• Tidak ada hasil yang ditemukan

Soehady Aris, Edhy Mirwandhono, dan Emmyliam: Pemanfaatan Tepung Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Soehady Aris, Edhy Mirwandhono, dan Emmyliam: Pemanfaatan Tepung Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)..."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanfaatan Tepung Temulawak (

Curcuma xanthorriza

Roxb

.

) dan Molases

dalam Ransum terhadap Performa dan

Income Over Feed Cost

(IOFC) Itik Peking

Umur 1 – 56 hari

(

Utilization of Temulawak (Curcuma xanthorriza

Roxb

.) Flour and Molase in

Feed on Performance and Income Over Feed Cost (IOFC) of Peking Duck

Age 1 – 56 days

)

Soehady Aris*), Edhy Mirwandhono*), dan Emmyliam**) *) Staf Pengajar Program Studi Perternakan, Fakultas Pertanian USU

**) Alumni Program Studi Perternakan, Fakultas Pertanian USU

Abstract: The experiment targeted to observe respons utilization of temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) flour and molase in feed on performance of peking duck 1 – 56 days of ages.The experiment was conducted using 4 x 4 factorial completely randomized design, consist of 16 treatments and two replications. Experimental parameter was composed of feed intake, avarage daily gain, feed conversio ratio, and Income Over Feed Cost (IOFC).The result analysis of covariance gives an effect interaction of flour temulawak and molase give an effect significantly to feed intake while for avarage daily gain, feed convertion ratio and IOFC give an effect significantly. The convertion ratio gives an effect significantly. The molase gives an effect for feed intake and avarage daily gain significantly while feed convertion ratio and IOFC give an effect insignificant. Keywords: peking duck, temulawak flour, molase, performance, IOFC

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemanfaatan tepung temulawak dan molases dalam ransum terhadap performa dan Income Over Feed Cost (IOFC) itik peking umur 1 – 56 hari. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 4 x 4 yang terdiri dari 16 perlakuan dan diulang 2 kali, setiap plot terdiri dari 4 ekor itik peking. Parameter yang diamati adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, dan Income Over Feed Cost

(IOFC). Hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara tepung temulawak dan molases memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi ransum sedangkan terhadap pertambahan bobot badan, konversi ransum, dan income over feed cost tidak berpengaruh. Pengaruh tepung temulawak terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan income over feed cost (IOFC) memberi pengaruh yang sangat nyata. Molases memberi pengaruh sangat nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan sedangkan pada konversi ransum dan

income over feed cost berpengaruh tidak nyata.

Kata kunci: itik peking, tepung temulawak, molasses, performa, IOFC

Pendahuluan Latar Belakang

Pengetahuan masyarakat Indonesia tentang pentingnya memenuhi kebutuhan protein hewani semakin hari semakin bertambah. Hal ini mengakibatkan semakin meningkatnya permintaan produk-produk perternakan terutama daging. Untuk memenuhi permintaan masyarakat, maka populasi dan budidaya harus selalu dikembangkan. Salah satu ternak penghasil daging adalah itik. Sebagai penghasil daging, kandungan zat proteinnya adalah 20,38%, lebih tinggi dari protein ayam broiler 19,51%.

Itik pedaging harus diberi pakan yang bergizi tinggi untuk mendukung pertumbuhan yang relatif cepat. Kebutuhan utama zat gizi berupa protein dengan kandungan asam amino esensial yang berimbang serta kandungan energi yang memadai.

Konsumsi pakan adalah penting yang dapat memperkirakan rata-rata konsumsi dengan maksud agar dapat mengatur anggaran dan memberi makanan oleh pemelihara unggas dapat juga menunjukkan perubahan-perubahan dalam hal kesehatan dan produktivitas kelompok unggas (Williamson danPayne, 1993).

(2)

Peningkatan nilai manfaat penggunaan bahan makanan dapat dilakukan dengan memberikan bahan makanan tambahan. Bahan makanan tambahan tersebut dapat berupa zat gizi atau disebut dengan feed additive yang berfungsi untuk memperbaiki pakan. Salah satu feed additive

yang dapat mengefisienkan penggunaan ransum adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Dampak positif dalam penggunaan curcuma terhadap pankreas cukup banyak di antaranya dapat mempengaruhi dan merangsang sekresi dan berfungsi sebagai penambah nafsu makan, mempengaruhi kontraksi dan usus halus, bersifat bakterisida dan bakteriosistik, membantu kerja sistem hormonal, metabolisme, dan fisiologi tubuh.

