BAB II
LANDASAN TEORI
A. Memori Kerja 1. Pengertian Memori Kerja
a. Definisi Memori Kerja
Menurut Ellis dan Hunt (dalam Suharnan, 2005) ingatan menjadi sesuatu yang penting dalam proses kognitif manusia. Memori merupakan proses menyimpan informasi seiring dengan berjalannya waktu melalui proses pengodean, penyimpanan, dan pengambilan (King, 2012). Memori merupakan aktivitas mental untuk memasukan, menyimpan, dan menimbulkan kembali informasi yang telah didapatkan pada masa lampau (Walgito, 2010). Seseorang dapat dengan cara sengaja atau tidak sengaja ketika memasukkan informasi. Setelah memasukkan informasi biasanya seseorang akan menyimpan informasi tersebut untuk beberapa waktu.
Ingatan tersebut disimpan secara merata di berbagai bagian otak yang berpartisipasi langsung dengan kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi korteks inferotemporal, amigdala, korteks prefrontal, serebelum, dan striatum (Miyashita, Pasternak, Greenlee, dan Weinberger dalam Pinel, 2012). Ketika informasi dibutuhkan seseorang akan merecall informasi yang sudah pernah disimpan dengan cara mengenal atau
mengingat kembali.
13
Berdasarkan teori Atkinson dan Shiffrin (dalam King, 2012), memori manusia berdasarkan penyimpanannya melibatkan tiga sistem berbeda yaitu memori sensori, memori jangka pendek, dan memori jangka panjang.
1) Memori Sensori
Memori jenis ini umumnya didapatkan dari auditori dan visual seseorang. Dalam proses ini seseorang dapat menyimpan informasi berbentuk sensoris aslinya dalam waktu sekejap. Seseorang dapat mengingat detail isi dari sebuah informasi namun informasi tersebut akan mudah hilang ketika seseorang tidak melakukan strategi khusus untuk memasukannya dalam memori jangka pendek dan/atau memori jangka panjang.
2) Memori Jangka Pendek
Memori jangka pendek merupakan sistem memori yang berkapasitas terbatas dan informasi dapat bertahan hanya sekitar 30 detik kecuali terdapat strategi khusus untuk mempertahankannya. Strategi untuk meningkatkan memori jangka pendek dapat dilakukan dengan cara mengelompokkan dan mengulang informasi.
3) Memori Jangka Panjang
Memori jangka panjang merupakan sistem memori yang relatif tetap menyimpan informasi dalam jumlah banyak dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama. Memori jangka panjang terklasifikasi menjadi dua macam yaitu memori eksplisit dan memori implisit.
a) Memori Eksplisit
Memori eksplisit merupakan jenis ingatan dimana pengumpulan informasi dikumpulkan secara sadar. Dalam memori eksplisit terdapat dua sub jenis memori yang menggambarkan mengenai dimana, kapan, dan apa yang terjadi dalam hidup (disebut dengan memori episodik) dan pengetahuan seseorang tentang segala hal yang ada di kehidupan (disebut dengan memori semantik).
b) Memori Implisit
Memori implisit merupakan jenis ingatan dimana pengumpulan informasi berdasarkan pengalaman sebelumnya tanpa adanya ingatan yang sadar mengenai pengalaman tersebut. Dalam memori implisit terdapat tiga sub jenis memori yang melibatkan keahlian (disebut dengan memori prosedural), mengaktivasi informasi yang pernah disimpan dengan mengingat informasi secara cepat dan baik (disebut dengan priming), dan pengkodisian klasik.
Dalam perkembangannya banyak ahli yang berfikir bahwa memori tidak hanya bekerja pada tiga tahap tersebut saja. Namun banyak yang mengasumsikan bahwa memori bersifat kompleks dan dinamis. Mudrock (dalam King, 2012) menerangkan bahwa banyak ahli yang berpendapat seseorang dapat menggunakan memori jangka panjang secara fleksibel dibandingkan dengan hanya mengambil informasi. Penggunaan memori jangka pendek tidak hanya melibatkan pengulangan dan penyimpanan
Gambar 1
Proses Memori (Atkinson dalam King, 2012)
pasif dari sebuah informasi namun juga melibatkan sebuah sistem memori aktif yaitu memori kerja.
Memori kerja secara konseptual dapat diketahui sebagai sebuah meja kerja yang berfungsi secara konsisten untuk mentransformasikan, mensinergikan, dan memperbarui informasi baru dan lama (Solso, 2007).
Memori kerja memberikan ruang kerja mental atau buku catatan yang digunakan untuk menyimpan informasi penting dalam kehidupan sehari- hari (Gathercole dan Alloway, 2009). Pada model memori kerja Baddeley, memori kerja didefinisikan sebagai sistem dengan kapasitas terbatas dan informasi hanya disimpan untuk jangka waktu yang singkat. Memori kerja
jangka panjang dan menyalurkan informasi ke memori jangka panjang untuk penyimpanan yang lebih lama (King, 2012). Memori kerja merupakan sebuah sistem memori yang berfungsi untuk mengorganisasikan informasi, memberi makna informasi dan membentuk pengetahuan untuk disimpan di memori jangka panjang (Kalat, 2009).
Bagian otak yang berperan dalam terjadinya proses memori kerja yaitu hipokampus dan korteks prefrontal (Lynch, 2004).
b. Pengukuran Memori Kerja
Konsep pengukuran memori kerja telah berkembang sejak tahun 1974 yang disusun berdasarkan teori memori kerja Baddeley dengan memperkenalkan working memory span tasks. Oswald et al (2014) telah mengembangkan serangkaian baterai tes untuk mengukur memori kerja.
Secara garis besar Oswald et al (2014) menjabarkan tes memori kerja antara lain operation span task, reading span task, dan symmetry span task.
1) Operation Span Task
Pada tes ini peserta disajikan perhitungan matematika dan diminta untuk memberikan penilaian terhadap perhitungan matematika tersebut apakah perhitungan matematika tersebut benar atau salah.
Kemudian di setiap pergantian perhitungan matematika, peserta diberikan sebuah huruf untuk diingat dan disebutkan kembali setiap di akhir sesi.
2) Reading Span Task
Pada tes ini peserta disajikan sebuah kalimat yang berisi sepuluh hingga lima belas kata dan peserta diminta untuk memberikan penilaian terhadap kalimat tersebut apakah kalimat yang ditampilkan tersebut logis atau tidak. Setelah kalimat ditampilkan, peserta akan diberikan sebuah huruf untuk diingat dan disebutkan kembali setiap di akhir sesi.
3) Symmetry Span Task
Pada tes ini peserta akan disajikan kotak ukuran 8x8 dengan gambar abstrak kotak hitam putih dan peserta diminta untuk memberikan penilaian apakah gambar abstrak kotak hitam putih tersebut simteri dengan sumbu vertikal atau tidak. Setelah itu peserta akan ditampilkan sebuah potongan kotak merah pada suatu posisi di kotak ukuran 4x4 untuk diingat dan disebutkan kembali setiap di akhir sesi.
Berdasarkan penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa memori kerja merupakan aktivitas mental dengan kapasitas terbatas dan singkat yang bekerja dengan cara mensinergikan informasi baru dan lama serta membentuk makna dan pengetahuan dimana informasi penting yang masuk dalam kognisinya akan disimpan dalam buku catatan ingatan.
Memori kerja setiap individu dapat diukur menggunakan rangkaian baterai tes memori kerja yang melipui operation span task, reading span task, dan symmetry span task.
Gambar 2
Komponen Sistem Memori Kerja (Eysenck dan Keane, 2010) 2. Aspek-aspek Memori Kerja
Memori kerja memiliki komponen yang sangat kompleks. Repovs dan Baddeley (dalam Eysenck dan Keane, 2010) menerangkan terdapat empat komponen utama yang membangun sistem memori kerja serta bersifat terbatas dan independen. Keempat komponen tersebut antara lain eksekutif pusat, lingkaran fonologi, sketsa visuospasial, dan penyangga episodik.
Bagan komponen sistem memori kerja ditampilkan pada gambar berikut :
a. Eksekutif Pusat
Komponen ini merupakan bagian terpenting dari sistem memori kerja yang membedakan konsep memori kerja dengan memori pendek (Smith dan Kosslyn, 2014). Bagian otak yang berperan penting dalam proses kerja eksekutif pusat yaitu korteks prefrontal (Pinel, 2012).
