• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN TUMBUH KEMBANG DAN STATUS GIZI BALITA BAWAH GARIS MERAH. Hana Ariyani 1, Acep Solihat 2. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN TUMBUH KEMBANG DAN STATUS GIZI BALITA BAWAH GARIS MERAH. Hana Ariyani 1, Acep Solihat 2. Abstrak"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN TUMBUH KEMBANG DAN STATUS GIZI BALITA BAWAH GARIS MERAH

Hana Ariyani1, Acep Solihat2

Abstrak

Aspek tumbuh kembang balita merupakan aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang balita secara fisik maupun psikososial. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tumbuh kembang dan status gizi balita Bawah Garis Merah (BGM). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi penelitian ini adalah seluruh Balita BGM sebanyak 17 orang, pengambilan sampel dengan cara

total sampilng. Alat pengumpulan data adalah metlin, timbangan BB dan lembar observasi Denver Development Screening Test (DDST). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan fisik Tinggi Badan (TB) balita BGM dengan frekuensi tertinggi dalam kategori normal sebanyak 11 orang (64,71%). Pertumbuhan fisik Berat Badan (BB) balita BGM dengan frekuensi tertinggi dalam kategori tidak normal sebanyak 17 orang (100%). Status gizi balita BGM dengan frekuensi tertinggi dalam kategori gizi kurang sebanyak 17 orang (100%). Perkembangan motorik kasar balita BGM dengan frekuensi tertinggi dalam kategori normal sebanyak 12 orang (70,59%). Perkembangan motorik halus balita BGM dengan frekuensi tertinggi dalam kategori normal sebanyak 10 orang (58,82%). Perkembangan bahasa balita BGM dengan frekuensi tertinggi dalam kategori normal sebanyak 9 orang (52,94%). Perkembangan personal sosial balita BGM dengan frekuensi tertinggi dalam kategori normal sebanyak 14 orang (82,35%). Kesimpulan penelitian ini bahwa sebagian besar pertumbuhan TB termasuk kategori normal dan pertumbuhan BB termasuk kategori tidak normal. Perkembangan balita BGM sebagian besar termasuk kategori normal. Status gizi balita BGM sebagian besar termasuk kategori gizi kurang. Dari hasil penelitian ini disarankan kepada orang tua supaya memperhatikan pertumbuhan dan status gizi anak serta menstimulasi perkembangan anak sejak dini.

Kata Kunci : Pertumbuhan, Perkembangan, Status Gizi, Balita

Abstract

Growth and development of the children under five (Balita) is explains about forming process of a balita physically as well as psychosocially.This research aimed to get the description of growth and development and nutrient status of Balita in Bawah Garis Merah (BGM).This research is a descriptive study. Population of this research is all the balita with BGM about 17 person. Sampling methode was total sampling. The data collected by metlin for the height, weigth scale for the weight, and Denver Development Screening Test (DDST) observation form.The result shows that balita’s heigth physical growth was 11 persons (64,71%) in normal category. Balita’s weigth physical growth was 17 persons (100%) in abnormal category. Balita’s nutrient status was 17 persons (100%) in lack of nutrient category. Balita’s crude motoric development was 12 persons (70,59%) in normal category. Balita’s soft motoric development was 10 persons (58,82%) in normal category. Balita’s language development was 9 persons (52,94%) in normal category. Balita’s personal social development was 14 person

1 Staf Pengajar STIKes Mitra Kencana Tasikmalaya

2

(2)

(82,35%) in normal category.Conclusion of this research that most of the balita’s heigth growth is in normal category but the weigth growth is in abnormal category. Balita’s development is in normal category. Nutrient status of the balita generally in lack of nutrient category. This research suggest that the parents of balita must concern with the balita’s growth and nutrient status and always stimulate the balita’s development.

Keywords : Growth, Development, Nutrient Status dan Balita with BGM PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan (Growth) adalah berkaitan dengan perubahan besar, jumlah, ukuran dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu yang diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (Supriasa 2001). Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan (Soetjiningsih 1995).

