Dalam hubungan
ini oleh administrasi negara/pemerintah dicantumkan syarat-syarat dan
kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh pihak yang memperoleh
izin. Penolakan izin hanya dilakukan jika kriteria yang ditetapkan oleh penguasa tidak
dipenuhi atau bila karena suatu alasan tertentu tidak mungkin memberikan izin
kepada semua orang.92
Berkaitan dengan tatanan pemerintahan: perizinan menjadi bagian penting
pelaksanaan tugas pengaturan yang dilakukan pemerintah dalam mengarahkan
berbagai kegiatan warga negara. Dinyatakan oleh N.M.Spelt dan J.B.J.M. ten Berge
bahwa izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau
peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari
ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan
orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang
91
Marjan Peeters, “Elaborting on Integration of environmental legislation: the case of
Indonesia” dalam Faure, Michael and Niessen, Nicole, Editor, 2006,Environmental Law in Development, Lessons from the Indonesian Experience, Edward Eglar Publishing, USA, hal. 107.
92
sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi
kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus diatasnya. 93
1. Pasal 1 angka 35 UUPPLH bahwa izin lingkungan adalah izin yang diberikan
kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal
atau UKL/UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan; UUPPLH didalamnya terdapat 2 (dua) konsep perizinan, yaitu:
2. Pasal 1 angka 36 UUPPLH bahwa izin usaha dan/atau kegiatan yakni izin yang
diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penetapan perizinan sebagai salah
satu instrumen hukum dari pemerintah ialah untuk mengendalikan kehidupan
masyarakat agar tidak menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku, serta
membatasi aktifitas masyarakat agar tidak merugikan orang lain.94
1. Perizinan
Dan Izin
lingkungan dengan izin usaha dan/atau kegiatan mempunyai keterkaitan yang erat
satu sama lainnya.
Definisi mengenai izin begitu beragam, ini disebabkan karena para pakar tidak
terdapat persesuaian paham, masing-masing melihat dari sisi yang berlainan terhadap
93
N.M. Speld dan J.B.J.M. ten Berge, Op. Cit.
94
objek yang didefinisikannya. Sukar memberikan definisi bukan berarti tidak terdapat
definisi, bahkan ditemukan sejumlah definisi yang beragam.95
Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara
bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan
persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan-ketentuan peraturan
perundang-undangan.
96
Pendapat ahli hukum Belanda, N.M. Spelt dan J.B.J.M. Ten Berge memberikan
pengertian izin sebagai suatu persetujuan penguasa berdasarkan undang-undang atau
peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan
larangan perundang-undangan
Menurut Utrecht, pengertian vergunning (izin) yaitu sebagai berikut:
“Bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat izin (vergunning)”.
97
Prajudi Atmosudirdjo, izin adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi
pada suatu larangan oleh undang-undang. Yang pada umumnya larangan tersebut . Jadi, segala aktivitas terhadap suatu objek tertentu
yang pada dasarnya dilarang jika tidak mendapatkan izin dari pemerintah/pemerintah
daerah yang mengikatkan perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau
pihak yang bersangkutan.
95
E. Utrecht, Pengantar dalam Sanksi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar, 1957), hal. 186.
96
Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Sanksi Administrasi, Makalah pada Penataran Sanksi Administrasi dan Lingkungan di Fakultas Sanksi Unair, Surabaya, 1995, hal. 3.
97
N.M.Spelt dan J.B.J.M.Ten Berge, disunting Philipus M.Hadjon, 1993, Pengantar Sanksi
diikuti dengan perincian syarat-syarat, kriteria, dan sebagainya yang perlu dipenuhi
oleh pemohon untuk mendapatkan izin yang disertai dengan penetapan prosedur dan
petunjuk pelaksanaan (juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang
bersangkutan98
Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan
dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan
melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. .
99
Prins menyebutkan izin adalah keputusan Administrasi Negara berupa aturan,
tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya
asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal yang kongkret,
maka perbuatan Administrasi Negara yang diperkenankan tersebut bersifat suatu
izin.100
Van Der Pot, izin dalam arti yang luas merupakan keputusan yang
memperkenankan dilakukan perbuatan apa saja yang pada prinsipnya tidak dilarang
oleh pembuat peraturan
101
Mencermati pengertian izin, dapat dilihat bahwa para pejabat memiliki
wewenang mengeluarkan izin namun demikian sekalipun dapat dikatakan
mengeluarkan izin dalam ranah keputusan pemerintahan, ternyata tidak selalu organ
pemerintah yang dalam arti badan eksekutif. Konteks hubungan didalam perizinan .
98
Ibid.
99
Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak
Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Jakarta, 1995, hal. 8.
101
memperlihatkan kompleksitas yang tidak terbatas hubungannya antara pemerintahan
dengan rakyat, akan tetapi juga menyangkut hubungan antar kelembagaan didalam
negara.
