• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Halusinasi 1. Pengertian

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; halusinasi merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, penciuman, perabaan atau penghidungan. Klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2010).

Berdasarkan Depkes (2000 dalam Dermawan & Rusdi, 2013) halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi pada saat kesadaran individu penuh atau baik.

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata (Farida, 2010).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud halusinasi adalah persepsi salah satu gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan persepsi sensori seseorang yang hanya mengalami rangsang internal (pikiran) tanpa disertai adanya rangsang eksternal (dunia luar) yang sesuai.

2. Jenis – jenis halusinasi

Menurut Farida ( 2010 ) halusinasi terdiri dari tujuh jenis: a. Halusinasi Pendengaran

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas

(2)

berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.

b. Halusinasi Penglihatan

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa yang menyenangkan atau menakutkan.

c. Halusinasi Penghidu atau Penciuman

Membau bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses, parfum atau bau yang lain. Ini sering terjadi pada seseorang pasca serangan stroke, kejang atau dimensia.

d. Halusinasi Pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. e. Halusinasi Perabaan

Merasa mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

f. Halusinasi Cenesthetik

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.

g. Halusinasi Kinestetika

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak. 3. Tahapan halusinasi

Tahapan halusinasi menurut Depkes RI (2000 dalam Dermawan & Rusdi, 2013) sebagai berikut :

a. Tahap I (comforting):

Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik :

(3)

2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas.

3) Pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran. Perilaku klien :

1) Tersenyum atau tertawa sendiri. 2) Menggerakkan bibir tanpa suara. 3) Pergerakan mata yang cepat. 4) Respon verbal yang lambat. 5) Diam dan berkonsentrasi. b. Tahap II (Condeming):

Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipasti dengan karakteristik :

1) Pengalaman sensori menakutkan.

2) Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut. 3) Mulai merasa kehilangan kontrol.

4) Menarik diri dari orang lain. Perilaku klien :

1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah. 2) Perhatian dengan lingkungan berkurang.

3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya.

4) Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas. c. Tahap III (Controlling):

Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi dengan karakteristik :

1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi). 2) Isi halusinasi menjadi atraktif.

3) Kesepian bila pengalaman sensori berakhir. Perilaku klien :

1) Perintah halusinasi ditaati.

2) Sulit berhubungan dengan orang lain.

(4)

4) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat.

d. Tahap IV (Conquering):

Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik. Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti.

Perilaku klien : 1) Perilaku panik.

2) Resiko tinggi mencederai. 3) Agitasi atau kataton.

4) Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.

Teori tahapan halusinasi ini dikuatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sihotang dengan judul “Perubahan gejala halusinasi pasien jiwa sebelum dan sesudah TAK stimulasi persepsi halusinasi di RS Grhasia Provinsi DIY” bahwa gejala halusinasi pada responden penelitian ditunjukan pada 4 tahapan halusinasi yaitu tahapan komforting, kondeming, kontroling dan konkuering.

4. Etiologi Halusinasi

Menurut Rawlins & Heacock (1988 dalam Dermawan & Rusdi, 2013) etiologi halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi, yaitu :

a. Dimensi fisik

Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tetapi yang paling sering ditemukan adalah halusinasi pendengar, halusinasi dapat ditimbulkan dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar biasa. Pengguna obat-obatan, demam tinggi hingga terjadi delirium intoksikasi, alkohol dan kesulitan-kesulitan untuk tidur dan dalam jangka waktu yang lama. b. Dimensi emosional

Terjadinya halusinasi karena ada perasaan cemas yang berlebih yang tidak dapat diatasi. Isi halusinasi berupa perintah memaksa dan

(5)

menakutkan yang tidak dapat dikontrol dan menentang, sehingga menyebabkan klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

c. Dimensi intelektual

Penunjukkan penurunan fungsi ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha ego sendiri melawan implus yang menekan dan menimbulkan kewaspadaan mengontrol perilaku dan mengambil seluruh perhatian klien.

d. Dimensi sosial

Halusinasi dapat disebabkan oleh hubungan interpersonal yang tidak memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk menurunkan kecemasan akibat hilangnya kontrol terhadap diri, harga diri, maupun interaksi sosial dalam dunia nyata sehingga klien cenderung menyendiri dan hanya bertuju pada diri sendiri.

e. Dimensi spiritual

Klien yang mengalami halusinasi yang merupakan makhluk sosial, mengalami ketidakharmonisan berinteraksi. Penurunan kemampuan untuk menghadapi stress dan kecemasan serta menurunnya kualitas untuk menilai keadaan sekitarnya. Akibat saat halusinasi menguasai dirinya, klien akan kehilangan kontrol terhadap kehidupanya.