Berdasar penelitian Solso (2007) eksekutif pusat memiliki tugas antara lain :
1) Mengkoordinasikan aktivitas yang berkaitan dengan perhatian dan memerintahkan respon.
2) Menentukan waktu kapan informasi disimpan dalam penyimpanan memori.
3) Menentukan apakah informasi disimpan di dalam lingkaran fonologi atau sketsa visuospasial.
4) Mengintegrasikan informasi yang disimpan dalam lingkaran fonologi dengan sketsa visuospasial.
5) Mengontrol informasi yang telah disimpan agar dapat diawasi, diubah, atau dimanipulasi secara kognitif.
b. Lingkaran Fonologi
Sistem yang mengerjakan perintah dari eksekutif pusat untuk tujuan spesifik yaitu berupa penyajian kata-kata meliputi menangkap informasi dengan persepsi kata-kata dan memproses artikulasi dengan menghubungkan sumber ucapan ke penyimpanan fonologi. Bagian otak yang berperan penting dalam proses lingkaran fonologi yaitu lobus frontal dan parietal (Cabeza dan Nyberg dalam Solso, 2007). King (2012) menerangkan komponen ini memiliki fungsi untuk menyimpan informasi yang berupa suara.
Gambar 3
Komponen Lingkaran Fonologi (Eysenck dan Keane, 2010) Terdapat dua subkomponen penting dalam lingkaran fonologi yaitu :
1) Phonological store
Phonological store berkaitan ketika seseorang mengucapkan sebuah
informasi di dalam hati maka informasi tersebut akan tersimpan dalam suara pikiran dan kemudian dapat didengar kembali oleh telinga pikiran seseorang (Smith dan Kosslyn, 2014).
2) Articulary rehearsal
Articulary rehearsal berkaitan dengan interval waktu yang dibutuhkan
seseorang untuk mengucapkan kata secara lisan (Solso, 2007).
Dalam proses mengingat kembali seseorang akan lebih sulit mengingat kata-kata dengan fonologi yang sama, berurutan, dan memiliki fonologi yang serupa (Conrad dan Hull dalam Smith dan Kosslyn, 2014).
Selain itu, seseorang akan lebih mudah mengulang informasi dalam jeda waktu yang cepat dan memproses informasi dengan mengucapkan kata- kata (Baddeley dalam Smith dan Kosslyn, 2014). Bagan komponen lingkaran fonologi ditampilkan pada gambar berikut :
c. Sketsa Visuospasial
Sketsa visuospasial berperan sebagai tempat menyimpan dan mengimajinasikan informasi visuospasial. Haxby, Ungerleider, Horwitz, Rapoport, dan Grady (dalam Solso, 2007) mengatakan pemrosesan sketsa visuospasial mengaktifkan area yang berbeda pada otak. Jika interval lebih pendek area otak yang teraktivasi yaitu lobus oksipital dan lobus frontal kanan, sedangkan jika interval panjang area otak yang teraktivasi yaitu lobus parietal dan lobus frontal kiri.
Sketsa visuospasial digunakan sebagai tempat penyimpanan sementara dan manipulasi gambaran visual dan spasial meliputi mengingat bentuk, ukuran, kecepatan, dan arah objek yang bergerak (Solso, 2007;
Eysenck dan Keane, 2010). Smith dan Kosslyn (2014) menerangkan sketsa visuospasial menunjang kemampuan seseorang untuk mengembangkan, menginspeksi, dan mengarahkan informasi melalui gambaran mental.
Komponen ini sangat membantu seseorang mengakses secara cepat informasi dan memperbarui informasi yang tesimpan dalam penyimpanan visuospasial.
Gambar 4
Komponen Sketsa Visuospasial (Eysenck dan Keane, 2010)
Bagan komponen sketsa visuospasial ditampilkan pada gambar berikut :
d. Penyangga Episodik
Komponen ini berfungsi untuk mengintegrasikan informasi dari berbagai sumber (lingkaran fonologi, sketsa visuospasial, dan memori jangka panjang) secara singkat serta mensinergikan ke eksekutif pusat (Solso, 2007). Selain itu penyangga episodik juga berfungsi sebagai perantara subsistem dengan kode yang berbeda dan kemudian digabungkan menjadi respresantasi mental yang multidimensi. Komponen ini dapat menyatukan beberapa komponen yang independen dan memiliki fungsi yang berbeda-beda (Eysenck dan Keane, 2010).