Selain pengertian izin yang diutarakan oleh beberapa sarjana tersebut, ada
pengertian izin yang dimuat didalam suatu peraturan, yaitu tertuang dalam Pasal 1
angka 8 dan 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (selanjutnya disingkat Permendagri
No. 24 Tahun 2006). Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Permendagri No. 24 Tahun 2006
ditegaskan bahwa izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah
berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas,
menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha
atau kegiatan tertentu. Kemudian Pasal 1 angka 9 Permendagri No. 24 Tahun 2006
menegaskan bahwa perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau
pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.
Definisi izin dan perizinan juga didefinisikan sama dalam Pasal 1 angka 8 dan angka
9 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah.
Izin tersebut berfungsi sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah
yang merupakan bukti legalitas, yang menyatakan sah atau diperbolehkan seseorang
atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu.
Pengertian izin tersebut diatas menunjukkan bahwa adanya penekanan pada izin
atau dikeluarkan secara lisan. Dan izin tertulis tersebut diberikan dalam bentuk
Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
Izin tidak sama dengan pembiaran, dalam hal ada suatu aktivitas dari anggota
masyarakat yang sebenarnya dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku, tetapi ternyata tidak dilakukan penindakan oleh aparatur yang berwenang,
pembiaran tersebut bukan berarti diizinkan. Karena izin harus ada keputusan
konstitutif dari aparatur yang berwenang menerbitkan izin.
Perizinan merupakan salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan
bersifat pengendalian yang dimiliki oleh Pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang
yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya
dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang mengharuskan adanya
pengawasan.102
Hal pokok pada izin, bahwa sesuatu tindakan dilarang kecuali diperkenankan
dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dilakukan dengan
cara-cara tertentu. Penolakan izin, pencabutan izin maupun pembekuan izin juga
dengan penerapan sanksi pidana dapat terjadi bila kriteria-kriteria yang telah
ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuhi maupun dilanggar. Misalnya, tentang hal
izin lingkungan yang merupakan syarat untuk mendapatkan izin usaha dan/atau
102
kegiatan. Apabila pejabat, pengusaha atau siapapun yang melakukan pelanggaran atas
izin lingkungan sehingga terjadi pencemaran dan perusakan lingkungan.
Dengan demikian, perizinan merupakan upaya mengatur kegiatan-kegiatan
yang memiliki peluang menimbulkan gangguan pada kepentingan umum. Mekanisme
perizinan, yaitu melalui penerapan prosedur ketat dan ketentuan yang harus dipenuhi
untuk menyelenggarakan suatu pemanfaatan lahan. Dengan kata lain Perizinan adalah
salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang
dimiliki pemerintah, yang merupakan mekanisme pengendalian administratif
terhadap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.
Izin tersebut digunakan sebagai sarana hukum administrasi karena izin tersebut
bersifat hukum publik (bukan perdata namun juga bukan pidana) yang terkait dengan
kepentingan umum, sepihak dan mengikat, sehingga apabila timbul sengketa hukum
dari perizinan maka penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN). Hal yang sangat penting adalah bahwa izin itu digunakan sebagai sarana
yuridis untuk mengendalikan perilaku masyarakat. Untuk itu, agar izin tidak
melanggar hak-hak asasi manusia, maka setiap izin itu harus memenuhi asas legalitas,
baik rechmatighed, wetmatigheid, maupun doelmatigheid.
Tindak pemerintahan (bestuurshandeling) yang berkaitan langsung dengan
fungsi mengendalikan (sturen) masyarakat izin (vergunning). Izin merupakan bentuk
ketentuan yang memperbolehkan atau memperkenankan menurut hukum (sarana
pengabsahan atau legitimasi yuridis) bagi seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai
tertentu yang harus dipatuhi oleh pemegang izin, dan apabila pemegang izin tersebut
terbukti melanggar persyaratan yang telah ditetapkan, maka pejabat pemberi izin
berwenang mencabut izin tersebut. Dengan fungsinya yang demikian maka sistem
perizinan merupakan sarana untuk mengendalikan kegiatan masyarakat. Ini berarti
pemerintah berwenang untuk mengatur, mengarahkan, mengemudikan dan sekaligus
pula melindungi masyarakat maupun sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
Dalam melaksanakan kekuasaannya untuk mengendalikan masyarakat melalui
perizinan (vergunning) tersebut, pemerintah juga dilengkapi dengan sarana yuridis
(juridische middelen) lainnya yang berbentuk: a) rencana-rencana (plannen); b)
peraturan (regeling); dan c) subsidi/pendanaan (subsidies).
Dikaitkan dengan UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
izin dikategorikan sebagai Keputusan Tata Usaha Negara karena izin memenuhi
kriteria sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 yaitu:
“Keputusan Tata Usaha Negara (Keptun) adalah penetapan tertulis yang dibuat oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.
Rumusan Pasal 1 angka 3 tersebut memberikan batasan tentang apa yang
dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara (Keptun). Izin dapat dikategorikan
sebagai Keputusan Tata Usaha Negara, karena103
a. Izin dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara yaitu pemerintah atas permohonan yang diajukan oleh badan hukum perdata atau perorangan.