Menurut Struat & Sundden (1998 dalam Dermawan & Rusdi, 2013) terjadi halusinasi disebabkan karena

a. Teori psikoanalisa

Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang mengancam, ditekan untuk muncul akan sabar.

b. Teori biokimia

Halusinasi terjadi karena respon metabolisme terhadap stress yang mengakibatkan dan melepaskan zat halusinogenik neurokimia seperti bufotamin dan dimetyltransferase.

(6)

Menurut Mc. Forlano & Thomas (dalam Dermawan & Rusdi, 2013) mengemukakan beberapa teori yaitu:

a. Teori psikofisiologi

Terjadi akibat ada fungsi kognitik yang menurun karena terganggunya fungsi luhur otak, oleh karena kelelahan, karacunan dan penyakit. b. Teori psikodinamik

Terjadi karena ada isi alam sadar dan akan tidak sadar yang masuk dalam alam tak sadar merupakan sesuatu atau respon terhadap konflik psikologi dan kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga halusinasi adalah gambaran atau proyeksi dari rangsangan keinginan dan kebutuhan yang dialami oleh klien.

c. Teori interpersonal

Teori ini menyatakan seseorang yang mengalami kecemasan berat dalam situasi yang penuh dengan stress akan berusaha untuk menurunkan kecemasan dengan menggunakan koping yang biasa digunakan.

5. Rentang Respons

Skema 2.1 Rentang respon neurobiologis menurut Stuart (2006)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran Logis - Persepsi Akurat - Emosi konsistensi dengan pengalaman - Perilaku sesuai - Hubungan sosial - Pikiran kadang menyimpang - Ilusi

- Reaksi emosional berlebih atau berkurang

- Perilaku aneh atau tidak lazim - Menarik diri - Gangguan pikiran waham - Halusinasi - Kesulitan untuk memproses halusinasi - Ketidakteraturan perilaku - Isolasi sosial

(7)

Keterangan rentang respon menurut Farida (2010) yaitu :

a. Pikiran logis yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.

b. Persepsi akurat yaitu proses diterimanya rangsangan melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya. c. Emosi konsisten adalah manifestasi perasaan yang konsisten atau efek

keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.

d. Perilaku sesuai yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang berlaku.

e. Hubungan sosial yaitu hubungan yang dinamis menyangkut antara individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.

f. Proses pikiran kadang terganggu (ilusi) yaitu interprestasi yang salah atau menyimpang tentang penyerapan (persepsi) yang sebenarnya sungguh – sungguh terjadi karena adanya rangsang panca indra. g. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan

orang lain, menghindari dengan orang lain.

h. Emosi berlebihan atau kurang yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.

i. Perilaku tidak sesuai atau tidak biasa yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.

j. Waham adalah sesuatu keyakinan yang salah dipertahankan secara kuat atau terus menerus namun tidak sesuai dengan kebenaran.

k. Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.

(8)

l. Isolasi sosial yaitu menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dan berinteraksi.

6. Mekanisme Koping

Mekanisme Koping menurut Stuart (2006) yaitu perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurologis maladaptif meliputi :

a. Regresif berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup sehari – hari.

b. Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan karancuan persepsi. c. Menarik diri.

7. Proses terjadinya Masalah

Halusinasi terjadi karena klien tersebut pada dasarnya memiliki koping yang tidak efektif terhaap berbagai stresor yang menimpanya. Kondisi yang timbul karena kondisi di atas adalah klien cnderung akan menarik diri dari lingkungan dan terjadilah isolasi sosial. Kesendirian tersebut jika berlangsung lama akan menimbulkan halusinasi dan semakin lama klien akan semakin menikmati dan asik dengan halusinasinya itu. Karena adanya hal yang tidak nyata akan muncul perintah yang bisa menyuruh klien merusak diri sendiri dan lingkungan di sekitarnya (Keliat dkk, 2005). 8. Masalah keperawatan

Keliat dkk (2005) menerangkan bahwa 4 masalah keperawatan pada gangguan halusinasi, diantaranya adalah risiko mencederai diri, gangguan sensori atau persepsi, isolasi sosial: menarik diri, gangguan pemeliharaan kesehatan.

