• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BADAN HUKUM YAYASAN. Apa yang sebenarnya di maksud dengan yayasan? Sekarang tentang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II BADAN HUKUM YAYASAN. Apa yang sebenarnya di maksud dengan yayasan? Sekarang tentang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

BADAN HUKUM YAYASAN

2.1 Pengertian Badan Hukum Yayasan

Apa yang sebenarnya di maksud dengan yayasan? Sekarang tentang Yayasan telah diatur dengan Hukum positif kita, yaitu dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 20011, yang diumumkan dengan lembaran negara tahun 2001 nomor 112, yang kemudian diubah dengan undang-undang Nomor 28 tahun 2004 yang diumumkan dalam Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 115, tentang Yayasan

Dalam hubungan dengan sudah adanya undang-undang yang mengatur mengenai yayasan tersebut, mungkin ada perlunya untuk saya uraikan seperlunya. Mula-mula tentang yayasan diatur dalam UU Nomor 16 tahun 2001 yang dimulai berlaku pada tanggal 6 agustus 2002, tetapi kemudian, diterbitkan UU Nomor 28 Tahun 2004, yang maksudnya untuk merevisi UU Nomor 16 tahun 2001 yang telah ada sebelumnya. Sebagaimana pertimbangan UU Nomor 16 tahun 2001, revisi dilakukan atas pertimbangan karena ternyata setelah terbitnya UU Nomor 16 tahun 2001, dalam perkembangannya belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, serta dapat menimbulkan berbagai

(2)

penafsiran. Atas dasar pertimbangan itulah maka dilakukan perubahan atas undang-undang yang telah ada itu.

Lama sebelumnya lahirnya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001, lembaga yayasan ini sudah dikenal, dan diakui keberadaannya dalam kehidupan lalu lintas hukum, berdasarkan praktik-praktik kebiasaan hukum. Bahkan sebelum lahirnya Undang – Undang yang mengatur mengenai yayasan itu, saya sudah mencoba untuk mencari dan menggali apa sebenarnya yang di maksud dengan yayasan itu, namum hingga sekarang saya pun belum berhasil menemukannya perdefinisi. Saya telah berusaha untuk mencari dalam buku Utrecht18 dan dalam bukunya wirjono prodjodikoro19, tetapi kedua penulis dalam kedua buku ini pun tidak merumuskannya perdefenisi, melainkan hanya mengemukakan esensialnya. Menurut kedua penulis ini, dalam pengertian yayasan terkandung beberapa esensialnya yaitu :

1. Adanya suatu harta kekayaan,

2. Dan harta kekayaan ini merupakan harta kekayaan tersendiri tanpa ada yang memilikinya melainkan dianggap sebagai milik dari yayasan,

3. Atas harta kekayaan itu diberi suatu tujuan tertentu,

4. Dan adanya pengurus yang melaksanakan tujuan dari diadakannya harta kekayaan itu.

Bagaimana dalam undang – undang kita yang mengatur tentang yayasan? Ternyata dalam Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001, demikian pula dalam Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 yang merevisi Undang – Undang

      

18 Pengantar dalam Hukum Indonesia, Ichtiar, 1961 hlm. 278. 

(3)

yang pertama, tidak saya temukan rumusan definisi dari yayasan. Yang ada hanyalah sekedar penunjukan unsur – unsurnya. Dalam pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 16 tahun 2001 dinyatakan, bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas harta kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan Kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Dengan kata lain apa yang dirumuskan oleh undang – undang yayasan, tidak banyak berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh kedua penulis yang saya sebutkan tadi, hanya saja dalam undang – undang ditegaskan bahwa harta kekayaan tersebut hanya sekedar diperuntukkan untuk tujuan-tujuan di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