Menurut hasil penelitian Lumbantoruan (2005) yang menggunakan tepung temulawak dalam ransum pada ayam broiler, memberikan pengaruh terhadap palatabilitas yaitu menurunkan palatabilitas. Hal ini disebabkan tepung temulawak mengandung minyak atsiri dan zat warna curcumin yang mengakibatkan palatabilitas menurun karena bau dan rasa yang tajam dan warna yang lebih pekat.

Untuk mengatasi palatabilitas yang rendah perlu ditambahkan molases. Adapun keuntungan penggunaan molases dalam pakan ternak adalah mengandung karbohidrat yang tinggi (48 – 60 %) sebagai gula, kadar mineral cukup, dan rasanya disukai ternak.

Selain itu, molases juga banyak mengandung vitamin yaitu memiliki kadar koline yang tinggi di mana koline berfungsi menaikkan pertumbuhan, mencegah infiltrasi lemak hati, dan mengurangi terjadinya perosis pada anak itik peking putih. Menurut Dean dan Shen (1992) disitasi oleh Anggorodi (1995) dengan anak itik peking yang diberi ransum rendah koline berdasarkan protein kedelai murni dan jagung, membutuhkan penambahan koline dan methionin berturut untuk mencegah perosis dan menunjang pertumbuhan maksimum. Pemberian tepung temulawak memiliki dampak positif dalam penggunaan terhadap kandungan empedu, hati, dan pankreas. Pengaruh positif terhadap empedu dapat mencegah pembentukan batu empedu. Pengaruhnya terhadap pankreas cukup banyak, di antaranya dapat mempengaruhi dan merangsang sekresi dan berfungsi sebagai penambah nafsu makan, mempengaruhi kontraksi dan tonus usus halus, bersifat bakterisida dan bakteriosistik, membantu kerja sistem hormonal, metabolisme, dan fisiologi organ tubuh (Widodo, 2002).

Minyak temulawak merupakan minyak atsiri yang dihasilkan rimpang temulawak.

Minyak atsiri terdapat dalam kelenjar minyak atau ruang antarsel di dalam jaringan tanaman. Kadar minyak atsiri rimpang temulawak antara 4,6% - 11%, mempunyai rasa yang tajam dan bau khas aromatik (Afifah dan Tim Lentera, 2003).

Minyak atsiri temulawak mempunyai bau dan rasa yang tajam dan dapat bersifat anti-septik. Minyak atsiri ini mengandung kamfer dan mirsen, seskuiterpen, xanthorizol, kurkumen, arkumen dan isofuranogermarsen, serta P-tolilmetil karbinol (Purseglove dkk., 1981).

Dosis penambahan temulawak sebesar 2% merupakan dosis terbaik untuk penampilan ayam pedaging karena dapat menunjukkan peningkatan pertambahan bobot badan yang diikuti dengan tingkat konsumsi yang rendah (Widodo, 2002).

Tetes (cane molasses) yang merupakan hasil sampingan dari pabrik gula tebu yang berbentuk cairan hitam kental, berdasarkan bagi informasi dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak yang berenergi tinggi. Di samping rasanya manis, keuntungan penggunaan tetes untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48 – 60 % sebagai gula), kadar mineral cukup, dan rasanya disukai ternak. Sedangkan kelemahannya ialah kadar kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare jika konsumsinya terlalu banyak (Rangkuti dkk.,1995).

Molases mengandung karbohidrat, protein, dan mineral yang cukup tinggi sehingga bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak walaupun sifatnya hanya sebagai pakan pendukung. Di samping harga murah, kelebihan lain dari tetes tebu adalah memiliki aroma dan rasa. Apabila dicampur dengan ransum bisa memperbaiki aroma dan rasa ransum (Widayati dan Widalestari, 1996).

Dalam bahan baku tetes, yang umumnya berwarna coklat kemerah-merahan dan mengkristal itu, masih terkandung kadar gula sekitar 60%. Penggunaan dalam penyusunan pakan ternak terbatas sekitar 5% dari komposisi pakan, bila terlalu banyak pemakaiannya akan menyebabkan feses (kotoran) unggas menjadi basah. Kadar protein indeks rendah, tapi cukup potensial sebagai sumber energi (Murtidjo, 2002).

