• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Saijana Strata I Dalam Ilmu Tarbiyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Saijana Strata I Dalam Ilmu Tarbiyah"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

Perpustakaan STAIN Salatiga

IIIHBIIIIIRIIIIII

08TD1011757.01

PENDIDIKAN ISLAM DI TENGAH-TENGAH

MASYARAKAT PLURAL

S t u d i A n a l i s i s P e m i k i r a n G u s D u r t e n t a n g P l u r a l i s m e A g a m a

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Saijana Strata I

Dalam Ilmu Tarbiyah

O leh:

ABDUL HAMID 121 03 001

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

(2)

Website : www.stainsalatiea.ac.id E-mail: administrasi@stainsalatiga.ac.id

DEKLARASI

\

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa

skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah

diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang

lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan

rujukan.

Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran

orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup

mempertanggung jawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang

munaqosah skripsi.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, 8 April 2008

Penulis,

Abdul Hamid

NIM. 121 03 001

(3)

DEPARTEM EN A G A M A RI

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka

bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara :

N aira : ABDUL HAMID

NIM : 121 03 001

Jurusan / Progdi : Tarbiyah / Pendidikan Agama Islam

Judul : PENDIDIKAN ISLAM DI TENGAH-TENGAH

(4)

Website : www.stainsalatiaa.ac.id E-mail: administrasi@stainsalatiga.ac.id

P E N G E S A H A N

Skripsi Saudara : ABDUL HAMID dengan Nomor Induk Mahasiswa : 121 03

001 yang berjudul : ’’PENDIDIKAN ISLAM DI TENGAH-TENGAH

MASYARAKAT PLURAL (Studi Analisis Pemikiran Gus Dur tentang Pluralisme Agama)", Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada hari: Rabu, 2 April 2008 yang bertepatan dengan tanggal 25 Rabiul Awal 1429 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam

Ilmu Tarbiyah.

2 April 2008 M

S a la tig a ,---25 Rabiul Awal 1429 H

Panitia Ujian

Sekretaris

NIP. 1 5 0 2 1 6 8 1 4

Penguji I /&

NIP. 1 5 0 2 4 7 0 1 4

Penguji II

Fatctyurrohman, M.PdN^gCl

Drs. Ahmad SultonL M.Pd

NIP. 1 5 0 3 0 3 0 2 4 NIP. 1 5 0 2 8 4 6 0 2

Drs. Miftahuddin, ai.Ag

NIP. 1 5 0 2 6 8 2 1 5

(5)

MOTTO

Siapapun dan sesuatu hal apapun yang kita anggap benar bukan berarti itu menjadi hukum pembenar bagi orang lain. Karena kebenaran itu adalah sesuatu

yang kita yakini dan kita lakukan sendiri, bukan untuk di persombongkan.

(6)

1. Bapak bu'e yang selalu menyayangi dan kusayangi.

Beliau berdua yang telah mengorbankan banyak hal untuk kebutuhan hidupku. Baik perasaan maupun materi. Sampai berakhirnya masa study Strata satu (1) saya. Tidak pernah menghalangiku dalam menemukan hal baru yaitu melakukan proses pencarian pengetahuan di luar study kampus sampai mereka kehilangan jejak jalanku. Namun keyakinan akan bertemu pada rasa kasih sayang dan perhatian sampai kapanpun.

2. kakaku Ahmad Mundzakir yang sedang dalam masa pengabdian di MI kedawung, kedua adiku Muhtadin yang sedang menjalani studynya di UIN sunan kalijogo fakultas ushulluddin jurusan tafsir hadits semester enam (6) dan Khoirun Nisa di MTs Nurul Huda Banyu Putih kelas tiga (3).

3. mbah kiai Mahfud Ridwan, abah Mawahib yang selalu menerima pemikiran dari anak muda dan memberikan pencerahan bathin.

4. Gus Dur sekeluarga dan sahabat serta rival politik sekaligus kader muda Nahdlatul Ulama.

5. kaluarga oesar dan alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Komisariat Joko Tingkir. Cabang Kota Salatiga dan Koordinator Cabang Jawa Tengah yang selalu menemani proses berpengetahuan dan berelasi untuk memaknai kenyataan.

6. lembaga intr? kampus; Racana Nagasandhi, Mapala Mitapasa, Dinamika, SSC yang pernah kusinggahi untuk menyalurkan kehausan minat

berorganisasi sewaktu mahasiswa.

7. sahabat-sahabati setiaku yang tanpa perhatian dariku, tetap saja memberikan apa yang dimiliki

8. semua orang yang pen iah aku sakiti dan aku repoti perasaan dan tenaganya dalam hal apapun, baik disengaja maupun tidak.

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum wr. wb

Dengan mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT, atas segala

rahmat dan kenikmatan yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul " PENDIDIKAN ISLAM DI

TENGAH-TENGAH MASYARa ICAT PLURAL Studi Analisis Pemikiran Gus

Dur tentang Pluralisme Agama

Mengingat kemampuan penulis masih belum sempurna, maka di dalam

penyusunan skripsi ini mungkin akan ditemui banyak kekurangan. Oleh karena itu

penulis dengan rendah haii dan tangan terbuka menerima masukan dan saran-

saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Adapun yang menjadi tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk

memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama

Islam dalam Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, maka bersamaan dengan selesainya skripsi ini

perkenankanlah penulis menghanturkan rasa terima kasih terutama kepada yang

terhorm at:

1. Drs. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga.

2. Drs. Miftahuddin, M.Ag, selaku Pembatu Ketua Bid. Kemahasiswaan

3. Drs. Fathurrahman. M.Pd selaku ketua program studi Pendidikan Agama

Islam.

4. Drs. Miftahuddin, M.Ag, selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi

ini yang telah memberikan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran.

(8)

6. Bapak, Ibu terkasih yang selalu mendoakanku

7. Sahabat-Sahabatku tersayang yang selalu menjadi inspirator dalam setiap

langkahku.

8. Kakak dan ad Jcku tercinta

9. Keluarga besar (DCyt.COM yang telah membantu menyelesaikan tulisan skripsi

saya.

Akhirnya penulis hanya dapat berdoa kepada Allah SWT, semoga semua

amal baik dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis senantiasa mendapat

balasan yang berlipat ganda dan selalu mendapatkan hidayah serta ridho dari-Nya.

Amin.

Wassalamu'alaikum wr. wb

Salatiga, 8 April 2008 Penulis

Abdul Hamid

NIM : 121 03 001

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JU D U L... i

HALAMAN DEKLARASI... ii

HALAMAN NOTA PEMBIM BING... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

M OTTO... v

PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR I S I ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang M asalah... 1

B. Penegasan Istilah... 8

C. Rumusan M asalah... 12

D. Tujuan Penelitian... 12

E. Signifikansi Penelitian... 13

F. Metode Penulisan Skripsi... 13

G. Sistematika Penulisan Skripsi... 19

BAB II PEMIKIRAN GUS DUR TENTANG PLURALISME A. Biografi dan Setting Historis Pemikiran Gus D u r ... 21

B. Pluralisme, Pandangan Gus Dur tentang Masyarakat Plural ... 30

(10)

B. Pluralisme Menurut Islam ... 49

C. Pluralitas Pendidikan Islam Indonesia... 55

BAB IV PEMIKIRAN GUS DUR TENTANG PENDIDIKAN

PLURALIS

A. Telaah Pemikiran Gus Dur Tentang Pluralisme... 66

B. Pendidikan Islam Dalam Masyarakat Plural... 73

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 88

B. Saran-Saran... 96

C. Penutup... 97

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(11)

BA BI PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah perkembangan pemikiran manusia berawal dari karakter

masyarakat yang mempunyai tradisi atau susunan budaya, adat istiadat dan

etika. Yang melandasi bagaimana harus berperilaku dalam kehidupan sehari-

hari. Kebutuhan dasar hidup pun diatur di dalamnya, seperti kebutuhan pokok

yang terdiri dari sandang, pangan dan papan. Diharapkan pada interaksi

tertentu dapat diminimalisir benturan-benturan hak antar individu dalam suatu

kelompok berbekal dengan sikap hormat menghormati hak individu dengan

tidak merugikan individu lain sebagaimana aturan tersebut.

Namun, tidak bisa dinafikan pula dari antar individu dalam suatu

kelompok atau kelompok dalam suatu masyarakat akan mengalami gesekan

nilai yang sudah disepakati. Karena adanya perbedaan kemauan antar individu

dalam suatu kelompok dan perbedaan aturan, prinsip antar kelompok. Hal ini

dijelaskan oleh Rosullullah merupakan rahmat bagi manusia. Dalam tanda

kutip, dibutuhkan management atau pengolahan untuk mencapai kehidupan

bersama dalam berbagai keberbedaan. Seperti halnya turunnya agama Islam di

Makkah yang di bawa Nabi Muhammad SAW, masyarakat pada saat itu sudah

terbentuk perbedaan aturan, etika yang dijalani oleh berbagai kelompok

masyarakat.