:
103
Pemerintah merupakan pejabat tata usaha negara karena ia melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan pemerintahan, baik pusat maupun daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Izin bersifat konkret, artinya objek yang diputuskan dalam keputusan tata usaha negara tersebut tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu, atau ditentukan. Misalnya keputusan tata usaha negara mengenai rumah si A, izin usaha bagi si B, pemberhentian si A sebagai PNS dan sebagainya;
c. Izin mempunyai sifat individual, artinya bahwa dalam izin tersebut harus disebutkan secara jelas siapa yang diberi izin. Keputusan tata usaha negara tidak ditujukan untuk umum (tidak bersifat regulatif/mengatur) tetapi tertentu baik nama dan alamatnya yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari seorang, maka tiap-tiap nama orang yang terkena keputusan tata usaha negara tersebut harus disebutkan;104
d. Izin bersifat final, artinya dengan izin tersebut seseorang telah mempunyai hak untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan isinya yang secara definitif dapat menimbulkan akibat hukum tertentu.
1.1. Unsur-Unsur Perizinan
Izin sebagai perbuatan pemerintah berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan
tertentu. Adapun unsur-unsur dalam perizinan tersebut105 a.Instrumen Yuridis;
, yaitu:
b.Peraturan Perundang-undangan; c.Organ Pemerintah;
d.Peristiwa Konkret;
e.Prosedur dan Persyaratan.
a. Instrumen Yuridis
Negara hukum memiliki tugas dan kewenangan pemerintahannya tidak hanya
sekedar menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde), tetapi juga mengupayakan
104
Misalnya keputusan tentang pembebasan tanah untuk keperluan pembuatan atau pelebaran jalan, maka dalam lampiran keputusan tersebut harus memuat dan menyebutkan nama-nama yang terkena keputusan tata usaha negara pembebasan tanah tersebut.
105
kesejahteraan umum (bestuurszorg). Tugas dan kewenangan pemerintah untuk
menjaga ketertiban dan keamanan yang merupakan tugas klasik yang sampai
sekarang masih tetap dipertahankan.
Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut kepada pemerintah diberikan
wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan ini muncul
beberapa instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, yaitu
dalam bentuk ketetapan. Sesuai dengan sifatnya, individual dan konkret, ketetapan ini
merupakan ujung tombak dari instrumen hukum dalam penyelenggaraan
pemerintahan106 atau sebagai norma penutup dalam rangkaian norma hukum.107
Dengan demikian, izin merupakan instrumen yuridis dalam bentuk ketetapan
yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau
menetapkan peristiwa konkret. Sebagai ketetapan, izin tersebut dibuat dengan
ketentuan dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya, sebagaimana
yang telah disebutkan diatas.
Salah
satu wujud dari ketetapan ini adalah izin. Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin
termasuk sebagai ketetapan yang bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang
menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya
tercantum dalam ketetapan tersebut atau ketetapan yang memperkenankan sesuatu
yang sebelumnya tidak dibolehkan.
106
Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Sanksi Administrasi, Makalah pada Penataran Sanksi Administrasi dan Sanksi Lingkungan di Fakultas Sanksi UNAIR, Surabaya, 1995, hal. 2.
107
b. Peraturan Perundang-undangan
Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah wetmatigheid van bestuur atau
pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, setiap
tindakan hukum pemerintah, baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun
fungsi pelayanan, harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan dan menegakan
ketentuan hukum positif perlu wewenang. Tanpa wewenang tidak dapat dibuat
keputusan yuridis yang bersifat konkret.
Pembuatan dan penertiban ketetapan izin merupakan tindakan hukum
pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas.
Tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu,
dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tanpa adanya
dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah.
Pada umumnya wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin itu ditentukan
secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan
tersebut. Akan tetapi, dalam penerapannya, menurut Marcus Lukman, kewenangan
bebas, yang dalam artinya kepada pemerintah diberi kewenangan untuk
mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan izin, misalkan: 108
1. Kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat diberikan kepada pemohon; 2. Bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut;
3. Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau penolakan izin yang dikaitkan dengan pembatasan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4. Prosedur apa yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pemberian izin.
c. Organ Pemerintah
Organ pemerintah merupakan organ yang menjalankan urusan pemerintahan
baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah, dari
penelusuran berbagai ketentuan penyelenggaraan pemerintahan dapat diketahui
bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi yaitu Presiden, sampai dengan
administrasi negara terendah yaitu Lurah, berwenang memberikan izin. Ini berarti
bahwa terdapat aneka ragam administrasi negara yang termasuk instansinya pemberi
izin, yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik di tingkat pusat maupun
daerah.109
Begitu beragamnya organ pemerintahan atau administrasi negara yang
mengeluarkan izin, namun izin hanya boleh dikeluarkan oleh organ pemerintahan.
Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, keputusan yang memberikan izin harus
108
Marcus Lukman, Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan dalam Bidang Perencanaan dan
Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah serta Dampaknya terhadap Pembangunan Materi Sanksi Tertulis Nasional, Disertasi, Universitas Padjajaran, Bandung, 1996, hal. 189.