Bahan dan Metode Penelitian Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak Jl. Prof Dr. A. Sofyan No.3, Departemen Perternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, berada pada ketinggian 25 m di atas permukaan laut. Penelitian ini berlangsung selama 8 minggu dimulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2006.

(3)

Bahan dan Alat Penelitian

¾ Itik yang digunakan adalah itik peking umur 1 hari (day old duck) sebanyak 128 ekor.

¾ Bahan pakan penyusun ransum terdiri dari jagung, dedak, bungkil kelapa, bungkil kedele, tepung ikan, tepung temulawak, molases, minyak kelapa, tepung kerang.

¾ Kandang yang digunakan sebanyak 32 plot dengan ukuran 1x1x0,5 yang dilengkapi tempat pakan dan minum. Metode Penelitian

Penelitian ini mengunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 4 x 4, di mana faktor pertama tepung temulawak yang terdiri dari 4 level dan faktor kedua molases yang terdiri dari 4 level sehingga diperoleh 16 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 2 kali. Masing-masing ulangan terdiri dari 4 ekor itik.

Model matematis yang digunakan menurut Hanafiah (2003):

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + Σijk Ransum perlakuan disusun secara ISO protein dan ISO energi, pada starter protein 21% dengan energi metabolis 2800 kkal dan pada finisher protein 16% dan energi

metabolis 2800 kkal. Level perlakuan sebagai berikut: Tepung temulawak: T0 = Tepung temulawak 0 % T1 = Tepung temulawak 1 % T2 = Tepung temulawak 2 % T3 = Tepung temulawak 3 % Molases: M0 = Molases 0 % M1 = Molases 1 % M2 = Molases 2 % M3 = Molases 3 %

Dengan kombinasi perlakuan sebagai berikut: T0M0 TOM1 T0M2 T0M3

T1M0 T1M1 T1M2 T1M3 T2M0 T2M1 T2M2 T2M3 T3M0 T3M1 T3M2 T3M3 Parameter Penelitian

Parameter yang diamati meliputi konsumsi ransum (g/ekor), Pertambahan bobot badan (g/ekor), konversi ransum dan Income Over Feed Cost (IOFC).

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian pemanfaatan tepung temulawak dan molases dalam ransum terhadap performa dan IOFC itik peking umur 1 – 56 hari dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi rataan hasil penelitian pemanfaatan tepung temulawak dan molases dalam ransum terhadap performa dan IOFC itik peking umur 1 – 56 hari

Perlakuan Konsumsi ransum PBB Konversi IOFC

Kontrol T0M0 55836A 198,36A 2,53 A 5201,09 A Temulawak T1M0 536,83A 180,31 AB 2,69 A 4319,00 B T2M0 526,70A 173,13 AB 2,79 A 2589,07 BC T3M0 447,36B 150,94 B 3,10 A 1478,58 C Molases T0M1 530,97B 196,88 a 2,45 tn 4258,44tn T0M2 563,08A 208,99a 2,43 tn 4356,49tn T0M3 531,20 AB 201,64 a 2,43 tn 5161,95 tn Interaksi T1M1 535,42cd 166,10 tn 2,94 tn 3093,56 tn T2M1 530,13bc 165,71 tn 2,84 tn 3744,63 tn T3M1 491,19a 161,57 tn 2,96 tn 2121,55 tn ??? T1M2 566,42 f 196,88 tn 2,56 tn 4353,03 tn T2M2 549,17 de 174,82 tn 2,85 tn 2861,81 tn T3M2 524,98 bc 163,44 tn 3,05 tn 2497,56 tn ??? T1M3 554,38 ef 207,43 tn 3,00 tn 4993,76 tn T2M3 553,52 ef 188,91 tn 2,57 tn 2528,95 tn T3M3 522,97 b 173,83 tn 2,98 tn 1790,15 tn

(4)

Pembahasan Konsumsi ransum

Tepung temulawak

Pada perlakuan T0M0, T1M0, T2M0

berpengaruh tidak nyata karena menurut Widodo (2002) level penggunaan dosis penambahan temulawak untuk peningkatan terhadap pertambahan bobot badan optimalnya pada dosis 2% sedangkan pada perlakuan T3M0

berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan tingginya kandungan minyak astiri yang membuat itik peking kurang menyukai ransum tersebut. Menurut Afifah (2003) minyak astiri mempunyai rasa yang tajam dan bau khas yang aromatik.