Pada itu juga dengan diturunkannya Al-Qur’an sebagai wahyuNya

melalui M jham m ad sebagai pegangan dalam menjalankan kehidupan dan

(12)

mempersatukan umat pada masa tersebut. Di antara ideologi, kepercayaan masyarakat Makkah pada saat itu seperti Yudaisme, Zoroaster, Kristen dan

agama Mekkah sendiri'.

Hal ini menggambarkan salah satu bentuk ciri khas kehidupan yang

mempunyai fitrah untuk berbeda dengan lainnya. Dijelaskan oleh Aristoteles,

manusia adalah zoon politicon atau berhadap-hadapan dengan yang lain, dan

mempunyai tujuan yang berbeda pula. Tergantung bagaimana pengolahan

yang dimaksudkan Rosulullah uniuk menjalani kehidupan dalam suatu

masyarakat heterogen (plural).

Berangkat dari realitas tersebut, manusia memerlukan usaha yang lebih

keras dalam menghadapi kenyataan saat ini dan pendidikan Islam ditantang

untuk mengarah kesana. Kesadaran akan pluralisme budaya, keyakinan, ras

harusnya tidak menjadi halangan dalam mencapai keharmonisan masyarakat

Islami. Bukan hanya suatu prinsip ke-Ilahian tunggal untuk kebersamaan, akan

tetapi solidaritas dari berbagai keyakinan dan kebiasaan serta identitas bisa

berdampingan untuk melakukan sesuatu tanpa meninggalkan dari yang

dimiliki.

Wacana pluralisme diangkat dari alur fenomena agama Kristen pada

zaman pencerahan (enlighment) yang pada saat itu ingin membebaskan diri

dari pengaruh gereja ortodok yang menganut segala kebijakan tentang

kehidupan, baik pada bidang politik, ekonomi dan sosial. Menyakini

sepenuhnya ajaran yang dianut, menjadikan testimony dalam mencapai

(13)

3

kemaslahatan. Perbedaan identitas individu tidak untuk dibentur-benturkan,

namun pencarian jalan masing-masing dalam hal ukhrowi dan berbareng

dalam hal sosial.

Sesaat, fenomena ini bisa menimbulkan konflik ideologis. Kalau

pengetahuan tentang agamanya masih sempit. Intoleransi terhadap ideologi

lain dalam hal apapun.

Sedangkan Islam, hadir untuk memberikan rahmat bagi seluruh alam

tanpa membedakan prinsip-prinsip yang dapat menimbulkan konflik

horizontal. Nabi Muhammad dalam tujuannya ke muka bumi ini hanya untuk

menyempurnakan akhlak manusia. Mencoba menerobos konstruk budaya

Jahiliyah yang membelenggu dan diskrim inatif terhadap kaum perempuan.

Jadi, semangat yang diusung dalam pluralisme adalah nilai emansipatoris,

keadilan, dan keseimbangan dalam melakukan amal. Upaya Muhammad untuk

mempersatukan kaum mengalami kesulitan dengan sejumlah ideologi yang

dianut masyarakat, sehingga persinggungan itu terus dibahas dalam Al-Qur'an

sampai masa terakhir kerasulan beliau.

Sampai di Indonesia, penyebaran agama Islam tak luput dari usaha

untuk mempertemukannya dengan budaya lokal. Sebagaimana disinggung di

awal bahwa corak kehidupan masyarakat mempunyai bangunan kulturnya

sendiri. Melalui perjuangan walisongo dalam melakukan syi’ar keagamaan di

bumi nusantara ini juga melakukan adaptasi budaya-budaya masyarakat lokal.

Sehingga timbullah istilah Islam yang bercirikan Indonesia, jelasnya adalah

(14)

Hindu Budha dengan aliran kepercayaan animisme, dinamisme dan lain-lain. Islam yang berkembang di Indonesia itu selanjutnya menyatu dengan istilah

Islam Indonesia. Ada sejumlah karakteristik yang berbeda dengan Islam

pertama kali diturunkan.

Pluralitas Islam merupakan keniscayaan dalam menghadapi masalah

umatnya. Dibuktikan dengan peran Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Samsuri

yang membentuk Komite Hijaz untuk Saudi Arabia aengan menolak

penyamaan paham keagamaan yang diarahkan pada wahabisme, sekitar tahun

1924 M, sebelum lahirnya ormas keagamaan terbesar di Indonesia dilahirkan

dan diberi nama dengan Nahdlatul Ulama’. Hal ini membuktikan bahwa

lintasan sejarah Islam yang sampai di Indonesia mempunyai nilai trasformatif

dalam penanaman nilai-nilainya.

Tarikan sejarah ini menjadi relevan apabila disandingkan dengan

relaitas kehidupan masyarakat sekarang. Dalam kenyataannya masih

banyaknya konflik yang terjadi akibat gesekan nilai ideologi masing-masing

individu dalam suatu kelompok. Untuk mewujudkan suatu keadilan yang

secara universal, seperti juga fungsi Islam sendiri sebagai penyebar bagi

seluruh alam, terdapat tantangan yang rumit untuk menjawab problematika

tersebut. Kepentingan primordial sangat dominan bagi suatu aliran

kepercayaan tertentu dalam suatu masyarakat yang plural. Bagaiman Islam

menjawab tantangan-tantangan ini dan juga memberi solusi untuk nilai-nilai

(15)

5

dari realitas masyarakat Islam di Indonesia sebagian besar dalam tataran ekonomi menengah kebawah.

Secara sederhana, dapat penulis nyatakan bahwa melalui pendidikan

Islam itu sendiri yang bisa menjawab kebutuhan jasmani dan lokhani umatnya

tanpa membentur-benturkan nilai-nilai yang diyakini oleh umat lain. Bukan

berarti menyisihkan problematika keagamaan secara khusus yang punya

potensi konllik kekerasan. Namun lebih arif, kacamata kita diarahkan pada

konteks s o c io culture masyarakat yang saling membutuhkan dan melahirkan

apa yang dinamakan keadilan sosial, tenggang rasa, saling menghargai,

emansipatoris tanpa adanya halangan tembok besar yang berupa keyakinan

individu atau kelompok yang terkadang mengungkung umat Islam sendiri

untuk berkembang karena sikap eklusifitasnya.

Oleh sebal- itu, penulis mengambil analisis terhadap pendidikan Islam

yang dipandang sebagai suatu lembaga untuk penanaman nilai ke-Islaman dan

mengarahkan tetang akhlakul karimah kepada siswanya. Hal ini tidak bisa

dilepaskan dari kehidupan masyarakat dewasa ini, karena tantangan

pendidikan Islam yang makin lama makin berat harus disiasati untuk

membuka cakrawala pemikiran baru yang dapat mensusuaikan kenyataan hari

ini. Di sisi lain, karakteristik masyarakat yang begitu plural menjadi sparring

partner untuk mengaktualisasikan pengetahuan pandidikan itu sendiri.

Berangkat dari keragaman masayarakat (pluralitas) tersebut, penulis

berniat untuk mengambil studi tokoh pluralisme pada saat ini pada konteks

(16)

identitas budaya (anti diskriminasi) dan memang lahir dari tradisi mayarakat Indonesia. K.H Abdurrahman Wahid atau sering sapa akrab dengan panggilan

Gus Dur banyak sekali menuangkan pemikirannya tentang kelunakan agama

dalam bersikap sosial. Walaupun terkadang juga banyak menuai kritik dari

kalangan pesantren sendiri, tentang keliberalannya dalam pemikiran. Namun

konteks realitas telah menyebutkan pentingnya solidaritas sosial yang

digagasnya.

Di dalam tulisan-tulisannya, Gus Dur mampu meracik hikmah yang

terkandung dalam tradisionalitas dan modernitas, antara spiritualitas dan non-

spiritualitas, antara rasio /penalaran dan wahyu Ilahi. Kemampuan inilah yang

kemudian membawanya dikenal sebagai seorang pluralis, rasionalis, humanis

dan liberalis. Dalam pandangannya, jika Islam didudukan untuk fungsi

sebagaimana mestinya, akan melahirkan kekuatan dinamis dalam masyarakat

yang mentransformasi menuju suatu yang lebih baik. Dinamisasi atau proses

yang terus menerus bongkar pasang, menggambarkan kualitas mendasar yang

memungkinkan Islam untuk diperbaharui secara berkesinambungan dan

selamanya relevan, tanpa menjadi kering maupun doktriner dalam legalisme.2

Dengan begitu, berarti Islam didudukan sebagai faktor penghubung

antar berbagai budaya lokal. Dan menimbulkan penggalian, saling belajar

tanpa meninggalkan budayanya sendiri. Hal ini untuk mengurangi tegangan

antara norma agama dan manifestasi budaya. Islam akan menjadi lunak

dipandang oleh berbagai budaya pada tingkat lokal. Bukan sebagai jalur yang

(17)

7

harus serta merta dilalui, namun bagaimana juga budaya akan melewati Islam dalam manifestasinya. Apabila sudah tercipta kesepahaman dan keterbukaan,

terciptalah suasana Islam yang rohmatal lil a ’lamin sebagaimana digambarkan

oleh pendahulu Islam.