Berdasarkan penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat aspek utama dari memori kerja yaitu eksekutif pusat, lingkar fonologi, sketsa visuospasial, dan penyangga episodik.
3. Faktor yang Mempengaruhi Memori Kerja
Suharnan (2005) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi memori termasuk memori sensori, memori jangka pendek, memori jangka panjang, dan memori kerja antara lain:
a. Efek Posisi Serial
Seseorang akan lebih mudah menangkap informasi pada bagian awal atau akhir kalimat. Kuatnya menangkap informasi dibagian awal disebut primacy effect sedangkan dibagian akhir disebut recency effect.
b. Keahlian
Seseorang yang memiliki suatu keahlian maka akan lebih mudah mengingat hal yang berkaitan dengan keahlian tersebut.
c. Emosi
Emosi sangat mempengaruhi aktivitas kognitif seseorang. Terdapat tiga penjelasan dalam poin ini yaitu 1) Seseorang akan lebih mudah memproses informasi yang secara emosi menyenangkan dibanding informasi yang mengandung kesedihan. Fenomena ini disebut pollyanna principles. 2) Seseorang akan lebih mudah memahami informasi yang datang ketika informasi tersebut sama dengan suasana hati seseorang yang sedang berlangsung pada saat itu. Fenomena ini disebut mood congruence. 3) Seseorang akan lebih mudah mengingat informasi sesuai dengan suasana hati ketika seseorang menerima informasi tersebut pertama kali. Fenomena ini disebut state dependence.
d. Durasi Waktu
Semakin lama durasi waktu antara momen memasukkan informasi dengan momen mengingat kembali maka semakin berkurang ketepatan seseorang dalam mengingatnya.
e. Self Reference Effects
Seseorang akan lebih mudah mengingat ketika orang tersebut merasakan langsung kejadian dibanding berdasarkan pengalaman orang lain.
f. Flash-bulb Memory
Peristiwa pertama kali yang dialami oleh seseorang yang sangat mengejutkan dapat membuat emosi seseorang terhanyut dalam peristiwa tersebut dan menjadikan peristiwa tersebut mudah terulang di dalam ingatan seseorang.
g. Gangguan
Seseorang akan lebih mudah menangkap informasi ketika tidak terjadi sebuah gangguan yang menghalangi informasi tersebut untuk masuk diproses dalam otak (Jonides, Lacey, dan Nee, 2005).
h. Persepsi
Seseorang akan lebih mudah mengulang informasi ketika sudah mengenali identitas informasi yang telah disimpan dalam ingatan jangka panjangnya (Jonides, Lacey, dan Nee, 2005).
i. Tipe penyimpanan informasi
Seseorang akan lebih mudah memahami informasi sesuai dengan ciri asli informasi yang diterimanya (Jonides, Lacey, dan Nee, 2005).
j. Perhatian
Walgito (2010) menerangkan perhatian merupakan syarat penting yang digunakan individu untuk melakukan persepsi atau penilaian terhadap suatu objek. Perhatian merupakan pemusatan seluruh aktivitas pada sebuah objek atau sekumpulan objek. Perhatian memiliki hubungan yang kuat dengan kesadaran karena semakin jauh dari pusat kesadaran maka sebuah objek semakin kurang diperhatikan dan disadari.
King (2012) menerangkan perhatian sangat penting dalam mengingat informasi. Sehubungan dengan terbatasnya kapasitas otak manusia, maka perhatian bersifat selektif terhadap informasi yang muncul. Penelitian yang dilakukan oleh Reingold dan Shen (dalam King, 2012) menunjukkan individu yang memiliki perhatian penuh memiliki kinerja yang lebih baik pada suatu tes ingatan dibandingkan individu yang mengalami perhatian terbagi.
Perhatian memiliki macam-macam jenis berdasarkan segi timbulnya, banyaknya objek, dan fluktuasi.
1) Dari segi timbulnya
a) Perhatian spontan, merupakan perhatian yang timbul dengan sendirinya akibat adanya minat dari individu.
b) Perhatian tidak spontan, merupakan perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja karena ada kemauan untuk menimbulkannya.