(9)

9. Tindakan keperawatan pasien halusinasi

Berdasarkan Dermawan & Rusdi (2013) tindakan keperawatan pada pasien halusinasi terdiri dari tindakan keperawatan untuk pasien dan tindakan keperawatan untuk keluarga.

a. Tindakan keperawatan untuk pasien meliputi:

1) Tujuan tindakan meliputi pasien mampu mengenali halusinasi yang dialaminya, pasien dapat mengontrol halusinasinya, pasien mengikuti program pengobatan secara obtimal.

2) Tindakan keperawatan meliputi:

a) Membantu pasien mengenali halusinasi

Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, dapat dilakukan dengan cara diskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi munculdan respon pasien saat halusinasi muncul.

b) Melatih pasien mengontrol halusinasi

Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi, dapat melatih pasien dalam 4 cara yang dapat mengendalikan halusinasi, diantaranya adalah :

(1) Menghardik halusiasi

Merupakan upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatin untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.

Kemungkinan halusinasi yang muncul kembali tetap ada, namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk mengikuti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahap tindakan keperawatan meliputi menjelaskan cara menghardik,

(10)

memperagakan cara menghardik, meminta pasien memperagakan ulang, memamtau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.

(2) Bercakap-cakap dengan orang lain

Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien berbercakap-cakap-bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi. Fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut, sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan menganjurkan pasien untuk bercakap-cakap dengan orang lain.

(3) Melakukan aktivitas yang terjadwal

Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan memiliki bayak waktu luang untu sendiri yang dapat mencetuskan halusinasi. Pasein dapt menyusun jadwal dari bangun pagi sampai tidur malam. Tahapannya adalah menjelaskan pentingnya beraktivitas, yang teratur untuk mengatasi halusinasi. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien, melatih melakukan aktivitas, menyusun jadwal aktivitas sehari-hari, membantu pelaksanaan jadwal kegiatan, memberi penguata pada perilaku yang positif. (4) Menggunakan obat secara teratur

Untuk menghindari kekambuhan atau muncul kembali halusinasi, pasien perlu memgkonsumsi obat secara teratur dengan tindakan menjelaskan manfaat obat, menjelaskan akibat putus obat, menjelaskan cara mendapatkan obat atau berobat dan jelaskan cara menggunakan dengan 5 benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis).

(11)

3) Tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP):

a) SP 1 P : membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik.

b) SP 2 P : melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.

c) SP 3 P : melatih pasien mengontrol halusinasi melaksanakan aktivitas terjadwal.

d) SP 4 P : melatih pasien menggunakan obat secara teratur.

b. Tindakan keperawatan untuk keluarga meliputi:

Tindakan keperawatan untuk keluarga memiliki tujuan agar keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di rumah serta keluarga dapat menjadi sisitem pendukung yang efektif untuk pasien.

1) Tindakan keperawatan

Keluarga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada kelurga agar menjadi pendukung yang efektif pada pasien.

2) Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP):

a) SP 1 keluarga : pendidikan kesehatan tentang gangguan halusinasi.

b) SP 2 keluarga : melatih keluarga praktik merawat pasien langsung didepan pasien.

(12)

10. Evaluasi Tindakan Keperawatan

Evaluasi Tindakan keperawatan menurut keliat (2006) yaitu evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan.evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir: S = respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

O = respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

A = analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.

P = perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.

B. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) 1. Pengertian kelompok

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama Stuart & Laraia (2001, dalam Keliat & Akemat, 2004). Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat sadar diri (self-awareness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan atau ketiganya (Keliet & Akemat, 2004).

(13)

2. Tujuan dan fungsi kelompok

Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptive. Kekuatan kelompok ada pada kontribusi dari setiap anggota dan pemimpin dalam mencapai tujuannya.

Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok terapeutik membantu mengatasi stres emosi, penyakit fisik kritis, tumbuh-kembang, atau penyesuaian social (Keliat, 2005).