Juga terkait dengan bagaimana model pembelajaran pendidikan Islam

pada saat iri masih mengacu pada kurikulum sebelum-sebelumnya, seperti

harus menghafal, menerjemahkan agar bisa menjawab soal-soal ujian. Padahal

tantangan ke depan merupakan suatu tuntutan lembaga pendidikan untuk

mengurai permasalahan-permasalahan dalam masyarakat dibarengi dengan

penerjemahan teks yang berbasis pada realitas sosial. Dengan begitu lembaga

pendidikan bisa mencetak kader-kader Islami yang tidak serta merta

meninggalkan budayanya, malahan melestarikan dengan transformasi

pengetahuan yang semakin lama semakin maju.

Tidak bisa disangkal tentang ukuran kemajuan dalam masyarakat

umum untuk memperoleh pendidikan bukan kepada lembaga-lembaga yang

berbasis Islam. Dengan pertimbangan bagaimana tantangan ke depan dan

bekal anak didik dalam menghadapinya. Lebih sebagai modal dasar adalah

bagaimana menciptakan lintas interaksi untuk mendapatkan informasi dan

yang dikatakan Gus Dur adalah dengan saling belajar. Tanpa meninggalkan

budayanya sendiri, namun mendapatkan bahan baru yang lebih baik dan bisa

ditransformsikan ke dalam kehidupan sehari-hari.

Berangkat dari latar belakang di atas, maka secara garis besar yang

(18)

mengeksplorasi gagasan-gagasan tokoh-tokoh Islam atau pendidikan Islam yang konsisten memperjuangkan sikap keterbukaan (inklusif) dalam

menerapkan nilai-nilai sosial ajaran agama Islam, yang menciptakan

kerukunan antar umat beragama. Kedua: menganalisa ide-ide dan pemikiran

pluralisme, dengan mengambil tokoh lokal Gus Dur, dikaitkan dengan

permasalahan pendidikan. Ketiga: mempresentasikan ide-ide dan pemikiran-

pemikiran penulis dalam sebuah metodologi tertentu, yang diharapkan mampu

membangkitkan pendidikan Islam untuk senantiasa siap menghadapi

tantangan, dan melakukan kompetisi yang sehat di tengah-tengah masyarakat

plural baik secara pemikiran maupun sikap kebersamaan sehari-hari dengan

sesama pemeluk agama Islam maupun penganut aliran kepercayaan lain.

B. Penegasan Istilah

Agar tidak terjadi salah tafsir pada judul yang penulis ajukan, maka

perlu kiranya penulis jelaskan pengertian frase dalam judul di atas, sebagai

bei ik u t:

1. Pendidikan Islam

Pendidikan Islam adalah segala usaha memelihara dan

mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada

padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya {insan kamil) sesuai

dengan norma Islam.3

(19)

9

Jadi perspektif pendidikan Islam adalah berbagai pandangan atau pendapat yang mencerminkan suatu usaha membentuk manusia seutuhnya

melalui norma-norma yang ada dalam agama Islam, atau dengan kata lain

suatu lukisan atau gambaran mengenai pendidikan agama dan pendidikan

umum yang merupakan tanggung jawab manusia.

2. Masyarakat Plural

a. Kata masyarakat berarti sejumlah orang dalam kelompok tertentu yang

membentuk perikehidupan dan budaya.4 Selain makna tersebut juga

masih banyak ehli sosiolog yang mengartikan masyarakat, akan tetapi

pada intinya bisa disimpulkan bahwa masyarakat adalah suatu individu

dalam suatu kelompok yang mempunyai tata nilai yang telah

disepakati, baik norma, aturan, etika, dan istiadat. Dalam hal ini

terdapat proses interaksi antara suatu identitas individu yang berbeda

dalam suatu kelompok tertentu.

b. Kata plural secara bahasa mempunyai arti majemuk atau jamak. Yang

secara istilah diartikan sebagai corak dari barmacam-macam identitas5.

Dalam komposisi sosial masyarakat menunjukan identitas yang

berbeda-beda. Terkait dengan persoalan kebenaran mutlak dari

masing-masing individu yang lebur dalam kepentingan bersama.

Menuju tata nilai yang berkeadilan sosial dengan menunjukan sikap

toleransi antar umat beragama, suku, budaya dan kelas sosial.

4 Em Zul Fajri, Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Difa Publizer, Jakarta 1989

(20)

3. Pemikiran Gus Dur

Kata pemikiran berasal dari kata pikir yang berarti akal budi,

ingatan, budi daya akal.6 Yang dimaksud dengan pemikiran Gus Dur atau

K.H Abdurrahman Wahid adalah buah karya yang pernah dituangkan

dalam media-media yang berkaitan tentang pluralisme atau masyarakat

plural.

4. Pluralisme

Pluralisme ber.trti suatu keadaan masyarakat yang terdiri dari

berbagai macam-macam perbedaan, masyarakat majemuk.

Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka di mana ada

interaksi beberapa kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati

dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (ko eksistensi) serta

membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi7. Pluralisme dapat dikatakan

sak .h satu ciri khas masyarakat modem dan kelompok sosial yang paling

penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu

pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi. Dalam sebuah

masyarakat otoriter atau oligarki, ada konsentrasi kekuasaan politik dan

keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, dalam

masyarakat pluralistis, kekuasaan dan penentuan keputusan (dan

kepemilikan kekuasaan) lebih tersebar.

Dipei'cayai bahwa hal ini menghasilkan partisipasi yang lebih tersebar

uas dan menghasilkan partisipasi yang lebih luas dan komitmen dari anggota

6 Drs. Sulchan Yasyin, Kamus lengkap bahasa Indonesia, Amanah, Surabaya, 1997, hal. 379

(21)

11

masyarakat, dan oleh karena itu hasilnya lebih baik. Contoh kelompok- kelompok dan situasi-situasi di mana pluralisme menjadi penting adalah :

perusahaan, badan-badan politik dan ekonomi, serta perhimpunan ilmiah.

Yang dimaksud dengan sifat pluralisme ilmiah adalah faktor utama

dalam pertumbuhan ilmu pengetahuan yang begitu pesat. Pada gilirannya,

pertumbuhan pengetahuan dapat menjadikan kesejahteraan manusia

bertambah, karena, misalnya, lebih besar kinerja dan pertumbuhan ekonomi

dan lebih baiknya teknologi kedokteran. Pluralisme juga merujuk pada

penghargaan terhadap hak-hak individu dalam memutuskan kebenaran

universalnya masing-masing.

1. Pendidikan Islam Di Tengah-Tengah Masyarakat Plural

Adapun yang dimaksud dengan pendidikan Islam di tengah-tengah

masyarakat plural dalam judul skripsi ini adalah telaah kritis terhadap

pemikiran Gus Dur tentang pluralisme sebagai usaha untuk merumuskan

pendidikan Islam yang berkeadilan sosial (al-adalah) baik dalam

pembelajarannya, pendekatannya dan dalam metodologinya. Lebih

jelasnya adalah terwujudnya sikap keadilan yang tidak membeda-bedakan

indentitas individu dengan mengedepankan sikap toleransi. Sehingga

diharapkan akan terjadi pembiasaan dalam pengambilan keputusan yang

tidak berat sebelah dikarenakan adanya perbedaan tersebut. Baik antara

guru dan murid, guru dengan guru, serta murid dengan murid dalam

kelompok-kelompok pembelajaran. Dengan demikian diharapkan secara

(22)

yang diinginkan dalam segala urusan, baik pada ranah pendidikan maupun kehidupan sosial pada umumnya.

C. Rumusan Masalah

Dalam rumusan masalah ini, penulis berusaha untuk mencari tahu

dengan menganalisis bagaimana konsep yang mendasar dari pluralisme dan

masyarakat plural. Disamping itu penulis juga berusaha mencari prinsip-

prinsip dalam pendidikan Islam yang membahas tentang sikap toleransi,

keadilan dan hormat menghormati antar umat beragama.

Berangkat dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka i

permasalahan dalam penulisan ini dapat dirumuskan sebagai b erik u t:

1. Bagaimana gambaran masyarakat Plural di Indonesia?

2. Bagaimana pemikiran Gus Dur tentang Pluralisme dan masyarakat plural?

3. Apa implikasi dan kontribusi pemikiran Gus Dur tentang Pluralisme

terhadap Pendidikan Islam dalam masyarakat plural?

D. Tujuan penulisan skripsi

Berangkat dari rumusan masalah di atas, penulis mempunyai tujuan

untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam rumusan

masalah. Mcika penulisan skripsi ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui gambaran masyarakt Plural di Indonesia.