109
diambil oleh organ yang berwenang, dan hampir selalu yang terkait yaitu organ-organ
pemerintahan atau administrasi negara. Dalam hal ini organ-organ pada tingkat
penguasa nasional (seorang menteri) atau tingkat penguasa-penguasa daerah.110
Menurut Soehardjo, pada tingkat tertentu regulasi ini menimbulkan kejenuhan
dan timbul gagasan yang mendorong untuk menyederhankan pengaturan, prosedur
dan birokrasi. Keputusan-keputusan pejabat sering membutuhkan waktu lama,
misalnya pengeluaran izin yang memakan waktu berbulan-bulan, sementara dunia
usaha perlu berjalan cepat, dan terlalu banyak mata rantai dalam prosedur perizinan
yang banyak membuang waktu dan biaya.
Akibat dari beragamnya organ pemerintahan yang berwenang memberikan atau
mengeluarkan izin, dapat menyebabkan tujuan dari kegiatan yang membutuhkan izin
tertentu menjadi terhambat, bahkan tidak mencapai sasaran yang hendak dicapai.
Artinya, campur tangan pemerintah dalam bentuk regulasi perizinan dapat
menimbulkan kejenuhan bagi pelaku kegiatan yang membutuhkan izin, apalagi bagi
kegiatan usaha yang menghendaki kecepatan pelayanan dan menuntut efisiensi.
111
Oleh karena itu, biasanya dalam perizinan dilakukan deregulasi yang
mengandung arti peniadaan berbagai peraturan perundang-undangan yang dipandang
berlebihan. Karena peraturan perundang-undangan yang berlebihan itu pada
umumnya berkenaan dengan campur tangan pemerintah atau negara, deregulasi itu
110
N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar Sanksi Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon, Yuridika, Surabaya, 1993, hal. 11.
111
Soehardjo, Sanksi Administrasi Negara Pokok-Pokok Pengertian serta Perkembangannya di
pada dasarnya bermakna mengurangi campur tangan pemerintah atau negara dalam
kegiatan kemasyarakatan tertentu terutama di bidang ekonomi sehingga deregulasi itu
pada ujungnya bermakna debirokratisasi.112
Deregulasi dan debirokratisasi dalam perizinan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut
Meskipun deregulasi dan debirokratisasi
ini dimungkinkan dalam bidang perizinan dan hampir selalu dipraktikkan dalam
kegiatan pemerintahan, namun dalam suatu negara hukum tentu saja harus ada
batas-batas atau rambu-rambu yang ditentukan oleh hukum.
113
1) Jangan sampai menghilangkan esensi dari sistem perizinan itu sendiri, terutama dalam fungsinya sebagai pengarah kegiatan tertentu;
:
2) Deregulasi hanya diterapkan pada hal-hal yang bersifat teknis administratif dan finansial;
3) Deregulasi dan debirokratisasi tidak menghilangkan hal-hal prinsip dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar perizinan;
4) Deregulasi dan debirokratisasi harus memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang layak.
d. Peristiwa Konkret
Izin merupakan instrumen yuridis berbentuk ketetapan, yang digunakan oleh
pemerintah dalam menghadapi peristiwa konkret dan individual. Peristiwa konkret
artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan
fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam, sejalan dengan
keragaman perkembangan masyarakat, izin pun memiliki berbagai keragaman. Izin
yang jenisnya beragam tersebut dibuat dalam proses yang cara prosedurnya
112
Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak
Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Jakarta, 1995, hal. 33.
113
tergantung dari kewenangan pemberi izin, macam izin, dan struktur organisasi
instansi yang menerbitkannya. Berbagai jenis izin dan instansi pemberi izin dapat saja
berubah seiring dengan perubahan kebijakan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan izin tersebut. Meskipun demikian, izin akan tetap ada dan digunakan
dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kemasyarakatan.
e. Prosedur dan Persyaratan
Permohonan izin pada umumnya harus menempuh prosedur tertentu yang
ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Disamping harus menempuh
prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin. Prosedur
dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan
instansi pemberi izin.
Menurut Soehino, syarat-syarat dalam izin tersebut bersifat konstitutif dan
kondisional. Bersifat konstitutif karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku
tertentu yang harus terlebih dahulu dipenuhi, artinya dalam hal pemberian izin itu
ditentukan suatu perbuatan konkret, dan bila tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi.
Sementara bersifat kondisinal, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat
serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi.114 Penentuan prosedur dan persyaratan perizinan ini dilakukan secara sepihak oleh
pemerintah. Meskipun demikian, pemerintah tidak boleh membuat atau menentukan
114
prosedur dan persyaratan menurut kehendaknya sendiri secara sewenang-wenang
(arbitrer), tetapi harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar dari perizinan tersebut. Dengan kata lain, pemerintah tidak boleh menentukan
syarat yang melampaui batas tujuan yang hendak dicapai oleh peraturan hukum yang
menjadi dasar perizinan bersangkutan.115
1.2. Fungsi dan Tujuan Perizinan
Izin merupakan instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk
mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan oleh pemerintah
guna mencapai suatu tujuan konkret.116 Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi sebagai ujung tombak instrumen hukum yang berfungsi sebagai pengarah,
perekayasa, dan perancang masyarakat yang adil dan makmur. Hal ini berarti melalui
izin dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud.
