• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TINGKAT KONSUMSI DAN PREFERENSI KONSUMEN BAWANG PUTIH SEGAR DI KOTA MEDAN TESIS. Oleh SUKRI MULIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS TINGKAT KONSUMSI DAN PREFERENSI KONSUMEN BAWANG PUTIH SEGAR DI KOTA MEDAN TESIS. Oleh SUKRI MULIA"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

SUKRI MULIA 187039025

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

ANALISIS TINGKAT KONSUMSI DAN PREFERENSI KONSUMEN BAWANG PUTIH SEGAR DI KOTA MEDAN

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi magister Agribisnis Fakultas pertanian Universitas

Sumatera Utara

Oleh

Sukri Mulia 187039025

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)

Judul : Analisis Tingkat Konsumsi Dan Preferensi Konsumen Bawang Putih Segar Di Kota Medan

Nama : Sukri Mulia

NIM : 187039025

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Ir.Iskandarini, MM, Ph.D) ( Dr.Ir.Satia Negara Lubis,M.Ec ) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Ir. Rahmanta, M.Si) (Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S)

(4)

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada kamis , 03 Juni 2021

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Ir.Iskandarini,MM,Ph.D

Anggota : Dr.Ir.Satia Negara Lubis,M.Ec Dr.Ir. Rahmanta,M.Si

Rulianda P.Wibowo, Sp, M.Ec, Ph.D

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

ANALISIS TINGKAT KONSUMSI DAN PREFERENSI KONSUMEN BAWANG PUTIH SEGAR DI KOTA MEDAN

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber- sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 03 Juni 2021 yang membuat pernyataan,

Sukri Mulia NIM. 187039025

(6)

Dr.Ir.Satia Negara Lubis,M.Ec Sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Konsumsi bawang putih; di Provinsi Sumatera Utara 5 tahun terakhir adalah192.139 ton dan jumlah konsumsi tertinggi terjadi pada tahun 2019 yaitu 41.670 ton. produksi bawang putih di Sumatera Utara 5 tahun terakhir hanya mencapai 25.265 ton, Hal ini menjadi masalah dan ancaman bagi pemenuhan konsumsi; bawang putih khususnya di Kota Medan. tingkat konsumsi bawang putih segar merupakan volume bawang putih yang di konsumsi oleh konsumen dalam satuan per waktu. Sehingga perlu dilihat tingkat konsumsi dan preferensi konsumen terhadap bawang putih segar baik dari sisi harga, ukuran , kelembaban , aroma yang menjadi pilihan akhir konsumen untuk memutuskan mengkonsumsi bawang putih segar sesuai kebutuhannya. Konsumsi bawang putih segar di kota medan sebesar 8,7 gram/kap/hari;.

Preferensi Konsumen membeli dan mengkonsumsi bawang putih segar yaitu memiliki komposisi kombinasi yang bernilai baik menunjukkan pada level atribut yang paling penting yaitu atribut harga (0.423);, ukuran (0.243), aroma (0.214), kelembaban (0.164) serta warna (0.104). Artinya konsumen lebih mengutamakan atribut harga bawang putih dibandingkan atribut lainnya. Model Kombinasi yang disukai konsumen bawang putih segar secara umum adalah kombinasi nomor 8 ;yaitu bawang putih segar dengan komposisi kombinasi level atribut ukuran kecil, beraroma tidak tajam, harga berkisar <Rp20.000/kg dan tingkat kelembaban/kekeringannya kategori lembab serta memiliki warna putih gelap.

Kata kunci: Konsumsi bawang putih, preferensi konsumen bawang putih, kombinasi atribut konsumen bawang putih di kota Medan

ABSTRACT

Sukri Mulia (187039025) with the thesis title "Analysis of Consumption Levels and Consumer Preferences of Fresh Garlic in Medan City". The writing of this thesis was supervised by Mrs. Ir. Iskandarini, MM, Ph.D as Chair of the Advisory Commission and Mr. Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec As Member of the Advisory Commission. The consumption of garlic; in North Sumatra Province in the last 5 years was 192.139 tons and the highest amount of consumption occurred in 2019, namely 41,670 tons. Garlic production in North Sumatra in the last 5 years has only reached 25,265 tons. This is a problem and a threat to the fulfillment of garlic consumption;, especially in Medan City. The level of consumption of fresh garlic is the volume of garlic consumed by consumers in units per time. So it is necessary to look at the level of consumption and consumer preferences for fresh garlic both in terms of price, size, humidity, flavour which is the final choice of consumers to decide to consume fresh garlic according to their needs. Consumption of fresh garlic in the city of Medan is 8.7 grams / cap / day;. Consumer preference for buying and consuming fresh garlic, which has a good value combination composition, shows that the most important attribute levels are price (0.423);, size (0.243), aroma (0.214), humidity (0.164) and color (0.104). This means that consumers prioritize garlic price attributes more than other attributes. The combination model that is preferred by fresh garlic consumers in general is combination number 8;, namely fresh garlic with a combination composition of small size attribute levels, not sharp flavour, prices ranging from <Rp.20,000 / kg and the humidity / dryness level is in the moist category and has a dark white color.

Keywords: Garlic consumption, garlic consumer preferences, combination of garlic consumer attributes in the city of Medan

(7)

SUKRI MULIA, lahir di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 23 September 1992 dari Bapak Elfizar dan Ibu Fatma Zahara. Penulis merupakan anak ke empat dari 4 bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1998 masuk Sekolah Dasar Negeri 066661 Medan, tamat tahun 2004.

2. Tahun 2004 masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 33 Medan, tamat tahun 2007.

3. Tahun 2007 masuk Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Medan, tamat tahun 2010.

4. Tahun 2011 masuk di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan Medan, tamat tahun 2015.

5. Tahun 2018 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis Universitas Sumatera Utara.

(8)

i

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala karena atas berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si, selaku Ketua Program Studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Ir. Iskandarini, MM, Ph.D dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu penulis dalam penyusunan tesis ini.

5. Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si dan Bapak Rulianda P. Wibowo, Sp, M.Ec, Ph.D selaku Komisi Penguji, atas bimbingan, arahan dan waktu yang telah diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Program Studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

7. Kedua Orang tua tercinta.

8. Rekan Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Magister Agribisnis Universitas Sumatera Utara, atas bantuan dan dukungan selama peneliti menempuh studi dalam penulisan tesis ini.

(9)

ii

Medan, 03 Juni 2021

Sukri Mulia

(10)

iv

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI………iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Identifikasi Masalah ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.4.Kegunaan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Bawang Putih ... 6

2.2.Tingkat Konsumsi Dan Preferensi Bawang Putih ... 7

2.3. Landasan Teori ... 13

2.3.1.Karakteristik Konsumen ... 13

2.3.2.Karakteristik Sikap ... 13

2.3.3.Pengambilan Keputusan Konsumen ... 14

2.3.4.Perilaku Konsumen ... 15

2.3.5.Tingkat Konsumsi ... 16

2.3.6.Prinsip Teori Konsumsi ... 16

2.4. Preferensi Konsumen ... 18

2.5.Analisis Konjoin ... 19

2.6.Fungsi Analisis Konjoin ... 21

2.7.Atribut Produk ... 22

2.8.Penelitian Terdahulu ... 23

2.9.Kerangka Pemikiran ... 36

III. METODE PENELITIAN ... 40

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 40

(11)

v

3.6.Lokasi Penelitian ... 44

3.7.Waktu Penelitian ... 44

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1.Deskripsi Umum Kota Medan ... 45

4.1.1.Letak Geografis Kota Medan ... 45

4.1.2.Keadaan Penduduk Kota Medan ... 46

4.2.Deskripsi Karakteristik Responden ... 48

4.2.1.Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

4.2.2.Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 48

4.2.3.Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga 49 4.2.4.Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 50

4.2.5.Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 50

4.2.6.Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Konsumsi ... 51

4.3.Hasil Analisis Pembahasan ... 52

4.3.1.Konsumsi Bawang Putih Rata-Rata Responden Pergram/Kapita/Hari ... 52

4.3.2.Uji Korelasi Atribut dengan Preferensi Konsumen Secara Umum 53 4.3.3.Uji Ketepatan Prediksi Konsumen ... 54