2.2 Sejarah Pembentukan Peraturan Perundangan Yayasan

Sebagaimana telah saya kemukakan di atas, sekalipun sebelum adanya hukum positif mengenai undang – undang tentang yayasan kita ada, namun sudah lama lembaga yayasan itu ada, hidup dan diakui eksitensinya dalam lalu lintas kebiasaan hukum di Indonesia, termasuk dalam keputusan – keputusan yurisprudensi, dan dalam praktik hukum keagrariaan kita. Sudah lama, sekalipun hukum positif kita belum mengatur, telah dimungkinkan yayasan mempunya hak – hak atas tanah. Hanya saja tampaknya dalam praktik perbankan kita, selama itu, masih belum bisa menerima yayasan sebagai badan hukum. Hal ini antara lain dengan sulitnya untuk yayasan dapat membuka rekening di bank, hingga dalam praktik terpaksa rekening yayasan dibuka dengan rekening atas nama pribadi pengurus.

(4)

Karena selama itu belum diatur dengan hukum positif, maka selama itu, banyak dialami problema. Antara lain mengenai seberapa jauh dibenarkan untuk yayasan mempunyai rekening di bank, sebagaimana saya kemukakan.

Problema lain, selalu menjadi tanda tanya, seberapa jauh maksud dan tujuan yayasan harus sebatas di kegiatan sosial ( termasuk dalam hal ini untuk kegiatan keagamaan dan kemanusiaan).

Dalam hubungan dengan masalah – masalah yang sering kali timbul itulah maka demi kepastian hukum, dipandang perlu yayasan diatur dengan hukum positif20. Dengan sekarang telah diatur dengan hukum positif, maka telah banyak problema mengenai yayasan dapat diredusir.

Suatu perbandingan di negara Belanda. Di Belanda, stichting ( sebutan

Belanda, yang hampir serupa dengan Yayasan ) mulai diatur dengan Wet Op

Stichting 31 Mei 1956 S.327 . Di Belanda , sebelum diatur dengan undang –

undang, sama keadaanya seperti di Indonesia yang sekedar tumbuh dan hidup berdasarkan praktik kebiasaan sehari – hari. Karena tidak diatur dengan undang – undang, maka tumbuh liar ( in het wild gegroeid ). Dalam filosofi dan

pemikiran di Belanda ( demikian pula di Indonesia ), Mula – mula lembaga yayasan ini diperuntukan hanya dan semata – mata sebatas untuk kegiatan sosial ( liefdadig doel ) , tetapi kemudian ternyata dalam praktik telah berkembang

untuk berbagai tujuan, yang bahkan berkembang ke gejala negatif yang menimbulkan ekses penyalagunaan stichting. Pada waktu itu banyak stichting didirikan untuk berbagai lapangan seperti eksploitasi persurat kabaran, bank

      

(5)

tabungan, bahkan sampai kepada kegiatan yang seyogianya dijalankan dalam bentuk BV ( Besloten Vennootschap).

Hal ini terjadi karena melalui jalan inilah yang paling mudah untuk membentuk badan hukum untuk berbagai tujuan ( een gemakkelijkste creeren

rechtspersoon, diensbaar voor velrij oogmerk.) Dengan Wet Op Stichtingen

diharapkan dapat dicegah ekses dan segi negatifnya. Dalam hubungan dengan ini, penting ketentuan dalam undang – undang tersebut yang menetapkan :

1. Dilarang dipindahtangankan harta kekayaan stichting kepada pendiri atau pengurusnya

2. Dan tidak diperbolehkan dipindahtangankan harta kekayaan stichting kepada siapapun juga selain dengan tujuan idial dan sosial ( tenzij de uitkering een ideele of sociale sterkking hebben )

Jadi pada intinya, tidak diperkenankan dan atau keuntungan yang diperoleh diperuntukan bagi mereka yang menguasai stichting

Tentang seberapa jauh diperbolehkan stichting mencari keuntungan, dalam nota penjelasan menteri kehakiman belanda dinyatakan “ tidak dilarang yayasan mencari keuntungan asal sifatnya untuk mencapai tujuan idial atau sosial yang menjadi tujuan dari stichting yang bersangkutan.”

