• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Yuridis terhadap Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Bidang Jasa Pariwisata di Indonesia dalam Perspektif Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Yuridis terhadap Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Bidang Jasa Pariwisata di Indonesia dalam Perspektif Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Chapter III V"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PENGATURAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DI

BIDANG JASA PARIWISATA DI INDONESIA

A. Pengertian Pariwisata dan Jasa Paiwisata

Pariwisata sebagai suatu konsep dapat dipandang dari berbagai perspektif yang berbeda.Pariwisata adalah suatu bisnis dalam penyediaan barang dan jasa bagi wisatawan dan menyangkut setiap pengeluaran oleh dan atau untuk wisatawan/ pengunjung dalam perjalanannya.107Dewasa ini pariwisata pun menarik perhatian pemerintah suatu negara.Pemerintah membebankan pajak, mengatur dan melakukan promosi.Karena pemerintah melihat potensi dari penerimaan pariwisata, model-model ekonomi dan penelitian-penelitian biaya/manfaat digunakan sebagai alat untuk meramalkan dampak ekonomi dalam masyarakat, atau di daerah-daerah.108Dolar yang dibawa wisatawan dipantau ketika dolar itu dibelanjakan dan dibelanjakan lagi dalam suatu daerah tujuan wisata dan diperlakukan sebagai suatu ekspor karena dolar yang masuk ke dalam perekonomian, pengaruhnya meningkat dan dampak penggandaan pendapatannya (income multiplier) dihitung.109Demikian halnya, dampak dolar wisatawan itu terhadap penerimaan pajak dan kesempatan kerja pun di perkirakan.110

107

Donald E.Lundberg, Mink H. Stavenga,Ekonomi pariwisata, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,1997). hlm.6

108

Ibid. 109

Ibid. hlm. 7

(2)

Pariwisata dapat dipandang sebagai suatu lembaga dengan jutaan interaksi, suatu kebudayaan dengan suatu sejarah, kumpulan pengetahuan, dan jutaan jumlah orang yang merasa dirinya sebagai bagian dari kelembagaan ini.Kalua berbicara tentang arti dari pariwisata defenisi pariwisata sangat banyak111

Kamus yang ada sekarang tidak banyak merumuskan pariwisata, karena rumusannya sama seperti kamus abad ke-19 yang mendefinisikan pariwisata sebagai “orang yang mengadakan perjalanan untuk kesenangan melancong, karena rasa ingin tau, dan karena tak punya pekerjaan lain yang lebih baik untuk dikerjakan, bahkan untuk kepuasan membual tentang itu setelahnya”.

.

112

Pariwisata adalah mencakup orang-orang yang melakukan perjalanan pergi dari rumahnya dan perusahaan -perusahaan yang melayani mereka dengan cara memperlancar atau mempermudah perjalanan mereka atau membuatnya lebih menyenangkan. Ekonomi pariwisata mengukur jumlah perjalanan ini dan konsekuensi ekonominya yang langsung maupun tidak langsung akibat pengaruhnya.113

Istilah tourism atau pariwisata muncul di masyarakat sekitar abad ke- 18, khususnya sesudah Revolusi Industri di Inggris114

111

Happy Marpaung, Herman Bahar, Pengantar pariwisata (Bandung, Alfabeta, 2002) hlm. 13

112

Donald E. Lundberg, Mink H. Stavenga dkk, Ekonomi Pariwisata (Jakarta, Gramedia Pustaka Umum,1997). Hlm.7

113

Happy Marpaung, Herman Bahar,op.cit. hlm. 4 114

A..J. Muljadi,H. Andri Warman, Kepariwisataan dan Perjalanan ( Jakarta, Rajawali Pers,2016) hlm. 7

(3)

sementara dengan suatu alasan apapun kecuali melakukan kegiatan yang bias menghasilkan upah atau gaji.115

Kamus Webster masih memberikan batasan pariwisata pada praktek berwisata untuk rekreasi: “Pemanduan manajemen wisatawan”, “Promosi atau mendorong melaksanakan tur”, dan “akomodasi wisatawan”.116

Pariwisata adalah istilah yang memberikan gambaran tentang suatu kegiatan117.Itu terjadi ketika turis melakukan perjalanan.Ini meliputi dari sewa perencanaan pada trip, perjalanan ke tempat-tempat, tinggal sendiri kembali dan kenangan tentang segalanya. Termasuk kegiatan perjalanan berbentuk sebagai bagian dari trip, pembelian dan juga interaksi yang terjadi antara tuan rumah dan tamunya. Ringkasnya pariwisata adalah semua aktivitas dan event yang terjadi ketika pengunjung melakukan perjalanan.118

115

Happy Marpaung, Herman Bahar, op.cit. hlm. 9 116

Ibid. hlm. 7 117

Ibid. hlm 17 118

Ibid. hlm.18

Pariwisata pada dasarnya merupakan aktivitas yang berupa pelayanan atau produk yang dihasilkan oleh industri pariwisata yang mampu menciptakan pengalaman perjalanan bagi wisatawan. Mc.Intosh, menyatakan bahwa pariwisata adalah:

(4)

Unsur pembentuk pengalaman wisatawan yang utama berupa daya Tarik wisasta dari suatu tempat atau lokasi yang dikunjungi.119

Menurut Norval, pariwisata atau tourism adalah

“the sum total of operations, mainly of economic nature, wich directly relate to the entry, stay amd movement of foreigners inside and outside a certain country, city or region”

(pariwisata adalah keseluruhan kegiatan yamg berhubungan dengan masuk, tinggal, dan pergerakan penduduk asing di dalam atau di luar suatu negara, kota atau wilayah tertentu.120

Atau pariwisata adalah keseluruhan hubungan dan gejala gejala yang timbul dari adanya orang asing dimana perjalanannya tidak untuk bertempat tinggal menetap dan tidak ada hubungan dengan kegiatan untuk mencari nafkah.

Sedangkan hunziker dan kraf memberikan pengertian pariwisata sebagai: “the totally of relationship and phemnomena arising from the travel and stay strangers, provided the stay does not empty the establishment permanent residence and is not connected with a remunerated activity”,

121

Di Indonesia sendiri istilah pariwisata baru di mulai pada awal tahun 1960-an. Istilah pariwisata diperoleh dari budayawan intelektual atas permintaan presiden Sukarno (Bung Karno) kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Bung Sultan) sebagai ketua DTA (Dewan Tourisme Indonesia) di tahun 1960-an itu.

119

A..J. Muljadi,H. Andri Warman, Kepariwisataan dan Perjalanan ( Jakarta, Rajawali Pers,2016) hlm. 8

120 Ibid. 9 121

(5)

Secara terpisah dua orang budayawan Indonesia waktu itu dimohon pertimbangannnya, yaitu Mohammad Yamin dan Prijono, yang memberikan istilah pariwisata untuk menggantikan istilah tourism atau travel, yang konotasinya bias terkait dengan selera rasa pleasure, ex-citemen, entertainment, adventure dan sejenisnya.122

Bila dirangkai menjadi satu kata melahirkan istilah pariwisata, yang berarti: pergi secara lengkap meninggalkan rumah(kampong) berkeliling terus-menerus. Dalam operasionalnya istilah pariwisata sebagai penggganti istilah asing “tourism” atau “travel” diberi makna oleh Pemerintahan Indonesia: “Mereka yang meninggalkan rumah untuk mengadakan perjalanan tanpa mencari nafkah di tempat yang dikunjungi sambal menikmati kunjungan mereka”.