4.3.4.Uji Validitas ... 54

4.3.5.Uji Reliabilitas ... 56

4.3.6.Kombinasi Atribut dan Level Atribut Desain Orthogonal ... 57

4.3.7.Preferensi Konsumen terhadap Kombinasi Atribut dan Level Atribut Berdasarkan Nilai Maksimum Utility Rule ... 61

4.3.8.Tingkat Kepentingan Konsumen terhadap Atribut Bawang Putih . 64 V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 76

(12)

vi

NO Judul Hal

1. Karakteristik Dan Standart Mutu Bawang Putih Di Indonesia………15

2. Penelitian Terdahulu ……….. 35

3. Jumlah Penduduk Kota Medan………40

4. Atribut Dan Level Atribut Pada Bawang Putih………43

5. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan………....46

6. Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Kecamatan Dan Jenis Kelamin………47

7. Konsumsi /Hari Bawang Putih……….51

8. Uji Korelasi Atribut Dengan Preferensi Konsumen………53

9. Uji Validitas……… 55

10. Uji Reliabilitas……….57

11. Kombinasi Atribut Dan Level Atribut Desain Orthogonal…………..58

12. Nilai Kegunaan Setiap Level Atribut (Konsumen Secara Umum)…..59

13. Kombinasi Paling Disukai Responden (Maximum Utility Rule)……61

14. Tingkat Kepentingan (Importance Values)……….64

(13)

vii

1. Grafik Perkembangan Impor Bawang Putih…….……… 2 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………. 48 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia…… ……….…… 48 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga… 49 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan………….... ..50 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan………....51 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Konsumsi…………..52

(14)

viii

1. Quisioner Pra survey..……… 76

2. Quisioner Penelitian.. ……… 79

3. Desain Orthogonal Menggunakan SPSS ..……… 81

4. Tabulasi Data Responden………. 83

5. Preferensi Keseluruhan Konsumen…………...……….... 93

6. Importance Values Dan Corelation………94

(15)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 .Latar Belakang

Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor diantaranya sub sektor tanaman pangan, tanaman perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, dan hortikultura. Salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peluang dan prospek yang baik untuk dikembangkan adalah tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura banyak dijumpai di Indonesia diantaranya berupa sayuran, buah- buahan, dan juga tanaman hias (Mubyarto, 2007).Kegiatan ekonomi yang berbasis pada tanaman pangan dan hortikultura merupakan kegiatan yang sangat penting di Indonesia. Disamping melibatkan tenaga kerja terbesar dalam kegiatan produksi, produknya juga merupakan bahan pangan pokok dalam konsumsi pangan di Indonesia. Dengan kedudukannya sebagai bahan pangan pokok, produk tanaman pangan dan hortikultura menjadi faktor utama dalam menentukan biaya hidup di Indonesia sedemikian rupa, sehingga memungkinkan pangsa biaya tenaga kerja dalam struktur biaya produksi barang dan jasa tergolong terendah di dunia (Saragih, 2010).

Subsektor hortikultura saat ini memiliki peran penting sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi di Indonesia di samping sebagai sumber peningkatan kesejahteraan petani.Menurut (Saragih ,2010) Subsektor hortikultura dalam beberapa kasus komoditas dapat meningkatkan pendapatan petani karena merupakan penyedia lapangan pekerjaan ,dapat mengurangi kemiskinan dan meningkatkan ketahanan pangan, khususnya di daerah dataran tinggi yang berada di Indonesia . Bawang putih (Allium sativum L) merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura dengan permintaan pasar yang terus meningkat dengan bertambahnya pertambahan jumlah penduduk, perkembangan pendapatan dan semakin meningkatnya pengetahuan

(16)

2 masyarakat tentang arti kebutuhan gizi.

Menurut Kementrian Pertanian produksi bawang putih yang dihasilkan di Indonesia hanya mampu memenuhi 20% dari kebutuhan. Rata-rata produksi bawang putih di Indonesia sebanyak 15.000-20.000 ton pertahun, sementara jumlah kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia mencapai hampir 600.000 ton per tahunnya, menyebabkan ketergantungan produk bawang putih impor (Kementan, 2015) Produksi bawang putih di Indonesia menunjukkan tren menurun dari tahun 1981 sampai 2016. Bawang putih di Indonesia 95 persen didominasi oleh bawang putih impor dan lima persen dipenuhi dari produksi dalam negeri. Konsumsi bawang putih di Indonesia terus meningkat mengikuti laju pertumbuhan penduduk dan pendapatan.

Kesenjangan inilah yang menyebabkan pemerintah melakukan impor bawang putih.

Gambar 1. Perkembangan volume impor bawang putih tahun 1981-2016

(Sumber: Badan Pusat Statistik 2017)

Impor bawang putih setiap tahunnya mengalami fluktuasi namun cenderung meningkat dari tahun 1981 hingga 2016. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 di atas. Impor bawang putih pada tahun 1981 mencapai 5.269 ton dan hingga tahun 2016 jumlah impor bawang putih mencapai 444.300,75 ton, dimana dalam periode tahun 1981-2016 impor tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu 491.103,09 ton dan impor terendah terjadi pada tahun 1984 dengan jumlah impor 4.544 ton.(Badan Pusat

(17)

3

Statistik , 2017) jumlah konsumsi bawang putih di Provinsi Sumatera Utara dalam 5 tahun terakhir adalah 192.139 ton dan jumlah konsumsi tertinggi terjadi pada tahun 2019 yakni 41.670 ton. Produksi bawang putih di Sumatera Utara selama 5 tahun terakhir hanya mencapai 25.265 ton, Hal ini menjadi masalah dan ancaman bagi pemenuhan konsumsi bawang putih khususnya di Kota Medan (BPS Sumatera Utara, 2020).Peningkatan produksi yang lambat sementara konsumsi terus meningkat dengan pertambahan jumlah penduduk dan pendapatan menjadikan ketersediaan bawang putih untuk keperluan rumah tangga dan industri makanan terjadi kekurangan, sering menipis pasokan bawang putih menambah masalah dan hal ini mendorong naik harga dari komoditas bawang putih. Medan sebagai kota administratif mempunyai jumlah penduduk 2.135.156 jiwa dengan laju pertumbuahan penduduk 0,60% sangat ketergantungan akan konsumsi pangan termasuk bawang putih (BKP Medan 2014).Dari sisi harga, bawang putih lokal cenderung lebih mahal dibandingkan dengan bawang putih impor. Keputusan membeli bawang putih segar, import atau lokal tergantung pada diri konsumen. Menurut Kotler dan Amstrong (2008), sikap merupakan evaluasi, perasaan, dan kecendrungan seseorang yang secara konsisten menyukai atau tidak menyukai suatu objek atau gagasan. Konsumen bawang putih segar pada umumnya adalah ibu rumah tangga sebagai konsumen akhir.

Proses keputusan konsumen ini terdiri atas tahap pengenalan kebutuhan terhadap nilai kegunaan produk, pencarian informasi harga produk tersebut, evaluasi alternatif, pembelian dan kepuasan konsumen terhadap produk tersebut. Preferensi konsumen dalam menentukan pilihan suatu produk tertentu tercermin dari sikapnya terhadap produk tersebut. Kemampuan konsumen dalam memilih dapat dilihat dari karakteristik konsumen itu sendiri yaitu tingkat pendapatan. dimana tingkat pendapatan dapat menggambarkan pola tingkat konsumsi dan preferensi konsumen dalam suatu waktu tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat

(18)

4

konsumsi bawang putih segar merupakan volume bawang putih yang di konsumsi oleh konsumen dalam satuan per waktu. Sehingga perlu dilihat tingkat konsumsi dan preferensi konsumen terhadap bawang putih segar baik dari sisi harga, ukuran umbi, kelembaban/kekeringan,warna maupun aroma yang menjadi pilihan akhir konsumen untuk memutuskan mengkonsumsi bawang putih segar sesuai dengan kebutuhannya.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat konsumsi konsumen bawang putih di Kota Medan?

2. Bagaimana preferensi konsumen bawang putih di Kota Medan?

3. Bagaimana model kombinasi atribut yang paling disukai konsumen bawang putih di Kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah :

1. Untuk menganalisis tingkat konsumsi konsumen bawang putih di Kota Medan.

2. Untuk menganalisis preferensi konsumen bawang putih di Kota Medan.

3. Untuk menganalisis kombinasi atribut yang paling disukai konsumen bawang putih di Kota Medan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Untuk masyarakat, penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk memilih jenis, kualitas, dan harga sesuai dengan kebutuhan konsumen terhadap bawang putih.