2. Mengetahui pemikiran Gus Dur tentang Pluralisme dan Masyarakat Plural.

3. Menggambarkan implikasi dan kontribusi pemikiran Gus Dur tentang

(23)

13

E. Signifikasi Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Teoritik dalam arti

pengetahuan sosialogis yang menggambarkan kerukunan hidup beragama dan

berbudaya, dengan melihat bermacam-macam agama dan budaya di Indonesia

yang mempunyai potensi konflik. Secara praktis yaitu bagaimana

menanamkan menerapkan sikap dalam kehidupan sehari-hari untuk menjaga

keharmonisjin sosial dengan menjalankan agama dan kepercayaan masing-

masing. Kemudian dapat diketahui beberapa konsep tentang respon

pendidikan Islam terhadap keragaman agama. Hasil penelitian ini semoga

dapat berrminfaat bagi elemen mahasiswa, calon pendidik atau para pemikir di

masa mendatang dan menambah khasanah pemikiran mengenai pendidikan

Islam.

F. Metodologi Penulisan Skripsi

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi pemikiran dengan mengambil

pemikiran tokoh. Dalam penelitian ini tokoh dijadikan sentral studi adalah

K.H Abdurahman Wahid. Jadi literatur-literatur yang di teliti digunakan

untuk menggambarkan diri keseluruhan pemikiran Gus Dur (gambaran

tentang pluralisme agama).

2. Jenis Penelitian

Untuk memperoleh data yang valid dalam penelitian ini, penulis

mengunakan library research atau metode riset kepustakaan. Metode ini

(24)

membaca buku, makalah, memahami tulisan yang menjadi dasar ptnulisan, sekaligus untuk pembahasan dan penganalisaan yang berkaitan

dengan permasalahan. Tujuan praktis dari metode ini untuk memaparkan

dan menganalisis data-data yang dianggap relevan sihingga menjadi

acuan penulis dalam membuat kesimpulan.

3. Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan dalam penulisan ini adalah :

a. Teknik Deduktif

Yaitu metode berfikir berdasarkan pada pengetahuan umum

dimana kita hendak menilai suatu kejadian yang khusus.8

Dengan metode ini penulis menguraikan data-data yang masih

bersifat umum, pengertian-pengertian umum yang dikemukakan oleh

para ahli, dan melihat fenomena yang berkembang saat ini, kemudian

penulis mencoba untuk menarik kesimpulan.

b. Teknik Induktif

Yaitu metode berfikir yang berangkat dari fakta-fakta atau

peristiwa khusus, dari fakta-fakta atau peristiwa khusus tersebut ditarik

generalisasi-generalisasi yang bersifat umum.9

Dengan metode ini penulis ingin mendapatkan data-data yang

bersifat khusus, pengertian-pengertian khusus yang dikemukakan oleh

para ahli, kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum.

c. Teknik Analisis

8 Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, Psikologi UGM, Jogjakarta, 1981, him. 42 9 Ibid, 42

(25)

15

Yaitu merupakan cara penanganan terhadap objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan

pengertian yang lain untuk mendapatkan pengertian yang baru.10 11

Metode ini digunakan sebagai pendekatan untuk menguraikan

dan melukiskan pandangan tokoh tersebut dan untuk menjelaskan suatu

fakta (pandangan) yaitu benar atau salah,

d. Teknik Sintesis

Yaitu cara penanganan objek penelitian fertentu dengan cara

menghubungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lain

sehingga menghasilkan pengertian yang baru.11

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang telah

diperoleh dari berbagai sumber dijadikan satu kesatuan untuk

menemukan pandangan baru.

4. Telaah Pustaka

Dalam tinjauan pustaka ini penulis sedikit membuat garis besar

tentang karya-karya lain yang berkaitan erat dengan pendidikan Islam di

tengah-tengah masyarakat plural, serta telaah kritis pemikiran Gus Dur

tentang pluralisme. Karena penulis bukan pertama kali yang meneliti

tentang pendidikan Islam ditengah-tengah masyarakat plural, maka penulis

menelaah beberapa buku yang telah mengupas judul yang punya referensi

dengan yang penulis angkat di atas. Buku-buku tersebut adalah:

(26)

Skripsi Lukman Hakim yang berjudul “Pendidikan Demokrasi

Dalam Islam: Studi Atas Pemikiran Gus Dur Tentang Hubungan Islam

dan Negara (1971-2001)”,12 dan penulis Jurnal Tafsirul Afkar edisi 11

tahun 2001 yang berjudul Menuju Pendidikan Islam Pluralis13, Prisma

pemikiran Gus Dur, LKIS Jogja Tahun 199914. Dan Achmad Mufid AR

dalam bukunya yang berjudul: Ada Apa Dengan Gus Dur, Kutub,

Yokyakarta tahun 2005]S.

Oleh Lukman Hakim telah diungkapkan tentang hubungan

pemikiran Gus Dur dengan proses demokrasi di Indonesia, serta

signifikasinya pada Islam dan Negara. Dijelaskan tentang bagaimana

Negara Indonesia dalam bingkai demokrasi dapat menciptakan masyarakat

yang mandiri, dengan mengacu pada pemikiran c/V/7 society Gus Dur,

yaitu suatu tatanan masyarakat yang mempunyai tatanan budaya dan sosio

historis yang masing-masing hidup berdampingan serta melakukan hal

yang menjadi kesepakatan sosial. Dalam berpolitik mengacu pada sistem

bernegara di Indonesia. Nilai yang diangkat oleh Lukman adalah

egalitarian (al-Musyawa), sehingga dalam perspektif Islam juga

mempunyai kemerdekaan dalam hak individu dalam menciptakan

kebersamaan melalui keragaman identisas. Namun kurang dijelaskan oleh

Lukman yaitu tentang bagaimana konsep keharmonisan sosial dalam

bingkai beberapa identitas atau perbedaan bangunan budaya dalam

‘2 Mahasiswa STAIN Salatiga Angkatan Lulus Tahun 2000.

Lakpesdam Nu, Menuju Pendidikan Islam Pluralis, Lakpesdam dan The As k: Fondation, Jakarta, 2001

(27)

17

masyarakat. Maka penulis akan mengungkap tentang masyarkat plural yang menghasilkan konsep pendidikan Islam pluralis dengan mengambil

telaah Gus Dur tentang pluralisme.

Seorang penulis jurnal Afkar edisi 11 ini diantaranya adah M.

Amin Abdullah yang mengangkat tentang pengajaran kalam dan teologi di

era kemajemukan, sebuah tinjauan materi dan metode pendidikan Agama.

Amin Abdullah menyatakan ada solusi untuk mengeratkan hubungan

agama diantaranya dengan melakukan dialog lintas Agama. Di wilayah ini

tak luput muncul sebuah kelemahan yaitu dalam sector pendidikan kurang

dapat tersentuh. Contohnya banyaknya forum lintas agama yang tidak

mengiku.kan partisipasi guru lintas agama. Juga ada penjelasan tentang

potensi Agama dalam melakukan kebaikan di dunia yang dikatakannya

sebagai kemas'ahatan, karena tidak ada suatu Agama yang mengajarkan

tentang kerusakan di muka bumi ini, juga potensi-potensi lain yang bisa

dijadikan kesamaan dalam kehiduapan.10

Namun Amin Vbdullah tidak menjelaskan bagaimana pendidikan

Islam melakukan reorientasi tentang pengajaran dalam rangkaian

paradigma, tujuan pendidikan Islam dengan melihat realitas pendidikan

Islam di Indosesia saat ini. Disini penulis mencoba mengangkat

pendidikan Islam di tengah-tengah masyarakat plural, memulai dari

ana1 isis sejarah singkat Pendidikan Islam, realitas pluralisme di Indonesia,

tujuan, dan paradigma pendidikan Islam.

(28)

Dalam Prisma pemikiran Gus Dur yang secara garis besar mengupas tentang hubungan agama, negara dan gerakan keagamaan, hak

asasi manusia, budaya dan integrasi nasional, pesantren dan lain-lain.

Kaitannya sangat dekat dengan Pendidikan Islam di tengah-tengah

masyarakat plural yang sedang penulis kerjakan. Karena tulisan hasil

pemikiran Gus Dur langsung yang menanggapi tentang Islam tradisional

atau berangkat dari tradisi masyarakatnya dan bagaimana masyarakat

tersebut menjalankan apa yang yakini tanpa adanya batasan keras apalagi

dapat menimbulkan konflik dengan penganut aliran dan kepercayaan

orang atau komunitas-komunitas lain.

Namun tidak dijelaskan bagaimana konsep tentang pendidikan

Islam pluralisme yang harus diterapkan. Prinsip-prinsip pedagogik tidak

bisa hanya secara mentah diambil, harus ada kajian khusus dan simulasi

bahkan praktik yang jelas tentang bagaimana realitas pendidikan Islam di

Indonesia. Sehubungan dengan itu penulis mencoba untuk menulusi

realitas pendidikan Islam di Indonesia yang disandingkan dengan

pemikiran pluralisme dari Gus Dur.