Molases

Melalui pengujian yang dilakukan menunjukkan perlakuan T0M0 tidak berbeda

nyata dengan T0M2 dan T0M3. Sedangkan

perlakuan T0M1 berbeda sangat nyata dengan

perlakuan T0M0 dan T0M2. Pada perlakuan T0M3

tidak berbeda nyata dengan perlakuan T0M0,

T0M1, T0M2. Pada perlakuan T0M2 mengalami

peningkatan konsumsi ransum. Akan tetapi pada perlakuan T0M3 mengalami penurunan.

Peningkatan konsumsi ransum terjadi karena aroma dan rasa molases yang disukai oleh itik peking. Widayati dan Widalestari (1996) menyatakan bahwa molases memiliki kelebihan yaitu memiliki aroma dan rasa. Apabila dicampur dalam ransum bisa memperbaiki aroma dan rasa ransum. Penurunan konsumsi terjadi karena makanan yang mengandung banyak energi ternak merasa tahan lapar lebih lama. Hal ini sesuai dengan Anggorodi (1985); kesanggupan hati dan jaringan–jaringan lainnya untuk menyimpan gula sebagai glikogen adalah terbatas. Jadi apabila karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh melebihi daripada yang dibutuhkan tubuh, gula tadi diubah menjadi lemak. Dalam hal tersebut membutuhkan banyak sekali waktu bagi getah pencernaan untuk merombaknya.

Interaksi antara tepung temulawak dan molases

Pada Tabel Rekapitulasi menunjukkan pada perlakuan T1M1, T2M1, T1M2, T2M2, T3M2,

T1M3, T2M3, dan T3M3 tidak berbeda nyata.

Sedangkan pada perlakuan T1M2, T2M2, T1M3,

T2M3 berbeda nyata dengan perlakuan T3M1.

Dari tabel konsumsi untuk interaksi ini yang paling baik adalah pada perlakuan T1M2

(temulawak 1% + molases 4%). Interaksi ini yang paling baik dikarenakan level pemberian tepung temulawak dan molases yang tidak begitu tinggi sehingga membuat itik peking cukup menyukai ransum tersebut. Menurut

Widodo (2002) dosis penambahan tepung temulawak dalam ransum sebesar 2% merupakan dosis yang terbaik.

Pertambahan bobot badan

Tepung temulawak

Berdasarkan Tabel 1, perlakuan T0M0

tidak berbeda nyata dengan perlakuan T1M0, T2M0

sedangkan pada perlakuan T3Mo sangat berbeda

nyata. Ini terjadi karena semakin tinggi level pemberian tepung temulawak maka kandungan minyak atsiri dalam ransum juga semakin tinggi yang membuat konsumsi ransum menjadi rendah sehingga pertambahan bobot badan itik peking menjadi rendah.

Molases

Melalui pengujian yang dilakukan menunjukkan, T0M0 tidak berbeda nyata dengan

semua perlakuan. Pada tabel ini menunjukkan perlakuan yang paling baik adalah pada T0M2 (0%

temulawak + 4% molases). Tingginya pertambahan bobot badan pada perlakuan T0M2

menunjukkan taraf yang optimal pemberian molases dalam ransum untuk kebutuhan itik peking. Sedangkan pada perlakuan T0M3

mengalami penurunan disebabkan itik peking sudah tidak dapat lagi mengkonsumsi ransum tersebut sehingga mempengaruhi pertambahan bobot badan ternak. Hal ini sesuai dengan Wahyu (1992) yang menyatakan konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah nutrisi yang ada di dalam kebutuhan ransum tersebut yang telah tersusun dari berbagai jenis bahan ransum untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak tersebut.