2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan

(19)

5

pertimbangan dalam pengambilan kebijakan impor bawang putih sebagai produk subsitusi bawang putih lokal.

3. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi mahasiswa lain untuk penelitian lebih lanjut.

(20)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bawang Putih (Allium sativum L.) Karakteristik Bawang Putih

Bawang putih adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia. Bawang mentah penuh dengan senyawa- senyawa sulfur, termasuk zat kimia yang disebut alliin yang membuat bawang putih mentah terasa getir atau angur.

Bawang putih termasuk tanaman rempah bernilai ekonomi tinggi karena memiliki beragam kegunaan. Tidak hanya di dapur bawang putih memegang peranan sebagai tanaman apotek hidup. Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang membuat masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Meskipun kebutuhan untuk bumbu masak hanya sedikit, namun tanpa kehadirannya masakan akan terasa hambar.

Selain sebagai bumbu masak, bawang putih dipercaya sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Secara tradisional, berbagai bangsa di dunia telah menggunakan bawang putih dalam beragam ramuan obat. sebagian besar masih bersifat empiris, artinya digunakan secara turun temurun.

Di zaman modern, khasiat bawang putih sudah mulai dibuktikan secara ilmiah.

Ternyata, khasiat bawang putih berhubungan erat dengan zat kimia yang dikandungnya. (Sugito. 2001).

Bawang putih (Allium sativum L) memiliki konsentrasi senyawa sulfur yang lebh tinggi daripada spesies Allium lainnya, yang bertanggung jawab baik untuk

(21)

7

bau tajam bawang putih dan banyak efek obat. Salah satu yang paling aktif adalah senyawa biologis allicin. Allicin dianggap sebagai antioksidan utama.

Bawang putih selain umum digunakan sebagai bumbu masakan, juga berguna untuk berbagai macam hal lainnya. Berbagai penyakit seperti darah tinggi, kolesterol, flu dan penyakit lainnya dapat diobati dengan menggunakan bawang putih karena sifat bawang putih yang memiliki kandungan antioksidan (Prasonto ,2017) . Bawang putih juga dapat digunakan pada bidang pertanian, peternakan, dan perikanan, yaitu sebagai aditif pada pakan untuk meningkatkan manfaat dari ternak itu sendiri ( Syakir &

Wahyuni, 2017), sebagai obat (Sari, 2014), dan juga memiliki manfaat dalam mengawetkan makanan (Hendra ,2017).

2.2. Tingkat Konsumsi dan Preferensi Bawang Putih 1. Tingkat Konsumsi

Bawang putih merupakan contoh obat tradisional yang banyak digunakan masyarakat Indonesia karena memiliki berbagai macam khasiat. Bawang putih memiliki khasiat sebagai antibakteri, antifungi, antipertensi, antioksidan yang memiliki efek hipoglikemik dan anti agregasi platelet (Ebadi, 2006). Menurut Rustama dkk, (2005) bawang putih mengandung senyawa alkaloid, saponin, dan tanin, sedangkan berdasarkan penelitian Safithri (2004), bawang putih mengandung karbohidrat, protein, sterol, alkoloid, flavonoid, fenol hidroquinon dan saponin.

Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan salah satu komoditas yang penting dalam subsektor hortikultura, sehingga menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang harus terpenuhi. Oleh sebab itu, pemerintah mencanangkan program swasembada bawang putih tahun 2019 yang bertujuan mengurangi tekanan impor dan memacu produksi bawang putih dalam negeri..

Pemerintah menargetkan swasembada bawang putih tahun 2021 di antaranya

(22)

8

dengan pembukaan lahan penanaman 7.400 hektare tahun 2020. Untuk mendukung program tersebut, pemerintah tengah menggiatkan perluasan area tanam di antaranya dengan pemberlakuan wajib tanam bagi importir. Pemberlakuan wajib tanam dan produksi dengan nilai minimal 5% dari total rekomendasi impor yang diajukan menjadi penopang target pertanaman. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Hortikultura terus melakukan pengawalan dan pendampingan intensif di sentra utama sekaligus daerah yang tersebar di 78 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Guna mendukung produktivitas yang tinggi, pemakaian benih bermutu menjadi kunci keberhasilan. Saat ini benih lokal yang tersedia menurut data Ditjen Hortikultura bulan Agustus 2018, bersumber dari penangkar- penangkar di 4 provinsi yaitu NTB, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat sebanyak 4.700 ton. Termasuk benih lokal di antaranya varietas Sangga Sembalun, Lumbu Hijau dan Lumbu Kuning (Kementan, 2018)

Bawang putih merupakan suatu komoditas di Indonesia yang mayoritas harus dipenuhi dengan jalan membeli dari negara lain. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dihitung oleh (Solihin ,2016), Indonesia hanya mampu memproduksi 5% dari kebutuhan bawang putih nasional. Selain itu (Winardi, 2013) juga menyatakan bahwa bawang putih merupakan komoditas yang perannya terhadap penyediaan nasional cenderung meningkat dalam kurun waktu 2008–2012. Karena produksi yang tidak banyak maka impor merupakan solusi yang dapat diambil, namun hal ini hanya akan memberikan jaminan jangka pendek akan ketersediaan bawang putih dalam negeri dan dalam jangka panjang akan memberikan sinyal rendahnya produktivitas sektor pertanian yang merupakan sektor penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi (Mukhlis , 2013).

Hariwibowo ,(2014) menyatakan bahwa permintaan bawang putih Indonesia dipengaruhi secara negatif oleh harga riil bawang putih impor dan secara positif oleh permintaan tahun sebelumnya. Hal ini berarti harga bawang putih di pasar lokal

(23)

9

Indonesia termasuk rendah sehingga dapat memengaruhi meningkatnya impor bawang putih. Sependapat dengan hal tersebut Indrayani & Swara (2014) juga mengatakan bahwa impor bawang putih dipengaruhi oleh konsumsi, produksi lokal, kurs dollar, dan PDB pertanian.Neraca perdagangan suatu negara dikatakan defisit jika angka impor lebih banyak dibandingkan angka ekspornya. Hal ini dapat memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi suatu bangsa, di mana banyak di antara negara berkembang berhadapan dengan defisit perdagangan ini (Abbas ,2013).

Ketergantungan terhadap impor bawang putih akan berdampak kurang baik bagi perekonomian nasional. Sedikit saja hambatan pada penyediaan bawang putih akan berdampak kepada perekonomian nasional Indonesia. Pada tahun 2013, bawang putih menjadi penyumbang inflasi tertinggi dari kelompok bahan makanan karena pada saat itu baru diberlakukan peraturan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang terlambat diterbitkan sehingga pasokan di pasaran berkurang (Sari 2013). Oleh karena hal tersebut pemerintah berupaya membuat program agar bawang putih Indonesia dapat swasembada. Mulai dari pencanangan bangkit bawang putih nasional pada tahun 2013 (Kiloes & Arsanti 2015) hingga upaya swasembada bawang putih nasional pada tahun 2021.

Dalam upaya mencapai swasembada bawang putih tersebut, beberapa program dijalankan baik itu oleh pemerintah, importir bawang putih, maupun oleh petani yang selama ini secara swadaya konsisten menanam bawang putih. Untuk mencapai swasembada tersebut dibutuhkan setidaknya 73.000 hektar pertanaman dengan produktivitas 8,35 ton/ha. Upaya swasembada yang dilakukan oleh pemerintah ini dimulai dengan program pengembangan bawang putih melalui APBN-P tahun 2017 di mana hasil panen dari program tersebut akan digunakan sebagai benih untuk pertanaman untuk musim berikutnya. Pada tahun 2018 dianggarkan pengembangan bawang putih melalui APBN 2018 seluas 7.017 hektar di 77 Kabupaten/Kota. Khusus

(24)

10

pengembangan oleh importir, dilakukan sebagai syarat untuk memperoleh rekomendasi impor Produk holtikulktura (RIPH ) bawang putih di mana importir wajib untuk menanam bawang putih di dalam negeri yang hasilnya sebanyak 5% dari total volume bawang putih yang diimpor. Pelaksanaan program-program tersebut membutuhkan pasokan benih bawang putih dalam jumlah yang sesuai dengan program dan anggaran yang ada.