Achmad Mufid secara penjang lebar menuliskan tentang biografi

Gus Dur dari kecil sampai sekitar tahun 2004. Watak traditional yang

merupakan bekal potensial dengan kehidupan lingkungannya membuat

Gus Dur menempatkan diri pada posisi tengah dalam banyak persoalan.

Menurut penulis biografi Gus Dur yang ditulis Mufid tidak dibarengi

(29)

dalam menemukan suatu pengetahuan. Setting historis menempatkan posisi Gus Dur yang berhubugan dengan dimana ia lahir, belajar dan

pernyataan beliau dalam menanggapi suatu masalah Dalam hal itulah

penulis mencoba untuk memahaminya.

Dari berbagai pemaparan di atas menunjuk an tulisan awal yang

pernah r.iengurai permasalahan baik berkaitan dengan pendidikan Islam

plural d a i berbagai sisi yang ada pada Gus Dur. lnsiatif penulis untuk

menambah pustaka kajian, maka penulis juga menggunakan alternatif

penggalkin data dengan mencari tulisan dari hasil seminar, diskusi, media

cetak berupa koran-koran ataupun mengakses dari internet sesuai dengan

analisis dalam maksud dan tujuan penulis.

G. Sistematika Penelitian

Untuk mempermudah dan mendapatkan gambaran tentang bahasan

yang dilakukan dalam tulisan ini maka akan disampaikan garis-garis besar

yang terdiri dari lima bab.

BAB I : PENDAHULUAN, BERISI: Latar belakang masalah, Penegasan

istilah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Metode penulisan

skripsi, Sistematika penulisan skripsi

BAB II : PEMIKIRAN G U S D U R T E N T A N G PL U R A L ISM E, pada bab

ini akan dibahas mengenai setting historis pemikiran Gus Dur,

pluralisme, pandangan Gus Dur tentang masyarakat plural.

(30)

BAB III : PENDIDIKAN ISLAM & PLURALISME, pada bab ini akan dibahas tentang esensi dan filsafat pendidikan Islam, pluralisme

menurut Islam, realitas pendidikan Islam Indonesia.

BAB IV : PEMIKIRAN GUS DUR TENTANG PENDIDIKAN PLURALIS,

pada bab ini akan dibahas tentang Telaah pemikiran Gus Dur

tentang pluralisme. Pendidikan Islam dalam masyarakat yang

plural, yang meliputi sub pokok bahasan persyaratan pendidikan

Islam di tengah-tengah masyarakat yang plural, rumusan

pendidikan Islam di tengah-tengah masyarakat yang plural, prinsip-

prinsip pendidikan Islam di tengah-tengah masyarakat yang plural.

BAB V : Penutup, berisi tentang Relefansi Pemikiran Pluralisme Gus Dur

(31)

BAB II

PEMIKIRAN GUS DUR TENTANG PLURALISME

A. Biografi dan Setting Historis Pemikiran Gus Dur

Yang mempunyai panggilan Gus Dur ini bernama lengkap

Abdurrahman Wahid. Bi iasal dari keturunan kiai, makanya kata depannya

memakai kata "Gus". Karena kata Gus merupakan panggilan bagi seorang

anak kiai. Beliau di lahirkan di Jombang pada tanggal, 4 Agustus 1940 dari

hasil perkawinan KH Wakhid Hasyim dan Nyi Sholekhah. KH Wahid Hasyim

adalah putra dari Khadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari, seorang pendiri

organisas1 masyarakat Nahdlatul Ulama terbesar di Indonesia dan KH Wahid

Hasyim yang juga pernah sebagai ketua umum PBNU. Ibunya adalah seorang

putra dari kiai besar yang bernama KH Bisri Samsuri. Sebagai tokoh ulama

dan salah satu pendiri NU.

Di lihat dari garis keturunannya, KH Abdurrahman Wahid mempunyai

darah ke-NU-an. Karena itu tidak heran kalau Gus Dur mempunyai watak dan

kepribadian kiai. Dari setiap tingkat laku, pendapat juga tidak menyimpang

jauh dari faktor lingkungannya yang terkadang tegas, terkesan seenaknya dan

sukar untuk dimengerti oleh orang lain.

Saat terindah yang pernah dialami seseorang pada umumnya adalah

masa kanak-kanak. Tanpa ada beban yang begitu berat untuk memikirkan

tanggung jawab hidup, keluarga dan kebutuhan sehari-hari. Namun berbeda

dengan masa kecil Gus Dur, karena pada saat itu masa-masa penjajahan

(32)

Belanda. Kebetulan juga dari kalangan umat Islam membentuk wadah organisasi untuk melawan Belanda dengan nama laskar hisbullah. Ayahnya

ikut berkecimpung dalam oraganisasi tersebut. Setiap malam Gus Dur diberi

tugas untuk menangkap kodok. Untuk mengobati luka-luka sang ayah. Bukan

karena terkc na serangan senjata tajam, tapi karena ayahnya menderita

diabetes, dalam mencari kodok tiap malam bisa sekali tangkap mendapat 10

hingga 15 ekor. Setelah itu diambil minyaknya dan di oleskan pada luka-luka

sang ayah.1

Dengan pengalaman seperti itu menumbuhkan Gus Dur dalam berfikir

kedepan dalam cita-citanya ingin menjadi tentara. Seorang pejuang yang

mengorbankan hidupnya untuk bangsa dan negaranya. Tapi pada Tahun

usianya yang ke-14, Gus Dur sudah terkena penyakit mata dan hasil

pemeriksaan dokter, dia telah minus 15 untuk ukuran kacamatanya. Semenjak

umur itu Gus Dur telah melampaui pendidikan menengahnya (SMEP).

Kemudian melanjutkan kepesantren, mula-mula di Tegalrejo, Magelang, Jawa

Tengah. Kemudian ke Tambak Beras Jombang. Di masa mudanya Gus Dur

mempunyai keinginan kuat untuk sekolah di luar negeri. Namun karena

nyonya Sholikhah tidak mempunyai biaya juga prestasi Gus Dur pada saat itu

semenjak SD sampai SMEP hanya biasa-biasa saja. Keinginan Gus Dur untuk

sekolah keluar negeri belum kesampaian.

Ada suatu kejadian yang sampai hari ini tidak bisa dilupakannya yaitu

tentang memori berpulangnya sang ayahanda pada waktu ia berumur 12,

(33)

23

ayahandanya meninggal dalam suatu kecelakaan lalu lintas di Bandung yang

sampai sekarang kasusnya masih misterius atau belum terungkap. Karena

tidak tahu siapa yang melakukan penabrakan tersebut. Tahun 1952

ayahandanya wafat sebelum pemilu 1955, setelah mobil yang ditumpanginya

di tabrak truk saat hujan deras. Waktu itu Gus Dur duduk di bangku depan,

dan ayahnya duduk di bangku belakang. Begitu tertabrak ayahandanya

terlempar keluar dan luka parah Sampai hari kemudian wafat. (Gamma,

N o.36 tahun I, 31 Oktober 1999. Untungnya pada saat kecelakaan itu Gus Dur

selamat.2

Jenazah KU Wahid Hasyim di makamkan di Jombang Jawa Timur

bersama dengan H Subhan ZE yang juga meninggal karena kecelakaan ketika

sedang menunaikan ibadah haji di Mekkah. Dalam perjalanan Madinah Mekah

dengan menggunakan mobil yang disediakan oleh kedutaan Indonesia di Saudi

Arabia. Pada saat itu sedang konvoi dengan para pejabat Indonesia yang lain,

tiba-tiba mobil yang ditumpanginya meledak.

Dalam perjalanan membawa jenazah ke Surabaya, masyarakat banyak

berdesak-desakan di pinggir jalan hanya untuk menyaksikan irobil itu lewat.

"Begitu banyak orang yang mencintai ayah saya, adakah yang lebih mulia dari

pada dicintai orang banyak"? Kata Gus Dur.3

Dalam satu keluarga, di antara saudara-saudaranya. Gus Dur

dipandang paling mirip dengan ayahnya, sikap dan cara berfikirnya. Seperti

cinta kepada kesenian, makanya ia banyak faham musik klasik dan karya

2 Ibid. hlm .$...

(34)

sastra yang bagus. Apalagi kebiasaan dari ayahnya yang katanya nyonya

Sholikhah sangat mirip, yaitu kebiasaan ngomong terus juga terdapat pada

Gus Dur.