Istilah pariwisata terlahir dari Bahasa Sansekerta yang komponen-komponennya terdiri dari:

Pari - penuh, lengkap, berkeliling

Wis(man) - rumah, property, kampong, komunitas Ata - pergi terus-menerus, mengembara

123

Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia sendiri telah diatur mengenai pengertian dari pariwisata itu sendiri. Menurut Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1969 Tentang Pedoman Pembinaan Pengembangan Kepariwisataan Nasional, pengertian kepariwisataan adalah merupakan kegiatan jasa yang memanfaatkan kekayaan alam dan lingkungan

122

Nyoman S. Pendit, Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana (Jakarta, PT. Pradnya Paramita,2002). hlm. 1.

(6)

kehidupan yang khas, seperti hasil budaya, peninggalan sejarah, pemandangan alam yang indah dan iklim yang nyaman.124

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, pada pasal 1 angka 4 bahwa pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang ini”.125

Didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan pada Pasal 1 poin 3, memberikan pengertian bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.126 Pada umumnya antara pariwisata dan kepariwisataan dibedakan seperti pada undang-undang ini Pasal 1 poin 4 disebutkan bahwa pengertian kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha127

124

A..J. Muljadi,H. Andri Warman, Kepariwisataan dan Perjalanan ( Jakarta, Rajawali Pers,2016) hlm.9

125

Indonesia,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, Undang-Undang ini telah dicabut oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan , yang di cantumkan dalam pasal 68 .” Pada saat Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, Lembaran Negara Republik Indonesia no 11 Tahun 2009.

126

Indonesia, Undang undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan pada pasal 1 poin 3

127

Ibid. Pasal 1 poin 4

(7)

Menurut Worl Tourism Organization (WTO) mendefinisikan pariwisata sebagai berikut :128

Atau berbagai aktivitas yang dilakukan orang-orang yang megnadakan perjalanan untuk dan tinggal di luar kebiasaan lingkungannya dan tidak lebih dari satu tahun berturut-turut untuk kesenangan, bisnis, dan keperluan lain.

the activities of persons travelling to and staying in place outside their usual environment for not more tah one concecutive year for lisure, business and other purposes”

129

Jika memandang pariwisata sebagai ilmu, didefenisikan sebagai kegiatan (pikiran + perasaan) manusia mengenai berbagai hal atau sesuatu apa saja termasuk, pariwisata. Seperti halnya seni, agama, falsafah, teknologi, pariwisata menyangkut sejarah dan perkembangannya. .130

Jasa adalah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud dan menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa dan bisa juga tidak terikat pada suatu produk(pengadaan barng atau jasa).131

Penyediaan jasa pekerja/buruh adalah pengalihan suatu posisi kepada vendor outsourching, dimana vendor menempatkan karyawan untuk mengsi posisi tersebut.Vendor hanya bertanggung jawab kepada manajemen jeryawan tersebut

128

WTO atau dikenal juga dengan nama Organisasi Pariwisata Dunia adalah salah satu badan dari PBB yang menangani masalah kepariwisataan.

129

A.j. Muljadi, op. cit hlm 8-10. 130

Nyoman S Pendit, op.cit. hlm. 2 131

(8)

serta hal-hal yang bersifat non teknis lainnya, sedangkan hal-hal teknis menjadi tanggung jawab perusahaan selaku pengguna dari karyawan vendor.132

Usaha jasa pariwisata terdiri dari:

Untuk mengenai pengertian jasa pariwisata itu sendiri tidak ada dimuat secara langsung di peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Tetapi ada beberapa referensi yang dapat membukakan apa dan bagaimana jasa pariwisata tersebut.

Usaha Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata, menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut. Tetapi ada di bahas sedikit di dalam Undang-Undang RI No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dimuat pada Pasal 1 angka 7 , usaha pariwisata digolongkan ke dalam

“Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/ jasa bagi pemenuhun kebutuhan penyelenggaraan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata”.

133

a) Jasa biro perjalan wisata adalah kegiatan usaha yang bersifat komersial yang mengatur, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan bagi seseorang, atau sekelompok orang untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utama untuk berwisata.134

132

Ibid. hlm. 234 133

I Gusti Bagus Rai Utama, Pengantar IndustriPariwisata(Yogyakarta,Deepubish,2016) hlm.23.

134

Ibid. hlm. 24

(9)

kualitas yang memadai serta dimilikinya kantor tetap yang memenuhi syarat sesuai peraturan.135

b) Jasa agen perjalanan wisata adalah badan usaha yang menyelenggarakan usaha perjalanan yang bertindak sebagai perantara di dalam menjual dan mengurus jasa untuk melakukan perjalanan.136Agen perjalanan wisata diselenggarakan dalam bentuk badan usaha perseroan terbatas atau koperasi yang dipersyaratkan memiliki tenaga professional dalam jumla dan kualitas yang memadai, juga mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha.137

c) Usaha jasa pramuwisata adalah kegiatan usaha bersifat komersial yang mengatur, mengkordini dan menyediakan tenaga pramuwisata untuk memberikan pelayanan bagi seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan wisata.138 Usaha ini diselenggarakan oleh badan usaha perseroan terbatas atau koperasi.139

d) Usaha jasa konvensi, perjalanan insentif dan pemeran dan usaha dengan kegiatan pokok memberikan jasa pelayanan bagi satu pertemuan sekelompok (misalnya negarawan, usahawan, dan cendikiawan) untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama.140

135

A.J. Muljadi,H.Andri Warman, op. cit. hlm 60 136

I Gusti Bagus Rai Utama, loc. cit. 137

A.J. Muljadi,H.Andri Warman, op. cit. hlm. 61 138

I Gusti Bagus Rai Utama, loc. cit. 139

A.J. Muljadi,H.Andri Warman, loc. cit 140

I Gusti Bagus Rai Utama, loc. cit.

(10)

terbatas atau koperasi. Badan usaha jasa konvensi, harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya memiliki tenaga professional dalam jumlah dan kualitas yag memadai dan mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan pendukung usaha.141

e) Jasa impresariat adalah kegiatan pengurusan penyelenggaraan hiburan baik yang mendatangkan, mengirimkan maupun mengembalikannya serta menentukan tempat, waktu dan jenis hiburan.142usaha ini diselenggarakan oleh suatu badan usaha perseroan terbatas atau koperasi. Usaha jasa impersiriat bertanggung jawab atas keutuhan pertunjukan dan kepentingan artis, seniman dan/atau olahragawan yang melakukan pertunjukan hiburan yang diselenggarakan.143

f) Jasa konsultan pariwisata adalah jasa berupa saran dan nasehat yang diberikan untuk penyelesaian masalah-masalah yang timbul mulai dan penciptaan gagasan, pelaksanaan operasinya dan disusun secara sistematis berdasarkan disiplin ilmu yang diakui serta disampaikan secara lisan, tertulis maupun gambar oleh tenaga ahli professional.144