Hal ini menyebabkan kebutuhan akan benih bawang putih meningkat. Sejalan dengan tingginya kebutuhan benih bawang putih tersebut, permintaan bawang putih untuk dijadikan benih meningkat dan berpengaruh terhadap kenaikan harga bawang putih di tingkat petani. Bawang putih merupakan salah satu komoditas pertanian nonberas yang mana harganya ditentukan oleh mekanisme pasar. Permintaan yang tinggi di saat pasokan tetap akan menyebabkan kenaikan harga (Mantau & Bahtiar 2010). Naiknya harga bawang putih yang disebabkan karena tingginya permintaan untuk sementara dapat mendatangkan keuntungan lebih bagi petani sehingga akan membuat petani kembali bergairah untuk menanam bawang putih. Namun, kenaikan harga yang tidak terkendali akan berdampak buruk terhadap usahatani bawang putih, lebih lanjut secara tidak langsung akan berdampak kepada keberhasilan upaya swasembada bawang putih. Biaya produksi akan meningkat karena pelaku usahatani harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi untuk pengadaan benih, dan secara sebab akibat akan berdampak buruk terhadap upaya swasembada ke depannya karena keuntungan usahatani yang kurang menjanjikan.

Lokasi sentral produksi bawang putih seperti Sembalun di Kabupaten Lombok Timur dan Guci di Kabupaten Tegal enggan untuk menanam bawang putih karena dianggap sebagai komoditas yang tidak efisien untuk diusahakan. Bawang putih yang diproduksi tersebut tidak laku di pasaran akibat kalah bersaing dengan bawang putih impor baik dari segi kualitas maupun harga (Hardiyanto , 2007 dan Mukhlis 2013).

(25)

11

Muhammad (2016) menyatakan bahwa harga juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi minat petani dalam berusahatani bawang putih sehingga apabila harga tidak menjanjikan maka petani kemungkinan besar akan enggan untuk menanam.

Hariwibowo (2014) menyatakan bahwa pemerintah perlu mengendalikan harga melalui penetapan aturan harga acuan bawang putih, baik berupa harga maksimum atau minimum. Harga acuan dalam hal ini adalah harga jual agar petani masih mendapatkan keuntungan yang layak dan juga agar harga benih tidak terlalu tinggi. Penetapan harga yang tepat tersebut dapat mendukung program pencapaian swasembada bawang putih dengan menyediakan benih berkualitas dengan harga murah dan juga menguntungkan petani bawang putih itu sendiri.

Bawang putih dapat dikatakan sebagai barang ekonomi, karena bersifat terbatas. Bawang putih merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi, baik ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber penghasilan petani, maupun potensinya sebagai penghasil devisa negara.Peningkatan produksi bawang putih yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan domestik dan meningkatkan daya saing dapat ditempuh melalui perluasan areal baru serta peningkatan produktivitas (Iriani E, 2013).

Hukum nasional dibidang standarisasi. Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 Tahun 2000, disebutkan bahwa standarisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. Sedangkan penyelenggaraan pengembangan dan pembinaan dibidang standarisasi dilakukan oleh Badan Standarisasi Nasional.

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan standar mutu untuk komoditas bawang putih.

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01- 3160-1992) syarat mutu bawang putih tersaji seperti pada Tabel 1 berikut :

(26)

12

Karekteristik Syarat Pengujian

Mutu I

Mutu II

Kesamaan sifat Varietas Seragam Seragam Organoleptik

Tingkat Ketuaan Tua Tua Organoleptik

Kekompakan suing Kompak Kurang kompak Organoleptik Kebernasan suing Bernas Kurang bernas Organoleptik Kekeringan Kering simpan Kering simpan Organoleptik Kulit luar pembungkus

umbi

Sempurna menutup umbi

Kurang sempurna menutup umbi

Organoleptik

Kerusakan,%(bobot/bobot) Maksimal

5 8 SP-SMP-310-

1981

Busuk,% (bobot/bobot) maksimal

1 2 SP-SMP-310-

1981

Kadar air (%) 80 – 85 75 – 80 SP-SMP-313-

1982 Sumber: BSN, 2014

Tabel 1.

Karekteristik dan Standar Mutu Bawang Putih di Indonesia

Pada kenyataannya bawang putih segar bukanlah produk yang dapat bersubsitusi, namun dari sumber produksi bawang putih segar, yakni bawang putih impor merupakan produk subsitusi dari produksi bawang putih lokal yang pada akhirnya mrmpengaruhi harga bawang putih di dalam negri. Persaingan harga yang cukup tajam menuntut produsen menyediakan berbagai pilihan bawang putih sesuai dengan selera dan kemampuan konsumen dalam Mengkonsumsi bawang putih.

Sehingga untuk jenis produk pada tahap maturity(kedewasaan), salah satu metode analisis yang digunakan adalah metode analisis Konjoin.

(27)

13 2.3. Landasan Teori

2.3.1. Karekteristik Konsumen

Menurut Sumarwan (2004) Karekteristik konsumen meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, dan karekteristik demografi konsumen. Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena konsumen sudah merasa cukup dengan pengetahuannya untuk mengambil keputusan.

2.3.2. Karekteristik Sikap

Sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap dapat diartikan kecenderungan bertindak, berpikir, berpersepsi, dan merasa, dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai.

Sikap bukanlah perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap. Sikap selalu relatif lebih menetap atau sangat jarang mengalami perubahan. Tindakan sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Menurut Heri Purwanto (1999), sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak sesuai objek itu. menurut Soekidjo Notoatmojo (2007) sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu :

1. Kognitif (cognitive)

Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu.

2. Afektif (affective)

(28)

14

Sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki objek tertentu.

3. Konatif (conative)

Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecendrungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi (Notoatmodjo 2007). Faktor yang mempengaruhi sikap antara lain adalah Adanya akumulasi pengalaman dari dari tanggapan tanggapan tipe yang sama, pengamatan terhadap sikap yang lain berbeda, pengalaman (baik/buruk) yang pernah dialami.hasil peniruan terhadap sikap pihak lain secara sadar / tidak sadar, karekteristik Produk

Karakteristik kualitas suatu produk yang diinginkan konsumen, dapat diperoleh melalui pengkajian terhadap perilaku konsumen berdasarkan pendekatan konsep atribut produk. Konsep ini menganggap bahwa konsumen memandang suatu produk sebagai kesatuan dari atribut-atribut tertentu, yang dikenal sebagai petunjuk kualitas (Abdul Hadi . 2010). Petunjuk kualitas ini merupakan stimulus yang bersifat informatif bagi konsumen, berhubungan dengan produk dan dapat diketahui oleh konsumen melalui panca indera. Melalui petunjuk kualitas , konsumen dapat menilai bahwa suatu produk mempunyai kualitas yang sesuai dengan preferensinya atau tidak (Adiyoga dan Nurmalinda, 2012).

2.3.3. Pengambilan Keputusan Konsumen

Teori keputusan adalah teori mengenai cara manusia memilih pilihan diantara pilihan-pilihan yang tersedia secara acak guna mencapai tujuan yang hendak diraih.

Teori keputusan dibagi dua yaitu: (1). Teori keputusan normatif yaitu teori bagaimana keputusan dibuat berdasarkan prinsip rasionalitas, dan (2). Teori keputusan deskriptif yaitu teori tentang bagaimana keputusan dibuat secara faktual (Hansson, 2005).

Menurut George R. Terry menyatakan pengambilan keputusan adalah pemilihan

(29)

15

alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.

Keputusan pembelian konsumen adalah hasil akhir dari suatu proses yang dilakukan konsumen, keputusan dambil berdasarkan beberapa tahapan yang pada umumnya dilalui oleh setiap konsumen sebelum akhirnya membuat keputusan untuk mengkonsumsi suatu produk.. Menurut Kotler (2005) bahwa terdapat lima tahapan yang harus dilalui konsumen dalam melakukan proses pengambilan keputusan pembelian yaitu, pengenalan masalah, melakukan proses pencarian informasi, mengevaluasi alternatif pilihan yang ada, melakukan keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Pada tahap pembelian,konsumen harus mengambil tiga keputusan yaitu kapan membeli, dimana membeli dan bagaimana membayarnya.