3. Komponen kelompok a. Struktur Kelompok

Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.

b. Besar Kelompok

Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut Stuart dan Laraia (2001) adalah 7-10 orang, menurut Lencester (1980) adalah 10-12 orang, sedangkan menurut Rawlins, Williams, dan Beck (1993) adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi.

c. Lama Sesi

Waktu optimal untuk sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi (Stuart & Laraia, 2001). Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi,

(14)

kemudian tahap kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali perminggu atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.

d. Komunikasi

Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan menganalisis pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang terjadi. Pemimpin kelompok dapat mengkaji hambatan dalam kelompok, konflik interpersonal, tingkat kompetisi, dan seberapa jauh anggota kelompok mengerti serta melaksanakan kegiatan yang dilaksanakan.

e. Peran Kelompok

Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja kelompok yaitu (Berne & Sheats, 1948 dalam Stuart & Laraia, 2001) maintenance roles, task roles, dan individual role.

Maintenance Roles yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok dan

fungsi kelompok. Task Roles yaitu fokus pada penyelesaian tugas.

Individual role adalah self-centered dan distraksi pada kelompok.

f. Peran Perawat dalam TAK

Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) menjelaskan bahwa peran perawat jiwa profesional dalam pelaksanaan TAK pada penderita skizofrenia adalah

1) Peran perawat sebagai penyusun program terapi yang digunakan sebagai pedoman dan acuan pelaksanaan TAK.

2) Peran perawat bertugas sebagai leader dan co-leader, meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi pola-pola komunikasi yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk menyadari dinamisnya kelompok, menjadi motivator, membantu kelompok menetapkan tujuan dan membuat peraturan serta mengarahkan dan memimpin jalannya TAK.

(15)

3) Peran Perawat sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan. 4) Peran perawat sebagai observer meliputi mencatat serta mengamati

respon penderita, mengamati jalanya proses TAK dan menangani peserta atau anggota kelompok yang drop out.

5) Peran perawat dalam mengatsi masalah yang timbul selama pelaksanaan TAK. Kemungkinan akan timbul sub kelompok, kurangnya keterbukaan, resistesi baik individu maupun kelompok dan adanya anggota keompok yang drop out. Untuk mengatasai permasalahan tersebut tergantung pada jenis kelompok terapis, kontrak dan kerangka teori yang mendasari TAK tersebut.

g. Kekuatan Kelompok

Kekuatan adalah kemampuan anggota kelompok dalam memengaruhi berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.

h. Norma Kelompok

Norma adalah standar perilaku yang ada pada kelompok. Pengharapan terharap perilaku kelompok pada masa yang akan dating berdasarkan pengalaman masa lalu dan saat ini. Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk mempengaruhi pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok. Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan norma kelompok, penting dalam menerima anggota kelompok. Anggota kelompok yang tidak mengikuti norma dianggap pemberontak dan ditolak anggota kelompok lain (Keliat, 2005).

i. Kekohesifan

Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok berkerja sama dalam mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik

(16)

dan puas terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat dipertahankan.

4. Perkembangan kelompok a. Fase prakelompok

Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok adalah tujuan dari kelompok. Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh perilaku pemimpin dan pelaksanaan kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk itu perlu disusun proposal atau panduan pelaksanaan kegiatan kelompok.

Garis besar isi proposal adalah daftar tujuan umum dan khusus; daftar pemimpin kelompok disertai kehliannya; daftar kerangka teoritis yang akan digunakan pemimpin untuk mencapai tujuan; daftar criteria anggota kelompok; uraian proses seleksi anggota kelompok; uraian struktur kelompok: tempat sesi, waktu sesi, jumlah anggota, jumlah sesi, perilaku anggota yang diharapkan, dan perilaku pemimpin yang diharapkan; uraian tentang proses evaluasi anggota kelompok dan kelompok; uraian alat dan sumber yang dibutuhkan; uraian dana yang dibutuhkan. Proposal dapat pula berupa pedoman atau panduan menjalankan kegiatan kelompok.

b. Fase awal kelompok 1) Tahap orientasi

Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam memberi pengarahan. Pemimpin kelompok mengorientasikan anggota pada tugas utama dan melakukan kontrak yang terdiri dari tujuan, kerahasiaan, waktu pertemuan, struktur, kejujuran dan aturan komunikasi, misalnya hanya satu orang yang berbicara pada satu waktu, norma perilaku, rasa memiliki atau kohesif antara anggota kelompok diupayakan terbentuk pada fase orientasi.