Bagaimana dengan di Indonesia? Saya melihat, keadaan di belanda itu, terjadi pula di negara kita sebelum adanya undang – undang kita tentang yayasan. Dalam hubungan inilah saya melihat, maka dirasakan perlu untuk tentang yayasan yang tumbuh dalam praktik di negara kita itu diatur dengan undang – undang nomor

(6)

16 tahun 2001, pendirian yayasan di indonesia sampai saat ini hanya berdasarkan atas kebiasaan dalam masyarakat dan jurisprudensi mahkamah agung, karena belum ada undang – undang yang mengaturnya.

Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan yayasan dengan maksud untuk berlindung dibalik status badan hukum yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para pendiri, pengurus dan pengawas. Sejalan dengan kecenderungan tersebut, timbul juga berbagai masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan yayasan yang tidak sesuai dngan maksud dan tujuan yang tercantumnya dalam anggaran dasar, sengketa antara pengurus dan pendiri atau pihak lain, maupun adannya dugaan bahwa yayasan digunakan utuk menampung kekayaan yang berasal dari para pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan hukum.

Masalah tersebut belum dapat diselesaikan secara hukum sebelum adanya hukum positif mengenai yayasan sebagai landasan yuridis penyelesaiannya. Undang – undang ini dimaksudkan untuk memberi pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Demikian penjelasan umum UU No.16 tahun 2001

2.3 Badan Hukum dan Pengertiannya

Sekalipun tidak tegas implisit, tetapi dari beberapa kalimat dalam penjelasan umum UU No. 16 Tahun 2001, dapatlah disimpulkan bahwa yayasan itu adalah badan hukum. Demikian pula dari pasal 11 UU No. 16 tahun 2001, yang

(7)

menjelaskan bahwa setelah akta pendirian yayasan disahkan oleh menteri hukum dan hak asasi manusia R.I., maka yayasan memperoleh status badan hukum. Sebenarnya sudah lama sebelum adanya UU No. 16 Tahun 2001, dalam praktik sudah diakui sebagai badan hukum. Bahkan dalam praktik KeAgrariaan, sudah lama kepada yayasan dapat diberikan hak – hak atas tanah. Maka dengan ditentukannya secara undang – undang bahwa yayasan itu adalah badan hukum, maka sekarang sudah tidak lagi diraguragukan.

Menjadi pertanyaan, apa sebenarnya badan hukum itu? Apa yang dimaksud dengan “ badan hukum “ , sebenarnya tiada lain suatu “ pengertian “ , yang tidak rieel, tetapi diterapkan dan dilaksanakan. Badan hukum itu adalah suatu pengertian dimana ada suatu badan yang sekalipun bukan manusia alamiah namun dianggap mempunyai harta kekayaan sendiri terpisah dari manusia orang dan perorangannya, yang dapat mempunyai hak dan kewajiban sendiri, serta dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana manusia alamiah layaknya.

Menurut Holder dan Binder, Pengertian Badan Hukum adalah badan yang mempunyai harta terpisah dan dimiliki oleh pengurus harta tersebut karena jabatannya sebagai pengurus harta.

Menurut A. Brinz dan F.J. Van der Heyden, Pengertian Badan Hukum ialah badan yang mempunyai hak atas kekayaan tertentu yang tidak dimiliki oleh subjek manusia mana pun yang dibentuk untuk tujuan melayani kepentingan tertentu. Adanya tujuan tersebut yang menentukan bahwa harta kekayaan dimaksud sah untuk diorganisasikan menjadi badan hukum

(8)

Menurut ketentuannya, suatu badan barulah mempunyai atribut sebagai badan hukum, jika undang – undang menetapkan atau menyatakan demikian. Apa filosofi dari asas ini ? salah satu ciri yang paling esensial dari suatu badan hukum, adalah mengenai pertanggungjawabannya yang terbatas. Artinya jika badan hukum mempunyai kewajiban untuk membayar, maka kewajiban untuk membayar itu hanya sebatas harta kekayaan badan hukum itulah yang dapat dijadikan objek tagihan. Jika kemudian ternyata harta kekayaan badan tidak mencukupi untuk membayar kewajibannya, maka sipenagih hanya berhak menagih sebatas harta kekayaan badan hukum yang ada, tanpa si penagih berhak menagih kepada harta kekayaan dari orang perorangan yang ada pada badan hukum yang bersangkutan. Dengan kata lain, sebaliknya merugikan pihak penagih / kreditur badan hukum. Hak para kreditor menjadi dibatasi.