Pembelian merupakan fungsi dari dua determinan yaitu niat pembelian serta pengaruh lingkungan dan perbedaan individu. Niat pembelian dapat digolongkan menjadi dua kategori. Yaitu Kategori pertama adalah pembelian yang terencana penuh karena pembelian yang terjadi merupakan hasil dari keterlibatan dan pemecahan masalah yang diperluas. Kedua adalah pembelian yang tidak terencana (mendadak), jika pilihan merek diputuskan ditempat pembelian (Engel .1994).

2.3.4. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen adalah proses pertukaran yang melibatkan serangkaian langkah-langkah, dimulai dengan tahap perolehan atau akuisisi, lalu ketahap konsumsi, dan berakhir dengan tahap disposisi produk atau jasa (Mowen dan Minor, 2002). Menurut Kotler (2000), “faktor budaya yang secara luas dan mendalam mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian. Faktor ini akan berhubungan dengan tata nilai, persepsi, preferensi, kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografi. Faktor budaya ini akan membentuk segmen pasar yang penting.

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti : kelompok acuan, keluarga, serta peranan dan status sosial. Keputusan seorang pembeli juga

(30)

16

dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu usia pembelian dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomis, gaya hidup serta kepribadian dan konsep pribadi pembeli. Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi lagi oleh faktor psiklogis, yang termasuk dalam hal ini adalah motif persepsi, pengetahuan serta kepercayaan dan pendirian”.

2.3.5. Tingkat Konsumsi

Menurut J. M Keynes, tingkat konsumsi seseorang atau rumah tangga ditentukan oleh pendapatannya. Konsumsi merupakan kegiatan manusia dalam penggunaan barang dan jasa untuk mengurangi atau menghabiskan daya guna atau manfaat suatu barang dan jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut Kotler dan Keller (2009) perilaku pembelian konsumen (konsumsi) dipengaruhi oleh faktor budaya (kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis), faktor sosial (kelompok referensi, keluarga, peran sosial dan status) dan faktor pribadi (usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan keadaan ekonomi, konsep diri serta gaya hidup dan nilai). Sangadji (2013) menyatakan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi prilaku konsumen untuk mengambil keputusan pembelian (konsumsi) yaitu faktor psikologis (persepsi, motivasi, pembelajaran, sikap dan kepribadian), faktor situasional (tempat, waktu, penggunaan produk, dan kondisi saat pembelian) dan faktor sosial (peraturan, keluarga, kelompok, referensi, kelas sosial dan budaya).

Perilaku konsumen merupakan difrensiasi dari permintaan sehingga perilaku pembelian dapat pula dipengaruhi oleh harga barang, harga barang lain, pendapatan konsumen dan selera konsumen (Nuraini, 2007).

2.3.6. Prinsip Teori Konsumsi

Barang yang dikonsumsi mempunyai sifat semakin banyak akan semakin besar manfaatnya. Utilitas (utility) adalah manfaat yang diperoleh seseorang karena

(31)

17

mengkonsumsi barang. Dengan kata lain utilitas merupakan ukuran manfaat (kepuasan) bagi seseorang yang mengkonsumsi barang atau jasa.

Keseluruhan manfaat yang diperoleh konsumen karena mengkonsumsi sejumlah barang disebut dengan Utilitas Total. Pada teori Utilitas berlaku konsistensi preferensi, yaitu bahwa konsumen dapat secara tuntas (complete) menentukan rangking pilihan diantara kombinasi/ paket barang. Pada teori Utilitas diasumsikan bahwa konsumen mempunyai pengetahuan yang cukup baik berkaitan dengan keputusan konsumsinya.

Tingkat konsumsi pada kajian ini diartikan sebagai volume bawang putih segar yang dikonsumsi konsumen dalam satuan waktu (gram/hari). Faktor –Faktor Penentu Tingkat Konsumsi :

a. Pendapatan rumah tangga (Household income), semakin besar pendapatan semakin besar pula pengeluaran untuk konsumsi. Kekayaan rumah tangga (Household wealth), semakin besar kekayaan, maka tingkat konsumsi juga akan menjadi semakin tinggi.

b. Prakiraan masa depan (Household iexpectations), bila masyarakat memperkirakan harga barang-barang akan mengalami kenaikan maka mereka akan lebih banyak membeli barang –barang tersebut. Tingkat suku bunga (Interest rate), bila tingkat bunga tabungan tinggi/naik, masyarakat merasa lebih diuntungkan jika uangnya ditabung dari pada dibelanjakan. Pajak (taxation),pengenaan pajak akan menurunkan pendapatan yang diterima masyarakat, akibatnya akan menurunkan tingkat konsumsi.

c. Jumlah Penduduk, jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi.

d. Faktor Sosial Budaya, misalnya pada pola kebisaan makan, perubahan etika dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat tertentu yang dianggap

(32)

18 lebih modern.

2.4. Preferensi Konsumen

Preferensi Konsumen merupakan pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap suatu produk barang atau jasa yang di konsumsi. Preferensi merupakan bagian dasar konsumen dalam keseluruhan berprilaku terhadap dua atau lebih objek (Kotler 2002). Seseorang tidak akan memiliki preferensi terhadap makanan sebelum seseorang tersebut merasakannya.

Preferensi makanan dipengaruhi oleh tiga faktor

a. Karakteristik Individual meliputi: usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, suku, orientasi nilai mengenai kesehatan, ukuran dan komposisi dari keluarga dan status kesehatan.

b. Karakteristik Lingkungan meliputi: musim, lokasi geografis, asal, tingkat urbanisasi, dan mobilitas. Karakteristik Produk meliputi: rasa, warna, aroma, kemasan dan tekstur.

c. Perubahan pola konsumsi umumnya dipicu oleh kombinasi pertumbuhan pendapatan dan pergeseran preferensi konsumen (Adiyoga 2008). Menurut Kusnardi (2014) pola konsumsi konsumen kini juga dipengaruhi oleh aspek kesehatan dan keamanan. Pergeseran pendekatan pengembangan produk dari konvensional ke nonkonvensional, memposisikan preferensi konsumen sebagai indikator permintaan pasar. Terminologi preferensi konsumen terutama digunakan untuk menjelaskan suatu opsi yang diantisipasi memiliki nilai tertinggi dibanding dengan opsi-opsi lainnya ( Hinson & Bruchhaus 2008). Produk yang disukai konsumen ialah produk yang dapat memenuhi/memuaskan keinginan kebutuhan konsumen.

(33)

19 2.5. Analisis Konjoin

1. Defenisi Analisis Konjoin

Analisis Konjoin adalah akronim dari Considered joinly (dipertimbangkan bersamaan), yaitu adalah tekhnik analisa yang digunakan untuk meneliti dampak atribut-atribut suatu barang atau jasa secara serempak terhadap preferensi seseorang atas barang dan jasa tersebut. Analisis Konjoin banyak dipakai dalam aplikasi pemasaran dan berpotensi diterapkan pada bidang lainnya, yang membutuhkan pembobotan beberapa atribut secara serempak dan yang melibatkan pertukaran kepentingan (trade off) antar atribut untuk menilai sesuatu (Gudono, 2015).

Menurut Churchill (2012) metode konjoin merupakan suatu metode dimana nilai yang diberikan responden disimpulkan dari preferensi terhadap kombinasi atribut yang ditetapkan peneliti. Menurut Suryana (2008), analisis konjoin adalah sebuah teknik guna mengukur preferensi konsumen terhadap atribut (spesifikasi atau fitur) sebuah produk atau jasa. Analisis konjoin berdasarkan pada subjektifitas konsumen terhadap beberapa kombinasi fitur yang ditawarkan. Subjektifitas konsumen ini diukur melalui peringkat (rank) atau skore (skala Likert). Hasil analisis konjoin berupa informasi kuantitatif yang dapat memodelkan preferensi konsumen untuk beberapa kombinasi fitur produk. Analisis konjoin terdiri dari beberapa tahap, pertama, memilih kombinasi beberapa atribut dan level dari masing masing atribut. Kemudian, kombinasi atribut ini di berikan peringkat oleh beberapa responden (konsumen). Tahap akhir, analisis penilaian responden dilakukan untuk mengetahui preferensi konsumen.