Konversi ransum

Molases

Melalui pengujian yang dilakukan menunjukkan pada perlakuan T0M0, T0M1, T0M2,

dan T0M3 tidak berbeda nyata. Hal ini berarti

mutu ransum yang digunakan sama baiknya. Pada perlakuan T0M2 dan T0M3 menunjukkan

konversi ransum yang lebih baik dibandingkan dengan T0M0 dan T0M1. Semakin baik nilai

konversi ransum ditentukan oleh keseimbangan zat –zat gizi yang dikandung dalam ransum. Di mana menurut Curtin (1983), molases memiliki kandungan mineral dan vitamin yang cukup tinggi.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Tepung temulawak

Melalui pengujian diperoleh perlakuan T0M0 menunjukkan berbeda sangat nyata (P <

0,01) terhadap perlakuan lainnya. Pada perlakuan T1M0 tidak berbeda nyata dengan

perlakuan T2M0. Pada setiap perlakuan tepung

(5)

Semakin tinggi level tepung temulawak, maka semakin menurunkan IOFC. Hal ini disebabkan oleh pengaruh tepung temulawak menurunkan bobot potong itik sehingga diperoleh IOFC yang rendah.

Kesimpulan

Interaksi tepung temulawak dan molases dalam ransum pada perlakuan terdapat pada perlakuan T1M3 (1% temulawak + 6% molases).

Pemanfaatan tepung temulawak dengan level 1% - 3% dalam ransum sangat nyata menurunkan konsumsi, pertambahan bobot badan, IOFC, dan menaikkan konversi ransum itik peking umur 1– 56 hari.

Pemanfaatan molases tidak berbeda nyata menaikkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan tidak berpengaruh nyata pada konversi ransum dan IOFC itik peking umur 1 – 56 hari.

Daftar Pustaka

Afifah, E. dan Tim Lentera, 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.

Anggorodi, R., 1985. Kemajuan Mutakhir Dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Anggorodi, H.R., 1995. Nutrisi Aneka Ternak

Unggas, Gramedia, Jakarta.

Curtin, Leo. 1983. Molasses–General Considerations. National Feed Ingredients Association. Wes Des Moines, Iowa.

Hanafiah, K.A., 2003. Rancangan PercobaanTeori dan Aplikasi, Edisi Ketiga, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Lumbantoruan T. 2005. Skripsi Pemanfaatan Tepung Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) Dalam Ransum dan Pengaruhnya Terhadap Performans Ayam Broiler Umur 0 – 6 Minggu.

Murtidjo, B.A., 2002. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

Purseglove, J.W., E.G. Green, C.L. Robbins, S.R.J., 1981, Spices, Logman Roesjat, Pemanfaatan Daun Tebu Untuk Pakan Ternak di Jawa Timur. Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu Untuk Pakan Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Rangkuti, M., A. Musofie, P. Sitorus, I.P. Kompiang, N. Kusumawardhani, dan A. Roesjat. 1995. Pemanfaatan Daun Tebu Untuk Pakan Ternak di Jawa Timur. Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu Untuk Pakan Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. 5 Maret 1985, Grati.

Gambar

Tabel 1.  Rekapitulasi rataan hasil penelitian pemanfaatan tepung temulawak dan molases dalam ransum  terhadap performa dan IOFC itik peking umur 1 – 56 hari

Referensi

Dokumen terkait

Kesinambungan antara program diklat, buku kurikulum RBPMD, RPMD, buku soal dan buku studi kasus2. Kerapihan dan

Pengujian disini dilakukan untuk melihat respon sistem pengendalian kamera jika dalam ruangan tersebut terdapat lebih dari satu obyek dengan warna yang sama. Prinsip pendeteksian

Berkembangnya provinsi-provinsi sejak tahun 2000-an di Pulau Sumatera dan desentralisasi juga berdampak mendorong ketimpangan antar provinsi menjadi lebih luas.

In this study we concluded that THA and acetabuloplasty gives best treatment for osteoarthritis patient with acetabular defects , regarding the ability of weight-bearing,

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen

Apabila pemakai telah mengklik salah satu Kelurahan pada Peta Depok maka akan tampil Peta Kelurahan yang dipilih pemakai, dan apabila di kelurahan tersebut terdapat rumah

Selanjutnya dilakukan pencarian di Google Scholar dan Mendeley untuk menemukan paper yang berhubungan dengan input paper yang dimasukkan dengan parameter atribut

Penulisan Tugas Akhir ini merupakan syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi di Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri