Perpustakaan STAIN Salatiga
IIIHBIIIIIRIIIIII
08TD1011757.01
PENDIDIKAN ISLAM DI TENGAH-TENGAH
MASYARAKAT PLURAL
S t u d i A n a l i s i s P e m i k i r a n G u s D u r t e n t a n g P l u r a l i s m e A g a m a
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Saijana Strata I
Dalam Ilmu Tarbiyah
O leh:
ABDUL HAMID 121 03 001
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
Website : www.stainsalatiea.ac.id E-mail: administrasi@stainsalatiga.ac.id
DEKLARASI
\
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah
diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang
lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran
orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup
mempertanggung jawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang
munaqosah skripsi.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 8 April 2008
Penulis,
Abdul Hamid
NIM. 121 03 001
DEPARTEM EN A G A M A RI
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka
bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara :
N aira : ABDUL HAMID
NIM : 121 03 001
Jurusan / Progdi : Tarbiyah / Pendidikan Agama Islam
Judul : PENDIDIKAN ISLAM DI TENGAH-TENGAH
Website : www.stainsalatiaa.ac.id E-mail: administrasi@stainsalatiga.ac.id
P E N G E S A H A N
Skripsi Saudara : ABDUL HAMID dengan Nomor Induk Mahasiswa : 121 03
001 yang berjudul : ’’PENDIDIKAN ISLAM DI TENGAH-TENGAH
MASYARAKAT PLURAL (Studi Analisis Pemikiran Gus Dur tentang Pluralisme Agama)", Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada hari: Rabu, 2 April 2008 yang bertepatan dengan tanggal 25 Rabiul Awal 1429 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam
Ilmu Tarbiyah.
2 April 2008 M
S a la tig a ,---25 Rabiul Awal 1429 H
Panitia Ujian
Sekretaris
NIP. 1 5 0 2 1 6 8 1 4
Penguji I /&
NIP. 1 5 0 2 4 7 0 1 4
Penguji II
Fatctyurrohman, M.PdN^gCl
Drs. Ahmad SultonL M.Pd
NIP. 1 5 0 3 0 3 0 2 4 NIP. 1 5 0 2 8 4 6 0 2
Drs. Miftahuddin, ai.Ag
NIP. 1 5 0 2 6 8 2 1 5
MOTTO
Siapapun dan sesuatu hal apapun yang kita anggap benar bukan berarti itu menjadi hukum pembenar bagi orang lain. Karena kebenaran itu adalah sesuatu
yang kita yakini dan kita lakukan sendiri, bukan untuk di persombongkan.
1. Bapak bu'e yang selalu menyayangi dan kusayangi.
Beliau berdua yang telah mengorbankan banyak hal untuk kebutuhan hidupku. Baik perasaan maupun materi. Sampai berakhirnya masa study Strata satu (1) saya. Tidak pernah menghalangiku dalam menemukan hal baru yaitu melakukan proses pencarian pengetahuan di luar study kampus sampai mereka kehilangan jejak jalanku. Namun keyakinan akan bertemu pada rasa kasih sayang dan perhatian sampai kapanpun.
2. kakaku Ahmad Mundzakir yang sedang dalam masa pengabdian di MI kedawung, kedua adiku Muhtadin yang sedang menjalani studynya di UIN sunan kalijogo fakultas ushulluddin jurusan tafsir hadits semester enam (6) dan Khoirun Nisa di MTs Nurul Huda Banyu Putih kelas tiga (3).
3. mbah kiai Mahfud Ridwan, abah Mawahib yang selalu menerima pemikiran dari anak muda dan memberikan pencerahan bathin.
4. Gus Dur sekeluarga dan sahabat serta rival politik sekaligus kader muda Nahdlatul Ulama.
5. kaluarga oesar dan alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Komisariat Joko Tingkir. Cabang Kota Salatiga dan Koordinator Cabang Jawa Tengah yang selalu menemani proses berpengetahuan dan berelasi untuk memaknai kenyataan.
6. lembaga intr? kampus; Racana Nagasandhi, Mapala Mitapasa, Dinamika, SSC yang pernah kusinggahi untuk menyalurkan kehausan minat
berorganisasi sewaktu mahasiswa.
7. sahabat-sahabati setiaku yang tanpa perhatian dariku, tetap saja memberikan apa yang dimiliki
8. semua orang yang pen iah aku sakiti dan aku repoti perasaan dan tenaganya dalam hal apapun, baik disengaja maupun tidak.
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum wr. wb
Dengan mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat dan kenikmatan yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul " PENDIDIKAN ISLAM DI
TENGAH-TENGAH MASYARa ICAT PLURAL Studi Analisis Pemikiran Gus
Dur tentang Pluralisme Agama
Mengingat kemampuan penulis masih belum sempurna, maka di dalam
penyusunan skripsi ini mungkin akan ditemui banyak kekurangan. Oleh karena itu
penulis dengan rendah haii dan tangan terbuka menerima masukan dan saran-
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Adapun yang menjadi tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk
memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama
Islam dalam Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.
Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, maka bersamaan dengan selesainya skripsi ini
perkenankanlah penulis menghanturkan rasa terima kasih terutama kepada yang
terhorm at:
1. Drs. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga.
2. Drs. Miftahuddin, M.Ag, selaku Pembatu Ketua Bid. Kemahasiswaan
3. Drs. Fathurrahman. M.Pd selaku ketua program studi Pendidikan Agama
Islam.
4. Drs. Miftahuddin, M.Ag, selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi
ini yang telah memberikan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran.
6. Bapak, Ibu terkasih yang selalu mendoakanku
7. Sahabat-Sahabatku tersayang yang selalu menjadi inspirator dalam setiap
langkahku.
8. Kakak dan ad Jcku tercinta
9. Keluarga besar (DCyt.COM yang telah membantu menyelesaikan tulisan skripsi
saya.
Akhirnya penulis hanya dapat berdoa kepada Allah SWT, semoga semua
amal baik dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis senantiasa mendapat
balasan yang berlipat ganda dan selalu mendapatkan hidayah serta ridho dari-Nya.
Amin.
Wassalamu'alaikum wr. wb
Salatiga, 8 April 2008 Penulis
Abdul Hamid
NIM : 121 03 001
DAFTAR ISI
HALAMAN JU D U L... i
HALAMAN DEKLARASI... ii
HALAMAN NOTA PEMBIM BING... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
M OTTO... v
PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR I S I ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang M asalah... 1
B. Penegasan Istilah... 8
C. Rumusan M asalah... 12
D. Tujuan Penelitian... 12
E. Signifikansi Penelitian... 13
F. Metode Penulisan Skripsi... 13
G. Sistematika Penulisan Skripsi... 19
BAB II PEMIKIRAN GUS DUR TENTANG PLURALISME A. Biografi dan Setting Historis Pemikiran Gus D u r ... 21
B. Pluralisme, Pandangan Gus Dur tentang Masyarakat Plural ... 30
B. Pluralisme Menurut Islam ... 49
C. Pluralitas Pendidikan Islam Indonesia... 55
BAB IV PEMIKIRAN GUS DUR TENTANG PENDIDIKAN
PLURALIS
A. Telaah Pemikiran Gus Dur Tentang Pluralisme... 66
B. Pendidikan Islam Dalam Masyarakat Plural... 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan... 88
B. Saran-Saran... 96
C. Penutup... 97
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BA BI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah perkembangan pemikiran manusia berawal dari karakter
masyarakat yang mempunyai tradisi atau susunan budaya, adat istiadat dan
etika. Yang melandasi bagaimana harus berperilaku dalam kehidupan sehari-
hari. Kebutuhan dasar hidup pun diatur di dalamnya, seperti kebutuhan pokok
yang terdiri dari sandang, pangan dan papan. Diharapkan pada interaksi
tertentu dapat diminimalisir benturan-benturan hak antar individu dalam suatu
kelompok berbekal dengan sikap hormat menghormati hak individu dengan
tidak merugikan individu lain sebagaimana aturan tersebut.
Namun, tidak bisa dinafikan pula dari antar individu dalam suatu
kelompok atau kelompok dalam suatu masyarakat akan mengalami gesekan
nilai yang sudah disepakati. Karena adanya perbedaan kemauan antar individu
dalam suatu kelompok dan perbedaan aturan, prinsip antar kelompok. Hal ini
dijelaskan oleh Rosullullah merupakan rahmat bagi manusia. Dalam tanda
kutip, dibutuhkan management atau pengolahan untuk mencapai kehidupan
bersama dalam berbagai keberbedaan. Seperti halnya turunnya agama Islam di
Makkah yang di bawa Nabi Muhammad SAW, masyarakat pada saat itu sudah
terbentuk perbedaan aturan, etika yang dijalani oleh berbagai kelompok
masyarakat.