Pada analisis konjoin, tahap awal yang perlu dibuat adalah produk (barang atau jasa) baik yang bersifat riil ataupun hipotesis dengan cara mengkombinasikan level- level yang telah dipilih dari setiap atribut. Kombinasi-kombinasi ini selanjutnya diperlihatkan pada responden yang selanjutnya akan memberikan evaluasi terhadap

(34)

20

setiap kombinasi tersebut. Guna memperoleh hasil yang akurat, maka harus mampu menggambarkan produk yang akan dinilai tersebut lengkap dengan semua atributnya dan semua nilai yang relevan untuk setiap atribut tersebut. Istilah faktor digunakan untuk menggambarkan atribut yang spesifik dari suatu produk (baik barang maupun jasa). Sedangkan nilai yang mungkin dari tiap faktor dinamakan level. Pada analisis konjoin, sebuah produk digambarkan dalam level dari sejumlah faktor yang membentuknya.

Analisis konjoin merupakan salah satu teknik multivariat yang digunakan secara spesifik untuk memahami bagaiman responden membangun preferensi terhadap suatu produk (barang / jasa). Teknik ini berdasarkan premis sederhana bahwa konsumen mengevaluasi nilai dari suatu produk, jasa ataupun ide dengan mengkombinasi nilai terpisah yang dikontribusikan oleh setiap atribut.

Utilitas yang merupakan dasar konseptual untuk mengukur nilai dalam analisis konjoin, merupakan penilaian preferensi subjektif yang unik bagi tiap individu. Produk dengan nilai utilitas lebih tinggi memiliki preferensi lebih tinggi dan memiliki kesempatan terpilih lebih tinggi.

Menurut Surjandari (2009), analisis konjoin merupakan suatu metode untuk menganalisis preferensi pelanggan mengenai suatu produk dan syarat- syarat sifat yang menyusun atribut produk tersebut. Keluaran utama dari analisis konjoin adalah serangkaian skala interval parth-worth (utilitas) dari masing-masing level untuk setiap atribut dimana penggabungan utilitas ini akan didapatkan prediksi preferensi dari masing-masing level untuk setiap atribut dari produk tersebut.

Total utility = utility (level atribut ke 1 ke-i) + utility (level atribut 2 ke-i) + utility ( level atribut 3 ke-i)+ + utility (level atribut n ke-i) + Konstanta.

Dalam memilih atribut dan level, diupayakan agar atribut dan level terpilih berpeluang besar mempengaruhi preferensi responden. Pemilihan atribut dan level

(35)

21

dapat dilakukan melalui diskusi pakar, eksplorasi data sekunder maupun penelitian pendahuluan. Bila suatu atribut yang dianggap berperan penting telah dipilih, maka level-levelnya harus ditentukan sehingga memiliki kemungkinan untuk diterima oleh responden. Untuk mendapatkan hipotesa yang akurat bagi parameter dan juga untuk memudahkan responden dalam mengevaluasi stimuli, maka sangat dianjurkan agar jumlah atribut dan level dibatasi. Pada umumnya jumlah atribut yang akan dievaluasi dalam analisis konjoin berjumlah maksimum tujuh atribut dengan level masing-masing berkisar dua hingga empat (Hair , 2006).

Stimuli adalah kombinasi dari atribut barang, jasa atau ide yang akan dibentuk, disebut pula sebagai profil produk. Untuk memperoleh stimuli yang efektif dan kesimpulan yang akurat, dibutuhkan kehati -hatian dalam memilih dan mendefinisikan atribut dan level. Karena itu harus dipastikan bahwa atribut dan level yang diikutsertakan dalam stimuli telah memenuhi dua hal berikut (Hair, 2006):1).

Communicable, artinya atribut dan taraf mudah diungkapkan secara realistis. 2).

Actionable, artinya atribut dan taraf sanggup dipraktikkan.Setelah stimuli-stimuli berhasil ditentukan, tahap selanjutnya adalah menyampaikan stimuli-stimuli tersebut secara realistis, efisien, serta mudah dimengerti oleh responden.

2.6. Fungsi Analisis Konjoin

Analisis Konjoin mempunyai manfaat yang dapat digunakan produsen dalam mencari solusi kompromi yang optimal guna merancang atau mendesain serta mengembangkan suatu produk. Menurut Green dan Krieger (1991) analisis Konjoin dapat dimanfaatkan untuk beberapa kegunaan sebagai berikut :

a. Merancang Harga

b. Memprediksi tingkat penjualan atau penggunaan produk (market share), uji coba konsep produk baru.

c. Segmentasi preferensi

(36)

22 d. Merancang strategi promosi

Fungsi umum dari analisis konjoin menurut Agustinus (2012) adalah : Mendefinisikan objek atau konsep dengan kombinasi fitur yang optimal. Menunjukkan kontribusi relatif dari tiap atribut dan level terhadap evaluasi keseluruhan dari objek.

Menggunakan estimasi dari penilaian pembeli atau konsumen untuk memprediksi preferensi diantara objek-objek yang memiliki kumpulan fitur berbeda (dengan asumsi faktor lain konstan).

Mengisolasi kelompok konsumen potensial yang memberi tingkat kepentingan berbeda pada fitur untuk mendefinisikan segmen potensial menengah keatas maupun menengah kebawah. Mengidentifikasi kesempatan pemasaran dengan cara mengeksplorasi potensi pasar untuk kombinasi fitur yang belum ada.

2.7. Atribut Produk

Atribut dapat diartikan sebagai karakteristik yang membedakan dengan merek atau produk lain atau dapat juga sebagai faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam mengambilan keputusan tentang pembelian suatu merek ataupun kategori produk, yang melekat pada produk atau bagian produk (Simamora, 2004).

Atribut yang dimiliki suatu produk menunjukkan keunikan dari produk tersebut dan dapat juga mudah menarik perhatian konsumen. Menurut Simamora (2004) atribut produk terdiri dari tiga tipe yaitu:

a. Ciri atau rupa (feature)

Ciri dapat berupa ukuran, bahan dasar, karakteristik estetis, proses manufaktur, servis atau jasa, penampilan, harga, susunan maupun trademark.

b. Manfaat (benefit)

Manfaat dapat berupa kegunaan, kesenangan yang berhubungan dengan panca indera, manfaat non material seperti waktu.

c. Fungsi (function)

(37)

23

Atribut fungsi jarang digunakan dan lebih sering diperlakukan sebagai ciri- ciri atau manfaat.

Menurut Kotler dan Amstrong (2008) atribut produk merupakan suatu komunikasi atas manfaat dari hasil pengembangan produk atau jasa yang akan ditawarkan produk atau jasa tersebut.

2.8. Penelitian Terdahulu

Penelitian Terdahulu Tentang Tingkat Konsumsi dan Preferensi Bawang Putih Pada penelitian terdahulu Skreli dan Imami (2012) menganalisis preferensi konsumen terhadap buah apel di Tirana, Albania. Preferensi konsumen dianalisis menggunakan Conjoint Analysis. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi preferensi konsumen terhadap buah apel sebagai bahan rekomendasi pemasaran dan pembuatan kebijakan. Analisis konjoin diawali dengan memilih atribut produk dan tarafnya. Pada penelitian ini atribut-atribut yang teridentifikasi ialah warna (varietas), asal, harga dan ukuran. Atribut-atribut yang terpilih berdasarkan literatur, pra survei dan wawancara dengan konsumen dan pemasar produk.

Dalam studi ini, peneliti mengaitkan warna dengan varietasnya. Masyarakat di Albania umumnya tidak mengenali apel berdasarkan varietasnya namun dari warnanya. Oleh karena itu, peneliti menggunakan warna sebagai atribut menggantikan varietas. Penelitian Chan-Halbrendth. (2010), preferensi konsumen terhadap olive oil yang juga dilakukan di Albania menyatakan konsumen lebih menyukai dan mau membayar untuk produk yang ditanam lokal dibandingkan yang impor. Sementara untuk harga meskipun bukan atribut teknis, umumnya dimasukan sebagai atribut dalam analisis konjoin karena merupakan faktor yang umumnya dipertimbangkan dalam pembelian.