141

A.J. Muljadi,H.Andri Warman, op. cit. hlm. 62 142

I Gusti Bagus Rai Utama, op.cit. hlm 26 143

A.J. Muljadi,H.Andri Warman, op. cit. hlm.63 144

I Gusti Bagus Rai Utama, loc. cit

(11)

perencanaan, pengawasan, menejemen, dan penelitian di bidang pariwisata.145

g) Jasa informasi pariwisata adalah usaha penyediaan informasi, penyebaran dan pemanfaatan informasi kepariwisataan.146

B. Penggunaan Tenaga Kerja Asing Berdasarkan Perundang-Undangan di

Indonesia

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di dunia ini tidak mungkin suatu negara dan atau bangsa tanpa mengadakan kontak dengan bangsa dan negara lain yang ada di dunia.147 Bahkan dapat dikatakan suatu negara tidak mungkin dapat maju dan berkembang apabila mengisolasi diri di dalam kehidupannya, karena untuk mencapai sesuatu kemajuan dan kehidupan internasional, baik didalam kepentingan politik ekonomi, militer, kebudayaan maupun kepentingan lain yang diharapkan dapat membawa kemajuan kepada suatu bangsa.148

Pada dasarnya kesempatan kerja yang ada diutamakan untuk warga negaranya sendiri, tetapi hal ini tidaklah dimaksudkan untuk menutup sama sekali kehadiran tenaga kerja asing yang akan dipekerjakan di negaranya dalam rangka menunjang pembangunan negara nasional tersebut.149

145

A.J. Muljadi,H.Andri Warman, op. cit. hlm. 64 146

I Gusti Bagus Rai Utama,op. cit. hlm. 34

147

C. Sumarprihatiningrum, op.cit. hlm..1 148

ibid. 149

(12)

Berkaitan dengan hal tersebut tidak ada satu pun negara di dunia ini yang tidak menggunakan tenaga kerja asing di negara nya, apalagi dalam era globalisasi yang telah disepakati bersama seperti sekarang ini batas antar negara semakin tidak ada dalam arti bukan batas geografis tetapi batas komunikasi dan informasi.

Tukar menukar informasi dan pengalaman dalam rangka kerja sama yang diwujudkan dalam perjanjian bilateral baik antara pemerintah dengan pemerintah, pemerintah dengan swasta, atau antar swasta dengan swasta bahkan sering kesepakatan yang bersifat multilateral.150

Kondisi seperti inilah yang tidak mungkin suatu negara dapat menolak hadirnya orang asing atau tenaga kerja asing di negaranya.Dengan situasi yang demikian yang menjadi masalah adalah sebatas mana kehadiran dan keberadaan orang asing atau tenaga kerja asing di dalam susatu negara tidak menimbulkan dampak negatif, bahkan dapat diharapkan menjadi berdampak dan berguna bagi negara151

150

C. Sumarprihatiningrum, op.cit. hlm..1

151

Ibid.

(13)

negatif khususnya terhadap masalah keamaanan (security) dan berkurangnya kesempatan kerja bagi tenaga kerja Indonesia.152

Untuk melindungi tenaga kerja lokal, maka merupakan kewajiban bagi negara untuk membuat suatu peraturan dan atau ketentuan yang menyangkut kehadiran dan keberadaan orang asing atau tenaga kerja asing di negaranya153.Hal ini telah dilakukan pemerintah dengan diterbitkannya kebijakan /ketentuan yang mengatur bidang ketenagakerjaan dimana pada prinsipnya dalam penggunaan tenaga kerja harus diarahkan terhadap perlindungan tenaga kerja Indonesia.154 Salah satunya melalui peningkatan daya saing yang merupakan kata kunci dalam memenangkan persaingan dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga di dapatkan tenaga kerja yang berdaya saing tinggi dengan memiliki pengetahuan, kemampuan,keterampilan, dan keahlian sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, agar tenaga kerja Indonesia mampu bersaing baik di dalam maupun di luar negeri.155

Adapun pengaturan mengenai Tenaga Kerja Asing di Indonesia, antara lain:156

1. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP)

156

(14)

Berbeda dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan157

Pada prinsipnya, Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang adalah mewajibkan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia di bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia kecuali jika ada bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia belum atau tidak sepenuhnya diisi oleh tenaga kerja Indonesia, maka penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang diperbolehkan sampai batas waktu tertentu (Pasal 2). Ketentuan ini mengharapkan agar tenaga kerja Indonesia kelak mampu mengadop skill tenaga kerja asing yang bersangkutan dan melaksanakan sendiri tanpa harus melibatkan tenaga kerja asing.Dengan demikian penggunaan tenaga yang menggunakan istilah tenaga kerja asing terhadap warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Negara Kesatuan Republik Indoensia (NKRI), dalam Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP), menggunakan istilah tenaga warga negara asing pendatang, yaitu tenaga kerja warga negara asing yang memiliki visa tingal terbatas atau izin tinggal terbatas atau izin tetap untuk maksud bekerja (melakukan pekerjaan) dari dalam wilayah Republik Indonesia (Pasal 1 angka 1). Istilah TKWNAP ini dianggap kurang tepat, karena seorang tenaga kerja asing bukan saja datang (sebagai pendatang) dari luar wilayah Republik Idnonesia, akan tetapi ada kemungkinan seorang tenaga kerja asing lahir dan bertempat tinggal di Indonesia karena status keimigrasian orang tuanya (berdasarkan asas ius soli atau ius sanguinis).

157

(15)

kerja asing dilaksanakan secara slektif dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja Indonesia secara optimal.

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing Dalam perjalanannya, pengaturan mengenai penggunaan tenaga kerja asing tidak lagi diatur dalam undang-undang tersendiri, namun sudah merupakan bagian dari kompilasi dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru.

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, pengaturan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dimuat pada Bab VIII, Pasal 42 sampai dengan Pasal 49. Pengaturan tersebut dimulai dari kewajiban pemberi kerja yang menggunakan TKA untuk memperoleh izin tertulis; memiliki rencana penggunaan TKA yang memuat alasan, jenis jabatan dan jangka waktu penggunaan TKA; kewajiban penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA; hingga kewajiban memulangkan TKA ke negara asal setelah berakhirnya hubungan kerja.

(16)

tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Untuk memberikan kesempatan kerja yang lebih luas kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI), pemerintah membatasi penggunaan tenaga kerja asing dan melakukan pengawasan.Dalam rangka itu, Pemerintah mengeluarkan sejumlah perangkat hukum mulai dari perizinan, jaminan perlindungan kesehatan sampai pada pengawasan. Sejumlah peraturan yang diperintahkan oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan antara lain:

1) Keputusan Menteri tentang Jabatan Tertentu dan Waktu Tertentu (Pasal 42 ayat (5));

2) Keputusan Menteri tentang Tata Cata Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Pasal 43 ayat (4));

3) Keputusan Menteri tentang Jabatan dan Standar Kompetensi (Pasal 44 ayat (2));

4) Keputusan Menteri tentang Jabatan-jabatan Tertentu yang Dilarang di Jabat oleh Tenaga Kerja Asing (Pasal 46 ayat (2));

5) Keputusan Menteri tentang Jabatan-jabatan Tertentu di Lembaga Pendidikan yang Dibebaskan dari Pembayaran Kompensasi (Pasal 47 ayat (3)).