Aspek tumbuh kembang pada balita saat ini adalah salah satu aspek yang diperhatikan secara serius, karena merupakan aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang, balita secara fisik maupun psikososial. Sebagian orang tua belum memahami hal ini, terutama orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang relatif rendah. Mereka menganggap bahwa selama balita tidak sakit, berarti balita tidak mengalami masalah kesehatan termasuk pertumbuhan dan perkembangannya. Para orang tua sering kali mempunyai pemahaman bahwa pertumbuhan dan perkembangan mempunyai pengertian yang sama (Nursalam, 2005). Aspek tumbuh kembang pada masa balita juga merupakan suatu hal yang sangat penting, yang sering diabaikan oleh tenaga kesehatan khususnya di lapangan. Biasanya penanganan yang dilakukan lebih banyak difokuskan pada mengatasi penyakitnya, sementara tumbuh kembangnya diabaikan (Nursalam, 2005).

Adapun salah satu masalah pada pertumbuhan balita yakni balita dengan Berat Badan (BB) di Bawah Garis Merah (BGM). Menurut Departemen Kesehatan (2005) Balita BGM adalah balita yang saat ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS). KMS adalah kartu yang memuat kurva pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks antropometri berat atau tinggi badan menurut umur, mencatat pemberian kapsul vitamin A serta vaksinasi. Balita dengan BGM

(3)

(Bawah Garis Merah) adalah balita dengan berat badan menurut umur (BB/U) berada dibawah garis merah pada KMS. Jika anak berada pada BGM maka diperlukan tindakan kewaspadaan “warning” agar anak tidak mengalami menderita gangguan pertumbuhan dan penyakit infeksi serta perhatian pada pola asuh agar lebih ditingkatkan. Berat Badan BGM bukan menunjukkan keadaan gizi buruk tetapi sebagai peringatan untuk konfirmasi dan tindak lanjut. Hasil penelitian Rachmawati dkk (2013) menunjukkan bahwa balita dengan BGM sebagian besar memiliki riwayat penyakit infeksi dan cenderung lebih mudah mengalami penyakit infeksi.

Secara nasional prevalensi balita gizi buruk menurun sebanyak 0,5 persen yaitu dari 18,4 persen pada tahun 2007 menjadi 17,9 persen pada tahun 2010. Prevalensi balita pendek yang menurun sebanyak 1,2 persen yaitu dari 36,8 persen pada tahun 2007 menjadi 35,6 persen pada tahun 2010, dan prevalensi balita kurus menurun sebanyak 0,3 persen yaitu dari 13,6 persen pada tahun 2007 menjadi 13,3 persen pada tahun 2010 (RISKESDAS,2010). Pada tahun 2012 terjadi penurunan prevalensi Gizi kurang pada balita dari 18,4% menjadi 15% (Depkes RI, 2012).

Jumlah balita di Kabupaten Tasikmalaya terjadi penurunan dari tahun lalu yaitu dari 219.035 balita pada tahun 2011 menjadi sebanyak 207.473 balita pada tahun 2012. Apabila melihat dari jumlah balita yang ditimbang untuk tahun 2009 partisipasinya kurang baik, hanya 55,60% balita pernah ditimbang. Balita yang beratnya di bawah garis merah mengalami peningkatan yang semula tahun 2011 3,43% menjadi 4,48% untuk tahun 2012. Untuk gizi baik terjadi penurunan dari 90,12% pada tahun 2011 menjadi 89,35% menurut Depkes pada tahun 2012, dan hal ini cukup memprihatinkan. Kenaikan angka balita dengan Berat Badan BGM ini dirasakan karena kemampuan daya beli masyarakat golongan ekonomi bawah yang semakin menurun, sehingga pola pikir yang mereka anut bahwa sudah makan juga sudah bagus tanpa harus bergizi. Di sisi lain muncul juga permasalahan akibat pengetahuan yang kurang akan pentingnya gizi hingga ada beberapa kelompok masyarakat terutama di daerah dengan masyarakat menengah ke bawah yang sebenarnya mempunyai daya beli bahan pangan yang baik namun mereka lebih mendahulukan kebutuhan tersier daripada kebutuhan primer yaitu penyediaan makanan dengan gizi yang baik .