Adiyoga dan Nurmalinda (2012) menggunakan analisis Konjoin dalam melihat

(38)

24

“Preferensi Konsumen Terhadap Atribut Produk Bawang Merah, Kentang dan Cabai Merah”. Dihasilkan bahwa preferensi konsumen terhadap kentang adalah ukuran umbinya, untuk preferensi konsumen bawang merah adalah ukuran umbi dan warna kulit merah ungu tua, sedangkan untuk Cabe merah preferensi konsumen lebih kepada warna kulit merah terang, ukuran dan rasa agak pedas.

Penelitian farida yani (2015),”Analisis Tingkat Konsumsi Dan Preferensi Konsumen Bawang Merah Segar Di Kota Medan”menggunakan analisis konjoin dimana hasil yang diperoleh adalah urutan formulasi preferensi yang diinginkan responden beserta level yang dianggap penting dimana bahwa pertimbangan utama konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi bawang merah adalah tingkat kelembaban ,kekeringan ,aroma dan harga sedangkan atribut tidak selalu dipertimbangkan adalah ukuran umbinya artinya diperoleh preferensi konsumen terhadap bawang merah dengan nilai kegunaan (utility estimate)yang bernilai positif untuk kelembaban ,kekeringan ,aroma dan harga dimana kelembaban dan kekeringan lebih diutamakan dengan nilai indeks terbesar daripada atribut lainnya

Penelitian selanjutnya adalah “Analisis Preferensi Konsumen Pasar Tradisional Terhadap Buah Jeruk Lokal Dan Buah Jeruk Impor Di Kabupaten Kudus” oleh Isni Yuniar Riska (2012), menggunakan Analisis Chi Square dalam menganalisa perbedaan preferensi konsumen terhadap buah jeruk lokal dan buah jeruk impor, sedangkan Analisis Multiatribut Fishbein digunakan untuk mengetahui atribut buah jeruk lokal dan buah jeruk impor yang paling dipertimbangkan oleh konsumen pada saat memutuskan untuk membeli buah jeruk lokal dan buah jeruk impor. Diketahui bahwa buah jeruk lokal yang menjadi kesukaan konsumen di Kabupaten Kudus adalah buah jeruk yang memiliki warna buah kuning hijau, rasa buah yang manis sedikit asam, ukuran buah yang sedang, dan aroma buah yang segar, sedangkan untuk buah jeruk impor yang menjadi kesukaan konsumen di Kabupaten Kudus adalah buah jeruk yang

(39)

25

memiliki warna buah jeruk oranye, rasa buah manis, ukuran buah sedang dan aroma buah yang segar. Kepercayaan konsumen terhadap atribut buah jeruk lokal maupun jeruk impor sama sama yang memiliki kategori yang sangat baik dan tertinggi terdapat pada atribut rasa buahnya.

Pada penelitian Laila Yuni dan Yuni Rukhbaniyah (2013), Variabelnya adalah kepuasan konsumen dan atribut kopi seperti rasa, aroma warna dan kemasan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan analisis Multi atribut Fishbein. Hasil analisa sikap (Ao) diperoleh kopi tubruk kapal api sangat positif disukai responden, sedangkan kopi tubruk Djempol disukai responden dengan positif. Hasil analisa sikap (Ao) kopi instan ABC Mocca sangat positif disukai responden, sedangkan Kapal Api Mocca disukai responden dengan positif. Ni Putu Widyawati Listyari (2006) penelitian dengan judul “Analisis Keputusan Pembeli dan Kepuasan Konsumen. Konsumen Coffe Shop De Koffie Pot Bogor”. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, dengan Importance Performance Analysis dan Customer Satisfaction Index. Dari Hasil penelitian konsumen merasa nyaman dan puas terhadap kinerja De-Koffie dan 98 persen mengatakan akan berkunjung kembali.

Penelitian selanjutnya di rangkum pada tabel 2 berikut : Nama

peneliti /Tahun

Judul

Metode

Analisis Hasil Penelitian

Adiyoga dan Nurmalinda /2012

Preferensi Konsumen Terhadap Atribut Produk Bawang Merah, Kentang dan Cabai Merah

Analisis Konjoin dengan SPSS

Hasil penelitia menunjukkan bahwa Preferensi konsumen terhadap kentang adala ukuran umbi, untuk Bawang Merah adalah ukuran umbi dan warna kulit merah ungu tua,sedangkan untuk cabe merah preferensi konsumen lebih kepada warna kulit merah

(40)

26

terang, ukuran dan rasa agak pedas.

Isni Yuniar Riska / 2012

Analisis Preferensi Konsumen Pasar Tradisional Terhadap Buah Jeruk Lokal Dan Buah Jeruk Impor Di Kabupaten Kudus

Analisis Chi Square dan Analisis Multiatribut Fishbein

Diketahui bahwa buah jeruk lokal yang menjadi kesukaan konsumen adalah buah jeruk yang memiliki warna buah kuning hijau, rasa buah yang manis sedikit asam, ukuran. untuk buah jeruk impor yang menjadi kesukaan konsumen di Kabupaten Kudus adalah buah jeruk yang memiliki warna buah jeruk oranye, rasa buah manis, ukuran buah.

Kepercayaan konsumen terhadap atribut buah jeruk lokal maupun jeruk impor sama sama yang memiliki kategori yang sangat baik dan tertinggi terdapat pada atribut rasa buahnya.

sedang dan aroma buah yang segar buah yang

sedang, dan aroma buah yang segar.

(41)

27 Farida yani

/2015

Analisi Tingkat Konsumsi Dan Preferensi Konsumen Bawang Merah Segar Dikota

Analisis Konjoin dengan SPSS

Hasil penelitian menunjukan urutan formulasi preferensi yang diinginkan responden beserta level yang dianggap penting dimana bahwa pertimbangan utama konsumen dalam membeli dan

mengkonsumsi bawang merah adalah

(42)

28

Medan tingkat kelembaban

,kekeringan ,aroma dan harga sedangkan atribut tidak selalu dipertimbangkan adalah ukuran umbinya artinya diperoleh preferensi konsumen terhadap bawang merah dengan nilai

kegunaan (utility estimate)yang bernilai positif untuk kelembaban ,kekeringan

,aroma dan harga dimana kelembaban dan kekeringan lebih diutamakan dengan nilai indeks terbesar daripada atribut lainnya Laila Yuni

dan Yuni Rukhbaniyah / 2013

Prilaku Konsumen Terhadap Kopi Tubruk Dan Kopi Instan Di

Kecamatan Pejagaon Kabupaten Kebumen.

Deskriptif dengan Analisis Fishbein

Hasil analisa sikap (Ao) di peroleh kopi tubrukkapal,api sangat positif disukai

responden,sedangkan kopi tubruk djempol disukai responden dengan

positif.hasil analisa sikap ( Ao) kopi instan ABC Mocca sangat positif di sukai

responden,sedangkan Kapal api Mocca disukai

responden dengan positif.

(43)

29 Ni Putu

widyawati Listyari/

2006

Analisis Keputusan Pembelian dan kepuasanKonsum en.Konsumen Coffe Shop De Koffi e Pot Bogor

Deskriptif dengan Importance Performance Analysis dan Customer Satisfaction Index

Dari hasil penelitian konsumen merasa nyaman dan puas terhadap kinerja De- Koffie, dan 98%

menyatakan akan kembali lagi ke Coffe Shop tersebut.

(44)

30 2.9. Kerangka Pemikiran

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, definisi konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak diperdagangkan.

Menurut Kotler (2005), konsumen didefinisikan sebagai individu atau kelompok yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang atau jasa yang dipengaruhi untuk kehidupan pribadi atau kelompoknya. Konsumen merupakan target akhir dalam suatu perdagangan yang memanfaatkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya.

Sumarwan menyatakan (2003), konsumen dapat dikelompokkan menjadi dua :

a. Konsumen akhir (final costumer), adalah setiap rumah tangga atau individu yang membeli produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk dikonsumsi langsung.

b. Konsumen organisasi (organizational customer), adalah organisasi, perusahaan, pedagang, pemerintah dan lembaga non-profit yang membeli barang atau jasa untuk diproses lebih lanjut hingga menjadi produk akhir. Konsumen yang terlibat dalam penelitian ini termasuk ke dalam konsumen akhir, yaitu individu yang membeli produk berupa bawang putih segar untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau digunakan untuk industri dan restoran.