(17)

7) Keputusan Presiden tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping (Pasal 49).

Sejak Undang-Undang Ketenagakerjaan diundangkan pada tanggal 25 Maret 2003, telah dilahirkan beberapa peraturan pelaksana undang-undang tersebut, antara lain:

1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 223/MEN/2003 Tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi.

2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 67/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Program JAMSOSTEK bagi Tenaga Kerja Asing.

3) Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Adapun untuk kebutuhan tenaga kerja yang tidak dapat dipenuhi oleh tenaga kerja Indonesia, maka tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia sepanjang dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.

(18)

sebagai pegawai diplomatik dan konsuler. Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu bagi tenaga kerja asing ditetapkan dengan keputusan Menteri, yaitu Keputusan Menteri Nomor: KEP-173/MEN/2000 tentang Jangka Waktu Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.

Untuk setiap pengajuan/rencana penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia harus dibatasi baik dalam jumlah maupun bidang-bidang yang dapat diduduki oleh tenaga kerja asing. Hal ini bertujuan agar tenaga kerja Indonesia tetap memiliki peluang bekerja dan tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia tidak menjadi ancaman bagi tenaga kerja Indonesia, bahkan diharapkan juga dengan kehadiran tenaga kerja asing ini memacu tenaga kerja Indonesia agar lebih professional dan selalu menambah kemampuan dirinya untuk menghadapi tenaga kerja asing dan tenaga kerja Indonesia itu sendiri.

(19)

Adapun untuk pemakaian tenaga kerja asing itu sendiri membawa devisa bagi negara penerima tenaga kerja asing tersebut melalui kompensasi atas tenaga kerja asing yang dikerjakan tetapi dikecualikan pada pemberi kerja tenaga kerja asing merupakan instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan. Besarnya dana kompensasi untuk tenaga kerja Indonesia di luar negeri sebesar US$15, sedangkan kompensasi untuk tenaga kerja asing di Indonesia sebesar US$100. Dalam rangka pelaksanaan Transfer of Knowledge dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia, kepada pemberi kerja diwajibkan untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja pendamping (Pasal 49 UUK).Mengenai hal ini diatur dengan Keputusan Presiden yang sampai saat ini belum ditetapkan.

3. Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing

(20)

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.21/MEN/III/2004 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Sebagai Pemandu Nyanyi/Karaoke; Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.07/MEN/III/2006 tentang Penyederhanaan Prosedur Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.15/MEN/IV/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.07/MEN/III/2006 tentang Penyederhanaan Prosedur Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.34/MEN/III/2006 tentang Ketentuan Pemberian Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) Kepada Pengusaha Yang Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Pada Jabatan Direksi atau Komisaris; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (Pasal 44).

Peraturan-peraturan sebagai landasan hukum penggunaan TKA, antara lain dimuat dalam:158

1. Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya menyangkut BAB VIII tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing;

2. Undang-Undang No. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);

3. Peraturan Pemerintah No.92 Tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

158

(21)

4. Keputusan Presiden No. 75. Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang;

5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 223/Men/2003 tentang Jabatan-Jabatan di Lembaga Pendidikan yang dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi;

6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 228/Men/2003 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA);

7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 20/ Men/III/2004 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing; 8. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 07/Men/III/2006

juncto No.15/Men/2006 tentang Penyederhanaan Prosedur Penerbitan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing;

9. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 21/Men/IV/2004 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing sebagai Pemandu Nyanyi;

10.Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.. 02/Men/XII/2004 tentang Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Asing.

C. Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Bidang Jasa Pariwisata di

Indonesia

(22)

ekonomi, pariwisata adalah sebuah industri yang mencakup lapangan usaha bisnis sangat luas dan mempunyau sifat rumit berganda.Sudah dapat diramalkan, bahwa dengan pertumbuhan kemakmuran dewasa ini pariwisata kini mantap pada arahnya untuk menjadi industri terbesar dunia.159

Di tahun-tahun mendatang, pariwisata betul-betul akan mempunyai impek sarat terhadap neraca perdagangan, lingkungan hidup, politik, sosial dan budaya suatu negara manapun di seluruh dunia.160

Pada umumnya, gambaran paling sederhana bagi orang awam industri pariwisata ini terdiri dari perusahaan-perusahaan perhotelan dan pengangkutan.Di banyak negara yang telah maju industri pariwisatanya, kedua perusahaan ini mengerahkan beratus-ratus pekerja dengan biaya berjuta-juta dolar serta pendapatan yang tidak sedikit jumlah nya tiap bulan dan tiap tahunnya.Ini adalah pandangan orang awam yang tidak banyak mengenal dunia kepariwisataan.161

a) Perusahaan-perusahaan perjalanan seperti perusahaan-perusahaan udara kapal pesiar, bus, dan perusahaan sewa bus

Banyak segmen industri utama yang tergabung dalam perjalanan dan pariwisata yang membuka kesempatan kerja yaitu:

b) Atraksi-atraksi seperi kebunraya dan kebun/tanaman

c) Fasilitas-fasilitas seperti hotel-hotel dan perusahaan makanan dan minuman

159

Nyoman Pendit, ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdanan, (Jakarta,Pradnya Paramita). hlm 75

160 Ibid. 161

(23)

d) Pemasaran tujuan seperti pusat konvensi, kamar dagang, asosiasi lapangan dan negara bagian

e) Pameran saluran seperti grosir pariwisata dana gen agen perjalanan eceran

f) Yang lainnya bidang-bidang yang berafiliasi seperti kepariwisataan dan jurnalisme perjalanan.162

Berbicara tentang industri pariwisata di Indonesia, perlu disinggung potensi daerah wilayah Tanah Air ditinjau dari segi dunia pariwisata sendiri, dimana menurut Panitia Nasional Penelitian Laut, wilayah Indonesia terdiri dari 13.677 buah pulau, dan 6,004 pulau diantaranya dihuni oleh manusia. Sesungguhnya alam Indonesia ini penuh dengan aneka ragam pemandangan indah menakjubkan serta keadaan aneh dan ajaib menyediakan objek-objek pariwisata luas dan menarik bagi wisatawan yang ingin menikmatinya.163

Sektor pariwisata menyumbang 9,5% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada tahun 2014. Selain itu, jumlah wisatawan asing yang masuk ke Indonesia terus meningkat dari 8,8 juta wisatawan pada tahun 2013 menjadi 9,4 juta pada tahun 2014, sehingga tidak mengherankan jika pariwisata menjadi sektor yang diunggulkan. 164

162

Happy marpaung, op.cit. hlm 8 163

Nyoman Pendit,op.cit. hlm.66. 164

(24)

Dari keadaan pariwisata Indonesia tersebut telah terbukti tangguh dan memberikan dampak positif dalam hal menghasilkan devisa, menciptakan lapangan kerja dan pendapatan, dan merangsang konsumsi domestik.165

(1) Pengusaha pariwisata dapat mempekerjakan tenaga kerja ahli warga negara asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun landasan peraturan perundang-undangan mengenai penggunaan tenaga kerja asing Jasa pariwisata itu sendiri terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, yaitu pasal 56 yang mengatur:

(2) Tenaga kerja ahli warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari organisasi asosiasi pekerja profesional kepariwisataan.