Sebu.ih perjalanan yang panjang telah dialamin Gus Dur dari berbagai

jenjang pandidikan dan pesantren telah dilampauinya. Pada tahun 1953-1957

Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) di Jogja. Pada saat itu ia

tinggal di rumah pemimpin modernis KH Junaid, ulama' anggota taijih

Muhammadiyah. Setelah itu hidupnya banyak digunakan untuk belajar

diberbagai pesantren, Tahun 1957-1959 ia di pesantren API Tegalrejo, yang

pada waktu itu di asuh oleh muassis KH Chudlori, dengan merampungkan

pelajaran mondok separuh waktu dengan yang dialami santri lain. Kemudian

pada tahun 1959-1963 Gus Dur melanjutkan belajar di pesantren Muallimat

Baitul Ulum, pesantren tambak Beras Jombang. Setelah itu beliau belajar di

pondok pesantem Krapyak Jogja dan tinggal di rumah pimpinan NU

terkemukan KH Ali Maksum.

Meski terlahir dan dibesarkan di lingkungan pesantren, Gus Dur bisa

melepaskan dari itu semua, seperti setelah melapaui pembelajaran di pesantren

Jombang. Gus Dur sering berlawan fikiran dengan pamannya KH Yusuf

Hasyim. Dengan kejadian itu, bisa dikatakan telah muncul perwatakan Gus

Dur yang suka memberontak dan kontroversial. Sampai pada keluarga NU dan

tidak segan-segan untuk berlawanan dengan yang sebenarnya pewaris NU.

Dari pengalaman belajar yang begitu banyaknya, Gus Dur memiliki

(35)

ke-Islam-25

an, sosial, politik, budaya dan bahkan sering berdimensi international. Sampai

bisa menelurkan karya-karya tulisan yang saat itu disunting oleh Greg Berton

menjadi lima sub judul. Pertama tentang kekuatan Islam tradisional dan

sistem pesantren; kedua, kelemahan Islam tradisional saat ini di Indonesia.

Ketiga, dinamisasi tanggapan terhadap modernitas. Keempat, pluralisme dan

kelima, humanitarian-isme dan kebijakan sosio politik.

Pada tahun 1970-an Gus Dur kerap melakukan kontak dengan

intelektual muslim progresif di antaranya N ur Kholis Madjid dan Djohan

Effendi. Ketika pindah ke Jakarta, Gus Dur sangat mudah beradaptasi dengan

mereka. Menurut Greeg Berton, studi-studinya di Baghdad telah memberi

dasar-dasar yang baik mengenai pendidikan bercorak liberal bergaya Barat

dan sekuler.

Waktu nyantri, Gus Dur berbeda dengan yang lain. Selain ilmu-ilmu

Agama, kajian kitab-kitab kuning, beliau juga mempelajari tentang sastra.

Kesukaannya itu di tanamkan oleh guru bahasa Inggrisnya ketika di SMEP

Jogja, almarhumah ibu Rubi'ah. Seorang anggota gerwani itu memaksa Gus

Dur membaca karya-karya berhaluan kiri. Di antaranya karya Lennin, Thales,

Plato, William Bochner dan Teurgeneu. Sampai saat ini beliau masih

mengingatnya dan mengungkapkan rasa terima kasih yang tak terhingga

kepada Rubi'ah. Kalau nggak begitu, mungkin saya gak mau baca "kata Gus

Dur". Beliau juga menggemari karya-karya sastra seperti novel-novel dari

Amerika seperti karya Hemming Way, Steinbeck, dan Daulkner. Gara-gara

(36)

sekolahnya. Ia pun gagal ketika akan naik kelas 3. Konon juga karena

pengaruh KH Junaid, Gus Dur banyak juga membaca karya Karl Marx, yang

di antaranya adalah das capital.

Selesai belajar di pondok pesantren ternyata tidak berarti menuntaskan

kegelisahan dan gairah intelektual Gus Dur. Pada tahun 1963,4 Gus Dur

meninggalkan tanah air menuju Kairo, Mesir, untuk merunaikan ibadah haji

dan melanjutklan studi. Di sana dia belajar ilmu-ilmu agama di Ma’had al

Edimsat al lslamiyyah Al Azhar Islamic University.5

Sebe'um belajar ke Mesir, pamannya telah melamarkan untuknya

seorang gadis bernama Shinta Nuriah binti H. Muh. Sakur yang kemudian

dinikahinya ketika ia masih di Mesir.

Ketika sampai di Mesir, Gus Dur sangat kecewa karena tidak langsung

dapat masuk ke Universitas Al-Azhar, tetapi di harus masuk Aliyah dahulu,

(semacam sekolah persiapan). Setelah melawati masa persiapan, dan berhasil

masuk di Al Azhar, kekecewaan itu kembali ia alami ketika merasakan teknik

pendidikan di sana masih tertumpu pada muatan hafalan, yang ia yakini

memadamkan potensi pribadi.6

4 Teidapat kesimpang-siuran tentang awal keberangkatan Gus Dur ke Timur Tengah. Menurut catatan penelitian Greg Barton, Gus Dur berangkat ke Timur Tengah pada tahun 1964, (Greg Barton, Gagasan Islam Liberal [...],Op. CL. hal : 327). SemenU.ra itu, Zastrow Ng. Menulis bahwa keberangkatan Gus Dur ke Timur Tengah pada bulan November 1963, bertepatan dengan hari terbunuhnya presiden Amerike Serikat, Jhon F. Kennedy di Dallas. Sebuah moment yang menurut Gus Dur sangat menghantuinya. Perjalanan ke Timur Tengah ini, di tempuh dengan kapal laut. Dalam perjalanan Gus Dur menyempatkan untuk menyelesaikan membaca buku karya Arthur Schlesinger Jr. yang berjudul “The Age o f Jakson". (Lihat, Zastrow Ng., Op., Cit., hal :

22)

(37)

27

Atmosfir intelektual di Al-Azhar yang kurang kondusif memaksa Gus Dur sering mangkir kuliah dan lebih suka menghabiskan waktunya di salah

satu perpustakaan yang lengkap di Kairo, termasuk American University

Library. Biarpun pada satu sisi Gus Dur kecewa dengan Al-Azhar sebagai

lembaga, namun pada sisi lain dia tetap menikmati kehidupan kosmopolitan

Kairo, bahkan beruntung karena terbukanya peluang untuk bergabung dengan

kelompok-kelompok diskusi dan kegiatan tukar pikiran yang umumnya diikuti

para intelektual Mesir.7

Lebih lagi, Presiden Mesir pada waktu itu, Gammal Abdul Naser

adalah seorang nasionalis yang sangat menaruh respek tinggi dengan

perdebatan intelektual. Kebebasan untuk berdialektika mendapat perlindungan

yang cukup dari pemerintah. Misalnya para pendukung negara Islam Mesir

melakukan debat terbuka dengan kaum sosialis di buku-buku dan surat kabar.

Perdebatan ini sangat menarik perhatian Gus Dur. Dia menyimak debat

tersebut secara sungguh-sungguh. Hal ini dia lakukan sebagai respek atas

pemikir-pemikir muslim modem di Mesir.8 Kapasitas intelektual Gus Dur

yang menyeruak di antara ♦eman-teman seangkatannya membuat ia dipercaya

menjadi sekretaris persatuan pelajar Indonesia di Mesir.

Pada tahun 1966 dia pindah ke Baghdad. Kota Baghdad, dipilih karena

pada saat itu, Baghdad merupakan salah satu pusat belajar yang paling maju,

canggih dan kosmopolitan di dunia Arab. Di Baghdad, dia masuk dalam

7 Ibid, Abdurrahman Wahid, Op. Cit.; R. William Liddle, “The Story Behind Abdurrahman Wahid”, artikel dalam Questioning Gus Dur, Jakarta Post, Jakarta, 2000, h a l: 189, Greg Barton, “Abdurrahman Wahid dan Toleransi Ktberagamaan”, Op. Cit.

(38)

28

Departement o f Religion di Universitas Baghdad antara tahun 1966 sampai 1970. Di tempat baru ini, Gus Dur merasa gairah intelektualnya tersalurkan.