Jumlah seluruh balita yang ada, sebanyak 207.473, tercatat hanya 130.795 balita yang ditimbang di kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2012

(4)

dengan rincian sebanyak 89,35% memiliki status gizi baik, 9,04% gizi kurang, 1,03% gizi lebih dan masih ada sisanya 0,56% dengan gizi buruk.

Kecamatan Cipatujah adalah salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya provinsi Jawa Barat dan merupakan daerah kawasan pertanian yang mayoritas pekerjaanya sebagai petani dan buruh. Desa Kertasari adalah salah satu desa yang berada di Wilayah Kecamatan Cipatujah. Di Desa Kertasari merupakan salah satu desa yang mempunyai jumlah balita terbanyak. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Desa Kertasari Kecamatan Cipatujah diperoleh jumlah balita 314 anak. Dengan persentase balita yang mempunyai tumbuh kembang baik sebanyak 67 anak (21,4%), cukup 230 anak (73,2%), dan yang mengalami gangguan pertumbuhan (BGM) sebanyak 17 anak (5,4%). Dari hasil observasi pada balita dengan BGM tampak bahwa balita mengalami keterlambatan perkembangan. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Gambaran Tumbuh Kembang dan Status Gizi Balita BGM di Desa Kertasari”.

Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh gambaran karakteristik tumbuh (Berat Badan dan Tinggi Badan) kembang (Motorik Kasar, Motorik Halus, Bahasa dan Personal Sosial) dan status gizi balita BGM di Desa Kertasari Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita dengan BB yang berada pada BGM pada KMS di Desa kertasari Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya sejumlah 17 orang. Tehnnik sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah total sampling

yaitu 17 orang. Analisa data menggunakan analisis deskriptif dengan tehnik persentase dan distribusi frekuensi.

Instrumen Penelitian

1. Alat timbang dengan mengunakan timbangan dacin dan alat ukur tinggi badan dengan menggunakan metlin. Untuk BB menggunakan pedoman dari WHO tahun 2005 yakni 1 tahun: 7,7 – 12 kg, 2 tahun: 9,7 – 15,3 kg, 3 tahun: 11,3 – 18,3 kg, 4 tahun: 12,7 – 21,2 kg, 5 tahun: 14,1 – 24,2 kg. Untuk

(5)

kategori Tinggi Badan (TB) menggunakan pedoman dari Depkes tahun 2004 yakni: 1 tahun: 62,5 – 78 cm, 2 tahun: 69,5 – 87 cm, 3 tahun: 77,0 – 96 cm, 4 tahun: 82,5 – 103,5 cm, 5 tahun: 87,0 – 109,0 cm

2. Menggunakan DDST, teori ini untuk mengidentifikasi dalam hal perkembangan balita. Hal-hal yang dikaji meliputi beberapa aspek yakni: Motorik Kasar, Motorik Halus, Bahasa dan Personal Sosial. Dengan kategori penilaian yakni normal, suspek, dan tidak dapat diuji.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Fisik TB Balita BGM

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pertumbuhan Fisik TB Pada Balita BGM