2) Banyaknya objek
a) Perhatian yang sempit, merupakan perhatian pada suatu waktu dan hanya dapat memperhatikan sedikit objek. Perhatian yang sempit sejalan dengan perhatian yang terpusat.
b) Perhatian yang luas, merupakan perhatian pada suatu waktu yang dapat memperhatikan banyak objek. Perhatian yang luas sejalan dengan perhatian yang terbagi.
3) Fluktuasi perhatian
a) Perhatian statis, merupakan perhatian yang muncul pada suatu waktu dan individu dapat tetap mempertahankan perhatiannya pada objek tertentu.
b) Perhatian dinamis, merupakan perhatian yang muncul pada suatu waktu dan individu dapat dengan mudah memindahkan perhatiannya dari satu objek ke objek lain.
Berdasarkan penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi memori kerja meliputi efek posisi serial, keahlian, emosi, durasi waktu, self reference effect, flash-bulb memory, gangguan, persepsi, tipe penyimpanan informasi, dan perhatian. Dalam penelitian ini peneliti mengasumsikan emosi menjadi faktor yang dapat mempengaruhi optimalnya memori kerja dan dapat dirangsang dengan baik melalui mendengarkan murottal Al Qur’an. Ketika seseorang mendengarkan murottal Al Qur’an maka akan mengalami relaksasi tubuh dan pikiran sehingga dapat menstabilkan emosi. Stabilnya emosi dapat membantu seseorang dalam
mengontrol kesadaran dirinya sehingga seseorang dapat mengatur konsentrasi untuk menyelesaikan tugas yang dihadapinya.
B. Mendengarkan Murottal Al Qur’an 1. Pengertian Mendengarkan Murottal Al Qur’an
Murottal Al Qur’an merupakan rekaman suara seorang qori’ yang membaca ayat-ayat Al Qur’an dengan menggunakan metode nada tertentu sehingga menimbulkan tempo yang harmonis. Mendengarkan murottal Al Qur’an merupakan sebuah kegiatan mendengarkan lantunan ayat-ayat Al Qur’an dengan seksama yaitu dengan cara memasang telinga baik-baik (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional dalam Fitriatun, 2014). Dalam bahasa Arab mendengarkan Al Qur’an dikenal dengan istilah sima’. Secara harfiah istilah sima’ dapat dipahami sebagai salah satu bentuk ibadah dalam Islam dengan cara mendengarkan dan meresapi tilawah Al Qur’an yang dibacakan oleh orang lain. Sima’ lebih dalam dapat dipahami sebagai memahami isi ayat-ayat Al Qur’an atau hanya mendengarkan saja (Fitriatun, 2014).
Aktivitas mendengarkan suatu objek termasuk mendengarkan murottal Al Qur’an dikendalikan oleh sistem pendengaran dimana indra yang terlibat dalam aktivitas mendengar yaitu telinga. Sistem pendengaran memiliki fungsi untuk mempersepsi obyek dan kejadian melalui suara atau bunyi yang timbul.
Bunyi diketahui sebagai proses vibrasi molekul-molekul udara yang
pendengaran manusia memiliki beberapa karakteristik dasar seperti manusia dapat mendengar bunyi dengan kecepatan 340 m/s di udara dan 1.400 m/s di dalam air, mendengar bunyi dengan frekuensi antara 20 Hz hingga 18.000 Hz, dan mendengar bunyi dengan intensitas antara 0 dB hingga 100 dB (Heryati dan Faizah, 2008). Gelombang bunyi dapat mempengaruhi pendengaran manusia berdasarkan nada, frekuensi, dan intensitas bunyi hingga dapat menimbulkan efek pada tubuh.
Pinel (2012) menerangkan secara umum proses fisiologi pendengaran diawali dengan ditangkapnya bunyi oleh telinga manusia berjalan melalui auditory canal yang menyebabkan membran timpani bergetar. Getarnya
membran timpani ditransfer ke tulang-tulang pendengaran meliputi malleus, incus, dan stapes. Bergetarnya tulang stapes memicu getaran selaput jendela
oval yang mentransfer getaran tersebut ke koklea. Gelombang yang masuk menstimuli sel-sel rambut dan mengaktivasi akson saraf auditori. Prinsip kerja koklea sangat dipengaruhi oleh frekuensi gelombang yang diterima oleh telinga. Frekuensi yang lebih tinggi akan menghasilkan aktivasi lebih besar pada jendela oval. Sedangkan frekuensi yang rendah menghasilkan aktivasi lebih besar pada ujung selaput basilar.