Adapun untuk jumlah dari Tenaga Kerja Asing jasa pariwisata sendiri tidak ada jumlah pasti berapa jumlah tenaga kerja asing yang bekerja khusus nya di bidang jasa pariwisata di Indonesia.Dibawah ini penulis mengutip beberapa berita tentang penggunaan tenaga kerja asing dalam bidang jasa pariwisata di Indonesia.

Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata (Kemenpar) I Gede Pitana mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan sedikitnya 2,5 juta orang untuk bekerja di industri pariwisata dalam

165

(25)

lima tahun mendatang.166 Kemudian, Wakil Ketua DPP GIPI (Gabungan Industri Pariwisata Indonesia) yang juga Wakil Ketua PHRI Budi Tirtawisata, memperkirakan saat ini pekerja asing yang bekerja di sektor pariwisata (hotel dan restaurant) kurang lebih hanya 5% dari total keseluruhan, dan yang berasal dari Tiongkok jauh di bawah 1% saja.167

Ancaman terkait keberadaan orang asing yang semakin banyak terhadap eksistensi bangsa perlu diperhitungkan, khususnya yang bisa melanda sektor pariwisata di Bali.Karena desas-desusnya saat ini sejumlah hotel berbintang baik di daerah Nusa Dua, Kuta dan Sanur sudah mulai menerima dan mempekerjakan tenaga kerja impor khususnya dari Tiongkok.168

D.Aspek Pengawasan terhadap Tenaga Kerja Asing di Bidang Jasa

Pariwisata di Indonesia

Pengawasan merupakan suatu alat di dalam bersikap yang positif, artinya bukan kesalahan yang dicari, melainkan maksud pengawasan yang sesungguhnya ialah menjaga agar apa yang telah direncarakan berjalan dengan baik, tegasnya

166

Ardita Mustafa, “Industri Pariwisata Indonesia Butuh 25 juta Tenaga Kerja”,

167

Budi Tirtawisata, “Tenaga Asing di Pariwisata Kurang dari 5% , yang Asal Tiongkok Kurang dari 1 %

7:15.

168

(26)

diusahakan jangan sampai terjadi kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan di dalam pelaksanaan rencana tersebut.169

Untuk penggunaan tenaga kerja asing bidang jasa pariwisata sendiri telah dimuat di dalam peraturan pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah Republik

Adapun yang mengawasi tenaga kerja asing jasa pariwisata adalah dilakukan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Wajib Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata pasal 5 ayat 1, yang bunyinya adalah sebagai berikut (1) Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan pengawasan dalam pelaksanaan pemberlakuan wajib Sertifikasi Kompetensi Bidang Pariwisata.

Dalam hal tata acara pengawasan juga telah diatur di dalam Peraturan Menteri Pariwisata ini, yaitu di atur di dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) yang bunyinya demikian

(2) Pengawasan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui monitoring dan evaluasi pelaksanaan pemberlakuan wajib Sertifikasi Kompetensi Bidang Pariwisata.

(3) Pengawasan oleh Gubernur, Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui evaluasi laporan pelaksanaan pemberlakuan wajib Sertifikasi Kompetensi Bidang Pariwisata.

169

(27)

Indonesia Nomor 52 Tahun 2012 Tentang Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata

Pasal 12

Pengusaha Pariwisata wajib mempekerjakan Tenaga Kerja yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi di Bidang Pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk tenaga kerja asing

Sesuai dengan MRA yang disepakati maka untuk mempekerjakan tenaga kerja asing bidang jasa pariwisata juga harus memenuhi syarat yaitu harus memiliki sertifikasi kompetensi yang mana di atur di dalam Peraturan Menteri yaitu Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Wajib Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata:

Pasal 1

Setiap tenaga kerja di bidang pariwisata yang bekerja di Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk tenaga kerja asing, wajib memiliki Sertifikat Kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(28)

mempersempit peluang tenaga kerja Indonesia atau pun tenaga kerja asing yang telah memenuhi kompetensi di bidangnya.

(29)

BAB IV

AKIBAT HUKUM BERLAKUNYA MEA TERHADAP

TENAGA KERJA ASING BIDANG JASA PARIWISATA

A. Kerangka Hukum Perdagangan Jasa dalam Kerangka MEA

Indonesia memasuki era MEA pada 2015 yang memungkinkan arus barang, jasa, dan modal antar negara ASEAN tidak lagi mengalami hambatan. Tujuannya adalah meliberalisasikan arus barang, jasa, tenaga kerja, investasi dan modal untuk meningkatkan kemakmuran dan daya saing kawasan, untuk arus barang dilakukan dengan pengurangan dan penghapusan hambatan tarif atau bea masuk. Sedangkan untuk arus modal dilakukan dengan deregulasi persetujuan penanaman modal. Untuk arus liberalisasi arus tenaga kerja, secara spesifik akan ada perjanjian arus bebas tenaga kerja terampil seperti perawat, akutansi, jasa arsitek, dokter, dan jasa pariwisata.170

Ketujuh sektor barang industri terdiri atas produk industri terdiri dari produk berbasis pertanian, elekronik, perikanan, produk berbasis karet,tekstil, otomotif, dan produk berbasis kayu. Sedangkan kelima sektor jasa tersebut adalah transportasi udara, e-ASEAN, pelayanan kesehatan, tourism, dan jasa logistik.171

171

(30)

Arus bebas jasa merupakan salah satu elemen penting dalam pembentukan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi.Liberalisasi jasa bertujuan untuk menghilangkan hambatan penyediaan jasa diantara negara-negara ASEAN yang dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam ASEAN Framework Argreement on Service (AFAS).172

AFAS merupakan persetuan diantara Negara-Negara ASEAN di bidang jasa yang bertujuan untuk 173

1. Meningkatkan kerjasama diantara negar anggota di bidang jasa dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, diverifikasi kapasitas produksu dan pasokan serta distribusi jasa dari para pemasok jasa masing-masing Negara anggota baik di dalam ASEAN maupun di luar ASEAN;

:

2. Menghapuskan secara signifikan hambatan-hambatan perdagangan jasa diantara Negara Anggota;dan

3. Meliberalisasikan perdagangan jasa dengan memperdalam tingkat dan cakupan liberalisasi jasa dalam GATS dalam mewujudkan perdagangan bebas di jasa.

Sejak disepakatinya AFAS pada tahun 1995, liberalisasi jasa dilakukan melalusi negosiasi ditingkat Coordinating Committee in Services (CCS) dalam bentuk paket-paket komitmen. AFAS akan diselesaikan melalui pemenuhan 10 paket komitmen bidang jasa. Hingga saat ini ASEAN telah menyelesaikan 9 paket

172

Departemen Perdagangan Republik Indonesia, op.cit. hlm. 30. 173

(31)

komitmen bidang jasa, dan akan menyelesaikan komitmen paket terakhir yaitu AFAS Paket 10 di tahun 2017.174

Liberalisasi jasa dilakukan dengan pengurangan atau penghapusan hambatan dalam 4 (empat) modes of supply, baik untuk Horizontal Commitment maupun National Treatment sebagai berikut:175

1. Mode 1(cross-boder supply): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar negeri kepada pengguna jasa dalam negeri;

2. Mode 2 (consumption abroad): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar negeri kepada konsumen domestic yang sedang berada di negara penyedia jasa;

3. Mode 3 (commercial presence): jasa yang diberikan oleh penyedia jasa luar negeri kepada konsumen di negara konsumen;

4. Mode 4 (movement of individual service providers): tenaga kerja asing yang menyediaan keahlian tertentu dan datang ke negara konsumen.