Gus Dur tidak hanya mempelajari sastra Arab, tetapi juga filsafat dan teori

sosial Eropa. Gus Dur merasa lebih senang dengan sistem yang diterapkan di

Baghdad, karena dalam beberapa hal lebih berorientasi Eropa, suatu kondisi

yang tidak ia temukan ketika masih di Universitas al Azhar. Menurutnya,

semenjak di Baghdad, ia mulai berfikir secara sistematis. Hal ini karena, di

Baghdad, masyarakat muslim Arab dikaji secara empiris dengan

menggunakan pisau metodologi yang tajam. Pada waktu yang sama, Gus Dur

bersentuhan dengan buku-buku karya tokoh-tokoh besar baik yang berhaluan

liberalis-kapitalis, sosialisme sampai marxisme-komunisme. Di samping itu,

hal yang menarik lagi adalah perpustakaan Universitas di Baghdad penuh

dengai buku-buku mengenai Indonesia. Menurut kesaksian kawan-

kawannya.9 Selama di Baghdad Gus Dur lebih suka menghabiskan waktu di

perpustakaan, bermain karambol dari nonton film bioskop, sedangkan aktifitas

perkuliahan formalnya tidak begitu ia hiraukan.10 Di luar universitas, Gus Dur

rajin mengunjungi makam-makam keramat para wali termasuk makam Syekh

Abdul Qadir Jailani, pendiri Jamaah Thariqah Qodariyah. Dia juga menggeluti

9 Diantara teman seangkatan Gus Dur di Baghdad yang berasal dari Indonesia, misalnya Kyai Mustofa Bisri Rembang, Kyai Mahfudz Ridwan Lc, salah seorang dosen di STAIN Salatiga yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kabupaten Semarang. Banyak cerita menarik tentang Gus Dur ketika masih belajar di Baghdad yang dituturkan Kyai Mahfudz kepada penulis. Tentang narasi KH Mahfud Ridwan Lc. dan Gus Dur ketika di Baghdad baca tulisan Ahmad Bahrudin, Aktivis dari Salatiga, berjudul “Telling Tales about The Young Gus Dur” dalam Questioning Gus Dur, The Jakarta Post, Jakarta, 2000, hal : 132-134.

(39)

r

29

ajaran Imam Junaid Al Baghdadi, seorang pendiri aliran tasaw uf yang di ikuti

oleh jamaah NU. Gus Dur mengakui bahwa di Baghdad inilah ia menemukan

spiritualitasnya.

Aktifitas intelektual Gus Dur di Baghdad yang banyak berinteraksi

dengan berbagai aliran pemikiran ideologi dan politik di Irak, pernah menjadi

sebab dia ditangkap penguasa Irak. Penangkapan ini teriadi ketika penguasa

Irak waktu itu melakukan operasi pembersihan kelompok-kelompok yang

dituduh melakukar kegiatan-kegiatan anti pemerintah. Banyak aktifis yang di

tangkap berakhir di tiang gantungan. Setelah melewati detik-detik

menegangkan, akhirnya Gus Dur di bebaskan kembal.11 Peristiwa inilah,

barangkali, menjadi momentum sejarah yang menjadi alasan beberapa

kalangan di Indonesia hingga sekarang untuk menuding Gus Dur sebagai

pengikut Partai Ba'ath Irak.

Setelah menyelesaikan studinya di Baghdad pada tahun 1970,12 Gus

Dur berharap dapat mendaftarkan di salah satu perguruan tinggi di Eropa.13

Dia merencanakan perjalanan ke Eropa untuk melakukan studi penjajakan.

Tempat-tempat yang ia tuju di antaranya seperti di Universitas Kohln,

Heidelberg, Paris dan Leiden. Tetapi karena kualifikasi akademik mahasiswa-

mahasiswa Timur Tengah tidak diakui oleh Universitas-universitas Eropa,

terutama karena persyaratan bahasa yang ketat yang tidak dapat dipenuhi

11 Kisah ini disampaikan oleh kiai Mahfiid Ridwa, Lc kepada Lukman Hakim. Lebih lanjut, KH. Mahfiidz Ridwan, Lc. menceritakan bahwa Gus Dur sudah tidak punya harapan selamat dari tiang gantungan sebab penguasa Irak pada masa itu tidak menggunakan aturan hukum yang wajar, sehingga Gus Dur pernah menitipkan surat pamitan kepada Ibunya di Indonesia melalui teman sekamarnya itu. (Wawancara dengan penulis pada akhir 21 Desember 2000).

‘2 Greg Barton, Liberalisme [...], Op. Cit., hal : 165

(40)

tanpa menempuh pelajaran tambahan selama satu tahun, memaksa Gus Dur

menjadi mahasiswa yang berpindah dari satu universitas ke universitas lain.

Akhirnya dia menetap di Belanda selama enam bulan dan mendirikan

perkumpulan Pelajar Muslim Inuonesia-Malaysia yang tinggal di Eropa.14

Untuk membiayai living costnya, dua kali dalam sebulan Gus Dur pergi ke

pelabuhan untuk bekerja sebagai pembersih kapal.

Demikianlah, Gus Dur mewakili perkawinan dari dua tradisi

intelektual kesarjanaan Islam tradisional dan pendidikan Barai modern. Akan

tampak bahwa salah satu dari hasil sintesis ini adalah perhatian yang sangat

kuat untuk transformasi pemikiran dan praktek keislaman.15 Di mata ummat,

beliau merupakan tokoh kiai kharismatik, sementara kelompok akademisi dan

dunia gerakan melihatnya sebagai seorang intelektual progresif, dan seorang

politikus melihatnya sebagai kawan atau lawan yang sangat diperhitungkan.

Ini tentu tidak lepas dari kegigihan bimbingan kedua orang tuanya, yang

mendambakan Gus Dur dapat berinteraksi dengan fasih dengan semua

manusia tanpa memandang perbedaan-perbedaan sosial apapun.

B. Pluralisme, Pandangan Gus Dur tentang Masyarakat Plural

Kata pluralisme berasal dari bahasa Inggris, pluralism. Apabila

merujuk dari Wikipedia bahasa Inggris, maka definisi pluralism adalah : "In

the social sciences, pluralism is a framework o f interaction in which groups

show sufficient respect and tolerance o f each other, that they fruitfully coexist

14 Zastrow Ng., Loc. Cit., hal : 27, William Liddle, The Story Behind Abdurrahman Wahid, dalam “Questioning Gus Dur”, Op. Cit., hal : 193-1Q4

(41)

31

and interact without conflict or assimilation." Atau dalam bahasa Indonesia : "Suatu kerangka interaksi yang mana setiap kelompok menampilkan rasa

hormat dan toleran satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi

(pembauran / pembiasan)."

Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka di mana ada

interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling

menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama

(koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.'6

Dalam era modern ini terutama pada kejadian pengeboman terhadap

gedung kembar (WTC) di Amerika. Membuahkan isu tentang terorisme, yang

lebih jelasnya adalah mengatakan Islam sebagai simbol kekerasan. Atas nama

jihad di jalan Allah diwajibkan bagi umat Islam untuk memerangi

kemaksiatan dimuka bumi ini. Sampai seluruh dunia mendengarnya. Di waktu

masyarakat dunia turut bela sungkawa terhadap musibah pada tanggal 11

September 2001 itu, dibenaknya terlintas membayangkan kebingaran orang

Islam ketika melakukan pengeboman melalui dua pesawat yang membawa

bahan peledak. Saat itu belum ada bayangan lain untuk bisa mengatakan

bahwa yang melakukan bukan orang Islam. Di tambah dengan setting issu

terhadap raja teroris Osamah Bin Laden dijadikan sebagai buronan Amerika.

Selanjutnya Denmark pada salah satu perusahaan media membuat karikatur

Nabi Muhammad SAW yang menggambarkan tentang visualisasi jihad masa 16

(42)

kini. Soria banyak rangkaian issu yang digulirkan untuk menyudutkan umat

Islam secara umum.

Dari kejadian tersebut, sampai timbulnya stigma tentang kekerasan

yang dilaukan oleh Islam (Islam garis keras), tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Persoalan itu membuat Amerika dapat seenaknya mengatakan klaim tentang

Islam adalah agama yang kejam dan keras serta dehumanism. Namun di balik

klaim mereka, kalau kita teliti lebih jauh lagi tentang kepentingannya pada

masa khidmad kepemimpinan George Bush adalah invansi ekonomi dengan

jalan melakukan serangan militer kenegara-negara Islam. Hemat kata adalah

suatu isu untuk melegitimasi tindakan Amerika dalam mencapai program yang

diharapkan.

Indonesia merupakan negara berkembang (peri-peri) juga menjadi

salah satu incaran Amerika dan negara-negara adikuasa dalam usaha

memonopoli sumber kekayaan alam. Islam pun di jadikan isu strategis sebagai

upaya untuk masuk menjadi hero di tengah-tengah masyarakat. Dengan

mengkampanyekan ajaran demokrasi dan perdamaian tatanan dunia yang

dibawanya.

Islam Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dengan corak budaya dan

sejarah masyarakatnya. Melalui budaya masyarakat pesisir dan pedalaman

Islam masuk dan berkembang yang diselaraskan dengan kebutuhan

masyarakat. Penanaman nilai tentang kemanusiaan yang tertuju kepada jalan

yang di ridloi Allah SWT. Menjadi spirit Islam untuk di jadikan kebutuhan

(43)

33

Oleh Gus Dur tentang ajaran dan prilaku keagamaan yang dimiliki oleh orang Islam Indonesia disebut sebagai karakteristik traditionalis.