Ini berarti persyaratan-persyaratan yang terkandung dalam izin merupakan
pengendali yang memfungsikan izin itu sendiri.117
115
Ibid, hal. 98.
116
N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Op. Cit., hal. 5.
117
Sjachran Basah, Sistem.. Op. Cit., hal. 2.
Apabila dikatakan bahwa izin
tersebut dapat difungsikan sebagai instrumen pengendali dan instrumen untuk
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana yang diamanatkan
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, penataan dan pengaturan izin tersebut
Menurut Prajudi Atmosudirdjo118, berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modren, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat. Adapun
mengenai tujuan perizinan, yakni119
a. Keinginan mengarahkan aktivitass-aktivitas tertentu (misalnya izin bangunan);
:
b. Izin mencegah bahaya bagi lingkungan;
c. Keinginan melindungi objek-ojek tertentu (izin membongkar pada monumen-monumen dan izin terbang);
d. Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk);
e. Izin memberikan pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas, dimana para pengurusnya harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
1.3. Bentuk dan Isi Izin
Sesuai dengan sifatnya, yang merupakan bagian dari ketetapan, izin selalu
dibuat dalam bentuk tertulis. Sebagai ketetapan tertulis, secara umum izin memuat
hal-hal sebagai berikut120
a. Organ yang berwenang
:
Dalam izin, menyatakan siapa yang memberikan dan biasanya dari kepala surat
serta penandatangan izin, akan nyata organ mana yang memberikan izin tersebut.
Pada umumnya pembuat aturan akan menunjuk organ berwenang dalam sistem
perizinan, organ yang paling berbekal mengenai materi dan tugas bersangkutan, dan
hampir selalu yang terkait adalah organ pemerintahan.
118
Prajudi Atmosudirdjo, Sanksi Administrasi Negara, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1981, hal. 23.
119
N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Op. Cit, hal. 4-5.
120
b. Yang Dialamatkan
Izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan, kepada yang mengajukan
permohonan izin. Hal tersebut biasanya dialami orang atau badan hukum. Artinya,
pihak pemerintah selaku pemberi izin harus mempertimbangkan juga kepentingan
pihak ketiga yang mungkin memiliki keterkaitan dengan penggunaan izin tersebut.
c. Diktum
Keputusan yang memuat izin, demi alasan kepasttian hukum, harus memuat
uraian sejelas mungkin untuk apa izin tersebut diberikan. Bagian keputusan ini,
dimana akibat-akibat hukum yang ditimbulkan oleh keputusan dinamakan diktum
yang merupakan inti dari keputusan. Setidak-tidaknya diktum tersebut terdiri atas
keputusan pasti, yang memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dituju oleh
keputusan tersebut.
d. Ketentuan-ketentuan, Pembatasan-pembatasan, Syarat-syarat dan Pertimbangan Hukum
Sebagaimana kebanyakan keputusan, didalamnya mengandung ketentuan,
pembatasan, dan syarat-syarat. Adapun ketentuan-ketentuan pada izin banyak
terdapat dalam praktik hukum administrasi. Dalam hal ketentuan-ketentuan tidak
dipatuhi terdapat pelanggaran izin. Sanksi yang diberikan atas pelanggaran izin
tersebut pemerintahan harus memutuskannya sendiri. Dan mengenai pembuatan
keputusan tersebut terdapat pembatasan-pembatasan dalam izin tersebut yang
dilakukan. Pembatasan-pembatasan tersebut menunjukkan batas-batas dalam waktu,
tempat atau dengan cara lain. Contohnya pada izin lingkungan dapat dimuat
pembatasan izin untuk periode tertentu, misalkan lima tahun. Disamping itu, dalam
keputusan tersebut dimuat syarat-syarat. Adapun keputusan yang berisi izin tersebut
dapat dimuat syarat penghapusan dan syarat penangguhan. Sementara pertimbangan
hukum dalam keputusan merupakan hal penting bagi organ pemerintahan untuk
memberikan atau menolak permohonan izin. Pertimbangan hukum tersebut biasanya
berasal dari interprestasi organ pemerintahan terhadap ketentuan undang-undang.
Artinya, interprestasi yang dilakukan oleh organ pemerintahan terhadap aturan-aturan
yang relevan, turut didasarkan pada fakta-fakta sebagaimana ditetapkannya. Dalam
keadaan tertentu, organ pemerintahan dapat menggunakan data yang diberikan oleh
pemohon izin.
2. Izin Lingkungan
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan
hukum. Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam
kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu
dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh
Instrumen pencegahan dan/atau kerusakan lingkungan dalam upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, satu diantaranya yaitu perizinan.
Instrumen perizinan berdasarkan UUPPLH terdiri dari 2 (dua) jenis izin, yakni
pertama, izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang merupakan prasyarat untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan (Pasal 1 angka 35 UUPPLH). Kedua, izin
usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk
melakukan usaha dan/atau kegiatan (Pasal 1 angka 36 UUPPLH).