Engel, (1994) membagi beberapa karakteristik konsumen menjadi dua yaitu:

a. Karakteristik demografi, merupakan karakteristik konsumen berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, status, pendapatan per bulan dan tempat tinggal.

b. Karakteristik psikografi, merupakan karakteristik konsumen berdasarkan

(45)

31

gaya hidup yaitu aktivitas, minat dan opini kelompok pembeli.

Menurut Sumarwan (2004), karakteristik konsumen meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, dan karakteristik demografi konsumen. Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena ia sudah merasa cukup dengan pengetahuannya untuk mengambil keputusan.

Konsumen yang mempunyai kepribadian sebagai seorang yang senang mencari informasi (information seeker) akan meluangkan waktu untuk mencari informasi lebih banyak. Dalam penelitian ini, karakteristik umum konsumen bawang putih akan dilihat berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi.

Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada. Menurut Simamora (2005) preferensi merupakan konsep abstrak yang menggambarkan peta peningkatan kepuasan yang diperoleh dari kombinasi barang dan jasa sebagai cerminan dari selera pribadi seseorang.

Teori preferensi digunakan untuk menganalisis tingkah laku konsumen, misalnya bila seorang konsumen ingin mengkonsumsi produk dengan sumberdaya terbatas maka ia harus memilih alternatif sehingga nilai guna atau utilitas yang diperoleh mencapai optimal. Kotler (2005) mendefinisikan preferensi didefinisikan sebagai derajat kesukaan, pilihan atau sesuatu yang lebih disukai konsumen. Preferensi dapat terbentuk melalui pola pikir konsumen yang didasari oleh beberapa alasan, antara lain:

a. Pengalaman yang diperoleh sebelumnya.

Konsumen merasakan kepuasan dalam membeli produk tertentuk dan merasakan kecocokan dalam mengkonsumsi produk yang dibelinya. Maka konsumen akan terus-menerus memakai atau menggunakan merek produk.

(46)

32

tersebut, sehingga konsumen mengambil keputusan untuk membeli.

b. Kepercayaan turun-menurun.

Kebiasaan keluarga menggunakan produk tersebut, maka konsumen merasa puas untuk mengulangi membeli produk tersebut.

Menurut Kotler (2005) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi preferensi yaitu: kepercayaan, atribut, kepentingan dan kepuasan. Pengetahuan akan preferensi konsumen terhadap bawang putih dapat dijadikan bahan pertimbangan atau acuan bagi pihak-pihak terkait untuk dapat memproduksi, mengembangkan dan memasarkan bawang putih sesuai dengan harapan konsumen. Sehingga bawang putih dari sentra- sentra produksi yang ada di Indonesia khususnya Sumatera Utara dan petani bawang putih sebagai tonggak utama penghasil bawang putih mampu berproduksi lebih optimal sehingga diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dalam negri khususnya daerah Sumatera Utara dan dapat bersaing dengan bawang putih lokal dari luar Sumatera Utara, serta bawang putih impor yang ada dipasaran Adapun kerangka pemikiran operasional secara sistematis dapat dilihat sebagai berikut :

(47)

33 Tingkat Konsumsi Konsumen

Bawang

Atribut Pilihan Dan Tingkat Konsumsi

Konsumen Bawang Putih

Atribut produk bawang putih:

Kelembaban/Kekeringa n

ukuran

Aroma

Harga

Bagan Kerangka Pemikiran

Preferensi Konsumen Bawang

Putih

Atribut Konsumen Bawang Putih

(48)

35

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan dengan 21 Kecamatan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dan accidental dengan memberikan quisioner terhadap warga penduduk Kota Medan yang mengkonsumsi bawang putih.

Tabel 3. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, Rata-rata Anggota RT diperinci menurut Kecamatan di Kota Medan.

No Kecamatan Banyaknya Rata-rata

Penduduk Rumah Tangga Anggota RT

1 Medan Tuntungan 84.775 19.673 4

2 Medan Johor 130.414 29.687 4

3 Medan Amplas 121.362 27.498 4

4 Medan Denai 145.677 32.220 4

5 Medan Area 98.955 22.176 4

6 Medan Kota 74.406 17.523 4

7 Medan Maimun 40.624 9.395 4

8 Medan Polonia 55.369 12.475 4

9 Medan Baru 40.519 10.968 3

10 Medan Selayang 104.454 27.440 3

11 Medan Sunggal 115.687 26.897 4

12 Medan Helvetia 149.806 32.952 4

13 Medan Petisah 63.333 15.562 4

14 Medan Barat 72.260 16.864 4

15 Medan Timur 111.369 25.870 4

16 Medan Perjuangan 95.790 22.972 4

17 Medan Tembung 137.062 30.760 4

18 Medan Deli 178.147 40.054 4

19 Medan Labuhan 116.357 25.634 5

20 Medan Marelan 156.394 34.423 5

21 Medan Belawan 98.020 21.692 5

Jumlah 2.191.140 502.735 4

Sumber : BPS Kota Medan, 2016 3.2. Metode Penentuan Sampel

Jumlah rumah tangga di Kota Medan sebanyak 502.735 RT. Untuk menentukan besarnya sampel, maka peneliti menggunakan menggunakan metode Slovin.

n = dimana:

n = Jumlah sampel

(49)

35 N = Jumlah populasi

ϵ = batas toleransi kesalahan (error tolerance 10%)

Dari rumus Slovin tersebut,dengan populasi penduduk kota medan sebesar 502.735 Rumah Tangga, dan tingkat kesalahan 10%, maka didapatkan ukuran sampel yaitu:

n= = = 99,98 dibulatkan 100

Sehingga populasi pada penelitian ini adalah 100 rumah tangga.

3.3 . Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder Pengumpulan data primer dilakukan melalui teknik wawancara menggunakan kuisioner tersrtuktur kepada seluruh responden rumah tangga konsumen bawang putih segar di daerah penelitian.

Data sekunder didapatkan dari berbagai studi pustaka, literatur yang mendukung penelitian, serta data yang diterbitkan oleh BKP Kota Medan dan BPS Propinsi Sumatera Utara dan Dinas Pertanian Pemprovsu.

3.4. Metode Analisa Data

Untuk mengetahui tingkat konsumsi bawang putih di daerah penelitian menggunakan analisis deskriptif dengan cara mentabulasi data primer konsumsi konsumen bawang putih segar dari 100 rumah tangga di daerah penelitian.

Alat analisis selanjutnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis conjoin dengan methode choice based conjoin . Analisis ini digunakan untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap keputusan pambelian bawang putih segar. Hasil yang diperoleh dari analisis ini adalah urutan formulasi preferensi yang diinginkan responden beserta level yang dianggap penting.

Utilitas merupakan dasar konseptual untuk mengukur nilai dalam analisis

Gambar

Gambar 1. Perkembangan volume impor bawang putih tahun 1981-2016
Gambar 2. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 4. Karakteristik Responden berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga  Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat persentase data responden berdasarkan  Jumlah  Anggota  tanggungan  Keluarga,  dari  100  orang  responden  bahwa  39%
Gambar 5. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan  Berdasarkan Gambar 5 dapat di lihat persentase data responden berdasarkan  Jenis  Pekerjaan,  dari  100  orang  responden  bahwa  17  orang  responden  bekerja  sebagai  PNS,  30  orang  respon
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Proses rujukan yang perlu menjadi perhatian lebih untuk menurunkan angka kematian di RSUD Sidoarjo adalah edukasi yang baik kepada masyarakat tentang risiko kehamilan dan persalinan

[r]

Penelitian ini menguraikan tentang pola rekrutmen Partai Aceh dalam menetapkan Calon/ Kandidat yang akan di usung pada pilkada 2017 di Aceh Tengah.. Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah mengetahui apakah konseling singkat berfokus solusi efektif untuk meningkatkan self

Skripsi ini menjelaskan tentang pola rekrutmen Partai Politik lokal Aceh dalam menetapkan Calon Kepala Daerah yang akan di usung pada Pilkada Tahun 2017 di Kabupaten Aceh

[r]