Proses mekanik tersebut menyebabkan sel-sel rambut di organ corti bergerak dan menimbulkan pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Lepasnya ion bermuatan listrik menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga merangsang lepasnya neurotransmitter glutamate ke dalam sinapsis dan menjadikan timbulnya potensial aksi pada saraf auditorius (N. VIII
Daun Telinga Telinga Tengah Kokhlea
Hipotalamus Amigdala Talamus
Hipokampus Gambar 5
Neurofisiologi Mendengarkan Murottal Al Qur’an tanpa Mengetahui Makna (Muliawati, 2015)
komponen cochlearis). Impuls saraf selanjutnya diteruskan ke korteks pendengaran primer dan asosiasi (area 41 dan 42) di lobus temporalis (Heryati dan Faizah, 2008).
Secara fisiologis mekanisme ketika seseorang mendengarkan murottal Al Qur’an tanpa memahami isi kandungan ayat-ayat Al Qur’an adalah sebagai berikut :
Gambar tersebut menunjukkan ketika seseorang mendengarkan murottal Al Qur’an tanpa mengetahui maknanya maka akan merangsang beberapa bagian otak yang memiliki fungsi masing-masing. Area beserta fungsi otak yang terangsang meliputi :
a. Talamus
Talamus merupakan komponen otak yang berada diantara korteks serebral dan otak tengah. Fungsi thalamus adalah menyampaikan sinyal sensorik dan motoric yang berhubungan dengan kesadaran, tidur, dan kewaspadaan
b. Amigdala
Amigdala merupakan komponen otak yang berada pada lobus temporal bagian tengah. Amigdala berperan untuk melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi emosi.
c. Hipotalamus
Hipotalamus merupakan komponen otak yang terletak di pangkal otak dibawah thalamus dan di dekat kelenjar pituitari. Fungsi dari hipotalamus adalah merangsang endokrin untuk memproduksi hormon melalui sinyal saraf dan menyalurkan ke seluruh tubuh.
d. Hipokampus
Hipokampus bagian dari otak besar yang terletak di lobus temporal yang merupakan bagian dari sistem limbik. Hipokampus memiliki fungsi untuk kegiatan mengingat.
Berdasarkan penjabaran diatas maka mendengarkan murottal Al Qur’an disimpulkan sebagai aktivitas mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an dengan saksama melalui media seperti tape recorder ataupun mp3 player baik mengerti isi kandungannya atau tidak. Meskipun tidak mengerti isi kandungannya tetapi jika seseorang mendengarkan dengan sungguh-sungguh maka murottal Al Qur’an tetap berpengaruh positif terhadap suasana hati melalui kesan yang ditimbulkan melalui amigdala dan hipokampus.
2. Aspek-aspek Mendengarkan Murottal Al Qur’an
Secara umum musik memiliki beberapa aspek meliputi suara, nada, ritme, notasi, melodi, dan harmoni. Namun, dalam murottal Al Qur’an hanya terdapat beberapa aspek yang menjadikan murottal Al Qur’an tersebut dapat mempengaruhi kondisi seseorang yang mendengarkannya. Aspek-aspek tersebut meliputi :
a. Suara
Suara sebuah musik diketahui dari frekuensinya. Berdasar hasil penelitian Silaturrahim (2016) murottal Al Qur’an yang dapat memberikan efek ketika didengarkan memiliki frekuensi 13.848 Hz.
b. Nada
Nada merupakan tinggi rendahnya irama sebuah musik. Pada seni membaca murottal Al Qur’an terdapat beberapa jenis nada meliputi bayyati, shoba, nahawand, hijaz, rost, sika, dan jiharka. Berdasarkan penelitian Widayarti (2011) murottal Al Qur’an yang dapat memberikan efek relaksasi yaitu murottal Al Qur’an yang memiliki nada yang rendah.
c. Ritme
Ritme lagu diketahui sebagai ukuran birama lagu. Berdasarkan penelitian Widayarti (2011) murottal Al Qur’an yang dapat memberikan efek relaksasi dan dapat menurunkan kecemasan yaitu murottal Al Qur’an yang memiliki ritme 60-70/menit.