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Normal 11 64,71

2 Tidak Normal 6 35,29

Jumlah 17 100

Berdasarkan Tabel 1 menunjukan bahwa pertumbuhan fisik TB pada balita BGM kebanyakan dalam kategori normal yaitu sebanyak 11 orang (64,71%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan fisik TB balita BGM kebanyakan dalam kategori normal. Menurut analisa peneliti, hal ini terjadi karena sebagian besar dipengaruhi oleh faktor genetik dari orang tua. Rata-rata orang tua di daerah tempat penelitian memiliki TB yang normal. Tidak ada orang tua yang pendek atau pun sangat tinggi. Menurut Supartini (2000) pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu, yaitu secara bertahap, berat dan tinggi anak semakin bertambah dan secara simultan mengalami peningkatan untuk berfungsi baik secara kognitif, psikososial maupun spiritual, dan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi aspek ini adalah faktor keturunan secara genetik dari orang tua kepada anaknya. Faktor ini tidak dapat berubah sepanjang hidup manusia, tidak hanya tinggi badan, faktor ini dapat menentukan beberapa karakteristik seperti jenis kelamin, ras, rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, dan beberapa keunikan sifat dan sikap tubuh seperti temperamen.

TB balita BGM dalam penelitian ini belum semuanya normal, karena pertumbuhan tinggi badan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, nutrisi dan kesehatan anak. Hasil dari observasi peneliti terhadap balita dengan TB yang

(6)

tidak normal tampak bahwa asupan nutrisinya kurang mengandung kalsium, misalnya tidak semua balita mengkonsumsi susu.

Pertumbuhan Fisik BB Balita BGM

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pertumbuhan Fisik BB Pada Balita BGM

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Normal 0 0,00

2 Tidak Normal 17 100,00

Jumlah 17 100

Berdasarkan Tabel 2 di atas menunjukan bahwa pertumbuhan fisik BB pada balita BGM semua dalam kategori tidak normal yaitu sebanyak 17 orang (100%).

Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan fisik BB balita BGM berada pada kategori tidak normal. Data tersebut sesuai dengan KMS bahwa dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah balita yang BBnya berada pada BGM, karena pertumbuhan berat badan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, nutrisi, kesehatan anak dan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari mata pencaharian orang tua bahwa sebagian besar penduduk Desa Kertasari kebanyakan petani. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Siswanto dkk (2012) yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya balita dengan BGM adalah yang pertama status ekonomi, kemudian pola asuh, frekuensi penyakit infeksi, konsumsi energi, dan konsumsi protein.

Status Gizi Balita BGM

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Status Gizi Pada Balita BGM

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Gizi Lebih 0 0,00

2 Gizi Baik 0 0,00

3 Gizi Kurang 17 100,00

4 Gizi Buruk 0 0,00

Jumlah 17 100

Tabel 3 menunjukan bahwa status gizi pada balita BGM semuanya dalam kategori gizi kurang yaitu sebanyak 17 orang (100%).

Hasil penelitian menunjukan bahwa status gizi balita BGM paling banyak berada dalam kategori gizi kurang. Menurut analisa peneliti bahwa data tersebut dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, pendapatan bahkan pendidikan karena

(7)

sebagian besar penduduk Desa Kertasari adalah lulusan SD. Tingkat pendidikan yang rendah ini mempengaruhi tingkat pengetahuan dan penghasilan orang tua balita. Dari hasil wawancara dengan sebagian orang tua balita dengan status gizi yang kurang menunjukkan bahwa pengetahuan mereka kurang tentang asupan gizi ideal bagi balita, sehingga mereka tidak memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan balita. Hal ini didukung oleh tingkat penghasilan yang rendah sebagai buruh tani, sehingga daya belinya rendah. Menurut Santoso (1999) dalam Almaghribi (2013) masalah gizi terjadi karena kemiskinan, indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut.

Penghasilan yang rendah yang dihasilkan oleh kepala keluarga di Desa Kertasari membuat istri atau ibu balita juga terpaksa untuk ikut bekerja di luar rumah menjadi buruh tani, sehingga balita kurang diperhatikan asupan makanan dan tumbuh kembangnya. Menurut Markum (1994) pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

Perkembangan Motorik Kasar Balita BGM

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Kasar Pada Balita BGM

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Normal 12 70,59

2 Suspek 2 11,76

3 Untestable/ Tidak dapat di uji 3 17,65

Jumlah 17 100

Berdasarkan tabel 4 di atas menunjukkan bahwa perkembangan motorik kasar pada balita BGM kebanyakan berada dalam kategori normal yaitu sebanyak 12 orang (70,59%) dan kategori dengan frekuensi terendah adalah kategori suspek yaitu sebanyak 2 orang (11,65%).