(17)

2) Tahap konflik

Peran dependen dan independen terjadi pada tahap ini, sebagian ingin pemimpin yang memutuskan dan sebagian ingin pemimpin lebih mengarahakan atau sebaliknya anggota ingin berperan sebagai pemimpin. Ada pula anggota yang netral dan dapat membantu menyelesaikan konflik peran yang terjadi. Perasaan bermusuhan yang ditampilkan, baik antar anggota kelompok maupun anggota dengan pemimpin dapat terjadi pada tahap ini. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif, dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku yang tidak produktif, seperti menuduh anggota tertentu sebagai penyebab konflik.

3) Tahap kohesif

Setelah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat satu sama lain. Perasaan positif akan semakin sering diungkapkan. Pada tahap ini, anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain. Pemimpin tetap berupaya memberdayakan kemampuan anggota kelompok dalam melakukan penyelesaian masalah.

Pada tahap akhir fase ini, tiap anggota kelompok belajar bahwa perbedaan tidak perlu ditakutkan. Mereka belajar persamaan dan perbedaan, anggota kelompok akan membantu pencapaian tujuan yang menjadi suatu realitas.

c. Fase kerja

Pada fase ini kelompok sudah menjadi tim. Walaupun mereka bekerja keras tetapi menyenangkan bagi anggota dan pemimpin kelompok. Kelompok menjadi stabil dan realistis. Tugas utama pemimpin adalah membantu kelompok mencapai tujuan dan tetap menjaga kelompok ke arah pencapaian tujuan. Serta mengurangi dampak dari faktor apa saja

(18)

yang dapat mengurangi produktifitas kelompok. Selain itu pemimpin juga bertindak sebagai konsultan.

Beberapa problem yang mungkin muncul adalah subgroup, conflict, self

disclosure, dan resistance. Beberapa anggota kelompok menjadi sangat

akrab, berlomba mendapat perhatian pemimpin, tidak ada lagi kerahasiaan karena keterbukaan yang tinggi dan keengganan berubah perlu didefinisikan pemimpin kelompok agar segera melakukan strukturisasi. Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari produktifitas dan kemampuan yang bertambah disertai kepercayaan diri dan kemandirian. Pada kondisi ini kelompok segera masuk ke fase berikut, yaitu perpisahan.

d. Fase terminasi

Terminasi dapat sementara (temporal) atau akhir. Terminasi dapat pula terjadi karena anggota kelompok atau pemimpin kelompok keluar dari kelompok. Evaluasi umumnya difokuskan pada jumlah pencapaian baik kelompok maupun individu. Pada tiap sesi dapat pula dikembangkan instrumen evalusai kemampuan individual dari anggota kelompok. Terminasi dapat dilakukan pada akhir tiap sesi atau beberapa sesi yang merupakan paket dengan memperhatikan pencapaian tertentu. Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari. Pada akhir sesi, perlu dicatat atau didokumentasikan proses yang terjadi berupa notulen. Juga didokumentasikan pada catatan implementasi tindakan keperawatan tentang pencapaian dan perilaku yang perlu dilatih pada klien diluar sesi. 5. TAK stimulasi persepsi

a. Pengertian

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas yang menggunakan aktivitas mempersepsikan berbagai stimulasi yang terkait dengan pengalaman dengan kehidupan

(19)

untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004). Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.

Dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi dibagi dalam 5 sesi, yaitu sesi I klien mengenal halusinasi, sesi II klien mengontrol halusinasi dengan menghardik, sesi III klien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, sesi IV klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal dan sesi V klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat.

b. Tujuan

1) Tujuan umum

Klien dapat meningkatkan kemampuan diri dalam mengontrol halusinasi dalam kelompok secara bertahap.

2) Tujuan khusus

Tujuan khusus pemberian TAK ini diharapkan klien dapat mengenal halusinasi, klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain, klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal dan klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat.

c. Sesi yang digunakan

Sesi yang digunakan dalam pelaksanaan TAK persepsi terdiri dari 5 sesi yaitu sesi I klien mengenal halusinasi, sesi II mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, sesi III mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, sesi IV mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dan sesi V mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat.