Pada itu juga dengan diturunkannya Al-Qur’an sebagai wahyuNya
melalui M jham m ad sebagai pegangan dalam menjalankan kehidupan dan
mempersatukan umat pada masa tersebut. Di antara ideologi, kepercayaan masyarakat Makkah pada saat itu seperti Yudaisme, Zoroaster, Kristen dan
agama Mekkah sendiri'.
Hal ini menggambarkan salah satu bentuk ciri khas kehidupan yang
mempunyai fitrah untuk berbeda dengan lainnya. Dijelaskan oleh Aristoteles,
manusia adalah zoon politicon atau berhadap-hadapan dengan yang lain, dan
mempunyai tujuan yang berbeda pula. Tergantung bagaimana pengolahan
yang dimaksudkan Rosulullah uniuk menjalani kehidupan dalam suatu
masyarakat heterogen (plural).
Berangkat dari realitas tersebut, manusia memerlukan usaha yang lebih
keras dalam menghadapi kenyataan saat ini dan pendidikan Islam ditantang
untuk mengarah kesana. Kesadaran akan pluralisme budaya, keyakinan, ras
harusnya tidak menjadi halangan dalam mencapai keharmonisan masyarakat
Islami. Bukan hanya suatu prinsip ke-Ilahian tunggal untuk kebersamaan, akan
tetapi solidaritas dari berbagai keyakinan dan kebiasaan serta identitas bisa
berdampingan untuk melakukan sesuatu tanpa meninggalkan dari yang
dimiliki.
Wacana pluralisme diangkat dari alur fenomena agama Kristen pada
zaman pencerahan (enlighment) yang pada saat itu ingin membebaskan diri
dari pengaruh gereja ortodok yang menganut segala kebijakan tentang
kehidupan, baik pada bidang politik, ekonomi dan sosial. Menyakini
sepenuhnya ajaran yang dianut, menjadikan testimony dalam mencapai
3
kemaslahatan. Perbedaan identitas individu tidak untuk dibentur-benturkan,
namun pencarian jalan masing-masing dalam hal ukhrowi dan berbareng
dalam hal sosial.
Sesaat, fenomena ini bisa menimbulkan konflik ideologis. Kalau
pengetahuan tentang agamanya masih sempit. Intoleransi terhadap ideologi
lain dalam hal apapun.
Sedangkan Islam, hadir untuk memberikan rahmat bagi seluruh alam
tanpa membedakan prinsip-prinsip yang dapat menimbulkan konflik
horizontal. Nabi Muhammad dalam tujuannya ke muka bumi ini hanya untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Mencoba menerobos konstruk budaya
Jahiliyah yang membelenggu dan diskrim inatif terhadap kaum perempuan.
Jadi, semangat yang diusung dalam pluralisme adalah nilai emansipatoris,
keadilan, dan keseimbangan dalam melakukan amal. Upaya Muhammad untuk
mempersatukan kaum mengalami kesulitan dengan sejumlah ideologi yang
dianut masyarakat, sehingga persinggungan itu terus dibahas dalam Al-Qur'an
sampai masa terakhir kerasulan beliau.
Sampai di Indonesia, penyebaran agama Islam tak luput dari usaha
untuk mempertemukannya dengan budaya lokal. Sebagaimana disinggung di
awal bahwa corak kehidupan masyarakat mempunyai bangunan kulturnya
sendiri. Melalui perjuangan walisongo dalam melakukan syi’ar keagamaan di
bumi nusantara ini juga melakukan adaptasi budaya-budaya masyarakat lokal.
Sehingga timbullah istilah Islam yang bercirikan Indonesia, jelasnya adalah
Hindu Budha dengan aliran kepercayaan animisme, dinamisme dan lain-lain. Islam yang berkembang di Indonesia itu selanjutnya menyatu dengan istilah
Islam Indonesia. Ada sejumlah karakteristik yang berbeda dengan Islam
pertama kali diturunkan.
Pluralitas Islam merupakan keniscayaan dalam menghadapi masalah
umatnya. Dibuktikan dengan peran Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Samsuri
yang membentuk Komite Hijaz untuk Saudi Arabia aengan menolak
penyamaan paham keagamaan yang diarahkan pada wahabisme, sekitar tahun
1924 M, sebelum lahirnya ormas keagamaan terbesar di Indonesia dilahirkan
dan diberi nama dengan Nahdlatul Ulama’. Hal ini membuktikan bahwa
lintasan sejarah Islam yang sampai di Indonesia mempunyai nilai trasformatif
dalam penanaman nilai-nilainya.
Tarikan sejarah ini menjadi relevan apabila disandingkan dengan
relaitas kehidupan masyarakat sekarang. Dalam kenyataannya masih
banyaknya konflik yang terjadi akibat gesekan nilai ideologi masing-masing
individu dalam suatu kelompok. Untuk mewujudkan suatu keadilan yang
secara universal, seperti juga fungsi Islam sendiri sebagai penyebar bagi
seluruh alam, terdapat tantangan yang rumit untuk menjawab problematika
tersebut. Kepentingan primordial sangat dominan bagi suatu aliran
kepercayaan tertentu dalam suatu masyarakat yang plural. Bagaiman Islam
menjawab tantangan-tantangan ini dan juga memberi solusi untuk nilai-nilai
5
dari realitas masyarakat Islam di Indonesia sebagian besar dalam tataran ekonomi menengah kebawah.
Secara sederhana, dapat penulis nyatakan bahwa melalui pendidikan
Islam itu sendiri yang bisa menjawab kebutuhan jasmani dan lokhani umatnya
tanpa membentur-benturkan nilai-nilai yang diyakini oleh umat lain. Bukan
berarti menyisihkan problematika keagamaan secara khusus yang punya
potensi konllik kekerasan. Namun lebih arif, kacamata kita diarahkan pada
konteks s o c io culture masyarakat yang saling membutuhkan dan melahirkan
apa yang dinamakan keadilan sosial, tenggang rasa, saling menghargai,
emansipatoris tanpa adanya halangan tembok besar yang berupa keyakinan
individu atau kelompok yang terkadang mengungkung umat Islam sendiri
untuk berkembang karena sikap eklusifitasnya.
Oleh sebal- itu, penulis mengambil analisis terhadap pendidikan Islam
yang dipandang sebagai suatu lembaga untuk penanaman nilai ke-Islaman dan
mengarahkan tetang akhlakul karimah kepada siswanya. Hal ini tidak bisa
dilepaskan dari kehidupan masyarakat dewasa ini, karena tantangan
pendidikan Islam yang makin lama makin berat harus disiasati untuk
membuka cakrawala pemikiran baru yang dapat mensusuaikan kenyataan hari
ini. Di sisi lain, karakteristik masyarakat yang begitu plural menjadi sparring
partner untuk mengaktualisasikan pengetahuan pandidikan itu sendiri.
Berangkat dari keragaman masayarakat (pluralitas) tersebut, penulis
berniat untuk mengambil studi tokoh pluralisme pada saat ini pada konteks
identitas budaya (anti diskriminasi) dan memang lahir dari tradisi mayarakat Indonesia. K.H Abdurrahman Wahid atau sering sapa akrab dengan panggilan
Gus Dur banyak sekali menuangkan pemikirannya tentang kelunakan agama
dalam bersikap sosial. Walaupun terkadang juga banyak menuai kritik dari
kalangan pesantren sendiri, tentang keliberalannya dalam pemikiran. Namun
konteks realitas telah menyebutkan pentingnya solidaritas sosial yang
digagasnya.
Di dalam tulisan-tulisannya, Gus Dur mampu meracik hikmah yang
terkandung dalam tradisionalitas dan modernitas, antara spiritualitas dan non-
spiritualitas, antara rasio /penalaran dan wahyu Ilahi. Kemampuan inilah yang
kemudian membawanya dikenal sebagai seorang pluralis, rasionalis, humanis
dan liberalis. Dalam pandangannya, jika Islam didudukan untuk fungsi
sebagaimana mestinya, akan melahirkan kekuatan dinamis dalam masyarakat
yang mentransformasi menuju suatu yang lebih baik. Dinamisasi atau proses
yang terus menerus bongkar pasang, menggambarkan kualitas mendasar yang
memungkinkan Islam untuk diperbaharui secara berkesinambungan dan
selamanya relevan, tanpa menjadi kering maupun doktriner dalam legalisme.2
Dengan begitu, berarti Islam didudukan sebagai faktor penghubung
antar berbagai budaya lokal. Dan menimbulkan penggalian, saling belajar
tanpa meninggalkan budayanya sendiri. Hal ini untuk mengurangi tegangan
antara norma agama dan manifestasi budaya. Islam akan menjadi lunak
dipandang oleh berbagai budaya pada tingkat lokal. Bukan sebagai jalur yang
7
harus serta merta dilalui, namun bagaimana juga budaya akan melewati Islam dalam manifestasinya. Apabila sudah tercipta kesepahaman dan keterbukaan,
terciptalah suasana Islam yang rohmatal lil a ’lamin sebagaimana digambarkan
oleh pendahulu Islam.