Dalam kreditor berhadapan dengan badan dengan badan hukum kreditor menjadi tidak dapat menuntut penuh tagihannya melainkan sekadar / sebatas harta kekayaan badan hukum. Maka oleh karena itu untuk memberikan status badan hukum, haruslah dengan persetujuan rakyat, melalui wakil – wakil dari rakyat yang berada di parlemen ( badan legislatif ). Dalam hubungan inilah maka harus dalam bentuk undang – undang yang disahkan oleh wakil – wakil rakyat.

2.4 Ketentuan Mengenai Badan Hukum Yayasan Yang Tidak Beranggota

Umumnya jika tidak ada suatu badan, maka niscaya badan akan bersangkutan mempunyai anggota. Lasimnya badan itu diadakan dengan tujuan untuk menghimpun sejumlah orang – orang yang dijadikan anggota dari badan yang bersangkutan. Tetapi, khusus pada yayasan, tidak dikenal adanya anggota. Dalam

(9)

Wet Op Stichting yang di Belanda mengatur mengenai yayasan ( Stichting

) tidak dikenal pula adanya anggota. Di sana ada yang dinamakan dengan

donateurs, tetapi yang dimaksud dengan donateurs ini adalah orang yang secara

berkala memberikan sumbangan kepada yayasan, tetapi tanpa ada sedikitpun mempunyai hak – hak, termasuk hak untuk mengontrol yayasan. Demikian donateurs bukan anggota.

Dalam pasal 1 ayat (1) uu No. 16 Tahun 2001, dengan tegas dikatakan bahwa yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota.

Bentuk hukum yang paling mirip dengan yayasan, adalah perkumpulan yang diatur dalam Titel IX Buku III KUH Perdata Pasal 1653 dan diatur lebih lanjut dengan keputusan Raja 28 Maret 1870 Stbl. 1870 – 64 tentang

rechtspersoonlijkheid van verenigingen. Mengapa saya katakan mirip, karena

kedua badan ini sama tetapi tidak sama dan sebangun. Sama, kedua – duanya bergerak untuk tujuan sosial. Tetapi ada perbedaan yang esensial. Jika perkumpulan, termasuk dalam hal ini perkumpulan koperasi, justru eksistensinya berbasis pada anggota, yaitu bertujuan untuk mensejahterakan atau memenuhi kebutuhan anggotanya.

Sebaliknya dalam yayasan tidak dikenal adanya anggota. Saya mengerti mengapa dalam yayasan tidak dikenal anggota. Sebenarnya, menurut hemat saya, yayasan itu juga mempunya anggota, yaitu mereka yang dituju oleh yayasan untuk dibantu. Misalnya kita mempunyai yayasan Jantung Indonesia. Yayasan Jantung Indonesia didirikan untuk membantu semua insan yang menderita penyakit jantung.

(10)

Demikian pihak yang ingin dituju dalam pendirian yayasan itu sedemikian banyak orangnya, hingga tidak mungkin untuk orang – orang ini dijadikan anggota dalam konstelasi yayasan. Dalam hubungan inilah saya melihat, apa sebab yayasan tidak dikenal anggota

Sebagaimana yang diuraikan dalam UU, Yayasan tergolong sebagai subjek Hukum. Hanya saja ia bukan subjek hukum dalam wujud manusia alamiah, melainkan ia merupakan subjek hukum yang berwujud badan yaitu badan hukum. Maka sudah tentu subjek hukum yang berwujud badan ini, tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Sebagai subjek Badan hukum, ia tidak dapat menjalankan sendiri apa yang harus dilakukan oleh badan tersebut. Maka dengan demikian diperlukan alat perlengkepan ( yang dinamakan organ ) yang berwujud manusia alamiah untuk mengurus dan bertindak mewakili badan ini.