(20)

Teori ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ragatika (2013) dengan judul “Perbedaan TAK stimulasi dan stimulasi sensori terhadap kemampuan mengontrol halusinasi: menghardik di RSJ Dr. Amino Gondohutomo Semarang” dengan hasil pemberian TAK stimulasi persepsi sesi I dan II efektif diberikan pada pasien halusinasi dalam kemampuan mengontrol halusinasi: menghardik.

d. Klien

Pelaksanaan TAK memiliki kriteria yaitu kriteria klien antara lain klien gangguan orientasi realita yang mulai terkontrol dan klien yang mengalami perubahan persepsi.

Proses seleksi pada TAK antara lain dengan mengobservasi klien yang masuk kriteria, mengidentifikasi klien yang masuk kriteria, mengumpulkan klien yang masuk kriteria dan membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK, meliputi: menjelaskan tujuan TAK pada klien, rencana kegiatan kelompok dan aturan main dalam kelompok. e. Kriteria Hasil

Pelaksanaan TAK ini terdapat 3 kriteria hasil yaitu evaluasi struktur, evaluasi hasil dan evaluasi proses. Evaluasi struktur meliputi kondisi lingkungan tenang, dilakukan ditempat tertutup dan memungkinkan klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan, posisi tempat dilantai menggunakan tikar, peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan, alat yang digunakan dalam kondisi baik, leader, Co-leader, Fasilitator dan observer berperan sebagaimana mestinya.

Evaluasi proses terdiri dari leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal hingga akhir, leader mampu memimpin acara, co-leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan, fasilitator mampu memotivasi peserta dalam kegiatan, fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung jawab dalam antisipasi masalah, observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada

(21)

kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok dan peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal hingga akhir.

Evaluasi hasil diharapkan dari kelompok mampu menjelaskan apa yang sudah digambarkan dan apa yang dilihat dan menyampaikan halusinasi yang dirasakan dengan jelas.

f. Antisipasi Masalah

Hasil penelitian Ragatika (2013) mengguankan antisipasi masalah oleh Purwaningsih & Karlina (2010) yaitu pelaksanaan TAK terdapat penangan pada klien yang tidak aktif dalam aktivitas TAK diantaranya adalah dengan memanggil klien dan memberi kesempatan pada klien untuk menjawab sapaan perawat atau klien lain. Bila klien meninggalkan kegiatan tanpa izin, maka panggil nama klien dan tanyakan alasan klien meninggalkan kegiatan, apabila klien lain ingin ikut maka berikan penjelasan bahwa kegiatan ini ditujukan kepada klien yang telah dipilih, katakan pada klien bahwa ada kegiatan lain yang mungkin didikuti oleh klien tersebut, jika klien memaksa beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi pesan pada kegiatan ini.

6. TAK stimulasi sensori a. Pengertian

Terapi aktivitas kelompok (TAK) adalah aktivitas membantu anggotanya untuk mengatasi identitas hubungan yang kurang efektif dan mengubah tingkah laku yang adaptif (Keliat, 2004). Terapi aktivitas kelompok (TAK) adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapi terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan meningkatkan hubungan antar anggota.Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori adalah upaya menstimulasi semua panca indra (sensori) agar memberi respons yang adekuat.

(22)

b. Tujuan

Tujuan umum TAK stimulasi sensori adalah klien dapat berespons terhadap stimulus pancaindra yang diberikan.Tujuan khususnya meliputi klien mampu berespon terhadap suara yang di dengar, klien mampu berespons terhadap gambar yang dilihat dan klien mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar.

c. Karakteristik klien

Klien dengan masalah perubahan sensori persepsi : halusinasi yang sudah di mulai melakukan interaksi interpersonal.

d. Antisipasi masalah

Purwaningsih & Karlina (2010) menerangkan bahwa terdapat masalah yang mungkin timbul dalam TAK ini antara lain:

1) Keterbukaan yang kurang, tindakan berupa : Terapi baik leader, co-leader, maupun fasilitator harus berusaha memotivasi klien dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka.

2) Berikan dukungan dan rasa nyaman kepada klien sehingga klien mampu mengekspresikan perasaannya dengan leluasa.