Juga terkait dengan bagaimana model pembelajaran pendidikan Islam
pada saat iri masih mengacu pada kurikulum sebelum-sebelumnya, seperti
harus menghafal, menerjemahkan agar bisa menjawab soal-soal ujian. Padahal
tantangan ke depan merupakan suatu tuntutan lembaga pendidikan untuk
mengurai permasalahan-permasalahan dalam masyarakat dibarengi dengan
penerjemahan teks yang berbasis pada realitas sosial. Dengan begitu lembaga
pendidikan bisa mencetak kader-kader Islami yang tidak serta merta
meninggalkan budayanya, malahan melestarikan dengan transformasi
pengetahuan yang semakin lama semakin maju.
Tidak bisa disangkal tentang ukuran kemajuan dalam masyarakat
umum untuk memperoleh pendidikan bukan kepada lembaga-lembaga yang
berbasis Islam. Dengan pertimbangan bagaimana tantangan ke depan dan
bekal anak didik dalam menghadapinya. Lebih sebagai modal dasar adalah
bagaimana menciptakan lintas interaksi untuk mendapatkan informasi dan
yang dikatakan Gus Dur adalah dengan saling belajar. Tanpa meninggalkan
budayanya sendiri, namun mendapatkan bahan baru yang lebih baik dan bisa
ditransformsikan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Berangkat dari latar belakang di atas, maka secara garis besar yang
mengeksplorasi gagasan-gagasan tokoh-tokoh Islam atau pendidikan Islam yang konsisten memperjuangkan sikap keterbukaan (inklusif) dalam
menerapkan nilai-nilai sosial ajaran agama Islam, yang menciptakan
kerukunan antar umat beragama. Kedua: menganalisa ide-ide dan pemikiran
pluralisme, dengan mengambil tokoh lokal Gus Dur, dikaitkan dengan
permasalahan pendidikan. Ketiga: mempresentasikan ide-ide dan pemikiran-
pemikiran penulis dalam sebuah metodologi tertentu, yang diharapkan mampu
membangkitkan pendidikan Islam untuk senantiasa siap menghadapi
tantangan, dan melakukan kompetisi yang sehat di tengah-tengah masyarakat
plural baik secara pemikiran maupun sikap kebersamaan sehari-hari dengan
sesama pemeluk agama Islam maupun penganut aliran kepercayaan lain.
B. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi salah tafsir pada judul yang penulis ajukan, maka
perlu kiranya penulis jelaskan pengertian frase dalam judul di atas, sebagai
bei ik u t:
1. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah segala usaha memelihara dan
mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada
padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya {insan kamil) sesuai
dengan norma Islam.3
9
Jadi perspektif pendidikan Islam adalah berbagai pandangan atau pendapat yang mencerminkan suatu usaha membentuk manusia seutuhnya
melalui norma-norma yang ada dalam agama Islam, atau dengan kata lain
suatu lukisan atau gambaran mengenai pendidikan agama dan pendidikan
umum yang merupakan tanggung jawab manusia.
2. Masyarakat Plural
a. Kata masyarakat berarti sejumlah orang dalam kelompok tertentu yang
membentuk perikehidupan dan budaya.4 Selain makna tersebut juga
masih banyak ehli sosiolog yang mengartikan masyarakat, akan tetapi
pada intinya bisa disimpulkan bahwa masyarakat adalah suatu individu
dalam suatu kelompok yang mempunyai tata nilai yang telah
disepakati, baik norma, aturan, etika, dan istiadat. Dalam hal ini
terdapat proses interaksi antara suatu identitas individu yang berbeda
dalam suatu kelompok tertentu.
b. Kata plural secara bahasa mempunyai arti majemuk atau jamak. Yang
secara istilah diartikan sebagai corak dari barmacam-macam identitas5.
Dalam komposisi sosial masyarakat menunjukan identitas yang
berbeda-beda. Terkait dengan persoalan kebenaran mutlak dari
masing-masing individu yang lebur dalam kepentingan bersama.
Menuju tata nilai yang berkeadilan sosial dengan menunjukan sikap
toleransi antar umat beragama, suku, budaya dan kelas sosial.
4 Em Zul Fajri, Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Difa Publizer, Jakarta 1989
3. Pemikiran Gus Dur
Kata pemikiran berasal dari kata pikir yang berarti akal budi,
ingatan, budi daya akal.6 Yang dimaksud dengan pemikiran Gus Dur atau
K.H Abdurrahman Wahid adalah buah karya yang pernah dituangkan
dalam media-media yang berkaitan tentang pluralisme atau masyarakat
plural.
4. Pluralisme
Pluralisme ber.trti suatu keadaan masyarakat yang terdiri dari
berbagai macam-macam perbedaan, masyarakat majemuk.
Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka di mana ada
interaksi beberapa kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati
dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (ko eksistensi) serta
membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi7. Pluralisme dapat dikatakan
sak .h satu ciri khas masyarakat modem dan kelompok sosial yang paling
penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu
pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi. Dalam sebuah
masyarakat otoriter atau oligarki, ada konsentrasi kekuasaan politik dan
keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, dalam
masyarakat pluralistis, kekuasaan dan penentuan keputusan (dan
kepemilikan kekuasaan) lebih tersebar.
Dipei'cayai bahwa hal ini menghasilkan partisipasi yang lebih tersebar
uas dan menghasilkan partisipasi yang lebih luas dan komitmen dari anggota
6 Drs. Sulchan Yasyin, Kamus lengkap bahasa Indonesia, Amanah, Surabaya, 1997, hal. 379
11
masyarakat, dan oleh karena itu hasilnya lebih baik. Contoh kelompok- kelompok dan situasi-situasi di mana pluralisme menjadi penting adalah :
perusahaan, badan-badan politik dan ekonomi, serta perhimpunan ilmiah.
Yang dimaksud dengan sifat pluralisme ilmiah adalah faktor utama
dalam pertumbuhan ilmu pengetahuan yang begitu pesat. Pada gilirannya,
pertumbuhan pengetahuan dapat menjadikan kesejahteraan manusia
bertambah, karena, misalnya, lebih besar kinerja dan pertumbuhan ekonomi
dan lebih baiknya teknologi kedokteran. Pluralisme juga merujuk pada
penghargaan terhadap hak-hak individu dalam memutuskan kebenaran
universalnya masing-masing.
1. Pendidikan Islam Di Tengah-Tengah Masyarakat Plural
Adapun yang dimaksud dengan pendidikan Islam di tengah-tengah
masyarakat plural dalam judul skripsi ini adalah telaah kritis terhadap
pemikiran Gus Dur tentang pluralisme sebagai usaha untuk merumuskan
pendidikan Islam yang berkeadilan sosial (al-adalah) baik dalam
pembelajarannya, pendekatannya dan dalam metodologinya. Lebih
jelasnya adalah terwujudnya sikap keadilan yang tidak membeda-bedakan
indentitas individu dengan mengedepankan sikap toleransi. Sehingga
diharapkan akan terjadi pembiasaan dalam pengambilan keputusan yang
tidak berat sebelah dikarenakan adanya perbedaan tersebut. Baik antara
guru dan murid, guru dengan guru, serta murid dengan murid dalam
kelompok-kelompok pembelajaran. Dengan demikian diharapkan secara
yang diinginkan dalam segala urusan, baik pada ranah pendidikan maupun kehidupan sosial pada umumnya.
C. Rumusan Masalah
Dalam rumusan masalah ini, penulis berusaha untuk mencari tahu
dengan menganalisis bagaimana konsep yang mendasar dari pluralisme dan
masyarakat plural. Disamping itu penulis juga berusaha mencari prinsip-
prinsip dalam pendidikan Islam yang membahas tentang sikap toleransi,
keadilan dan hormat menghormati antar umat beragama.
Berangkat dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka i
permasalahan dalam penulisan ini dapat dirumuskan sebagai b erik u t:
1. Bagaimana gambaran masyarakat Plural di Indonesia?
2. Bagaimana pemikiran Gus Dur tentang Pluralisme dan masyarakat plural?
3. Apa implikasi dan kontribusi pemikiran Gus Dur tentang Pluralisme
terhadap Pendidikan Islam dalam masyarakat plural?