Hasil penelitian menunjukan bahwa perkembangan motorik kasar balita BGM kebanyakan berada pada kategori normal. Hal ini terjadi karena stimulus yang diberikan oleh orang tua terhadap anaknya cukup baik. Pada usia ini anak memiliki kemampuan untuk belajar yang luar biasa khususnya pada masa kanak-kanak awal. Mengingat usia dini merupakan usia emas maka pada masa itu perkembangan anak harus dioptimalkan. Perkembangan anak usia dini sifatnya

(8)

holistik, yaitu dapat berkembang optimal apabila sehat badannya, cukup gizinya dan dididik secara baik dan benar.

Perkembangan Motorik Halus Balita BGM

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Halus Pada Balita BGM

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Normal 10 58,82

2 Suspek 5 29,41

3 Untestable/tidak dapat diuji 2 11,76

Jumlah 17 100

Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukan bahwa Perkembangan Motorik Halus pada balita BGM berada dalam kategori normal yaitu sebanyak 10 orang (58,82%) dan paling sedikit dengan kategori untestable/tidak dapat diuji yaitu sebanyak 2 orang (11,76%) dengan alasan anak kelelahan, menangis dan sakit.

Hasil penelitian menunjukan bahwa perkembangan motorik halus balita BGM kebanyakan berada dalam kategori normal dan masih ada yang berada dalam kategori suspek sebanyak 5 orang. Hal ini terjadi karena orang tua belum sepenuhnya menstimulasi anaknya dalam hal perkembangan motorik halus. Pada hakekatnya pada usia ini anak memiliki kemampuan untuk belajar yang luar biasa khususnya pada masa kanak-kanak awal. Mengingat usia dini merupakan usia emas maka pada masa itu perkembangan anak harus dioptimalkan. Perkembangan anak usia dini sifatnya holistik, yaitu dapat berkembang optimal apabila sehat badannya, cukup gizinya dan dididik secara baik dan benar.

Menurut Hurlock (1998) bahwa perkembangan motorik adalah perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot yang terkoordinasi.

Perkembangan Bahasa Balita BGM

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Perkembangan Bahasa Pada Balita BGM

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Normal 9 52,94

2 Suspek 7 41,18

3 Untestable/Tidak dapat di uji 1 5,88

(9)

Berdasarkan tabel 6 di atas menunjukkan bahwa perkembangan bahasa pada balita BGM berada dalam kategori normal yaitu sebanyak 9 orang (52,94%) dan yang paling sedikit dengan kategori untestable yaitu sebanyak 1 orang (5,88%) dengan alasan anak menangis.

Hasil penelitian menunjukan bahwa perkembangan kemampuan bahasa balita BGM berada dalam kategori normal. Berdasarkan data tersebut di atas, kemampuan bahasa balita BGM belum semuanya normal karena berdasarkan hasil observasi bahwa orang tua kurang aktif untuk mengajak atau merangsang anak dalam berbicara atau komunikasi kepada anaknya, namun pada hakekatnya rasa ingin tahu dan bisa pada anak sudah cukup optimal oleh sebab itu maka diharuskan untuk melatih anak dalam berkomunikasi atau mengenal lingkungan di sekitarnya, karena lingkungan dapat mempengaruhi kemampuan bahasa anak.

Kemampuan bahasa pada balita sangat penting. Bahasa adalah simbolisasi dari sesuatu idea atau suatu pemikiran yang ingin dikomunikasikan oleh pengirim pesan dan diterima oleh penerima pesan melalui kode-kode tertentu baik secara verbal maupun nonverbal. Bahasa digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara yang mengacu pada simbol verbal (Giel, 2010).