3. Teknik-teknik Mendengarkan Murottal Al Qur’an
Berdasarkan studi tentang mendengarkan murottal Al Qur’an bahwa program mendengarkan murottal Al Qur’an dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa ketentuan agar dapat berjalan dengan baik. Shekha, Hasan, dan Othman (2013) menerangkan program mendengarkan murottal Al Qur’an dilaksanakan pada ruangan kedap suara dengan suhu 25°C. Peserta duduk di kursi dengan nyaman dan menggunakan headphone sebagai alat pendengar murottal Al Qur’an. Hojjati et al (2014) melakukan eksperimen mendengarkan murottal Al Qur’an pada dua ruangan yang berbeda untuk kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Ruangan memiliki pencahayaan yang cukup, dua kursi, dan sebuah meja.
Dari segi murottal Al Qur’an, Widayarti (2011) menerangkan murottal Al Qur’an yang digunakan sebaiknya memiliki tempo antara 60-70 per menit dengan nada yang rendah. Selain itu Nursalam (2008) menerangkan pula murottal Al Qur’an yang digunakan berada pada volume 50 desibel. Khan et al (2010) menerangkan mendengarkan murottal Al Qur’an akan memberikan efek jika didengarkan selama 15 hari berturut-turut, 15 menit setiap harinya, dan didengarkan sebelum matahari terbit atau setelah matahari terbenam.
Ayat Al Qur’an yang didengarkan meliputi surat Al Fatihah, Ayat Kursi, Ar- Rahman, Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas (Julianto dan Etsem, 2011; Yana, Utami, dan Safri, 2015).
Penelitian ini akan mengacu pada penelitian sebelumnya oleh Khan et al (2010) program mendengarkan murottal Al Qur’an akan diberikan selama
15 hari berturut-turut dan didengarkan selama 15 menit setiap harinya.
Murottal Al Qur’an yang didengarkan meliputi surat Al Fatihah, Ayat Kursi, Ar-Rahman, Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas. Murottal tersebut dibacakan oleh qori’ bernama Muhammad Thaha Al-Junaid.
C. Pengaruh Mendengarkan Murottal Al Qur’an Terhadap Memori Kerja Memori kerja pada umumnya diketahui sebagai sebuah elemen kognitif yang menjadi tempat informasi dimanipulasi dan dirangkai untuk membantu individu melakukan tugas kognitif lainnya (King, 2012). Individu dengan memori kerja yang optimal dicirikan dengan mampu mengerjakan tugas secara bersamaan dalam satu waktu, cepat dalam mengambil keputusan dan menalar analogis, mampu mempertahankan informasi secara aktif dalam waktu yang panjang. Optimalnya memori kerja dipengaruhi oleh adanya perhatian yang optimal sehingga individu dapat secara sadar dan fokus untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik (Fougnie, 2008).
Walgito (2010) menerangkan perhatian merupakan syarat penting yang digunakan individu untuk melakukan persepsi atau penilaian terhadap suatu objek. Perhatian merupakan pemusatan seluruh aktivitas pada sebuah objek atau sekumpulan objek. Perhatian memiliki hubungan yang kuat dengan kesadaran karena semakin jauh dari pusat kesadaran maka sebuah objek semakin kurang diperhatikan dan disadari. Optimalnya perhatian dapat dicirikan terhindarnya tubuh dari ketegangan otot dan pikiran (Goldfired dan
mengurangi ketegangan pada otot dan pikiran yaitu teknik relaksasi yang dapat dilakukan dengan cara mendengarkan murottal Al Qur’an.
Mendengarkan murottal Al Qur’an merangsang getaran neuron dalam tubuh kembali pada kondisi stabil sehingga dapat melakukan fungsi utamanya dengan optimal (Yusri dalam Faridah, 2015). Selain itu mendengarkan murottal Al Qur’an dapat merangsang pembangkitan gelombang alpha pada otak dan merangsang produksi hormon yang dapat memberikan efek ketenangan pada tubuh, meningkatkan perhatian, maupun meningkatkan daya ingat (Abdullah dan Omar, 2011; Sheka, Hasan, Othman, 2013; Fatimah dan Noor, 2015).