D. Tujuan penulisan skripsi
Berangkat dari rumusan masalah di atas, penulis mempunyai tujuan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam rumusan
masalah. Mcika penulisan skripsi ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui gambaran masyarakt Plural di Indonesia.
2. Mengetahui pemikiran Gus Dur tentang Pluralisme dan Masyarakat Plural.
3. Menggambarkan implikasi dan kontribusi pemikiran Gus Dur tentang
13
E. Signifikasi Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Teoritik dalam arti
pengetahuan sosialogis yang menggambarkan kerukunan hidup beragama dan
berbudaya, dengan melihat bermacam-macam agama dan budaya di Indonesia
yang mempunyai potensi konflik. Secara praktis yaitu bagaimana
menanamkan menerapkan sikap dalam kehidupan sehari-hari untuk menjaga
keharmonisjin sosial dengan menjalankan agama dan kepercayaan masing-
masing. Kemudian dapat diketahui beberapa konsep tentang respon
pendidikan Islam terhadap keragaman agama. Hasil penelitian ini semoga
dapat berrminfaat bagi elemen mahasiswa, calon pendidik atau para pemikir di
masa mendatang dan menambah khasanah pemikiran mengenai pendidikan
Islam.
F. Metodologi Penulisan Skripsi
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi pemikiran dengan mengambil
pemikiran tokoh. Dalam penelitian ini tokoh dijadikan sentral studi adalah
K.H Abdurahman Wahid. Jadi literatur-literatur yang di teliti digunakan
untuk menggambarkan diri keseluruhan pemikiran Gus Dur (gambaran
tentang pluralisme agama).
2. Jenis Penelitian
Untuk memperoleh data yang valid dalam penelitian ini, penulis
mengunakan library research atau metode riset kepustakaan. Metode ini
membaca buku, makalah, memahami tulisan yang menjadi dasar ptnulisan, sekaligus untuk pembahasan dan penganalisaan yang berkaitan
dengan permasalahan. Tujuan praktis dari metode ini untuk memaparkan
dan menganalisis data-data yang dianggap relevan sihingga menjadi
acuan penulis dalam membuat kesimpulan.
3. Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan dalam penulisan ini adalah :
a. Teknik Deduktif
Yaitu metode berfikir berdasarkan pada pengetahuan umum
dimana kita hendak menilai suatu kejadian yang khusus.8
Dengan metode ini penulis menguraikan data-data yang masih
bersifat umum, pengertian-pengertian umum yang dikemukakan oleh
para ahli, dan melihat fenomena yang berkembang saat ini, kemudian
penulis mencoba untuk menarik kesimpulan.
b. Teknik Induktif
Yaitu metode berfikir yang berangkat dari fakta-fakta atau
peristiwa khusus, dari fakta-fakta atau peristiwa khusus tersebut ditarik
generalisasi-generalisasi yang bersifat umum.9
Dengan metode ini penulis ingin mendapatkan data-data yang
bersifat khusus, pengertian-pengertian khusus yang dikemukakan oleh
para ahli, kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum.
c. Teknik Analisis
8 Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, Psikologi UGM, Jogjakarta, 1981, him. 42 9 Ibid, 42
15
Yaitu merupakan cara penanganan terhadap objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan
pengertian yang lain untuk mendapatkan pengertian yang baru.10 11
Metode ini digunakan sebagai pendekatan untuk menguraikan
dan melukiskan pandangan tokoh tersebut dan untuk menjelaskan suatu
fakta (pandangan) yaitu benar atau salah,
d. Teknik Sintesis
Yaitu cara penanganan objek penelitian fertentu dengan cara
menghubungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lain
sehingga menghasilkan pengertian yang baru.11
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang telah
diperoleh dari berbagai sumber dijadikan satu kesatuan untuk
menemukan pandangan baru.
4. Telaah Pustaka
Dalam tinjauan pustaka ini penulis sedikit membuat garis besar
tentang karya-karya lain yang berkaitan erat dengan pendidikan Islam di
tengah-tengah masyarakat plural, serta telaah kritis pemikiran Gus Dur
tentang pluralisme. Karena penulis bukan pertama kali yang meneliti
tentang pendidikan Islam ditengah-tengah masyarakat plural, maka penulis
menelaah beberapa buku yang telah mengupas judul yang punya referensi
dengan yang penulis angkat di atas. Buku-buku tersebut adalah:
Skripsi Lukman Hakim yang berjudul “Pendidikan Demokrasi
Dalam Islam: Studi Atas Pemikiran Gus Dur Tentang Hubungan Islam
dan Negara (1971-2001)”,12 dan penulis Jurnal Tafsirul Afkar edisi 11
tahun 2001 yang berjudul Menuju Pendidikan Islam Pluralis13, Prisma
pemikiran Gus Dur, LKIS Jogja Tahun 199914. Dan Achmad Mufid AR
dalam bukunya yang berjudul: Ada Apa Dengan Gus Dur, Kutub,
Yokyakarta tahun 2005]S.
Oleh Lukman Hakim telah diungkapkan tentang hubungan
pemikiran Gus Dur dengan proses demokrasi di Indonesia, serta
signifikasinya pada Islam dan Negara. Dijelaskan tentang bagaimana
Negara Indonesia dalam bingkai demokrasi dapat menciptakan masyarakat
yang mandiri, dengan mengacu pada pemikiran c/V/7 society Gus Dur,
yaitu suatu tatanan masyarakat yang mempunyai tatanan budaya dan sosio
historis yang masing-masing hidup berdampingan serta melakukan hal
yang menjadi kesepakatan sosial. Dalam berpolitik mengacu pada sistem
bernegara di Indonesia. Nilai yang diangkat oleh Lukman adalah
egalitarian (al-Musyawa), sehingga dalam perspektif Islam juga
mempunyai kemerdekaan dalam hak individu dalam menciptakan
kebersamaan melalui keragaman identisas. Namun kurang dijelaskan oleh
Lukman yaitu tentang bagaimana konsep keharmonisan sosial dalam
bingkai beberapa identitas atau perbedaan bangunan budaya dalam
‘2 Mahasiswa STAIN Salatiga Angkatan Lulus Tahun 2000.
Lakpesdam Nu, Menuju Pendidikan Islam Pluralis, Lakpesdam dan The As k: Fondation, Jakarta, 2001
17
masyarakat. Maka penulis akan mengungkap tentang masyarkat plural yang menghasilkan konsep pendidikan Islam pluralis dengan mengambil
telaah Gus Dur tentang pluralisme.
Seorang penulis jurnal Afkar edisi 11 ini diantaranya adah M.
Amin Abdullah yang mengangkat tentang pengajaran kalam dan teologi di
era kemajemukan, sebuah tinjauan materi dan metode pendidikan Agama.
Amin Abdullah menyatakan ada solusi untuk mengeratkan hubungan
agama diantaranya dengan melakukan dialog lintas Agama. Di wilayah ini
tak luput muncul sebuah kelemahan yaitu dalam sector pendidikan kurang
dapat tersentuh. Contohnya banyaknya forum lintas agama yang tidak
mengiku.kan partisipasi guru lintas agama. Juga ada penjelasan tentang
potensi Agama dalam melakukan kebaikan di dunia yang dikatakannya
sebagai kemas'ahatan, karena tidak ada suatu Agama yang mengajarkan
tentang kerusakan di muka bumi ini, juga potensi-potensi lain yang bisa
dijadikan kesamaan dalam kehiduapan.10
Namun Amin Vbdullah tidak menjelaskan bagaimana pendidikan
Islam melakukan reorientasi tentang pengajaran dalam rangkaian
paradigma, tujuan pendidikan Islam dengan melihat realitas pendidikan
Islam di Indosesia saat ini. Disini penulis mencoba mengangkat
pendidikan Islam di tengah-tengah masyarakat plural, memulai dari
ana1 isis sejarah singkat Pendidikan Islam, realitas pluralisme di Indonesia,
tujuan, dan paradigma pendidikan Islam.
Dalam Prisma pemikiran Gus Dur yang secara garis besar mengupas tentang hubungan agama, negara dan gerakan keagamaan, hak
asasi manusia, budaya dan integrasi nasional, pesantren dan lain-lain.
Kaitannya sangat dekat dengan Pendidikan Islam di tengah-tengah
masyarakat plural yang sedang penulis kerjakan. Karena tulisan hasil
pemikiran Gus Dur langsung yang menanggapi tentang Islam tradisional
atau berangkat dari tradisi masyarakatnya dan bagaimana masyarakat
tersebut menjalankan apa yang yakini tanpa adanya batasan keras apalagi
dapat menimbulkan konflik dengan penganut aliran dan kepercayaan
orang atau komunitas-komunitas lain.