Piaget (1954) mengatakan bahwa individu merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan pada perkembangan bahasa anak. Para ahli kognitif juga menegaskan bahwa kemampuan anak berbahasa tergantung pada kematangan kognitifnya (Potter dan Perry, 2005).

Perkembangan Personal Sosial Balita BGM

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Perkembangan Pesonal Sosial Pada Balita BGM

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Normal 14 82,35

2 Suspek 2 11,76

3 Untestable/Tidak dapat diuji 1 5,88

Jumlah 17 100

Berdasarkan tabel 7 di atas menunjukkan bahwa perkembangan personal sosial pada balita BGM kebanyakan dalam kategori normal yaitu sebanyak 14 orang (82,35%) dan kategori untestabel/tidak dapat diuji yaitu sebanyak 2 orang (11,76%) dengan alasan anak kelelahan dan sakit.

(10)

Hasil penelitian menunjukan bahwa perkembangan personal sosial balita BGM berada dalam kategori normal. Berdasarkan data tersebut di atas, perkembangan personal sosial balita BGM belum semuanya normal, masih ada anak yang perkembangan personalnya masih suspek karena menurut hasil observasi bahwa anak tampak kurang diberi kepercayaan atau kebebasan oleh orang tua-nya untuk mandiri.

Menurut Sacharin (1996) Perkembangan personal sosial dimulai pada awal kehidupan bayi. Tersenyum dapat dianggap sebagai respon sosial. Pertama kali senyum timbul sebagai respon terhadap orang asing juga terhadap wajah yang dikenal. Peningkatan pertukaran sosial terjadi secara cepat ketika anak mulai bicara (dalam Almaghribi, 2013). Umur 6 bulan senyuman menjadi lebih sedikit terutama terhadap ibu, ayah dan saudara kandung. Anak akan malu terhadap orang asing antara usia 2-3 tahun. Anak menunjukkan minat yang nyata untuk melihat anak lain dan berusaha mengadakan kontak sosial (Hurlock, 1998). Peran orang tua adalah memberi stimulasi dengan mengajarkan cara beradaptasi dengan lingkungan. Hambatan perkembangan sosial membuat anak mengalami kecemasan, sulit berinteraksi dengan orang lain yang baru dikenal, bisa juga jadi pemalu (Almaghribi, 2013).

Menurut Morgan (1996) Perkembangan personal sosial anak adalah suatu proses perubahan yang berlangsung secara terus menerus menuju kedewasaan anak yang merupakan manusia yang tumbuh dan berkembang yang akan hidup di tengah-tengah masyarakat. Masa anak-anak merupakan awal kehidupan sosial yang berpengaruh bagi anak dengan ciri perkembangan yaitu belajar mengenal dan menyukai orang lain melalui aktifitas sosial (dalam Potter dan Perry, 2005). Apabila pada masa pre school ini anak mampu melakukan hubungan sosial ini dengan baik maka akan memudahkan bagi anak dalam melakukan penyesuaian sosial dengan baik dan anak akan mudah diterima sebagai anggota kelompok sosial di tempat mereka mengembangkan diri (Hurlock, 1998 ).

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

1. Pertumbuhan fisik TB Balita BGM paling banyak Kategori normal yaitu sebanyak 11 orang (64,59%).

(11)

2. Pertumbuhan fisik BB Balita BGM paling banyak adalah kategori tidak normal yaitu sebanyak 17 orang (100%).

3. Status gizi Balita BGM paling banyak adalah kategori gizi kurang yaitu sebanyak 17 orang (100 %).

4. Perkembangan Motorik Kasar Balita BGM paling banyak adalah kategori normal yaitu sebanyak 12 orang (70,59%).

5. Perkembangan Motorik Halus Balita BGM paling banyak adalah kategori normal yaitu sebanyak 10 orang (58,82 %).

6. Perkembangan Bahasa Balita BGM paling banyak adalah kategori normal yaitu sebanyak 9 orang (52,94%).

7. Perkembangan personal sosial Balita BGM paling banyak adalah kategori normal yaitu sebanyak 14 orang (82,35%).

Saran

Dari hasil penelitian ini disarankan kepada orang tua supaya memperhatikan pertumbuhan dan status gizi anak serta menstimulasi perkembangan anak sejak dini.