Menganut ajaran orang-orang dulu untuk merunut sejarah agar masa sekarang

tidak terlepas dari akar asal muasalnya pengetahuan. Karena melihat dari

perkerroangan pemikiran yang begitu pesat, baik yang berasal dari Barat

maupun Timur pada tahap kontekstualisasi di wilayahnya tidak bisa di

lepaskan dari karakteristik masyarakat lokal. Seperti halnya yang dilakukan

oleh tokoh-tokoh Islam walisongo yang pada awal mula menjadi sub ordinasi

dari berbagai kebudayaan Jawa. Dari wayang yang mengkisahkan Mahabarata

dan Ramaydna, diubah dengan filosofi baru dengan disisipi nilai-nilai

keagamaan, dari ritual sesaji bakar menyan setiap memperoleh rizki atau

mengharap sesuatu di makam nenek moyang menjadi tradisi tasyakuran dan

tahlilan. Serta kebiasaan atau adat masyarakat Jawa lain yang sangat

dihormati atas peninggalan kebudayaan agama animisme dan dinamisme

untuk diarahkan pada identitas monoteisme yaitu Tuhan semesta alam, Allah

SWT.

Penanaman nilai keagamaan melalui budaya lokal ternyata sangat

efektif dilakukan oleh para waliyullah. Terbentuknya komunitas agamis yang

saling menghormati atas keyakinan agama orang lain dikarenakan pola

pendekrtan yang populis dengan menyesuaikan kebutuhan dalam lingkup

sosiocultural masyarakatnya. Sampai selang waktu telah berjalan, sekitar

tahun 1925 muncul wahabisme dari Saudi Arabia untuk menyamakan faham

(44)

Rosullullah. Hal ini sulit untuk di terima di Indonesia, sehingga pada saat itu juga ketika diselenggarakan komite hijaz Islam dunia yang akan di

selenggarakan di Saudi Arabia, Indonesia berangkat dua tim delegasi yang

mempunyai pendapat berbeda tentang penyamaan faham tersebut. Satu dari

kelompok gerakan Islam modernis yang menerima usulan dari Raja Saudi

untuk menyamakan faham Islam, dan satu kelompok lagi dari kalangan

tradisionalis yang di wakili kiai Wahab Hasbullah dan k;ai Hasyim Asy'ari

tidak menyepakati atau membuat pengecualian untuk Indonesia yang benar-

benar tidak siap akan penseragaman faham Islam. Dan hasilnya, di terima oleh

Raja Saudi sehingga Indonesia tetap memakai corak Islam yang pluralistik

dalam menjalankan keyakinan dan kepercayaannya masing-masing (budaya

lokal).

Semenjak saat itu, para ulama di tanah Jawa, di bumi pertiwi ini,

berjuang dengan penuh keikhlasan untuk memelihara tradisi keagamaan yang

sesuai dengan kultur masyarakat Jawa dengan berpegang pada prinsip-prinsip

aqidah dan syari'ah yang diseimbangkan (tawazun) dengan nilai-nilai luhur

kebudayaan tanah Jawa. Mereka juga memegang prinsip toleransi (

tasamuh

)

sebagai sebuah sikap menghargai pluralitas bangsa, menegakkan kemerdekaan

(hurriyah)

dan keadilan (

al-adlu

).

Sikap kaum traditionalis pada komite hijaz untuk Arab ini disambut

baik oleh kalangan umat muslim di Indonesia, dan selanjutnya timbullah suatu

kebutuhan untuk membuat institusi (kelembagaan) untuk menguatkan prinsip-

(45)

35

masyarakat pada tanggal 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M merupakan hari bersejarah bagi umat Islam di Indonesia yang masih memegang tradisi-tradisi

luhur keber-Islaman dan keber-Indonesiaan di lokalitasnya masing-masing.

Para ulama, yang diprakarsai di antaranya oleh Hadzaratus Syaikh K.H.

Hasyim Asy'ari dan K.H. Wahab Hasbullah pada tanggal 31 Januari 1926

tersebut telah mendeklarasikan sebuah Jam'iyyah yang diberi nama Nahdlatul

Ulama (N U ).17

Selanjutnya dengan mengeluarkan resolusi Jihad yang di fatwakan

oleh Hadlaratus Syaikh K.H. Hasyim Asy'ari pada masa menghadapi

penjajahan (kolonial) Barat waktu itu merupakan manivestasi dari sebuah

konsistensi (ke-istiqamah-an) dalam mengantisipasi budaya dan kekuasaan

baru yang menindas umat di bangsa ini. Sebagai strategi preventif dalam

menghadapi tawaran kepentingan sesaat yang dapat merusak tatanan

masyarakat pada saat itu. Hal ini mengasumsikan prilaku keagamaan Islam

membutuhkan kedaulatan pada masing-masing teritori. Dikategorikan sebagai

bangsa yang bisa mengatur kebutuhan hidup dalam sehari-hari dan bisa

mengatur sendiri akan tujuan hidup secara jangka pendek maupun jangka

panjang.

Sikap pluralitas yang lain diperlihatkan jam'iyah ini pada waktu negara

kita sedang menyusun asas kenegaraan yang menampung dari usulan berbagai

idiologi bangsa yang di antaranya golongan Islam sendiri, nasionalis dan

sosialis. Karena dari ketiga idiologi telah mempunyai andil besar untuk

(46)

mewujudkan kemerdekaan bangsa dan negara. Pada waktu itu sikap jam'iyah Nahdlatul Ulama' menerima dari apa yang menjadi kesepakatan antar idiologi

yang memutuskan tentang asas negara yaitu Pancasila sebagai pegangan hidup

bersama. Dengan landasan kepentingan bersama, "umat" secara luas dalam

menjaga keberlanjutan bangsa. Walaupun disisi lain oraganisasi Islam lain

seperti Muhiimmadiyah sangat berat menerima Pancasila sebagai asas negara.

Ada hal yang menarik untuk mengukur format perjuangan gerakan

Islam pada saat itu, jelas terjadi suatu perbedaan p arid angan terhadap

pengertian umat yang dijadikan sebagai tolak ukur perjuangan. Masing-

masing perspektif tentang umat memang menarik dijadikan sebagai alat

telaah, namun harus ada keterkaitan satu dengan yang lainnya, guna

memperoleh kebulatan gambaran yang diperlukan untuk memahami pola

prilaku gerakan Islam dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Bagaimana

karakteristik masyarakat (umat) pada waktu itu dalam menghadapi persoalan

kebangsaan. Untuk mengetahui format gerakan Muhammadiyah saja saat ini,

tentulah sulit untuk memahami kenapa sebagian warganya sangat berat untuk

menerima Pancasila sebagai asas organisasi gambaran yang utuh dapat

diperoleh ketika digunakan pula sudut pandang pengertian umat yang dimiliki

orang-orang Muhammadiyah. Dan tujuan perjuangan mereka untuk

menegakkan nilai-nilai dan pandangan hidup ke-Islam-an dan dalam

kehidupan masyarakat bangsa Kita dimasa depan. Bagi mereka, nilai-nilai dan

(47)

37

ditakutkan justru Pancasila dijadikan sebagai asas organisasi akan mengurangi keadaan telah terbakukanya nilai pandangan hidup itu.18

Sedangkan Nahdlatul Ulama' memandang umat dalam perspektif

rahmatal lil'alamin, baik untuk pemakaian internal Islam dan kemaslahatan

bagi seluruh manusia. Islam hadir di tengah-tengah masyarakat dan juga bisa

mewarnai untuk mengikuti alur pandangan hidupnya, bukan semata-mata

dengan kepentingannya sendiri menegasikan terhadap yang lain, apalah

artinya implementasi secara syar'i dari sebuah kemaslakhatan umat. Karena

jangan-jangan yang akan dipertanyakan adalah Islamnya. Agak berbeda

dengan Muhammadiyah, yaitu pada sudut pandang tentang masyarakat islami

yang mempunyai aplikasi untuk melakukan suatu gerak sosioreligiusnya. NU

lebih pada riil dilapagan untuk tujuan jangka panjangnya dari keberlanjutan

hidup dari kesatuan umat.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi pada setiap daerah irigasi dilaksanakan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan

Di kelas guru memikul tugas yang berbeda dengan seorang bapak di dalam keluarga.Seorang guru tidak hanya bertugas memacu murid supaya belajar di dalam kelas saja,

Pada analisis ini dapat ditetapkan parameter laju resesi aliran bawah per- mukaan (IRC) dan aliran air bawah tanah (GWRC) serta komponen aliran sungai yang meliputi

Kriteria Baku Kerusakan Ekosistem Gambut adalah material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan

Sehubungan dengan itu, diperlukan suatu kajian tentang kualitas pelayanan penyuluh pertanian dan kepuasan petani terhadap pelayanan penyuluhan tersebut serta kaitannya dengan

Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 13 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Daerah Kota Balikpapan Tahun

Penyakit busuk buah pada nanas (fruit collapse) masuk ke Indonesia diduga berasal dari bibit yang diimpor dari Filipina tetapi penyebab penyakit busuk buah pada nanas di

Maharani C Putri (2015) dalam penelitiannya menyatakan, sistem keuangan merupakan sebuah sistem yang berperan utama dalam menjembatani mobilisasi dana antara pihak