Namun tidak dijelaskan bagaimana konsep tentang pendidikan
Islam pluralisme yang harus diterapkan. Prinsip-prinsip pedagogik tidak
bisa hanya secara mentah diambil, harus ada kajian khusus dan simulasi
bahkan praktik yang jelas tentang bagaimana realitas pendidikan Islam di
Indonesia. Sehubungan dengan itu penulis mencoba untuk menulusi
realitas pendidikan Islam di Indonesia yang disandingkan dengan
pemikiran pluralisme dari Gus Dur.
Achmad Mufid secara penjang lebar menuliskan tentang biografi
Gus Dur dari kecil sampai sekitar tahun 2004. Watak traditional yang
merupakan bekal potensial dengan kehidupan lingkungannya membuat
Gus Dur menempatkan diri pada posisi tengah dalam banyak persoalan.
Menurut penulis biografi Gus Dur yang ditulis Mufid tidak dibarengi
dalam menemukan suatu pengetahuan. Setting historis menempatkan posisi Gus Dur yang berhubugan dengan dimana ia lahir, belajar dan
pernyataan beliau dalam menanggapi suatu masalah Dalam hal itulah
penulis mencoba untuk memahaminya.
Dari berbagai pemaparan di atas menunjuk an tulisan awal yang
pernah r.iengurai permasalahan baik berkaitan dengan pendidikan Islam
plural d a i berbagai sisi yang ada pada Gus Dur. lnsiatif penulis untuk
menambah pustaka kajian, maka penulis juga menggunakan alternatif
penggalkin data dengan mencari tulisan dari hasil seminar, diskusi, media
cetak berupa koran-koran ataupun mengakses dari internet sesuai dengan
analisis dalam maksud dan tujuan penulis.
G. Sistematika Penelitian
Untuk mempermudah dan mendapatkan gambaran tentang bahasan
yang dilakukan dalam tulisan ini maka akan disampaikan garis-garis besar
yang terdiri dari lima bab.
BAB I : PENDAHULUAN, BERISI: Latar belakang masalah, Penegasan
istilah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Metode penulisan
skripsi, Sistematika penulisan skripsi
BAB II : PEMIKIRAN G U S D U R T E N T A N G PL U R A L ISM E, pada bab
ini akan dibahas mengenai setting historis pemikiran Gus Dur,
pluralisme, pandangan Gus Dur tentang masyarakat plural.
BAB III : PENDIDIKAN ISLAM & PLURALISME, pada bab ini akan dibahas tentang esensi dan filsafat pendidikan Islam, pluralisme
menurut Islam, realitas pendidikan Islam Indonesia.
BAB IV : PEMIKIRAN GUS DUR TENTANG PENDIDIKAN PLURALIS,
pada bab ini akan dibahas tentang Telaah pemikiran Gus Dur
tentang pluralisme. Pendidikan Islam dalam masyarakat yang
plural, yang meliputi sub pokok bahasan persyaratan pendidikan
Islam di tengah-tengah masyarakat yang plural, rumusan
pendidikan Islam di tengah-tengah masyarakat yang plural, prinsip-
prinsip pendidikan Islam di tengah-tengah masyarakat yang plural.
BAB V : Penutup, berisi tentang Relefansi Pemikiran Pluralisme Gus Dur
BAB II
PEMIKIRAN GUS DUR TENTANG PLURALISME
A. Biografi dan Setting Historis Pemikiran Gus Dur
Yang mempunyai panggilan Gus Dur ini bernama lengkap
Abdurrahman Wahid. Bi iasal dari keturunan kiai, makanya kata depannya
memakai kata "Gus". Karena kata Gus merupakan panggilan bagi seorang
anak kiai. Beliau di lahirkan di Jombang pada tanggal, 4 Agustus 1940 dari
hasil perkawinan KH Wakhid Hasyim dan Nyi Sholekhah. KH Wahid Hasyim
adalah putra dari Khadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari, seorang pendiri
organisas1 masyarakat Nahdlatul Ulama terbesar di Indonesia dan KH Wahid
Hasyim yang juga pernah sebagai ketua umum PBNU. Ibunya adalah seorang
putra dari kiai besar yang bernama KH Bisri Samsuri. Sebagai tokoh ulama
dan salah satu pendiri NU.
Di lihat dari garis keturunannya, KH Abdurrahman Wahid mempunyai
darah ke-NU-an. Karena itu tidak heran kalau Gus Dur mempunyai watak dan
kepribadian kiai. Dari setiap tingkat laku, pendapat juga tidak menyimpang
jauh dari faktor lingkungannya yang terkadang tegas, terkesan seenaknya dan
sukar untuk dimengerti oleh orang lain.
Saat terindah yang pernah dialami seseorang pada umumnya adalah
masa kanak-kanak. Tanpa ada beban yang begitu berat untuk memikirkan
tanggung jawab hidup, keluarga dan kebutuhan sehari-hari. Namun berbeda
dengan masa kecil Gus Dur, karena pada saat itu masa-masa penjajahan
Belanda. Kebetulan juga dari kalangan umat Islam membentuk wadah organisasi untuk melawan Belanda dengan nama laskar hisbullah. Ayahnya
ikut berkecimpung dalam oraganisasi tersebut. Setiap malam Gus Dur diberi
tugas untuk menangkap kodok. Untuk mengobati luka-luka sang ayah. Bukan
karena terkc na serangan senjata tajam, tapi karena ayahnya menderita
diabetes, dalam mencari kodok tiap malam bisa sekali tangkap mendapat 10
hingga 15 ekor. Setelah itu diambil minyaknya dan di oleskan pada luka-luka
sang ayah.1
Dengan pengalaman seperti itu menumbuhkan Gus Dur dalam berfikir
kedepan dalam cita-citanya ingin menjadi tentara. Seorang pejuang yang
mengorbankan hidupnya untuk bangsa dan negaranya. Tapi pada Tahun
usianya yang ke-14, Gus Dur sudah terkena penyakit mata dan hasil
pemeriksaan dokter, dia telah minus 15 untuk ukuran kacamatanya. Semenjak
umur itu Gus Dur telah melampaui pendidikan menengahnya (SMEP).
Kemudian melanjutkan kepesantren, mula-mula di Tegalrejo, Magelang, Jawa
Tengah. Kemudian ke Tambak Beras Jombang. Di masa mudanya Gus Dur
mempunyai keinginan kuat untuk sekolah di luar negeri. Namun karena
nyonya Sholikhah tidak mempunyai biaya juga prestasi Gus Dur pada saat itu
semenjak SD sampai SMEP hanya biasa-biasa saja. Keinginan Gus Dur untuk
sekolah keluar negeri belum kesampaian.
Ada suatu kejadian yang sampai hari ini tidak bisa dilupakannya yaitu
tentang memori berpulangnya sang ayahanda pada waktu ia berumur 12,
23
ayahandanya meninggal dalam suatu kecelakaan lalu lintas di Bandung yang
sampai sekarang kasusnya masih misterius atau belum terungkap. Karena
tidak tahu siapa yang melakukan penabrakan tersebut. Tahun 1952
ayahandanya wafat sebelum pemilu 1955, setelah mobil yang ditumpanginya
di tabrak truk saat hujan deras. Waktu itu Gus Dur duduk di bangku depan,
dan ayahnya duduk di bangku belakang. Begitu tertabrak ayahandanya
terlempar keluar dan luka parah Sampai hari kemudian wafat. (Gamma,
N o.36 tahun I, 31 Oktober 1999. Untungnya pada saat kecelakaan itu Gus Dur
selamat.2
Jenazah KU Wahid Hasyim di makamkan di Jombang Jawa Timur
bersama dengan H Subhan ZE yang juga meninggal karena kecelakaan ketika
sedang menunaikan ibadah haji di Mekkah. Dalam perjalanan Madinah Mekah
dengan menggunakan mobil yang disediakan oleh kedutaan Indonesia di Saudi
Arabia. Pada saat itu sedang konvoi dengan para pejabat Indonesia yang lain,
tiba-tiba mobil yang ditumpanginya meledak.
Dalam perjalanan membawa jenazah ke Surabaya, masyarakat banyak
berdesak-desakan di pinggir jalan hanya untuk menyaksikan irobil itu lewat.
"Begitu banyak orang yang mencintai ayah saya, adakah yang lebih mulia dari
pada dicintai orang banyak"? Kata Gus Dur.3
Dalam satu keluarga, di antara saudara-saudaranya. Gus Dur
dipandang paling mirip dengan ayahnya, sikap dan cara berfikirnya. Seperti
cinta kepada kesenian, makanya ia banyak faham musik klasik dan karya
2 Ibid. hlm .$...
sastra yang bagus. Apalagi kebiasaan dari ayahnya yang katanya nyonya
Sholikhah sangat mirip, yaitu kebiasaan ngomong terus juga terdapat pada
Gus Dur.