DAFTAR PUSTAKA

Al-maghribi 2013. Perkembangan Tumbuh Kembang Bayi Dan Balita. Diakses pada Tanggal 07 April 2013. Dari: http://www.al- maghribicendekia.com/2013/01/perkembangan-tumbuh-kembang-bayi-usia-0.html

DEPKES. 2012. Kartu Menuju Sehat model baru diluncurkan. Diakses pada 5 Maret 2013. Dari: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/463-kartu.

DEPKES. 2005. Pengertian Balita Bawah Garis Merah. Jakarta. Departemen Kesehatan Indonesia.

Giel. 2010. Makalah Perkembangan Bahasa Anak. Diakses pada 1 Juli 2013. Dari: http://edichugiel.blogspot.com/2010/01/makalah-perkembangan-bahasa-anak.html

Hurlock, Elizabeth. 1998. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta. Erlangga

Markum A.H. 1994. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Nursalam, 2005. Aspek Tumbuh Kembang Pada Balita. Jakarta. EGC. Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta. EGC

(12)

Rachmawati, U., Setyaningsih, P., Chabibah, N. 2013. Karakteristik Balita Dengan Berat Badan Di Bawah Garis Merah (Bgm) Di Kecamatan Bojong

Kabupaten Pekalongan. STIKES Muhammadiyah Pekajangan

Pekalongan. Skripsi. Diakses Tanggal 1 Juli 2013. Dari: http://www.e-skripsi.stikesmuh-pkj.ac.id/e-skripsi/index.php?p=show_detail&id=493 RISKESDAS, 2010. Prevalensi Balita Gizi Buruk. Jakarta.

Siswanto, Fajar, Alfima. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya bawah Garis merah pada balita. Universitas Brawijaya Malang. Skripsi.

Diakses Tanggal 1 Juli 2013. Dari:

http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/kebidanan/MAJALAH%20ALFI MA%20RAHASTI.pdf

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta. EGC.

Supartini, Yupi. 2000. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta. EGC.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pertumbuhan Fisik TB Pada Balita BGM
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Status Gizi Pada Balita BGM
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Kasar Pada  Balita BGM
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Perkembangan Bahasa Pada Balita BGM
+2

Referensi

Dokumen terkait

• Operasional yang efisien dari bundaran tergantung pada gap yang dapat diterima oleh pengemudi dalam arus lalu lintas yang bersikulasi.

Analisis data tentang ketercapaian KKM dilakukan dengan membandingkan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM pada skor dasar dan persentase jumlah siswa yang

Ada hubungan antara tingkat pengetahuan suami tentang menopause dengan dukungan sosial suami terhadap istri menopause di wilayah RW 26 Desa Jamblangan Margomulyo

VO2 max adalah jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi selama aktivitas fisik.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan manfaat pengaruh latihan fisik

Dampak yang terjadi di Kelurahan Guntung Payung aspek kemudahan administrasi adalah pelayanan publik terhadap masyarakat menjadi lebih prima karena masyarakat tidak perlu

[r]

Yang dimaksud dengan shalat sebagai barometer dari amalan shalat seseorang yaitu karena shalat merupaka tiangnya/pondasi agama. analoginya, sama halnya seperti rumah yang

Untuk implementasi ERP Microsoft Dynamic Nav dalam sistem perawatan komputer diperlukan tahap penyesuaian aplikasi yaitu pengumpulan dokumen user , analisa kebutuhan object