Impuls suara murottal Al Qur’an yang didengarkan oleh seseorang akan diterima dan diproses dalam area Wernicke kemudian dikirim ke area asosiasi prefrontal. Selain itu impuls suara murottal Al Qur’an disalurkan pula ke korteks auditori primer dari talamus ke amigdala sebagai pusat pengaturan emosi. Amigdala menerima semua sinyal yang diantarkan dari bagian sistem limbik meliputi neokorteks lobus temporal, parietal, dan oksipital. Amigdala juga mengirimkan sinyal ke hipokampus yang berfungsi menyimpan ingatan baru. Transmisi ini mengakibatkan terjadinya keseimbangan sintesis dan sekresi neurotransmitter.
Hipokampus dan amigdala memproduksi GABA (Gamma Amino Butiric Acid) dan antagonis GABA, prefrontal memproduksi dopamine, serotonin, dan noreepinefrin, serta hipotalamus memproduksi asetilkolin dan endorphin.
Selain itu terproduksi pula hormon ACTH yang mengakibatkan korteks
adrenal seimbang dalam mensekresi kortisol. Kadar kortisol yang normal mampu berperan sebagai stimulator terhadap respon ketahanan tubuh sehingga dalam keadaan seimbang ini dapat mengurangi gangguan psikologis (Fatimah dan Noor, 2015). Terproduksinya hormon-hormon tersebut menjadikan seseorang akan berada dalam kondisi emosi yang positif dan terhindar dari rasa negatif seperti stress, depresi, dan cemas yang dapat menggangu perhatian seseorang.
Selain merangsang produksi hormon, mendengarkan murottal Al Qur’an dapat pula membangkitkan gelombang alpha pada otak yang membantu seseorang menjadi rileks (Abdullah dan Omar, 2011; Sheka, Hasan, Othman, 2013). Gelombang alpha merupakan gelombang otak yang berada pada frekuensi 8-12 Hz. Gelombang tersebut dapat membuat seseorang berada pada posisi kesadaran yang rileks. Menurut Mustajib (dalam Supradewi, 2010) frekuensi tersebut menjadi pengendali dan penghubungan antara pikiran sadar dan bawah sadar. Osilasi gelombang alpha memiliki dua peran meliputi fungsi perhatian yang memungkinkan informasi terkontrol ke pengetahuan dan kemampuan secara sadar berorientasi pada waktu, ruang, dan konteks (Klimesch, 2012). Gelombang alpha akan merangsang sistem limbik pada lobus temporal yang berisi hipokampus yang merupakan pusat memori.
Selain itu, gelombang alpha membuat kondisi otak menjadi rileks namun waspada sehingga membuat hipokampus sebagai pusat memori bekerja dengan optimal (Ostrander, Ostrander, Schoeder dalam Supradewi, 2010;
Penelitian terdahulu telah membuktikan efek dari mendengarkan murottal Al Qur’an untuk meningkatkan memori. Penelitian mendengarkan murottal Al Qur’an untuk meningkatkan memori dilakukan oleh Hojjati et al (2014) pada siswa sekolah dasar usia 12 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mendengarkan murottal Al Qur’an secara signifikan mampu meningkatkan memori. Keberhasilan penelitian tersebut menunjukkan bahwa mendengarkan murottal Al Qur’an dapat merangsang otak khususnya hipokampus sebagai pusat memori bekerja secara optimal.
Berdasarkan uraian diatas, mendengarkan murottal Al Qur’an dapat menyentuh faktor emosi yang merupakan salah satu faktor memori kerja.
Mendengarkan murottal Al Qur’an yang diberikan pada mahasiswa diharapkan mampu mereduksi emosi negatif yang dapat mengganggu optimalnya memori kerja.
Mendengarkan Murottal Al Qur’an
Meningkatkan gelombang alpha pada otak
Merangsang hipokampus
Meningkatkan memori kerja Gambar 6
Kerangka Pemikiran
Tidak Diteliti D. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
E. Hipotesis
Berdasarkan teori yang sudah dijelaskan di atas hipotesis penelitian ini yaitu terdapat pengaruh mendengarkan murottal Al Qur’an untuk meningkatkan memori kerja.
Diteliti