Izin lingkungan berdasarkan UUPPLH merupakan prasyarat untuk
mendapatkan izin usaha dan/atau kegiatan, dan izin tersebut diberikan dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan hal di atas, izin usaha
atau kegiatan tidak dapat diterbitkan jika tidak dilengkapi dengan izin lingkungan.
Selain itu, untuk mendapatkan izin lingkungan harus menempuh prosedur dan
memenuhi persyaratan tertentu. Izin lingkungan sebagaimana diatur didalam
UUPPLH pada ketentuan Pasal 36 UUPPLH, yaitu:
1. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan;
2. Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL;
3. Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL;
Ketentuan diatas, menegaskan pertama, setiap usaha dan/atau kegiatan yang
wajib Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan. kedua, Amdal atau
UKL-UPL merupakan instrumen penting dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan yakni instrumen pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan
hidup. Ketiga, Amdal atau UKL dan UPL merupakan syarat wajib untuk penerbitan
keputusan izin suatu usaha dan/atau kegiatan pengelolaan bidang lingkungan hidup.
Selanjutnya pada Pasal 37 ayat (1) dan (2) UUPPLH menetapkan, bahwa:
1. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, wajib
menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi
dengan Amdal atau UKL-UPL;
2. Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) UUPPLH dapat
dibatalkan, apabila:
a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi;
b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL; atau
c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen Amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan.
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) UUPPLH, izin
lingkungan dapat dibatalkan melalui Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (Pasal
38 UUPPLH).
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya wajib
dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat (Pasal 39 UUPPLH).
Ketentuan diatas merupakan pelaksanaan atas keterbukaan informasi, dengan adanya
pengumuman memungkinkan peran serta masyarakat, khususnya yang belum
menggunakan kesempatan dalam prosedur keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain
dalam proses pengambilan keputusan. Izin lingkungan persyaratan untuk memperoleh
izin usaha dan/atau kegiatan, dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau
kegiatan dibatalkan. Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan,
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbaharui izin lingkungan.121 Pada Pasal 40 UUPPLH menyebutkan bahwa izin lingkungan merupakan
persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Jika izin lingkungan
dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan atau mengalami perubahan maka
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbaharui izin lingkungan.
Memperhatikan ketentuan pada Pasal 40 UUPPLH tersebut diatas bahwa izin
lingkungan merupakan instrumen yang digunakan pemerintah sebagai sarana yuridis
untuk mengendalikan tingkah laku warganya dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan. Artinya, izin lingkungan berdasarkan UUPPLH merupakan
persetujuan dari penguasa untuk dalam keadaan tertentu memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan, oleh karena usaha dan/atau kegiatan tersebut (berdasarkan kajian
mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
121
lingkungan hidup atau pengelolaan dan pemantauan terhadap kegiatan usaha dan/atau
kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan) layak lingkungan.
Dengan kata lain bahwa didalam UUPPLH, izin lingkungan tersebut merupakan
syarat untuk mendapatkan izin usaha dan/atau kegiatan. Untuk memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan tersebut, orang atau badan hukum, terlebih dahulu mengurus
dan mendapatkan izin lingkungan. Untuk mendapatkan izin lingkungan maupun izin
usaha dan/atau kegiatan, orang atau badan hukum tersebut harus memenuhi
syarat-syarat dan memenuhi prosedur administrasi.
Sebagai suatu instrumen, izin lingkungan berfungsi selaku ujung tombak
instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang pelaku usaha
dan/atau kegiatan untuk mencapai tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dan untuk menanggulangi masalah lingkungan disebabkan aktivitas manusia
yang melekat dengan dasar izin dan juga dapat berfungsi sebagai sarana yuridis untuk
mencegah serta menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Ketentuan mengenai lebih lanjut tentang izin lingkungan yang berdasarkan
Pasal 41 UUPPLH juga diatur dalam Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah
yang mengatur tentang izin lingkungan saat ini, yaitu Peraturan Pemerintah No. 27
Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (selnajutnya disingkat dengan PP 27/2012). Jika
ditelaah lebih mendalam makna izin lingkungan sebagaimana diatur dalam UUPPLH,
berisikan suatu keputusan tentang kelayakan lingkungan atas suatu usaha dan/atau
kegiatan. Hal tersebut juga sejalan dengan ketentuan Pasal 1 Peraturan Pemerintah
lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan.
2.1. Ruang Lingkup Izin Lingkungan
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain. Berdasarkan definisi ini, ruang lingkup lingkungan hidup sangat luas. Paling
tidak mencakup semua aspek tentang sumber daya alam, seperti kehutanan,
perkebunan, dan pertambangan. Ketiga aspek tersebut dapat dikategorikan kedalam
bidang lingkungan hidup. Pengertian lingkungan hidup tercakup pula apa yang
didefinisikan sebagai sumber daya alam, “sumber daya alam adalah semua benda,
daya, keadaan, fungsi alam, dan makhluk hidup yang merupakan hasil proses
alamiah, baik hayati maupun non hayati, terbarukan maupun tidak terbarukan122
122
Menurut naskah akademis RUU PSDA (versi 19 No. 2002) serta Agraria yang didefinisikan sebagai seluruh bumi, air, ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya (menurut UU No. 5 Tahun 1960).