Dalam cetak biru MEA 2015 liberalisasi sektor jasa bertujuan menghilangkan hambatan penyediaan jasa oleh pemasok atau pun pendirian perusahaan jasa baru lintas negara di kawasan ASEAN.Liberalisasi tersebut dilakukan melalui mekanisme perundingan AFAS. Dalam proses tersebut juga diterapkan larangan untuk menarik kembali komitmen yang telah diberikan dan

174

Direjen Perundingan Perdagangan Internasional, “ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS)”,

175

(32)

penerapan pre-agreedflexibility oleh semua negara anggota. Untuk memfasilitasi aliran bebas jasa kawasan pada 2015, ASEAN juga melakukan perundingan mengenai pengakuan kualifikasi professional dalam rangka memfasilitasi pergerakan tenaga kerja terampil di kawasan.176 AFAS yang mencakup 8 (delapan) sektor, yaitu: Jasa Angkutan Udara dan Laut, Jasa Bisnis, Jasa Konstruksi, Jasa Telekomunikasi, Jasa Pariwisata, Jasa Keuangan, Jasa Kesehatan dan Jasa Logistik.177

Secara umum, tindakan-tindakan yang harus dilakukan dalam rangka liberalisasi bidang jasa antara lain: 178

1. Menghilangkan secara nyata hambatan perdagangan jasa untuk 4 sektor jasa prioritas yaitu transportasi udara, e-ASEAN, kesehatan dan pariwisata pada tahun 2010, dan pada tahun 2013 untuk prioritas sektor jasa yang kelima yaitu jasa logistik, dan tahun 2015 untuk seluruh sektor jasa lainya; 2. Melaksanakan liberalisasi setiap putaran perundingan (1 kali dalam 2

tahun) yaitu 2008, 2010, 2012, 2014 dan 2015;

3. Menjadwalkan jumlah minimum sub-sektor baru yang akan diliberalisasikan untuk setiap putaran perundingan sebagai berikut:

a. Pada tahun 2008 :10 sub-sektor baru tambahan ke subsektor lainnya yang sudah disepakati pada tahun sebelumnya;

176

Sjamsul Arifin, Rizal A. Djaafara, op.cit. hlm.125. 177 Alek Karci Kurniawan, Mendayung Biduk di MEA,

diakses pada 7 Agustus 2017 pukul 11:30.

178

(33)

b. Pada tahun 2010: 15 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya yang sudah disepakati pada tahun 2008;

c. Pada tahun 2012: 20 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya yang sudah disepakati pada tahun 2010;

d. Pada tahun 2014: 20 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya yang sudah desepakati pada tahun 2012;

e. Pada tahun 2015: 7 sub-sektor baru tambahan ke sub-sektor lainnya yang sudah disepakati pada tahun 2014.

4. Menjadwalkan paket-paket komitmen dengan parameter-parameter sebagai berikut:

a. Untuk mode 1 dan 2 (perdagangan antara batas dan konsumsi diluar negeri) tidak ada pembatasan, kecuali jika ada alasan-alasan yang dapat diterima (seperti keselamatan public) seluruh negara anggota secara kasus per kasus dan sesuai dengan perjanjian.

b. Mengijinkan partisipasi modal asing (FEP) dalam hal ini ASEAN, dengan batasan sebagai berikut:

i. Tidak kurang dari 51% tahun 2008 (AFAS paket 7), dan 70% tahun 2010 (AFAS paket 8) untuk 4 sektor jasa prioritas;

(34)

iii. Tidak kurang 49% tahun 208 (AFAS paket 7), 51% tahun 2010 (AFAS paket 8), dan 70% tahun 2015 untuk sektor jasa lainnya.

c. Secara progresif menghilangkan pembatasan pada akses pasar untuk mode 3 (kehadiran komersial) pada tahun 2015;

d. Menyepakati dan mengimplementasikan beberapa nota saling pengakuan (Mutual Recognition Arregement) yaitu MRA untuk jasa Arsitektur, jasa akutansi,kualifikasi Survei, Praktisi Medis pada tahun 2008, dan praktisi Gigi pada tahun 2009.

Pada setiap tahap pelaksanaan liberalisasi akan dilakukan pembukaan akses pasar secar bertahap melalui pelinggaran ketentuan kepemilika saham, hal ini dilakukan dengan memperbolehkan kepemilikan saham asing pada empat sektor prioritas sampai dengan 51 persen pada 2008, kemudian ditingkatkan sampai dengan 70 persen pada 2010. Untuk sektor jasa lainnya, kepemilikan asing diperbolehkan sampai dengan 49 persen pada 2009, kemudian ditingkatkan menjadi 51 persen pada 2011 dan pada 2015 diperbolehkan sampai dengan 70 persen. Untuk cross border supply (mode1), dan consumption abroad (mode 2) dilakukan liberalisasi secara progresif dengan penghapusan hambatan pada kedua mode tersebut antara 2008-2015, kecuali hambatan yang terkait dengan kepentingan dan keamanan nasional.179

Adapun untuk fasilitas liberalisasi jasa dilakukan dalam tiga langah berikut : Pertama melakukan inventarissi hambatan perdagangan jasa pada Agustus 2008.

179

(35)

Kemudian sampai dengan 2009 membuat parameter liberalisasi untuk mode 4, batasan-batasan horizontal commitments dan national treatment pada setiap putaran perundingan.Selanjutnya mulai 2010 sampai 2015 melakukan perundingan berdasarkan parameter yang telah dibuat sebelumnya.180

B. Kebebasan Aliran Tenaga Kerja (Free Personal Movement) dalam Kerangka MEA

Pembahasan tenaga kerja dalam AEC Blueprint tersebut dibatasi pada pengaturan khusus tenaga kerja terampil (skilled Labour) dan tidak terdapat pembahasan mengenai tenaga kerja tidak terampil (unskilled labour) walupun defenisi sklilled labour dapat di artikan sebagai pekerja yang mempunyai keterampilan atau keahlian khusus, pengetahuan, atau kemampuan di bidangnya, yang bisa berasal dari lulusan perguruan tinggi, akademisi atau sekolah teknik atau pun dari pengalaman kerja.181

Dalam Blueprint MEA 2015 skilled labor didefinisikan sebagai berikut: .

182

1. Pekerja yang mempunyai keterampilan khusus, pengetahuan, atau kemampuan dibidang pekerjaannya,

180

Ibid. hlm. 127. 181

Departemen Perdagangan Republik Indonesia, op. cit. hlm 40 182

Wijoyo Santoso Wijoyo Santoso, et.al., Intergritas Ekonomi ASEAN dan Prospek Perekonomian Nasional (Jakarta: Outlook Ekonomi Indonesia, 2008), hlm.22

(36)

2. Lulusan universitas, akademi, sekolah teknik, atau keahlian yang diperoleh melalui pekerjaan sehari-hari.

Langkah-langkah terkait dengan mobilitas faktor produksi tenaga kerja dalam blueprint MEA 2015 secara garis besar adalah sebagai berikut :39

1. Pengaturan mobilitas atau fasilitas masuk bagi tenaga kerja sesuai dengan peraturan yang biasa digunakan oleh negara penerima. ASEAN akan memfasilitasi penerbitan visa dan kartu pekerja bagi tenaga professional ASEAN dan tenaga kerja terampil.