Sebu.ih perjalanan yang panjang telah dialamin Gus Dur dari berbagai
jenjang pandidikan dan pesantren telah dilampauinya. Pada tahun 1953-1957
Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) di Jogja. Pada saat itu ia
tinggal di rumah pemimpin modernis KH Junaid, ulama' anggota taijih
Muhammadiyah. Setelah itu hidupnya banyak digunakan untuk belajar
diberbagai pesantren, Tahun 1957-1959 ia di pesantren API Tegalrejo, yang
pada waktu itu di asuh oleh muassis KH Chudlori, dengan merampungkan
pelajaran mondok separuh waktu dengan yang dialami santri lain. Kemudian
pada tahun 1959-1963 Gus Dur melanjutkan belajar di pesantren Muallimat
Baitul Ulum, pesantren tambak Beras Jombang. Setelah itu beliau belajar di
pondok pesantem Krapyak Jogja dan tinggal di rumah pimpinan NU
terkemukan KH Ali Maksum.
Meski terlahir dan dibesarkan di lingkungan pesantren, Gus Dur bisa
melepaskan dari itu semua, seperti setelah melapaui pembelajaran di pesantren
Jombang. Gus Dur sering berlawan fikiran dengan pamannya KH Yusuf
Hasyim. Dengan kejadian itu, bisa dikatakan telah muncul perwatakan Gus
Dur yang suka memberontak dan kontroversial. Sampai pada keluarga NU dan
tidak segan-segan untuk berlawanan dengan yang sebenarnya pewaris NU.
Dari pengalaman belajar yang begitu banyaknya, Gus Dur memiliki
ke-Islam-25
an, sosial, politik, budaya dan bahkan sering berdimensi international. Sampai
bisa menelurkan karya-karya tulisan yang saat itu disunting oleh Greg Berton
menjadi lima sub judul. Pertama tentang kekuatan Islam tradisional dan
sistem pesantren; kedua, kelemahan Islam tradisional saat ini di Indonesia.
Ketiga, dinamisasi tanggapan terhadap modernitas. Keempat, pluralisme dan
kelima, humanitarian-isme dan kebijakan sosio politik.
Pada tahun 1970-an Gus Dur kerap melakukan kontak dengan
intelektual muslim progresif di antaranya N ur Kholis Madjid dan Djohan
Effendi. Ketika pindah ke Jakarta, Gus Dur sangat mudah beradaptasi dengan
mereka. Menurut Greeg Berton, studi-studinya di Baghdad telah memberi
dasar-dasar yang baik mengenai pendidikan bercorak liberal bergaya Barat
dan sekuler.
Waktu nyantri, Gus Dur berbeda dengan yang lain. Selain ilmu-ilmu
Agama, kajian kitab-kitab kuning, beliau juga mempelajari tentang sastra.
Kesukaannya itu di tanamkan oleh guru bahasa Inggrisnya ketika di SMEP
Jogja, almarhumah ibu Rubi'ah. Seorang anggota gerwani itu memaksa Gus
Dur membaca karya-karya berhaluan kiri. Di antaranya karya Lennin, Thales,
Plato, William Bochner dan Teurgeneu. Sampai saat ini beliau masih
mengingatnya dan mengungkapkan rasa terima kasih yang tak terhingga
kepada Rubi'ah. Kalau nggak begitu, mungkin saya gak mau baca "kata Gus
Dur". Beliau juga menggemari karya-karya sastra seperti novel-novel dari
Amerika seperti karya Hemming Way, Steinbeck, dan Daulkner. Gara-gara
sekolahnya. Ia pun gagal ketika akan naik kelas 3. Konon juga karena
pengaruh KH Junaid, Gus Dur banyak juga membaca karya Karl Marx, yang
di antaranya adalah das capital.
Selesai belajar di pondok pesantren ternyata tidak berarti menuntaskan
kegelisahan dan gairah intelektual Gus Dur. Pada tahun 1963,4 Gus Dur
meninggalkan tanah air menuju Kairo, Mesir, untuk merunaikan ibadah haji
dan melanjutklan studi. Di sana dia belajar ilmu-ilmu agama di Ma’had al
Edimsat al lslamiyyah Al Azhar Islamic University.5
Sebe'um belajar ke Mesir, pamannya telah melamarkan untuknya
seorang gadis bernama Shinta Nuriah binti H. Muh. Sakur yang kemudian
dinikahinya ketika ia masih di Mesir.
Ketika sampai di Mesir, Gus Dur sangat kecewa karena tidak langsung
dapat masuk ke Universitas Al-Azhar, tetapi di harus masuk Aliyah dahulu,
(semacam sekolah persiapan). Setelah melawati masa persiapan, dan berhasil
masuk di Al Azhar, kekecewaan itu kembali ia alami ketika merasakan teknik
pendidikan di sana masih tertumpu pada muatan hafalan, yang ia yakini
memadamkan potensi pribadi.6
4 Teidapat kesimpang-siuran tentang awal keberangkatan Gus Dur ke Timur Tengah. Menurut catatan penelitian Greg Barton, Gus Dur berangkat ke Timur Tengah pada tahun 1964, (Greg Barton, Gagasan Islam Liberal [...],Op. CL. hal : 327). SemenU.ra itu, Zastrow Ng. Menulis bahwa keberangkatan Gus Dur ke Timur Tengah pada bulan November 1963, bertepatan dengan hari terbunuhnya presiden Amerike Serikat, Jhon F. Kennedy di Dallas. Sebuah moment yang menurut Gus Dur sangat menghantuinya. Perjalanan ke Timur Tengah ini, di tempuh dengan kapal laut. Dalam perjalanan Gus Dur menyempatkan untuk menyelesaikan membaca buku karya Arthur Schlesinger Jr. yang berjudul “The Age o f Jakson". (Lihat, Zastrow Ng., Op., Cit., hal :
22)
27
Atmosfir intelektual di Al-Azhar yang kurang kondusif memaksa Gus Dur sering mangkir kuliah dan lebih suka menghabiskan waktunya di salah
satu perpustakaan yang lengkap di Kairo, termasuk American University
Library. Biarpun pada satu sisi Gus Dur kecewa dengan Al-Azhar sebagai
lembaga, namun pada sisi lain dia tetap menikmati kehidupan kosmopolitan
Kairo, bahkan beruntung karena terbukanya peluang untuk bergabung dengan
kelompok-kelompok diskusi dan kegiatan tukar pikiran yang umumnya diikuti
para intelektual Mesir.7
Lebih lagi, Presiden Mesir pada waktu itu, Gammal Abdul Naser
adalah seorang nasionalis yang sangat menaruh respek tinggi dengan
perdebatan intelektual. Kebebasan untuk berdialektika mendapat perlindungan
yang cukup dari pemerintah. Misalnya para pendukung negara Islam Mesir
melakukan debat terbuka dengan kaum sosialis di buku-buku dan surat kabar.
Perdebatan ini sangat menarik perhatian Gus Dur. Dia menyimak debat
tersebut secara sungguh-sungguh. Hal ini dia lakukan sebagai respek atas
pemikir-pemikir muslim modem di Mesir.8 Kapasitas intelektual Gus Dur
yang menyeruak di antara ♦eman-teman seangkatannya membuat ia dipercaya
menjadi sekretaris persatuan pelajar Indonesia di Mesir.
Pada tahun 1966 dia pindah ke Baghdad. Kota Baghdad, dipilih karena
pada saat itu, Baghdad merupakan salah satu pusat belajar yang paling maju,
canggih dan kosmopolitan di dunia Arab. Di Baghdad, dia masuk dalam
7 Ibid, Abdurrahman Wahid, Op. Cit.; R. William Liddle, “The Story Behind Abdurrahman Wahid”, artikel dalam Questioning Gus Dur, Jakarta Post, Jakarta, 2000, h a l: 189, Greg Barton, “Abdurrahman Wahid dan Toleransi Ktberagamaan”, Op. Cit.
28
Departement o f Religion di Universitas Baghdad antara tahun 1966 sampai 1970. Di tempat baru ini, Gus Dur merasa gairah intelektualnya tersalurkan.