”.
Pada konsep lingkungan hidup tersebut, pengertian ruang merupakan fokus yang
harus ditegaskan maknanya, sehingga memperjelas ruang lingkup sistem perizinan
bidang lingkungan hidup di Indonesia. Pasal 1 angka 1 UU No. 26 Tahun 2007
“Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya”.
Pengelolaan lingkungan hidup, memiliki cakupan luas dan keragaman sifat
serta bentuk aktivitas yang berbeda sesuai dengan luas lingkup dan sifat lingkungan
hidup. Karena cakupan dan keragamannya yang demikian, berbagai pihak berupa
instansi, dinas, badan, lembaga, dan kekuasaan, diberikan mandat untuk mengelola
dalam bentuk memanfaatkan, mengurus, mengawasi, dan mengendalikan fungsinya
masing-masing yang ditentukan dalam sistem peraturan perundang-undangan yang
berbeda-beda pula.
Jadi, pada mulanya pengelolaan lingkungan hidup dilakukan melalui paradigma
sektoral, yang lebih mendekati dari sudut kekuasaan atau instansi yang bersifat
sektoral, dan selanjutnya tidak bersifat koordinasi dan terpadu, penundukan kepada
sistem hukum yang bersifat sektoral. Pendekatan ini tidak tepat dikarenakan sifat dan
hakikat lingkungan hidup menyeluruh dan saling terhubung sesuai dengan asas
lingkungan hidup itu sendiri. Atas dasar pemikiran itu, disadari perlu dasar hukum
yang komprehensif dan terpadu untuk seluruh sistem pengelolaan lingkungan. Supaya
semua sektor dan unit instansional yang berkompeten mengelola lingkungan,
hendaknya didasarkan kepada prinsip keterpaduan serta koordinasi, sehingga tidak
bersifat sektoral, namun terpadu dan koordinatif.
Menentukan ruang lingkup perizinan bidang lingkungan hidup, tidak cukup
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan Pasal 1 angka 2
UUPPLH bahwa Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup
dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum. Mencermati konsep tersebut, secara substansi, ruang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup tidak hanya terbatas pada persoalan polusi,
pencemaran saja tetapi namun juga terkait dengan pengelolaan sumber daya alam
seperti kehutanan, pertambangan, dan kehutanan. Hal ini tentu berkonsekuensi pada
ruang lingkup perizinan bidang lingkungan hidup.
Mengenai ruang lingkup perizinan dalam UUPPLH menimbulkan 2 (dua)
penafsiran yang berbeda123
1. disisi pertama UUPPLH tersebut menyebutkan adanya integrasi izin lingkungan; , yaitu:
2. disisi yang kedua menyebutkan integrasi perizinan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Pada Pasal 123 UUPPLH menyatakan bahwa
“segala izin di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang telah dikeluarkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya wajib diintegrasikan kedalam izin lingkungan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini ditetapkan”.
Penjelasan Pasal tersebut menyatakan bahwa izin dalam ketentuan ini, misalnya
izin pengelolaan limbah B3, izin pembuangan air limbah ke laut, dan izin
123
pembuangan air limbah ke sumber air. Jika hal tersebut yang dimaksudkan adalah
integrasi pengelolaan lingkungan hidup, maka izin usaha dan/atau kegiatan bidang
kehutanan, pertambangan dan perkebunan termasuk dalam ruang lingkup perizinan
bidang lingkungan hidup.124
2.2. Izin Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 48 ayat (2) PP No. 27/2012, izin lingkungan
juga harus mencantumkan jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan hidup
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adapun izin PPLH meliputi:
1) Izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang meliputi: a. izin penyimpanan limbah B3;
b. izin pengumpulan limbah B3; c. izin pemanfaatan limbah B3; d. izin pengolahan limbah B3; e. izin penimbunan limbah B3; 2) Dumping ke media lingkungan; 3) Izin pembuangan air limbah;
4) Izin pembuangan air limbah ke laut;
5) Izin pembuangan air limbah melalui injeksi; 6) Izin pembuangan emisi ke udara.
Menyimak ketentuan Pasal 48 ayat (2) PP 27/2012 tersebut, izin perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup harus dicantumkan dalam izin lingkungan. Dan
izin-izin tersebut harus dipenuhi ataupun diurus oleh pemrakarsa setelah izin usaha
dan/atau kegiatan diterbitkan. Artinya, izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup terbit setelah kegiatan dan/atau usaha berjalan, dan diterbitkan sebagai
124
persyaratan izin lingkungan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup. Penerbitan izin PPLH dilakukan pada tahap operasional.