3) Resistensi baik individu maupun kelompok, tindakan berupa: Peran fasilitator sangat diperlukan untuk menciptakan suasana yang mendukung keberhasilan suatu terapi.

4) Pasien lain yang bukan kelompok TAK ingin ikut TAK, tindakan berupa: peran fasilitator sangat diperlukan untuk mengalihkan perhatian pasien yang lain dengan bantuan perawat, misalnya dengan memberikan permainan menggambar agar pasien kembali ke kamarnya sehingga tidak mengganggu jalannya TAK

5) Pasien memaksa ingin ikut TAK, tindakan berupa : fasilitator berusaha membujuk agar klien tetap ditempat untuk mengikuti TAK hingga selesai. Jika tidak bias maka fasilitator mengantarkan kembali keruangannya.

(23)

C. Kerangka Teori Penelitian

Rentang Respon Neurobiologis

Respon adaptif Respon Maladaptif

S

Sumber : Stuart (2006)

1. Respon adaptif 2. Pikiran logis 3. Persepsi akurat

4. Emosi konsistensi stabil dengan pengalaman

5. Perilaku sesuai hubungan sosial

1. Pikiran kadang menyimpang 2. Reaksi emosional berlebih 3. Perilaku aneh atau tidak lazim 4. Menarik diri

5. Isolasi sosial

6. Kelainan pikiran atau

halusinasi

TAK Halusinasi: 1. TAK stimulasi persepsi 2. TAK stimulasi sensori

Tidak berhasil mengontrol Berhasil

(24)

D. Kerangka Konsep Penelitian

Menurut Riyanto (2011) kerangka konsep penelitian merupakan kerangka hubungan antara konsep-konsep yang akan diukur dan diamati melalui penelitian yang akan dilakuakan. Karena konsep tidak dapat langsung diamati maka konsep dapat diukur melalui variabel. Didalam kerangka konsep harus menunjukan hubungan antara variabel-variabel yang akan diteliti. Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori untuk memudahkan di dalam menyusun hipotesis (Nursalam, 2008). Dibawah ini adalah bagan kerangka konsep penelitian ini.

Sebelum Sesudah

Skema 2.3 Kerangka Konsep Peneltian

E. Variabel Penelitian

Variable dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas : terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi-sensori 2. Variabel terikat : kemampuan mengontrol halusinasi sebelum dan sesudah

TAK persepsi-sensori. F. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah atau pernyataan penelitian (Nursalam, 2008). Hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : ada pengaruh terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi-sensori terhadap kemampuan mengontrol halusinasi di RSJD Dr. Amino Gondhohutomo Semarang.

Kemampuan mengontrol Halusinasi TAK Stimulasi Persepsi dan

Sensori

Kemampuan mengontrol Halusinasi

Referensi

Dokumen terkait

Konsep Bentuk pada Pusat Kegiatan Mahasiswa UAJY serta Konsep Perancangan Ruang Luar dan Ruang Dalam yang Memiliki Karakter Humanis, Inklusif, dan Unggul...

dimaksud pada ayat (2), adalah pelaksanaan pembangunan harus sesuai dengan rencana kerja, gambar teknis, jadwal rencana pelaksanaan pekerjaan yang telah disusun,

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstraksi dengan pelarut etanol- aseton (5:5) pada ubi yang dikurangi kadar airnya menghasilkan ekstrak pewarna

Berarti penelitian ini mampu membuktikan hipotesis yang menyatakan profitability (profitabilitas) berpengaruh positif terhadap capital structure (struktur

Setelah setiap elemen dalam struktur didefinisikan secara lokal dalam bentuk matriks, kemudian elemen di satukan secara global melalui node (DOF) mereka ke dalam sistem matriks

Di Indonesia, penelitian tentang prekursor gempabumi yang terintegrasi melalui pengamatan parameter seismik, elektromagnetik, geokimia, geoatmosferik serta parameter

Jumlah responden penelitian ini 253 orang, terdiri atas responden masyarakat pelaku USP 115 orang; responden masyarakat bukan pelaku USP 115 orang; responden dinas dan

Data sekunder diperoleh dari Studi Kepustakaan (Library Research) yang merupakan dasar untuk memperkuat landasan teori dan merupakan cara pengumpulan data secara