2. Untuk memudahkan arus bebas jasa-jasa pada 2015, ASEAN melakukan upaya harmonisasi dan standardisasi melalui:

a. Kerjasama diantara anggota ASEAN University Network (AUN) untuk meningkatkan mobilitas pelajar dan staf jajarannya.

b. Penyusunan indeks core competencies (sesuai dengan keahlian dankualifikasi) untuk pekerjaan dan trainer skill di sektor jasa prioritas (2009) dan sektor jasa lainnya (2010-2015)

c. Memperkuat riset dalam rangka meningkatkan keterampilan, penempatan kerja, dan pengembangan jejaring informasi pasar tenaga kerja.

(37)

salah satu upaya untuk mendukung hal tersebut adalah dengan disusunnya Mutual Recognation Arregement (MRA)183

MRA dapat diartikan sebagai kesepakatan yang diakui bersama oleh seluruh negara ASEAN untuk saling mengakui atau menerima beberapa atau semua aspeh hasil tes berupa sertifikat.Adapun tujuan dari pembentukan MRA ini adalah untuk menciptakan prosedur dan mekanisme akreditasi untuk mendapatkan kesamaan/kesetaraan serta mengakui perbedaan antar negara untuk pendidikan, pelatihan, pengalaman dan persyaratan lisensi untuk para professional yang berpraktek.

.

184

Standar kompetensi tenaga kerja di ASEAN telah disepakati dengan diberlakukannya Mutual Recognation Arragement (MRA).Penyusunan MRA untuk tenaga kerja professional (termasuk dalam daftar sektor yang diprioritaskan) ditargetkan selesai pada tahun 2008.185

Terdapat beberapa MRA yang telah disepakati oleh ASEAN yaitu MRA untuk jasa-jasa engineering, nursing, architectural, surveying, qualification, tenaga medis (dokter umum dan dokter gigi), jasa-jasa akutansi dimana semua MRA ini ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi ASEAN (untuk Indonesia, Menteri Perdagangan) pada waktu yang berbeda-beda yaitu: 186

1. ASEAN MRA on engineering Services, tanggal 9 Desember 2005 di Kuala Lumpur;

183

Departemen Perdagangan Republik Indonesia, op.cit. hlm 40 184

Ibid. 185

Wijoyo Santoso , et. al., Op. Cit. hlm. 22

186

(38)

2. ASEAN MRA on Nursing Services, tanggal 8 Desember 2006 di Cebu, Filiphina;

3. ASEAN MRA on Architectural Services, 19 November 2007 di Singapura;

4. ASEAN Framework Arregement for the Mutual Recognition of Surveying Qualification, tanggal 19 November 2007 di Singapura, ASEAN MRA on Medical Practitioners, tanggal 26 februari 2009 di Cha-am, Thailand; 5. ASEAN MRA on Dental Practitioners, tanggal 26 Februari 2009 di

Cha-am, Thailand;

6. ASEAN MRA Framework on Accountancy Services, tanggal 26 februari 2009 di Cha-am, Thaliand;

7. ASEAN Sektoral MRA for Good Manufacturing Practice (GMP) inspection of manufacturres of medicinal Product, tanggal 10 April 2009 di Pattaya, Thailand.

8. ASEAN Tourism Profesional, Jakarta yang disepakati pada 8 Agustus tahun 2012.

C. Mutual Recognation Arrangement (MRA) dalam Tenaga Kerja Terdidik

Bidang Jasa Pariwisata

(39)

sekaligus merupakan grand launching dari implementasi MRA Work Plan 2015-2016 untuk profesional di bidang pariwisata.187

Dengan diberlakukan MEA, pariwisata tidak hanya dihadapkan pada kesempatan besar tapi juga tantangan berat berupa persaingan ketat, termasuk dalam mencetak kualitas sumber daya manusia (SDM) pariwisata.Untuk itu dilakukan Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi Pariwisata Berstandar Internasional dan program akselerasi untuk mempercepat jumlah tenaga kerja pariwisata mendapatkan sertifikasi kompetensi.

Konferensi internasional akan memperkenalkan konsep MRA-TP dan sekretariat regional ASEAN kepada para stakeholder utama seperti Institusi Pelatihan dan Pendidikan Pariwisata, industri, sektor industri resmi lainnya yang ingin mengimplementasikan rencana MRA, negara lain di luar ASEAN serta organisasi-organisasi internasional.

188

2005 : Program Kerjasama Pembangunan Australia dimulai

Untuk pembentukan kerjasama dibidang pariwisata sendiri membutuhkan waktu yang cukup lama.Adapun tahapan Perkembangan penyusunan MRA - TP dari tahun 2005 sampai 2015

1999 : Pembentukan ATFTMD (ASEAN Task Force on Tourism Manpower Development)

187

Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, “Siaran Pers Konferensi Internasional ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Tourism Professional (MRA-TP) Bentuk Dukungan

Indonesia Hadapi MEA 2016”

pada 25 Juli 2017 pukul 15.35 WIB. 188

(40)

2007 : Mengembangkan Pariwisata Kurikulum utama ASEAN

Mengembangkan Standar Kompetensi umum ASEAN untuk Profesional Pariwisata

2010 : Pengembangan ATPRS (ASEAN Tourism Professional Regristration System) & ATQEM (ASEAN Tourism Qualification Equivalency Matrix); Pembentukan ATPMC (ASEAN Tourism Professional Monitoring Commitee) 2012 : Mengembangkan toolbox untuk Divisi Housekeeping

2013 : Pelatihan Program Trainer terus

2014 : Soft Launching pelaksanaan Implementation of MRA - TP

2015 : Peluncuran MRA on Profesional Pariwisata189

MRA adalah kesepakatan yang diakui bersama oleh seluruh negara ASEAN untuk saling mengakui atau menerima beberapa atau semua aspek hasil penilaian seperti hasil tes atau berupa sertifikat.190

189 Ibid. 190

Sjamsul Arifin, Rizal A. Djaafara, op.cit. hlm 252.