Adapun pelanggaran terhadap izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup adalah pelanggaran yang dilakukan oleh setiap orang karena125
2.3. Pelaksanaan Izin Lingkungan
:
1) tidak memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; 2) tidak memiliki izin lingkungan;
3) tidak memiliki dokumen lingkungan;
4) tidak menaati persyaratan izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; 5) tidak menaati kewajiban dan/atau perintah sebagaimana tercantum dalam izin
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan/atau
6) tidak membuat dan menyerahkan laporan pelaksanaan terhadap pelaksanaan persyaratan dan kewajiban lingkungan hidup.
Dan pelanggaran pada izin PPLH tersebut dapat mengakibatkan pencabutan izin
usaha atas rekomendasi Menteri Lingkungan Hidup.
Sesuai dengan makna Pasal 1 angka 35 UUPPLH, bahwa:
“Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan”.
Setelah memiliki Amdal, perusahaan wajib memiliki izin lingkungan yang
merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Aturan ini
125
mendorong perusahaan harus mengikuti ketentuan baku mutu udara, baku mutu air,
baku mutu air laut, dan baku mutu kerusakan lingkungan hidup.
Izin lingkungan sebagai syarat pemberian izin usaha dan/atau kegiatan dan
bukan ancaman bagi bisnis dan investasi, sebaliknya menjamin kepastian hukum bagi
Perusahaan dan penguasa, karena sejak awal mereka telah memenuhi semua
ketentuan di bidang lingkungan hidup.126 Izin lingkungan yang termuat dalam UUPPLH, menggabungkan proses pengurusan Keputusan Kelayakan Lingkungan
Hidup, izin pembuangan limbah cair, dan izin limbah bahan beracun berbahaya (B3).
Dan ketiga perizinan tersebut digabungkan dan diurus satu kali menjadi izin
lingkungan. Syaratnya yaitu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL),
atau upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL), dan upaya pemantauan lingkungan
hidup (UPL). Tanpa ketiga dokumen tersebut, izin lingkungan tidak akan
diberikan.127
Dalam UUPPLH, izin lingkungan bukan birokrasi perizinan, tetapi merupakan
instrumen pengendalian dan pengawasan resiko lingkungan dari berbagai kegiatan.
Izin lingkungan justru menghindarkan pengusaha dari ekonomi biaya tinggi karena
cukup mengurus satu izin satu kali saja. Perusahaan tidak bisa “main-main”’ dengan
UUPPLH tersebut karena pelanggaran izin lingkungan mengakibatkan sanksi
administratif dan pidana. Tanpa izin lingkungan, tentu perusahaan tidak bisa
menjalankan usahanya. Berdasarkan penjelasan Pasal 123 UUPPLH, jenis-jenis izin
126
Koran Harian Kompas, Selasa, 13 April 2010, hal. 14.
127
lingkungan yaitu izin pembuangan air limbah ke laut, izin pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) juga izin pembuangan air limbah ke sumber air, izin-izin
tersebut diintegrasikan dalam satu sistem perizinan yaitu izin lingkungan.
Dihubungkan dengan aktivitas pengelolaan lingkungan bidang kehutanan,
perkebunan, dan pertambangan, bahwa setiap aktivitas bidang-bidang tersebut
terdapat izin lingkungan yang harus dimiliki dan dilaksanakan oleh pemilik izin.
Jika dicermati pada UULH dan UUPLH tidak mengatur secara tegas adanya
berbagai jenis izin lingkungan yang harus dipenuhi oleh pemohon izin usaha atau
kegiatan pengelolaan sumber daya alam. Bahkan keterkaitan izin lingkungan dengan
izin usaha dan/atau kegiatan juga tidak diatur secara tegas. Walaupun banyak terjadi
pelanggaran izin lingkungan pada saat pemberlakuan kedua undang-undang tersebut,
namun sulit dilakukan penegakan hukum. pemerintah hanya memberikan teguran
kepada pemegang izin untuk memperhatikan kelestarian lingkungan. Misalnya,
mencabut izin usaha dan/atau kegiatan. Sementara, pada UUPPLH, baik pejabat,
pengusaha atau siapapun yang melakukan pelanggaran atas izin lingkungan
dikenakan hukuman penjara dan denda yang berat. Ketentuan-ketentuan tersebut
diatur pada Pasal 111-112 UUPPLH, walaupun sanksi pidana untuk perbuatan
administrasi masih menjadi perdebatan, namun karena telah dimuat dalam
undang-undang tersebut, maka harus tetap dilaksanakan.
Berdasarkan uraian diatas, satu sisi penyelenggaraan izin lingkungan
lingkungan hidup memperhitungkan kemampuan daya tampung dan daya dukung
lingkungan hidup itu sendiri.
Di sisi lain, penyelenggaraan lingkungan justru dianggap mempersulit aktivitas
investasi di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan, ada beberapa penguasa yang
menganggap izin lingkungan merupakan hambatan untuk melakukan aktivitas.
Sementara oleh beberapa instansi pemerintah, izin lingkungan dianggap
penyelenggaraan kewenangan untuk mendapatkan pemasukan kas negara bagi
keuangan negara, sehingga pemberlakuan UUPPLH mengintegrasikan berbagai izin
lingkungan menjadi satu sistem izin lingkungan terpadu yang memunculkan
pertentangan antarinstitusi di Pemerintahan.128
128