Gus Dur tidak hanya mempelajari sastra Arab, tetapi juga filsafat dan teori
sosial Eropa. Gus Dur merasa lebih senang dengan sistem yang diterapkan di
Baghdad, karena dalam beberapa hal lebih berorientasi Eropa, suatu kondisi
yang tidak ia temukan ketika masih di Universitas al Azhar. Menurutnya,
semenjak di Baghdad, ia mulai berfikir secara sistematis. Hal ini karena, di
Baghdad, masyarakat muslim Arab dikaji secara empiris dengan
menggunakan pisau metodologi yang tajam. Pada waktu yang sama, Gus Dur
bersentuhan dengan buku-buku karya tokoh-tokoh besar baik yang berhaluan
liberalis-kapitalis, sosialisme sampai marxisme-komunisme. Di samping itu,
hal yang menarik lagi adalah perpustakaan Universitas di Baghdad penuh
dengai buku-buku mengenai Indonesia. Menurut kesaksian kawan-
kawannya.9 Selama di Baghdad Gus Dur lebih suka menghabiskan waktu di
perpustakaan, bermain karambol dari nonton film bioskop, sedangkan aktifitas
perkuliahan formalnya tidak begitu ia hiraukan.10 Di luar universitas, Gus Dur
rajin mengunjungi makam-makam keramat para wali termasuk makam Syekh
Abdul Qadir Jailani, pendiri Jamaah Thariqah Qodariyah. Dia juga menggeluti
9 Diantara teman seangkatan Gus Dur di Baghdad yang berasal dari Indonesia, misalnya Kyai Mustofa Bisri Rembang, Kyai Mahfudz Ridwan Lc, salah seorang dosen di STAIN Salatiga yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kabupaten Semarang. Banyak cerita menarik tentang Gus Dur ketika masih belajar di Baghdad yang dituturkan Kyai Mahfudz kepada penulis. Tentang narasi KH Mahfud Ridwan Lc. dan Gus Dur ketika di Baghdad baca tulisan Ahmad Bahrudin, Aktivis dari Salatiga, berjudul “Telling Tales about The Young Gus Dur” dalam Questioning Gus Dur, The Jakarta Post, Jakarta, 2000, hal : 132-134.
r
29
ajaran Imam Junaid Al Baghdadi, seorang pendiri aliran tasaw uf yang di ikuti
oleh jamaah NU. Gus Dur mengakui bahwa di Baghdad inilah ia menemukan
spiritualitasnya.
Aktifitas intelektual Gus Dur di Baghdad yang banyak berinteraksi
dengan berbagai aliran pemikiran ideologi dan politik di Irak, pernah menjadi
sebab dia ditangkap penguasa Irak. Penangkapan ini teriadi ketika penguasa
Irak waktu itu melakukan operasi pembersihan kelompok-kelompok yang
dituduh melakukar kegiatan-kegiatan anti pemerintah. Banyak aktifis yang di
tangkap berakhir di tiang gantungan. Setelah melewati detik-detik
menegangkan, akhirnya Gus Dur di bebaskan kembal.11 Peristiwa inilah,
barangkali, menjadi momentum sejarah yang menjadi alasan beberapa
kalangan di Indonesia hingga sekarang untuk menuding Gus Dur sebagai
pengikut Partai Ba'ath Irak.
Setelah menyelesaikan studinya di Baghdad pada tahun 1970,12 Gus
Dur berharap dapat mendaftarkan di salah satu perguruan tinggi di Eropa.13
Dia merencanakan perjalanan ke Eropa untuk melakukan studi penjajakan.
Tempat-tempat yang ia tuju di antaranya seperti di Universitas Kohln,
Heidelberg, Paris dan Leiden. Tetapi karena kualifikasi akademik mahasiswa-
mahasiswa Timur Tengah tidak diakui oleh Universitas-universitas Eropa,
terutama karena persyaratan bahasa yang ketat yang tidak dapat dipenuhi
11 Kisah ini disampaikan oleh kiai Mahfiid Ridwa, Lc kepada Lukman Hakim. Lebih lanjut, KH. Mahfiidz Ridwan, Lc. menceritakan bahwa Gus Dur sudah tidak punya harapan selamat dari tiang gantungan sebab penguasa Irak pada masa itu tidak menggunakan aturan hukum yang wajar, sehingga Gus Dur pernah menitipkan surat pamitan kepada Ibunya di Indonesia melalui teman sekamarnya itu. (Wawancara dengan penulis pada akhir 21 Desember 2000).
‘2 Greg Barton, Liberalisme [...], Op. Cit., hal : 165
tanpa menempuh pelajaran tambahan selama satu tahun, memaksa Gus Dur
menjadi mahasiswa yang berpindah dari satu universitas ke universitas lain.
Akhirnya dia menetap di Belanda selama enam bulan dan mendirikan
perkumpulan Pelajar Muslim Inuonesia-Malaysia yang tinggal di Eropa.14
Untuk membiayai living costnya, dua kali dalam sebulan Gus Dur pergi ke
pelabuhan untuk bekerja sebagai pembersih kapal.
Demikianlah, Gus Dur mewakili perkawinan dari dua tradisi
intelektual kesarjanaan Islam tradisional dan pendidikan Barai modern. Akan
tampak bahwa salah satu dari hasil sintesis ini adalah perhatian yang sangat
kuat untuk transformasi pemikiran dan praktek keislaman.15 Di mata ummat,
beliau merupakan tokoh kiai kharismatik, sementara kelompok akademisi dan
dunia gerakan melihatnya sebagai seorang intelektual progresif, dan seorang
politikus melihatnya sebagai kawan atau lawan yang sangat diperhitungkan.
Ini tentu tidak lepas dari kegigihan bimbingan kedua orang tuanya, yang
mendambakan Gus Dur dapat berinteraksi dengan fasih dengan semua
manusia tanpa memandang perbedaan-perbedaan sosial apapun.
B. Pluralisme, Pandangan Gus Dur tentang Masyarakat Plural
Kata pluralisme berasal dari bahasa Inggris, pluralism. Apabila
merujuk dari Wikipedia bahasa Inggris, maka definisi pluralism adalah : "In
the social sciences, pluralism is a framework o f interaction in which groups
show sufficient respect and tolerance o f each other, that they fruitfully coexist
14 Zastrow Ng., Loc. Cit., hal : 27, William Liddle, The Story Behind Abdurrahman Wahid, dalam “Questioning Gus Dur”, Op. Cit., hal : 193-1Q4
31
and interact without conflict or assimilation." Atau dalam bahasa Indonesia : "Suatu kerangka interaksi yang mana setiap kelompok menampilkan rasa
hormat dan toleran satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi
(pembauran / pembiasan)."
Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka di mana ada
interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling
menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama
(koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.'6
Dalam era modern ini terutama pada kejadian pengeboman terhadap
gedung kembar (WTC) di Amerika. Membuahkan isu tentang terorisme, yang
lebih jelasnya adalah mengatakan Islam sebagai simbol kekerasan. Atas nama
jihad di jalan Allah diwajibkan bagi umat Islam untuk memerangi
kemaksiatan dimuka bumi ini. Sampai seluruh dunia mendengarnya. Di waktu
masyarakat dunia turut bela sungkawa terhadap musibah pada tanggal 11
September 2001 itu, dibenaknya terlintas membayangkan kebingaran orang
Islam ketika melakukan pengeboman melalui dua pesawat yang membawa
bahan peledak. Saat itu belum ada bayangan lain untuk bisa mengatakan
bahwa yang melakukan bukan orang Islam. Di tambah dengan setting issu
terhadap raja teroris Osamah Bin Laden dijadikan sebagai buronan Amerika.
Selanjutnya Denmark pada salah satu perusahaan media membuat karikatur
Nabi Muhammad SAW yang menggambarkan tentang visualisasi jihad masa 16
kini. Soria banyak rangkaian issu yang digulirkan untuk menyudutkan umat
Islam secara umum.
Dari kejadian tersebut, sampai timbulnya stigma tentang kekerasan
yang dilaukan oleh Islam (Islam garis keras), tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Persoalan itu membuat Amerika dapat seenaknya mengatakan klaim tentang
Islam adalah agama yang kejam dan keras serta dehumanism. Namun di balik
klaim mereka, kalau kita teliti lebih jauh lagi tentang kepentingannya pada
masa khidmad kepemimpinan George Bush adalah invansi ekonomi dengan
jalan melakukan serangan militer kenegara-negara Islam. Hemat kata adalah
suatu isu untuk melegitimasi tindakan Amerika dalam mencapai program yang
diharapkan.
Indonesia merupakan negara berkembang (peri-peri) juga menjadi
salah satu incaran Amerika dan negara-negara adikuasa dalam usaha
memonopoli sumber kekayaan alam. Islam pun di jadikan isu strategis sebagai
upaya untuk masuk menjadi hero di tengah-tengah masyarakat. Dengan
mengkampanyekan ajaran demokrasi dan perdamaian tatanan dunia yang
dibawanya.