Bagaimana pada masa lalu sebelum kita mempunya undang undang yang mengatur mengenai yayasan? Sebelumnya, perangkat organ yayasan itu beraneka ragam, tergantung kepada notaris yang menyusun Anggaran Dasar yayasan dan atau para pendiri yayasan. Ada yang menamakannya pengurus harian, Dewan pengurus, ditambah dengan penasihat, atau penyantun, atau pelindung.

Dalam UU No. 16 Tahun 2001 sudah secara pasti dan seragam ditentukan. Dalam Bab VI dari undang – undang ini, diatur mengenai organ Yayasan. Organ yayasan itu terdiri dari tiga macam, Yaitu :

A. Pengurus : Pengurus merupakan organ yayasan yang memiliki Tugas dan wewenang untuk menjalankan pengurusan sehari hari yayasan , pengurus juga berwenang untuk mewakili yayasan dalam melakukan perbuatan hukum.

(11)

B. Pengawas : Menurut pasal 40 UU No. 1 Tahun 2001, dan Pasal 24 Anggaran Dasar; Pengawas merupakan Organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalakan kegiatan yayasan. Jadi dalam pemikirannya, perlu ada suatu mekanisme di mana pengurus dalam menjalankan kegiatannya di kontrol sehingga pengurus tidak bertindak sewenang – wenang dan atau merugikan yayasan. C. Pembina : Menurut Pasal 28 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2001, dikatakan Pembina merupakan Organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus ataupun Pengawas oleh undang – undang atau Anggaran Dasar. Maka demikian dapat disimpulkan bahwa pembina memiliki Tugas dan Wewenang yang sangat luas sekali

2.5 Tujuan Yayasan

Yayasan harus mempunyai tujuan. Periksa Anggaran Dasar yayasan yang telah dibakukan oleh menteri hukum dan HAM. Dalam hal ini undang – undang kita yang mengatur mengenai yayasan ( UU No. 16 Tahun 2001 jo. UU Revisinya No. 24 Tahun 2004 ), telah membatasi dengan ketat mengenai tujuan dari yayasan, sedemikian rupa hingga yayasan ini tidak disalahgunakan. Sebagaimana pasal 1 UU No. 16 tahun 2001, ditentukan bahwa yayasan diperuntukkan untuk tujuan tertentu

(12)

di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Demikian yayasan hanyalah dapat mempunyai tujuan di tiga sektor ini

BAB III

HUBUNGAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH DENGAN YAYASAN BESERTA MASALAH YANG DAPAT TERJADI

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah (1) jumlah siswa putri yang mengalami tingkat kesulitan rendah cara belajar matematika lebih banyak (53%) dari pada jumlah siswa putra yang

Terkait dengan bentuk penalaran dalam tradisi ilmu al-bayan (istidlal bayani) ini, al-Jabiri menemukan karakter “pemaksaan epistemologis” dalam kegiatan bernalar,

Sekolah THHK yang pertama kali terbentuk pada awal abad ke-20 dan kemudian banyak berdiri di berbagai wilayah di Jawa serta beberapa yang ada di Sumatera, Kalimantan,

[r]

Resistensi Buruh Terhadap Kebiajakan Sistem Outsourcing (Studi Kasus : Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) di Medan).. Rincian Isi Skripsi : 80 Halaman, 2 Tabel, 14 Buku, 3

Sekolah sebagai realisasi dari system pendidikan Indonesia merupakan adopsi dari model pendidikan Eropa yang diperkenalkan di Hindia Belanda pada awal abad ke- 20 melalui

Meskipun Pemilu 2004 diwarnal oleh berbagai kerumltan, tetapi secara umum sistem Pemilu 2004 lebih balk dibandingkan Pemilu sebelumnya. Pemlllh dapat menentukan sendiri pilihannya,

Seperti halnya ketika kita dapat bersabar terhadap cobaan yang kita alami, tentunya hati kita akan terasa tentram, apabila kita dapat bersyukur terhadap segala sesuatu