(41)

yang dikeluarkan oleh Tourism Professional Certification Board (TPCB) di negara ASEAN. 191

Bentuk MRA bidang Pariwisata yaitu adanya saling pengakuan standar kompetensi ASEAN Common Competence Standards for Tourism Profesional

(ACCSTP),kurikulumbersamayangwajibditerapkandalamCommon ASEAN Tourism Curriculum(CATC)dankualifikasibersama ASEAN Qualification

Regional Framework(AQRF)(GIZ,2014). ACCSTP, CATC, AQRF dibentukberdasarkankompetensidantidakmutlakdaripendidikandariseseorang.Sehi nggatenagakerjapariwisataIndonesiayangSMAkebawahmemilikipeluanguntukbek erjadinegara-negaraASEAN,tentunyaharusmemilikisertifikatkompetensi.192

Penerapanpadalembagapendidikandanpelatihanmemilikitantangandalamha lharmonisasiKKNIterhadapCATCbaikdalampengembanganskemasertifikasiKKNI maupundalampaketpembelajarandalampendidikanmaupunpelatihan.Orientasidanp elatihanbagilembagapendidikandanpelatihanuntukmemahamibagaimanakualifikas iyangterstrukturdandilaksanakan,terutamabagipenggunayangtidakterbiasadenganp elatihanberbasiskompetensi,

ACCSTPdankualifikasidibawahCATC.Pemerintahharusmempertimbangkanbagai manamempromosikan,menginformasikan,danmemberikanpelatihandanorientasike padalembagapendidikandanlembagapelatihan.193

191

Azhar Amir, “ProsidingSeminarNasionalFakultasIlmuSosialdan

IlmuPolitik,UniversitasTerbuka IlmuPolitik,UniversitasTerbuka UTCC”,26Agustus2015, diakses pada 4 Agustus 2017. Hlm.116.

192

Ibid. hlm. 117 193

(42)

D. Akibat Hukum MEA terhadap Tenaga Kerja Asing Bidang Jasa Pariwisata.

Perkembangan liberalisasi perdagangan jasa di ASEAN dapat dilihat dari komitmen anggota ASEAN untuk membuka sektor dan sub sektor jasa dengan menghilangkan hambatan akses pasar dan menerapkan perlakukan nasional.194 World tourism Organization (WTO) dalam WTO-Tourism 2020 Vision memperkirakan jumlah kunjungan wisatawan dunia akan terus meningkat sampai dengan 1,6 miliar wisatawan pada 2020. Dari jumlah tersebut diperkirakan 1,2 miliar wisatawan merupakan wisatawan intra-kawasan di berbagai belahan dunia 378 juta wisatawan yang akan melakukan kunjungan wisata diluar kawasan. Kawasan Asia Timur dan Pasifik diperkirakan dikunjungi sekitar 397 juta wisatwan, tapi masih berada dibawah kawasan Eropa yang diperkirakan mencapai 717 juta pengunjung195. Sebagai bagian dari wilayah Asia Pasifik ASEAN berpeluang menangkap sebagian kunjungan wisatawan yang terus meningkatkan di masa depan sepert di ramalkan WTO.196

194

Sjamsul Arifin, Rizal A. Djaafara, op.cit. hlm.130.

195

Ibid. hlm. 139

196 Ibid.

(43)

Dalam cetak biru MEA 2015, secara umum disebutkan bahwa pengaturan mobilitas tenaga kerja atau fasilitas masuk bagi pergerakan tenaga kerja untuk mendukung kelancaran perdagangan barang, jasa, dan investasi dilakukan sesuai dengan peraturan yang biasa digunakan oleh negara penerima. ASEAN dalam hal ini, akan melakukan fasilitas bagi penerbitan visa dan employment pass dan tersebar di berbagai wilayah negara lain sesuai dengan keterampilan yang dimiliki.197

Kebebasan dalam bidang tenaga kerja jasa pariwisata akan membuka peluang kerja yang sangat luas di bidang jasa pariwisata terkhususnya di Indonesia.198 Demikian pula setiap tenaga kerja asing jasa pariwisata yang ada di Indonesia akan terikat dan harus patuh terhadap aturan hukum yang ada di Indonesia dan tentunya memenuhi persyaratan yang tercantum dalam MRA bidang jasa pariwisata.199

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa negara-negara anggota ASEAN telah menyepakati untuk pembebasan tenaga terampil bidang jasa pariwisata denganMutual Recognation Arragement Tourism. Dengan adanya kesepakatan ini maka tenaga kerja bidang jasa pariwisata dapat bekerja bebas di ASEAN tanpa adanya hambatan dari negara negara anggota ASEAN.Berlakunya MRA bidang jasa

197

Ibid. hlm. 245.

198 Atep Abdurofiq, “Menakar Pengaruh Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Terhadap

Pembangunan Indonesia”,

199

Ady, “Hadapi MEA Perlindungan Buruh Perlu di Perhatikan”,

(44)
(45)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Indonesia telah meratifikasi piagam ASEAN dengan ini konsekuensi yuridis berlakunya kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN bagi Indonesia bahwa setiap warga negara baik itu warga negara asing maupun warga negara Indonesia yang sedang bekerja maupun yang akan bekerja di Indonesia harus mematuhi piagam ASEAN yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia tersebut. Dan dengan dirafikasinya piagam ASEAN tersebut maka Indonesia harus tunduk pada piagam tersebut secara hukum dan memperhatikan piagam ASEAN tersebut ketika akan mengeluarkan produk hukum agar tidak bertentangan dengan kesepakatan tersebut.

(46)

Pemberlakuan Wajib Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata telah mengatur tentang siapa-siapa saja yang dapat masuk dan bekerja di Indonesia sebagai tenaga kerja asing jasa pariwisata dan telah jelas pula memuat tentang syarat dan ketentuan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia.

3. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa negara-negara anggota ASEAN telah menyepakati untuk pembebasan tenaga terampil bidang jasa pariwisata dengan Mutual Recognation Arragement Tourism. Dengan adanya kesepakatan ini maka tenaga kerja bidang jasa pariwisata dapat bekerja bebas di ASEAN tanpa adanya hambatan dari negara negara anggota ASEAN. Berlakunya MRA bidang jasa pariwisata juga menjadi patokan di dalam mempergunakan tenaga kerja bidang jasa pariwisata di ASEAN.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

(47)

2. Diharapkan dengan adanya aturan-aturan yang telah dikeluarkan pemerintahan Indonesia dapat mengakomodir tentang penggunaan tenaga kerja asing. Dengan adanya peraturan-peraturan tersebut juga diharapkan di Indonesia tidak banyak tenaga kerja asing bidang jasa pariwisata yang illegal dan tidak sesuai dengan standar kompetensi yang telah disepakati bersama.

Referensi

Dokumen terkait

PEARLS dapat digunakan untuk membandingkan satu koperasi kredit dengan koperasi kredit lainnya, karena adanya penilaian standar yang obyektif dalam menilai suatu laporan

Dari hasil uji chi square menunjukkan nilai signifikansi 0.305 >0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan untuk pernah/tidak pernah melakukan perawatan tali

Dalam bab ini membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan yaitu; Gambaran Umum sengketa/ invasi Amerika Serikat ke Irak, alasan Amerika Serikat dalam melakukan invasinya

Kepala KPPN pada hari kerja berikutnya setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b, mengajukan klaim pencairan jaminan bank untuk untung Kas Negara sebesar

Untuk mengukur tingkat akurasi dan error dari pemetaan beban trafo distribusi dengan menggunakan Self Organizing Map dilakukan dengan cara membandingkan hasil clustering masing-

Penyimpanan pakan yang baik adalah penyimpanan yang sesuai dengan standard GMP (good manufacturing product) yang bertujuan untuk memperkecil tingkat kerusakan

Palembang dibangunlah tiga local belajar diatas tanah milik Persyarikatan Muhammadiyah. SMA Muhammadiyah I Palembang dari tahun 1971 telah melaksanakan ujian sendiri