Islam Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dengan corak budaya dan
sejarah masyarakatnya. Melalui budaya masyarakat pesisir dan pedalaman
Islam masuk dan berkembang yang diselaraskan dengan kebutuhan
masyarakat. Penanaman nilai tentang kemanusiaan yang tertuju kepada jalan
yang di ridloi Allah SWT. Menjadi spirit Islam untuk di jadikan kebutuhan
33
Oleh Gus Dur tentang ajaran dan prilaku keagamaan yang dimiliki oleh orang Islam Indonesia disebut sebagai karakteristik traditionalis.
Menganut ajaran orang-orang dulu untuk merunut sejarah agar masa sekarang
tidak terlepas dari akar asal muasalnya pengetahuan. Karena melihat dari
perkerroangan pemikiran yang begitu pesat, baik yang berasal dari Barat
maupun Timur pada tahap kontekstualisasi di wilayahnya tidak bisa di
lepaskan dari karakteristik masyarakat lokal. Seperti halnya yang dilakukan
oleh tokoh-tokoh Islam walisongo yang pada awal mula menjadi sub ordinasi
dari berbagai kebudayaan Jawa. Dari wayang yang mengkisahkan Mahabarata
dan Ramaydna, diubah dengan filosofi baru dengan disisipi nilai-nilai
keagamaan, dari ritual sesaji bakar menyan setiap memperoleh rizki atau
mengharap sesuatu di makam nenek moyang menjadi tradisi tasyakuran dan
tahlilan. Serta kebiasaan atau adat masyarakat Jawa lain yang sangat
dihormati atas peninggalan kebudayaan agama animisme dan dinamisme
untuk diarahkan pada identitas monoteisme yaitu Tuhan semesta alam, Allah
SWT.
Penanaman nilai keagamaan melalui budaya lokal ternyata sangat
efektif dilakukan oleh para waliyullah. Terbentuknya komunitas agamis yang
saling menghormati atas keyakinan agama orang lain dikarenakan pola
pendekrtan yang populis dengan menyesuaikan kebutuhan dalam lingkup
sosiocultural masyarakatnya. Sampai selang waktu telah berjalan, sekitar
tahun 1925 muncul wahabisme dari Saudi Arabia untuk menyamakan faham
Rosullullah. Hal ini sulit untuk di terima di Indonesia, sehingga pada saat itu juga ketika diselenggarakan komite hijaz Islam dunia yang akan di
selenggarakan di Saudi Arabia, Indonesia berangkat dua tim delegasi yang
mempunyai pendapat berbeda tentang penyamaan faham tersebut. Satu dari
kelompok gerakan Islam modernis yang menerima usulan dari Raja Saudi
untuk menyamakan faham Islam, dan satu kelompok lagi dari kalangan
tradisionalis yang di wakili kiai Wahab Hasbullah dan k;ai Hasyim Asy'ari
tidak menyepakati atau membuat pengecualian untuk Indonesia yang benar-
benar tidak siap akan penseragaman faham Islam. Dan hasilnya, di terima oleh
Raja Saudi sehingga Indonesia tetap memakai corak Islam yang pluralistik
dalam menjalankan keyakinan dan kepercayaannya masing-masing (budaya
lokal).
Semenjak saat itu, para ulama di tanah Jawa, di bumi pertiwi ini,
berjuang dengan penuh keikhlasan untuk memelihara tradisi keagamaan yang
sesuai dengan kultur masyarakat Jawa dengan berpegang pada prinsip-prinsip
aqidah dan syari'ah yang diseimbangkan (tawazun) dengan nilai-nilai luhur
kebudayaan tanah Jawa. Mereka juga memegang prinsip toleransi (
tasamuh
)sebagai sebuah sikap menghargai pluralitas bangsa, menegakkan kemerdekaan
(hurriyah)
dan keadilan (
al-adlu
).
Sikap kaum traditionalis pada komite hijaz untuk Arab ini disambut
baik oleh kalangan umat muslim di Indonesia, dan selanjutnya timbullah suatu
kebutuhan untuk membuat institusi (kelembagaan) untuk menguatkan prinsip-
35
masyarakat pada tanggal 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M merupakan hari bersejarah bagi umat Islam di Indonesia yang masih memegang tradisi-tradisi
luhur keber-Islaman dan keber-Indonesiaan di lokalitasnya masing-masing.
Para ulama, yang diprakarsai di antaranya oleh Hadzaratus Syaikh K.H.
Hasyim Asy'ari dan K.H. Wahab Hasbullah pada tanggal 31 Januari 1926
tersebut telah mendeklarasikan sebuah Jam'iyyah yang diberi nama Nahdlatul
Ulama (N U ).17
Selanjutnya dengan mengeluarkan resolusi Jihad yang di fatwakan
oleh Hadlaratus Syaikh K.H. Hasyim Asy'ari pada masa menghadapi
penjajahan (kolonial) Barat waktu itu merupakan manivestasi dari sebuah
konsistensi (ke-istiqamah-an) dalam mengantisipasi budaya dan kekuasaan
baru yang menindas umat di bangsa ini. Sebagai strategi preventif dalam
menghadapi tawaran kepentingan sesaat yang dapat merusak tatanan
masyarakat pada saat itu. Hal ini mengasumsikan prilaku keagamaan Islam
membutuhkan kedaulatan pada masing-masing teritori. Dikategorikan sebagai
bangsa yang bisa mengatur kebutuhan hidup dalam sehari-hari dan bisa
mengatur sendiri akan tujuan hidup secara jangka pendek maupun jangka
panjang.
Sikap pluralitas yang lain diperlihatkan jam'iyah ini pada waktu negara
kita sedang menyusun asas kenegaraan yang menampung dari usulan berbagai
idiologi bangsa yang di antaranya golongan Islam sendiri, nasionalis dan
sosialis. Karena dari ketiga idiologi telah mempunyai andil besar untuk
mewujudkan kemerdekaan bangsa dan negara. Pada waktu itu sikap jam'iyah Nahdlatul Ulama' menerima dari apa yang menjadi kesepakatan antar idiologi
yang memutuskan tentang asas negara yaitu Pancasila sebagai pegangan hidup
bersama. Dengan landasan kepentingan bersama, "umat" secara luas dalam
menjaga keberlanjutan bangsa. Walaupun disisi lain oraganisasi Islam lain
seperti Muhiimmadiyah sangat berat menerima Pancasila sebagai asas negara.
Ada hal yang menarik untuk mengukur format perjuangan gerakan
Islam pada saat itu, jelas terjadi suatu perbedaan p arid angan terhadap
pengertian umat yang dijadikan sebagai tolak ukur perjuangan. Masing-
masing perspektif tentang umat memang menarik dijadikan sebagai alat
telaah, namun harus ada keterkaitan satu dengan yang lainnya, guna
memperoleh kebulatan gambaran yang diperlukan untuk memahami pola
prilaku gerakan Islam dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Bagaimana
karakteristik masyarakat (umat) pada waktu itu dalam menghadapi persoalan
kebangsaan. Untuk mengetahui format gerakan Muhammadiyah saja saat ini,
tentulah sulit untuk memahami kenapa sebagian warganya sangat berat untuk
menerima Pancasila sebagai asas organisasi gambaran yang utuh dapat
diperoleh ketika digunakan pula sudut pandang pengertian umat yang dimiliki
orang-orang Muhammadiyah. Dan tujuan perjuangan mereka untuk
menegakkan nilai-nilai dan pandangan hidup ke-Islam-an dan dalam
kehidupan masyarakat bangsa Kita dimasa depan. Bagi mereka, nilai-nilai dan
37
ditakutkan justru Pancasila dijadikan sebagai asas organisasi akan mengurangi keadaan telah terbakukanya nilai pandangan hidup itu.18
Sedangkan Nahdlatul Ulama' memandang umat dalam perspektif
rahmatal lil'alamin, baik untuk pemakaian internal Islam dan kemaslahatan
bagi seluruh manusia. Islam hadir di tengah-tengah masyarakat dan juga bisa
mewarnai untuk mengikuti alur pandangan hidupnya, bukan semata-mata
dengan kepentingannya sendiri menegasikan terhadap yang lain, apalah
artinya implementasi secara syar'i dari sebuah kemaslakhatan umat. Karena
jangan-jangan yang akan dipertanyakan adalah Islamnya. Agak berbeda
dengan Muhammadiyah, yaitu pada sudut pandang tentang masyarakat islami
yang mempunyai aplikasi untuk melakukan suatu gerak sosioreligiusnya. NU
lebih pada riil dilapagan untuk tujuan jangka panjangnya dari keberlanjutan
hidup dari kesatuan umat.